Anda di halaman 1dari 54

MAKALAH

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT I


KONSEP PENGKAJIAN DAN STABILISASI PASIEN TRAUMA

Dosen Pengampu : Mufarika, M. Kep

Disusun Oleh:

KELOMPOK 2 KELAS 6A KEPERAWATAN

NURUS SOLEHA NIM 17142010041


ACHMAD FIKRI NIM 17142010002
ALVIAN ADI PRATAMA NIM 17142010006

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDIA HUSADA MADURA
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga kami selaku penulis dapat
menyusun dan menyelesaikan makalah ini meskipun dengan waktu yang cukup .
Makalah ini membahas mengenai “Konsep Pengkajian dan Stabilisasi Pasien Trauma”.
Makalah ini dibuat dengan tujuan agar kita dapat memperoleh pengetahuan baru
mengenai Konsep Pengkajian dan Stabilisasi Pasien Trauma dalam keperawatan gawat
darurat yang berguna dalam bidang studi keperawatan dan dengan adanya makalah ini di
harapkan dapat membantu dalam proses pembelajaran dan dapat menambah pengetahuan
para pembaca.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapatkan tantangan dan
hambatan, akan tetapi berkat bantuan dan dukungan dari teman-teman serta bimbingan
dari dosen pembimbing (Mufarika., M.Kep) tantangan itu bisa teratasi. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan
yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis menyadari walaupun sudah berusaha dengan kemampuan kami yang
maksimal, mencurahkan segala pikiran dan kemampuan yang kami miliki, makalah ini
masih banyak kekurangan dan kelemahannya, baik dari segi bahasa, pengolahan maupun
dalam penyusunan.Untuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya dapat membangun demi tercapainya suatu kesempurnaan. Semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................i
2
DAFTAR ISI...................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................... 2
1.3 Tujuan ......................................................................................................................3
1.3.1 Tujuan Umum.........................................................................................................3
1.3.2 Tujuan Khusus........................................................................................................3
1.4 Manfaat.....................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................4
2.1 Sistem Penanganan Trauma............................................................................................4
2.2 Pendekatan Penanganan pada Pasien Trauma..............................................................6
2.3 Penilaian Primer...............................................................................................................7
2.4 Penilaian Sekunder .......................................................................................................18
2.5 Evaluasi dan Penilaian Ulang.......................................................................................30
2.6 Populasi Khusus.............................................................................................................31
BAB III PENUTUP.......................................................................................................50
3.1 Kesimpulan.............................................................................................................50
3.2 Saran.......................................................................................................................50
DAFTAR PUSTAKA………...….…………………………………………………….51

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

3
Pelayanan gawat darurat merupakan bentuk pelayanan yang bertujuan untuk
menyelamatkan kehidupan penderita, mencegah kerusakan sebelum tindakan/perawatan
selanjutnya dan menyembuhkan penderita pada kondisi yang berguna bagi kehidupan.
Karena sifat pelayanan gawat daruarat yang cepat dan tepat, maka sering dimanfaatkan
untuk memperoleh pelayanan pertolongan pertama dan bahkan pelayanan rawat jalan
bagi penderita dan keluarga yang menginginkan pelayanan secara cepat. Oleh karena itu
diperlukan perawat yang mempunyai kemampuan yang bagus dalam mengaplikasikan
asuhan keperawatan gawat darurat untuk mengatasi berbagai permasalahan kesehatan
baik aktual atau potensial mengancam kehidupan tanpa atau terjadinya secara mendadak
atau tidak di perkirakan tanpa atau disertai kondisi lingkungan yang tidak dapat
dikendalikan.
Asuhan keperawatan gawat darurat adalah rangkaian kegiatan praktek
keperawatan gawat darurat yang diberikan kepada klien oleh perawat yang berkompeten
di ruang gawat darurat. Asuhan keperawatan yang diberikan meliputi biologis,
psikologis, dan sosial klien baik aktual yang timbul secara bertahap maupun mendadak,
maupun resiko tinggi. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi asuhan keperawatan
gawat darurat, yaitu : kondisi kegawatan seringkali tidak terprediksi baik kondisi klien
maupun jumlah klien yang datang ke ruang gawat darurat, keterbatasan sumber daya dan
waktu, adanya saling ketergantungan yang sangat tinggi diantara profesi kesehatan yang
bekerja di ruang gawat darurat, keperawatan diberikan untuk semua usia dan sering
dengan data dasar yang sangat mendasar, tindakan yang diberikan harus cepat dan
dengan ketepatan yang tinggi (Maryuani, 2009).
Mengingat sangat pentingnya pengumpulan data atau informasi yang mendasar
pada kasus gawat darurat, maka setiap perawat gawat darurat harus berkompeten dalam
melakukan pengkajian gawat darurat. Keberhasilan pertolongan terhadap penderita
gawat darurat sangat tergantung dari kecepatan dan ketepatan dalam melakukan
pengkajian awal yang akan menentukan bentuk pertolongan yang akan diberikan
kepada pasien. Semakin cepat pasien ditemukan maka semakin cepat pula dapat
dilakukan pengkajian awal sehingga pasien tersebut dapat segera mendapat pertolongan
sehingga terhindar dari kecacatan atau kematian.
Pengkajian pada kasus gawat darurat dibedakan menjadi dua, yaitu : pengkajian
primer dan pengkajian sekunder. Pertolongan kepada pasien gawat darurat dilakukan
dengan terlebih dahulu melakukan survei primer untuk mengidentifikasi masalah-

4
masalah yang mengancam hidup pasien, barulah selanjutnya dilakukan survei sekunder.
Tahapan pengkajian primer meliputi : A: Airway, mengecek jalan nafas dengan tujuan
menjaga jalan nafas disertai kontrol servikal; B: Breathing, mengecek pernafasan dengan
tujuan mengelola pernafasan agar oksigenasi adekuat; C: Circulation, mengecek sistem
sirkulasi disertai kontrol perdarahan; D: Disability, mengecek status neurologis; E:
Exposure, enviromental control, buka baju penderita tapi cegah hipotermia (Holder,
2002).
Pengkajian primer bertujuan mengetahui dengan segera kondisi yang mengancam
nyawa pasien. Pengkajian primer dilakukan secara sekuensial sesuai dengan prioritas.
Tetapi dalam prakteknya dilakukan secara bersamaan dalam tempo waktu yang singkat
(kurang dari 10 detik) difokuskan pada Airway Breathing Circulation (ABC). Karena
kondisi kekurangan oksigen merupakan penyebab kematian yang cepat. Kondisi ini
dapat diakibatkan karena masalah sistem pernafasan ataupun bersifat sekunder akibat
dari gangguan sistem tubuh yang lain. Pasien dengan kekurangan oksigen dapat jatuh
dengan cepat ke dalam kondisi gawat darurat sehingga memerlukan pertolongan segera.
Apabila terjadi kekurangan oksigen 6-8 menit akan menyebabkan kerusakan otak
permanen, lebih dari 10 menit akan menyebabkan kematian. Oleh karena itu pengkajian
primer pada penderita gawat darurat penting dilakukan secara efektif dan efisien
(Mancini, 2011). Berdasarkan latar belakang diatas, maka kelompok kami tertarik untuk
membahas mengenai Konsep Pengkajian dan Stabilisasi Pasien Trauma.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Sistem Penanganan Trauma?
2. Bagaimana Pendekatan Penanganan pada Pasien Trauma?
3. Apa Penilaian Primer?
4. Apa Penilaian Sekunder ?
5. Bagaimana Evaluasi dan Penilaian Ulang?
6. Bagaimana Populasi Khusus?
1.3 Tujuan

5
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk memahami serta mampu menjelaskan kepada mahasiswa dan
mahasiswi terkait dengan materi “Konsep Pengkajian dan Stabilisasi Pasien Trauma”.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui Sistem Penanganan Trauma.
2. Untuk mengetahui Pendekatan Penanganan Pada Pasien Trauma.
3. Untuk mengetahui Penilaian Primer.
4. Untuk mengetahui Penilaian Sekunder.
5. Untuk mengetahui Evaluasi dan Penilaian Ulang.
6. Untuk Mengetahui Populasi Khusus.

1.4 Manfaat
Diharapkan mampu memberikan manfaat kepada pembaca, agar mengetahui
tentang Konsep Pengkajian dan Stabilisasi Pasien Trauma dan manfaat dari makalah ini juga
adalah kita dapat meningkatkan pengetahuan tentang Konsep Pengkajian dan Stabilisasi
Pasien Trauma yaitu sistem penanganan trauma, pendekatan penanganan pada pasien
trauma, penilaian primer dan sekunder, evaluasi dan penilaian ulang dan populasi khusu
dalam keperawatan gawat darurat. Setelah mengetahuinya kita dapat merenungkan dan
mengaplikasikan Konsep Pengkajian dan Stabilisasi Pasien Trauma yang tepat dan benar.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sistem Penanganan Trauma
Kematian pada pasien dengan trauma memiliki: pola distribusi trimodal.
6
a. Puncak morbiditas pertama terjadi dalam hitungan detik atau menit pada saat
injuri. Kematian ini akibat laserasi dari jantung, pembuluh darah besar, otak, atau
medulla spinalis. Karena parahnya cedera tersebut, hanya beberapa pasien yang
dapat diselamatkan.
b. Puncak morbiditas kedua terjadi menit atau jam setelah kejadian trauma.
Kematian pada periode ini umumnya akibat dari hematoma intracranial atau
perdarahan yang tidak terkontrol dari fraktur panggul, laserasi organ padat, atau
luka multipel. Perawatan yang diterima selama satu jam pertama setelah cedera
(yang disebut “golden period”) sangat penting untuk kelangsungan hidup pasien
trauma.
c. Puncak morbiditas ketiga terjadi hari sampai beberapa minggu setelah trauma.
Kematian selama periode ini hasil dari sepsis, kegagalan multiorgan, atau
komplikasi pernapasan atau komplikasi lainnya.

Untuk memaksimalkan perawatan pasien, sistem penanganan trauma telah


dikembangkan untuk meminimalkan dampak dari distribusi trimodel kematian tersebut.
Sistem penanganan trauma adalah “sistem yang terorganisir, upaya yang terkoordinasi di
suatu daerah yang memberikan berbagai layanan kepada semua pasien dengan trauma
dan terintegrasi dengan sistem kesehatan setempat”. Sistem penanganan trauma dimulai
dengan sistem darurat inklusif 118 atau 119 yang dilakukan oleh tenaga pre hospital
yang terlatih. Jika pasien bertahan hidup pada puncak morbiditas pertama, bantuan harus
tiba tepat waktu.
Untuk dapat meminimalkan kematian di puncak trimodal kedua di perlukan sistem
pra-rumah sakit yang responsive yang dapat mentransportasikan pasien dengan cepat,
memberikan tindakan stabilisasi pada penghentian dan membawa pasien ke fasilitas yang
lebih tepat yang mampu memberikan perawatan yang dibutuhkan, lebih baik lagi apabila
dilakukan dalam ”golden period”. The American Collage of Surgeons seperti sistem
trauma di banyak negara lainnya telah mengembangkan sistem klasifikasi trauma yang
membantu personil pra-rumah sakit dalam menentukan fasilitas nama yang paling siap
untuk menerima pasien trauma tersebut. Tabel 1 memberikan gambaran tentang sumber
daya di fasilitas kesehatan berdasarkan penanganan trauma yang diberikan.

Tabel 1. Tingkat Verifikasi Trauma

7
LEVEL KRITERIA
Pusat Trauma Tingkat I  Tingkat perawatan tertinggi yang tersedia dalam
sistem trauma
 Memiliki berbagai tenaga spesialis dan peralatan
yang tersedia 24 jam setiap hari
 Merawat setidaknya 1.200 pasien trauma pertahun
dengan 240 diantaranya dirawat dengan skor
keparahan cedera lebih dari 15
 Mempunyai program pendidikan, pencegahan, dan
penjangkauan
 Secara aktif terlibat dalam penelitian mengenai
trauma
 Bertindak sebagai sumber rujukan bagi
masyarakat di daerah-daerah sekitarnya.

Pusat Trauma Tingkat II  Bekerjasama dengan pusat trauma tingkat I


 Memberikan perawatan trauma komprehensif
yang melengkapi keahlian klinis dari tingkat I
 Semua tenaga spesialis yang penting, petugas dan
peralatan tersedia 24 jaam.

Pusat Trauma Tingkat III  Tidak memiliki ketersediaan tenaga spesialis


selama 24 jam tapi mempunyai sumber daya untuk
resusitasi darurat, operasi dan perawatan intensif
dari sebagian besar pasien trauma
 Mempunyai perjanjian dengan pusat Trauma
Tingkat I atau tingkat II untuk merujuk pasien
yang melebihi kapasitasnya

Pusat Trauma Tingkat IV  Tingkat ini diakui oleh beberapa negara tetapi
tidak diverifikasi oleh American Collage of
Surgeous
 Memberikan evaluasi awal, stabilisasi dan
kemampuan diagnostic sampai rujukan ke vtingkat
perawatn yang lebih tinggi
 Mempunyai pelayanan bedah dan kritis, tetapi
sebagian besar pasien dipindahkan ke pusat
trauma yang mempunyai fasilitas lebih tinggi

Pusat Trauma Pediatrik American Collage of Surgeous merancang fasilitas


pediatric sebagai pusat Trauma Tingkat I dan Tingkat II
pediatric menggunakan kriteria yang sama dengan
penekanan pada kemampuan untuk memberikan
perawatan trauma untuk patient pediatrik.

8
Terlepas dari tipe unit gawat darurat dimana pasien trauma ditangani, penilaian awal
dan penangan pasien dengan trauma harus dilakukan berdasarkan standar yang
digunakan oleh tim yang terkoordinasi dengan anggota yang sudah terlatih memberikan
penanganan pada pasien dengan trauma. Pemimpin tim (atau kapten) mengawasi
jalannya resusitasi pasien. Komposisi tim antar fasilitas bervariasi tetapi biasanya terdiri
darisetidaknya satu dokter, satu perawat, dan tenaga pelayanan tambahan.

2.2 Pendekatan Penanganan Pada Pasien Trauma


Cara mudah untuk mengingat langkah-langkah dalam menilai dan menangani pasien
trauma adalah untuk mengingat Sembilan huruf pertama alphabet: A-B-C-D-E-F-G-H-I.
Huruf-huruf ini dapat berfungsi sebagai pengingat dari langkah-langkah dalam resusitasi
awal pasien dengan trauma.
a. A-Airway (diberikan dengan pertimbangan pada pasien cedera tulang servikal)
b. B-Breating
c. C-Circulating / Sirkulasi
d. D-Disability / Kecacatan
e. E-Exposure / Paparan dari pasien dan control lingkungan
f. F-Full Set Vital Sign / Tanda Vital lengkap, data tambahan yang terfokus, dan
kehadiran keluarga
g. G-Give comfort measure / Berikan tindakan kenyamanan
h. H-History and head to toe assessment / Riwayat dan penilaian head to toe
i. I-Inspect the posterior surface / periksa bagian posterior .

Penilaian Awal:
Penilaian awal di bagi menjadi dua tahap, penilaian primer dan sekunder. Tujuan dari
penilaian primer adalah untuk memastikan bahwa kondisi yang berpotensi mengancam
jiwa segera dapat diidentifikasi dan ditangani melalui evaluasi berurutan dari airway,
breathing, circulation, disability and exposure (ABCDE). Tujuan dari penilaian sekunder
adalah untuk mengidentifikasi semua indicator klinis dari penyakit atau cedera (urutan
FGHI). Kedua penilaian primer dan sekunder harus diselesaikan dalam beberapa menit
kecuali di perlukan tindakan resusitasi.

2.3 Penilaian Primer (Primary survey)

9
Penilaian awal pasien trauma terdiri atas primary survey dan secondary survey.
Pendekatan ini ditujukan untuk mempersiapkan dan menyediakan metode perawatan
individu yang mengalami multiple trauma secara konsisten dan menjaga tim agar tetap
berfokus pada prioritas perawatan. Masalah-masalah yang mengancam nyawa terkait
jalan napas, pernapasan, sirkulasi, dan status kesadaran pasien diidentifikasi, dievaluasi,
dan dilakukan tindakan dalam hitungan menit sejak datang di unit gawat darurat.
Kemungkinan kondisi mengancam nyawaseperti pneumotoraks, hemotoraks, flail chest,
dan pendarahan dapat di deteksi melalui primary survey. Ketika kondisi yang mengancam
nyawa telah diketahui maka dapat segera dilakukan intervensi yang sesuai dengan
masalah/kondisi pasien.

Pada primary survey terdapat proses penilaian, intervensi dan evaluasi yang
berkelanjutan. Komponin survey primery adalah sebagai berikut :

1. A: Airway (Jalan napas)

2. B: Breathing (Pernapasan)

3. C: Circulation (Sirkulasi)

4. D: Disability (Defisit neurologis)

5. E: Exposure end environmental control (Pemaparan dan kontrol lingkungan)

a. A: Airway (jalan napas)

Jalan napas yang adekuat diperlukan untuk pernapasan dan sirkulasi; Oleh
karena itu penilaian dan perlindungan jalan napas selalu penting dalam perawatan
pasien trauma. Pasien dengan penurunan tingkat kesadaran beresiko mengalami
gangguan jalan napas (Glasgow Coma Scale dengan scor 8 atau kurang) dan pasien
dengan cedera maksilofasial dan leher.

Penilaian jalan napas merupakan langkah pertaman pada penanganan pasien


trauma. Penilaian jalan napas dilakukan bersamaan dengan menstabilkan leher, tahan
kepala dan leher pada posisi netral dengan tetap mempertahankan leher dengan
menggunakan servical collar dan meletakkan pasien pada long spine board.

Kebanyakan kejadian trauma menyebabkan pasien beresiko mengalami cedera


tulang belakang. Kenyataannya diperkirakan 20.000 kasus baru cedera tulang
10
belakang setiap tahun terkait dengan trauma. Di perkirakan juga bahwa sebanyak 25%
dari jumlah cedera tulang belakang tersebut terjadi setelah adanya kesalahan awal
pada transportasi dan manajemen awal. Oleh karena itu penilaian dan perlindungan
tulang belakang harus dimulai sejak tahap penilaian dan menanganan awal pasien
dengan trauma yaitu, dengan manajemen jalan napas.

Dengarkan suara spontan yang menandakan pergerakan udara melalui pita


suara. Jika tidak ada suara, buka jalan napas pasien menggunakan chin – lift atau
manuver modified jaw-therust. Periksa orofaring, jalan napas mungkin terhalang
sebagian atau sepenuhnya oleh cairan (darah, saliva, muntahan) atau serpihan kecil
seperti gigi, makanan, atau benda asing. Intervensi sesuai dengan kebutuhan
(suctioning, reposisi) dan kemudian evaluasi kepatenan jalan napas.

Alat-alat untuk mempertahankan jalan napas seperti nasofaring, orofaring,


LMA, pipa trakea, Combitube, atau cricothyrotomy mungkin dibutuhkan untuk
membuat dan mempertahankan kepatenan jalan napas.

b. B: Breathing (pernapasan)

Munculnya masalah pernapasan pada pasien trauma terjadi karena kegagalan


pertukaran udara, perfusi, atau sebagai akibat dari kondisi serius pada status
neurologis pasien. Untuk menilai pernapasan, perhatikan proses respirasi spontan dan
catat kecepatan, kedalaman, serta usaha melakukannya. Periksa dada untuk
mengetahui penggunaan otot bantu pernapasan dan gerakan naik turunnya dinding
dada secara simetris saat respirasi.

Selain itu, periksa juga toraks. Pada kasus cedera tertentu misalnya luka terbuka
flail chest dapat dilihat dengan mudah, lakukan auskultasi suara pernapasan bila
didapatkan adanya kondisi serius dari pasien. Selalu diasumsikan bahwa pasien yang
tidak tenang atau tidak dapat bekerja sama berada dalam kondisi hipoksia sampai
terbukti sebaliknya.

Intervensi selama proses perawatan meliputi hal berikut,

1. Oksigen tambahan untuk semua pasien. Bagi pasien dengan folume tidal yang
cukup, gunakan non-rebreather mask dengan reservoil 10-12 1/menit.

11
2. persiapan alat bantu pertukaran udara bila diperlukan. Gunakan bag-valve
mask untuk mendorong tekanan positif oksigen pada pasien saat kondisi
respirasi tidak efektif. Pertahankan jalan nafas efektif dengan inkubasi trakea
jika diperlukan dan siapkan ventilator mekanis.

3. pertahankan posisi pipa trakea. Begitu pasien terintubasi, pastikan posisi pipa
benar ; verifikasi ulang bila dibutuhkan. Perhatikan gerakan simetris naik
turunnya dinding dada, auskultasi daerah perut kemudian paru-paru dan
perhatikan saturasi oksigen melalui pulse oximeter.

4. bila didapatkan trauma toraxs maka perlu tindakan yang serius. Tutup luka
dada selama proses pengisapan, turunkan tekanan pneumutoraxs, stabilisasi
bagian-bagian yang flail, dan masukkan pipa dada.

5. perlu dilakukan penilaian ulang status pernapasan pasien yang meliputi


pengukuran saturaksi oxsigen dan udara dalam darah (arterial blood gase).

Walaupun jalan napas terbuka, untuk dapat bernapas efektif pasien harus mampu
melakukan pertukaran gas di sepanjang jalan napas. Oleh karena itu penilaian dan
intervensi pada pernapasan harus selalu mengikuti penilaian dan intervensi pada jalan
napas. Lihat Tabel 2. Merangkum temuan penilaian penting dan intervensi yang
potensial yang berkaitan dengan pernapasan.

Tabel. Pengkajian Dan Intervensi Pada Jalan Napas Dan Tulang Servikal

Komponen yang dikaji Temuan penting Intervensi potensial

Airway  Pernapasan tidak ada  Berikan posisi yang


 Trauma pada wajah, memaksimalkan
Jalan napas njalan napas
mulut, faring, leher, atau
dada.  Lakukan jaw thrust
 Ketidakmampuan untuk atau chin lift
berbicara, (sesuai usia)  Ambil benda asing
 Retraksi substernal atau atau lakukan suction
interkostl untuk mengeluarkan
 Penurunan tingkat benda asing
kesadaran  Pasang nasofaring
 Stridor saat inspirasi atau airway atau
ekspirasi orofaring (jangan
 Pucat, sianosis, atau pernah memasukkan
warna kulit hitam-abu- nasofaring airway

12
abu atau kemerahan atau pada pasien dengan
ungu terang trauma wajah.
Pertimbangkan
nasofaring airway
 Mekanisme cedera untuk pasien sadar
konsisten dengan yang memerlukan
kemungkinan cedera bantuan untuk
leher mempertahankan
 Ketidakmampuan untuk jalan napas)
bergerak atau merasa  Antisipasi dengan
Tulang servikal ekstremitas intubasi atau teknik
 Nyeri dada saat jalan napas lanjutan
pergerakan atau palpasi  Lakukan imobilisasi
leher servikal
 Pernapasan perut
( kemungkinan terdapat
kelumpuhan otot-otot
pernapasan)
 Inkontinensia atau
retensi
 Bowel atau kandung
kemih
 Tanda-tanda syok
neurogenik
 Priapisme (gangguan
ereksi penis yang terus-
menerus)

Tabel 3. Pengkajian dan Intervensi pada pernapasan

Temuan penting Intervensi potensial


 Trauma tumpul atau trauma tembus  Berikan oxigen tambahan
pada leher, dada, punggung, atau  Bantu dengan ventilasi
perut menggunakan BAG-MASK
 Adanya riwayat penyakit yang  Lakukan dekompresi jarum atau
berhubungan dengan pernapasan selang dada tabung jika terdapat
seperti asma atau enfisema indikasi
 Dispnea, takipnea, atau apnea  Tutup setiap luka terbuka pada
 Pernapasan agonal dada dengan balutan non oklusif
 Pernapasan dangkal (plaster tiga sisi)
 Pernapasan lemah atau terengah-
engah
 Sianosis, diaphoresis
 Distress pernapasan
 Penurunan atau hilangnya suara napas
 Retraksi berat

13
 Luka dada terbuka atau mengisap
 gerakan dinding dada paradoksal
 ketidakmampuan untuk
berkomunikasi dalam frase atau
kalimat lengkap
 pulse oximetry dari 95% (atau
dibawah nilai normal pasien)
 hasil gas darah arteri abnormal

c. C: Circulation (sirkulasi)

Pertukaran gas yang berhubungan erat dengan pernapasan dapat berjalan baik
apabila sistem peredaran darah dapat mengedarkan gas tersebut. Gangguan pada sirkulasi
sering terkait dengan adanyak syok, trauma syok hipovolemik atau obstruktif. Tabel 4.
Merangkum penilaian penting dan intervensi potensial yang terkait dengan sirkulasi.

Tabel 4.Pengkajian dan Intervensi potensial pada sirkulasi

Temuan penting Intervensi potensial

 Denyut jantung <60 denyut per menit  Mulailah kompresi dada saat nadi
atau> 100 denyut per menit pada orang tidak teraba (pada pasien pediatrik
dewasa disertai indikasi adanya dengan perfusi tidak memadai
gangguan peredaran darah walaupun nadi masih teraba)
 Denyut jantung >100 denyut per menit  Kontrol perdarahan eksternal
<80 denyut per menit pada anak-anak tekanan langsung, balut tekan, dan
disertai dengan indikasi adanya pemtoasangan tourniquet dengan
gangguan peredaran darah tekanan diatas tekanan darah
 Pulsasi dengan kekuatan atau kualitas sistolik jika tindakan lain gagal
abnormal (lemah dan tidak teratur,  Mulailah resusitasi cairan
penuh dan melompat-lompat)
 Perdarahan exsternal yang tidak
terkontrol
 Kulit pucat atau dingin, berkeringat
 Tekanan darah sistolik dibawah normal
(>90 mm Hg pada orang dewasa)
 Verbalisasi dari ungkapan perasaan
akan kematian yang akan segera tiba
 Gelisah atau kecemasan
 Kapiler refill> 2 detik

14
Penilaian primer mengenai status pasien trauma mencakup efaluasi adanya
pendarahan, denyut nadi, dan perfusi.

1. Pendarahan

Lihat tanda-tanda kehilangan darah eksternal yang masif dan tekan langsung
daerah tersebut. Jika memungkinkan, naikkan daerah yang mengalami
pendarahan sampai di atas ketinggian jantung. Kehilangan darah dalam jumlah
besar dapat terjadi di dalam tubuh.

2. Denyut nadi

Denyut nadi diraba untuk mengetahui ada tidaknya nadi, kualitas, laju, dan ritme.
Denyut nadi mungkin tidak dapat dilihat secara langsung sesudah terjadi trauma,
hipotermi, hipovolemia, vasokonstriksi pembuluh darah yang disebabkan respons
sistem saraf simpatik yang sangat intens. Raba denyut nadi karotid, radial, dan
femoral. Sirkulasi di evaluasi melalui auskultasi apikal. Cari suara degupan
jantung yang menandakan adanya penyumbatan perikardial. Mulai dari tindakan
pertolongan dasar sampai dengan lanjut untuk pasien yang tidak teraba denyut
nadinya. Pasien yang mengalami terauma kardiopulmonari memiliki prognosis
yang jelek, terutama setelah terjadi trauma tumpul. Pada populasi pasien trauma,
selalu pertimbangkan tekanan pneumotoraks dan adanya sumbatan pada jantung
sebagai penyebab hilangnya denyut nadi. Kondisi ini dapat kembali normal
apabila dilakukan needle thoracentesis dan pericardiocentesis.

3. Perfusi kulit

Beberapa tanda yang tidak spesifik yaitu akral dingin, kulit basah, pucat, sianosis,
atau bintik-bintik mungkin menandakan keadaan syok hipovolemik. Cek warna,
suhu kulit, adanya keringat, dan capillary refill. Waktu capillary refill adalah
ukuran perfusi yang cocok pada anak-anak, tapi kegunaannya berkurang seiring
dengan usia pasien dan menurunnya kondisi kesehatan. Namun demikian, semua
tanda-tanda syok (shock) tersebut belum tentu akurat dan bergantung pada

15
pengkajian. Selain kulit, tanda-tanda hipoperfusi juga tampak pada organ lain,
misalnya oliguria, perubahan tingkat kesadaran, takikardia dan disritmia.

Selain itu, perlu diperhatikan juga adanya penggelembungan atau pengempisan


pembuluh darah di leher yang tidak normal. Mengembalikan volume sirkulasi
darah merupakan tindakan yang penting untuk dilakukan dengan segera. Pasang
IV line dua jalur dan infus dengan cairan hangat. Gunakan blood set dan bukan
infus set karena blood set mempunyai diameter yang lebih lebar dari infus set
sehingga memungkinkan tetesannya lebih cepat dan apabila ingin memberikan
tranfusi darah maka bisa langsung digunakan tanpa harus diganti. Berikan 1-2
liter cairan isotonic crystalloid solution (0,9% normal saline atau ringger’s
lactate). Pada anak-anak pemberiannya berdasarkan berat badan yaitu 20
ml/kgBB. Dalam pemberian cairan perlu diperhatikan respons pasien dan setiap 1
ml darah yang hilang dibutuhkan 3 ml cairan kristaloid.

Pada kondisi multiple trauma sering terjadi perdarahan akibat kehilangan akut volume
darah. Secara umum volume darah orang dewasa adalah 7% dari berat badan ideal (BBI),
sedangkan volume darah anak-anak berkisar antara 8-9% BBI. Jadi orang dewasa dengan
berat badan 70 kg diperkirakan memiliki volume darah sekitar 5 liter. Klasifikasi
perdarahan meliputi hal berikut.

1. Perdarahan kelas 1 (kehilangan darah sampai 15%)

Gejala minimal, takikardi ringan, tidak ada perubahan yang berarti dari tekanan
darah, nadi, frekuensi pernapasan. Pada penderita yang sebelumnya sehat tidak
perlu dilakukan tranfusi. Pengisian kapiler dan mekanisme kompensasi lain akan
memulihkan volume darah dalam 24 jam.

2. Perdarahan kelas 2 (kehilangan darah 15-30%)

Gejala klinis meliputi takikardi, takipnea, dan penurunan tekanan nadi.


Penurunan tekanan nadi ini terutama berhubungan dengan peningkatan
komponen diastolik karena pelepasan katekolamin. Katekolamin bersifat
inotropik yang menyebabkan peningkatan tonus dan resistensi pembuluh darah
perifer. Tekanan sistolik hanya sedikit berubah, sehingga lebih tepat mendeteksi
perubahan tekanan nadi. Perubahan sistem saraf sentral berupa cemas, ketakutan,
dan sikap bermusuhan. Produksi urine sedikit terpengaruh yaitu antara 20-30
16
ml/jam pada orang dewasa. Ada penderita yang terkadang memerlukan tranfusi
darah tetapi kebanyakan masih bisa distabilkan dengan larutan kristaloid.

3. Perdarahan kelas 3 (kehilangan darah 30-40%)

Gejala klinis klasik akibat perfusi inadekuat hampir selalu ada yaitu takikardi,
takipnea, penurunan status mental, dan penurunan tekanan darah sistolik.
Penderita ini sebagian besar memerlukan tranfusi darah.

4. Perdarahan kelas 4 (kehilangan darah >40%)

Gejala klinis jewlas yaitu takikardi, penurunan tekanan darah sistolik yang besar
dan tekanan nadi yang sempit (tekanan diastolik tidak teraba), produksi urine
hampir tidak ada, kesadaran jelas menurun, kulit dingin, serta pucat. Tranfusi
sering kali harus diberikan secepatnya. Bila kehilangan darah lebih dari 50%
volume darah, maka akan menyebabkan penurunan tingkat kesadaran, kehilangan
denyut nadi, Dan tekanan darah.

Penggunaan klasifikasi ini diperlukan untuk mendeteksi jumlah cairan


kristaloid yang harus diberikan. Berdasarkan hukum 3 for 1 rule artinya kalau terjadi
perdarahan sekitar 1 ,000 ml maka perlu diberikan cairan kristaloid 3 x 1 ,000 ml
yaitu 3 ,000 ml cairan kristaloid.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian cairan IV secara


agresif pada pasien trauma dapat memperburuk kondisi perdarahan pasien. Hal ini
karena dapat menurunkan hemostatic plugs yang terbentuk untuk menghentikan
perdarahan tetapi kondisi ini hanya terjadi pada beberapa kelompok pasien saja.
Secara umum apabila seorang pasien didapatkan dalam kondisi yang tetap tidak
stabil secara hemodinamis sesudah pemberian infus kristoloid 2-3 liter, sebaiknya
pasien segera diberikan tranfusi darah. Pemberian tranfusi darah disesuaikan denga
jenis dan golongan darah pasien.

d. D: Disability (status kesadaran)

17
Tingkat kesadaran pasien dapat dinilai dengan menggunakan mnemonic
AVPU*. Sebahai tambahan, cek kondisi pupil, ukuran, kesamaan, dan reaksi terhadap
cahaya. Pada saat primary survey, penilaian neurologis hanya dilakukan secara
singkat. Pasien yang memiliki resiko hipoglikemi (misal: pasien diabetes) harus di cek
kadar gula dalam darahnya, apabila didapatkan kondisi hipoglikemia berat maka bisa
diberikan dextrose 50%. Adanya penurunan tingkat kesadaran akan dilakukan
pengkajian lebih lanjut pada secondary survey. Glasgow coma scale (GCS) dapat
dihitung segera setelah pemeriksaan secondary survey.

“D” dalam penilaian primer dimaksudkan untuk meningkatkan tenaga


kesehatan untuk menilai status neurologis. Perubahan besar dalam fungsi neurologis
yang signifikan. Efek negative neurologis jangka panjang pada trauma dapat
diminimalkan dengan intervensi yang cepat. Oleh karena itu lakukan penilaian status
neurologis seawal mungkin sehingga intervensi yang tepat dapat segera dimulai.
Tabel 5. merangkum temuan penilaian penting dan intervensi potensial yang terkait
dengan disability kecacatan.

Tabel 5. Pengkajian dan Intervensi pada Neurologik

Temuan penting Intervensi potensial

 Pupil anisokor atau lamban bereaksi atau  Jaga kepala lurus dengan posisi kepala
gagal untuk bereaksi datar atau elevasikan 30 sampai 45
 Penurunan skor Glasgow Coma Scale, derajat
perubahan tingkat kesadaran  Pertimbangkan pemberian manitol
 Kelemahan pada satu sisi atau di salah satu (Osmitrol) untuk perubahan tingkat
ekstremitas atau hilangnya fungsi dari satu kesadaran yang berhubungan dengan
sisi atau satu ekstremitas peningkatan tekanan intracranial
 Postur abnormal  Kurangi rangsangan eksternal

e. E: Exposure end Environmental Control (pemaparan dan kontrol lingkungan)

Pakaian yang digunakan dapat menyembunyikan cedera yang terjadi. Oleh


karena itu lepas semua pakaian sebagai bagian dari penilaian primer. Sebagian bagian
dari proses ini, tim yang menangani trauma harus hati-hati melakukan penilaian
adanya kelaianan bagian tubuh yang terkena yang mungkin memerlukan intervensi

18
segera, seperti luka terbuka atau fraktur, perdarahan yang tidak terkontrol, atau
eviserasi.

Pengendalian lingkungan dimaksudkan untuk mengingatkan tim akan


pentingnya tindakan menjaga kehangatan untuk pasien. Banyak faktor meningkatkan
risiko pasien menjadi hipotermi selama resusitasi trauma, termasuk diantaranya:

1. Suhu ruangan resusitasi (yang lebih rendah dari suhu tubuh)

2. Infus cairan atau produk darah dalam jumlah besar dengan suhu di bawah suhu
tubuh

3. Peningkatan kadar alcohol dalam darah (yang mengakibatkan vasodilatasi)

4. Gangguan thermoregulasi sekunder pada syok dan cedera otak

5. Umur (pasien anak dan lansia menurun kemampuannya untuk mengatur suhu
tubuh)

6. Kelembaban tubuh akibat dari kondisi lingkungan dan adanya perdarahan

7. Penggunaan anastesi dan sedasi ketika intubasi (yang menurunkan produksi


panas internal)

8. Cedera panggul, ekstremitas perut, dan pembuluh darah besar (yang membawa
risiko kehilanganan panas yang lebih besar).

Jika suhu tubuh inti dari pasien trauma turun dibawah 95o F (35o) selama resusitasi,
pasien memiliki peningkatan risiko untuk terjadinya:

1. Terjadi asidosis

2. Hipoksia jaringan serebral

3. Peningkatan diuresis dengan perburukan hypovolemia

4. Infeksi karena gangguan pada sistem kekebalan tubuh

5. Koagulopati, termasuk koagulasi intravascular diseminata

Exposure (pemaparan)

19
Lepas semua pakaian pasien secara cepat untuk memeriksa cedera, perdarahan, atau
keanehan lainnya. Perhatikan kondisi pasien secara umum, catat kondisi tubuh, atau
adanya bau zat kimia seperti alkohol, bahan bakar, atau urine.

Enviromental control (kontrol lingkungan)

Pasien harus dilindungi dari hipotermi. Hipotermia penting karena ada kaitannya
dengan vasokonstriksi pembuluh darah dan koagulopati. Pertahankan atau kembalikan
suhu normal tubuh dengan mengeringkan pasien dan gunakan lampu pemanas,
selimut, pelindung kepala, sistem penghangat udara, dan berikan cairan IV hangat.

2.4 Penilain Sekunder (Secondary survey)

Setelah dilakukan primary survey dan masalah yang terkait dengan jalan napas
pernapasan, sirkulasi, dan status kesadaran telah selesai dilakukan tindakan maka tahapan
selanjutnya adalah Secondary survey. Pada Secondary survey pemeriksaan lengkap mulai
dari head to toe. Berbeda dengan primary survey. Dalam pemeriksaan secondary survey
ini apabila didapatkan masalah maka tidak diberikan tindakan dengan segera. Hal-hal
tersebut dicatat dan diprioritaskan untuk tindakan selanjutnya. Jika pada saat tertentu,
pasien tiba-tiba mengalami masalah jalan napas, pernapasan, atau sirkulasi, maka segera
lakukan primary survey dan intervensi sesuai dengan indikasi. Mnemonic yang digunakan
untuk mengingat Secondary survey ialah huruf F ke I.

a. F: Full Set Of Vital Signs, Five Interventions, and Facilitation of Family Presence
(tanda-tanda vital, lima intervensi, dan Memfasilitasi Kehadiran Keluarga)

Full Set Of Vital Signs (Tanda-Tanda Vital --TTV)

Tanda-tanda vital ini menjadi dasar untuk penilaian selanjutnya. Pasien yang
kemungkinan mengalami trauma dada harus dicatat denyut nadi radial dan apikalnya;
nilai tekanan darah pada kedua lengan. Termasuk suhu dan saturasi oksigen sebaiknya
dilengkapi pada tahap ini, jika belum dilakukan.

Five Interventions (Lima Intervensi)

Lima intervensi ini meliputi hal berikut.

1. Pemasangan monitor jantung.

20
2. Pasang nasogastric tube atau orogastric tube (jika ada indikasi).

3. Pasang folley catheter (jika ada indikasi)

4. Pemeriksaan laboratorium meliputi darah lengkap, kimia darah, urinalisis,


urine, kadar etanol, toxicologic screens (urine serum), clotting studies
(prothrombin time, activated partial thromboplastin time, fibrinogen,
Dimer) untuk pasien yang mengalami gangguan koagulopati.

Facilitation of Family Presence (Memfasilitasi Kehadiran Keluarga)

Memfasilitasi kehadiran keluarga berarti memberikan kesempatan untuk bersama


pasien meskipun berada dalam situasi yang mengancam nyawa tetapi hal ini masih
menjadi hal yang kontroversial sampai sekarang. Berdasarkan kesepakatan
Emergency Nurses Association (ENA), Keluarga diberikan kesempatan untuk
bersama dengan pasien selama proses invasive dan resusitasi. Rumah sakit atau klinik
yang mengizinkan kehadiran keluarga pasien harus memiliki standar prosedur tentang
bagaimana cara menenangkan, mendukung, dan memberikan informasi pada anggota
keluarga.

b. G: Give Comfort Measures (Memberikan Kenyamanan)

Korban trauma sering mengalami maslah yang terkait dengan kondisi fisik dan
psikologis. Metode farmakologis dan nonfarmakologis banyak digunakan untuk
menurunkan rasa nyeri dan kecemasan. Dokter dan perawat yang terlibat dalam tim
trauma harus bisa mengenali keluhan dan melakukan intervensi bila dibutuhkan.

c. H: History and Head To Toe Examination

Riwayat Pasien (History)

Jika pasien sadar dan kooperatif, dilakukan pengkajian pada pasien untuk
memperoleh informasi tentang pengobatan, alergi, dan riwayat penyakit yang
bersangkutan. Anggota keluarga pasien bisa juga menjadi sumber untuk memperoleh
data ini. Informasi penting tentang kondisi sebelum sampai di rumah sakit seperti
tempat kejadian, proses cedera, penilaian pasien dan intervensi di dapatkan dari
petugas EMS. Untuk mempermudah dalam melakukan pengkajian yang barkaitan
21
dengan riwayat kejadian pasien, maka dapat digunakan mnemonic MIVT yaitu
mechanism (mekanisme), injuries suspected (dugaan adanya cedera), vital sign on
scene (TTV di tempat kejadian), dan treatment received (perawatan yang telah
diterima).

1. Tanda-Tanda vital Lengkap

Jika tanda-tanda vital lengkap belum di peroleh, pemeriksaan dapat di lakukan setelah
penilaian sekunder. Tanda-tanda vital akan berfungsi sebagai dasar untuk penilaian
ulang. Pasien yang di curigai trauma dada harus dicatat kecepatan nadi apical dan
radialnya, tekanan darah harus dinilai pada kedua lengan.

Pasien dengan trauma dada yang berisiko mengalami trauma aorta harus dilakukan
pengukuran tekanan darah dan denyut nadi kepada dua lengan dan satu kaki. Apabila
terdapat perbedaan 10 mm Hg atau lebih pada pengukuran tekanan darah atau
perbedaan kualitas pulsasi antara bagian tersebut harus dicurigai adanya trauma aorta.

2. Data Fokus Tambahan

Intervensi yang harus dilakukan dipertimbangkan setelah penilaian sekunder dan


tanda vital bergantung pada temuan pada penilaian primer dan sekunder, termasuk
hal-hal berikut :

a. Monitoring dan saturasi oksigen secara berkelanjutan


b. Pemasangan selang gastrik
c. Pemasangan kateter urine (kecuali ada bukti trauma genitourinarius bagian
bawah)
d. Temuan laboratorium yang sesuai
e. Focused assessmen with sonography for trauma (fast)

Tes Laboratorium Umum Digunakan Selama Pengakajian

a. Tipe dan crossmatch


b. Hitung darah lengkap
c. Pemeriksaan kimia dasar (leukosit, tes glukosa, dan fungsi ginjal)
d. Urine
e. Tes kehamilan
f. Kadar etanol
22
g. Kadar tosikologi
h. Pembekuan darah
i. Serum laktat dan defisi basa

3. Kehadiran Keluarga

Kehadiran keluarga selama rususitasi pasien truma telah terbukti meningkat


kemampuan anggota keluarga untuk mengatasi situasi. Terdapat bukti kuat bahwa hal
itu juga dapat membantu pasien menyadari kehadiran mereka selama waktu yang
sangat penuh tekanan tersebut. Berdasarkan bukti ini, Emergency Nurses association
telah menyatakan sikap resmi mendorong kehadiran keluarga di samping tempat tidur
pasien yang kritis atau terluka.

4. Pemberian Tindakan Kenyamanan

Korban trauma sering mengalami tekanan fisik dan psikologis. Metode farmakologis
dan nonfarmakologis untuk mengurangi rasa sakit dan kecemasan telah tersedia untuk
pasien. Tim yang menangani trauma wajib mengenali rasa sakit dan intervensi yang
diperlukan.

5. Riwayat

Jika pasien sadar dan koperatif, cobalah untuk mengkaji obat yang digunakan, adanya
alergi, dan informasi mengenai riwayat kesehatan. Anggota keluarga juga merupakan
sumber untuk data tersebut. Jika pasien diantar oleh petugas pra-rumah sakit, mereka
juga akan berfungsi sebagai sumber data yang sangat baik, memberikan informasi
mengenai mekanisme cedera, perkiraan luka, dan penanganan sebelum tiba di rumah
sakit termasuk tanda-tanda vital di tempat kejadian.

Uraian AMPLE membantu untuk memperoleh riwayat yang adekuat. Tabel 6.


Merangkum data historis yang bersangkutan yang harus diperoleh dengan
menggunakan urutam AMPLE.

Meskipun setiap kejadian trauma berbeda, tim yang menangani truma dapat
mengantisipasi cedera berdasarkan mekanisme cedera yang dijelaskan oleh pasien.
Orang yang ada di tempat kejadian, atau petugas pra-rumah sakit. Cedera bisa tumpul,
dimana kekuatan yang melukai menembus kulit atau tembus, dimana sebuah objek

23
menembus kulit. Tabel 7. Merangkum beebrapa luka yang dapat diantisipasi
berdasarkan mekanisme umum trauma tumpul.

Dengan memperoleh rincian mengenai mekanisme cedera penetrasi dapat membantu


dalam menentukan sejauh mana cidera akibat truma di permukaan kulit tetapi jutru
merupan trauma pokok yang signifikan harus ditangani. Sebuah pisau, Misalnya,
dapat membuat luka yang sangat kecil pada permukaan kulit, Tetapi jika penyerangan
menggerakkan pisau tersebut ke atas dan kebawah sementara pisau tersebut masih di
dalam mungkin jauh lebih besar dari trauma permukaan yang terlihat.

Ketika menghadapi cidera akibat senjata api, mempertimbangkan fakta-fakta berikut:


a. Proyektil berongga menybabkan kerusakan lebih luas dari pada proyektil padat.
b. Senjata api dengan barel panjang mempunyai kecepatan lebih besar dari pada
senjata api dengan barel yang lebih pendek dan cenderung menghasilkan
kerusakn jaringan lebih besar.
c. Semakin dekat korban dengan senjata api, semakin berat kerusakan jaringan
yang akan dihasilkan.

Pasien yang terlibat dalam ledakan dapat memiliki berbagai cidera yang berbeda :

a. Cedera primer : Ketika sebuah perubahan terjadi dari padat atau cair ke gas,
seperti yang terjadi dalam sebuah ledakan akan menyebar, Ekspansi menyebabkan
perpindahan udara yang bergerak menjauh dari lokasi ledakan. Ketika semburang
udara tersebut menghantap tubuh dapat menyebabkan organ terisi gas, sehingga
mengawali terjadinya trauma seperti ruptur membran timpani, emboli udara, dan
ruptur lambung atau usus.
b. Cedera sekunder : udara yang bergerak dari lokasi ledakan, membawa potongan-
potongan kecil dari puing-puing tersebut dalam jarak yang jauh bisa menghantam
dan tertanam dalam tubuh yang mungkin berada dalam jarak yang signifikan dari
lokasi ledakan. Laserasi yang dihasilkan dan benda-benda tertanam disebut cedera
sebagai sekunder.
c. Cedera tersier : udara dapat bergerak jauh dari lokasi ledakan dan melemparkan
objek lain, menghantam tubuh, mengakibatkan berbagai luka tumpul.

Tabel 6. Pengkajian Riwayat menggunakan AMPLE

24
Deskrpsi Pertanyaan Wawancara

A Allergies (Alergi)  Adakah alergi terhadap obat tertentu? (catat


jenis dan tingkat keparahan reaksi)

 Adakah reaksi negative terhadao obat?

 Alergi makanan?

 Alergi lingkungan?

M Madications (Medikasi)  Pengobatan saat ini (diresepkan atau tidak


diresepkan, herbal, dan supplement)

 Kapan obat terakhir kali di minum?

P Past health history (Riwayat  Riwayat kesehatan yang berhubungan


penyakit yang lalu)
 Apakah masalah ini pernah terjadi
sebelumnya?

 Jika demikian, apakah dilakukan penegakan


diagnosis medis? Apa itu?

 Apakah pasien pernah menjalani operasi?

 Untuk alasan apa? Apa hasilnya?

 Apakah ada keluarga dengan riwayat medis


yang dapat mempengaruhi kondisi keluhan
pasien saat ini?

 Apakah ada faktor psikososial yang dapat


mempengaruhi kondisi pasien?

 Apakah pasien memiliki dokter pribadi?


(dapatkan nama lengkap dan tempat praktek
dokter tersebut jika mungkin)

 Kapan imunisasi tetanus terakhir? (jika


terdapat luka terbuka/cedera pada mata)

 Kapan terakhir menstruasi pada periode normal


(perempuan)?

 Adakah kemungkinan kehamilan?

L Last meal eaten (Makanan yang  Bagaimana riwayat asupan makanan?


terakhir dikonsumsi)
 Cairan yang terakhir ditelan maknanan padat?

 Bagaimana pergerakan bowel terakhir?

25
E Events leading to the illness /  Bagaimana dan kapan cedera atau penyakit
injury (kejadian yang mengarah pertama terjadi?
pada injuria tau penyakit)
 Apakah faktor yang mempengaruhi?

 Tanyakan, adakah riwayat bepergian dalam


beberapa hari atau minggu sebelum timbuk
gejala?

 Adakah penyakit yang berkaitan dengan kontak


dengan anggota keluarga?

 Bagaiamana kronologi dan durasi gejala?

 Adakah gejala terkait?

 Dimana lokasi nyeri atau ketidaknyamanan


dalam hubungan ini?

 Jika ada apa, apa yang telah dilakukan pasien


untuk mengurangi?

Tabel 7.1 Injuri yang diwaspadai berkaitan dengan Trauma Tumpul

Mekanisme Trauma Injuri yang berhubungan

Tabrakan mobil dari arah  Tubuh cendeng menghantam bagian ke depan di dalam
depan mobil, menghantam bagian di depannya dan dapat
menyebabkan cedera otak, trauma wajah, trauma tulang
belakang, cedera sternum, paru dan cedera pada jantung,
fraktur pelvis dan femur, dan anke.

Tabrakan mobil dari arah  Kaca mobil pecah di sisi pasien dan pasien terlempar kea
sampan rah sisi yang terkena, menyebabkan cedera servikal
rotasional, flail chest, luka pada paru-paru, cedera pada
abnomen (cedera limpha lebih sering terjadi pada sopir dan
cedera hepar lebih sering terjadi pada posisi jok penumpang
karena letak organ-organ tersebut berlawanan), dan cedera
pelvis.

Tabrakan mobil dari arah  Pasien sering terlempar dengan kuat kearah depan atas
belakang bagian mobil dan kursi biasanya dalam kondisi sedikit
bersandar ke belakang dan kemudian dilemparkan ke
depan, menghantamkan pasien pada bagian depan
kendaraan. Hal ini dapat menyebabkan cedera intracranial
dan cedera fleksi-ekstensi dari tulang leher.

 Pola lain cedera serupa dengan mekanisme cedera dari arah


depan karena pasien terlempar kea rah depan kendaraan.

26
Tabrakan mobil dengan  Pergerakan axial dengan fraktur kominutif pada tulang
langsung belakang atau fraktur Jefferson, dan trauma ekstremitas
akibat ekstremitas terjulur keluar dari kaca jendiela yang
pecah. Hampir setiap cedera bisa terjadi dari jenis
kecelakaan ini banyaknya bagian yang terkena.

Kecelakaan sepeda motor  Cedera kepala, terutama ketika pengendara tidak memakai
helm atau helm rusak

 Pengendara yang jatuh terpisah dari sepeda motor


meningkatkan risiko cedera

 Pengendara yang terhimpit di antara sepeda motor dan


kendaraan lain atau benda lain dapat memiliki trauma yang
signifikan pada ekstremitas.

 Pengendara yang terserat dapat mengalami trauma


integument yang parah.

Tabel 7.2 Injuri yang diwaspadai berkaitan dengan Trauma Tumpul-Lanjutan

Mekanisme Trauma Injuri yang Berhubungan

Sepeda (tabrakan kendaraan  Pertimbangan pada cedera akibat tabrakan sepeda sam
tidak bermotor) dengan sepeda motor

 Bersepeda pada medan yang berat cenderung dapat


menyebabkan pasien terdorong ke setang, meningkatkan
risiko cedera pancreas, hati, limpa dan diafragma

 Pasien cenderung terdorong ke atas setang pada kecepatan


yang lebih ringan, dapat menyebabkan trauma kepala,
wajah, bahu dan lengan atas.

Jatuh  Jatuh dari ketinggian tiga kali dari tinggi korban atau lebih
tinggi harus dicurigai terhadap cedera yang signifikan

 Pasien yang mendarat dengan kaki cenderung mengalami


trauma kalkaneus, lumbal, dan trauma pergelangan tangan
akibat energi yang berjalan dari kaki naik kea rah
punggung dan jatuh ke depan dengan tangan terentang.

 Pasien yang mmendarat di salah satu sisi biasanya


meletakkan tangan mereka untuk melindungi diri, sehingga
mengakibatkan trauma lengan. Akibat lengan yang tertekuk
kea rah tubuh, menyebabkan fraktur rusuk, trauma paru-
paru, dan limpa atau hati.

 Energi yang dihasilkan akibat mendarat dengan pantat

27
ditransmisikan ke panggul, organ pada perut dan dada
mengakibatkan cedera parah yang mengancam hidup.

Pemeriksaan Head-To Toe

Hal-hal yang harus dipertimbangkan selama pemeriksaan head-to-to ditujukan hanya


sekilas dibagian ini.

1. Kepala

a. Kepala di inspeksi secara sistematis dan dinilai adanyaluaka, deformitas, atau


asiemetris.
b. Palpasi tengkorak adanya depresi fragmen tulang, hematoma, laserasi, atau nyeri
tekan.
c. Catat setiap area adanya ekimosis atau perubahan warna. Ekimosis di belakang
telinga, tulang mastoid (Battle Sign), atau di daerah priorbital (Raccon Eyes)
meningkatkan kecurigaan fraktur tengkorak basilar.

Intervensi Terapeutik

a. Jaga agar pasien tidak mengalami hipotensi atau hipoksia.


b. Manitol dapat diberikan secara intravena untuk menurunkan tekanan intracranial.
c. Fasilitasi intervensi bedah atau pemantauan tekanan intracranial.

2. Wajah

a. Periksa wajah adanya luka dan asimetris


b. Perhatikan setiap cairan dari telinga, hidung, mata atau mulut. Cairan dari hidung
atau telinga diasumsikan cairan cerebrospinal sampai tidak terbukti bahwa cairan
tersebut adalan cairancerebrospinal.
c. Lihat kembali kesimetrisan, respons cahaya, dan akomodasi pupil.
d. Pesiksa ketajaman visual.
e. Minta pasien untuk membuka dan menutup mulut untuk memeriksa maloklusi,
laserasi, avulsi gigi, dan benda asing.

Prosedur diagnostik

1. (CT) scan tanpa kontras.


28
2. Radiografi panoramik untuk melihat rahang.

3. Leher

a. Sementara anggota tim lain imobilisasi tulang leher, lepas sebagian cervical collar
untuk menilai leher pasien.
b. Palpasi dan periksan inspeksi adanya luka, ekimosis, distensi vena leher,
emfisema subkutan, atau deviasi endottrakeal.
c. Lakukan arteri karotis untuk melihat adanya bruits.
d. Palpasi untuk deformitas atau nyeri tulang belakang sebelum memasang cervical
collar.

Cedera ruling servikal tidak bisa dipastikan dengan tepat pada penggunaan alcohol
atau intoksikasi obat atau cedera utama yang mengganggu. Sebaliknya, tulang
servikal pada pasien beresiko rendah, sadar, berorientasi baik, tanpa intoksikasi dapat
di pastikan hanya berdasarkan pemeriksaan klinis saja.(tdidak adanya nyeri, nyeri
tekan, atau temuan neurologis)

Prosedur Diagnostik

Empat gambaran radiografi yang dibutuhkan untuk memvisualisasikan tulang servikal


secara menyeluruh :

a. Cross-table lateral (harus memvisualisasikan C1 ke T1)


b. Anterior-posterior
c. Lateral
d. Open-mouth ondotoid

Lakukan CT Scan jika radiografi polos tidak tampak jelas. Gambaran fleksi-ekstensi
digunakan untuk memeriksa kerusakan jaringan lunak dan lebih jarang dilakukan.

4. Dada

a. Inspeksi dada adanya asimetris, deformitas, trauma, penetrasi, dan luka lainnya.
b. Lakukan auskultasi jantung dan paru-paru.
c. Palpasi dinding dada untuk deformitas, emfisema subkutan, dan nyeri tekan.

29
Prosedur diagnostik

a. Lakukan rontgen dada portable jika pasien tidak bisa duduk tegak untuk posisi
anterior-posterior dan lateral.
b. Lakukan elektrokardiogram 12-lead pada pasien yang dicurigai atau actual
mengalami trauma dada tumpul.
c. Pertimbangkan pemriksaan gas darag arteri jika pasien memiliki gejala obstruksi
jalan nafas atau distress respirasi atau telah di pasang ventilator mekanik.

5. Abdomen

a. Periksa abdomen apakah terdapat memar, massa, pulsasi, dan benda yang
menembus.
b. Amati adanya distensi pengeluaran usus.
c. Lakukan auskultasi untuk bising usus di keempat kuadran.
d. Dengan lembut palpasi abdomen untuk melihat adanya kekakuan dan nyeri
tekan, nyeri lepas, atau periksa secara keseluruhan.

Prosedur diagnostik

a. FAST
b. Diagnostic peritoneal lavage (jarang digunakan)
c. CT scan abdomen (biasanya dilakukan dengan media kontras)
d. Abdominal or kidneys-ureter-bladder (KUB) radiographic series.

6. Pelvis

a. Inspeksi pelvis adanya pendarahan, memar, deformitas, dan trauma tembus.


b. Periksa perineum adanya darah,feses, dan cedera.
c. Pemeriksaan rectal dilakukan untuk menilai tonus sfingter, mengidentifikasi
darah, dan memeriksa posisi prostat. Posisi prostat tinggi, adanya darah di meatus
atau adanya hematoma skrotum merupakan kontra indikasi untuk kateterisasi
kandung kemih sampai urethogram retrograde dapat dilakukan.
d. Dengan lembut tekan ke dalam (kearah garis tengah) pada iliaka untuk menilai
stabilitas panggul. Palpasijuga bagian di atas simfisis pubis. Hentikan jika
terdapat nyeri atau pergerakan dan lakukan pemeriksaan radiografi.
30
7. Ekstremitas

a. Periksa keempat ekstremitas lihat adanya deformitas, dislokasi, ekimosis,


bengkak, dan luka lainnya.
b. Periksa status sensorik, motoric, dan status neurovascular dari setiap ekstremitas.
c. Palpasi adanya nyeri tekan, krepitus, dan subs abnormal.
d. Jika terdapat cedera, nilai kembali status nerovaskuler bagian distal secara teratur

Prosedur diagnostik

a. Radiografi ekstremitas yang terkena.

Intervensi trapeutik
a. Bidai
b. Perawatan luka

Inspeksi Bagian posterior

Sangat penting untuk diingat bahwa 50% dari permukaan tubuh terletak di atas papan
trecther. Apabila pasien tidak dimiringkan dan dilakukan inspeksi bagian belakang
cidera tidak dapat diketahui tulang servikal harus dijaga dalam posisi netral dengan
menggunakan teknik logroll.

a. Dengan dikajinya tubuh bagian belakang, dapat melihat adanya memar, perubahan
warna, dan luka terbuka.
b. Palpasi adanya deformitas, pergerakan dan nyeri pada tonjolan tulang vertebra.
c. Lepaskan pakaian atau barang-barang yang basah yang berada di bawah pasien.
d. Jika tulang belakang di pastikan baik atau pasien dapat berbaring diam, ambil
backboard (sesuaikan dengan protocol institusional)

Intervensi trapeutik

a. Pertimbangkan perlunya bantalan atau pelepasan backboard.


b. Kaji tanda-tanda kerusakan kulit.

2.5 Evaluasi Dan Penilaian Ulang

31
Selama pasien trauma berada di unit gawat darurat, penilaian yang dilakukan tidak
akan pernah lengkap lakukan evaluasi ulang pada pasien secara teratur untuk
mengidentifikasi kerusakan dan cedera yang sebelum nya tidak terlihat. Selain itu,
pasien trauma memiliki kondisi medis sebelumnya yang belum diketahui selama
resusitasi awal. Pertimbangkan hal-hal berikut :

1. Kaji kembali nyeri dan berikan obat nyeri (sesuai indikasi) akan tetapi waspadai
kemungkinan adanya depresi pernafasan. Analgesic golongan narkotika juga dapat
menutupi tanda-tanda kerusakan neurologis yang halus dan tidak terlihat.
2. Monitor keluaran urine dan intervensi yang di perlukan seperti halnya dalam aspek
pelayanan kesehatan, dokumentasi menyeluruh sangat penting. Karena banyaknya
penilaian intervensi, dan pengkajian ulang yang dilakukan, mendokumentasikan
perawatan pasien trauma dengan segera merupakan hal yang sangat penting.
3. Pasien trauma membutuhkan perawatan yang searah dan konsisten dari semua
anggota tim. Jika terdapat cidera yang mengancam jiwa, tim perlu segera melakukan
intervensi dan memperbaiki kondisi tersebut.

Setelah secondary survey selesai dilakukan, prioritaskan pasien dan rawat cedera
sesuai dengan waktunya. Beberapa cedera tertentu yang ditemukan pada saat secondary
survey dapat dinilai dengan mendetai dan berfokus. Lakukan perbaikan dan jahit luka
terbuka jika dibutuhkan.

Pasien yang mengalami multiple trauma harus diperiksa secara teratur dengan
pemeriksaan X-rays (dada, panggul, tulang belakang). Jika pemeriksaan darah tidak atau
belum diambil saat memasang IV, maka sampel darah dapat dikirimkan saat ini ke
laboratorium. Pemberian profilaksis tetanus perlu untuk dikaji, apabila diperlukan maka
pasien bisa langsung diberikan injeksi profilaksis. Lakukan konsultasi dengan dokter
spesialis apabila diperlukan dan persiapkan pasien dan keluarga untuk kemungkinan
rawat inap, pindah ruang, atau operasi.

Pada saat pasien trauma berada di unit gawat darurat, nilai ulang pasien secara
reguler dan teratur untuk mengetahui penurunan kondisi atau cedera yang tidak
terdeteksi sebelumnya. Selain itu, pasien trauma mungkin memiliki kondisi medis yang
belum teridentifikasi pada saat resusitasi. Perlu dilakukan observasi pengeluaran urine
dan berikan intervensi jika diperlukan.pemberian narkotik dapat mengaburkan tanda-

32
tanda penurunan kondisi neurologis sehingga pada saat ini perlu untuk dilakukan
monitoring evaluasi secara ketat.

Glasgow Coma Scale (GCS)/Skala Koma Glasgow

Skala koma glasgow adalah ukuran untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien.
Skala ini bukan berupa pemeriksaan neurologis secara tubuh. Skala koma glasgow
meliputi respons tiga area husus yang terdiri atas pembukaan mata, respons verbal, dan
respon motorik. Perawat unit gawat darurat harus mengingat bahwa pasien yang lumpuh
secara kimia tidak dapat dievaluasi dengan menggunakan skala ini.

Beberapa sistem penilaian berbeda telah dikembangkan untuk memperkirakan


kondisi akhir pasien trauma. Penilaian ini pada umumnya berdasarkan cedera khusus,
data psikologis, atau kombinasi keduanya. Skoring trauma adalah satu contoh sistem
penilaian yang populer. Sistem tersebut melibatkan skala koma glasgow dan beberapa
parameter psikologis untuk mendapatkan skor dari 0-12. Sistem tersebut mudah
digunakan dan sudah diterapkan pada kondisi trauma fase pra-rumah sakit. Sistem
skoring trauma dapat memprediksi peluang pasien selamat, meskipun tidak seakurat
sistem penilaian berdasar cedera.

2.6 Populasi Khusus

Pasien anak-anak dan usia lanjut mencerminkan kelompok trauma khusus, perawat
gawat darurat harus mempertimbangkan perbedaan penting yang meliputi aspek
anatomis, psikologis, perkembangan, dan penilaian ketika merawat, pasien anak dan usia
lanjut tetapi tidak mengubah prioritas perawatan. Lakukan primary survey secara
sistematis.

Anak-anak dan orang tua memiliki karakteristik anatomi dan fisiologis yang unik
yang harus didiperhatikan dalam proses pengkajian karena usia mereka yang ekstrem,
pasien hamil dan obesitas menimbulkan tantangan dalam pengkajian karena perubahan
pola fisiologis. Dengan memperhatikan hal-hal ini dapat meningkatkan proses pengkajian
dan memberikan hasil yang optimal hasil pasien. Tabel 8. menjelaskan pertimbangan
pengkajian untuk populasi ini. Rujuk ke bab tertentu dalam buku ini pada kegawatan
anak, obstetrik, dan geriatrik untuk informasi lebih lanjut.

Tabel 8. Pertimbangan pengkajian pada kelompok khusus.

33
Pediatrik Geriatrik Obstetrik Bariatrik -

Obesitas

Airway Infant < 3 bulan Lepasnya gigi Penebalan kapiler Lingkar leher
hanya bernapas dapat menybabkan lapisan mukosa yang lebar,
menggunakan obstruksi jalan pada jalan napas mobilitas leher
hidung-kaji napas. menjadi predisposisi yang terbatas,
kepatenan nares. mimisan dan dan pembukaan
obstruksi jalan orofaringeal yang
Luas lidah yang napas. sempit dapat
proporsional membuat
Pelepasan ventilasi bag-
Oksiput yang besar prostaglandin, serta mask sulit
pada anak usia muda tololitik, membuat menjadi efektif.
dapat menyebabkan pasien rentan
hiperfleksi jalan teradap edema jalan Jaringan yang
napas servikal ketika napas. berlebihan dan
terlentang tempatkan ketikmampuan
bantalan dibawah Peningkatan risiko untuk
bahu. aspirasi karena mengidentifikasi
tekanan dari Rahim petunjuk yang
Jalan napas atas dan yang membesar normal
bawah kecil lebih terhadap isi menyebabkan
mudah tersumbat diafragma / dada kesulitan dalam
tabung tube tanpa dan tertundanya melakukan
cuff umumnya pengosongan intubasi.
degunakan untuk lambung.
intubasi pada anak- Obstructive sleep
anak < 8 tahun apnea
mempengaruhi
5% dari pasien
obesitas

Breathing Bayi/anak-anak Peningkatan Penurunan Peningkatan


muda cenderung diameter cadangan paru beban pada otot-
bernapas dengan anteroposterior fungsional otot pernapasan
perut dada kyphosis menurun. menyebabkan
akibat proses peningkatan kerja
Dinding dada tipis menua. Peningkatan pernapasan
suara napas dengan konsumsi oksigen penurunan suara
mudah berpindah Pengembangan pada ibu hamil dan napas.
dari satu sisi ke sisi dada terbatas. penurunan cadangan
yang berlawanan oksigen Posisi pasien
auskultasi pada Penurunan suara meningkatkan miring atau di
kedua aksila napas terutama di cadangan risiko posisi anti
basal cadangan hipoksia. trandelenburg
Peningkatan kerja pasru menurun efektivitas
pernapasan dapat penurunan AGD secara normal pernapasan.
dinilai dengan kekuatan otot menunjukkan
34
mengamati cuping pernapasan. alkalosis respirasi
hidung, reaksi, kerkompensasi,
kepala terayun – Reflex batuk hipokapni.
ayun, mendengus berkurang
saat ekspirasi, penurunan tekanan
penggunaan otot parsial oksegen
aksesorius

Circulatio Proporsi volume Penurunan curah Kehamilan Obesitas


n sirkulasi anak lebih jantung saat merupakan kondisi merupakan
besar dari orang istirahat hipodinamik, kondisi
dewasa (90 ml/kg hipervolemi volume hiperdinamik,
bayi: 80 ml/kg anak; Perubahan meningkat 40%- hipervolemi
70 ml/kg dewasa- aterosklerotik 50% pada usia peningkatan
kehilangan volume pembuluh darah kehamilan 28 persistent curah
dapat menghasilkan pulsasi arteri sering minggu. jantung
hypovolemia lebih tidak terdeteksi diperlukan untuk
cepat Setelah usia mempertahankan
Perubahan warna kehamilan 20 perfusi jaringan
Jantung pada anak dan suhu minggu, berat janin, adiposa
usia muda tidak ekstremitas Rahim, plasenta,
dapat meningkatkan dan cairan amnion Hipertensi,
Respons
kontraktilitas curah menekan vena kava, penyakit arteri
katekolamin
jantung penurunan tekanan coroner, dan
melambat
dipertahankan darah ketika pasien gagal jantung
dengan Disritmia jantung terlentang posisi kongestif
meningkatkan merupakan hal miring (miring ke merupakan
denyut jantung yang umum kiri lebih baik) penyakit yang
sering menyertai
Mekanisme Suara jantung Kehamilan
kompensasi simpatik abnormal dapat merupakan kondisi Auskultasi
sangat baik terjadi akibat hiperkoagulasi jantung terdengar
peningkatan denyut kekakuan katup meningkatan risiko jauh
jantung dan thrombosis vena
vasokonstriksi Penurunan dan emboli paru Penurunan
dilakukan untuk amplitude QRS amplitudo
mempertahankan kompleks dan Setiap perubahan kompleks QRS
tekanan darah pemanjangan dari tingkat kesadaran
merupakan temuan Peningkatan
sistolik perfusi kulit interval PR, QRS,
abnormal risiko trombosis
merupakan indikator dan QT
vena dan emboli
yang lebih baik paru
dibandingkan
tekanan darah

Disability Nilai fontanel pada Atrofi serebral Setiap perubahan Peningkatan


anak usia ≤ 18 bulan tingkat kesadaran risiko stroke
Penurunan aliran merupakan temuan akibat kenaikan
Tingkat aktivitas darah ke otak abnormal indeks massa
anak dan
Transmisi saraf
35
kemampuan untuk lambat tubuh
mengenali pengasuh
merupakan indicator Penurunan konten Hipertensi
penting dari fungsi neurotransmitter intrakranial
neurologis pada otak gerakan idiopatik dapat
anak-anak yang berulang, tremor dipernuruk
belum bisa berbicara dengan cedera
Perubahan gaya atau posisi
Pediatric glaslow berjalan dan
coma scale ambulasi Somnolen pada
digunakan siang hari dapat
Perlambatan / berhubungan
perubahan dengan
penerimaan sensori obstructive sleep
dan respons apnea
motorik

Fungsi neurologis
dasar dikonfirmasi
oleh
keluarga/teman

TTV Denyut jantung dan Denyut jantung Detak jantung Peningkatan


(Tanda- laju pernapasan sering dipengaruhi meningkat 10-20 denyut jantung
Tanda menurun dengan oleh beta-blocker kali/menit di atas saat istirahat
Vital) bertambahnya usia. atau kalsium nilai dasar yang dihasilkan
channel blocker dari peningkatan
Tekanan darah Respirasi menjadi beban kerja
minimal yang dapat Penurunan laju lebih cepat dan jantung
diterima = 70 + (2 x pernapasan sebagai dangkal saat
anak usia dalam akibat penurunan kehamilan Frekuensi
tahun) laju metabolism pernapasan 25%-
melambat Tekanan darah 40% ukuran
Hipotensi adalah diastolik 5-10 manset yang
tanda akhir syok Peningkatan mmHg di trimester diperlukan untuk
panjang dasar tekanan darah kedua, kembali ke memperoleh
resusitasi mungkin sistolik umum nilai dasar pada tekanan darah
diperlukan untuk terjadi trimester ketiga, yang akurat.
memperkirakan perubahan tekanan
berat badan Tekanan darah darah minimal
diastolik mungkin selama kehamilan
juga akan naik
apakah psien tahu Penilaian denyut
atau tekanan darah jantung janin
dasarnya? termasuk dalam
pegukuran tanda-
tanda vital ibu

Lin-lain Kaji riwayat Sering Tinggi fundus uteri Komorbiditas


kelahiran pada bayi menunjukkan dievaluasi selama umum terjadi

36
muda sebagai bagian gejala penyakit / pemeriksaan Sianosis /
dari riwayat cedera yang tidak abdomen. kemerahan pada
kesehatan masa lalu spesifik. wajah / leher
Penilaian perineum
Kaji status imunisasi Komorbiditas dan harus dilakukan, Dermatitis sering
polifarmasi umum adanya perdarahan / terjadi pada kulit
Harus terjadi cairan ketuban di sekitar lipatan
mempertimbangkan kubah vagina bawah patudara,
tahap perkembangan Protrusi abdominal perut, dan
anak fokuskan pada Pengkajian riwayat perineum
aspek yang Kelembekan otot yang harus
menonjol dari mencakup Perineum iritasi
Penurunan
penilaian terakhir pertanyaan tanggal akibat dari
peristaltik usus
perkiraan lahir, ketidakmampuan
Distensi lambung perawatan prenatal, untuk melakukan
Regulasi
umum dari udara dan komplikasi pembersihan
temporatur tidak
yang tertelan saat kehamilan secara tepat
efektif rawan
menangis hipotermia
Insufesiensi vena
Regulasi kronis pada
Massa tulang dan
temperature tubuh ekstremitas
massa otot
yang tidak efektif bawah edema,
menurun
mudah mengalami hyperkeratosis,
hipotermia Peningkatan kapile. bisul
Keterbatasan Kerapuhan kapiler Luka akibat
glikogen-rawan memar penekanan
hipoglikemia saat ditemukan di
stress Kerusakan pada
lokasi yang tidak
kulit umum terjadi
biasa
Tulang fleksibel,
kekuatan yang Kaji kulit dengan
Perubahan
signifikan hati-hati untuk
bimekanikal/gaya
diperlukan untuk mengetahui adanya
berjalan akibat
terjadinya fraktur, luka akibat
peningkatan berat
cedera signifikan penekanan
badan.
dapat terjadi tanpa
adanya fraktur.

Tabel 9. Skoring Trauma

Ukuran Skor Numerik Total skor Persentase


(kemungkinan selamat) pasien selamat
(%)
Tekanan darah sistolik
(mmHg)
>89 4 12 99,5

37
76-89 3 11 96,5
50-75 2 11 96,5
1-49 1 11 96,5
0 0 10 87,9
Laju pernapasan
(inspirasi spontan /menit)
10-29 4 8 66,7
>29 3 7 63,6
6-9 2 7 63,6
1-5 1 6 63
0 0 6 63
Pasien memulai bernapas
sendiri, tidak menggunakan 5 45,5
ventilasi mekanis
Skor skala koma Glasgow 3 atau 4 33,3
13-15 4 2 28,6
9-12 3 2 28,6
6-8 2 1 25
4-5 1 1 25
3 0 0 3,7

Tabel 10. Penilaian Primer dan sekunder bagi pasien Trauma

Komponen Penilaian Kemungkinan Intervensi


A Airway/Saluran Dengarkan suara  Buka saluran
Pernapasan terbuka/tersumbat? pernapasan
Cari serpihan benda-benda, menggunakan
darah, muntah, dan benda chin-lift monuver
asing. modified jaw-
thrus.
 Bersihkan saluran
pernapasan sedot

38
dan bersihkan dari
benda-benda asing.
 Berikan saluran
pernapasan buatan:
saluran pernapasan
orofaring atau
nasofaring,
intubasi trakea,
atau saluran
pernapasan lewat
proses bedah.
B Breathing/ pernapasan Amati respirasi spontan, chest  Berikan oksigen
excursion, laju dan kedalaman tinggi dengan laju
usaha respirasi, dan usaha tinggi melalui
untuk bernapas. Auskultasi non-rebreather
suara pernapasan. mask.
 Ganti udara
dengan
menggunakan
tekanan positif
(bag-valve-mask).
 Bantu dengan
menggunakan
intubasi trakea
atau penempatan
saluran napas
lewat proses
bedah.
C Circulation/ sirkulasi Cari perdarahan yang tampak  Lakukan
jelas. penekanan/letakka
Periksa kulit untuk warna, n luka di posisi
suhu, kelembapan, dan yang lebih tinggi.
capillary refill time.  Masukkan dua
Raba denyut nadi sentral dan atau lebih kateter
distal. larg-bore
intravenous.
 Berikan bolus dari
crystallpids atau
darah
 Lakukan tranfusi
darah dada.
 Gunakan splint
untuk mengontrol
perdarahan
39
 Fasilitasi
intervensi bedah
untuk kondisi
pendarahan
internal atau
eksternal yang
parah.
 Sediakan resusitasi
kardiopulmonary
ladvanced cardiac
life support bila
diperlukan.
D Disability/ Periksa kondisi neurologis  Jangan sampai
ketidakmampuan menggunakan mnemonic pasien mengalami
AVPU. hipotensif atau
Periksa pupil, simetris atau hiposia
tidak, dan reaksi terhadap  Jaga dengan hati-
cahaya. hati kondisi tulang
belakang
 Pertimbangkan
pemberian
mannitol, tindakan
untuk
memperbaiki laju
pembuluh vena
dari otak,
pembedahan atau
hiperventilasi
singkat.
E Exposure and Periksa seluruh tubuh  Lepas semua baju.
environment (pemaparan
 Berikan
dan lingkungan)
penghangat tubuh.
F Full set of vital signs, five dapatkan data-data vital.  Mulai pengawasan
interventions, and family Nilai kebutuhan psikologis kardiak
presence pasien dan keluarga. berkelanjutan dan
saturasi oksigen.
 Pertimbangkan
untuk
memasukkan pipa
nasogastric atau
orogastrik dan
kateter saluran
urine.
G Give comfort measures Ukur tingkat kesakitan.  Berikan obat untuk

40
nyeri seperti
disarankan.
 Gunakan cara
nonfarmakologis
untuk mengurangi
nyeri
H History Jika pasien sadar, kumpulkan  Dapatkan
sejarah data medis. informasi MVT
dari jasa medis
darurat.
Head To Toe Lakukan pemeriksaan dari
kepala ke kai: inspeksi,
auskultasi, dan raba pasien dari
kepala ke kaki.
I Inspect posterior surfaces Miringkan pasien ke satu sisi.
Pariksa dan raba semua
permukaan tubuh bagian
belakang.

FORMAT PENGKAJIAN KASUS TRAUMA


KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Tgl Masuk Rumah Sakit:

Tgl Pengkajian :

Nomor Registrasi :

Ruangan / Rumah Sakit :

Diagnosa Medis :

I. BIODATA

A. Identitas Pasien

1. Nama Lengkap :

2. Jenis Kelamin :

3. Umur/Tanggal Lahir :

41
4. Kawin/Belum Kawin :

5. Agama :

6. Suku/Bangsa :

7. Pendidikan :

8. Pendapatan :

9. Pekerjaan :

10. Alamat :

II. RIWAYAT KESEHATAN

A. Riwayat Kesehatan Sekarang

1. Keluhan Utama

2. Riwayat Keluhan Utama

a. Provoking (pencetus)

b. Quality (kualitas)

c. Region (lokasi)

d. Severity (berat/ringan/skala)

e. Time (waktu)

3. Apakah keluhan bertambah/berkurang pada saat tertentu/memperberat atau


meringankan keluhan?

4. Hal yang memperberat/meringankan keluhan?

5. ABCDE

Airway:

 Apakah ada tanda-tanda sumbatan jalan nafas?

 Apakah terdengar bunyi stidor?

 Apakah anada tanda-tanda keberadaan benda asing, darah, muntah dalam


mulut?

Breathing

 Frekuensi napas:

 Pengembangan dada:

 Retraksi intercostal:

 Bunyi napas: (ngorok, bersiul, megap,dll)

Circulation:

42
 Akral tangan dan kaki hangat/kering:

 Kualitas nadi: cepat, lambat: kuat/lemah

Disability:

 AVPU:

 PERLA: Pupil isokor/anisokor, reaksi terhadap rangsangan cahaya:

6. AMPLE

a. Allergies (alergi):

b. Medication (obat-obatan):

c. Past history (riwayat singkat penyakit, kecelakaan, tindakan pembedahan, dan


perawatan selama sakit:

d. Last time ate or drank (waktu terakhir makan dan minum):

e. Event (apa yang menyebabkan terjadinya kecelakaan? Kecelakaan kendaraan,


luka bakar, dll:

III. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan Umum:

2. TTV

Tekanan Darah: Nadi : Pernapasan : Suhu


:

3. Berat badan dan Tinggi badan:

4. Kepala

a. Reaksi pupil terhadap cahaya, ukuran:

b. Apakah ada luka? Deformitas/cacat? Memar, pembengkakan, tulang yang


penyek ke dalam:

c. Apakah ada cairan yang keluar dari telinga atau hidung?

d. Periksa adanya nyeri tekan:

e. Ukuran Glasgow Coma Scale:

Eye (Mata) : M (Motorik) : V (Verbal) :

Jumlah skor :

5. Leher

a. Tanda-tanda injury spinal:

b. Apakah ada luka? Deformitas? Memar? Dan pembengkakan?

43
c. Apakah ada distensi/penggembungan dari vena leher?

d. Perhatikan posisi trachea apakah ditengah-tengah atau terdorong ke salah satu


sisi?

e. Rasakan apakah ada udara di bawah kulit (empisema subkhutan):

6. Dada

a. Hasil pemeriksaan EKG:

b. Kecepatan nafas: x/menit, upaya nafas:

c. Pengembangan dada (simetris/tidak):

d. Apakah ada luka, deformitas, memar, bengkak atau depresi tulang (tulang
masuk ke dalam):

e. Bunyi napas: kiri/kanan:

7. Perut

a. Apakah ada luka, bengkak pada kulit atau pembesaran pada seluruh perut
(distensi)?

b. Apakah ada skar (bekas luka) yang lama?

c. Bising usus: peristaltik usus: x/menit

d. Nyeri pada kuadran abdomen:

e. Kekakuan: atau tampak sikap menjaga area perut yang


mengindikasi perdarahan pada perut.

8. Pelvis, Rectum dan Genital

a. Apakah ada luka, deformitas atau memar?

b. Apakah ada perdarahan dari urethra?

c. Apakah ada perdarahan sekitar skrotum atau vagina?

d. Apakah ada fraktur atau dislokasi?

9. Lengan atau Tungkai

a. Apakah ada luka, deformitas, memar atau pembengkakan?

b. Apakah ada nyeri tekan? Apakah pasien dapat merasakan sensasi sentuhan
yang anda lakukan? Pergerakan sendi?

c. Nadi perifer ada/tidak?

d. Suhu anggota gerak, tangan dan kaki? Panas atau dingin?

10. Punggung

a. Apakah ada luka, deformitas, memar, pembengkakan, depresi tulang?

44
b. Apakah ada perdarahan yang berasal dari anus?

c. Apakah ada nyeri tekan?

IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK:

V. DATA LAIN-LAIN YANG DIANGGAP PERLU:

VI. PERAWATAN/PENGOBATAN:

1. Perawatan

Tindakan perawatan yang diberikan:

2. Pengobatan

Tindakan pengobatan yang diberikan:

FORMAT PENGKAJIAN KASUS NON TRAUMA


KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

I. Identitas Pasien

1. Nama :

2. Usia :

3. Jenis Kelamin :

4. Alamat :

5. No. Reg :

6. Diagnosa Medis :

7. Tanggal MRS :

8. Jam MRS :

9. Tanggal Pengkajian :

II. Data Subyektif

45
A. Keluhan Utama

a. Provocative:

b. Quality:

c. Radiasi:

d. Skala:

e. Time:

B. Riwayat penyakit dahulu:

III. Data Obyektif

1. Airway:

2. Breathing:

3. Circulation:

4. Disability:

 Kesadaran kualitatif

 Kesadaran kuantitatif

A. Head To Toe

a. Keadaan Umum:

b. Kepala dan Wajah

 Kepala

 Mata

 Hidung

 Mulut

 Leher

c. Dada

d. Perut dan pinggang

e. Pelvis dan perineum

f. Ekstremitas

IV. Pemeriksaan penunjang

 Ecg

 Ro Toraks

 BGA

46
V. Therapi

VI. Tindakan Resusitasi

No Tgl/jam Tindakan Resusitasi Keterangan

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA ORANG DEWASA

No. Rekam Medis ... ... ... Diagnosa Medis ... ... ...
IDENTITAS

Nama : Jenis Kelamin : L/P Umur :


Agama : Status Perkawinan : Pendidikan :
Pekerjaan : Sumber informasi : Alamat :

TRIAGE P1 P2 P3 P4
PRIMER SURVEY

GENERAL IMPRESSION
Keluhan Utama :

Mekanisme Cedera :

Orientasi (Tempat, Waktu, dan Orang) :  Baik  Tidak Baik, ... ... ...
Diagnosa Keperawatan:
AIRWAY Inefektif airway b/d … … …
Jalan Nafas :  Paten  Tidak Kriteria Hasil : … … …
Paten
Intervensi :
Obstruksi :  Lidah  1. Manajemen airway;headtilt-chin lift/jaw
thrust
Cairan  Benda Asing  N/A
2. Pengambilan benda asing dengan
Suara Nafas : Snoring forcep
3. … …
Stridor  N/A
4. … …
Keluhan Lain: ... ...

47
Diagnosa Keperawatan:
1. Inefektif pola nafas b/d … … …
BREATHING 2. Kerusakan pertukaran gas b/d … …

Gerakan dada :  Simetris  Asimetris Kriteria Hasil : … … …


Irama Nafas :  Cepat  Dangkal
Intervensi :
 Normal 1. Pemberian terapi oksigen … …
ltr/mnt, via… …
Pola Nafas :  Teratur  Tidak Teratur
2. Bantuan dengan Bag Valve Mask
Retraksi otot dada :  Ada  N/A 3. Persiapan ventilator mekanik
4. … …
Sesak Nafas :  Ada  N/A 
5. … …
RR : ... ... x/mnt
Keluhan Lain: … …

Diagnosa Keperawatan:
1. Penurunan curah jantung b/d … … …
CIRCULATION 2. Inefektif perfusi jaringan b/d … … …

Nadi :  Teraba  Tidak teraba Kriteria Hasil : … … …


Sianosis :  Ya  Tidak
Intervensi :
CRT :  < 2 detik  > 2 detik 1. Lakukan CPR dan Defibrilasi
2. Kontrol perdarahan
Pendarahan :  Ya 
3. ……
Tidak ada 4. ……
Keluhan Lain: ... ...

DISABILITY Diagnosa Keperawatan:


1. Inefektif perfusi serebral b/d … … …
2. Intoleransi aktivias b/d … … …
3. … … …
PRIMER SURVEY

Respon : Alert  Verbal  Pain  Unrespon Kriteria Hasil : … … …


Kesadaran :  CM  Delirium  Somnolen  ... ...
Intervensi :
... 1. Berikan posisi head up 30 derajat
2. Periksa kesadaran dann GCS tiap 5
GCS :  Eye ...  Verbal ...  Motorik ...
menit
Pupil :  Isokor  Unisokor  Pinpoint  Medriasis 3. … … …
4. … … …
Refleks Cahaya:  Ada  Tidak Ada
5. … … …
Keluhan Lain : … …

EXPOSURE Diagnosa Keperawatan:


1. Kerusakan integritas jaringan b/d …
……
2. Kerusakan mobilitas fisik b/d … … …
3. … … …

48
Deformitas :  Ya  Tidak Kriteria Hasil : … … …
Contusio :  Ya  Tidak
Abrasi :  Ya  Tidak Intervensi :
Penetrasi : Ya  Tidak 1. Perawatan luka
Laserasi : Ya  Tidak 2. Heacting
Edema : Ya  Tidak 3. ………
Keluhan Lain: 4. ………
……

Diagnosa Keperawatan:
1. Regimen terapiutik inefektif b/d … …

ANAMNESA 2. Nyeri Akut b/d … … …
3. … … …

Riwayat Penyakit Saat Ini : … … … Kriteria Hasil : … … …

Intervensi :
1. … … …
2. … … …
Alergi :

Medikasi :
SECONDARY SURVEY

Riwayat Penyakit Sebelumnya:

Makan Minum Terakhir:

Even/Peristiwa Penyebab:

Tanda Vital :
BP : N: S: RR :
PEMERIKSAAN FISIK Diagnosa Keperawatan:
1. … … …
2. … … …

Kepala dan Leher: Kriteria Hasil : … … …


Inspeksi ... ...
Intervensi :
Palpasi ... ... 3. … … …
4. … … …
Dada:
SECONDARY SURVEY

Inspeksi ... ...


Palpasi ... ...
Perkusi ... ...
Auskultasi ... ...
Abdomen:
Inspeksi ... ...
Palpasi ... ...
Perkusi ... ...

49
Auskultasi ... ...
Pelvis:
Inspeksi ... ...
Palpasi ... ...
Ektremitas Atas/Bawah:
Inspeksi ... ...
Palpasi ... ...
Punggung :
Inspeksi ... ...
Palpasi ... ...
Neurologis :

Diagnosa Keperawatan:
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1. … … …
2. … … …
 RONTGEN  CT-SCAN  USG  EKG Kriteria Hasil : … … …
 ENDOSKOPI  Lain-lain, ... ...
Intervensi :
Hasil : 1. … … …
2. … … …

Tanggal Pengkajian : TANDA TANGAN PENGKAJI:


Jam :
Keterangan : NAMA TERANG :

50
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pelayanan gawat darurat merupakan bentuk pelayanan yang bertujuan untuk
menyelamatkan kehidupan penderita, mencegah kerusakan sebelum tindakan/perawatan
selanjutnya dan menyembuhkan penderita pada kondisi yang berguna bagi kehidupan.
Karena sifat pelayanan gawat daruarat yang cepat dan tepat, maka sering dimanfaatkan
untuk memperoleh pelayanan pertolongan pertama dan bahkan pelayanan rawat jalan
bagi penderita dan keluarga yang menginginkan pelayanan secara cepat. Oleh karena itu
diperlukan perawat yang mempunyai kemampuan yang bagus dalam mengaplikasikan
asuhan keperawatan gawat darurat untuk mengatasi berbagai permasalahan kesehatan
baik aktual atau potensial mengancam kehidupan tanpa atau terjadinya secara mendadak
atau tidak di perkirakan tanpa atau disertai kondisi lingkungan yang tidak dapat
dikendalikan.
Asuhan keperawatan gawat darurat adalah rangkaian kegiatan praktek
keperawatan gawat darurat yang diberikan kepada klien oleh perawat yang berkompeten
di ruang gawat darurat. Asuhan keperawatan yang diberikan meliputi biologis,
psikologis, dan sosial klien baik aktual yang timbul secara bertahap maupun mendadak,
maupun resiko tinggi. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi asuhan keperawatan
gawat darurat, yaitu : kondisi kegawatan seringkali tidak terprediksi baik kondisi klien
maupun jumlah klien yang datang ke ruang gawat darurat, keterbatasan sumber daya dan
waktu, adanya saling ketergantungan yang sangat tinggi diantara profesi kesehatan yang
bekerja di ruang gawat darurat, keperawatan diberikan untuk semua usia dan sering
dengan data dasar yang sangat mendasar, tindakan yang diberikan harus cepat dan
dengan ketepatan yang tinggi (Maryuani, 2009).

51
3.2 Saran
Diharapkan oleh penulis adalah penulis lebih memahami proses keperawatn gawat
Konsep Pengkajian dan Stabilisasi Pasien Trauma . Selain itu diharapkan dengan adanya
makalah ini dapat membantu teman-teman dalam mengenal dan memahami keperawatan
jiwa menyeluruh.

DAFTAR PUSTAKA

Amelia Kurniati, Yanny & dkk. 2018. Keperawatan Gawat Darurat dan Bencana sheehly.
ENA (Emergency Nurses Association). Edisi Indonesia 1. Sheehly’ Emergency
Nursing: Princeples and Practices, 6th edition. www.elsevierhralth.com.
American College of Surgeons. (1997). Advanced trauma life support for doctors. instructor
course manual book 1 - sixth edition. Chicago.
Barth MM, Jenson CE: Postoperstive nursing care og gastric bypass patient’s, Am J Crit
Care 15(4);378, 2006.
Campbell John E. 2004. Basic Trauma Life Support. Edisi ke-4. USA. Pearson Prentice Hall.
Cole Elaine. 2009. Trauma Care: Initial Assesment and Management in The ED. Oxford:
Wiley – Blackwell.
Consortium for Spinal Cord Medecine. (2008). Early acute management in adults with Spinal
cord injury: A clinical practice guideline for health-care professionals, Journal of Spinal
Cord Medicine, 31(4), 403-479.
Department of Emergency Medicine, 2005. Medical and Trauma Emegency Course.
Singapore General Hospital: Tidak dipublikan.
Dewi Kartikawati N. 2011. Buku Ajar Dasar-Dasar Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta:
Salemba Medika, 2012.
Emergency Nurses Association. (2010, September). Family presence during invasive
procedures and cardiopulmonary resuscitation (position statement). Retricieved from
http://www.ena.org/SiteCollectionDocuments/Position
%20Statements/FamilyPresence.pdf
Emergency Nurses Association. Initial assessment, In Hawkins H, editor: Emergency nursing
pediatric course provider manual, ed 3, Des Plaines, III, 2004. The Associaton.
Emergency Nurses Association: Special populations: pregnant, prdiatric and older adult
trauma patients. In Trauma nursing core course provider manual, ed 6, Des Plaines, III,
2007, The Associatin.
52
Emergency Nurses Associatin. 2005. Sheerly;s Manual og Emergency Care. Edisi ke-6.
Philadelphia: Elsevier Mosby.
Fultz dan sturt. 2005. Emergency Nursing Reference. Edisi ke-3. Philadelphia: Elsevier
Saunders.
Greaves, dkk. 2006. Emergency Cre Texbook for Para medicks. Edisi ke-2 Edinburgh:
Saunders Elsevier.
Hildebrand, F., Giannoudis , p.v., van Griensven, M., Chawda, M., & Pape, H. C. (2004).
Patthophysiologic changes and effects of hypothermia on outcome in elective surgery
and trauma patients. American Journal of Surgery, 187 (3), 363-371.
Holder, AR. (2002 ).Emergency room liability. JAMA.
Kerr MS: Obstetric trauma. In Newbury L, Criddle I.M, editors: Sheerly’s manual of
emergency care, ed 6, Philadelphia, 2005, Mosby.
Lombardo D: Patient assessment, In Newbury I, Criddle L.M, edotors: Sheerly’ manual of
emergency care, ed 6, Philadelphia, 2005, Mosby
Mancini MR, Gale AT.(2011). Emergency care and the law. Maryland: Aspen Publication.
Maryuani, Anik & Yulianingsih. (2009). Asuhan kegawatdaruratan. Jakarta : Trans Info
Media Medis
National Hifghway Transportation Safety Administration (n.d).Trauma system: Agenda for
the future. Retrieved from
http://www.nhtsa.gov/people/injury/ems/emstraumasystem03/index.htm
Proelhl JA: Nursing assessment and resuscitation. In Emergency nursing care curriculum, ed
6, Philadelphia, 2007, Saunders
Solheim, J. (n.d). Cold comfort: Treating hypothermia in the trauma patients. Retrieved from
http://ce.nurse.com/RetailCourseView.aspx?CourseNum=ce433&page=1&1sA=1
Standford University School Of Medicine. (n.d). C. Spine clearance algorithm. Retrived from
http://scalpel.standford.edu/2007-2008/c-%20Sipne%Protocol%20-20%McCall
%20v2.pdf.
Solheim J:Pediatric In Newburry I, Criddle I.M, editors: Shelly’s manual of emergency care,
ed 6, Philadelphia, 2005, Mosby.
The National Spinal Cord Injury Statistical Center. (2009, June). Spinal cord injury statistica.
Retrieved from http://www.fscip.org/facts.htm
Uly, Ikhda & Bintari, dkk.2017. Buku Ajar Keperawatan Gawat Darurat pada kasus Trauma.
Jakarta: Salemba Medika, 2017.

53
.

54

Anda mungkin juga menyukai