Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT 1

Pengkajian dan Stabilisasi Pasien Trauma

Dosen Pengampu : Mufarika S.Kep ., Ns ., M.Kep

Disusun Oleh :

Kelompok 2

Duwi Pratiwi 17142010096

Irma Nur Alfiani 17142010102

Nurul Hikmah 17142010122

Rezki Lestari 17142010124

Wildan Mukhollad Taslam 17142010134

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDIA HUSADA MADURA
2020-2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT karna berkat
rahmat, ridho dan hidayah dari-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini dengan baik tanpa halangan apapun.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada dosen pembimbing karena telah
mengarahkan kami pada hal-hal yang positif dan juga kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Makalah ini memuat tentang“Pengkajian dan Stabilisasi Pasien Trauma”

Kami berharap agar makalah yang saya buat ini dapat dipahami dan
selanjutnya dapat membawa banyak manfaat dalam menambah pengetahuan
pembaca mengenai “Pengkajian dan Stabilisasi Pasien Trauma ”

Kami sadar bahwa makalah ini belum sempurna sepenuhnya, karena itu
kami memohon maaf kepada pembaca dan juga mengharapkan kritik maupun
saran guna perbaikan dimasa yang akan datang.

Bangkalan, 15 Februari 2020

1
Penyusun

Daftar Isi
BAB I..................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN..............................................................................................................................3
1.1 Latar Belakang..............................................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................................................5
1.3 Tujuan...........................................................................................................................................5
1.4 Manfaat.........................................................................................................................................5
BAB II................................................................................................................................................6
KONSEP TEORI................................................................................................................................6
A. Sistem Penanganan Trauma...........................................................................................................6
B. Pendekatan Penanganan pada Pasien Trauma...............................................................................9
C. Penilaian Awal.............................................................................................................................10
D. Evaluasi dan Penilaian Ulang......................................................................................................34
E. Populasi Khusus...........................................................................................................................35
BAB III.............................................................................................................................................35
PENUTUP........................................................................................................................................35
3.1 Kesimpulan.................................................................................................................................35
3.2 Saran...........................................................................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................................37

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pelayanan gawat darurat merupakan bentuk pelayanan yang bertujuan


untuk menyelamatkan kehidupan penderita, mencegah kerusakan sebelum
tindakan/perawatan selanjutnya dan menyembuhkan penderita pada kondisi yang
berguna bagi kehidupan. Karena sifat pelayanan gawat daruarat yang cepat dan
tepat, maka sering dimanfaatkan untuk memperoleh pelayanan pertolongan
pertama dan bahkan pelayanan rawat jalan bagi penderita dan keluarga yang
menginginkan pelayanan secara cepat. Oleh karena itu diperlukan perawat yang
mempunyai kemampuan yang bagus dalam mengaplikasikan asuhan keperawatan
gawat darurat untuk mengatasi berbagai permasalahan kesehatan baik aktual atau
potensial mengancam kehidupan tanpa atau terjadinya secara mendadak atau tidak

3
di perkirakan tanpa atau disertai kondisi lingkungan yang tidak dapat
dikendalikan.

Asuhan keperawatan gawat darurat adalah rangkaian kegiatan praktek


keperawatan gawat darurat yang diberikan kepada klien oleh perawat yang
berkompeten di ruang gawat darurat. Asuhan keperawatan yang diberikan
meliputi biologis, psikologis, dan sosial klien baik aktual yang timbul secara
bertahap maupun mendadak, maupun resiko tinggi. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi asuhan keperawatan gawat darurat, yaitu : kondisi kegawatan
seringkali tidak terprediksi baik kondisi klien maupun jumlah klien yang datang
ke ruang gawat darurat, keterbatasan sumber daya dan waktu, adanya saling
ketergantungan yang sangat tinggi diantara profesi kesehatan yang bekerja di
ruang gawat darurat, keperawatan diberikan untuk semua usia dan sering dengan
data dasar yang sangat mendasar, tindakan yang diberikan harus cepat dan dengan
ketepatan yang tinggi (Maryuani, 2009).

Mengingat sangat pentingnya pengumpulan data atau informasi yang


mendasar pada kasus gawat darurat, maka setiap perawat gawat darurat harus
berkompeten dalam melakukan pengkajian gawat darurat. Keberhasilan
pertolongan terhadap penderita gawat darurat sangat tergantung dari kecepatan
dan ketepatan dalam melakukan pengkajian awal yang akan menentukan bentuk
pertolongan yang akan diberikan kepada pasien. Semakin cepat pasien ditemukan
maka semakin cepat pula dapat dilakukan pengkajian awal sehingga pasien
tersebut dapat segera mendapat pertolongan sehingga terhindar dari kecacatan
atau kematian.

Pengkajian primer bertujuan mengetahui dengan segera kondisi yang


mengancam nyawa pasien. Pengkajian primer dilakukan secara sekuensial sesuai
dengan prioritas. Tetapi dalam prakteknya dilakukan secara bersamaan dalam
tempo waktu yang singkat (kurang dari 10 detik) difokuskan pada Airway
Breathing Circulation (ABC). Karena kondisi kekurangan oksigen merupakan
penyebab kematian yang cepat. Kondisi ini dapat diakibatkan karena masalah
sistem pernafasan ataupun bersifat sekunder akibat dari gangguan sistem tubuh
yang lain. Pasien dengan kekurangan oksigen dapat jatuh dengan cepat ke dalam

4
kondisi gawat darurat sehingga memerlukan pertolongan segera. Apabila terjadi
kekurangan oksigen 6-8 menit akan menyebabkan kerusakan otak permanen, lebih
dari 10 menit akan menyebabkan kematian. Oleh karena itu pengkajian primer
pada penderita gawat darurat penting dilakukan secara efektif dan efisien
(Mancini, 2011).

Berdasarkan latar belakang diatas, maka kelompok kami tertarik untuk


membahas mengenai Konsep Pengkajian dan Stabilisasi Pasien Trauma.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana system penanganan trauma ?
2. Bagaimana pendekatan penanganan pada pasien trauma ?
3. Bagaimana penilaian primer ?
4. Bagaimana penilaian sekunder ?
5. Bagaimana evaluasi dan penilaian ulang ?
6. Bagaimana populasi khusus ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Dapat memahami dan menjelaskan pengkajian dan stabilisasi pasien
trauma
1.3.2 Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui bagaimana system penanganan trauma
2. Untuk mengetahui bagaimana pendekatan penanganan pada pasien
trauma
3. Untuk mengetahui bagaimana penilaian primer
4. Untuk mengetahui penilaian sekunder
5. Untuk mengetahui evaluasi dan penilaian ulang
6. Untuk mengetahui populasi khusus
1.4 Manfaat

Diharapkan mampu memberikan manfaat kepada pembaca, agar


mengetahui tentang Konsep Pengkajian dan Stabilisasi Pasien Trauma dan
manfaat dari makalah ini juga adalah kita dapat meningkatkan pengetahuan
tentang Konsep Pengkajian dan Stabilisasi Pasien Trauma yaitu sistem

5
penanganan trauma, pendekatan penanganan pada pasien trauma, penilaian primer
dan sekunder, evaluasi dan penilaian ulang dan populasi khusu dalam
keperawatan gawat darurat. Setelah mengetahuinya kita dapat merenungkan dan
mengaplikasikan Konsep Pengkajian dan Stabilisasi Pasien Trauma yang tepat
dan benar.

BAB II

KONSEP TEORI

A. Sistem Penanganan Trauma

Kematian pada pasien dengan trauma memiliki pola distribusi trimodal.

1. Puncak morbiditas pertama terjadi dalam hitungan detik atau menit pada
saat injuri. Kematian ini akibat laserasi dari jantung, pembuluh darah
besar, otak, atau medula spinalis. Karena parahnya cedera tersebut, hanya
beberapa pasien yang dapat diselamatkan.

2. Puncak morbiditas kedua terjadi menit atau jam setelah kejadian trauma.
Kematian pada periode ini umumnya akibat dari hematoma intrakranial
atau perdarahan yang tidak terkontrol dari fraktur panggul, laserasi organ
padat, atau luka multipel. Perawatan yang diterima selama satu jam
pertama setelah cedera (yang disebut "golden period") sangat penting
untuk kelangsungan hidup pasien trauma.

3. Puncak morbiditas ketiga terjadi hari sampai beberapa minggu setelah


trauma. Kematian selama periode ini hasil dari sepsis, kegagalan
multiorgan, atau komplikasi pernapasan atau komplikasi lainnya.

Untuk memaksimalkan perawatan pasien, sistem penanganan


meminimalkan dampak dari distribusi trimodal kematian tersebut. Sistem
penanganan trauma adalah "sistem yang terorganisir, upaya yang
terkoordinasi di suatu daerah yang memberikan berbagai layanan kepada

6
semua pasien dengan trauma dan terintegrasi dengan sistem kesehatan
setempat." Sistem penanganan trauma dimulai dengan sistem darurat inklusif
118 atau 119 yang dilakukan oleh tenaga pre hospital yang terlatih. Jika
pasien bertahan hidup pada puncak morbiditas pertama, bantuan harus tiba
tepat waktu.

Untuk dapat meminimalkan kematian di puncak Trimodal kedua


diperlukan sistem pra-rumah sakit yang responsif yang dapat
mentransportasikan pasien dengan cepat, memberikan tindakan stabilisasi
pada penghentian dan membawa pasien ke fasilitas yang lebih tepat yang
mampu memberikan perawatan yang membutuhkan, lebih baik apabila
dilakukan dalam golden period. the american college of surgeons seperti
sistem trauma dibanyak negara lainnya telah mengembangkan sistem
klasifikasi trauma yang membantu personil pra rumah sakit dalam
menentukan fasilitas mana yang paling siap untuk menerima pasien trauma
tersebut tabel A-1 memberikan gambaran tentang sumber daya difasilitas
kesehatan berdasarkan penanganan trauma yang di berikan terlepas dari tipe
unit gawat darurat dimana pasien trauma ditangani, penilaian awal dan
penanganan pasien dengan trauma harus dilakukan berdasarkan standar yang
di gunakan oleh tim yang terkoordinasi dengan anggota yang sudah terlatih
memberikan penanganan pada pasien dengan trauma. Pemimpin tim atau
capten mengawasi jalannya resusitasi pasien komposisi tim antar fasilitas
berfariasi tetapi biasanya terdiri dari setidaknya 1 dokter, 1 perawat, ddan
tenaga pelayanan tambahan.

TABEL A-1 TINGKAT VERIFIKASI TRAUMA

LEVEL KRITERIA

PUSAT TRAUMA 1. Tingkat perawatan tertinggi yang tersedia dalam


TINGKAT I sistem trauma

2. Memiliki berbagai tenaga spesialis dan pelaratan


yang tesedia 24 jam setiap hari

3. Merawat setidaknya 1200 pasien trauma pertahun

7
dengan 240 diantaranya dirawat dengan skor
keparahan cedera lebih dari 15

4. Mempunyai program pendidikan, pencegahan,


dan penjangkauan

5. Secara aktif terlibat dalam penelitian mengenai


trauma

6. Bertindak sebagai sumber rujukan bagi


masyarakat

PUSAT TRAUMA 1. Bekerjasama dengan pusat trauma tingkat 1


TINGKAT II
2. Memberikan perawatan trauma komprehensif
yang melengkapi keahlian klinis dari tingkat 1

3. Semua tenaga spesialis yang penting, petugas,


dan peralatan tersedia 24 jam

PUSAT TRAUMA 1. Tidak memiliki ketersediaan tenaga spesialis


TINGKAT III selama 24 jam tapi mempunyai sumber daya untuk
resusitasi darurat, operasi, dan perawatan intensif
dari sebagian besar pasien trauma

2. Mempunyai perjanjian dengan pusat trauma


tingkat I atau tingkat II untuk merujuk pasien yang
melebihi kapasitasnya

PUSAT TRAUMA 1. Tingkat ini diakui oleh beberapa negara tetapi


TINGKAT IV tidak diverifikasi oleh American College of
Surgeons

2. Memberikan evaluasi awal, stabilisasi, dan


kemampuan diagnostik sampai rujukan ke tingkat
perawatan yang lebih tinggi

3. Mempunyai pelayanan bedah dan kritis, tetapi


sebagian besar pasien dipindahkan ke pusat trauma

8
yang mempunyai fasilitas lebih tinggi

PUSAT TRAUMA 1. American College of Surgeons merancang


PEDIATRIK fasilitas sebagai pusat trauma tingkat I dan tingkat II
pediatrik menggunakan kriteria yang sama dengan
penekanan pada kemampuan untuk memberikan
perawatan trauma umtuk pasien pediatrik

B. Pendekatan Penanganan pada Pasien Trauma

Cara mudah untuk mengingat langkah-langkah dalam menilai dan


menangani pasien trauma adalah untuk mengingat sembilan huruf pertama
dari alfabet: A-B-C-D-E-F-G-H-I. Huruf-huruf ini dapat berfungsi sebagai
pengingat dari langkah-langkah dalam resusitasi awal pasien dengan trauma.

1. A-Airway (diberikan dengan pertimbangan pada pasien cedera tulang


servikal)

2. B-Breathing

3. C-Circulation / Sirkulasi

4. D-Disabilityl Kecacatan

5. E-Exposurel Paparan dari pasien dan kontrollingkungan

6. F-Full set vital sign/ Tanda vital lengkap, data tambahan yang terfokus,
dan kehadiran keluarga

7. G-Give comfort measure /Berikan tindakan kenyamanan

8. H History and head to toe asseismient / Riwayat dan penilaian head-to-


toe

9. Inspect the posterior surface / Periksa bagian posterior

C. Penilaian Awal

Penilaian awal dibagi menjadi dua tahap penilaian primer dan sekunder.

9
Tujuan dari penilaian perimer adalah untuk memastikan bahwa kondisi yang
berpontensi mengancam jiwa segera dapat diidentifikasi dan ditangani
melalui evaluasi berurutan dari Airway breathing sirkulasi disability dan
esposure (ABCD). tujuan dari penilaian sekunder adalah untuk
mengidentifikasi semua indikator klinis dari penyakit atau cidera (urutan
FGHI). kedua penilaian primer dan sekunder harus diselesaikan dalam
beberpa menit kecuali diperlukan tindakan resusitasi

1. Penilaian primer

Lima huruf pertama dalam abjad ABCDE merupakan bagian utama


dari resusitasi pada trauma Airway breathing circulation disability and
eksposure and enfiromentel lontrol. Lima langkah pertama mencangkup
penilaian dari cidera yang berpotensi mengancam jiwa diikuti interfensi
yang tepat. Kondisi yang berpotensi mengakibatkan kematian seperti
pneumotorak, hemotoraks, tamponade, pericardial, flail chese dan
perdarahan dapat dideteksi selama penilaian primer . sama seperti setiap
masalah utama diidentifikasi, interfensi yang tepat dimulai saat itu juga.

a) Airway

Jalan nafas yang adekuat diperlukan untuk pernafasan dan ci


rkulasi. Oleh karena itu penilaian dan perlindungan jalan nafas selalu
penting dalam perawatan pasien trauma. Pasien dengan penurunan
tingkat kesadaran beresiko mengalami gangguan jalan nafas
(glasgow coma skale dengan skor 8 atau kurang) dan pasien dengan
cedera maksilofaksial dan leher .

Kebanyakan kejadian trauma menyebabkan pasien beresiko


mengalami cidera tulang belakang kenyataannya diperkirakan 12000
kasus baru cidera tulang belakang setiap tahun terkait dengan
trauma. Diperkirakan juga bahwa sebnyak 25% dari jumlah cidera
tulang belakang tersebut terjadi setelah adanya kesalahan awal pada
transportasi dan mnajemen awal oleh karena itu penilaian dan
perlindungan pada tulia belangan harus dimulai sejak tahap penilaian

10
dan penanganan awal pasien dengan trauma yaitu, dengan
managemen jalan nafas . Tabel A-2 merangkum pengkajian temuan
penting dan interfensi potensial yang terkait dengan jalan nafas.

TABEL A-2 PENGKAJIAN DAN INTERVENSI PADA JALAN


NAFAS DAN TULANG SERVIKAL

KOMPON TEMUAN PENTING INTERVENSI


EN YANG POTENSIAL
DI KAJI

JALAN 1. Pernafasan tidak 1. Berikan posisi


NAFAS ada yang
memaksimalkan
jalan nafas
2. Trauma pada 2. Lakukan jaw
wajah mulut, thrust atau chin
faring, leher, atau lift
dada
3. Ketidakmampuan 3. Ambil benda
untuk berbicara asing atau
(sesuwai usia) lakukan suction
untuk
mengeluarkan
benda asing
4. Retraksi 4. Pasang
substernal atau nasofaring
interkostal airway atau
orofaring
(jangan pernah
memasukkan
nasofaring

11
airway pada
pasien dengan
trauma wajah
pertimbangkan
naso faring
airway untuk
pasien sadar
yang
memerlukan
bantuan untuk
memperthankan
jalan nafas)
5. Penurunan tingkat 5. Antisipasi
kesadaran dengan intubasi
atau tekhnik
jalan nafas
lanjutan
6. Stidor saat 6. Lakukan
inspirasi atau imobilisasi
eksperasi servikal
7. Pucat, sianosis,
atau warna kulit
hitam-abu-abu
atau kemerahan
atau ungu terang

TULANG 1. Mekanisme
SERVIKA cedera konsisten
L dengan
kemungkinan
cedera leher
2. Ketidakmampuan

12
untuk bergerak
atau merasa
ekstremitas
3. Nyeri pada saat
pergerakan atau
palpasi leher
4. Pernafasan perut
(kemungkinan
terdapat
kelumpuhan otot-
otot pernafasan)
5. Inkontitensia atau
retensi
6. Bowel atau
kandung kemih
7. Tanda-tanda syok
neurogenik
8. Priapisme
(gangguan ereksi
penis yang terus
mnerus)

b) Breathing

Walaupun jalan nafas terbuka, untuk dapat bernafas efektif paien


harus mampu melakukan pertukaran gas di sepanjang jalan napas.
Oleh karena itu penilaian dan intervensi pada pernafasan harus selalu
mengikuti penilaian dan intervensi pada jalan napas. Tabel A-3
merangkum temuan penilaian penting dan intervensi yang potensial
yang terkait dengan pernafasan.

TABEL A-3 PENGKAJIAN DAN INTERVENSI PADA

13
PERNAFASAN

TEMUAN PENTING INTERVENSI


POTENSIAL

1. Trauma tumpul atau trauma 1. Berikan oksigen


tembus pada leher, dada, tambahan
punggung, atau perut
2. Adanya riwayat penyakit yang 2. Bantu dengan
berhubungan dengan ventilasi
pernafasan seperti asma menggunakan
BAG- VALVE-
MASK
3. Dipsnea, takipnea, atau apnea 3. Lakukan
dekompresi jarum
atau selang dada
tabung jika terjadi
indikasi
4. Pernafasan agonal 4. Tutup setiap luka
terbuka pada dada
dengan balutan
non aklusif
(plaster tiga sisi)
5. Pernafasan dangkal

6. Pernafasan lemah atau


terengah rengah

7. Sianosis, diaphoresis

8. Distress pernafasan

14
9. Penurunan atau kehilangan
suara nafas

10. Retraksi berat

11. Luka dada terbuka atau


menghisap

12. Gerakan dinding dada


pardogsal

13. Ketidakmampuan untuk


berkomunikasi dalam trase
atau kalimat terungkap

14. Pusle countri dari 95% (atau


dibawah nilai normal pasien)

15. Hasil gas darah arteri abnormal

c) Circulation

Pertukaran gas yang berhubungan erat dengan pernafasan dapat


berjalan baik apabila sistem peredaran darah dapat mengedarkan gas
tersebut. Gangguan pada sistem sirkulasi pada trauma sering terkait
dengan adanya syok, terutama syok hipovolemik atau obstruktif.
Tabel A-4 merangkum temuan penilaian penting dan intervensi
potensial yang terkait dengan sirkulasi.

TABEL A-4 PENGKAJIAN DAN INTERVENSI POTENSIAL


PADA CIRCULATION

15
TEMUAN PENTING INTERVENSI
POTENSIAL

1. Denyut jantung <60 denyut 1. Mulailah kompresi


per menit atau >100 denyut dada saat nadi tidak
permenit pada orang dewasa teraba (pada pasien
disertai indikasi adanya padiatrik dengan
gangguan peredaran darah perfusi tidak
memadai walaupun
nadi masih teraba)
2. Denyut jantung >100 denyut 2. Kontrol perdarahan
per menit atau <80 denyut eksternal tekanan
permenit pada anak-anak langsung,balut
disertai dengan indikasi tekan,dan
adanya gangguan peredaran pemasangan
darah tourniquet dengan
tekanan diatas
tekanan darah
sistolik jika
tindakan lain gagal
3. Pulsasi dengan kekuatan atau 3. Mulailah resusitasi
kualitas abnormal (lemah dan cairan
tidak teratur, penuh dan
melompat-lompat)
4. Perdarahan eksternal yang
tidak terkontrol
5. Kulit pucat atau dingin
berkeringat
6. Tekanan darah sistolik
dibawah normal (<90 mmHg
pada orang dewasa
7. Verbalisasi dari ungkapan

16
perasaan kan kematian yang
akan segera tiba )
8. Gelisa tau kecemasan
9. Kapiler refil >2 detik

Pada kondisi multiple trauma sering terjadi perdarahan akibat


kehilangan akut volume darah. Secara umum volume darah orang
dewasa adalah 7% dari berat badan ideal (BBI), sedangkan volume
darah anak-anak berkisar antara 8-9% BBI. Jadi orang dewasa
dengan berat badan 70 kg diperkirakan memiliki volume darah
sekitar 5 liter. Klasifikasi perdarahan meliputi hal berikut.

1) Perdarahan kelas 1 (kehilangan darah sampai 15%)

Gejala minimal, takikardi ringan, tidak ada perubahan yang


berarti dari tekanan darah, nadi, frekuensi pernapasan. Pada
penderita yang sebelumnya sehat tidak perlu dilakukan tranfusi.
Pengisian kapiler dan mekanisme kompensasi lain akan
memulihkan volume darah dalam 24 jam.

2) Perdarahan kelas 2 (kehilangan darah 15-30%)

Gejala klinis meliputi takikardi, takipnea, dan penurunan


tekanan nadi. Penurunan tekanan nadi ini terutama berhubungan
dengan peningkatan komponen diastolik karena pelepasan
katekolamin. Katekolamin bersifat inotropik yang menyebabkan
peningkatan tonus dan resistensi pembuluh darah perifer.
Tekanan sistolik hanya sedikit berubah, sehingga lebih tepat
mendeteksi perubahan tekanan nadi. Perubahan sistem saraf
sentral berupa cemas, ketakutan, dan sikap bermusuhan.
Produksi urine sedikit terpengaruh yaitu antara 20-30 ml/jam
pada orang dewasa. Ada penderita yang terkadang memerlukan
tranfusi darah tetapi kebanyakan masih bisa distabilkan dengan
larutan kristaloid.

17
3) Perdarahan kelas 3 (kehilangan darah 30-40%)

Gejala klinis klasik akibat perfusi inadekuat hampir selalu


ada yaitu takikardi, takipnea, penurunan status mental, dan
penurunan tekanan darah sistolik. Penderita ini sebagian besar
memerlukan tranfusi darah.

4) Perdarahan kelas 4 (kehilangan darah >40%)

Gejala klinis jewlas yaitu takikardi, penurunan tekanan


darah sistolik yang besar dan tekanan nadi yang sempit (tekanan
diastolik tidak teraba), produksi urine hampir tidak ada,
kesadaran jelas menurun, kulit dingin, serta pucat. Tranfusi
sering kali harus diberikan secepatnya. Bila kehilangan darah
lebih dari 50% volume darah, maka akan menyebabkan
penurunan tingkat kesadaran, kehilangan denyut nadi, Dan
tekanan darah.

Penggunaan klasifikasi ini diperlukan untuk mendeteksi jumlah


cairan kristaloid yang harus diberikan. Berdasarkan hukum 3 for 1
rule artinya kalau terjadi perdarahan sekitar 1.000 ml maka perlu
diberikan cairan kristaloid 3 x 1.000 ml yaitu 3.000 ml cairan
kristaloid.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian cairan


IV secara agresif pada pasien trauma dapat memperburuk kondisi
perdarahan pasien. Hal ini karena dapat menurunkan hemostatic
plugs yang terbentuk untuk menghentikan perdarahan tetapi kondisi
ini hanya terjadi pada beberapa kelompok pasien saja. Secara umum
apabila seorang pasien didapatkan dalam kondisi yang tetap tidak
stabil secara hemodinamis sesudah pemberian infus kristoloid 2-3
liter, sebaiknya pasien segera diberikan tranfusi darah. Pemberian
tranfusi darah disesuaikan denga jenis dan golongan darah pasien.

d) Disability

18
“D” dalam penilaian primer dimaksudkan untuk mengingatkan
tenaga kesehatan utnuk menilai status neurologis. Perubahan besar
dalam fungsi neurologis menunjukkan trauma neurologis yang
signifikasi. Efek negatif neurologis jangka panjang pada trauma
dapat diminimalkan dengan intervensi yang cepat; oleh karena itu
lakukan penilaian status neurologis seawal mungkin sehingga
intervensi yang tepat dapat segera dimulai. Tabel A-5 merangkum
temuan penilaian penting dan intervensi potensial yang terkait
dengan disability kecacatan.

TABEL A-5 PENGKAJIAN DAN INTERVENSI


NEUROLOGIK

TEMUAN PENTING INTERVENSI POTENSIAL

1. Pupil anisokor atau 1. Jaga kepala lurus dengan


e)
lamban bereaksi atau posisi kepala datar atau
gagal untuk bereaksi elevesikan 30 sampai 45
derajat
2. Penurunan skor glasgow 2. Pertimbangkan
coma scale perubahan pemberian monitol
tingkat kesadaran (osmitrol) untuk
perubhan tingkat
3. Kelemhan pada satu sisi kesadaran yang
atau pada salah satu berhubungan dengan
ekstremitas atau peningkatan tekanan
hilangnya fungsi dari intracarnial
satu sisi atau satu
ekstremitas
4. Postur abnormal

Exposure and Environmental Control/Paparan dan Pengendalian


Lingkungan

19
Pakaian yang digunakan dapat menyembunyikan cedera yang
terjadi; oleh karena itu lepas semua pakaian sebagai bagian dari
penilaian primer. Sebagai bagian dari proses ini, tim yang menangani
trauma harus hati-hati melakukan penilaian adanya kelainan bagian
tubuh yang terkena yang mungkin memerlukan intervensi segera,
seperti luka terbuka atau fraktur, perdarahan yang tidak terkontrol,
atau eviserasi.

Pengendalian lingkungan dimaksudkan untuk mengingat tim


akan pentingnya tindakan menjaga kehangatan pasien. Banyak faktor
meningkatkan risikp pasien menjadi hipotermia selama resusitasi
trauma, termasuk diantaranya:

1) Suhu ruangan diruang resutasi (yang lebih rendah dari suhu


tubuh)

2) Infus cairan atau produk darah dalam jumlah besar dengan suhu
dibawah suhu tubuh

3) Peningkatan kadar alkohol dalam darah (yang mengakibatkan


vasodilatasi)

4) Gangguan thermogenesis sekunder pada syok dan cedera otak

5) Umur (pasien anak dan lansia menurun kemampuannya untuk


mengatur suhu tubuh)

6) Kelembaban tubuh akibat dari kondisi lingkungan dan adanya


perdarahan

7) Penggunaan anestesi dan sedasi ketika intubasi (yang


menurunkan produksi panas internal)

8) Cedera panggul, ekstremitas, perut, dan pembuluh darah besar


(yang membawa risiko kehilangan panas lebih besar)

Jika suhu tubuh inti dari pasien trauma turun di bawah 35 0C

20
selama resutasi, pasien memiliki peningkatan risiko untuk terjadinya:

1) Terjadinya asidosis

2) Hipoksia jaringan da serebral

3) Peningkatan diuresis dengan perburukan hipovolemia

4) Infeksi karna gangguan pada sistem kekebalan tubuh

5) Koagulopati, termasuk koagulasi intravaskular diseminata

2. Penilaian Sekunder

Setelah penilaian primer lengkap dan hal-hal yang melibatkan jalan


napaf pasien, pernafasan, sirkulasi, status kecacatan, dan paparan serta
kontrol lingkungan telah ditangani, lanjutkan ke penilaian sekunder.
Penilaian sekunder bukan merupakan pemeriksaan akhir; tindakan ini
merupakan pemeriksaan menyeluruh dari seluruh tubuh pasien secara
cepat dari kepala sampai kaki. Berbeda dengan penilaian primer, temuan
yang dicatat pada penilaian sekunder tidak segera ditangani. Temuan
tersebut didokumentasikan dan kemudian di prioritaskan untuk
penanganan selanjutnya. jika pasien mengalami masalah jalan nafas,
pernafasan, atau masalah sirkulasi pada saat dilakukan pemeriksaan
sekunder, lakukan kembali penilaian primr dan lakukan penanganan
sesuai indikasi. Empat huruf terakhir dari abjad ABCDEFGHI (F-G-H-I)
merupakan penilaian sekunder.

a) Tanda-tanda vital lengkap

Jika tanda-tanda vital belum diperoleh, pemeriksaan dapat


dilakukan setelah penilaian sekunder. tanda-tanda vital akan
berfungsi sebagai dasar untuk penilaian ulang. pasien yang dicurigai
trauma dada harus dicatat kecepatan nadi apical dan radialnya,
tekanan darah harus dinilai pada kedua lengannya.

Pasien dengan trauma dada berisko mengakami trauma aorta

21
harus dilakukan pengukuran tekanan darah dan denyut nadi pada
kedua lengan dan satu kaki. apabila terdapat perbedaan 10mmHg
atau lebih pada pengukuran tekanan ndarah atau perbedaan kualitias
pulsasi antara bagian tersebut harus dicurigai adanya trauma aorta.

b) Data fokus tambahan

Intervensi harus dipertimbangkan setelah penilaian sekunder dan


tanda vital tergantung pada temuan penilaian primer dan sekunder,
termasuk hal-hal berikut:

1) Monitoring dan saturasi oksigen secara berkelanjutan


2) Pemasangan selang gastrik
3) Pemasangan kateter urine (kecuali ada bukti trauma
genitourinarius bagian bawah )
4) Temuan laboratorium yang sesuai
5) Focused assessment with sonography for trauma (FAST)

c) Tes laboratorium umum digunakan selama pengkajian

1) Tipe dan crossmatch


2) Hitung darah lengkap
3) Pemeriksaan kimia dasar (elektrolis, tes glukosa, dan fungsi
ginjal)
4) Urine
5) Tes kehamilan
6) Kadar etanol
7) Pemeriksan toksikologi
8) Pembekuan darah
9) Serum laktat dan defisit basa

d) Kehadiran keluarga

Kehadiran keluarga selama resusitasi pasien trauma telah


terbukti meningkatkab kemampuan anggota keluarga untuk
mengatasi resusitasi. terdapat bukti bahwa hal itu juga dapat

22
membantu pasien menyadari kehadiran mereka juga dapat membantu
pasien menyadari kehadiran mereka selama waktu yang penuh
tekanan tersebut. Berdasarkan bukti ini, Emergency nurses
association tekag menyatakanan sikap resmi mendorong kehadiran
keluarga di samping tempat tidur pasien yang kritis atau terluka.

e) Pemberian tindakan kenyamanan

Korban trauma sering mengalami tekanan fisik dan psikologis .


Metode farmakologis dan nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
sakit dan kecemasan telah tersedia telah tersedia. tim yang
menangani trauma wajib mengenali rasa sakit dan intervensi yang
diperlukan.

f) Riwayat

Jika pasien sadar, dan kooperatif cobalah untuk mengkaji obat


yang digunakan adanya alergi dan informasi mengenai riwayat
kesehatan. Anggota keluarga juga merupakan sumber data tersebut.
jika seorang pasien diantara oleh petugas pra-rumah sakit, mereka
akan berfungsi sebagai sumber data yang baik, memberikan
informasi mengenai mekanisme cedera, perkiraan luka, dan
penanganan sebelum tiba dirumah sakit termasuk tanda-tanda vital
ditempat kejadian

Urutan AMPLE membantu untuk memperoleh riwayat yang


adekuat. Tabel A-6 merangkum data historis yang bersakutan harus
diperoleh dengan menggunakan urutan AMPLE.

TABEL A-6 INJURI YANG DIWASPADAI BERKAITAN


DENGAN TRAUMA TUMPUL

23
DESKRIPSI PERTANYAAN WAWANCARA

A . allergies (Alergi) 1. Adakan alergi terhadap obat


tertentu ? (cacat jenis dan tingkat
keparahan reaksi)
2. Adakan reaksi negatif terhadap
obat?
3. Alergi makanan?
4. alergi lingkungan

M. Medicatius 1. pengobatan saat ini (diresepkan atau


(Medikasi) tidak diresepkan dan herbal atau
suplemen)?

2. kapan obat terakhir kali diminum?

P. Past Healt History 1. riwayat kesehatan yang berhubungan


(Riwayat penyakit
2. apakah masalh ini pernah terjadi
yang lalu )
sebelumnya?

3. jika demikian apakah dilakukan


penegakan penegakan diagnosa medis ?
apa itu?

4. apakah pasien pernah menjalani


operasi? Untuk alasan apa ? apa hasinya?

5. apakah ada keluarga dengan riwayat


medis yang dapat mempengaruhi kondisi
pasien saat ini ?

6. apakah ada faktor psiko sosial yang


dapat mempengaruhi kondisi pasien ?

7. apakah pasien memiliki dokter pribadi?

8. kapan imunisasi tetanus terakhir ?

9. kapan menstruasi terakhir pada periode


normal ? (perempuan)

10. adakah kemungkinan kehamilan ?

L . Last Meal Eaten 1. bagaimana riwayat asupan makanan ?


(Makanan yang 2. cairan yang 24
terakhir di telan ? makanan
terakhir di konsumsi) padat?
Meski

Meskipun setiap kejadian trauma berbeda, tim yang menangani


trauma dapat mengantisipasi cedera berdasarkan mekanisme cedera
yang dijelaskan oleh pasien, orang yang ada ditempat kejadian, atau
petugas pra-rumah sakit. cedera bisa tumpul, dimana kekuatan
melukai tidak menembus kulit, atau tembus, atau dimana sebuah
objek menembus kulit. table A-7 merangkum beberapa luka yang
dapat diantisipasi berdasarkan mekanisme umum trauma tumpul.

TABEL A-7 INJURI YANG DIWASPADAI BERKAITAN


DENGAN TRAUMA TUMPUL

MEKANISME INJURI YANG BERHUBUNGAN


TRAUMA

TABRAKAN MOBIL 1. Tubuh cenderung untuk


DARI ARAH DEPAN terlempar kedepan didalam
mobil menghantam dibagian
depannya dan dapat
mengakibatkan sedera otak,
trauma wajah, trauma tulang
belakang,cedera sternum paru
dan cedera pada jantung,
fraktur pervis dan femur dan
ankle

TABRAKAM MOBIL 1. Kaca mobil pecag disisi pasien


DARI ARAH SAMPING terlempar kearah sisi yang
terkena menyebabkan cedera
servikal rotasional, fail chest,
luka pada paru paru, cedera
pada abdomen (cedera limfa

25
lebing sering pada sopir dan
cedera hepar lebih sering
terjadi pada posisi jok
penumpang karena terletak
pada organ organ tersebur
brlawanan )dan cedera pelvis

TABRAKAN MOBIL 1. Pasien sering terlempar dengan


DARI ARAH kuat kearah depan atas bagian
BELAKANG mobil dan kursi biasaya pada
dalam kondisi sedikit
bersandar kebelakang dan
kemudia dilemparkan kedepan
menghantampan pasien pada
bagian depan kendaraan. hal
ini dapat menyebabkan cidera
intra kranial dan cedera flesi
ekstensi dan tulang leher
2. Pola lain cidera serupa dengn
mekanisme cidera dari arah
depan karena pasien terlempar
dari arah depan kendaraan

TABRAKAN MOBIL 1. Pergerakan awal dengan


DARI ARAH frkatur kominutif pada tulang
BERGULING belakang atau fraktur jelfersen
dan trauma ektermitas akibat
ektremitas terjulur keluar dari
kaca jendela yang pecah
hampir setiap cedera bisa
terjadi dan jenis kecelakaan ini
banyaknya bagian yang terkena

KECELAKAAN 1. Cedera kepala,trauma ketika

26
SEPEDA MOTOR pengendara tidak memakai
helm atau helm rusah
2. Pengendara yang terjatuh
terpisah dan sepeda motor
meningkatkan reisko cedera
3. Pengendara yang terhempit
diantara speda motor dan
kendaraan lain atau benda lain
dapat memiliki trauma yang
segnifikan pada ekstremitas
4. Pengendara yang tersesat dapat
mengalami trauma integumen
yang parah
1. Pertimbangan pada cedera akibat
SEPEDA (tabrakan tabrakan sepeda sam dengan
kendaraan tidak sepeda motor
bermotor) 2. Bersepeda pada medan yang berat
cenderung dapat menyebabkan
pasien terdorong ke setang

3. Meningkatkan resiko cidera


pangkreas limpa hati dan difrakma

4. Pasien cenderung terdorong ke


atas setang pada kecepatan yang
lebih ringan,dapat menyebabkan
trauma kepala, wajah, bahu dan
lengan atas

1. Jatuh dari ketinggian tiga kali dari


JATUH tinggi korban atau lenih tinggi harus di
curigai terhadap cedera yang
signifikan

2. Pasien yang mendarat dengan kaki


cenderung menglami trauma
calkanius, lumbal, dan trauma
pergelangan tangan akibat energi yang
berjlan dari kaki naik kearah

27
punggung dan jatuh kedepan dengan
tangan terentang

3. Pasien yang mendarat disalah satu


sisi biasanya meletakkan tangan
mereka untuk melindungi diri
sehingga mengakibatkan trauma
lengan akibat lengan yang tertekuk
kearah tuuh, menyebabkan fraktur
rusuk, trauma paru-paru, limfa atau
hati

4. Energi yang dihasilkan akibat


mendarat dengan pantat
ditransmisikan ke panggul, organ pada
perut,dan dada mengakibatkan cedera
parah yang mengancam hidup

Dengan memproleh rincian mengenai mekanisme cedera


penetrasi dapat membantu dalam menentukan sejauh mana cedera
akibat trauma tersebut. Banyak pertimbangan yang harus
dipertimbangkn yang harus diperhitungkan juga ketika merawat
pasien dengan trauma tembus:

1) Trauma tembus meungkin tampak kurang serius dengan tampak


minimal trauma permukaan kulit tetapi justru merupakan trauma
pokok yang signifikan harus ditangani. sebuah pisau misalnya
daapat membuat luka yang sangat kecil pada permukaan kulit
tetapi jika penyerang menggerakan pisau tersebut ke atas atau ke
bawah sementara pisau itu dalam tubuh korban atay pisau
didalam tubuh korban yang bergerak, kerusakana yang didalam
mungkin jauh lebih besar dari trauma permukaan yang terlihat .
2) Ketika menghadapi cedera akibat dari senjata api,
mempertimbangkan fakta-fakta berikut :
a. Proyektil berongga menyebabkan kerusakan lebih luas dari
proyektil padat
b. Senjata api dengan barel panjang mempunyai kecepatan
lebih besar dari senjata api dengan barel lebih pendek dan

28
cenderung menghasilkan kerusakan lebih besar
c. Semakin dekat korban dengan senajata api, semakin berat
kerusakan jaringan yang dihasilkan
Pesien yang terlibat dalam ledakan dapat memiliki berbagai
cedera yang berbeda:
1) Cedera primer: ketika sebuah perubahan terjadi dari padat atau
cair ke gas seperti yang terjadi di dalam sebuah ledakan, akan
menyebar. Expansi menyebabkan pepindahan udara bergerak
menjauh dari lokasi ledakan. Ketika semburan udara tersebut
menghantam tubuh dapat menyebabkan organ terisi gas,
sehingga mengawali terjadinya trauma seperti ruptur membran
tympani, pneumo torax, emboli udara dan ruptur lambung atau
usus
2) Cedera sekunder: udara yang bergerak dari lokasi ledakan,
membawa potongan-potongan kecil dari puing-puing tersebut
dalam jarak yang jauh bisa menghantam dan tertanam dalam
tubuh yang mungkin berada dalam jarak yang signifikan dari
lokasi ledakan. Laserasi yang dihasilkan dan benda-benda yang
tertanam disebut cedera sebagai sekunder.
3) Cedera tersier: udara dapat bergerak jauh dari lokasi ledakan dan
melemparkan objek lain, menghantam tubuh, mengakibat
berbagai luka tumpul.

g) Pemeriksaan Head-to-toe

Hal-hal yang harus dipertimbangkan selama pemeriksaan head


to toe ditujukan hanya sekilar dibagian ini.

1. Kepala

a. Kepala diinspeksi secara sistematis dan dinilai adanya luka


deformitas dan asimetris

b. Palpasi tengkorak adanya depresi frakmen tulang,


hematoma, laserasi, atau nyeri tekan

29
c. Catat setiap area adanya ekimosis atau perubahan warna.
Ekimosis dibelakang telinga tulsng mastoid, atau didaerah
tulang periorbital meningkatkan kecurigaan fraktur
tengkorak basilar.

2. Wajah

a. periksa wajah adanya luka dan asimetri

b. Perhatikan setiap cairan dari telinga, mata, hidung atau


mulut. Cairan dari hidung atau telinga diasumsikan cairan
cerebro spinal sampai tidak terbukti bahwa cairan tersebut
bukan cairan serebro spinal

c. Lihat kembali kesimetrisan respon cahaya pada mata

d. Periksa ketajaman visual

e. Minta pasien untuk membuka dan menutup mulut untuk


memeriksa maloklusi, laserasi, avulsi gigi, dan benda asing.

3. Leher

a. Sementara anggota tim lain memberikan imobilisasi tulang


leher lepas sebagian servical colar untuk menilai leher
pasien

b. Palpasi dan periksa inspeksi adanya luka, ekimosis, distensi


vena leher, emvisema subcutan atau defiasi endotrakeal

c. Lakukan aukultasi arteri carotis untuk melihat adanya bruits

d. Palpasi untuk deformitas atau nyeri tulang belakang


sebelum memasang cervical collar

4. Dada

a. Inpeksi dada adanya asimetri, deformitas, trauma penetrasi


dan luka lainnya

30
b. Lakukan auskultasi jantung dan paru-paru
c. Palpasi dinding dada untuk deformitas, emfisema, dubkutan
dan nyeri tekan

Prosedur diagnostik

a. lakukan rontgen dada portable jika pasien tidak bisa duduk


tegak untuk posisi anterior-posterior dan lateral

b. Lakukan elektrokardiogram 12-lead pada pasien yang


dicurigai atau actual mengalami trauma dada tumpul

c. Pertimbangkan pemeriksaan gas darah arteri jika pasien


memiliki gejala pbstruksi jalan nafas atau distress respirasi
atau telah dipasang ventilator mekanik

5. Abdomen

a. Periksan abdomen apakah ada memar, massa, pulsasi, dan


benda yang menembus
b. Amati adanya distensi atau pengeluaran usus
c. Lakukan auskultasi untuk bising usus di keempat kuadran
d. Dengan lembuut palpasi abdomen untuk melihat adanya
kekakuan dan nyeri tekan, nyeri lepas, atau periksa secara
keseluruhan

Prosedur diagnostic

-FAST

-Diagnostic peritoneal lavage(jarang digunakan)

-CT scam andomen (biasanya dilakukan dengan media kontras)

-Abdominal or kidney ureter bladder (KUB) radiographic series

6. Pelvis

a. inspeksi pelvis adanya perdarahan, memar, deformitas, dan

31
trauma tembus

b. periksa perineum adanya darah, feses, dan cedera

c. periksa rectal dilakukan untuk menilai tonus sfingter,


mengindentifikasi darah, memeriksa posisi prostat. Posisi
prostat tinggi adanya darah di meatus atau adanya
hematoma skrotum merupakan kontraindikasi untuk
katerisasi kandung kemih sampai urethogam retrograde
dapat dilakukan

Dengan lembut tekan ke dalam (kea rah garis tengah) pada


iliaka untuk menilai stabilitas panggul. palpasi juga bagian di
atas simfisi pubis. hentikan jika terdapat nyeri atau pergerakan
dan lakukan pemeriksaan radiografi.

7. Ekstremitas

a. Periksa keempat ekstremitas lihat adanya deformitas, dislokasi,


ekimosis, bengkak dan luka lainnya
b. Periksa status sensorik, motorik, dan status neurovaskuler dari
setiap ekstremitas
c. Palpasi adanya nyeri tekan, krepitus, dan suhu abnormal
d. Jika terdapat cedera, nilai kembali status neuvaskular bagian
distal secara teratur

Prosedur diagnostik

-radiografi ekstremitas yang terkena

-Intervensi teraupetik

-bidai

-Perawatan luka

32
Inspeksi bagian Posterior

Sangat penting untuk diingat bahwa 50% dari permukaan


tubuh terletak di atas papan stretcher. Apabila pasien tidak
dimiringkan dan dilakukan inspeksi bagian belakang dapat
mengakibatkan berbagai cedera tidak dapat diketahui. Tulang
servikal harus dijaga adalam posisi netral dengan menggunakan
teknik logroll

a. dengan dikajinya tubuh bagian belakang, dapat melihat


adanya memar, perubahan warna, dan luka terbuka,

b. palpasi adanya deformitas, pergerakan, dan nyeri pada


tonjolan tulang vertebra

c. lepaskan pakaian atau barang-barang yang basah yang


berada di bawah pasien

Jika tulang belakang dipastikan baik atau pasien dapat berbaring


diam, ambil Backboard (sesuaikan dengan protocol instruksional )

D. Evaluasi dan Penilaian Ulang

Selama pasien trauma berada di unit gawat darurat, penilaian yang


dilakukan tidak akan pernah lengkap lakukan evaluasi ulang pada pasien
secara teratur untuk mengidentifikasi kerusakan dan cedera yang sebelum nya
tidak terlihat. Selain itu, pasien trauma memiliki kondisi medis sebelumnya
yang belum diketahui selama resusitasi awal. Pertimbangkan hal-hal berikut:

1. Kaji kembali nyeri dan berikan obat nyeri (sesuai indikasi) akan tetapi
waspadai kemungkinan adanya depresi pernafasan. Analgesic golongan
narkotika juga dapat menutupi tanda-tanda kerusakan neurologis yang
halus dan tidak terlihat.
2. Monitor keluaran urine dan intervensi yang di perlukan seperti halnya
dalam aspek pelayanan kesehatan, dokumentasi menyeluruh sangat
penting. Karena banyaknya penilaian intervensi, dan pengkajian ulang

33
yang dilakukan, mendokumentasikan perawatan pasien trauma dengan
segera merupakan hal yang sangat penting.
3. Pasien trauma membutuhkan perawatan yang searah dan konsisten dari
semua anggota tim. Jika terdapat cidera yang mengancam jiwa, tim perlu
segera melakukan intervensi dan memperbaiki kondisi tersebut.
Setelah secondary survey selesai dilakukan, prioritaskan pasien dan
rawat cedera sesuai dengan waktunya. Beberss apa cedera tertentu yang
ditemukan pada saat secondary survey dapat dinilai dengan mendetai dan
berfokus. Lakukan perbaikan dan jahit luka terbuka jika dibutuhkan.
Pasien yang mengalami multiple trauma harus diperiksa secara teratur
dengan pemeriksaan X-rays (dada, panggul, tulang belakang). Jika
pemeriksaan darah tidak atau belum diambil saat memasang IV, maka
sampel darah dapat dikirimkan saat ini ke laboratorium. Pemberian
profilaksis tetanus perlu untuk dikaji, apabila diperlukan maka pasien bisa
langsung diberikan injeksi profilaksis. Lakukan konsultasi dengan dokter
spesialis apabila diperlukan dan persiapkan pasien dan keluarga untuk
kemungkinan rawat inap, pindah ruang, atau operasi.

E. Populasi Khusus

Anak-anak dan orang tua memiliki karakteristik anatomi dan fisiologis


yang unik yang harus didiperhatikan dalam proses pengkajian karena usia
mereka yang ekstrem. Pasien hamil dan obesitas menimbulkan tantangan
dalam pengkajian karena perubahan pola fisiologis. Dengan memperhatikan
hal-hal ini dapat meningkatkan proses pengkajian dan memberikan hasil yang
optimal hasil pasien. Tabel A-8

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pelayanan gawat darurat merupakan bentuk pelayanan yang bertujuan

34
untuk menyelamatkan kehidupan penderita, mencegah kerusakan sebelum
tindakan/perawatan selanjutnya dan menyembuhkan penderita pada kondisi yang
berguna bagi kehidupan. Karena sifat pelayanan gawat daruarat yang cepat dan
tepat, maka sering dimanfaatkan untuk memperoleh pelayanan pertolongan
pertama dan bahkan pelayanan rawat jalan bagi penderita dan keluarga yang
menginginkan pelayanan secara cepat. Oleh karena itu diperlukan perawat yang
mempunyai kemampuan yang bagus dalam mengaplikasikan asuhan keperawatan
gawat darurat untuk mengatasi berbagai permasalahan kesehatan baik aktual atau
potensial mengancam kehidupan tanpa atau terjadinya secara mendadak atau tidak
di perkirakan tanpa atau disertai kondisi lingkungan yang tidak dapat
dikendalikan.

Asuhan keperawatan gawat darurat adalah rangkaian kegiatan praktek


keperawatan gawat darurat yang diberikan kepada klien oleh perawat yang
berkompeten di ruang gawat darurat. Asuhan keperawatan yang diberikan
meliputi biologis, psikologis, dan sosial klien baik aktual yang timbul secara
bertahap maupun mendadak, maupun resiko tinggi. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi asuhan keperawatan gawat darurat, yaitu: kondisi kegawatan
seringkali tidak terprediksi baik kondisi klien maupun jumlah klien yang datang
ke ruang gawat darurat, keterbatasan sumber daya dan waktu, adanya saling
ketergantungan yang sangat tinggi diantara profesi kesehatan yang bekerja di
ruang gawat darurat, keperawatan diberikan untuk semua usia dan sering dengan
data dasar yang sangat mendasar, tindakan yang diberikan harus cepat dan dengan
ketepatan yang tinggi (Maryuani, 2009).

3.2 Saran
Diharapkan oleh penulis adalah penulis lebih memahami proses
keperawatn gawat Konsep Pengkajian dan Stabilisasi Pasien Trauma . Selain itu
diharapkan dengan adanya makalah ini dapat membantu teman-teman dalam
mengenal dan memahami keperawatan jiwa menyeluruh.

35
DAFTAR PUSTAKA

Dewi Kartikawati N. 2011. Buku Ajar Dasar-Dasar Keperawatan Gawat Darurat.


Jakarta: Salemba Medika, 2012.

36
Uly, Ikhda & Bintari, dkk.2017. Buku Ajar Keperawatan Gawat Darurat pada
kasus Trauma. Jakarta: Salemba Medika, 2017.

Kurniati, Amelia Yanny, dkk. 2018. Keperawatan Gawat Darurat dan Bencana.
www.elsevierhralth.com.

American College of Surgeons. (1997). Advanced trauma life support for doctors.
instructor course manual book 1 - sixth edition. Chicago.

Holder, AR. (2002 ).Emergency room liability. JAMA.

Mancini MR, Gale AT.(2011). Emergency care and the law. Maryland: Aspen
Publication.

Maryuani, Anik & Yulianingsih. (2009). Asuhan kegawatdaruratan. Jakarta :


Trans Info Media Medis.

37

Anda mungkin juga menyukai