Dosen Pengampu :
Ns, Hili Aulianah S.Kep., M.Kes
Ns, Husin S.Kep., Ners., M.Kes
Disusun Oleh:
1. Agubg Tri Yanto 19.14201.30. 09
2. Larasati 19.14201.30.06
3. Ririn Yulinda 19.14201.30.19
Puji syukur atas kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Intervensi Dan
Implementasi keperawatan pada lansia”. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah
satu tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik pada Jurusan Program Studi Ilmu
Keperawatan.
Penyusun malakah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu,
kami penulis menyampaikan terimakasih kepada:
1. Ns. Hili Aulianah., S.Kep., Ners., M.Kes. selaku dosen penangung jawab
mata kuliah Keperawatan Gerontik
2. Ns. Husin., S..Kep., Ners., M.Kes. selaku dosen tim penangung jawab
mata kuliah Keperawatan Gerontik
3. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Kami Penulis juga menerima segala kritikan dan saran dari semua pihak demi
kesempurnaan makalah ini. Akhirnya kami berharap, semoga makalah ini dapat
bermanfaat.
Kelompok 2
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
2.4 Penatalaksanaan............................................................................................................
3.1 Kesimpulan...........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelayanan gawat darurat merupakan bentuk pelayanan yang bertujuan untuk
menyelamatkan kehidupan penderita, mencegah kerusakan sebelum tindakan/perawatan
selanjutnya dan menyembuhkan penderita pada kondisi yang berguna bagi kehidupan.
Karena sifat pelayanan gawat daruarat yang cepat dan tepat, maka sering dimanfaatkan
untuk memperoleh pelayanan pertolongan pertama dan bahkan pelayanan rawat jalan
bagi penderita dan keluarga yang menginginkan pelayanan secara cepat. Oleh karena itu
diperlukan perawat yang mempunyai kemampuan yang bagus dalam mengaplikasikan
asuhan keperawatan gawat darurat untuk mengatasi berbagai permasalahan kesehatan
baik aktual atau potensial mengancam kehidupan tanpa atau terjadinya secara mendadak
atau tidak di perkirakan tanpa atau disertai kondisi lingkungan yang tidak dapat
dikendalikan.
Asuhan keperawatan gawat darurat adalah rangkaian kegiatan praktek keperawatan
gawat darurat yang diberikan kepada klien oleh perawat yang berkompeten di ruang
gawat darurat. Asuhan keperawatan yang diberikan meliputi biologis, psikologis, dan
sosial klien baik aktual yang timbul secara bertahap maupun mendadak, maupun resiko
tinggi. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi asuhan keperawatan gawat darurat,
yaitu : kondisi kegawatan seringkali tidak terprediksi baik kondisi klien maupun jumlah
klien yang datang ke ruang gawat darurat, keterbatasan sumber daya dan waktu, adanya
saling ketergantungan yang sangat tinggi diantara profesi kesehatan yang bekerja di
ruang gawat darurat, keperawatan diberikan untuk semua usia dan sering dengan data
dasar yang sangat mendasar, tindakan yang diberikan harus cepat dan dengan ketepatan
yang tinggi (Maryuani, 2009).
Mengingat sangat pentingnya pengumpulan data atau informasi yang mendasar
pada kasus gawat darurat, maka setiap perawat gawat darurat harus berkompeten dalam
melakukan pengkajian gawat darurat. Keberhasilan pertolongan terhadap penderita
gawat darurat sangat tergantung dari kecepatan dan ketepatan dalam melakukan
pengkajian awal yang akan menentukan bentuk pertolongan yang akan diberikan
kepada pasien. Semakin cepat pasien ditemukan maka semakin cepat pula dapat
dilakukan pengkajian awal sehingga pasien tersebut dapat segera mendapat pertolongan
sehingga terhindar dari kecacatan atau kematian.
Pengkajian pada kasus gawat darurat dibedakan menjadi dua, yaitu : pengkajian
primer dan pengkajian sekunder. Pertolongan kepada pasien gawat darurat dilakukan
dengan terlebih dahulu melakukan survei primer untuk mengidentifikasi masalah-
masalah yang mengancam hidup pasien, barulah selanjutnya dilakukan survei sekunder.
Tahapan pengkajian primer meliputi : A: Airway, mengecek jalan nafas dengan tujuan
menjaga jalan nafas disertai kontrol servikal; B: Breathing, mengecek pernafasan
dengan tujuan mengelola pernafasan agar oksigenasi adekuat; C: Circulation, mengecek
sistem sirkulasi disertai kontrol perdarahan; D: Disability, mengecek status neurologis;
E: Exposure, enviromental control, buka baju penderita tapi cegah hipotermia (Holder,
2002).
Pengkajian primer bertujuan mengetahui dengan segera kondisi yang mengancam
nyawa pasien. Pengkajian primer dilakukan secara sekuensial sesuai dengan prioritas.
Tetapi dalam prakteknya dilakukan secara bersamaan dalam tempo waktu yang singkat
(kurang dari 10 detik) difokuskan pada Airway Breathing Circulation (ABC). Karena
kondisi kekurangan oksigen merupakan penyebab kematian yang cepat. Kondisi ini
dapat diakibatkan karena masalah sistem pernafasan ataupun bersifat sekunder akibat
dari gangguan sistem tubuh yang lain. Pasien dengan kekurangan oksigen dapat jatuh
dengan cepat ke dalam kondisi gawat darurat sehingga memerlukan pertolongan segera.
Apabila terjadi kekurangan oksigen 6-8 menit akan menyebabkan kerusakan otak
permanen, lebih dari 10 menit akan menyebabkan kematian. Oleh karena itu pengkajian
primer pada penderita gawat darurat penting dilakukan secara efektif dan efisien
(Mancini, 2011).
Berdasarkan latar belakang diatas, maka kelompok kami tertarik untuk membahas
mengenai pengkajian gawat darurat trauma kepala dan spinal.
1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui tentang konsep pengkajian gawat darurat pada pasien trauma kepala
dan spinal.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui tentang konsep pengkajian gawat darurat pada pasien trau,a
kepala dan spinal yang meliputi : primary assessment, secondary
assessment, focused assesment, diagnostic procedure.
b. Menyusun Konsep Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada pasien
tarauma kepala dan spinal.
2.4 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien dengan cedera kepala meliputi sebagai berikut (Manurung,
2018):
a. Keperawatan
1) Observasi 24 jam
2) Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu. Makanan atau
cairan, pada trauma ringan bila muntah-muntah, hanya cairan infus dextrose
5%, amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2-3 hari
kemudian diberikan makanan lunak
3) Berikan terapi intravena bila ada indikasi
4) Pada anak diistirahatkan atau tirah baring
b. Medis
1) Terapi obat-obatan
Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis
sesuai dengan berat ringannya trauma
Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu mannitol 20 % atau
glukosa 40 % atau gliserol 10 %
Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau untuk
infeksi anaerob diberikan metronidasol
Pembedahan bila ada indikasi (hematom epidural besar, hematom sub dural,
cedera kepala terbuka, fraktur impresi >1 diplo)
Lakukan pemeriksaan angiografi serebral, lumbal fungsi, CT Scan dan MRI
(Satyanegara, 2010).
2.5 KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN
2.5..1 Pengkajian
Perawat gawat darurat harus melakukan pengkajian fisik dan psikososial di
awal dan secara berkelanjutan untuk mengetahui masalah keperawatan klien dalam
lingkup kegawatdaruratan, meliputi :
2.5..1 Primary survey
Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis, pendeteksian dan
manajemen segera terhadap komplikasi akibat trauma parah yang mengancam
kehidupan. Tujuan dari Primary survey adalah untuk mengidentifikasi dan
memperbaiki dengan segera masalah yang mengancam kehidupan. Prioritas
yang dilakukan pada primary survey antara lain (Fulde, 2009) :
Airway maintenance dengan cervical spine protection
Breathing dan oxygenation
Circulation dan kontrol perdarahan eksternal
Disability-pemeriksaan neurologis singkat
Exposure dengan kontrol lingkungan
a) Circulation
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien, antara
lain :
Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.
Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan
pemberian penekanan secara langsung.
Palpasi nadi radial jika diperlukan:
Menentukan ada atau tidaknya
Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
Regularity
Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia
(capillary refill).
b) Airway
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara lain :
Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau
bernafas dengan bebas?
Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:
Adanya snoring atau gurgling
Stridor atau suara napas tidak normal
Agitasi (hipoksia)
Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements
Sianosis
Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas dan
potensial penyebab obstruksi :
Muntahan
Perdarahan
Gigi lepas atau hilang
Gigi palsu
Trauma wajah
Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien
terbuka.
Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien yang
berisiko untuk mengalami cedera tulang belakang.
Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien
sesuai indikasi:
Chin lift/jaw thrust
Lakukan suction (jika tersedia)
Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask
Airway
Lakukan intubasi
c) Breathing
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien antara lain:
Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan oksigenasi
pasien.
Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada tanda-
tanda sebagai berikut :cyanosis, penetrating injury, flail chest, sucking
chest wounds, dan penggunaan otot bantu pernafasan.
Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga,
subcutaneous emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis
haemothorax dan pneumotoraks.
Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.
Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien jika
perlu.
Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih lanjut
mengenai karakter dan kualitas pernafasan pasien.
Penilaian kembali status mental pasien.
Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan / atau
oksigenasi:
Pemberian terapi oksigen
Bag-Valve Masker
Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi penempatan yang
benar), jika diindikasikan
Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway
procedures
Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya dan
berikan terapi sesuai kebutuhan.
d) Disability
Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU :
A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah
yangdiberikan
V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak
bisadimengerti
P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika
ekstremitasawal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon)
U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus
nyerimaupun stimulus verbal.
2.5..3 Reassessment
Beberapa komponen yang perlu untuk dilakukan pengkajian kembali
(reassessment) yang penting untuk melengkapi primary survey pada pasien di
gawat darurat adalah :
Komponen Pertimbangan
Airway Pastikan bahwa peralatan airway :Oro Pharyngeal Airway,
Laryngeal Mask Airway , maupun Endotracheal Tube (salah
satu dari peralatan airway) tetap efektif untuk menjamin
kelancaran jalan napas. Pertimbangkan penggunaaan peralatan
dengan manfaat yang optimal dengan risiko yang minimal.
Breathing Pastikan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan pasien :
Pemeriksaan definitive rongga dada dengan rontgen
foto thoraks, untuk meyakinkan ada tidaknya masalah
seperti Tension pneumothoraks, hematotoraks atau
trauma thoraks yang lain yang bisa mengakibatkan
oksigenasi tidak adekuat
Penggunaan ventilator mekanik
Circulation Pastikan bahwa dukungan sirkulasi menjamin perfusi jaringan
khususnya organ vital tetap terjaga, hemodinamik tetap
termonitor serta menjamin tidak terjadi over hidrasi pada saat
penanganan resusitasicairan.
Pemasangan cateter vena central
Pemeriksaan analisa gas darah
Balance cairan
Pemasangan kateter urin
Disability Setelah pemeriksaan GCS pada primary survey, perlu
didukung dengan :
Pemeriksaan spesifik neurologic yang lain seperti
reflex patologis, deficit neurologi,
pemeriksaanpersepsi sensori dan pemeriksaan yang
lainnya.
CT scan kepala, atau MRI
Exposure Konfirmasi hasil data primary survey dengan
Rontgen foto pada daerah yang mungkin dicurigai
trauma atau fraktur
USG abdomen atau pelvis
2.5..4 Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan lanjutan hanya dilakukan setelah ventilasi dan hemodinamika
penderita dalam keadaan stabil (Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2006). Dalam
melakukan secondary survey, mungkin akan dilakukan pemeriksaan diagnostik
yang lebih spesifik seperti :
Endoskopi
Bronkoskopi
CT Scan
USG
Radiologi
MRI (Magnetic Resonance Imaging)
FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA
ORANG DEWASA
No. Rekam Medis ... ... ... Diagnosa Medis ... ... ...
IDENTITAS
Mekanisme Cedera :
Orientasi (Tempat, Waktu, dan Orang) : Baik Tidak Baik, ... ... ...
PRIMER SURVEY
Diagnosa Keperawatan:
AIRWAY
Inefektif airway b/d … … …
Jalan Nafas : Paten Tidak Paten Kriteria Hasil : … … …
Obstruksi : Lidah Cairan Benda Asing
N/A Intervensi :
Suara Nafas : Snoring Gurgling 1. Manajemen airway;headtilt-chin
Stridor N/A lift/jaw thrust
Keluhan Lain: ... ... 2. Pengambilan benda asing dengan
forcep
3. ……
4. ……
Diagnosa Keperawatan:
1. Inefektif pola nafas b/d … … …
BREATHING 2. Kerusakan pertukaran gas b/d …
……
Diagnosa Keperawatan:
1. Penurunan curah jantung b/d …
……
CIRCULATION
2. Inefektif perfusi jaringan b/d …
……
Intervensi :
1. ………
2. ………
Alergi :
Medikasi :
Even/Peristiwa Penyebab:
SECONDARY SURVEY
Tanda Vital :
BP : N: S: RR :
PEMERIKSAAN FISIK Diagnosa Keperawatan:
1. … … …
2. … … …
Kepala dan Leher: Kriteria Hasil : … … …
Inspeksi ... ...
Palpasi ... ... Intervensi :
Dada: 3. ………
Inspeksi ... ... 4. ………
Palpasi ... ...
Perkusi ... ...
SECONDARY SURVEY
2.5..4 Implementasi
Prinsip Penatalaksanaan Keperawartan Gawat Darurat :
1) Memelihara jalan nafas dan menyediakan ventilasi yang adekuat, melakukan
resusitasi pada saat dibutuhkan. Kaji cedera dan obstruksi jalan nafas.
2) Kontrol pendarahan dan konsekuensinya.
3) Evaluasi dan pemulihan curah jantung
4) Mencegah dan menangani syok, memelihara sirkulasi
5) Mendapatkan pemeriksaan fisik secara terus menerus, keadaan cedera atau
penyakit yang serius dari pasien tidak statis
6) Menentukan apakah pasien dapat mengikuti perintah, evaluasi, ukuran dan
aktivitas pupil dan respon motoriknya.
7) Mulai pantau EKG, jika diperlukan
8) Lakukan penatalaksanaan jika ada dugaan fraktur cervikal dengan cedera kepala
9) Melindungi luka dengan balutan steril
10) Periksa apakah pasien menggunakan kewaspadaan medik atau identitas
mengenai alergi dan masalah kesehatan lain.
11) Mulai mengisi alur tanda vital, TD dan status neurologik untuk mendapatkan
petunjuk dalam mengambil keputusan.
2.5..5 Evaluasi
Setelah mendapat pertolongan adekuat, vital signdievaluasi secara berkala,
setelah itu konsulkan dengan dokteratau bagian diagnostik untuk prosedur
berikutnya, jika kondisi mulai stabil pindahkan keruangan yang sesuai.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Breathing dan oxygenation, Circulation dan kontrol perdarahan eksternal,
Disability-pemeriksaan neurologis singkat dan Exposure dengan kontrol
lingkungan.
2. Konsep secondary assessment yang membahas mengenai proses anamnesis
dan pemeriksaan fisik head to toe untuk menilai perubahan bentuk, luka dan
cedera yang dialami pasien dewasa.
3. Konsep Focused assessment yang membahas mengenai beberapa komponen
pengkajian terfokus yang penting untuk melengkapi primary survey pada pasien
dewasa di gawat darurat.
4. Pemeriksaan diagnostik yang dibutuhkan untuk melengkapi proses pengkajian
gawat darurat pada pasien dewasa, yang meliputi : Endoskopi, bronkoskopi, CT
scan, USG, dll.
5. Format pengkajian gawat darurat pada pasien dewasa yang terdiri dari primary
assessment, secondary assessment, focused assessment, dan diagnostic
procedure.
DAFTAR PUSTAKA
Diklat Yayasan Ambulance Gawat Darurat 118.(2010). Basic Trauma Life Support and
Basic Cardiac Life Support Edisi Ketiga.Yayasan Ambulance Gawat Darurat 118.
Diklat RSUP Dr. M. Djamil Padang.(2006). Pelatihan Penanggulangan Penderita Gawat
darurat (PPGD).RSUP. Dr.M.Djamil Padang.
Djumhana, Ali. (2011). Perdarahan Akut Saluran Cerna Bagian Atas.FK. UNPAD.
Diakses dari http://pustaka.unpad.ac.id/ tanggal 28 Mei 2015
Gindhi, R.M., Cohen, R.A., dan Kirzinger, W.K. (2012). Emergency room use among
aults aged 18-64: early release of estimates from the national health interview survey,
January-June 2011. Diakses pada tanggal 28 Mei 2015 dari
http://www.cdc.gov/nchs/data/nhis/earlyrelease/emergency_room_use_january-
june_2011.pdf
Institute for Health Care Improvement. (2011). Nursing assessment form with medical
emergency team (MET) guidelines.Diakses pada tanggal 28 Mei 2015, dari
http://www.ihi.org/knowledge/Pages/Tools/NursingAssessmentFormwithMETGuidelin
es.aspx.
Ishak, 2012.Pemeriksaan radiologi dan laboratorium untuk fisioterapis. Diakses dari
http://www.slideshare.net/IshakMajid/radiologi-laboratorium-a4 tanggal 28 Mei 2015
Lyandra, april, Budhi, Antariksa, Syahrudin. (2011). Ultrasonografi Toraks.Jurnal
Respiratori Inonesia Volume 31 diakses dari http://jurnalrespirologi.org/ tanggal 28 Mei
2015.
Lyer, P.W., Camp, N.H.(2005). Dokumentasi Keperawatan, Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan, Edisi 3. Jakarta: EGC
Maryuani, Anik & Yulianingsih.(2009). Asuhan kegawatdaruratan.Jakarta : Trans Info
Media Medis.
Parhusip.(2004). Bronkoskopi.Diakses dari http://repository.usu.ac.id tanggal 28 Mei
2015.
Vanderbilt Medical Center.(2011). Viewing and printing adult ED nursing assessment
documentation. Diakses pada tanggal 28 Mei 2015, dari
http://www.mc.vanderbilt.edu/documents/sss2/files/View_Print_Adult_ED_Nurs_Asses
s_Doc_2_10_11.doc