Anda di halaman 1dari 18

OLAHRAGA UNTUK LANSIA YANG MENGALAMI GANGGUAN

GASTROINTESTINAL

MAKALAH

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Kesehatan Olahraga Lansia

Yang dibina oleh Drs. Mardianto, M.Kes.

Disusun Oleh :

Fika Fatwa Anin Nafis (150612607825)


Melati Ismayanti (150612601258)
Nurul Afidatul A. (150612601957)
Zainur Ridho Wahyu Ismail (150612607928)
IKM 2015

Offering A

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

2016
KATA PENGATAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME, karena dengan karunia-
Nya kami dapat menyelesaiakan makalah yang berjudul “OLAHRAGA UNTUK
LANSIA YANG MENGALAMI GANGGUAN GASTROINTESTINAL”. Meskipun
banyak hambatan yang kami alami dalam proses pengerjaannya, tapi kami berhasil
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.

Tidak lupa kami sampaikan terima kasih kepada Bapak Drs. Mardianto,
M.Kes. selaku dosen dan pembimbing yang telah membantu dalam mengerjakan
makalah ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang juga
sudah memberi kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan
makalah ini.

.Dengan adanya tugas makalah ini diharapakan kepada mahasiswa agar dapat
melaksanakan tugas sebagai mahasiswa juga bisa memahami dan mengerti tentang
pengaruh proses menua pada sistem pencernaan. Kemudian makalah yang kami buat
ini juga bertujuan untuk memberikan suatu modul ataupun pembahasan yang
berhubungan dengan olahraga untuk lansia yang mengalami gangguan
gastrointestinal.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun guna sempurnanya makalah ini. Penulis berharap semoga karya tulis ini
bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Semoga
dengan selesainya tugas ini dapat menjadikan bertambahnya pengetahuan bagi
pembaca karya tulis ini,

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………………………...........i

Daftar Isi…………………………………………………………………….............ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang…………………………………………………………….........1

1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………............2

1.3 Tujuan……………………………………………………………………..........2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi Sistem Pencernaan…………………………………………………......4

2.2 Perubahan pada Sistem Pencernaan Lansia………………………….................4

2.3 Tanda-Tanda Proses Menua Pada Sistem Pencernaan………………….............8

2.3.1 Tanda-tanda vital………………………………………………................8


2.3.2 Tanda-tanda fisik………………………………………………................8
2.3.3 Perubahan Perilaku……………………………………………................8

2.4 Penyakit Sistem Pencernaan pada Lansia………………………………............8

2.5 Olahraga untuk Lansia dengan Gangguan Pencernaan........................................11

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan……………………………………………………………..............14

3.2 Saran…………………………………………………………………….............14

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gerontologi merupakan studi ilmiah tentang efek penuaan dan penyakit


yang berhubungan dengan penuaan pada manusia, meliputi aspek biologis,
fisiologis, psikososial, dan aspek rohani dari penuaan. Penuaan merupakan proses
yang normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat terjadi pada
semua orang pada saat mereka mencapai tahap perkembangan kronologis
tertentu. (Stanley, 2007). Lanjut usia yaitu suatu anugerah yang dapat di alami
oleh seseorang apabila orang tersebut memiliki umur panjang.(Tamher, 2009)
Proses menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan
kemampuan jaringan untuk memperbaikidiri/ mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaikikerusakan yang di
derita (Darmojo & Martono 1999 dalam Fatmah, 2010). Akibat dari menghilangnya
kemampuan jaringanuntuk memperbaiki diri/ mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya, lansia akan mengalami perubahan-perubahan pada dirinya. Perubahan
tersebut dapat mencakup perubahan struktur dan fungsi tubuh, kemampuan
kognitif dan kesehatanmental. Perubahan ini terjadi hampir di seluruh sistem tubuh pada
lansia, salah satunya adalah sistem pencernaan padalansia. Perubahan pada sistem pencernaan
yang terjadi pada lansia meliputi perubahan secara anatomis dan fisiologis.Perubahan ini dapat
mempengaruhi kemampuan sistem pencernaan dalam bekerja dan berimplikasi terhadap status
gizi lansia.
Menurut UU NO.13 Tahun 1998 disebutkan bahwa seseorang dikatakan
lanjut usia apabila mereka mencapai umur 60 Tahun ke atas. (Maryam,dkk
2008). Setiap orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan
masa hidup terakhir, dimana pada masa ini seseorang akan mengalami
kemunduran fisik, mental, dan sosial sedikit demi sedikit tidak dapat melakukan
tugasnya sehari-hari lagi. ( Nugroho, 2000 )
Jumlah lansia di Amerika sejak tahun 1950 yang berusia 65 tahun keatas
telah bertambah dua kali, dan penduduk lansia yang lemah berusia 85 tahun ke

1
atas telah bertambah lebih dari empat kali lipat. Pada tahun 2035, seperlima,
bahkan mungkin seperempat dari seluruh penduduk
Amerika akan berusia 65 tahun ataulebih. Pada tahun 2050 kemungkinan 1
dari 3 penduduk Amerika akan berusia lebih dari 55 tahun, dan 1 dari 5 orang
akan berusia di atas 65 tahun. Pertumbuhan yang paling cepat di Amerika adalah
kelompok umur 85 tahun ke atas. (Stanley, 2007). Penduduk Indonesia pada tahun
1994 jumlah lansia yang berusia 65 tahun ke atas sebesar 7,5 juta, sedangkan pada
tahun 2010 meningkat menjadi 11 juta jiwa. (Tamher, 2009 ).
Seiring bertambahnya usia fungsi fisiologis lansia akan menurun.
Perubahan fisiologis pada lansia meliputi penurunan kemampuan saraf, dimana
pada indra pendengaran, peraba, perasa, dan penciuman mengalami penurunan.
Penurunan ini akan mengakibatkan penurunan pula pada sistem pencernaan, saraf,
pernapasan, endokrin, kardiovaskular, hingga kemampuan muskuluskeletal.
Penyakit kardiovaskular merupakan suatu penyakit yang sering dialami oleh
negara maju. Seperti penyakit hipertensi, jantung koroner, jantung pulmonik,
kardiomiopati, dan sebagainya. (Fatmah, 2010). Maka dari itu pada makalah ini
kami akan membahas tentang masalah gangguan pencernaan pada lansia.
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa Definisi Sistem Pencernaan?

2. Bagaimana Perubahan Pada Sistem Pencernaan pada Lansia?

3. Bagaimana Tanda-Tanda Proses Menua Pada Sistem Pencernaan?

4. Apa Saja Penyakit Sistem Pencernaan Pada Lansia?

5. Apa saja Olahraga untuk Lansia dengan Gangguan Pencernaan?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui Definisi Sistem Pencernaan.

2. Mengetahui Perubahan Pada Sistem Pencernaan pada Lansia.

2
3. Mengetahui Tanda-Tanda Proses Menua Pada Sistem Pencernaan.

4. Mengetahui Penyakit Sistem Pencernaan Pada Lansia.

5. Mengetahui Olahraga untuk Lansia dengan Gangguan Pencernaan.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi sistem pencernaan

Saluran gastrointestinal (GI) merupakan serangkaian organ muskular


berongga yang dilapisi oleh membran mukosa (selaput lendir). Saluran
gastrointestinal adalah jalur panjang yang total panjangnya mencapai 23 sampai
26 kaki, yang berjalan dari mulut melalui esofagus, lambung dan usus sampai
anus. Sistem pencernaan terdiri dari saluran pencernaan meliputi tuba muskular
panjang yang merentang dri mulut sampai anus, dan organ-organ lain seperti gigi,
lidah kelenjar saliva, hati, kandung empedu, dan pankreas.

Digesti (pencernaan) adalah proses pemecahan zat-zat makanan sehingga


dapat diabsorpsi oleh saluran pencernaan. Proses digesti meliputi: (1)
pengambilan makanan (prehensi), (2) memamah (mastikasi), (3) penelanan
(deglutisi), (4) pencernaan (digesti), dan (5) pengeluaran sisa-sisa pencernaan
(egesti). Berdasarkan proses pencernaannya dapat dibedakan menjadi digesti
makanan secara mekanis, enzimatis, dan mikrobiotis.

Hasil akhir proses pencernaan adalah terbentuknya molekul-molekul atau


partikel-partikel makanan yakni: glukosa, asam lemak, dan asam amino yang siap
diserap (absorpsi) oleh mukosa saluran pencernaan. Selanjutnya, partikel-partikel
makanan tersebut dibawa melalui sistem sirkulasi (tranportasi) untuk diedarkan
dan digunakan oleh sel-sel tubuh sebagai bahan untuk proses metabolisme
(assimilasi) sebagai sumber tenaga (energi), zat pembangun (struktural), dan
molekul-molekul fungsional (hormon, enzim) dan keperluan tubuh lainnya.

2.2 Perubahan pada Sistem Pencernaan pada Lansia

1. Rongga Mulut (Cavum Oris)


Bagian rongga mulut yang lazim terpengaruh adalah gigi, gusi, dan lidah.
Kehilangan gigi penyebab utama adanya Periodontal disease yang biasa
terjadi setelah umur 30 tahun, penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang
buruk dan gizi yang buruk. Indera pengecap menurun disebabkan adanya
iritasi kronis dari selaput lendir, atropi indera pengecap (± 80 %),
hilangnya sensitivitas dari syaraf pengecap di lidah terutama rasa manis dan
asin, hilangnya sensitivitas dari syaraf pengecap tentang rasa asin, asam, dan
pahit (Nugroho, 2008).
a. Gigi (Dente)s Atrial:

4
Hilangnya jaringan gigi akibat fungsi pengunyah yang terus menerus.
Dimensi vertikal wajah menjadi lebih pendek sehingga merubah
penampilan estetik fungsi pengunyah. Meningkatkan insiden karies
terutama bagian leher gigi dan akar, karies sekunder di bawah tambalan
lama. Jaringan penyangga gigi mengalami kemunduran sehingga gigi
goyang dan tanggal.
b. Muskulus:
Koordinasi dan kekuatan muskulus menurun sehingga terjadi pergerakan
yang tidak terkontrol dari bibir, lidah dan rahang orafacial dyskinesis.
c. Mukosa:
Jaringan mukosa mengalami atrofi dengan tanda-tanda tipis, merah,
mengkilap, dan kering.
d. Lidah (Lingua):
Manifestasi yang sering terlihat adalah atrofi papil lidah dan terjadinya
fisura-fisura. Sehubungan dengan ini maka terjadi perubahan persepsi
terhadap pengecapan. Akibatnya orang tua sering mengeluh tentang
kelainan yang dirasakan terhadap rasa tertentu misalnya pahit dan asin.
Dimensi lidah biasanya membesar dan akibat kehilangan sebagian besar
gigi, lidah besentuhan dengan pipi waktu mengunyah, menelan dan
berbicara.
e. Kelenjar liur (Glandula Salivarius)
Terjadi degenerasi kelenjar liur, yang mengakibatkan sekresi dan
viskositas saliva menurun. Sendi Temporo Mandibular (Art Temporo
Mandibularis) Perubahan pada sendi Temporo Mandibularis sering sudah
terjadi pada usia 30-50 tahun. Perubahan pada sendi Temporo
Mandibularis ini akibat dari proses degenerasi. Dengan manifestasi adanya
TM joint sound, melemahnya otot-otot mengunyah sendi, sehingga sukar
membuka mulut secara lebar.
f. Tulang Rahang (Os Maxilare dan Os Mandibulare)
Terdapat resorbsi dan alveolar crest sampai setinggi 1 cm terutama pada
rahang tanpa gigi atau setetelah pencabutan.
2. Esofagus

5
Esophagus mengalami penurunan motilitas, sedikit dilatasi atau
pelebaran seiring penuaan. Sfingter esophagus bagian bawah (kardiak)
kehilangan tonus. Refleks muntah pada lansia akan melemah, kombinasi
dari faktor-faktor ini meningkatkan resiko terjadinya aspirasi pada lansia
(Luecknotte, 2000).
3. Lambung (Ventriculus)
Terjadi atrofi mukosa, atrofi sel kelenjar dan ini menyebabkan sekresi asam
lambung, pepsin dan faktor intrinsik berkurang. Ukuran lambung pada lansia
menjadi lebih kecil, sehingga daya tampung makanan berkurang. Proses
pengubahan protein men¬jadi pepton terganggu. Karena sekresi asam
lambung berkurang rangsang rasa lapar juga berkurang. Absobsi kobalamin
menurun sehingga konsentrasi kobalamin lebih rendah. (Darmojo & Martono,
2006).
Kesulitan dalam mencerna makanan adalah akibat dari atrofi mukosa
lambung dan penurunan motalitas lambung. Atrofi mukosa lambung
merupakan akibat dari penurunan sekresi asam hidrogen-klorik
(hipoklorhidria), dengan pengurangan absorpsi zat besi, kalsium, dan vitamin
B 12. Motilitas gaster biasanya menurun, dan melambatnya gerakan dari
sebagian makanan yang dicerna keluar dari lambung dan terus melalui usus
halus dan usus besar (Stanley, 2007).
4. Usus halus (Intestinum Tenue)
Mukosa usus halus juga mengalami atrofi, sehingga luas permukaan
berkurang, sehingga jumlah vili berkurang dan sel epithelial berkurang. Di
daerah duodenum enzim yang dihasilkan oleh pankreas dan empedu juga
menurun, sehingga metabolisme karbohidrat, protein, vitamin B12 dan lemak
menjadi tidak sebaik sewaktu muda (Leueckenotte, 2000). Keadaan seperti ini
menyebabkan gangguan yang disebut sebagai maldigesti dan mal absorbsi.
5. Pankreas (Pancreas)
Produksi ensim amylase, tripsin dan lipase menurun sehingga kapasitas
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak juga menurun. Pada lansia sering
terjadi pankreatitis yang dihubungkan dengan batu empedu. Batu empedu yang
menyumbat ampula vateri menyebabkan oto-digesti parenkim pankreas oleh

6
ensim elastase dan fosfolipase-A yang diaktifkan oleh tripsin dan/atau asam
empedu. (Darmojo & Martono, 2006)
6. Hati (Hepar)
Ukuran hati mengecil dan sirkulasi portal juga menurun pada usia kurang dari
40 tahun 740 ml/menit, pada usia diatas 70 tahun menjadi 595 ml/menit. Ukuran
hati mengecil dan sirkulasi portal juga menurun pada usia kurang dari 40 tahun
740 ml/menit, pada usia diatas 70 tahun menjadi 595 ml/menit. Hati berfungsi
sangat penting dalam proses metabolisme karbohidrat, protein dan lemak.
Disamping juga memegang peranan besar dalam proses detoksikasi, sirkulasi,
penyimpanan vitamin, konjugasi billirubin dan lain sebagainya. Dengan
meningkatnya usia, secara histologik dan anatomik akan terjadi perubahan akibat
atrofi sebagiab besar sel, berubah bentuk menjadi jaringan fibrous. Hal ini akan
menyebabkan penurunan fungsi hati (Darmojo & Martono, 2006).
Proses penuaan telah mengubah proporsi lemak empedu tanpa perubahan
metabolisme asam empedu yang signifikan. Faktor ini memengaruhi
peningkatan sekresi kolesterol. Banyak perubahanperubahan terkait usia terjadi
dalam sistem empedu yang juga terjadi pada pasien-pasien yang obesitas (Stanley,
2007)
7. Usus Besar dan Rektum (Colon dan Rectum)
Pada lansia terjadi perubahan dalam usus besar termasuk penurunan
sekresi mukus, elastisitas dinding rektum, peristaltic kolon yang melemah
gagal mengosongkan rektum yang dapat menyebabkan konstipasi
(Leueckenotte, 2000). Pada usus besar kelokan-kelokan pembuluh darah
meningkat sehingga motilitas kolon menjadi berkurang. Keadaan ini akan
menyebabkan absorpsi air dan elektrolik meningkat (pada kolon sudah tidak
terjadi absorpsi makanan), feses menjadi lebih keras, sehingga keluhan sulit
buang air besar merupakan keluhan yang sering didapat pada lansia. Proses
defekasi yang seharusnya dibantu oleh kontraksi dinding abdomen juga
seringkali tidak efektif karena dinding abdomen sudah melemah (Darmojo &
Martono, 2006).

7
2.3 Tanda-Tanda Proses Menua Pada Sistem Pencernaan

2.3.1. Tanda-tanda vital


Tanda-tanda vital yang dapat terjadi karena adanya proses menua pada
sistem pencernaan adalah sebagai berikut :
1. Terjadi peningkatan suhu tubuh
2. Terjadi peningkatan frekuensi pernafasan dan kedalaman pernafasan
(normal : 14 – 20 x/mnt)
3. Peningkatan frek. Denyut nadi (normal : 60-100 x/mnt), nadi lemah
4. Tekanan darah menurun

2.3.2 Tanda-tanda fisik


Tanda-tanda fisik yang dapat terjadi karena adanya proses menua pada
sistem pencernaan adalah sebagai berikut :
1. kulit kering dan agak kemerahan
2. turgor kulit menurun (lansia kurang akurat)
3. lidah kering dan kasar
4. mata cekung
5. penurunan bb yang terjadi scr tiba2/drastis (± 1kg)
6. bising usus menigkat (15x/menit)
7. bab ≥4x/ hari.

2.3.3 Perubahan Perilaku


Pada proses menua yang terjadi pada sistem pencernaan perilaku lansia
akan cenderung gelisah, lemah, pusing, tidak nafsu makan, mual dan muntah,
kehausan (pada lansia kurang signifikan), dan terjadi penurunan jumlah urin

2.4 Penyakit Sistem Pencernaan pada Lansia

1. Konstipasi
Secara luas, konstipasi didefinisikan sebagai frekuensi jarang atau
kesulitan pergerakan feses, feses kering (Leueckenotte, 2000). Konstipasi adalah
suatu penurunan frekuensi pergerakan usus yang disertai dengan perpanjangan
waktu dan kesulitan pergerakan feses (Stanley, 2007). International Workshop on

8
Constipation berusaha lebih jelas memberikan batasan konstipasi. Berdasarkan
rekomendasinya, konstipasi dikategorikan dalam dua golongan : 1) konstipasi
fungsional, 2) konstipasi karena penundaan keluarnya feses pada muara
rektisigmoid. Konstipasi fungsional disebabkan waktu perjalanan yang lambat
dari feses, sedangkan penundaan pada muara rektosigmoid menunjukkan adanya
disfungsi anorektal. Yang terakhir ditandai adanya perasaan sumbatan pada anus.
Menurut Stanley (2007), tanda-tanda klinis dari konstipasi adalah sebagai
berikut:
a. Mengejan berlebihan saat BAB
b. Massa feses yang keras
c. Perasaan tidak puas saat BAB
d. Sakit pada daerah rektum saat BAB
e. Menggunakan jari-jari untuk mengeluarkan feses
Makanan yang menyebabkan konstipasi pada lansia adalah :
a. Makanan yang tinggi lemak
Contoh : minyak kacang tanah, minyak kelapa sawit, minyak kelapa,
ayam, daging sapi, mentega, margarin, keju, susu kental manis, tepung
susu, dan sebagainya.
b. Makanan yang tinggi gula
Seperti makanan yang manis-manis, keju, dan makanan olahan
c. Kurangnya asupan serat
Diet serat yang dianjurkan adalah 20 gram—35 gram per hari dan cukup
untuk pemeliharaan tanpa efek negatif terhadap kesehatan (Devi, 2010).
Menurut Wirakusumah (2003) ada dua istilah yang sering digunakan
dalam kaitannya dengan serat yaitu :
1) Dietary fiber (serat makanan) ialah semua jenis serat yang tetap dalam
kolon setelah pencernaan, baik serat larut air maupun serat tidak larut air.
2) Crude fiber (serat kasar) ialah serat tumbuhan yang tidak larut dalam air,
misalnya selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Adapun serat yang larut
dalam air adalah pektin, gum, gel dan mucilages
Klasifikasi serat menurut karakteristik kelarutan dalam air, yaitu :
1) Serat larut air (Soluble fibre)
Serat larut air adalah serat yang larut dalam air kemudian membentuk gel
dalam saluran pencernaan dengan cara menyerap air. Soluble fiber
meliputi pectin, gum, mucilage, dan beberapa hemicelluloses. Bentuk
lain soluble fiber/serat larut ditemukan pada gandum, padi dan polong.
Pengaruh serat larut dalam saluran cerna berhubungan dengan
kemampuan mereka untuk menahan air dan membentuk gumpalan/gel.
2) Serat tidak larut air (Insoluble fibre)
Serat tidak larut air yaitu serat yang tidak dapat larut dalam air dan juga
dalam sistem pencernaan, tetapi memiliki kemampuan menyerap air dan
meningkatkan tekstur dan volume tinja. Insoluble fiber terutama terdiri

9
dari cellulose dan hemicelluloses. Sumber utama serat ini berada dalam
padi, sereal dan biji-bijian (Devi, 2010)

Menurut Darmojo dan Martono (2006) akibat-akibat konstipasi


antara lain:
a. Impaksi feses
Impaksi feses merupakan akibat dari terpaparnya feses pada daya
penyerapan dari kolon dan rektum yang berkepanjangan.
b. Volvulus daerah sigmoid
Mengejan berlebihan dalam jangka waktu lama pada penderita dengan
konstipasi dapat berakibat prolaps dari rektum.
c. Haemorrhoid
Tinja yang keras dan padat menyebabkan makin susahnya defekasi
sehingga ada kemungkinan akan menimbulkan haemorrhoid.
d. Kanker kolon
Bakteri menghasilkan zat-zat penyebab kanker. Konsistensi tinja yang
keras akan memperlambat pasase tinja sehingga bakteri memiliki waktu
yang cukup lama untuk memproduksi karsinogen dan karsinogen yang
diproduksi menjadi lebih konsentrat.
e. Penyakit divertikular
Mengedan berlebihan (peningkatan tekanan intraabdominal) pada
penderita konstipasi dapat menyebabkan terbentuknya kantung-kantung
pada dinding kolon, di mana kantung-kantung ini berisi sisa-sisa
makanan. Kantung-kantung ini dapat meradang dan disebut dengan
divertikulitis.
2. Diare
Pada kelompok lansia, sistem pertahanan tubuh mulai mengalami
penurunan. Dapat disebabkan karena terjadinya sistem penurunan di berbagai
proses metabolisme tubuh termasuk sintesis protein yang bekerja pada sistem
imunitas, maupun penurunan efektivitas penyerapan air pada sistem cerna.
Jika yang terjadi adalah penurunan kekebalan tubuh, diare yang menyerang
lansia sangat dimungkinkan disebabkan oleh adanya infeksi bakteri. Namun
jika penyerapan air yang terganggu, maka jenis makanan berperan penting di
dalam kasus diare pada lansia ini.
3. Maag.
Jenis gangguan pencernaan pada lansia lainnya adalah maag.
Penyakit asam lambung ini banyak dialami. Lansia sering mengeluh lambung
terasa sakit seperti ditusuk-tusuk., terkadang diiringi dengan mual dan
muntah, kembung juga dirasakan oleh sebagian besar penderita maag di usia
lanjut.
Keadaan dinding lambung pada lansia sudah relatif lebih tipis
dibandingkan dengan dinding lambung pada usia yang lebih muda. Oleh

10
karena itu, iritasi oleh akibat asam lambung berlebih lebih cepat
menimbulkan terjadinya gastritis pada lansia.
4. Usus melilit.
Gejala menyerupai kolik usus sering dirasakan oleh para lansia.
Mereka biasa menyebut sebagai usus melilit. Padahal yang terjadi sebenarnya
adalah rasa perih disebabkan oleh terjadinya kontraksi pada intestinum yang
tidak teratur.
Hal tersebut dapat muncul salah satunya akibat sistem hormonal
yang sudah kurang bagus keteraturannya. Terkadang hormone stress seperti
kortikosteroid tersekresi secara berlebih dan mengakibatkan adanya kontraksi
usus halus yang kurang teratur. Terkadang rasa sakit ini disertai dengan
keluhan lain seperti dada terasa sakit, jantung berdebar.

2.5 Olahraga untuk lansia dengan gangguan pencernaan

Kesehatan seseorang juga bergantung pada sistem pencernaan. Menurut


ahli kesehatan holistik India Mickey Metha ada tiga faktor penting untuk
menjaga kesehatan tubuh manusia, yaitu memperhatikan cara berolahraga,
memperhatikan makanan yang dimakan, dan cara tidur/ relaksasi (liputan6.com)
Olahraga teratur dapat mengaktifkan enzim pencernaan dan melancarkan
buang air besar, olahraga teratur juga dapat memperbaiki sirkulasi dalam darah
dan merangsang serta memberi energi pada saraf, endoktrin, dan item otot. Tidak
ada olahraga secara khusu untuk mengatasi masalah BAB (detik.com).
Kombinasi olahraga pemanasan, yoga, pilates dan kardio dapat
memperlancar sistem pencernaa. untuk lansia berenang, jogging dan bersepeda
sangat baik untuk melatih otot-otot perut (detik.com).
Jogging merupakan olahraga yang tidak membutuhkan keahlian khusus.
Semua orang dan segala usia dapat melakukan jogging, selain mudah dilakukan
jogging juga memiliki banyak manfaat, salah satunya yaitu mempercepat sistem
pencernaan dan membantu menyingkirkan masalah pencernaan (Etik Yuliatin dan
Moh. Noor: 2012: 24)
Olahraga Sit up juga dapat mengatasi masalah gangguan pencernaa seperti
perut kembung dan sembelit. Seseorang yang mengalami perut kembung otot
akan tegang, cederung mengembangkan kembung dan terasa penuh gas. Dengan
melakukan sit up maka otot perut akan melonggar. Saat perut mengembang
kembung maka usus akan meluas, otot yang tegang akan membuat ruang yang
kurang untuk gas tersebut, dan sebaliknya gas cenderung mendorong saluran
pencernaan dan keluar lewat dubur. Dengan melakukan sit up maka akan
membantu pengeluaran gas tersebut.
Gangguan lain yang dapat di atasi dengan sit up adalah masalah sembelit,
namun masalah seperti gangguan gastroesophageal reflux (naiknya asam lambung
) justru dapat memburuk jika melakukan sit up. Jika ingin melakukan olahraga sit

11
up sebaiknya harus memakai pakaian longgar dan jangna dilakukan setelah
makan.
Menurut Hetianingsih dalam artikel yang berjudul 7 tip diet dan olahraga
untuk mengatasi masalah pencernaan ada beberapa olahraga ringan yang dapat
dilakukan untuk mengatasi masalah gangguan pencernaan yaitu :
1. Jalan-jalan santai
Melakukan jala-jalan santai setelah makan beranfaat untuk
meningkatkan sistem pencernaan, selain itu berjalan santai juga dapat
membantu perut lebih mudah mencerna makanan dan mencegah tubuh
menyimpan lemak dari pada hanya duduk atau tidur.
2. Latihan ringan
Melakukan latihan-latihan ringan seperti tidur telentang, kemudian
lurukan tangan anda dikedua sisi sambil bernafas secara teratur. Tekuk
lutut ke dada dan stabilkan bagian atas tubuh. Pastikan tubuh bagian
atas lurus saat anda menekuk lutut. Lalu putar perlahan tulang
punggunga bagian bawah akukdan pinggang kesisi kiri. Tahan selama
10-15 detik dan kemudian beralih kesisi kanan. Kalukan latihan ringan
tersebut selama 5-6 hari.
3. Latihan pernapasan
Duduk lurus dikursi dengan posisi punggung tegak dan kaki lurus
kebawah. tarik napas dalam-dalam (hitung sampai lima) dan tahan
selama 2-3 detik. Buang napas epenuhnya (hitung sampai 6). Latihan
pernapasan ini tidak hanya meningkatkan sistem pencernaan tetapi
juga membuat relaks fikiran.
4. Posisi tubuh tegak
Duduk dilantai dengan posisi tubuh tegak dan kaki lurus. Kemuduian
tekuk perlahan kaki kiri dan letakkan kaki kerah lutut kanan. Putar
tubuh bagian atas (tulang belakang) pada sisi kiri. Tarik nafas dalam-
dalam. Tahan posisi dan mulai menghitung sampai sepuluh. Santaikan
tubuh dan ulangi gerakan yang sama dengan kaki kanan.
5. Yoga
Menurut Enik Yuliatin dalam bukunya yang berjudul Bugar dengan
Olahraga. Yoga adalah perpaduan dari olahraga dan meditasi.Yoga
merupakan latihan yang paling efektif untuk menangani masalah
pencernaan.
6. Hindari minuman dingin
Fungsi saluran pencernaan akan lebih baik jika tetap dalam kondisi
normal, mengkonsumsi minuman dingin dapat memperlambat proses
pencernaan.
7. Makanan ringan

12
Konsumsi makanan berat dapat memperlambat proses pencernaan. Jadi
sebaiknya mengganti dengan makanan yang banyak mengandung serat
seperti sayur dan buah.
Dari beberapa jenis olahraga dan aktivitas yang dianjurkan diatas tentu
dapat diterapkan pada lansia. Latihan dan olahraga yang ringan tersebut dapat
mengatasi masalah pencernaan pada lansia.

13
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Digesti (pencernaan) adalah proses pemecahan zat-zat makanan sehingga dapat


diabsorpsi oleh saluran pencernaan. Proses digesti meliputi: (1) pengambilan
makanan (prehensi), (2) memamah (mastikasi), (3) penelanan (deglutisi), (4)
pencernaan (digesti), dan (5) pengeluaran sisa-sisa pencernaan (egesti).

2. Dalam proses penuaan, sistem pencernaan mengalami perubahan yang meliputi


perubahan pada Rongga Mulut (Cavum Oris), Esofagus, Lambung (Ventriculus),
Usus halus (Intestinum Tenue), Pankreas (Pancreas), Hati (Hepar), Usus Besar
dan Rektum (Colon dan Rectum).

3. Pada proses menua sistem pencernaan memiliki tanda-tanda yang meliputi


tanda-tanda vital, tanda-tanda fisik dan perubahan perilaku.

4. Penyakit pencernaan yang sering dialami lansia antara lain Konstipasi, Diare,
Maag, dan Usus melilit.

5. Untuk tetap menjaga kesehatannya, lansia yang mengalami gangguan


pencernaan dianjurkan untuk melakukan olahraga ringan antara lain Jalan-jalan
santai, Latihan ringan, Latihan pernapasan, Posisi tubuh tegak, Yoga, Hindari
minuman dingin, Makanan ringan.

3.2 Saran

Proses menua pasti akan dialami oleh semua orang, tak terkecuali orangtua
kita sendiri. Bertambahnya usia maka semakin bertambah pula resiko penurunan
fungsi organ tubuh, terutama fungsi organ pencernaan. Apabila sudah terjadi
hendaknya segera diatasi dengan melakukan tindakan keperawatan yakni dengan
pemenuhan kebutuhan nutrisi, dan membuat rencana makanan untuk lansia. Selain
itu kita bisa menjaga kesehatan orang yang kita sayangi dengan melakukan
beberapa olahraga atau aktifitas yang mampu menunjang kesehatannya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Bararah, Vera Farah., 2016.Gangguan Pencernaan yang Bisa diringankan


dengan Sit Up. (Online). http://www.detik.com. Diakses pada tanggal 22
November 2016.
Darmojo R.B, Martono H, (2006), Buku Ajar Geriatri, Edisi 2, Balai penerbit
FKUI, Jakarta

Hestianingsih., 2012. 7 Tips Diet dan Olahraga untuk Atasi Masalah Pencernaan.
(Online). http://www.detik.com. Diakses pada tanggal 22 November
2016.
Nurcahyo, Heru.2005. Sistem Pencernaan Makanan (Digesti).. (Online)
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/SistDigesti-SMAKlsn05.pdf.
Diakses pada tanggal 19 Nopember 2016

Rahmawati, Fitri.Perubahan Fisiolofis Lansia pada Sistem Pencernaan. (Online)


https://www.scribd.com/doc/242738384/Perubahan-Fisiolofis-Lansia-
Pada-Sistem-Pencernaan#scribd. Diakses pada tanggal 19 Nopember
2016

Srimulyani.Keperawatan untuk Lansia. (Online)


http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/133/jtptunimus-gdl-srimulyani-
6619-3-babii.pdf Diakses pada tanggal 19 Nopember 2016

Syarifah, Fitri., 2015. 3 Jenis Olahraga yang Baik Untuk Pencernaan. . (Online).
http://www.liputan6.com. Di akses pada latanggal 22 November 2016
Yuliatin, Enik., Noor, Moh. 2012. Bugar dengan Olahraga. Jakarta timur. PT
Balai Pustaka.

15

Anda mungkin juga menyukai