Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN AMPUTASI


DI OK IRD LT. 5 RSUD DR. SOETOMO SURABAYA

Oleh :

QONITA
P27820714012
TINGKAT IV / SEMESTER VIII

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D IV KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
SURABAYA
TAHUN AKADEMIK 2017/2018
LAPORAN PENDAHULUAN
AMPUTASI

A. Pengertian
Amputasi berasal dari kata “amputare” yang kurang lebih diartikan “pancung”.
Bararah dan Jauhar (2012) menyatakan bahwa “amputasi adapat diartikan sebagai tindakan
memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh bagian ekstremitas. Tindakan ini merupakan
tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir manakala masalah organ yang terjadi
pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain,
atau manakala kondisi organ dapat membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau
merusak organtubuh yang lain seperti timbulnya komplikasi infeksi”.
Adapun pengertian amputasi menurut LeMone (2011) Amputasi adalah pemotongan
sebagian atau seluruh dari anggota ekstremitas. Amputasi merupakan tidakan dari proses yang
akut, seperti kejadian kecelakaan atau kondisi yang kronik, misalnya penyakit pembuluh
perifer, diabetes mellitus
Hal yang sama diungkapkan juga oleh Lukman dan Ningsih (2009), amputasi adalah
pengangkatan/pemotongan/pembuangan sebagian anggota tubuh/gerak yang disebabkan oleh
adanya trauma, gangguan peredaran darah, osteomeilitis, dan kanker tulang melalui proses
pembedahan.

B. Etiologi
Indikasi utama bedah amputasi adalah:
1. Iskemia
Karena penyakit vaskularisasi perifer (sering terjadi sebagai gejala sisa diabetes mellitus),
gangrene, tumor ganas, infeksi dan arterosklerosis. Penyakit vaskularisasi perifer
merupakan penyebab tertinggi amputasi ekstremitas bawah (Smeltzer, 2002).
2. Trauma
Dapat diakibatkan karena perang, kecelakan thermal injury seperti luka bakar, cedera
remuk dan sebagainya.
Tindakan amputasi dapat dilakukan pada kondisi:
a. Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki.
b. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.
c. Gangguan vaskuler / sirkulasi pada ekstremitas yang berat.
d. Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya.
e. Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi konservatif.
f. Deformitas organ.
g. Trauma.
C. Jenis Amputasi
Berdasarkan pelaksanaan amputasi, dibedakan menjadi :
1. Amputasi selektif/terencana
Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan mendapat penanganan
yang baik serta terpantau secara terus-menerus. Amputasi dilakukan sebagai salah satu
tindakan alternatif terakhir.
2. Amputasi akibat trauma
Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak direncanakan. Kegiatan
tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi amputasi serta memperbaiki kondisi
umum klien.
3. Amputasi darurat
Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya merupakan
tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada trauma dengan patah tulang
multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.
Jenis Amputasi yang dikenal antara lain:
1. Amputasi Terbuka
Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi yang berat dimana pemotongan pada
tulang dan otot pada tingkat yang sama.
2. Amputasi Tertutup
Amputasi tertutup dilakukan dalam kondisi yang lebih memungkinkan dimana dibuat
skaif kulit untuk menutup luka yang dibuat dengan memotong kurang lebih 5 sentimeter
dibawah potongan otot dan tulang.
Setelah dilakukan tindakan pemotongan, maka kegiatan selanjutnya meliputi perawatan
luka operasi/mencegah terjadinya infeksi, menjaga kekuatan otot/mencegah kontraktur,
mempertahankan intaks jaringan, dan persiapan untuk penggunaan protese (mungkin).
Berdasarkan pada gambaran prosedur tindakan pada klien yang mengalami amputasi maka
perawat memberikan asuhan keperawatan pada klien sesuai dengan kompetensinya.

D. Patofisiologi
Penyakit pembuluh darah perifer merupakan pemnyebab terbesar dari amputasi anggota
gerak bagian bawah. Biasanya penyebab dari penyakit pembuluh darah perifer adalah
hipertensi, diabetes, hiperlipidemia. Penderita neuropati perifer terutama klien dengan
diabetes melitus mempunyai resiko untuk amputasi. Pada neuropati perifer biasanya
kehilangan sensor untuk merasakan adanya luka dan infeksi. Tidak terawatnya luka dapat
infeksi dapat menyebabkan terjadinya gangren dan membutuhkan tindakan amputasi.
Insiden amputasi paling tinggi terjadi pada laki-laki usia muda. Biasanya amputasi di
indikasikan karena kecelakaan kendaraan terutama motor, atau kecelakaan penggunaan mesin
saat bekerja. Kejadian ini juga dapat terjadi pada orang dewasa namun presentasinya lebih
sedikit dibanding dengan kalangan muda. Amputasi di indikasikan bagi klien dengan
gangguan aliran darah baik akut maupun kronis. Pada situasi trauma akut, dimana anggota
tubuhnya terputus sebagian atau seluruhnya akan mengalami kematian jaringan. Walaupun
replantasi jari, bagian tubuh yang kecil, atau seluruh anggota tubuh sukses. Pada proses
penyakit kronik, sirkulasi mengalami gangguan sehingga terjadi kebocoran protein pada
intersisium sehingga terjadi edema. Edema menambah resiko terjadinya cedera dan
penurunan sirkulasi. Ulkus yang ada menjadi berkembang karena terinfeksi yang disebabkan
oleh menurunnya kekebalan yang membuat bakteri mudah berkembangbiak. Infeksi yang
terus bertumbuh membahayakan sirkulasi selanjutnya dan akhirnya memicu gangren, dan
dibutuhkan tindakan amputasi (LeMone, 2011).
Selain dari data diatas, penyebab atau faktor predisposisi terjadinya amputasi diantaranya
ialah terjadinya fraktur multiple organ tubuh yang yangt tidak mungkin dapat diperbaiki,
kehancuran jaringan kuli yang tidak mungkin diperbaiki, gangguan vaskuler/sirkulasi pada
ekstremitas yang berat, infeksi yang berat atau berisiko tinggi menyebar ke anggota tubuh
lainnya, ada tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif, deformitas
organ (Bararah dan Jauhar, 2013).
Berdasarkan pelaksanaannya amputasi dibedakan menjadi amputasi selektif/terencana
dimana amputasi ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan mendapat penangan yang
terus menerus, biasanya dilakukan sebagai salah satu tindakan terakhir, sedangkan amputasi
akibat trauma tidak direncanakan. Amputasi darurat merupakan tindakan yang memerlukan
kerja yang cepat, seperti pada trauma multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.
Menurut jenisnya amputasi dibagi menjadi dua macam, yaitu amputasi jenis terbuka dan
tertutup. Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi yang berat dimana pemotongan
tulang dan otot pada tingkat yang sama sedangkan amputasi tertutup dilakukan dalam kondisi
yang lebih memungkinkan dimana dibuat skaif kulit untuk menutup luka yang dibuat dengan
memotong kurang lebih 5 cm dibawah potongan otot dan tulang.
Amputasi dilakukan pada titik paling distal yang masih dapat mencapai penyembuhan
dengan baik. Tempat amputasi ditentukan berdasarkan dua faktor peredaran darah pada
bagian itu dan kegunaan fungsional (sesuai kebutuhan protesis).
Amputasi jari kaki dan sebagian kaki hanya menimbulkan perubahan minor dalam gaya
jalan dan keseimbangan. Amputasi syme (memodifikasi amputasi disartikulasi pergelangan
kaki) dilakukan paling sering pada trauma kaki ekstensif dan menghasilkan ekstremitas yang
bebas nyeri dan kuat dan dapat menahan beban berat badan penuh. Amputasi dibawah lutut
lebih disukai dibanding amputasi diatas lutut karena pentingnya sendi lutut dan kebutuhan
energi untuk berjalan. Dengan mempertahankan lutut bagi lansia antara ia bisa berjalan
dengan alat bantu dan atau bisa duduk di kursi roda. Diartikulasi sendi lutut paling berhasil
pada klien muda, aktif yang masih mampu mengembangkan kontrol yang tepat sebanyak
mungkin panjangnya, otot dibentuk dan distabilkan, dan disupervisi pinggul dapat dicegah
untuk potensi supervise maksimal. Bila dilakukan amputasi disartikulasikan sendi pinggul
kebanyakan orang akan tergantung pada kursi roda untuk mobilisasinya.
Amputasi ekstremitas atas dilakukan dengan mempertahankan panjang fungsional
maksimal. Protesis segera diukur dengan fungsinya bisa maksimal (Bararah dan Jauhar,
2013).
Perdarahan infeksi, dan kerusakan integritas kulit merupakan komplikasi amputasi.
Perdarahan dapat terjadi akibat pemotongan pembuluh darah besar dan dapat menjadi massif.
Infeksi dapat terjadi pada semua pembedahan, dengan perdaran darah yang buruk atau adanya
kontaminasi serta dapat terjadi kerusakan kulit akibat penyembuhan luka yang buruk dan
iritasi penggunaan prosthesis (Lukman dan Ningsih, 2009).
PATHWAY

E. Tanda dan Gejala


Manifestasi klinik yang dapat ditemukan pada pasien dengan post operasi amputasi
antara lain:
1. Nyeri akut.
2. Keterbatasan fisik.
3. Pantom syndrome.
4. Pasien mengeluhkan adanya perasaan tidak nyaman.
5. Adanya gangguan citra tubuh, mudah marah, cepat tersinggung, pasien cenderung
berdiam diri.

F. Penatalaksanaan
1. Terapi
a. Antibiotik
b. Analgetik
c. Antipiretik (bila diperlukan)
2. Medis
a. Balutan rigid tertutup
Balutan rigid adalah balutan yang menggunakan plaster of paris yang dipasang waktu
dikamar operasi. Pada waktu memasang balutan ini harus direncakan apakah penderita
harus imobilisasi atau tidak dan pemasangan dilengkapi tempat memasang ekstendi
prosthesis sementara (phylon) dan kaki buatan. Digunakan untuk mendapatkan
kompresi yang merata, menyangga jaringan lunak dan mengontrol nyeri, serta
mencegah kontraktur.
b. Balutan lunak
Balutan lunak dengan atau tanpa kompresi dapat digunakan bila perlu diperlukan
inspeksi berkala sisa tungkai (puntung) sesuai kebutuhan.
c. Amputasi bertahap
Amputasi bertahap dilakukan bila ada gangren atau infeksi. Pertama-tama dilakukan
amputasi guillotine untuk mengangkat semua jaringan nekrosis dan sepsis. Luka
didebridemen dan dibiarkan mongering. Jika dalam beberapa hari infeksi telah
terkontrol dank lien telah stabil, dilakukan ampuatsi definitife dengan penutupan kulit.
d. Protesis
Protesis sementara kadang diberikan pada hari pertama pascabedah, sehingga latihan
segera dapat dimulai, keuntungan menggunakan prosthesis sementara yaitu
membiasakan klien menggunakan protesis sedini mungkin. Kadang protesis darurat
baru diberikan setelah satu minggu luka sembuh. Pada amputasi, untuk penyakit
pembuluh darah protesis sementara diberikan setelah 4 minggu. Bertujuan untuk
mengganti bagian ekstremitas yang hilang.

G. Teknik Amputasi
Teknik amputasi ada dua yaitu myodesis dan myoplasty, myodesis adalah mengikatkan
group otot tulang dengan tulang, sedangkan myoplasty adalah menjahitkan otot dengan
jaringan lunak pada sisi yang lain yaitu pada otot atau fasia sebelahnya (Brunner dan Sudarth,
2002).
myodesis myoplasty
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto rontgen untuk mengidentifikasi abnormalitas tulang.
2. CT Scan untuk mengidentifikasi lesi neoplastik, dan pembentukan hematoma.
3. Aniografi dan pemeriksaan aliran untuk mengevaluasi perubahan sirkulasi / perfusi
jaringan dan membantu memperkirakan potensi penyembuhan jaringan setelah amputasi.
4. Ultrasound Doppler, flowmetri Doppler dilakukan untuk mengkaji dan mengukur aliran
darah.
5. Tekanan O2 transkutaneus untuk member peta pada area perfusi paling besar dan paling
kecil dalam keterlibatan ekstremitas.
6. Termografi untuk mengukur perbedaan suhu pada tungkai iskemik di dua sisi dari
jaringan kutaneus ketengah tulang.
7. Plestimografi untuk mengukur TD segmental bawah terhadap ekstremitas bawah
mengevaluasi aliran darah arterial
8. LED, mengidentifikasi respon inflamasi
9. Kultur luka untuk mengidentifikasi adanya infeksi.
10. Biopsy, menginformasikan diagnosis massa / beligna
11. Hitung darah lengkap / diferensial.

I. Komplikasi
Komplikasi amputasi meliputi perdarahan, infeksi, dan kerusakan kulit. Perdarahan dapat
terjadi akibat pemotongan pembuluh darah besar dan dapat menjadi massif. Infeksi dapat
terjadi pada semua pembedahan dengan peredaran darah yang buruk atau adanya kontaminasi
serta dapat terjadi kerusakan kulit akibat penyembuhan luka yang buruk dan iritasi
penggunaan protesis.
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
PADA KLIEN DENGAN AMPUTASI

A. Pengkajian Keperawatan
1. Pengumpulan Data
a. Identitas Klien
b. Keluhan Utama
Biasanya pasien mengeluh sakit (nyeri) pada daerah luka post op apabila digerakkan.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang atau operasi sebelumnya.
Dan pengkajian penyakit yang mungkin dapat mempengaruhi resiko pembedahan
seperti penyakit diabetes mellitus, penyakit jantung, penyakit ginjal, dan penyakit
paru,
d. Riwayat penyakit sekarang
Pada umumnya penderita mengeluh nyeri pada daerah luka operasi.
e. Riwayat penyakit keluarga
Didalam anggota keluarga tidak / ada yang pernah mengalami penyakit fraktur /
penyakit menular.
2. Pola-pola fungsi
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : keterbatasan actual atau antisipasi yang dimungkinkan oleh kondisi amputasi.
b. Integritas ego
Tanda : ansietas, ketakutan, marah, dan menarik diri.
Gejala : masalah tentang antisipasi perubahan pola hidup, situasi financial, reaksi
orang lain, perasaan putus asa, dan tidak berdaya.
c. Seksualitas
Gejala : masalah tentang keintiman hubungan.
d. Interaksi social
Gejala : masalah hubungan dengan penyakit atau kondisi.
3. Pengkajian fisik
Dilaksanakan untuk meninjau secara umum kondisi tubuh klien secara utuh untuk
kesiapan dilaksanakannya tindakan operasi manakala tindakan amputasi merupakan
tindakan rencana/selektif, dan untuk mempersiapkan kondisi tubuh sebaik mungkin
manakala merupakan trauma / tindakan darurat.
Kondisi fisik yang harus dikaji meliputi :
System tubuh kegiatan
Integument : Mengkaji kondisi umum kulit untuk meninjau tingkat hidrasi.
kulit secara Lokasi amputasi mungkin mengalami keradanagn akut atau kondisi
umum, lokasi semakin buruk, perdarahan atau kerusakan progresif. Kaji kondisi
amputasi jaringan diatas lokasi amputasi terhadap terjadinya stasis vena atau
gangguan venus return.
System Mengkaji tingkat aktivitas harian yang dapat dilakukan pada klien
cardiovaskuler : sebelum operasi sebagai salah satu indicator fungsi jantung.
cardiac reserve Mengkaji kemungkinan atherosclerosis melalui penilaian terhadap
pembuluh darah elastisitas pembuluh darah. Pada pasien sebelum menjalani operasi
biasanya mengalami cemas dan takut sehingga resiko meningkatnya
tekanan darah dan nadi dari nilai normal.
System respirasi Mengkaji kemampuan suplai oksigen dengan menilai adanya
sianosis, riwayat gangguan nafas, dan biasanya terdapat peningkatan
respiratory rate karena kecemasan atau ketakutan. Sebelum
dilakukan tindakan operasi perlu melakukan dilakukan pengecekan
atau mempertahankan airway (pengelolaan jalan nafas) yang
dilakukan bersamaan dengan breathing (pengelolaan fungsi nafas)
dengan dilakukan pemasangan alat yang yaitu intubasi endrotrakhea
(ETT)
System urinari Jumlah urine 24 jam, adanya perubahan warna dan BJ Urine.
Cairan dan Tingkat dehidrasi, intake dan output cairan. Pemantauan cirkulasi
elektrolit juga harus dilakukan dengan pemasangan infuse dan pemberian cairn
yang harus dipantau terutam selama dilakukannya operasi amputasi.
System Kesadaran umum, persyarafan, system motorik dn sonsorik daerah
neurologis yang akan diamputasi. Pada pasien sebelum dilakukan operasi
kesadarannya yaitu composmentis.
System Mengkaji kemampuan otot kontralateral.
muskuloskelteal

Menurut Bararah Da Jauhar (2013), hal-hal yang perlu dikaji pada klien dengan pre dan post
amputasi yaitu :
1. Pre Operatif
Mempersiapkan kondisi fisik dan psikologis klien dalam menghadapi kegiatan
operasi. Pada tahap ini, perawat melakukan pengkajian yang berkaitan dengan kondisi
fisik khususnya yang berkaitan erat dengan kesiapan tubuh untuk menjalani operasi.
Pengkajian pada klien dengan pre operatif (Bararah dan Jauhar, 2013)
a. Pengkajian riwayat kesehatan dahulu dan sekarang
Perawat memfokuskan pada riwayat penyakit terdahulu yang mungkin dapat
mempengaruhi resiko pembedahan seperti adanya penyakit diabetes mellitus, penyakit
jantung, penyakit ginjal dan penyakit paru, perawat juga mengkaji riwayat
penggunaan rokok dan obat-obatan.

b. Pengkajian fisik
Pengkajian fisik dilaksanakan untuk meninjau secara umum kondisi tubuh klien
secara utuh untuk kesiapan dilaksanakannya tindakan operasi manakala tindakan
amputasi merupakan tindakan terencana/selektif, dan untuk mempersiapkan kondisi
tubuh sebaik mungkin manakala merupakan trauma/ tindakan darurat.
c. Pengkajian psikologis, sosial, spiritual
Disamping pengkajian secara fisik perawat melakukan pengkajian pada kondisi
psikologis (respon emosi) klien yaitu adanya kemungkinan terjadi kecemasan pada
klien melalui penilaian klien terhadap amputasi yang akan dilakukan, penerimaan
klien pada amputasi dan dampak amputasi terhadap gaya hidup. kaji juga tingkat
kecemasan akibat operasi itu sendiri. disamping itu juga dilakukan pengkajian yang
mengarah pada antisipasi terhadap nyeri yang mungkin timbul.
Perawat melakukan pengkajian pada gambaran diri klien dengan memperhatikan
tingkatr persepsi klien terhadap dirinya, menilai gambaran ideal diri klien dengan
meninjau persepsi klien terhadap perilaku yang telah dilaksanakan dan dibandingkan
dengan standar yang dibuat oleh klien sendiri, pandangan klien terhadap rendah diri
antisipasif, gangguan penampilan peran dan gangguan identitas. Adanya gangguan
konsep diri antisipasif harus diperhatikan secara seksama dan bersama-sama dengan
klien melakukan pemilihan tujuan tindakan dan pemilihan koping konstruktif. Adanya
masalah kesehatan yang timbul secara umum seperti terjadinya gangguan fungsi
jantung dan sebagainya perlu didiskusikan dengan klien setelah klien benar-benar siap
untuk menjalani operasi amputasi itu sendiri. kesadaran yang penuh pada diri klien
untuk berusaha berbuat yang terbaik bagi kesehatan dirinya, sehingga memungkinkan
bagi perawat untuk melakukan tindakan intervensi dalam mengatasi masalah umum
pada saat pre operatif. asuhan keperawatan pada klien preoperatif secara umum tidak
dibahas pada makalah ini.
2. Intra Operatif
Pada masa ini perawat berusaha untuk tetap mempertahankan kondisi terbaik
klien. Tujuan utama dari manajemen (asuhan) perawatan saat ini adalah untuk
menciptakan kondisi optimal klien dan menghindari komplikasi pembedahan.
Perawat berperan untuk tetap mempertahankan kondisi hidrasi cairan, pemasukan
oksigen yang adekuat dan mempertahankan kepatenan jalan nafas, pencegahan injuri
selama operasi dan dimasa pemulihan kesadaran. Khusus untuk tindakan perawatan luka,
perawat membuat catatan tentang prosedur operasi yang dilakukan dan kondisi luka,
posisi jahitan dan pemasangan drainage. hal ini berguna untuk perawatan luka selanjutnya
dimasa post operatif.

4. Post Operatif
Pada masa post operatif, perawat harus berusaha untuk mempertahankan tanda-
tanda vital, karena pada amputasi khususnya amputasi ekstremitas bawah diatas lutut
merupakan tindakan yang mengancam jiwa. yang perlu diperhatikan selain tanda-tanda
vital klien adalah, daerah luka, adanya nyeri, dan kondisi yang menimbulkan depresi.
Perawat melakukan pengkajian tanda-tanda vital selama klien belum sadar secara
rutin dan tetap mempertahankan kepatenan jalas nafas, mempertahankan oksigenisasi
jaringan, memenuhi kebutuhan cairan darah yang hilang selama operasi dan mencegah
injuri. Daerah luka diperhatikan secara khusus untuk mengidentifikasi adanya perdarahan
masif atau kemungkinan balutan yang basah, terlepas atau terlalu ketat. selang drainase
benar-benar tertutup. kaji kemungkinan saluran drain tersumbat oleh clot darah. awal
masa postoperatif, perawat lebih memfokuskan tindakan perawatan secara umum yaitu
menstabilkan kondisi klien dan mempertahankan kondisi optimum klien. perawat
bertanggungjawab dalam pemenuhan kebutuhan dasar klien, khususnya yang dapat
menyebabkan gangguan atau mengancam kehidupan klien. berikutnya fokus perawatan
lebih ditekankan pada peningkatan kemampuan klien untuk membentuk pola hidup yang
baru serta mempercepat penyembuhan luka. tindakan keperawatan yang lain adalah
mengatasi adanya nyeri yang dapat timbul pada klien seperti nyeri panthom limb dimana
klien merasakan seolah-olah nyeri terjadi pada daerah yang sudah hilang akibat amputasi.
Kondisi ini dapat menimbulkan adanya depresi pada klien karena membuat klien seolah-
olah merasa ‘tidak sehat akal’ karena merasakan nyeri pada daerah yang sudah hilang.
dalam masalah ini perawat harus membantu klien mengidentifikasi nyeri dan menyatakan
bahwa apa yang dirasakan oleh klien benar adanya.

B. Diagnosa keperawatan
Setelah menyelesaikan pengkajian keperawatan, perawat melanjutkan pada diagnose
keperawatan, yaitu pernyataan yang menggambarkan respons aktual, atau potensial klien
terhadap masalah kesehatan, perawat mempunyai lisensi dan kompetensi untuk mengatasinya
(Petty dan Potter, 2005).
Dan diagnosa keperawatan yang muncul pada klien pre dan post operasi amputasi
menurut (Lukman dan Ningsih, 2013) dan intervensinya berdasarkan Doengoes (2011) yaitu:
1. Diagnosa pre operasi
a. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan, krisis situasi.
b. Nyeri (akut) berhubungan dengan cedera fisik/jaringan trauma saraf.
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma jaringan/kerusakan, adanya
cedera/manipulasi intraoperasi, faktor mekanikal (alat fiksasi).
e. Berduka antisipasi (anticipated grieving) berhubungan dengan kehilangan akibat
amputasi.
f. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan
salah satu interprestasi informasi, kurang terpajan informasi, dan kesulitan mengingat.
2. Diagnosa post operasi
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan luka insisi sekunder terhadap
amputasi
b. Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan citra tubuh sekunder terhadap
amputasi
c. Resiko komplikasi : infeksi, hemoragi, kontraktur, emboli lemak berhubungan dengan
amputasi.
d. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
aliran darah vena/arterial; edema jaringan; pembentukan hematoma
e. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan ekstremitas.

C. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa pre operasi
1. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan, ksisis situasi
Karakteristik penentu :
Peningkatan tegangan, ketakutan, mengekspresikan adanya perubahan rangsangan
simpatis/gelisah.
Tujuan : kecemasan pada klien dapat berkurang.
Kriteria hasil :
tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai dengan dapat ditangani,
mengakui dan mendiskusikan rasa takut, menunjukkan rentang respon yang tepat.
Intervensi :
a. Memberikan bantuan secara fisik dan psikologis, memberikan dukungan moral.
Rasional : secara psikologis meningkatkan rasa aman dan meningkatkan rasa saling
percaya.
b. Menerangkan prosedur operasi dengan sebaik-baiknya.
Rasional : meningkatkan/memperbaiki pengetahuann/persepsi klien.
c. Mengatur waktu kusus dengan klien untuk mendiskusikan tentang kecemasan klien.
Rasional : meningkatkan rasa aman dan memungkinkan klien melakukan komunikasi
secara lebih terbuka dan akurat.
d. Dorong klien menggunakan manajemen stress seperti nafas dalam, bimbingan
imajinasi, visualisasi.
Rasional : membantu memfokuskan kembali perhatian, meningkatan relaksasi, dan
dapat meningkatkan kemampuan koping.

2. Nyeri (akut) berhubungan dengan cedera fisik/jaringan dan trauma saraf.


Karakteristik penentu :
Adanya keluhan nyeri, fokus diri menyempit, respon autonomic, perilaku melindungi
diri/berhati-hati.
Tujuan : nyeri dapat berkurang atau hilang.
Kriteria hasil :
Menyatakan nyeri hilang, tampak rileks dan mampu tidur/beristirahat dengan tepat.
Intervensi :
a. Kaji nyeri sesuai PQRST
Rasional : membantu dalam evaluasi kebutuhan dan keefektifan intervensi.
b. Ajarkan dan anjurkan teknik relaksasi distraksi
Rasional : Untuk mengurangi nyeri secara mandiri.
c. Observasi keadaan luka
Rasional : Untuk mengetahui tingkat luka yang menyebabkan nyeri.
d. Kolaborasi dalam pemberian analgetik
Rasional : Analgetik dapat mengurangi nyeri
e. Observasi keluhan nyeri local/kemajuan yang tak hilang dengan analgetik.
Rasional : dapat mengindikasikan adanya sindrom kompartemen khususnya cedera
traumatik.

3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma jaringan/kerusakan, adanya


cedera/manipulasi intraoperasi, faktor mekanikal(alat fiksasi).
Karakteristik penentu :
Cedera tusuk, frakur terbuka, bedah perbaikan, pemasangan traksi pen, kawat, skrup,
perubahan sensasi, sirkulasi, aakumulasi ekskresi, immobilisasi fisik.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan kerusakan integritas tidak terjadi.
Kriteria hasil :
Menyatakan ketidaknyamanan hilang, mencapai penyembuhan luka sesuai dengan waktu.
Intervensi :
a. Observasi tanda-tanda vital
Rasional : untuk mengetahui adanya indikasi nyeri atau infeksi.
b. Kaji /catat ukuran, warna , kedalaman luka, perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi
sekitar luka.
Rasional : memberikan informasi dasar tentang keadaan luka.
c. Perhatikan peningkatan atau berlanjutnya nyeri.
Rasional : peningkatan nyeri dapat mengindikasikan infeksi.
d. Berikan perawatan luka local.
Rasional : menurunkan risiko infeksi
e. Kolaborasi dalam pelaksanaan tindakan amputasi.
Rasional : tindakan kolaboratif medis terakhir bila therapy obat dan rekonstruksi
bedah ortopedik tidak berhasil.

4. Ketakutan terantisipasi yang (anticipated grieving) berhubungan dengan kehilangan


akibat amputasi
Karakteristik penentu :
Mengungkapkan rasa takut kehilangan kemandirian, takut kecacatan, rendah diri dan
menarik diri.
Tujuan :
Klien dapat mendemonstrasikan kesadaran akan dampak pembedahan pada citra diri.
Kriteria hasil :
Mengungkapkan perasaan bebas, tidak takut, menyatakan perlunya membuat penilaian
akan gaya hidup yang baru.
Intervensi :
a. Anjurkan klien untuk mengungkapkan perasaan tentang dampak pembedahan
terhadap gaya hidup.
Rasional : Mengurangi rasa tertekan pada diri klien, menghindarkan depresi,
meningkatkan dukungan mental.
b. Berikan informasi yang adekuat dan rasional tentang alasan pemilihan tindakan
amputasi.
Rasional : Membantu klien menggapai penerimaan terhadap kondisinya melalui
teknik rasionalisasi.
c. Berikan informasi bahwa amputasi merupakan tindakan untuk memperbaiki kondisi
klien dan merupakan langkah awal untuk menghindari ketidakmampuan atau kondisi
yang lebih parah.
Rasional : Meningkatkan dukungan mental.
d. Fasilitasi klien bertemu dengan orang dengan amputasi yang telah berhasil dalam
penerimaan terhadap situasi amputasi.
Rasional : strategi untuk meningkatkan adaptasi terhadap perubahan citra diri.

5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan berhubungan dengan


salah satu interprestasi informasi, kurang terpajan informasi, dan kesulitan mengingat,
Karakteristik penentu :
Permintaan informasi, mengungkapkan ketidakmengertian akan kondisi, prognosis, dan
pengobatan.
Tujuan :
Menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan pengobatan, melakukan
perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan.
Intervensi :
A. Kaji ulang proses penyakit/prosedur bedah dan harapan klien yang akan datang.
Rasional : memberikan dasar pengetahuan di mana klien dapat membuat pilihan
berdasarkan informasi.
B. Tunjukkan cara perawatan prostese, tekankan pentingnya pemeliharaan secara rutin.
Rasional : dorong pemasangan yang tepat/pas, mengurangi resiko komplikasi dan
memperpanjang pengguan prostese
C. Berikan penjelasan mengenai kondisi, prognosis, dan pengobatan.
Rasional : memberikan pengertian dan pemahaman keepada klien.

Diagnosa post operasi:


1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan insisi bedah sekunder amputasi
Karakteristik penentu :
Menyatakan nyeri, ekspresi wajah menunjukkan kesakitan, merintih/meringis
Tujuan : nyeri dapat hilang atau berkurang
Kriteria hasil : Menyatakan nyeri hilang, ekspresi wajah rileks.
Intervensi :
a. Kaji nyeri sesuai PQRST
Rasional : membantu dalam evaluasi kebutuhan dan keefektifan intervensi.
b. Ajarkan dan anjurkan teknik relaksasi distraksi
Rasional : Untuk mengurangi nyeri secara mandiri.
c. Observasi keadaan luka.
Rasional : Untuk mengetahui tingkat luka yang menyebabkan nyeri.
d. Kolaborasi dalam pemberian analgetik
Rasional : Analgetik dapat mengurangi nyeri
e. Observasi keluhan nyeri local/kemajuan yang tak hilang dengan analgetik.
Rasional : dapat mengindikasikan adanya sindrom kompartemen khususnya cedera
traumatik.

2. Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan citra tubuh sekunder amputasi.
Karakteristik penentu :
Menyatakan berduka mengenai kehilangan tubuh, mengungkapkan negatif tentang
tubuhnya, depresi.
Tujuan : mendemonstrasikan penerimaan diri pada situasi yang baru.
Kriteria hasil :
Menyatakan penerimaan terhadap situasi diri, mengenali dan menyatu dengan perubahan
dalam konsep diri yang akurat tanpa harga diri negatif, membuat rencana untuk
melanjutkan gaya hidup.
Intervensi :
a. Validasi masalah yang dialami klien.
Rasional : Meninjau perkembangan klien.
b. Libatkan klien dalam melakukan perawatan diri yang langsung.
Rasional : Mendorong antisipasi meningkatkan adaptasi pada perubahan citra tubuh.
c. Berikan dukungan moral.
Rasional : Meningkatkan status mental.
d. Hadirkan orang yang pernah amputasi yang telah menerima diri.
Rasional : Meningkatkan status mental.
3. Resiko tinggi terhadap komplikasi: infeksi, hemoragi, kontraktur, emboli lemak
berhubungan denganamputasi.
Karakteristik penentu :
Terdapat risiko tinggi infeksi, pendarahan berlebih, emboli lemak.
Tujuan : tidak terjadi komplikasi.
Kriteria hasil :
Tidak terjadi infeksi, tidak terjadi hemoragi, tidak ditemukan adanya emboli.
Intervensi :
a. Pertahankan teknik antiseptik bila mengganti balutan/merawat luka.
Rasional : meminimalkan kesempatan introduksi bakteri.
b. Inpseksi balutan dan luka , perhatikan karakteristik drainase.
Rasional : deteksi dini terjadinya infeksi memberikan kesempatan untuk intervensi
tepat waktu dan mencegah komplikasi lebih serius.
c. Buka puntung terhadap udara, pencucian dengan sabun ringan dan air setelah
pembalutan dikontraindikasikan.
Rasional : mempertahankan kebersihan, meminimalkan kontaminasi kulit dan
meningkatkan penyembuhan kulit yang lunak/rapuh.
d. Awasi tanda-tanda vital.
Rasional : peningkatan suhu, takikardia, dapat menunjukkan terjadinya sepsis.

4. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan aliran
darah vena/arterial, edema jaringan, pembentukan hematoma.
Kriteria penentu :
Penurunan atau tidak adanya denyut nadi, perubahan warna kulit, pucat (arteri), sianosis
(vena), akral dingin.
Tujuan : perubahan perfusi jaringan perifer tidak terjadi.
Kriteria hasil :
Mempertahankan perfusi jaringan adekuat dibuktikan dengan nadi perifer teraba, kulit
hangat/kering, dan penyembuhan luka tepat waktu.
Intervensi :
a. Awasi tanda-tanda vital, palpasi nadi perifer, perhatikan kekuatan dan kesamaan.
Rasional : indikasi umum status sirkulasi dan keadekuatan perfusi.
b. Lakukan pengkajian neurovaskuler periodik, contoh sensasi, gerakan, nadi, warna
kulit dan suhu.
Rasional : edema jaringan pasca operasi, pembentukan hematoma, atau balutan terlalu
ketat dapat mengganggu sirkulasi pada puttung, mengakibatkan nekrosis jaringan.
c. Inspeksi alat balutan/drainase, perhatikan jumlah dan karakteristik balutan.
Rasional : kehilangan darah terus menerus mengindikasikan kebutuhan untuk
tambahan cairan penggantian cairan dan evaluasi untuk gangguan koagulasi atau
intervensi bedah untuk ligasi pendarahan.
5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan ekstremitas.
Kriteria penentu :
Menolak untuk bergerak, keluhan nyeri/ketidaknyamanan pada pergerakan, rentang gerak
terbatas, penurunan kekuatan otot.
Tujuan : peningkatan mobilitas fisik pada tingkat yang paling mungkin.
Kriteria hasil :
Mempertahankan posisi fungsi, dibuktikan oleh tidak adanya kontraktur. Menunjukkan
peningkatan kekuatan dan fungsi sendi serta tungkai yang sakit.
Intervensi :
a. Pertahankan tirah baring awal dengan sendi yang sakit pada posisi yang dianjurkan
dan tubuh dalam kesejajaran.
Rasional : memberikan waktu stabilisasi prostese dan pemulihan efek anestasi,
menurunkan risiko cedera.
b. Batasi penggunaan posisi semifowler/tinggi, bila diindikasikan.
Rasional : fleksi panggul lama dapat meregangkan/dislokasi prostese baru.
c. Berikan penguatan positif terhadap upaya-upaya.
Rasional : meningkatkan perilaku posistif, dan mendorong keterlibatan terapi.
d. Lakukan/bantu rentang gerak pada sendi yang tak sakit.
Rasional : klien dengan penyakit degenarasi sendi dapat secara tepat kehilangan
fungsi sendi selama periode pembatasan aktivitas.

D. Pelaksanaan keperawatan
Setelah dilakukan intervensi, tahap selanjutnya adalah implementasi yaitu pelaksanaan
tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan rencana asuhan keperawatan yang telah
dibuat sebelumnya. Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan,
implenentasi mencakup melakukan , membantu, atau mengarahkan kinerja ktivitas kehidupan
sehari-hari, memberika arahan perawatan untuk mencapai tujuan yang berpusat pada klien,
termasuk dalam fungsi perawat (Asmadi, 2008) :
1. Fungsi independen
Merupakan fungsi mandiri yang tidak tergantung dari orang lain, dimana perawat
melaksanakan tugas yang dilakukan sendiri dengan mengambil keputusan sendiri.
2. Fungsi dependen
Merupakan fungsi yang yang dilaksanakan atas perintah dari perawat lain, sehingga
sebagai tindakan pelimpahan tugas yang diberikan

3. Fungsi interdependen
Fungsi yang dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan diantara
tim satu dengan yang lain. Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja
melainkan dokter ataupun yang lainnya.

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan taghap akhir dari proses keperawatan. Evaluasi merupakan tahap
yang menentukan pakah tujuan akan tercapai sesuai dengan apa yang ditetapkan dalam tujuan
rencana keperawatan. Apabila setelah dilakukan evaluasi tujuan tidak tercapai maka ada
beberapa kemungkinan yang perlu ditinjau kembali yaitu : tujuan tidak reslistis, tindakan
keperawatan belum tepat, faktor-faktor yang tidak bias diatasi. Ada beberapa macam dalam
evaluasi menurut Asmadi (2008) yaitu :
1. Evaluasi formatif
Dapat dilihat dari evaluasi proses. evaluasi ini dapat segera dilakukan setelah melakuan
tindakan keperawatan bertujuan untuk menilai keberhasilan tindakan yang dilakukan.
2. Evaluasi sumatif
Dapat dilakukan di akhir proses keperawatan, bertujuan untuk menilai ketercapaian
asuhan keperawatan yang di berikan selama proses keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA
Brunner, Lillian S; Suddarth. Doris S. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner
and Suddarth : Edisi 8 Volume 2. Jakarta:EGC
Cahyo, bagus. 2014. https://www.slideshare.net/BagusCahyoJayaP/lp-amputasi-chandra.
diakses tanggal 3 Maret 2018 pukul 21.00 WIB
Engram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah , edisi
Indonesia. Jakarta: EGC
Kozier, erb; Oliveri. 1991. Fundamentals of Nursing, Concepts, Process and Practice.
California: Addison-Wesley Co.
Reksoprodjo, S; dkk. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Bina Rupa Aksara
Wilkinson, Judith.M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC. Edisi 7. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai