Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

AMPUTASI

Disusun Oleh :

AMALIA RIZKA TIFANI

P1337420214002

SEMESTER V / KELAS 3B

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

PRODI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO

2015
KONSEP DASAR TEORI

A. PENGERTIAN
Amputasi berasal dari kata “amputare” yang kurang lebih diartikan
“pancung”. Bararah dan Jauhar (2012) menyatakan bahwa “amputasi adapat
diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh bagian
ekstremitas. Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi
pilihan terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak
mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau manakala
kondisi organ dapat membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau
merusak organtubuh yang lain seperti timbulnya komplikasi infeks”.
Adapun pengertian amputasi menurut LeMone (2011) Amputasi adalah
pemotongan sebagian atau seluruh dari anggota ekstremitas. Amputasi merupakan
tidakan dari proses yang akut, seperti kejadian kecelakaan atau kondisi yang
kronik, misalnya penyakit pembuluh perifer, diabetes mellitus
Hal yang sama diungkapkan juga oleh Lukman dan Ningsih (2009), amputasi

adalah pengangkatan/pemotongan/pembuangan sebagian anggota tubuh/gerak

yang disebabkan oleh adanya trauma, gangguan peredaran darah, osteomeilitis,

dan kanker tulang melalui proses pembedahan.

B. KLASIFIKASI
Berdasarkan pelaksanaan amputasi, dibedakan menjadi :
1. Amputasi selektif/terencana
Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan
mendapat penanganan yang baik serta terpantau secara terus-menerus.
Amputasi dilakukan sebagai salah satu tindakan alternatif terakhir
2. Amputasi akibat trauma
Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak
direncanakan. Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi
amputasi serta memperbaiki kondisi umum klien.

3. Amputasi darurat
Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya
merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada
trauma dengan patah tulang multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang
luas.

Jenis amputasi yang dikenal adalah :


1. Amputasi terbuka
Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi yang berat dimana
pemotongan pada tulang dan otot pada tingkat yang sama.
2. Amputasi tertutup
Amputasi tertutup dilakukan dalam kondisi yang lebih memungkinkan
dimana dibuat skaif kulit untuk menutup luka yang dibuat dengan
memotong kurang lebih 5 sentimeter dibawah potongan otot dan tulang.
Setelah dilakukan tindakan pemotongan, maka kegiatan selanjutnya
meliputi perawatan luka operasi/mencegah terjadinya infeksi, menjaga
kekuatan otot/mencegah kontraktur, mempertahankan intaks jaringan, dan
persiapan untuk penggunaan protese. Berdasarkan pada gambaran
prosedur tindakan pada klien yang mengalami amputasi maka perawat
memberikan asuhan keperawatan pada klien sesuai dengan
kompetensinya.

C. ETIOLOGI
Penyebab / faktor predisposisi terjadinya amputasi dapat dilakukan pada
kondisi :

1. Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki.

2. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.

3. Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat.

4. Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya.

5. Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif.

6. Deformitas organ.

D. PATOFISIOLOGI
Penyakit pembuluh darah perifer merupakan pemnyebab terbesar dari
amputasi anggota gerak bagian bawah. Biasanya penyebab dari penyakit
pembuluh darah perifer adalah hipertensi, diabetes, hiperlipidemia. Penderita
neuropati perifer terutama klien dengan diabetes melitus mempunyai resiko untuk
amputasi. Pada neuropati perifer biasanya kehilangan sensor untuk merasakan
adanya luka dan infeksi. Tidak terawatnya luka dapat infeksi dapat menyebabkan
terjadinya gangren dan membutuhkan tindakan amputasi.
Insiden amputasi paling tinggi terjadi pada laki-laki usia muda. Biasanya
amputasi di indikasikan karena kecelakaan kendaraan terutama motor, atau
kecelakaan penggunaan mesin saat bekerja. Kejadian ini juga dapat terjadi pada
orang dewasa namun presentasinya lebih sedikit dibanding dengan kalangan
muda. Amputasi di indikasikan bagi klien dengan gangguan aliran darah baik akut
maupun kronis. Pada situasi trauma akut, dimana anggota tubuhnya terputus
sebagian atau seluruhnya akan mengalami kematian jaringan. Walaupun replantasi
jari, bagian tubuh yang kecil, atau seluruh anggota tubuh sukses. Pada proses
penyakit kronik,sirkulasi mengalami gangguan sehingga terjadi kebocoran protein
pada intersisium sehingga terjadi edema. Edema menambah resiko terjadinya
cedera dan penurunan sirkulasi. Ulkus yang ada menjadi berkembang karena
terinfeksi yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan yang membuat bakteri
mudah berkembangbiak. Infeksi yang terus bertumbuh membahayakan sirkulasi
selanjutnya dan akhirnya memicu gangren, dan dibutuhkan tindakan amputasi
(LeMone, 2011).
Selain dari data diatas, penyebab atau faktor predisposisi terjadinya
amputasi diantaranya ialah terjadinya fraktur multiple organ tubuh yang yangt
tidak mungkin dapat diperbaiki, kehancuran jaringan kuli yang tidak mungkin
diperbaiki, gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat, infeksi yang
berat atau berisiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya, ada tumor pada
organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif, deformitas organ (Bararah
dan Jauhar, 2013).
Berdasarkan pelaksanaannya amputasi dibedakan menjadi amputasi
selektif/terencana diamana amputasi ini dilakukan pada penyakit yang
terdiagnosis dan mendapat penangan yang terus menerus, biasanya dilakukan
sebagai salah satu tindakan terakhir, sedangkan amputasi akibat trauma tidak
direncanakan. Amputasi darurat merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang
cepat, seperti pada trauma multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.
Amputasi dilakukan pada titik paling distal yang masih dapat mencapai
penyembuhan dengan baik. Tempat amputasi ditentukan berdasarkan dua faktor
peredaran darah pada bagian itu dan kegunaan fungsional (sesuai kebutuhan
protesis).
Amputasi jari kaki dan sebagian kaki hanya menimbulkan perubahan
minor dalam gaya jalan dan keseimbangan. Amputasi syme (memodifikasi
amputasi disartikulasi pergelangan kaki) dilakukan paling sering pada trauma kaki
ekstensif dan menghasilkan ekstremitas yang bebas nyeri dan kuat dan dapat
menahan beban berat badan penuh. Amputasi dibawah lutut lebih disukai
dibanding amputasi diatas lutut karena pentingnya sendi lutut dan kebutuhan
energi untutk berjalan. Dengan mempertahankan lutut bagi lansia antara ia bisa
berjalan dengan alat bantu dan atau bisa duduk di kursi roda. Diartikulasi sendi
lutut paling berhasil pada klien muda, aktif yang masih mampu mengembangkan
kontrol yang tepat sebanyak mungkin panjangnya, otot dibentuk dan distabilkan,
dan disupervisi pinggul dapat dicegah untuk potensi supervise maksimal. Bila
dilakukan amputasi disartikulasikan sendi pinggul kebanyakan orang akan
tergantung pada kursi roda untuk mobilisasinya.
Amputasi ekstremitas atas dilakukan dengan mempertahankan panjang
fungsional maksimal. Protesis segera diukur dengan fungsinya bisa maksimal
(Bararah dan Jauhar, 2013).
Perdarahan infeksi, dan kerusakan integritas kulit merupakan komplikasi
amputasi. Perdarahan dapat terjadi akibat pemotongan pembuluh darah besar dan
dapat menjadi massif. Infeksi dapat terjadi pada semua pembedahan, dengan
perdaran darah yang buruk atau adanya kontaminasi serta dapat terjadi kerusakan
kulit akibat penyembuhan luka yang buruk dan iritasi penggunaan prosthesis
(Lukman dan Ningsih, 2009).
PATHWAYS
E. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik yang dapat ditemukan pada pasien dengan post operasi
amputasi antara lain :
1. Nyeri akut
2. Keterbatasan fisik
3. Pantom syndrome
4. Pasien mengeluhkan adanya perasaan tidak nyaman
5. Adanya gangguan citra tubuh, mudah marah, cepat tersinggung, pasien
cenderung berdiam diri

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Foto Rontgen
Untuk mengidentifikasi abnormalitas tulang
2. CT Scan
Mengidentifikasi lesi neopalstik, osteomfelitis, pembentukan hematoma
3. Angiografi dan pemeriksaan aliran darah
Mengevaluasi perubahan sirkulasi / perfusi jaringan dan membantu
memperkirakan potensial penyembuhan jaringan setelah amputasi
4. Kultur luka
Mengidentifikasi adanya infeksi dan organisme penyebab
5. Biopsy
Mengkonfirmasi diagnosa benigna / maligna
6. Led
Peninggian mengidentifikasi respon inflamasi
7. Hitung darah lengkap / deferensial
Peninggian dan perpindahan ke kiri di duga proses infeksi

G. KOMPLIKASI
Komplikasi amputasi meliputi perdarahan, infeksi dan kerusakan kulit.
Karena ada pembuluh darah besar yang dipotong, dapat terjadi perdarahan masif.
Infeksi merupakan infeksi pada semua pembedahan; dengan peredaran darah
buruk atau kontaminasi luka setelah amputasi traumatika, resiko infeksi
meningkat. Penyembuhan luka yang buruk dan iritasi akibat prostesis dapat
menyebabkan kerusakan kulit.

H. PENATALAKSANAAN
1. Terapi
a. Antibiotik
b. Analgetik
c. Antipiretik (bila diperlukan)
2. Medis
a. Balutan rigid tertutup
Digunakan untuk mendapatkan kompresi yang merata, menyangga
jaringan lunak dan mengontrol nyeri, serta mencegah kontraktur.
b. Balutan lunak
Balutan lunak dengan atau tanpa kompresi dapat digunakan bila perlu
diperlukan inspeksi berkala sisa tungkai (puntung) sesuai kebutuhan.
c. Amputasi bertahap
Amputasi bertahap dilakukan bila ada gangren atau infeksi.
d. Protesi
Protesis sementara kadang diberikan pada hari pertama pascabedah,
sehingga latihan segera dapat dimulai, keuntungan menggunakan
prosthesis sementara yaitu membiasakan klien menggunakan protesis
sedini mungkin.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan
mengumpulkan data secara sistematis dan cermat untuk menentukan status
kesehatan klien saat ini dan riwayat kesehatan lalu, serta menentukan status
fungsional serta menevaluasi koping klien saat ini dan masa lalu (Carpernito,
2009).
Menurut Bararah Da Jauhar (2013), hal-hal yang perlu dikaji pada klien
dengan post amputasi yaitu :
Pada masa post operatif, perawat harus berusaha untuk mempertahankan
tanda-tanda vital, karena pada amputasi khususnya amputasi ekstremitas
bawah diatas lutut merupakan tindakan yang mengancam jiwa. yang perlu
diperhatikan selain tanda-tanda vital klien adalah, daerah luka, adanya nyeri,
dan kondisi yang menimbulkan depresi. Perawat melakukan pengkajian
tanda-tanda vital selama klien belum sadar secara rutin dan tetap
mempertahankan kepatenan jalas nafas, mempertahankan oksigenisasi
jaringan, memenuhi kebutuhan cairan darah yang hilang selama operasi dan
mencegah injuri. Daerah luka diperhatikan secara khusus untuk
mengidentifikasi adanya perdarahan masif atau kemungkinan balutan yang
basah, terlepas atau terlalu ketat. selang drainase benar-benar tertutup. kaji
kemungkinan saluran drain tersumbat oleh clot darah. awal masa postoperatif,
perawat lebih memfokuskan tindakan perawatan secara umum yaitu
menstabilkan kondisi klien dan mempertahankan kondisi optimum klien.
perawat bertanggungjawab dalam pemenuhan kebutuhan dasar klien,
khususnya yang dapat menyebabkan gangguan atau mengancam kehidupan
klien. berikutnya fokus perawatan lebih ditekankan pada peningkatan
kemampuan klien untuk membentuk pola hidup yang baru serta mempercepat
penyembuhan luka. tindakan keperawatan yang lain adalah mengatasi adanya
nyeri yang dapat timbul pada klien seperti nyeri panthom limb dimana klien
merasakan seolah-olah nyeri terjadi pada daerah yang sudah hilang akibat
amputasi. Kondisi ini dapat menimbulkan adanya depresi pada klien karena
membuat klien seolah-olah merasa ‘tidak sehat akal’ karena merasakan nyeri
pada daerah yang sudah hilang. dalam masalah ini perawat harus membantu
klien mengidentifikasi nyeri dan menyatakan bahwa apa yang dirasakan oleh
klien benar adanya.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Setelah menyelesaikan pengkajian keperawatan, perawat melanjutkan pada
diagnosa keperawatan, yaitu pernyataan yang menggambarkan respons aktual,
atau potensial klien terhadap masalah kesehatan, perawat mempunyai lisensi dan
kompetensi untuk mengatasinya (Petty dan Potter, 2005).
Dan diagnosa keperawatan yang muncul pada klien post operasi amputasi
menurut (Lukman dan Ningsih, 2013) dan intervensinya berdasarkan Doengoes
(2011) yaitu :
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan luka insisi sekunder
terhadap amputasi
b. Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan citra tubuh
sekunder terhadap amputasi
c. Resiko komplikasi : infeksi, hemoragi, kontraktur, emboli lemak
berhubungan dengan amputasi.
d. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
penurunan aliran darah vena/arterial; edema jaringan; pembentukan
hematoma
e. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan ekstremitas.

C. RENCANA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan insisi bedah
sekunder amputasi
Karakteristik penentu : Menyatakan nyeri, ekspresi wajah menunjukkan
kesakitan, merintih/meringis
Tujuan : nyeri dapat hilang atau berkurang
Kriteria hasil : Menyatakan nyeri hilang, ekspresi wajah rileks.

Intervensi :
a. Kaji nyeri sesuai PQRST
Rasional : membantu dalam evaluasi kebutuhan dan keefektifan
intervensi.
b. Ajarkan dan anjurkan teknik relaksasi distraksi
Rasional : Untuk mengurangi nyeri secara mandiri.
c. Observasi keadaan luka
Rasional : Untuk mengetahui tingkat luka yang menyebabkan nyeri.
d. Kolaborasi dalam pemberian analgetik
Rasional : Analgetik dapat mengurangi nyeri
e. Observasi keluhan nyeri local/kemajuan yang tak hilang dengan
analgetik.
Rasional : dapat mengindikasikan adanya sindrom kompartemen
khususnya cedera traumatik.
2. Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan citra tubuh
sekunder amputasi.
Karakteristik penentu : Menyatakan berduka mengenai kehilangan
tubuh, mengungkapkan negatif tentang tubuhnya, depresi.
Tujuan : mendemonstrasikan penerimaan diri pada situasi yang baru.
Kriteria hasil : Menyatakan penerimaan terhadap situasi diri, mengenali
dan menyatu dengan perubahan dalam konsep diri yang akurat tanpa harga
diri negatif, membuat rencana untuk melanjutkan gaya hidup.
Intervensi :
a. Validasi masalah yang dialami klien.
Rasional : Meninjau perkembangan klien.
b. Libatkan klien dalam melakukan perawatan diri yang langsung.
Rasional : Mendorong antisipasi meningkatkan adaptasi pada perubahan
citra tubuh.
c. Berikan dukungan moral.
Rasional : Meningkatkan status mental.
d. Hadirkan orang yang pernah amputasi yang telah menerima diri.
Rasional : Meningkatkan status mental.
3. Resiko tinggi terhadap komplikasi: infeksi, hemoragi, kontraktur,
emboli lemak berhubungan denganamputasi.
Karakteristik penentu : Terdapat risiko tinggi infeksi, pendarahan
berlebih, emboli lemak.
Tujuan : tidak terjadi komplikasi.
Kriteria hasil : Tidak terjadi infeksi, tidak terjadi hemoragi, tidak
ditemukan adanya emboli.
Intervensi :
a. Pertahankan teknik antiseptik bila mengganti balutan/merawat luka.
Rasional : meminimalkan kesempatan introduksi bakteri.
b. Inpseksi balutan dan luka , perhatikan karakteristik drainase.
Rasional : deteksi dini terjadinya infeksi memberikan kesempatan untuk
intervensi tepat waktu dan mencegah komplikasi lebih serius.
c. Buka puntung terhadap udara, pencucian dengan sabun ringan dan air
setelah pembalutan dikontraindikasikan.
Rasional : mempertahankan kebersihan, meminimalkan kontaminasi kulit
dan meningkatkan penyembuhan kulit yang lunak/rapuh.
d. Awasi tanda-tanda vital.
Rasional : peningkatan suhu, takikardia, dapat menunjukkan terjadinya
sepsis.
4. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan
dengan penurunan aliran darah vena/arterial; edema jaringan;
pembentukan hematoma.
Kriteria penentu : penurunan atau tidak adanya denyut nadi, perubahan
warna kulit, pucat (arteri), sianosis (vena), akral dingin.
Tujuan : perubahan perfusi jaringan perifer tidak terjadi.
Kriteria hasil : mempertahankan perfusi jaringan adekuat dibuktikan
dengan nadi perifer teraba, kulit hangat/kering, dan penyembuhan
luka tepat waktu.
Intervensi :
a. Awasi tanda-tanda vital, palpasi nadi perifer, perhatikan kekuatan dan
kesamaan.
Rasional : indikasi umum status sirkulasi dan keadekuatan perfusi.
b. Lakukan pengkajian neurovaskuler periodik, contoh sensasi, gerakan,
nadi, warna kulit5 dan suhu.
Rasional : edema jaringan pasca operasi, pembentukan hematoma, atau
balutan terlalu ketat dapat mengganggu sirkulasi pada puttung,
mengakibatkan nekrosis jaringan.
c. Inspeksi alat balutan/drainase, perhatikan jumlah dan karakteristik
balutan.
Rasional :kehilangan darah terus menerus mengindikasikan kebutuhan
untuk tambahan cairan penggantian cairan dan evaluasi untuk
gangguan koagulasi atau intervensi bedah untuk ligasi pendarahan.
5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan
ekstremitas.
Kriteria penentu : menolak untuk bergerak, keluhan
nyeri/ketidaknyamanan pada pergerakan, rentang gerak terbatas,
penurunan kekuatan otot.
Tujuan : peningkatan mobilitas fisik pada tingkat yang paling
mungkin.
Kriteria hasil : mempertahankan posisi fungsi, dibuktikan oleh tidak
adanya kontraktur. Menunjukkan peningkatan kekuatan dan fungsi
sendi serta tungkai yang sakit.
Intervensi :
a. Pertahankan tirah baring awal dengan sendi yang sakit pada posisi
yang dianjurkan dan tubuh dalam kesejajaran.
Rasional : memberikan waktu stabilisasi prostese dan pemulihan efek
anestasi, menurunkan risiko cedera.
b. Batasi penggunaan posisi semifowler/tinggi, bila diindikasikan.
Rasional : fleksi panggul lama dapat meregangkan/dislokasi prostese
baru.
c. Berikan penguatan posisitif terhadap upaya-upaya.
Rasional : meningkatkan perilaku posistif, dan mendorong
keterlibatan terapi.
d. Lakukan/bantu rentang gerak pada sendi yang tak sakit.
Rasional : klien dengan penyakit degenarasi sendi dapat secara
tepat kehilangan fungsi sendi selama periode pembatasan
aktivitas.

D. EVALUASI
Evaluasi merupakan taghap akhir dari proses keperawatan. Evaluasi
merupakan tahap yang menentukan pakah tujuan akan tercapai sesuai dengan
apa yang ditetapkan dalam tujuan rencana keperawatan. Apabila setelah
dilakukan evaluasi tujuan tidak tercapai maka ada beberapa kemungkinan yang
perlu ditinjau kembali yaitu : tujuan tidak reslistis, tindakan keperawatan belum
tepat, faktor-faktor yang tidak bias diatasi. Ada beberapa macam dalam evaluasi
menurut Asmadi (2008) yaitu :
1. Evaluasi formatif
Dapat dilihat dari evaluasi proses. evaluasi ini dapat segera dilakukan setelah
melakuan tindakan keperawatan bertujuan untuk menilai keberhasilan
tindakan yang dilakukan.
2. Evaluasi sumatif
Dapat dilakukan di akhir proses keperawatan, bertujuan untuk menilai
ketercapaian asuhan keperawatan yang di berikan selama proses
keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA

Bararah dan Jauhar. 2012. Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap Menjadi Perawat
Profesional. Jilid 2. Jakarta : Pustakarya.

Guyton, Arthur C, and john E. Hall 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi ke-9
jakarta : EGC

Katzung, betran G, 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi IV. Jakarta : EGC.

Lemone dan Burke. 2011. Nursing Care Plan on Clients. Jakarta : EGC.

Lukman dan Ningsih Nurna. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

Price, silvia A, and lorraine M. Wilson. 1995. Patofisiologi : Konsep Klinis


Proses-Proses Penyakit Vol. Ii Edisi IV, Jakarta :EGC

Sudayo, Aru W. dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai