Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masyarakat yang sehat, dengan kapasitas fisik dan daya pikir yang kuat,
akan menjadi kontribusi kontribusi positif terhadap komunitasnya, dengan
menjadi individu yang produktif. Kesehatan memiliki daya ungkit yang dapat
mendukung aspek-aspek pembangunan lainnya, sehingga indikator-indikator
kesehatan seringkali digunakan sebagai ukuran kemajuan pembangunan. Upaya
penurunan kemiskinan pun dipengaruhi oleh kebijakan kesehatan yang
diberlakukan, seperti universal health coverage, atau perlindungan kesehatan
menyeluruh. Agar dapat mencapai perlindungan kesehatan yang ideal tersebut,
diperlukan sebuah sistem pelayanan kesehatan yang efisien dan efektif. Sistem
ini mencakup akses terhadap pusat layanan kesehatan, obat-obatan esensial,
tenaga kesehatan yang kompeten, serta tata kelola yang baik.
Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan
melakukan upaya kesehatan. Tenaga rekam medis merupakan salah satu profesi
yang terdapat di rumah sakit. Tenaga rekam medis adalah tenaga yang
menangani berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien,
pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan
kepada pasien, yang dimulai dari pembuatan rekam medis pasien, assembling,
coding, indexing, dan penyimpanan, serta kemudian pembuatan laporan rekam
medis rumah sakit.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang tenaga
kesehatan, disebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung
jawab terhadap perencanaan, pengadaan dan pendayagunaan tenaga kesehatan
sesuai dengan kebutuhan. Untuk itu, perencanaan sumber daya manusia
kesehatan perlu ditatalaksanakan dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan
dinamika dan perkembangan serta kebutuhan masyarakat.

1
Astiena AK (2015) menyebutkan bahwa beban kerja tenaga kesehatan
adalah banyaknya pekerjaan yang harus diselesaikan oleh tenaga kesehatan
profesional dalam satu tahun dalam satu sarana pelayanan kesehatan. Beban
kerja pada satu unit pada dasarnya merupakan keseimbangan antara kuantitas
dan kualitas pekerjaan yang dituntut dari karyawan dengan jumlah tenaga yang
ada dalam suatu unit tersebut. Beban kerja juga mempertimbangkan standar
jumlah tenaga menurut profesi tersebur, standar kualifikasi dan standar evaluasi
pekerjaan. Jadi, tinggi rendahnya beban kerja tidak hanya tergantung pada
jumlah tenaga yang tersedia, namun tergantung juga dengan kualifikasi tenaga
kesehatan tersebut. Beban kerja bisa menjadi tinggi apabila kompetensi tenaga
kesehatan lebih rendah dari kualifikasi yang disyaratkan, begitu juga sebaliknya.
Analisis terhadap beban kerja tenaga rekam medis sangat diperlukan dalam
rangka meningkatkan pelayanan rekam medis di suatu rumah sakit. Hal ini
bertujuan agar dapat diketahui beban kerja mana yang perlu di efisiensi. Selain
itu, dengan adanya analisis atau pengukuran beban kerja, dapat dilakukan
pengambilan keputusan yang berbasis bukti ilmiah.
Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk setiap tahun terjadi
peningkatan kebutuhan akan tenaga kesehatan salah satunya tenaga
keperawatan. Rasio perawat terhadap 100.000 penduduk Indonesia pada tahun
2014 sebesar 94,07 perawat per 100.000 penduduk, pada tahun 2015 menurun
menjadi 87,65 perawat per 100.000 penduduk. Keduanya masih jauh dari target
rasio perawat yang ditetapkan pada tahun 2014 sebesar 158 perawat per
1000.000 penduduk, bahkan jauh dari target Rencana Strategis Kementerian
Kesehatan 2015-2019 sebesar 180 perawat per 100.000 penduduk. Berdasarkan
data dari Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia
Kesehatan (BPPSDMK), presentase jumlah perawat adalah yang terbesar di
antara tenaga kesehatan lain yaitu 29,66% dari seluruh rekapitulasi tenaga
kesehatan di Indonesia per Desember 2016.

2
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja Ketentuan SDM Kesehatan untuk Pemenuhan Kebutuahan dalam
UU No. 36 Tahun 2014 ?
2. Apa Permasalahan serta Dampak Pemenuhan dan Pemerataan Tenaga
Kesehatan dalam UU No. 36 Tahun 2014 ?
3. Bagaimana Tanggung Jawab Dan Wewenang Pemerintah dalam UU No. 36
Tahun 2014 ?
4. Apa saja Kualifikasi dan Pengelompokan Perawat dalam UU No. 36 Tahun
2014 ?
5. Bagaimana Perencaan, Pengadaan dan Pendayagunaan Keperawatan dalam
UU No. 36 Tahun 2014 ?
6. Bagaimana Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia dalam UU No. 36 Tahun
2014 ?
7. Bagaimana Registrasi dan Perizinan Tenaga Kesehatan dalam UU No. 36
Tahun 2014 ?

C. Tujuan
1. Untuk
2. Untuk
3. Untuk
4. Untuk
5. Untuk
6. Untuk
7. Untuk

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Ketentuan SDM Kesehatan untuk Pemenuhan Kebutuahan dalam UU No. 36


Tahun 2014
Terdapat ketentuan SDMK dalam UU No. 36 Tahun 2014 diantaranya yang
dimaksudkan didalam Pasal 1 yaitu :
1. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki
2. Pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan
yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya
kesehatan.
3. Asisten Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui
pendidikan bidang kesehatan di bawah jenjang Diploma Tiga.
4. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik
promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.
5. Upaya Kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang
dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk
pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan
pemulihan kesehatan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat.
6. Kompetensi adalah kemampuan yang dimiliki seseorang Tenaga Kesehatan
berdasarkan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan sikap profesional untuk
dapat menjalankan praktik.
7. Uji Kompetensi adalah proses pengukuran pengetahuan, keterampilan, dan
perilaku peserta didik pada perguruan tinggi yang menyelenggarakan
pendidikan tinggi bidang Kesehatan.

4
8. Sertifikat Kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap Kompetensi
Tenaga Kesehatan untuk dapat menjalankan praktik di seluruh Indonesia
setelah lulus uji Kompetensi.
9. Sertifikat Profesi adalah surat tanda pengakuan untuk melakukan praktik
profesi yang diperoleh lulusan pendidikan profesi.
10. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap Tenaga Kesehatan yang telah
memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi dan telah mempunyai
kualifikasi tertentu lain serta mempunyai pengakuan secara hukum untuk
menjalankan praktik.
11. Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis
yang diberikan oleh konsil masing-masing Tenaga Kesehatan kepada
Tenaga Kesehatan yang telah diregistrasi.
12. Surat Izin Praktik yang selanjutnya disingkat SIP adalah bukti tertulis yang
diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota kepada Tenaga Kesehatan
sebagai pemberian kewenangan untuk menjalankan praktik.
13. Standar Profesi adalah batasan kemampuan minimal berupa pengetahuan,
keterampilan, dan perilaku profesional yang harus dikuasai dan dimiliki
oleh seorang individu untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada
masyarakat secara mandiri yang dibuat oleh organisasi profesi bidang
kesehatan.
14. Standar Pelayanan Profesi adalah pedoman yang diikuti oleh Tenaga
Kesehatan dalam melakukan pelayanan kesehatan.
15. Standar Prosedur Operasional adalah suatu perangkat instruksi/langkah-
langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan proses kerja rutin tertentu
dengan memberikan langkah yang benar dan terbaik berdasarkan konsensus
bersama untuk melaksanakan berbagai kegiatan dan fungsi pelayanan yang
dibuat oleh Fasilitas Pelayanan Kesehatan berdasarkan Standar Profesi.
16. Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia adalah lembaga yang melaksanakan
tugas secara independen yang terdiri atas konsil masing-masing tenaga
kesehatan.

5
17. Organisasi Profesi adalah wadah untuk berhimpun tenaga kesehatan yang
seprofesi.
18. Kolegium masing-masing Tenaga Kesehatan adalah badan yang dibentuk
oleh Organisasi Profesi untuk setiap cabang disiplin ilmu kesehatan yang
bertugas mengampu dan meningkatkan mutu pendidikan cabang disiplin
ilmu tersebut.
19. Penerima Pelayanan Kesehatan adalah setiap orang yang melakukan
konsultasi tentang kesehatan untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang
diperlukan, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada tenaga
kesehatan.
20. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintah negara
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
21. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, dan Walikota serta perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan.
22. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang kesehatan.
Dalam Pasal 2 meliputi berdasarkan :
1. Perikemanusiaan
2. Manfaat
3. Pemerataan
4. Etika dan profesionalitas
5. Penghormatan terhadap hak dan kewajiban
6. Keadilan
7. Pengabdian
8. Norma agama
9. Perlindungan.
Dalam Pasal 3 UU ini bertujuan untuk :
1. Memenuhi kebutuhan masyarakat akan Tenaga Kesehatan
2. Mendayagunakan Tenaga Kesehatan sesuai dengan kebutuhan masyarakat

6
3. Memberikan pelindungan kepada masyarakat dalam menerima
penyelenggaraan Upaya Kesehatan
4. Mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan Upaya
Kesehatan yang diberikan oleh Tenaga Kesehatan
5. Memberikan kepastian hukum kepada masyarakat dan Tenaga Kesehatan.
Adapun beberapa Metode dalam Perencanaan Kebutuhan SDM Kesehatan,
diantaranya :
1. ABK Kesehatan
a. Menghitung kebutuhan real tenaga berdasarkan jabatan
b. Akreditasi
c. Pengusulan formasi CPNS
2. Standar Ketenagaan Minimal
a. Kebutuhan tenaga minimal berdasarkan standar (puskesmas, rumah sakit,
laboratorium, KKP)
b. Digunakan untuk pendirian, kenaikan kelas dan akreditasi
3. Rasio Nakes
a. Melihat peta kekuatan tenaga di suatu wilayah
b. Kurang sesuai bagi daerah yang geografi luas dan jumlah penduduk sedikit

B. Permasalahan serta Dampak Pemenuhan dan Pemerataan Tenaga Kesehatan


dalam UU No. 36 Tahun 2014
Adapun berikut sejumlah permasalahan dalam pemenuhan dan pemerataan
tenaga kesehatan meliputi :
1. Jumlah Tenaga Kesehatan masih kurang
2. Distribusi Tenaga Kesehatan yang tidak merata
3. Mutu atau kualitas yang belum memadai
4. Formasi terbatas
5. Daerah yang belanja pegawai > 50 % tidak dapat mengusulkan formasi
6. Pemda tidak dapat mengangkat tenaga kontrak/honor kecuali BLUD
7. Belum berjalannya SDMK
8. Redistribusi sulit

7
Dari berbagai permasalahan yang mungkin terjadi dalam pemenuhan dan
pemerataan tenaga kesehatan di Indonesia kini, hal tersebut dapat menimbulkan
dampak dari permasalahan tersebut diantaranya :
1. Tidak diketahuinya ketersediaan SDMK difasyankes
2. Kekurangan tenaga dan maldistribusi
3. Pelayanan kesehatan menjadi tidak optimal dan berkualitas
Sebenarmya dalam pemenuhan tenaga kesehatan dapat dikategorikan sebagai
berikut :
1. Tetap atau permanen
a. PNS
b. PPPK
2. Sementara atau temporari
a. PTT pusat
b. PTT daerah
c. Nusantara sehat berbasis team (team based)
d. Tugas individu
e. Wajib kerja dokter spesialis
f. Kontrak atau honor BLUD
g. Kontrak atau honor dan swasta atau PMA
Mekanisme pemenuhan tenaga kesehatan yang terdapat dalam UU No. 36 Tahun
2014 :
1. Dalam Pasal 23 ayat (2) yaitu pengangkatan tenaga kesehatan melalui PNS,
PPPK dan penugasan khusus. Penugasan khusus sendiri dapat dilihat pada
Permenkes No. 16 Tahun 2017.
2. Dalam Pasal 28 ayat (1) yaitu Wajib Kerja kepada tenaga kesehatan yang
memenuhi kualifikasi akademik dan kompetensi.
3. Dalam Pasal 29 ayat (1) yaitu Pemerintah dan/atau Pemda dapat menetapkan
pola ikatan dinas.

8
Berikut tindak lanjut dari permasalahan serta dampak yang muncul dari
pemenuhan tenaga kesehatan meliputi :
1. Updating data SDMK
2. Perencanaan kebutuhan SDMK secara berjenjang (Pemda dan Pusat), ABK,
Standar Ketenagaan Minimal
3. Komitmen Pemda melaksanakan redistribusi tenaga

C. Tanggung Jawab Dan Wewenang Pemerintah dalam UU No. 36 Tahun 2014


Pada UU No. 36 Tahun 2014 BAB II menjelaskan mengenai tanggung
jawab dan wewenang pemerintah dan pemerintah daerah. Berikut tanggung
jawab dan wewenang pemerintah dan pemerintah daerah dalam UU 36 Tahun
2014 mengenai Tenaga Kesehatan pada Pasal 4 :
1. Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab terhadap :
a. Pengaturan, pembinaan, pengawasan, dan peningkatan mutu Tenaga
Kesehatan
b. Perencanaan, pengadaan, dan pendayagunaan Tenaga Kesehatan sesuai
dengan kebutuhan
c. pelindungan kepada Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik.
Dalam UU No. 36 Tahun 2014 pada Pasal 6 & 7 di dalam melaksanakan
tanggung jawabnya, pemerintah daerah provinsi dan kab/kota berwenang untuk
:
1. Menetapkan kebijakan Tenaga Kesehatan selaras dengan kebijakan
pembangunan nasional
2. Melaksanakan kebijakan & merencanakan kebutuhan Tenaga Kesehatan
3. Melakukan pengadaan Tenaga Kesehatan; melakukan pendayagunaan
melalui pemerataan, pemanfaatan dan pengembangan
4. Membina, mengawasi, dan meningkatkan mutu Tenaga Kesehatan melalui
pembinaan dan pengawasan pelaksanaan praktik Tenaga Kesehatan
5. Melaksanakan kerja sama dalam negeri di bidang Tenaga Kesehatan.

9
Berikut pembagian peran dan tanggungjawab :
1. Pusat
a. Penerbitan STR
1) Memberikan dukungan dg berfungsinya MTKI
2) Membina org profesi
3) Alokasi anggaran
b. Penerbitan rekomendasi pengesahan RPTKA dan IMTA
1) Memberikan dukungan kerjasama lintas sektor dan pengawasan
2) Alokasi anggaran
c. Penetapan penempatan dari dr. spesialis dan drg. spesialis bagi daerah
yang tidak mampu dan tidak dinikmati
d. Penetapan standar kompetensi teknis dan sertivikasi pelaksaan urusan
pemerintahan bidang kesehatan
1) Menyusun kurikulum dan modul pelatihan
e. Penetapan standar pengembangan kapasitas SDM kesehatan
1) Menyusun regulasi jabatan fungsional, jenjang karir
f. Perencanaan dan pengembangan SDM kesehatan untuk UKM dan UKP
Nasional
2. Provinsi
a. Penerbitan STR
1) Memberikan dukungan dengan berfungsinya MTKP
2) Membina orang profesi
3) Alokasi anggaran
b. Penerbitan rekomendasi pengesahan RPTKA dan IMTA
1) Memberikan dukungan kerjasama lintas sektor dan pengawasan
2) Alokasi anggaran
c. Penetapan penempatan dari dr. spesialis dan drg. spesialis bagi daerah
yang tidak mampu dan tidak dinikmati

10
1) Menyusun rencana kebutuhan nakes di fasyankes provinsi dan lintas
kabupaten/kota
2) Membuat regulasi
3) Alokasi anggaran
4) Membina dan mengawasi
d. Penetapan standar kompetensi teknis dan sertivikasi pelaksaan urusan
pemerintahan bidang kesehatan
1) Menggunakan standar kompetensi Kadinkes, Kadid/Kabag dan
Kasubid/Kasubag/Kasi
2) Melaksanakan pelatihan
e. Penetapan standar pengembangan kapasitas SDM kesehatan
1) Menerapkan NSPK yang disusun
2) Pelatihan jabatan fungsional
3) Penggunaan jenjang karir
f. Perencanaan dan pengembangan SDM kesehatan untuk UKM dan UKP
Provinsi
1) Menyusun rencana kebutuhan nakes di fasyankes provinsi dan lintas
kabupaten/kota
2) Membuat regulasi
3) Alokasi anggaran
4) Membina dan mengawasi
3. Kabupaten/kota
a. Penerbitan STR
1) Menerbitkan SIP
2) Membina mutu dan kompetensi
3) Mengawasi
4) Membina orang profesi
5) Alokasi anggaran
b. Penerbitan rekomendasi pengesahan RPTKA dan IMTA
1) Menerbitkan SIP TKWNA
2) Mengawasi

11
3) Anggaran
c. Penetapan penempatan dari dr. spesialis dan drg. spesialis bagi daerah
yang tidak mampu dan tidak dinikmati
1) Menyusun rencana kebutuhan nakes di fasyankes kabupaten/kota
2) Membuat regulasi
3) Alokasi anggaran
4) Membina dan mengawasi
d. Penetapan standar kompetensi teknis dan sertivikasi pelaksaan urusan
pemerintahan bidang kesehatan
1) Menggunakan standar kompetensi Kadinkes, Kabid/Kabag dan
Kasubid/Kasubag/Kasi
2) Melaksanakan pelatihan
e. Penetapan standar pengembangan kapasitas SDM kesehatan
1) Menerapkan NSPK yang disusun
2) Pelatihan jabatan fungsional
3) Penggunaan jenjang karir
f. Perencanaan dan pengembangan SDM kesehatan untuk UKM dan UKP
Kabupaten/kota
1) Menyusun rencana kebutuhan nakes di fasyankes kabupaten/kota
2) Membuat regulasi
3) Alokasi anggaran
4) Membina dan mengawasi

D. Kualifikasi dan Pengelompokan Perawat dalam UU No. 36 Tahun 2014


Pada UU No. 36 Tahun 2014 BAB III pengelompokan tenaga kesehatan
yang dimaksud UU ini terbagi menjadi dua, yaitu tenaga kesehatan dengan
kualifikasi minimal diploma tiga dan asisten tenaga kesehatan kualifikasi
minimal sekolah menengah jurusan kesehatan. Tenaga kesehatan tersebut antara
lain tenaga medis, tenaga psikologi klinis, tenaga keperawatan, tenaga
kebidanan, tenaga kefarmasian,.tenaga kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan
lingkungan, tenaga gizi, tenaga keterapian fisik,.tenaga keteknisian medis,

12
tenaga teknik biomedika, tenaga kesehatan tradisional; dan tenaga kesehatan
lain. Berikut kualifikasi dan pengelompokan tenaga kesehatan menurut UU No
36 Tahun 2014 :
 Pasal 11
(1)Tenaga Kesehatan dikelompokkan ke dalam:
a. Tenaga medis
b. Tenaga psikologi klinis
c. Tenaga keperawatan
d. Tenaga kebidanan
e. Tenaga kefarmasian
f. Tenaga kesehatan masyarakat
g. Tenaga kesehatan lingkungan
h. Tenaga gizi
i. Tenaga keterapian fisik
j. Tenaga keteknisian medis
k. Tenaga teknik biomedika
l. Tenaga kesehatan tradisional
m. Tenaga kesehatan lain
(2)Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga medis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas dokter, dokter
gigi, dokter spesialis, dan dokter gigi spesialis.
(3)Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga psikologi
klinis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah psikologi klinis.
(4)Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga
keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas
berbagai jenis perawat.
(5)Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga kebidanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d adalah bidan.
(6)Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga
kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e terdiri atas
apoteker dan tenaga teknis kefarmasian.

13
(7)Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga kesehatan
masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f terdiri atas
epidemiolog kesehatan, tenaga promosi kesehatan dan ilmu
perilaku, pembimbing kesehatan kerja, tenaga administrasi dan kebijakan
kesehatan, tenaga biostatistik dan kependudukan, serta tenaga kesehatan
reproduksi dan keluarga.
(8)Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga kesehatan
lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g terdiri atas tenaga
sanitasi lingkungan, entomolog kesehatan, dan mikrobiolog kesehatan.
(9)Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga gizi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h terdiri atas nutrisionis dan
dietisien.
(10) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga
keterapian fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i terdiri atas
fisioterapis, okupasi terapis, terapis wicara, dan akupunktur.
(11) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga
keteknisian medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf j terdiri
atas perekam medis dan informasi kesehatan, teknik kardiovaskuler,
teknisi pelayanan darah, refraksionis optisien/optometris, teknisi gigi,
penata anestesi, terapis gigi dan mulut, dan audiologis.
(12) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga teknik
biomedika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf k terdiri atas
radiografer, elektromedis, ahli teknologi laboratorium medik, fisikawan
medik, radioterapis, dan ortotik prostetik.
(13) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok Tenaga
Kesehatan tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l terdiri
atas tenaga kesehatan tradisional ramuan dan tenaga kesehatan
tradisional keterampilan.
(14) Tenaga Kesehatan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m
ditetapkan oleh Menteri.

14
E. Perencaan, Pengadaan dan Pendayagunaan Keperawatan dalam UU No. 36
Tahun 2014
Pada UU No. 36 Tahun 2014 BAB IV terdapat 3 pokok bahasan, yaitu:
perencanaan oleh menteri dalam rangka memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan
yang merata di Indonesia dan sesuai dengan misi pembangunan kesehatan
nasional, pengadaan yang dilaksanakan sesuai dengan perencanaan dan
pendayagunaan Tenaga Kesehatan, dan pendayagunaan tenaga kesehatan oleh
pemerintah dan masyarakat.
Menurut data Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga
Kerja Indonesia (BNP2TKI), permintaan tenaga perawat untuk bekerja di luar
negeri selama tahun 2010-2014 adalah sebanyak 15.431 orang. Dari jumlah
tersebut baru terpenuhi sebesar 36,5%. Sementara itu, dari jumlah produksi
perawat tahun 2014, diperkirakan sebesar 60% diantaranya didayagunakan di
dalam negeri, 5% di luar negeri dan sisanya bekerja di luar kompetensi. Dengan
demikian, masih diperlukan kerja keras untuk meningkatkan pendayagunaan
tenaga perawat ke luar negeri dengan tetap memperhatikan kebutuhan di dalam
negeri.
Perawat mempunyai posisi penting dalam penyelenggaraan pelayanan
kesehatan. Perawat dibutuhkan di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan, baik di
dalam maupun di luar negeri. Peluang perawat bekerja di dalam negeri dapat
melalui penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di Pusat dan Daerah,
penugasan khusus, maupun bekerja di instansi swasta. Bekerja di luar negeri juga
merupakan salah satu peluang bagi perawat Indonesia. Hal ini ditandai dengan
tingginya permintaan tenaga perawat untuk bekerja ke luar negeri terkait dengan
karakteristik perawat Indonesia yang banyak disukai oleh negara lain.
Berdasarkan Undang-undang nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan, dijelaskan bahwa pendayagunaan tenaga kesehatan luar negeri
dilakukan dengan mempertimbangkan keseimbangan antara kebutuhan tenaga
kesehatan di Indonesia dan peluang kerja bagi tenaga kesehatan warga negara
Indonesia di luar negeri. Sehingga, pendayagunaan perawat ke luar negeri ini
merupakan kebijakan alternatif dalam rangka optimalisasi pemanfaatan perawat

15
yang menjunjung azas saling menguntungkan, baik antara Indonesia dan negara
lain yang menjadi mitra, maupun antara perawat Indonesia dengan pihak yang
mendayagunakannya.
Salah satu bentuk pendayagunaan perawat ke luar negeri adalah melalui
Indonesian Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA). IJEPA merupakan
bagian kerja sama Indonesia dan Jepang dalam kegiatan penempatan nurse dan
care worker yang sudah dilaksanakan sejak 2008 sampai sekarang. Dalam kurun
waktu tersebut, sebanyak 547 candidate nurses dan 966 candidate care workers
telah ditempatkan.
Kerja sama Indonesia dengan Jepang dalam bidang keperawatan tidak
hanya sebatas dalam kerangka IJEPA, tetapi juga telah terlaksana melalui kerja
sama teknis dengan Japan International Cooperation Agency (JICA). Kerja sama
ini terwujud dalam bentuk kegiatan pengembangan jenjang karir perawat,
termasuk di dalamnya adalah pengembangan kurikulum modul pelatihan
keperawatan.

F. Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia dalam UU No. 36 Tahun 2014


Pada UU No. 36 Tahun 2014 BAB V mengatur tentang Konsil Tenaga
Kesehatan Indonesia (KTKI). KTKI dibentuk untuk meningkatkan mutu,
memberikan perlindungan dan kepastian hikum kepada tenaga kesehatan dan
masyarakat. KTKI dibagi menjadi konsil masing-masing tenaga kesehatan
seperti KKI dan KKGI yang kemudian melaksanakan tugas masing-masing
secara independen dalam koordinasi KTKI. KTKI juga berenang dalam
menetapkan rencana kegiatan untuk konsil masing-masing tenaga kerja. KTKI
menjadi salah satu isu pokok yang dinilai cukup kontroversial. Pembentukan
lembaga baru ini menuai penolakan baik dari kalangan dokter maupun dokter
gigi. KTKI akan dibahas lebih detail dalam kajian yang akan dibuat oleh Komisi
F PSMKGI. Berikut terdapat penjabaran Pasal-Pasal yang terdapat pada BAB V
:

16
 Pasal 36
(1)Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia mempunyai fungsi sebagai
koordinator konsil masing-masing Tenaga Kesehatan.
(2)Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Konsil
Tenaga Kesehatan Indonesia memiliki tugas:
a. Memfasilitasi dukungan pelaksanaan tugas konsil masing-masing
Tenaga Kesehatan
b. Melakukan evaluasi tugas konsil masing-masing Tenaga Kesehatan
c. Membina dan mengawasi konsil masing-masing Tenaga Kesehatan.
(3)Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Konsil
Tenaga Kesehatan Indonesia memiliki wewenang menetapkan
perencanaan kegiatan untuk konsil masing-masing Tenaga Kesehatan.
 Pasal 37
(1)Konsil masing-masing tenaga kesehatan mempunyai fungsi pengaturan,
penetapan dan pembinaan tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik
Tenaga Kesehatan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
(2)Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), konsil
masing-masing Tenaga Kesehatan memiliki tugas:
a. Melakukan Registrasi Tenaga Kesehatan
b. Melakukan pembinaan Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik
Tenaga Kesehatan
c. Menyusun Standar Nasional Pendidikan Tenaga Kesehatan
d. Menyusun standar praktik dan standar kompetensi Tenaga Kesehatan
e. Menegakkan disiplin praktik Tenaga Kesehatan.
 Pasal 38
Dalam menjalankan tugasnya, konsil masing-masing Tenaga Kesehatan
mempunyai wewenang:
a. Menyetujui atau menolak permohonan Registrasi Tenaga Kesehatan
b. Menerbitkan atau mencabut STR
c. Menyelidiki dan menangani masalah yang berkaitan dengan pelanggaran
disiplin profesi Tenaga.

17
G. Registrasi dan Perizinan Tenaga Kesehatan dalam UU No. 36 Tahun 2014
Pada UU No. 36 Tahun 2014 BAB VI terdapat tiga poin utama yang
menjadi pokok, yaitu: setiap tenaga kesehatan yang emnjalankan praktek wajib
memiliki STR yang dikeluarkan oleh konsil masing-masing tenaga kesehatan,
setiap tenaga kesehatan harus memiliki izin dalam hal ini berupa SIP, sebagai
bentuk penegakan disiplin, konsil masing-masing tenaga kesehatan berhak untuk
mencabut STR atau SIP.
 Pasal 46
(1)Setiap Tenaga Kesehatan yang menjalankan praktik di bidang pelayanan
kesehatan wajib memiliki izin.
(2)Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk SIP.
(3)SIP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh pemerintah
daerah kabupaten/kota atas rekomendasi pejabat kesehatan yang
berwenang di kabupaten/kota tempat Tenaga Kesehatan menjalankan
praktiknya.
(4)Untuk mendapatkan SIP sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Tenaga
Kesehatan harus memiliki:
a. STR yang masih berlaku
b. Rekomendasi dari Organisasi Profesi
c. tempat praktik
(5)SIP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) masing-masing berlaku hanya
untuk 1 (satu) tempat.
(6)SIP masih berlaku sepanjang:
a. STR masih berlaku
b. tempat praktik masih sesuai dengan yang tercantum dalam SIP
(7)Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan
melakukan upaya kesehatan.
Pengelompokan tenaga kesehatan dalam UU No. 36 Tahun 2014 BAB III
ini terbagi menjadi dua, yaitu tenaga kesehatan dengan kualifikasi minimal
diploma tiga dan asisten tenaga kesehatan kualifikasi minimal sekolah
menengah jurusan kesehatan. Tenaga kesehatan tersebut antara lain tenaga
medis, tenaga psikologi klinis, tenaga keperawatan, tenaga kebidanan, tenaga
kefarmasian,.tenaga kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan, tenaga
gizi, tenaga keterapian fisik, tenaga keteknisian medis, tenaga teknik biomedika,
tenaga kesehatan tradisional; dan tenaga kesehatan lain

B. Saran
Penyusunan kebutuhan SDM kesehatan mutlak dalam konteks
penyusunan pengembangan SDM kesehatan, namun perlu memperhatikan
kekuatan dan kelemahannya. Metode penyusunan rencana kebutuhan SDM
kesehatan harus mempertimbangkan skill, ability, knowledge, attitude dari
petugas kesehatan dalam upaya pelayanan kesehatan yang bermutu, menyeluruh
dan berkualitas.

19

Anda mungkin juga menyukai