Disusun Oleh:
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga kami
selaku penulis dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini meskipun
dengan waktu yang cukup. Makalah ini membahas mengenai
“Kegawatdaruratan Kardiovaskular”. Makalah ini dibuat dengan tujuan agar
kita dapat memperoleh pengetahuan baru mengenai Konsep
Kegawatdaruratan Kardiovaskular dalam keperawatan gawat darurat II yang
berguna dalam bidang studi keperawatan dan dengan adanya makalah ini di
harapkan dapat membantu dalam proses pembelajaran dan dapat
menambah pengetahuan para pembaca.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapatkan
tantangan dan hambatan, akan tetapi berkat bantuan dan dukungan dari
teman-teman serta bimbingan dari dosen pembimbing (Mufarika., M. Kep)
tantangan itu bisa teratasi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang
setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis menyadari walaupun sudah berusaha dengan kemampuan kami
yang maksimal, mencurahkan segala pikiran dan kemampuan yang kami
miliki, makalah ini masih banyak kekurangan dan kelemahannya, baik dari
segi bahasa, pengolahan maupun dalam penyusunan. Untuk itu, penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya dapat membangun
demi tercapainya suatu kesempurnaan. Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat kepada kita sekalian.
Bangkalan, 27 Februari 2020
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................5
1.3 Tujuan .................................................................................................... 5
1.3.1.......................................................................................... Tujuan Umum
5
1.3.2......................................................................................... Tujuan Khusus
5
1.4 Manfaat.................................................................................................. 5
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................... 6
2.1 Definisi Kegawatdaruratan Kardiovaskular.............................................6
2.2 Sindrom Koroner Akut.............................................................................8
2.3 Gagal Jantung Dekompensasi Akut.......................................................13
2.4 Akut Diseksi Aorta .............................................................................14
2.5 Hipertensi Emergensi...........................................................................16
2.6 Perikarditis............................................................................................ 17
2.7 Acute Arterial Occlusion.......................................................................18
2.8 Supraventrikular Takikardi..................................................................19
2.9 Symtomatic Bradycardia......................................................................20
2.10..............................................Firing Implanted Cardioverter Defibrillator
21
BAB III PENUTUP.......................................................................................... 23
3.1 Kesimpulan........................................................................................... 23
3.2 Saran.................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA………...….…………………………………………………………….24
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jantung merupakan sebuah organ dalam tubuh manusia yang
termasuk dalam sistem sirkulasi. jantung bertindak sebagai pompa sentral
yang memompa darah untuk menghantarkan bahan-bahan metabolisme
yang diperlukan ke seluruh jaringan tubuh dan mengangkut sisa-sisa
metabolisme untuk dikeluarkan dari tubuh. (Wikipedia, 2008).
Faktanya saat ini 50% penderita gagal jantung akan meninggal dalam
waktu 5 th, sejak diagnosanya ditegakkan. Begitu juga dengan risiko untuk
menderita gagal jantung, belum bergerak dari 10% untuk kelompok di atas
70 tahun, dan 5% untuk kelompok usia 60-69 tahun serta 2% untuk
kelompok usia 40-59 tahun. (Merdikoputro, 2004).
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk memahami serta mampu menjelaskan kepada mahasiswa
dan mahasiswi terkait dengan materi “Kegawatdaruratan
Kardiovaskular”.
1.3.2Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui Definisi Kegawatdaruratan Kardiovaskular.
2. Untuk mengetahui Sindrom Koroner Akut.
3. Untuk mengetahui Gagal Jantung Dekompensasi Akut.
4. Untuk mengetahui Akut Diseksi Aorta.
5
5. Untuk mengetahui Hipertensi Emergensi.
6. Untuk Mengetahui Perikarditis.
7. Untuk mengetahui Acute Arterial Occlusion.
8. Untuk mengetahui Supraventrikular Takikardi.
9. Untuk mengetahui Symtomatic Bradycardia.
10.Untuk Mengetahui Firing Implanted Cardioverter Defibrillator.
1.4 Manfaat
Diharapkan mampu memberikan manfaat kepada pembaca, agar
mengetahui tentang Kegawatdaruratan Kardiovaskular dan manfaat dari
makalah ini juga adalah kita dapat meningkatkan pengetahuan tentang
Konsep Kegawatdaruratan Kardiovaskular yaitu Definisi Kegawatdaruratan
Kardiovaskular, Sindrom Koroner Akut, Gagal Jantung Dekompensasi Akut,
Akut Diseksi Aorta, Hipertensi Emergensi, Perikarditis, Acute Arterial
Occlusion, Supraventrikular Takikardi, Symtomatic Bradycardia, Firing
Implanted Cardioverter Defibrillator dalam Keperawatan Gawat Darurat II.
BAB II
PEMBAHASAN
7
7. Catat obat-obatan yang dikonsumsi saat ini, termasuk resep, obat yang
dijual bebas maupun terapi herbal.
a. Tentukan kepatuhan terhadap obat yang diresepkan.
b. Tanyakan kepada pasien tentang penggunaan obat phosphodiesterase
inhibitors untuk difungsi ereksi dalam waktu dekat ini.
8. Penggunaan kokain baru-baru ini adalah penyebab umum nyeri dada
iskemik yang disebabkan dari vasospasme koroner. Sehingga penting
untuk mengkaji penggunaan narkoba kepada pasien.
9. Catat faktor risiko penyakit kardiovaskular baik yang bersifat positif
ataupun negatif, termasuk penyakit jantung yang dialami sebelumnya
seperti infark miokard (IM), intervensi koroner seperti pemasangan stent,
dan pemasangan pacemaker atau implantable cardioverter defibrillator
(ICD).
B. Prosedur Diagnostik
1. EKG 12-lead
a. Rekam aktivitas listrik jantung dari 12 view yang berbeda.
b. Tentukan frekuensi, ritme dan adanya disritmia.
c. Kaji lead yang berdekatan dengan ST segmen elevasi atau ST segmen
depresi.
2. Monitoring ST segmen secara kontinyu dengan bedside monitor.
3. Elektrolit serum, hitung darah lengkap, waktu pembekuan darah, dan
biomarker jantung
4. Rontgen dada.
5. Kateterisasi jantung dengan angiografi.
6. Echocardiogram untuk menentukan left ventricular (LV) ejection fraction
(EF); adanya hipertrofi, area diskinetik, atau akinetik; abnormalitas
struktur jantung seperti LV aneurysm atau disfungsi valvular; dan efusi
perikardial.
7. Pemeriksaan dopler untuk aliran darah perifer.
8. Stress testing.
8
Ventrikel kiri posterior Lead V1 dan V2
Tabel 3 PERBEDAAN
DIAGNOSTIK ANTARA
BERBAGAI TIPE
SINDROM KORONER
AKUT
EKG, Elektrokardiogram, LBBB, Blok cabang berkas kiri; STEMI, infark miokard
ST segmen elevasi.
Tabel 4 PERBEDAAN
ANTARA JENIS-
JENIS MIOKARD
INFARIK
Left anterior Dinding anterior V1, V2, V3, V4, Gagal ventrikel kiri
descebding ventrikel kiri perubahan
resiprokal II, III, aVf
10
ventrikel kiri perubahan
resiprokal II, III, aVf
Right coronar Ventrikel kanan V4R II, III, aVf R> S Gagal ventrikel
arter (proximal) inferior ventrikel in V1 dan/atau V2 kanan
kiri posterior
dinding ventrikel
kiri
11
d)
e)
f)
g)
h)
i)
j)
k)
l)
m)
n)
o)
p)
q)
r)
s)
t)
u)
v)
w)
x)
y)
z)
aa)
bb)
cc)
dd)
ee)
d) Cardiac
biomarkers.
1. Troponin I meningkat 3 sampai 12 jam setelah infark; dan
levelnya mencapai puncak antara 10-24 jam.
2. Kreatinin kinase-MB meningkat 4-12 jam pasca infark; level
mencapai puncaknya antara10-24 jam.
e) Rontgen dada dilakukan untuk mendeteksi kongesti pulmonal
atau pembesaran jantung.
f) Pemeriksaan darah lengkap, kimia darah dan koagulasi.
3) Intervensi terapeutik
a) Berikan oksigen tambahan untuk menjaga saturasi oksigen di
atas 92%.
b) Pertahankan akses intravena.
c) Berikan aspirin non-enteric coated, 162-325 mg; minta pasien
untuk mengunyah dan menelan aspirin jika memungkinkan. Jika
diperlukan berikan aspirin suppositoria rektal.
12
d) Berikan tablet nitrogliserin sublingual atau spray jika tekanan
darah sistolik lebih besar dari 90 mm Hg dan denyut jantung
lebih dari 50 kali per menit. Jika nyeri pasien tidak tidak
berkurang, perawat emergensi dapat mengulang kembali
pemberian nitrogliserin setiap 5 menit sebanyak 3 dosis.
e) American Heart Association tidak merekomendasikan
penggunaan nitrogliserin secara rutin pada pasien STEMI. Jika
penggunaan rutin dilakukan monitor pasien secara ketat
terhadap hipotensi akibat obat tersebut, karena hal ini dapat
menurunkan perfusi koroner dan memperburuk iskemia miokard.
1. Jika pasien menggunakan phosphodiesterase inhibitor dalam
24 jam sebelumnya, pemberian nitrogliserin dapat
mengkibatkan hipotensi hebat yang tidak membaik walaupun
diberikan vasopressor.
2. Nitrogliserin harus diberikan dengan hati-hati pada pasien
dengan infark miokard inferior dan kemungkinan melibatkan
ventrikel kanan. Pasien-pasien ini kemungkinan sangat
tergantung terhadap tekanan pengisian ventrikel kanan;
venodilatasi dan penurunan preload dapat menyebabkan
penurunan cardiac output yang hebat dan irreversible.
f) Penggunaan morfin diindikasikan untuk STEMI yang tidak
responsif terhadap pemberian nitrat. Pemberian morfin harus
hati-hati pada unstable angina dan non-STEMI karena
berhubungan dengan peningkatan angka mortalitas.
g) Obat-obatan untuk mengurangi agregasi platelet merupakan
terapi modalitas yang penting.
1. Asptrin (lihat di atas).
2. Clopidogrel atau prasugrel.
h) Pada STEMI, reperfusi sedini mungkin miokardium, dengan obat
atau cara mekanis, telah terbukti mengurangi angka kematian.
1. Membuka sumbatan arteri area infark memperbaiki perfusi
miokard sehingga ukuran area infark tidak meluas dan
menurunkan komplikasi (termasuk kematian) akibat AMI
(akut miokard infark).
2. Sasaran untuk "waktu iskemia total" (dari onset gejala
sampai dilakukannya intervensi) kurang dari 90 menit.
3. Percutaneous coronary intervention (PCI) merupakan metode
yang paling direkomendasikan untuk metode reperfusi.
a. Bivalirudin, merupakan direct thrombin inhibitor, dapat
digunakan sebagai antikoagulan bagi pasien yang
menjalani primary PCP.
b. Glycoprotein IIb/IIla inhibitors merupakan obat antiplatelet
yang dipertimbangkan untuk di berikan pada saat PCI.
c. Abciximab.
d. Eptifibatide.
e. Tirofiban.
4. Jika pasien tidak mampu menjalani primary PCI dalam 90-120
menit pada saat kontak medis pertama, terapi fibrinolysis
harus segera diberikan.
a. Pasien yang mendapatkan terapi fibrinolysis sebagai
terapi reperfusi primer harus segera ditransfer ke rumah
sakit yang mampu dan segera diberikan. memiliki fasilitas
PCI.
13
b. Pemberian setengah dosis fibrinolysis ditatanan
prehospital, diikuti dengan urgent PCI, diimplementasikan
pada beberapa daerah di US.
i) Manajemen medis.
1. Beta bloker - pemberian beta bloker secara oral
direkomendasikan untuk semua tipe SKA kecuali jika ada
kontraindikasi yaitu terdapat tanda gagal jantung atau
penurunan cardiac output.
a. Beta bloker menurunkan konsumsi oksigen miokardial
melalui penurunan frekuensi denyut jantung, kontraktilitas
dan tekanan darah.
b. Pemberian segera sebaiknya dilakukan pada pasien
dengan STEMI yang mengalami hipertensi.
2. Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitors (capotopril,
enalapril, lisinopril) biasanya mulai diberikan setelah terapi
reperfusi selesai dilakukan.
a. Penggunaan ACE inhibitor meningkatkan kelangsungan
hidup pada pasien dengan miokard infark.
b. ACE inhibitor mengurangi luas infark dan meningkatkan
perbaikan ventrikel.
j) Pertimbangkan untuk transfer pasien dengan STEMI disebabkan
miokard infark anterior yang luas, adanya tanda-tanda gagal
jantung, atau edema paru ke fasilitas yang mampu melakukan
intervensi (PCI, coronary bypass grafting). Tujuannya agar waktu
door-to-transfer kurang dari 30 menit.
14
JANTUNG KIRI
c. Prosedur Diagnostik
1) Rontgen dada untuk mengevaluasi perbesaran ruang jantung dan
mengkaji kongesti pulmonal.
2) Echokardiogram untuk menentukan fraksi ejeksi dan mendeteksi
ketidaknormalan struktur.
3) EKG 12 lead.
4) B-type natriuretic peptide (BNP) lebih besar dari 100 pg/mL.
5) Hitung darah lengkap dan panel metabolik.
6) Cardiac biomarkers untuk nmenapis AMI.
d. Intervensi Terapeutik
1) Mengkaji dan mempertahankan kepatenan airway, breathing tlan
circulation sebagai prioritas pertama.
2) Berikan oksigen tambahan untuk menjaga saturasi di atas 90 %.
3) Pasang akses IV; berikan cairan dan lakukan dengan hati-hati untuk
mencegah kelebihan cairan.
4) Noninvasive positive ventilation (BiPAP) dapat memperbaiki
kongesti pulmonal dengan cara memaksa cairan alveolar kembali ke
kapiler paru.
5) Berikan diuretik loop. Furosemide menyebabkan pelebaran vena
dengan cepat (penurunan preload) diikuti oleh diuresis dalam waktu
10 menit dari pemberian IV. Namun, banyak pasien dengan gagal
jantung kronis mungkin sudah resisten terhadap diuretik loop.
6) Morfin juga menyebabkan pelebaran vena dan penurunan preload.
Dengan mengurangi kecemasan pasien, morfin mengurangi
stimulasi simpatis dan mengurangi beban kerja jantung.
7) Nitrogliserin IV melebarkan kapasitas pembuluh darah vena
sehingga dapat menurunkan preload. Nitrogliserin merupakan
kontraindikasi jika tekanan darah pasien kurang dari 90 mm Hg.
8) Nitroprusside menyebabkan dilatasi pada arteri dan vena sehingga
menurunkan preload dan afterload serta menurunkan kebutuhan
oksigen jantung.
9) Nesiritide, a recombinant BNP, merupakan vasodilator kuat yang
diberikan secara kontinyu melalui infus IV.
10) Pemberian nitroprusside dan nesiritide membutuhkan
monitoring yang ketat, terutama pada tekanan darah pasien,
karena respons terhadap kedua obat ini dapat sangat cepat dan
tidak dapat diprediksi. Monitoring tekanan darah sebaiknya
menggunakan arterial line.
11) Uji coba secara random dengan kontrol tidak mendukung
penggunaan obat inotropik positif pada gagal jantung kecuali pasien
15
mengalami kardiogenik. Dalam kondisi seperti ini, pasien harus
masuk ke unit perawatan intensif (ICU) untuk diberikan dobutamin,
dopamin, atau milrinone.
12) ACE inhibitor patut dipertimbangkan untuk mencegah siklus
renin-angiotensin terjadi dan meminimalkan retensi cairan.
Angiotensin receptor blocker (ARB) dapat digunakan jika pasien
tidak dapat mentolerir ACE inhibitor.
13) Monitor secara ketat respons pasien terhadap
pengobatan/treatment, terutama kaji:
a) Suara napas, frekuensi pernapasan, dan saturasi oksigen.
b) Sesak napas dan penggunaan otot pernapasan (work of
breathing).
c) Tekanan darah arteri dan heart rate (HR).
d) Tingkat kesadaran.
e) Distensi vena jugular.
f) Urine output - kateter urine sebaiknya dipasang.
Pheochromocytoma Hiperaldosteronisme
5) Lain lain
a) Epitaksis
b) Penglihatan kabur
6) Prosedur Diagnosis
a) Urinealisis
b) Blood urea nitrogen dan kreatinin untuk mengkaji kerusakan
ginjal sekunder terrhadap pengingkatan tekanan darah
c) EKG 12 Lead-perubahan iskemia
d) Rontgent dada-pembesaran ventrikel kiri
e) Pemeriksaan dengan computed tomography, untuk menapis
kemungkinan perubahan intracranial
b. Intervensi Teraupetik
18
a) Berikan oksigen tambahan: pasang akses intravena
b) Monitoring secara kontinyu tkanan darah (setidaknya dilakukan setiap 5
menit).
1) Gunakan ukuran cuf tekanan darah yang sesuai
2) Bandingkan dengan nilai tekanan darah dikedua tangan
3) Mungkin juga dibutuhkan pemasangan arterial line
c) Pemberian nitrogliserin secara sublingual atau kontinyu melalui intra vena,
terutama jika pasien memiliki riwayat penyakit jantung koroner(PJK)
d) Netroprusside diberikan secara kontinyu melalui IV
1) Onset yang sangat cepat
2) Titrasi dengan perlahan karena dapat beresiko terhadap hipotensi
mendadak
antisipasi pemasangan arterial line
3) Penurunan tekanan darah dengan cepat dapat memperlambat
proses kerusakan organ secara progresif
4) Batasi penurunan tekanan darah sampai 25% dalam 2 jam pertama
pengobatan.
e) Labetalol IV- onset aksi obat lebih lambat dibandingkan dengan
nitrogliserin atau nitropruside namun lebih aman dan efektif untuk
kehamilan
f) Monitoring secara kontinyu respons terhadap terapi, terutama tingkat
kesadaran
2.6 Perikarditis
Pericardium merupakan kantung fibrosa yang melapisi seluruh permukaan
jantung: biasanya mengandung 15-50 ml. Straw-Collored fluid untuk
melubrikasi jantung saat jantung berkontraksi dan berelaksasi . Perikarditis
akut adalah peradangan pericardium yang bersifat local/terisolasi atau dapat
juga sebagai akibat dari penyakit sistemik. Komplikasi yang dpaat tejadi
antara lain tamponade jantung, perikarditis berulang, perikarditis konstriktif.
Penyebab perikarditis adalah:
a. Idiopatik
b. Virus
c. Infeksi termasuk tuberculosis
d. Akut miokard infark(AMI)
e. Invasi neoplastik ke pericardium
f. Inflamasi setelah terapi radiasi dada
g. Setelah pembedahan jantung atau toraks.
h. Komplikasi trauma jantung atau toraks.
i. Diseksi aorta
j. Sindrom uremia pada gagal ginjal
k. Kelainan autoimun
19
b) Kemungkinan muncul pericardial friction rub
1) Suara agak terdengar kasar pada saat auskultasi
2) Dapat bersifat sementara
3) Paling jelas terdengar pada area perbatasan sternum kiri
dengan posisi pasien bersandar kedepan.
4) Tidak terkait dengan respirasi tetapi dapat didengar dengan
sangat baik pada akhir respirasi
c) Takikardia, takipnea
d) Suhu tubuh kemungkinan meningkat
2) Prosedur Diagnostik
a) Pemeriksaan cardiac biomarker untuk menapis kemungkinan infark
miokard: namun demikian troponin dapat saja meningkat pada
beberapa pasien
b) EKG 12 lead
1) ST segmen elevasi yang luas
2) Gelombang T tinggi dan runcing (biasanya ada disemua lead
kecuali aVR dan V1)
3) PR segmen depresi di lead II
4) Tidak ada perubahan reprokal di lead yang berlawanan
c) Rontgen dada untuk menapis penyebab lain
d) Echokardiogram untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya
pericardial efusion
3) Intervensi Trapiotik
a.) Karena presentasi pasien dapat menyerupai SKA(sindrom koroner
akut), lakukan pemeriksaan EKG dalam 10 menit kedatangan
b.) Berikan oksigen tambahan, pasang akses IV, dan monitor saturasi
oksigen serta irama jantung.
c.) Biarkan pasien menentukan posisi yang nyaman: sediakan meja di
atas tempat tidur untuk mempermudah posisi membungkuk pasien.
d.) Berikan obat antiinflamas
1) Ibuprofen
2) Aspirin
3) Indomethacin
4) Colchicine
5) Kortikostreoid jika resisten terhadap obat-obatan
e.) Perikardiosentesis mungkin dibutuhkan jika terdapat Pericardial
efusion yang besar.
3. Intervensi Teraupetik
a.) Lindungi ekstremitas yang mengalami iskemia dari injuri
b.) Lakukan terapi koagulan dengan heparin IV
c.) Anrisipasi intervensi pembedaghan dan embolektomi
d.) Intraarterial fibrinolitik dapat diberikan dalam dosis kecil jika oklusi pada
ekstremitas tidak mengancam dan tidak berkambang cepat.
23
h. Atropine tidak akan efektif pada pasien yang menjalani tranplantasi
jantung, karena jantung yang ditransplantasi tidak memiliki persarafan
vagal. Antropine tidak direkomendasikan untuk bradikardi yang
disebabkan derajat 2 dan 3 AV blok.
Syok yang terjadi berulang oleh ICD, atau lebih dari 3 kali syok
dalam 24 jam, dianggap sebagai kegawatandaruratan medis.
2) Prosedur Diagnostik:
a.) EKG 12 lead untuk menentukan irama dasar.
b.) Radiografi dada mungkin menunjukan fractured lead.
c.) Completed metabolic panel untuk mendeteksi kumungkinan
ketidakseimbangan elektrolit sebagai penyebab dyshytmia
d.) Pasien tidak harus menjalani magnetic resonance imaging (MRI).
3) Intervensi Terapeutik
a.) Jika pasien merasakan nyeri dada, tangani pasien seperti menangani
pasien dengan nyeri dada iskemik (aspirin, supplemental oxygen, akses
IV, sublingual nitroglicyerin).
b.) Monitoring pasien melalui defibrilasi atau pacing pads.
24
c.) cari kartu informasi ICD pasien, yang berisi daftar jenis alat, produsen dan
nomor model, nama elektrophysiologist, dan nomor kontak telepon.
d.) Kontak perwakilan perusahaan alat untuk mendapatkan riwayat ritme dan
syok.
e.) Menempatkan megnet di atas ICD akan menonaktifkan pemerian syok
dalam merespons VT atau VF tetapi tidak akan menonaktifkan fungsi alat
pacu jantung.
1) Rekatkan magnet ke dada pasien untuk mencegah perpindahan
selama ada pergerakan
2) Monitor pasien dengan pad defibrilasi dengan magnet ditempatnya.
f.) Jika defibrilasi manual dibutuhkan pada pasien dengan ICD, paddle
defibrillator harus ditempatkan 10 cm dari ICD untuk mengurangi
kemungkinan rusaknya komponen elektronik alat
g.) Jika tembakan ICD tepat pada saat pasien datang ke UGD, biarkan ICD
menembak. Namun jika ICD tidak berhasil mengubah irama, tempatkan
magnet di atas ICD seperti di atas dan tunggu 30 detik sebelum
memberikan defibrilasi secara manual kepada pasien.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Jantung merupakan sebuah organ dalam tubuh manusia yang
termasuk dalam sistem sirkulasi. jantung bertindak sebagai pompa sentral
yang memompa darah untuk menghantarkan bahan-bahan metabolisme
yang diperlukan ke seluruh jaringan tubuh dan mengangkut sisa-sisa
metabolisme untuk dikeluarkan dari tubuh. (Wikipedia, 2008).
25
Meskipun berbagai pendekatan terapi gagal jantung meliputi terapi
farmakologis, prosedur intervensi dan pembedahan telah banyak
ditawarkan, kematian penderita gagal jantung masih sangat tinggi apabila
penyebabnya tidak teratasi. Ketika diagnosa gagal jantung ditegakkan,
maka dapat diramalkan berapa lamakah seseorang akan bertahan hidup.
Telah dilaporkan, bahwa ketahanan hidup seorang penderita gagal jantung
bahkan lebih buruk dari penderita kanker ganas. Pada tahun ketiga, hanya
24 persen penderita gagal jantung yang masih bertahan hidup.(Budiono,
2008).
3.2 Saran
1. Diharapkan mahasiswa hendaknya benar-benar memahami konsep dasar
Asuhan Keperawatan Klien Dengan Kegawatdaruratan Sistem
Kardiovaskular, sehingga dapat menerapkan asuhan keperawatan yang
komprehensif pada klien.
2. Untuk pendidikan hendaknya lebih melengkapi literatur yang berkaitan
dengan makalah ini, sehingga mempermudah mahasiswa dalam
pembuatan makalah yang lebih baik, sehingga dapat dijadikan acuan bagi
peserta didik lainnya
DAFTAR PUSTAKA
Amelia Kurniati, Yanny & dkk. 2018. Keperawatan Gawat Darurat dan Bencana
sheehly. ENA (Emergency Nurses Association). Edisi Indonesia 1. Sheehly’
Emergency Nursing: Princeples and Practices, 6 th edition.
www.elsevierhralth.com.
Corwin, Elizabeth J, (200). Buku Saku Patofisiologi, alih bahasa Brahm U Pendit
jakarta: EGC
Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I Made
Kariasa. Ed. 3. Jakarta: EGC;1999
Esekowitz., J. A, Hernandez, A. F, Starling, R. C, Yancy. C, W., Massie., B, Hill, J.
A…..Fonarrow, G. C. (2009). Standardizing care for acute decompensated
heart failure in a large megatrical: the approach for the Acute Stidents of
Clinical Effectiveness of Nesiritide in Subjects with Decompensated Heart
Failure (ASCEND-HF). American Heartt Journal, 157(2), 219-228.
Field, J, M. (Ed). (2008). STEMI provider manual. Dallas, TX: American Heart
Assocition Golledge., J & Eagle, K. a (2008). A cute aortic dissection Lancet,
372, 55-65.
26
Graffeo, C. S. & Krygowski, J. d. (2007). When your patient has an implantable
cardiMedicine, 39(3), 30-3. overter- defibrillator. Emergency
Hays, A. J & Wikerson, T. D. (2010). Management of Hypersensitive emergencies:
A drug therapy perspective for nurses. AACN Advanced Critical Care. 21 (1),
5-14.
Hudak, C.M, Gallo B.M. Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Jakarta:
EGC.1997,
Hanafi B. Trisnohadi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Ed. 3. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2001
Heni Rokhaeni, Elly Purnamasari, (2001). Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler,
jakarta: Pusat Kesehatan jantung dan Pembuluh Darah Nasional “Harapan
Kita “.
Kushner, F. G. Hand, M, Smith, S.C., King, S., B., Anderson J., L., Antman, E., M.
Williams, D. O. (2009). Focused updates. ACC/AHA guidelines for the
management of patients with ST-elevation myocardial infarction (updating
the 2004 guideline and 2007 focused update) and ACC/AHA/SCAI gudelines
on percutaneous coronary intervention (updating the 2005 guideline and
2007 focused update): A reposrt of the American Collage of Cardiology
Fundation/American Heart Association Task Force on practice Guidelines,
Circulation, 120, 2271-2306.
Markum A.H, (1991), Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, jakarta: Bagian Ilmu
McCord, J., Jneid., H., Hollaner., J. E, de lemos., J. A.., Cercek, B. Hsue., P.,
…..Newby, I. K. (2008). Management of cocaine associated chest pain and
myocardial infraction. Circulation, 117, 1897-1907.
Muttaqin, Arif. (2009). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika
Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Alih
bahasa Peter Anugrah. Editor Caroline Wijaya. Ed. 4. Jakarta: EGC; 1994
Santoso Karo karo. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 1996
Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Alih bahasa Agung Waluyo Edisi. 8. Jakarta: EGC; 2001.
Smeltzer, Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Bruner &
Suddart. Edisi 8. Jakarta: EGC
27