Anda di halaman 1dari 19

MEKANISME TRAUMA

Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat

Dosen Pengampu Ida Rosidawati, M. Kep

Kelompok 3 (3D)

Ijaz Hambali

Rudi Ahmad Fauzi

Sri Diana Sari

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKAMALYA

2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang
Mekanisme Trauma.

Makalah telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

  Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kamidapat memperbaiki makalah ini.

    Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah Mekanisme trauma ini dapat memberikan
manfaat maupun inspirasi pada pembaca.   

Tasikmalaya

Maret, 2019
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR -----------------------------------------------------------------------------

DAFTAR ISI-----------------------------------------------------------------------------------------

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ------------------------------------------------------------------------------


B. Rumusan Masalah --------------------------------------------------------------------------
C. Tujuan ----------------------------------------------------------------------------------------

BAB 11 PEMBAHASAN

A. Definisi --------------------------------------------------------------------------------------
B. Manajemen trauma--------------------------------------------------------------------------
C. Macam-macam traum----------------------------------------------------------------------
D. Klasifikasi mekanisme trauma------------------------------------------------------------
BAB III PENUTUP --------------------------------------------------------------------------------
DAFTAR PUSTAKA------------------------------------------------------------------------------
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Penanganan gawat darurat ada filosofinya yaitu Time Saving it’s Live Saving.
Artinya seluruh tindakan yang dilakukan pada saat kondisi gawat darurat haruslah benar-
benar efektif dan efisien. Hal ini mengingatkan pada kondisi tersebut pasien dapat
kehilangan nyawa hanya dalam hitungan menit saja. Berhenti nafas selama 2-3 menit
pada manusia dapat menyebabkan kematian yang fatal (Sutawijaya, 2009). Sesuai standar
Depkes RI perawat yang melakukan triage adalah perawat yang telah bersertifikat
pelatihan PPGD (Penanggulangan Pasien Gawat Darurat) atau BTCLS (Basic Trauma
Cardiac Life Support) (Pedoman Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat Rumah Sakit,
2005). Pengetahuan keluarga pasien tentang penanganan di triage akan berpengaruh
terdapat kerja tenaga kesehatan, karena dalam triage yang mempunyai tujuan untuk
memilih atau menggolongkan semua pasien yang memerlukan pertolongan dan
menetapkan prioritas penanganannya (Oman, 2008).
Kejadian yang menyebabkan trauma karena terjadi pemindahan energi (transfer
energy) kejaringan, atau dalam kasus trauma thermal terjadi perpindahan energi
(panas/dingin) kejaringan. Pemindahan energi digambarkan sebagai suatu gelombang
kejut yang bergerak dengan kecepatan yang bervariasi melalui media yang berbeda-beda.
Teori ini berlaku untuk semua jenis gelombang seperti gelombang suara, gelombang
tekanan arterial, seperti contoh shock wave yang dihasilkan pada hati atau korteks tulang
pada saat terjadi benturan dengan suatu objek yang menghasilkan pemindahan energi.
Apabila energi yang dihasilkan melebihi batas toleransi jaringan, maka akan terjadi
disrupsi jaringan dan terjadi suatu trauma.memperkuat indikasi tindakan bedah. Luka
tembus pada tubuh dan tekanan darah yang menurun menunjukan adanya trauma
pembuluh darah besar yang harus dilakukan tindakan bedah segera. Penderita dengan
trauma kepala yang bukan karena kecelakaan lalu lintas dan pada pemeriksaaan
neurologis didapatkan abnormalitas, kemungkinan besar harus dilakukan tindakan bedah
eksplorasi. Sedangkan luka bakar karena kebakaran besar didalam ruangan tertutup
biasanya disertai oleh cedera intalasi dan keracunan karbon monoksida.
B. Rumuan Masalah
1. Bagaimana definisi trauma?
2. Bagaimana manejemen trauma?
3. Bagaimana macam-macam trauma?
4. Bagaimana klasifikasi mekanisme trauma?
C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini untuk mengetahui keseluruhan tentang mekanisme
trauma serta untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan gawat darurat.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Trauma adalah penyebab paling umum kematian pada orang usia 16-44 tahun di
seluruh dunia (WHO, 2004). Proporsi terbesar dari kematian (1,2 juta pertahun)
kecelakaan di jalan raya. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi bahwa pada
tahun 2020, cedera lalu lintas menduduki peringkat ketiga dalam penyebab kematian dini
dan kecacatan (Peden, 2004).
Biomekanika trauma merupakan ilmu yang mempelajari kejadian cidera pada
suatu
jenis kekerasan atau kecelakaan menggunakan prinsip-prinsip mekanika dipakai dalam
penyusunan konsep, analisis, disain dan pengembangan peralatan dan sistem dalam
biologi
dan kedokteran.
Menurut Frankel dan Nordin pada tahun 1980 biomekanika merupakan ilmu
mekanika teknik untuk analisa sistem kerangka otot manusia (Chaffin, 1991).
Biomekanika menggunakan konsep fisika dan teknik untuk menjelaskan gerakan pada
bermacam-macam bagian tubuh dan gaya yang bekerja pada bagian tubuh pada aktivitas
sehari-hari. Kajian biomekanika dapat dilihat dalam dua perspektif, yaitu kinematika dan
kinetika. Kinematika lebih menjurus pada karakteristik gerakan yaitu meneliti gerakan
dari segi ruangan yang digunakan dalam waktu yang bersifat sementara tanpa melihat
gaya yang menyebabkan gerakan. Studi kinematika menjelaskan gerakan yang
menyebabkan berapa cepat obyek bergerak, berapa ketinggiannya atau berapa jauh obyek
menjangkau jarak. Posisi, kecepatan dan percepatan tersebut merupakan studi
kinematika. Kajian kinetika menjelaskan tentang gaya yang bekerja pada satu sistem,
misalnya tubuh manusia. Kajian gerakan kinetika menjelaskan gaya yang menyebabkan
gerakan. Dibandingkan dengan kajian kinematika, kajian kinetika lebih sulit untuk
diamati, pada kajian kinetik yang terlihat adalah akibat dari gaya
B. Manajemen trauma
Pada korban dengan obstruksi jalan napas dalam beberapa menit, mengamankan
jalan napas pasien selalu menjadi prioritas. Setelah jalan napas terbuka, korban harus
diberi oksigen dan dipasang ventilasi jika napas tidak memadai (ATLS, 2004).
Selama manajemen berlangsung, asumsi selalu dibuat dimana kerusakan servikal
dan tulang belakang lumbal thoraco mungkin terjadi. Stabilitas tulang belakang leher
harus dilindungi sampai leher dijamin bebas dari risiko cedera (Hodgetts, 2006).
a. Airway
Napas dibuka awalnya dengan 'manuver tangan ' angkat dagu dan dorong rahang,
kepala tidak boleh dimanipulasi dan harus dalam posisi netral. Jika darah, air liur atau
muntah ada dalam napas, suction harus digunakan. Jika 'tangan kosong' teknik yang
tidak memadai, saluran udara orofaringeal atau nasofaring (NP) jalan napas harus
hati-hati ditempatkan untuk mencegah aspek posterior lidah menghalangi faring. NP
saluran udara sangat berguna bagi korban dalam menghalangi saluran udara yang
dipertahankan dari gag refleks untuk menahan orofaringeal, namun mereka harus
digunakan hati-hati pada korban dengan patah tulang tengkorak basal dengan klinis
jelas. Jika manuver ini tidak berhasil, ada perangkat seperti Laringeal Mask Airway
(LMA), yang dapat dimasukkan ke dalam situasi sulit (Hodgetts, 2002).
Definitif nafas securement dengan intubasi atau krikotiroidotomi sangat sulit
dalam korban terjebak. Tanpa penggunaan obat bius dan otot relaksan, korban hanya
dapat diintubasi.

b. Breathing
Setelah jalan napas dibuka dan aman, penilaian pernapasan korban dibuat. Jika
bernapas baik, oksigen diberikan dengan laju alir 5 L/menit. Jika ada keraguan bahwa
pernapasan tidak memadai, maka ventilasi harus didukung dengan bag-valve-mask
(BVM). Ini harus memiliki reservoir yang melekat dengan oksigen mengalir dari 15 L
/ menit. Kecukupan oksigenasi harus dinilai oleh penilaian klinis seperti warna bibir
untuk mendeteksi sianosis, atau menggunakan pulse oksimetri. Kecukupan ventilasi
dapat dinilai oleh penilaian klinis ekspansi dada dan suara napas, atau penggunaan
elektronik end tidal karbon dioksida (EtCO2) monitor (Clasper, 2004).
Tidak adanya bunyi nafas menunjukkan pneumothoraks atau hemothoraks.
Sebuah pneumothoraks harus diperbaiki secepatnya karena merupakan cedera yang
mengancam jiwa, dan harus segera didekompresi dengan jarum besar (14 gauge)
kanula intravena melalui interkostal kedua di garis mid – clavicularis pada sela iga V-
VI.
Open atau Sucking pneumothoraks harus ditutup dengan plester pada tiga sisi
-sisi keempat terbuka untuk mencegah tension pneumotoraks berkembang. Ventilasi
tekanan positif kemungkinan untuk mempercepat konversi tension pneumothoraks
menjadi pneumothorax sederhana. Jika korban yang diintubasi dan berventilasi, dan
pneumothoraks dicurigai, simple thoracostomy dibuat di ruang intercostal 5, anterior
garis mid-clavikularis. Hal ini memungkinkan tension pneumothoraks untuk di
dekompresi.
c. Circulation
Perdarahan eksternal dikendalikan terutama oleh tekanan langsung dengan
dressing, dan anggota tubuh di elevasi jika memungkinkan. Metode lain yang
digunakan adalah penggunaan tourniquet, dressintag hemostatik juga dapat
digunakan pada setiap tahap (Hodgetts, 2002).
Torniket tidak dianjurkan dalam perawatan pra-rumah sakit, karena signifikan
menimbulkan risiko komplikasi serius. Tidak tepat diterapkan torniket dalam
perdarahan karena hasil di distal ekstremitas menjadi iskemia, dan menyebabkan
kerusakan tekanan langsung pada kulit, otot dan saraf. Namun, dengan cedera
ekstremitas dapat mengakibatkan perdarahan (Hodgetts, 2006).

C. Macam-macam trauma
a. Trauma servikal dan tulang belakang
Hanya 2% - 3% dari trauma tumpul yang menyebabkan cedera servikal, tetapi potensi
untuk cedera neurologik membuatnya harus dikenal dengan baik dan penanganannya
sulit. Tulang servikal subaxial (C3-C7) adalah tempat dimana terjadi dua-pertiga dari
semua fraktur servikal dan tiga perempat dari semua dislokasi servikal. Seperti halnya
dengan torakolumbal, klasifikasi dari cedera servical subaxial masih merupakan
permasalahan besar, sering klasifikasi memfokuskan pada mekanisme cedera, dan
tidak memperhatikan stabilitas ligament-ligament dan defisit neurologik. Baru-baru
ini sebuah sistim klasifikasi juga telah dikembangkan, sama halnya seperti klasifikasi
torakolumbal TLIC, yang dikenal dengan nama subaxial injury classification (SLIC),
yang memfokuskan pada : morfologi cedera, defisit neurologik dan integritas
discoligament complex (DLC), untuk memberikan petunjuk penanganan pada cedera
servikal (Sastrodiningrat, 2012).
Trauma yang diakibatkan kecelakaan lalu lintas, jatuh dari tempat yang tinggi
serta pada aktivitas olahraga yang berbahaya boleh menyebabkan cedera pada
beberapa bagian ini. Antara kemungkinan kecederaan yang bisa timbul adalah seperti
berikut (Sastrodiningrat, 2012):
1. Dislokasi atlanto-oksipital (atlanto-occipital dislocation)
Kebanyakan penderita meninggal karena kerusakan batang otak dan apnea
atau kerusakan neurologis yang menetap (kuadriplegia serta ventilator dependent)
2. Fraktur atlas (C1)
Merupakan kurang lebih 5% dari kasus fraktur servikal. Mekanisme
terjadinya cedera adalah axial loading, seperti kepala tertimpa secara vertikal oleh
benda berat atau penderita terjatuh dengan puncak kepala terlebih dahulu.
3. Rotary subluxation dari C1.
Cedera ini banyak ditemukan pada anak-anak, terjadi spontan setelah
terjadinya cedera berat/ringan, infeksi saluran nafas atas, atau penderita dengan
rheumatoid artritis.
4. Fraktur Axis (C2)
Merupakan 18% dari seluruh fraktur tulang servikal. Merupakan tulang
vertebra terbesar sehingga mudah mengalami berbagai jenis fraktur, tergantung
arah dan kekuatan trauma.
5. Fraktur dislokasi ( C3-C7 )
Pada orang dewasa level C5 merupakan level tersering tulang servikal
mengalami fraktur, sedangkan antara C5-C6 merupakan level tersering
mengalami dislokasi.
6. Fraktur vertebra thorakalis ( T1-T10 )
Terbagi 4 :
 Fraktur baji karena kompresi korpus anterior, terjadi akibat axial loading
disertai dengan fleksi.
 Fraktur burst disebabkan oleh kompresi vertikal-aksial
 Fraktur chance, merupakan fraktur transversal pada korpus vertebra,
disebabkan oleh fleksi dengan aksis anterior dari kolumna vertebralis dan
sering dijumpai setelah kecelakaan dimana penderita hanya menggunakan lap
belt saja tanpa shoulder belt. Biasanya berhubungan dengan cedera
retroperitoneal dan cedera organ abdomen.
 Fraktur dislokasi, relatif jarang pada daerah thorakal dan lumbal.
7. Fraktur thorako lumbal (T11-L1)
Biasanya disebabkan oleh kombinasi dari hiperfleksi akut dan rotasi, dan
sebagai konsekuensinya fraktur ini biasanya tidak stabil. Sering terjadi pada
penderita yang jatuh dari ketinggian atau pengemudi mobil yang memakai sabuk
pengaman tetapi dalam kecepatan tinggi. Cedera pada daerah ini menyebabkan
disfungsi dari kandung kencing dan usus serta penurunan sensasi dan motorik
pada daerah ekstremitas bawah.
8. Fraktur lumbal
Kemungkinan terjadinya defisit neurologis komplit jarang dijumpai pada
cedera ini.
b. Cidera kepala
Definisi TBI yang kita kenal selama ini, adalah trauma yang mengenai kepala,
dapat menyebabkan gangguan struktural dan atau gangguan fungsional sementara
atau menetap. Center for Disease Control and Prevention (CDC) memperkirakan,
setiap tahun di Amerika Serikat paling tidak 1.4 juta orang mengalami TBI. Dari
jumlah ini kira-kira 1,1 juta orang ditolong dan diizinkan pulang dari Unit Gawat
Darurat, 235.000 dirawat di rumah sakit dan 50.000 meninggal dunia.
Penyebab utama dari kematian yang berhubungan dengan TBI adalah kecelakaan
lalu lintas, jatuh dan penyerangan / perkelahian (assaults). Klasifikasi mengenai berat
ringannya TBI sangat penting untuk mengarti dan menjelaskan penanggulangan TBI.
Beberapa sistem skoring dapat menilai status neurologik awal pada pasien TBI,
diantaranya Glasgow Coma Scale (GCS), Trauma Score, Trauma Score Revised, dan
Abbreviated Injury Scale (AIS). GCS terlepas dari berbagai kekurangannya,
merupakan sistem yang paling banyak dipakai. GCS sederhana, merupakan skala
praktis untuk menilai derajat kesadaran pasien TBI dan untuk memprediksi hasil
akhirnya. Secara sederhana juga dapat mengklasifikasikan berat ringannya penderita
TBI. TBI ringan, GCS 13-15, TBI sedang, GCS 9-12, dan TBI berat, GCS 3-8
(Sastrodiningrat, 2012).
TBI memicu sederetan kejadian pada tingkat selular dan molekular sehingga
menimbulkan histochemical responses, molecular responses, dan genetic response
yang menyebabkan secondary insult, terutama keadaan iskemia, dan memperberat
cedera otak primer (primary braindamage). Akan tetapi sebaliknya, beberapa dari
responses ini ada yang bersifat neuroprotective (Sastrodiningrat, 2012).
c. Trauma thoraks
Trauma thoraks bisa terbagi dua yaitu :
1. Trauma thoraks yang langsung dapat mengancam jiwa
 Tension pneumothoraks
Terjadi karena adanya one way valve (fenomena pentil) dimana kebocoran
udara yang berasal dari paru-paru atau dari luar melalui dinding dada, masuk
kedalam rongga pleura dan tidak dapat keluar lagi. Sehingga tekanan intra
pleura meninggi, paru-paru menjadi kolaps, mediastinum terdorong ke
kontralateral dan menghambat pengembalian darah vena ke jantung, dan akan
menekan paru kontralateral.
 Pericardial tamponade
Sering disebabkan oleh luka tembus, namun cedera tumpul juga dapat
menyebabkan perikardium terisi darah, baik dari jantung, pembuluh darah
besar maupun dari pembuluh darah perikard.
 Open Pneumothoraks (Pneumothoraks Terbuka)
Defek atau luka yang besar pada dinding dada akan menyebabkan
pneumothoraks terbuka. Tekanan intrapleura akan sama dengan tekanan
atmosfer. Jika defek pada dinding dada lebih besar dari 2/3 diameter trakea
maka udara akan cenderung mengalir melalui defek karena mempunyai
tahanan yang kurang atau lebih kecil dibandingkan dengan trachea. Akibatnya
ventilasi terganggu sehingga menyebabkan hipoksia dan hiperkapnia.
 Hemothoraks masif
Terjadi bila terkumpulnya darah dengan cepat lebih dari 1500cc di dalam
rongga pleura. Sering disebabkan oleh luka tembus yang merusak pembuluh
darah sistemik atau pembuluh darah pada hilus paru.
 Flail chest
Terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi mempunyai kontinuitas
dengan keseluruhan dinding dada. Terjadi bila adanya fraktur iga yang
multipel pada dua atau lebih tulang iga dengan dua atau lebih garis fraktur
(Oakley, 1998).
2. Trauma thoraks yang potensial dapat mengancam jiwa
 Ruptur aorta
Sering menyebabkan kematian segera setelah kecelakaan mobil dengan
tabrakan frontal atau jatuh dari ketinggian. Untuk penderita yang selamat
sesampainya dirumah sakit kemungkinan sering dapat diselamatkan bila
ruptur aorta dapat diidentifikasi dan secepatnya dilakukan operasi (Williams,
2004).
 Cedera tracheobronkial
Sering disebabkan oleh cedera tumpul dan terjadi pada 1 inci dari karina.
Sering ditemukan hemoptisis, emfisema subkutis dan tension pneumothoraks
dengan pergeseran mediastinum. Adanya pneumothoraks dengan gelembung
udara yang banyak pada WSD setelah dipasang selang dada harus dicurigai
adanya cedera trakeo bronkial.
 Cedera tumpul jantung
Dapat menyebabkan kontusio otot jantung, ruptur atrium atau ventrikel
ataupun kebocoran katup.
 Cedera diafragma
Ruptur diafragma traumatik lebih sering terdiagnosa pada sisi kiri karena
obliterasi hepar pada sisi kanan atau adanya hepar pada sisi kanan sehingga
mengurangi kemungkinan terdiagnosisnya ataupun terjadinya ruptur
diafragma kanan
 Kontusio paru
Merupakan kelainan yang paling sering ditemukan pada pada golongan
potentially lethal chest injury. Kegagalan bernafas dapat timbul perlahan dan
berkembang sesuai waktu, tidak langsung terjadi setelah kejadian.
d. Trauma abdomen
Abdomen dibagi 3 bagian (Tintinalli’s Emergency Medicine, 2004):
1. Rongga peritoneum : terdiri dari liver, lien, gaster, usus halus, sebagian
duodenum, dan sebagian usus besar
2. Retroperitoneum : terdiri dari ginjal, ureter, pankreas, aorta dan vena cava.
3. Rongga pelvic : terdiri dari vesica urinaria, rectum dan genitalia interna pada
wanita
Trauma abdomen juga dapat dibagi dua yaitu :
1. Trauma tumpul ( Blunt abdominal trauma )
2. Trauma tembus ( Penetrating abdominal trauma )
e. Trauma musculoskeletal
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Solomon, 2010). Fraktur terbuka adalah
fraktur dimana terdapat hubungan fragmen fraktur dengan dunia luar, baik ujung
fragmen fraktur tersebut yang menembus dari dalam hingga kepermukaan kulit atau
kulit dipermukaan yang mengalami penetrasi suatu objek yang tajam dari luar hingga
ke dalam (Lamichhane, 2010).
Setelah patah tulang terjadi maka otot, pembuluh darah, dan jaringan lunak
lainnya mengalami kerusakan. Sebuah respon sel dengan sel-sel inflamasi dan sel
mesenkimal dibedakan yang menonjol dalam tiga sampai lima hari pertama. Peristiwa
biologis yang menyebabkan fraktur yang komplek tidak sepenuhnya dipahami.
Kebanyakan patah tulang sembuh dengan cara pembentukan kalus. Dalam
penyembuhan fraktur pada tulang panjang menjalani proses klinis dalam lima tahap :
inflamasi, proliferasi, pembentukan callus, konsolidasi, remodelling.
Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai usaha
tubuh untuk memperbaiki kerusakan – kerusakan yang dialaminya. Penyembuhan
dari fraktur dipengaruhi oleh beberapa faktor lokal dan faktor sistemik, adapun faktor
lokal: a) Lokasi fraktur, b) Jenis tulang yang mengalami fraktur, c) Reposisi anatomis
dan immobilasi yang stabil, d) Adanya kontak antar fragmen. e) Ada tidaknya infeksi.
f) Tingkatan dari fraktur. Dan faktor sistemik : a) umur, b) nutrisi, c) riwayat penyakit
sistemik, d) hormonal, e) obat-obatan, f) rokok.
1. Klasifikasi fraktur
Fraktur dapat dibedakan jenisnya berdasarkan hubungan tulang dengan
jaringan disekitar, bentuk patahan tulang, dan lokasi pada tulang fisis.
2. Berdasarkan hubungan tulang dengan jaringan disekitar
Fraktur dapat dibagi menjadi :
 Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar.
 Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar.
3. Prinsip penanganan fraktur

Penatalaksanaan sebagai alat triase.

Secara Umum Menurut Long (1996), penanganan pada fraktur dibagi


menjadi beberapa hal antara lain:

a. Penanganan langsung
1. Pasang bidai sebelum memindahkan pasien atau pertahankan gerakan
diatas dan dibawah tulang yang fraktur sebelum dan transplantasi
2. Tinggikan ekstremitas untuk mengurangi oedema
3. Kirim pasien untuk pertolongan emergency
4. Pantau daerah yang cedera dalam periode waktu yang pendek untuk
sedini mungkin dapat melihat perubahan waktu, pernafasan, dan suhu.
b. Imobilisasi
1. X-Ray
2. Fiksasi eksternal bidai dan gips
3. Traksi
4. Fiksasi internal jarum, plat, skrup, kawat
5. Bone Scans, termogram atau MRI Scans
6. Arteriogram, dilakukan bila ada kerusakan vaskuler
7. CCT kalau banyak kerusakan otot
c. Penanganan pada tulang terbuka
1. Debridemen untuk membersihkan kotoran atau benda asing
2. Pemakaian toksoid tetanus
3. Kultur jaringan dan luka
4. Kompres terbuka
5. Pengobatan dengan antibiotik
6. Penutupan luka bila ada benda infeksi
7. Imobilisasi fraktur menurut Handerson (1997) imobilisasi fraktur yaitu
mengembalikan atau memperbaiki bagian-bagian yang patah dalam
bentuk semula (anatomis) imobilisasi untuk mempertahankan bentuk dan
memperbaiki fungsi bagian tulang yang rusak.
D. Klasifikasi mekanisme trauma
Mekanisme trauma dapat diklasifikasikan sebagai berikut : tumpul, kompresi ,
ledakan dan tembus. Mekanisme cidera terdiri dari : cidera langsung, misal kepala
dipukul menggunakan martil. kulit kepala bisa robek,tulang kepala bisa retak atau
patah, dapat
mengakibatkan perdarahan di otak. cidera perlambatan / deselerasi, misal pada
kecelakaan motor membentur pohon.setelah badan berhenti dipohon, maka organ
dalam akan tetap bergerak maju, jantungakan terlepas dari ikatannya(aorta) sehingga
dapat mengakibatkan ruptur aorta. cidera percepatan / akselerasi, misalnya bila
pengendara mobil ditabrak dari belakang. Misalnya pengendara mobil ditabrak dari
belakang. Tabrakan dari belakang biasanya kehilangan kesadaran sebelum tabrakan
dan sebagainya. Anamnesis yang berhubungan dengan fase ini meliputi : a. Tipe
kejadian trauma, misalnya : tabrakan kendaraan bermotor, jatuh atau trauma / luka
tembus.b. Perkiraan intensitas energi yang terjadi misalnya : kecepatan kendaraan,
ketinggian dari tempat jatuh, kaliber atau ukuran senjata. c. Jenis tabrakan atau
benturan yang terjadi pada penderita : mobil, pohon, pisau dan lain - lain.
a. Trauma Tumpul
Penyebab terbanyak dari trauma tumpul adalah kecelakaan lalu lintas. Pada suatu
kecelakaan lalulintas, misalnya tabrakan mobil, maka penderita yang berada didalam
mobil akan mengalami beberapa benturan (collision) berturut-turut sebagai berikut :
1. Primary Collision
Terjadi pada saat mobil baru menabrak, dan penderita masih berada pada
posisi masingmasing. Tabrakan dapat terjadi dengan cara :Tabrakan depan
(frontal),Tabrakan samping (TBone), Tabrakan dari belakang, Terbalik (roll over)
2. Secondary Collision
Setelah terjadi tabrakan penderita menabrak bagian dalam mobil (atau sabuk
pengaman). Perlukaan yang mungkin timbul akibat benturan akan sangat
tergantung dari arah tabrakan.
3. Tertiary Collision
Setelah penderita menabrak bagian dalam mobil, organ yang berada dalam
rongga tubuh akan melaju kearah depan dan mungkin akan mengalami perlukaan
langsung ataupun terlepas (robek) dari alat pengikatnya dalam rongga tubuh
tersebut.
4. Subsidary Collision
Kejadian berikutnya adalah kemungkinan penumpang mobil yang mengalami
tabrakan terpental kedepan atau keluar dari mobil. Selain itu barang-barang yang
berada dalam mobil turut terpental dan menambah cedera pada penderita.
b. Trauma kompresi
Trauma kompresi terjadi bila bagian depan dari badan berhenti bergerak, sedangkan
bagian dalam tetap bergerak kedepan. Organ-organ terjepit dari belakang oleh bagian
belakang dinding torak oabdominal dan kulumnavetrebralis, dan didepan oleh
struktur yang terjepit. Pada organ yang berongga dapat terjadi apa yang trauma.
Mekanisme trauma yang terjadi pada pengendara sepeda motor dan sepeda meliputi :
a.Benturan frontal
Bila roda depan menabrak suatu objek dan berhenti mendadak maka kendaraan akan
berputar kedepan,dengan momentum mengarah kesumbu depan. Momentum kedepan
akan tetap, sampai pengendara dan kendaraannya dihentikan oleh tanah atau benda
lain. Pada saat gerakan kedepan ini kepala, dada atau perut pengendara mungkin
membentur stang kemudi. Bila pengendara terlempar keatas melewati stang kemudi,
maka tungkainya mungkin yang akan membentur stang kemudi, dan dapat terjadi
fraktur femur bilateral.
b.Benturan lateral
Pada benturan samping, mungkin akan terjadi fraktur terbuka atau tertutup tungkai
bawah. Kalau sepeda / motor tertabrak oleh kendaraan yang bergerak maka akan
rawan untuk menglami tipe trauma yang sama dengan pemakai mobil yang
mengalami tabrakan samping. Pada tabrakan samping pengendara juga akan terpental
karena kehilangan keseimbangan sehingga akan menimbulkan cedera tambahan.
c.Laying the bike down
Untuk menghindari terjepit kendaraan atau objek yang akan ditabraknya pengendara
mungkin akan menjatuhkan kendaraannya untuk memperlambat laju kendaraan dan
memisahkannya dari kendaraan. Cara ini dapat menimbulkan cedera jaringan lunak
yang sangat parah.
d.Helm (helmets)Walaupun penggunaan helm untuk melindungi kepala agak terbatas
namun penggunaannya jangan diremehkan. Helm didesain untuk mengurangi
kekuatan yang mengenai kepala dengan cara mengubah energi kinetik benturan
melalui kerja deformasi dari bantalannya dan diikuti dengan mendistribusikan
kekuatan yang menimpa tersebut seluasluasnya. Secara umum petugas gawat darurat
harus berhati-hati dalam melepas helm korban kecelakaan roda dua, terutama pada
kecurigaan adanya fraktur servical harus tetap menjaga kestabilan kepala dan tulang
belakang dengan cara teknik fiksasi yang benar. Secara umum keadaan yang harus
dicurigai sebagai perlukaan berat (walaupun penderita mungkin dalam keadaan baik)
adalah sebagai berikut :
Penderita terpental , antara lain :
- Pengendara motor
- Pejalan kaki ditabrak kendaraan bermotor
- Tabrakan mobil dengan terbalik
- Terpental keluar mobil
Setiap jatuh dari ketinggian > 6 meter
Ada penumpang mobil (yang berada didalam satu kendaraan) meninggal.
c. Trauma ledakan (Blast Injury)
Ledakan terjadi sebagai hasil perubahan yang sangat cepat dari suatu bahan dengan
volume yang relatif kecil, baik padat, cairan atau gas, menjadi produk-produk gas.
Produk gas ini yang secara cepat berkembang dan menempati suatu volume yang jauh
lebih besar dari pada volume bahan aslinya. Bilamana tidak ada rintangan,
pengembangan gas yang cepat ini akan menghasilkan suatu gelombang tekanan
(shock wave). Trauma ledakan dapat diklasifikasikan dalam 3 mekanisme kejadian
trauma yaitu primer, sekunder dan tersier. Trauma ledak primer Merupakan hasil dari
efek langsung gelombang tekanan dan paling peka terhadap organ –organ yang berisi
gas. Membrana timpani adalah yang paling peka terhadap efek primer ledak dan
mungkin mengalami ruptur bila tekanan melampaui 2 atmosfir. Jaringan paru akan
menunjukan suatu kontusi, edema dan rupture yang dapat menghasilkan
pneumothoraks. Cedera ledak primer (gelombang kejut). Cedera ledak sekunder
Ruptur alveoli dan vena pulmonaris dapat menyebabkan emboli udara dan kemudian
kematian mendadak. Pendarahan intraokuler dan ablasio retina merupakan
manifestasi okuler yang biasa terjadi, demikian juga ruptur intestinal. Trauma ledak
sekunder Merupakan hasil dari objek-objek yang melayang dan kemudian membentur
orang disekitarnya. Trauma ledak tersier Terjadi bila orang disekitar ledakan
terlempar dan kemudian membentur suatu objek atau tanah. Trauma ledak sekuder
dan tertier dapat mengakibatkan trauma baik tembus maupun tumpul secara
bersamaan. Cedera LedakTersier
d. Trauma Tembus (Penetrating Injury)
1. Senjata dengan energi rendah (Low Energy)
Contoh senjata dengan energi rendah adalahpisau dan alat pemecah es. Alat ini
menyebabkan kerusakan hanya karena ujung tajamnya. Karena energi rendah,
biasanya hanya sedikit menyebabkan cidera sekunder. Cedera pada penderita dapat
diperkirakan dengan mengikuti alur senjata pada tubuh. Pada luka tusuk, wanita
mempunyai kebiasaan menusuk kebawah, sedangkan pria menusuk keatas karena
kebiasaan mengepal.Saat menilai penderita dengan luka tusuk, jangan diabaikan
kemungkinan luka tusuk multipel. Inspeksi dapat dilakukan dilokasi, dalam
perjalanan ke rumah sakit atai saat tiba di rumah sakit, tergantung pada keadaan
disekitar lokasi dan kondisi pasien.
2. Senjata dengan energi menengah dan tinggi (medium and high energy)
Senjata dengan energi menengah contohnya adalah pistol, sedangkan senjata dengan
energi tinggi seperti senjata militer dan senjata untuk berburu. Semakin banyak
jumlah mesiu, maka akan semakin meningkat kecepatan peluru dan energi kinetiknya.
Kerusakan jaringan tidak hanya daerah yang dilalui peluru tetapi juga pada daerah
disekitar alurnya akibat tekanan dan regangan jaringan yang dilalui peluru. Peluru
akibat senjata energi tinggi
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Trauma adalah penyebab paling umum kematian pada orang usia 16-44 tahun
di seluruh dunia (WHO, 2004). Proporsi terbesar dari kematian (1,2 juta pertahun)
kecelakaan di jalan raya. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi bahwa
pada tahun 2020, cedera lalu lintas menduduki peringkat ketiga dalam penyebab
kematian dini dan kecacatan.
Pada korban dengan obstruksi jalan napas dalam beberapa menit,
mengamankan jalan napas pasien selalu menjadi prioritas. Setelah jalan napas
terbuka, korban harus diberi oksigen dan dipasang ventilasi jika napas tidak memadai.

Anda mungkin juga menyukai