Anda di halaman 1dari 12

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KRITIS

“Ventilator Mekanik”

Oleh:

NAMA : LESTARI NINGSIH

NIM : 21117074

Dosen Pembimbing : Siti Ramadhoni , S.Kep.Ns.,M.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN IKesT MUHAMMADIYAH PALEMBANG

2020
A. Definisi ventilator mekanik

Ventilator mekanis adalah alat pernafasan bertekanan negatif atau positif


yang dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen selama waktu
yang lama (Brunner and Suddarth, 2001).

Ventilasi mekanik adalah proses penggunaan suatu peralatan untuk


memfasilitasi transpor oksigen dan karbondioksida antara atmosfer dan
alveoli untuk tujuan meningkatkan pertukaran gas paru-paru (Urden, Stacy,
Lough, 2010). Ventilator merupakan alat pernafasan bertekanan negatif atau
positif yang dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen untuk
periode waktu yang lama (Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008).

B. Anatomi dan fisiologi pernapasan

C. Tujuan ventilator mekanik

Tujuan ventilasi mekanik adalah untuk mempertahankan ventilasi alveolar


yang tepat untuk kebutuhan metabolik pasien dan untuk memperbaiki
hipoksemia dan memaksimalkan transpor oksigen (Hudak & Gallo, 2010).
Bila fungsi paru untuk melaksanakan pembebasan CO2 atau pengambilan O2
dari atmosfir tidak cukup, maka dapat dipertimbangkan pemakaian ventilator
(Rab, 2007). Tujuan fisiologis meliputi membantu pertukaran gas kardio-
pulmonal (ventilasi alveolar dan oksigenasi arteri), meningkatkan volume
paru-paru (inflasi paru akhir ekspirasi dan kapasitas residu fungsional), dan
mengurangi kerja pernafasan. Tujuan klinis meliputi mengatasi hipoksemia
dan asidosis respiratori akut, mengurangi distress pernafasan, mencegah atau
mengatasi atelektasis dan kelelahan otot pernafasan, memberikan sedasi dan
blokade neuromuskular, menurunkan konsumsi oksigen, mengurangi tekanan
intrakranial, dan menstabilkan dinding dada (Urden, Stacy, Lough, 2010).

D. Indikasi ventilator mekanik


Ventilasi mekanik diindikasikan untuk alasan fisiologis dan klinis (Urden,
Stacy, Lough, 2010). Ventilasi mekanik diindikasikan ketika modalitas
manajemen noninvasif gagal untuk memberikan bantuan oksigenasi dan/atau
ventilasi yang adekuat. Keputusan untuk memulai ventilasi mekanik
berdasarkan pada kemampuan pasien memenuhi kebutuhan oksigenasi
dan/atau ventilasinya. Ketidakmampuan pasien untuk secara klinis
mempertahankan CO2 dan status asam-basa pada tingkat yang dapat diterima
yang menunjukkan terjadinya kegagalan pernafasan dan hal tersebut
merupakan indikasi yang umum untuk intervensi ventilasi mekanik (Chulay
& Burns, 2006).

E. Klasifikasi ventilator mekanik

F. Komplikasi ventilator mekanik

Pasien dengan ventilator mekanis memerlukan observasi, keterampilan dan


asuhan keperawatan berulang. Komplikasi yang dapat terjadi dengan terapi
ventilator ini adalah:

1. Komplikasi jalan nafas

Kebanyakan pasien dengan ventilator perlu dilakukan restrein pada


kedua tangan, karena ekstubasi tanpa disengaja oleh pasien sendiri
dengan aspirasi adalah komplikasi yang pernah terjadi. Selain itu self-
extubation dengan manset masih mengembang dapat menimbulkan
kerusakan pita suara. Prosedur intubasi itu sendiri merupakan resiko
tinggi. Contoh komplikasi intubasi meliputi:

a) Intubasi lama dan rumit meningkatkan hipoksia dan trauma trakea.

b) Intubasibatangutama (biasanya kanan) ventilasi tak seimbang,


meningkatkan laju mortalita

c) Intubasi sinus piriformis (jarang) abses faringeal Pnemonia


Pseudomonas sering terjadi pada kasus intubasi lama dan selalu
kemungkinan potensial dari alat terkontaminasi.
2. Masalah selang endotrakeal

Bila selang diletakkan secara nasotrakeal, infeksi sinus berat dapat


terjadi. Kapanpun pasien mengeluh nyeri sinus atau telinga atau terjadi
demam dengan etiologi yang tak diketahui, sinus dan telinga harus
diperiksa untuk kemungkinan

sumber infeksi (Hudak & Gallo, 2010). Beberapa derajat kerusakan


trakeal disebabkan oleh intubasi lama. Stenosis trakeal dan malasia dapat
diminimalkan bila tekanan manset diminimalkan. Sirkulasi arteri
dihambat oleh tekanan manset 30 mmHg. Bila edema laring terjadi,
maka ancaman kehidupan pasca ekstubasi dapat terjadi (Hudak & Gallo,
2010).

3. Masalah Selang Endotrakeal

Bila selang diletakkan secara nasotrakeal, infeksi sinus berat dapat


terjadi. Alternatifnya, karena posisi selang pada faring, orifisium ke
telinga tengah dapat tersumbat, menyebabkan otitis media berat,
kapanpun pasien mengeluh nyeri sinus atau telinga atau terjadi demam
dengan etiologi yang tidak diketahui, sinus dan telinga harus diperiksa
untuk kemungkinan sumber infeksi. Beberapa derajat kerusakan trakeal
disebabkan oleh intubasi lama. Stenosis trakeal dan malasia dapat
diminimalkan bila tekanan manset diminimalkan. Sirkulasi arteri
dihambat oleh tekanan manset kurang lebih 30 mm/Hg. Penurunan
insiden stenosis dan malasia telah dilaporkan dimana tekanan manset
dipertahankan kurang lebih 20 mm/Hg. Bila edema laring terjadi, maka
ancaman kehidupan paskaekstubasi dapat terjadi.

4. Masalah mekanis
Malfungsi ventilator adalah potensial masalah serius. Tiap 2 sampai 4
jam ventilator diperiksa oleh staf keperawatan atau pernafasan. VT tidak
adekuat disebabkan oleh kebocoran dalam sirkuit atau manset, selang,
atau ventilator terlepas, atau obstruksi aliran. Selanjutnya disebabkan
oleh terlipatnya selang, tahanan sekresi, bronkospasme berat, spasme
batuk, atau tergigitnya selang endotrakeal (Hudak & Gallo, 2010).
Secara latrogenik menimbulkan komplikasi melampaui kelebihan
ventilasi mekanis yang menyebabkan alkalosis respiratori dan karena
ventilasi mekanis menyebabkan asidosis respiratori atau hipoksemia.
Penilaian GDA menentukan efektivitas ventilasi mekanis. Perhatikan,
bahwa pasien PPOM diventilasi pada nilai GDA normal mereka, yang
dapat melibatkan kadar karbondioksida tinggi.

5. Barotrauma

Ventilasi mekanik melibatkan „pemompaan” udara ke dalam dada,


menciptakan tekanan posistif selama inspirasi. Bila PEEP ditambahkan,
tekanan ditingkatkan dan dilanjutkan melalui ekspirasi. Tekanan positif
ini dapat menyebabkan robekan alveolus atau emfisema. Udara
kemudian masuk ke area pleural, menimbulkan tekanan pneumothorak-
situasi darurat. Pasien dapat mengembangkan dispnea berat tiba-tiba dan
keluhan nyeri pada daerah yang sakit (Hudak & Gallo, 2010). Tekanan
ventilator menggambarkan peningkatan tajam pada ukuran, dengan
terdengarnya bunyi alarm tekanan. Pada auskultasi, bunyi nafas pada
area yang sakit menurun atau tidak ada. Observasi pasien dapat
menunjukkan penyimpangan trakeal. Kemungkinan paling menonjol
menyebabkan hipotensi dan bradikardi yang menimbulkan henti jantung
tanpa intervensi medis. Sampai dokter datang untuk dekompresi dada
dengan jarum, intervensi keperawatannya adalah memindahkan pasien
dari sumber tekanan positif dan memberi ventilasi dengan resusitator
manual, memberikan pasien pernafasan cepat.

6. Penurunan curah jantung


Penurunan curah ditunjukkan oleh hipotensi bila pasien pertama kali
dihubungkan ke ventilator ditandai adanya kekurangan tonus simpatis
dan menurunnya aliran balik vena. Selain hipotensi, tanda dan gejala lain
meliputi gelisah yang dapat dijelaskan, penurunan tingkat kesadaran,
penurunan halauan urin, nadi perifer lemah, pengisian kapiler lambat,
pucat, lemah dan nyeri dada. Hipotensi biasanya diperbaiki dengan
meningkatkan cairan untuk memperbaiki hipovolemia.(Hudak & Gallo,
2010).
7. Keseimbangan cairan positif

Penurunan aliran balik vena ke jantung dirangsang oleh regangan


reseptor vagal pada atrium kanan. Manfaat hipovolemia ini merangsang
pengeluaran hormon antidiuretik dari hipofisis posterior. Penurunan
curah jantung menimbulkan penurunan haluaran urin melengkapi
masalah dengan merangsang respon aldosteron renin-angiotensin. Pasien
yang bernafas secara mekanis, hemodinamik tidak stabil, dan yang
memellukan resusitasi cairan dalam jumlah besar dapat mengalami
edema luas, meliputi edema sakral dan fasial (Hudak & Gallo, 2010).

8. Peningkatan IAP

Peningkatan PEEP (Positive End-Expiratory Pressure) bisa membatasi


pengembangan rongga abdomen ke atas. Perubahan tekanan pada kedua
sisi diafragma bisa menimbulkan gangguan dalam hubungan antara
intraabdomen atas dan bawah, tekanan intrathorak dan intravaskuler
intraabdomen (Valenza et al., 2007 dalam Jakob, Knuesel, Tenhunen,
Pradl, Takala, 2010). Hasil penelitian Morejon & Barbeito (2012),
didapatkan bahwa ventilasi mekanik diidentifikasi sebagai faktor
predisposisi independen untuk terjadinya IAH. Pasien-pasien dengan
penyakit kritis, yang terpasang ventilasi mekanik, menunjukkan nilai
IAP yang tinggi ketika dirawat dan harus dimonitor terus-menerus
khususnya jika pasien mendapatkan PEEP walaupun mereka tidak
memiliki faktor risiko lain yang jelas untuk terjadinya IAH. Setting
optimal ventilasi mekanik dan pengaruhnya terhadap fungsi respirasi dan
hemodinamik pada pasien dengan acute respiratory distress syndrome
(ARDS) berhubungan dengan IAH masih sangat jarang dikaji.
Manajement ventilator yang optimal pada pasien dengan ARDS dan IAH
meliputi: monitor IAP, tekanan esofagus, dan hemodinamik; setting
ventilasi dengan tidal volume yang protektif, dan PEEP diatur
berdasarkan komplain yang terbaik dari sistem respirasi atau paru-paru;
sedasi dalam dengan atau tanpa paralisis neuromuskular pada ARDS
berat; melakukan open abdomen secara selektif pada pasien dengan ACS
berat (Pelosi & Vargas, 2012).

G. Mekanisme inspirasi dada ventilator mekanik

H. Setting ventilator mekanik

I. Weaning / penyalihan ventilator mekanik

1. Perngertian Weaning

Weaning atau penyapihan adalah proses pelepasan bantuan ventilator


dan menetapkan kembali rspirasi spontan dan mandiri. Penyapihan
dimulai jika proses yang menyertai penyebab gagal nafas telah dikoreksi
atau stabil. Proses dan waktu yang diperlukan untuk penyapihan
bergantung pada faktor seperti kondisi paru sebelumnya, durasi ventilasi
mekanis, dan kondisi umum pasien baik fisik dan psikologis. Pada semua
kasus tanda-tanda vital, kecepatan respirasi, derajat dipsnea, gas darah,
dan status klinis digunakan dalam mengevaluasi penyapihan dan
perkembangannya.

2. Metode Weaning

Metode yang digunakan dibedakan berdasarkan durasi pemakaian dari


ventilasi mekanis itu sendiri. Setelah periode singkat dari ventilasi
mekanis dan penggunaan ventilasi mekanis yang lebih lama dan
membutuhkan pengondisian kembali otot pernafasan.
a) Weaning Pada Periode Ventilasi Mekanis Yang Singkat

Setelah periode singkat dari ventilasi mekanis metode penyapihan


yang digunakan bisa CPAP. Metode CPAP dengan percobaan nafas
spontan yang dibantu oleh ventilator dengan mode CPAP. Selama
melakukan proses penyapihan dengan CPAP dilakukan pemantauan
tanda-tanda vital, saturasi oksigen, ETCO2, dan PO2 dimonitor
secara cermat. Metode CPAP memberikan jumlah kegagalan
penyapihan yang lebih rendah (Rosema et al., 2014).

b) Weaning Pada Periode Ventilasi Mekanis Yang Lama

Metode yang bias digunakan untuk penggunaan ventilasi mekanis


lama bias dengan SIMV dan PSV. Ketika SIMV digunakan jumlah
nafas dibantu ventilator mandatory diturunkan bertahap seiring
dengan pemantauan kecepatan pernafasan dan ETCO2 dimonitor.
Ketika pasien dapat menoleransi SIMV pada empat nafas permenit
tanpa periode istirahat bantuan ventilator yang lebih beasr,
penyapihan CPAP atau Tpiece diusahakan sebelum ektubasi
(Fishman et al., 2008b). Penyapihan merupakan penggunaan utama
untuk ventilasi bantuan tekanan (pressure support ventilation, PSV).
Awalnya PSV diatur sedikti dibawah tekanan inspirasi puncak yang
diperlukan selama ventilasi volume tersiklus. Tingkat bantuan
tekanan diturunkan secara bertahap, sering kali pada pola siklus
periode bantuan minimal bertukar dengan bantuan lebih tinggi dari
otot respirasiyang dikondisikan kembali. Ketika sadar PSV cukup
untuk mengatasi reisitensi selang endotrakea, bantuan dihentikan
dan pasien diektubasi (Fishman et al., 2008).

3. Posisi Ideal Pada Proses Weaning


Dengan memberikan posisi yang sesuai diharapkan proses weaning dapat
berjalan dengan lancer dan kenyamanan pasien tetap terjaga. Posisi
mempengaruhi nilai tidal volume pada pasien terpasang ventilasi
mekanik terutama dengan mode CPAP, nilai tidal volume pada posisi
head of bed elevasi 30 derajat menunjukkan nilai lebih baik dibanding
posisi lateral (Rustandi et al., 2014). Posisi semi recumbent 30 derajat
sampai dengan 60 derajat sangat singnifikan dalam mengurangi resiko
terjadinya ventilator associated pneumonia (VAP) dibanding posisi
supine nol derajat sampai dengan 10 derajat (Wang et al., 2016). Pada
posisi elevasi 45 derajat membantu menurunkan kerja otot pernafasan,
membantu menurunkan nilai PEEP, dan memberikan rasa nyaman
pasien. Posisi setengah duduk membantu proses weaning pada pasien
dengan ketergantungan pada ventilator (Deye et al., 2013).

J. Faktor yang mempengaruhi pengggunaan ventilator mekanik

K. Monitoring pasien dengan ventilator mekanik

Prinsipnya pada pasien kritis berfokus pada management dan monitoring


ventilasi mekanik. Monitoring ventilasi berhubungan dengan 5 area yaitu:

1. Pertukaran gas

2. Ventilasi

3. Mekanik paru

4. Tekanan inspirasi dan ekspirasi paru

5. Kapasitas ventilasi

L. Asuhan keperawatan
Daftar pustaka
Anymous.2006. Ventilator Mekanik. Diakses dari http//wikipedia.org/wiki/
mechanical ventilation pada tanggal 13 desember 2010

Anymous. 2008. Weaning from a ventilator diakses dari


httpm://www/northeastcenter.com/weaning from a ventilator.htm pada tanggal 13
Desember 2010.

Hudak, Carolyn dkk.1997. Keperawatan Kritis Volume 1. Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 1.


Jakarta: EGC

Wong, D.L. et all. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik vol 2. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai