“Efektivitas Perawatan Luka Teknik Balutan Wet Dry Dan Moist Wound
Healing Pada Penyembuhan Ulkus Diabetik”
Disusun Oleh :
LESTARI NINGSIH 22221067
A. Pengertian
American Diabetes Association (2016) menyatakan bahwa Diabetes
Melitus (DM) adalah penyakit metabolik ditandai dengan hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Diabetes
Melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas tidak
menghasilkan cukup insulin (hormon yang mengatur gula darah) atau ketika
tubuh tidak dapat secara aktif menggunakan insulin yang dihasilkan (World
Health Organization, 2016. Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan kronis yang
terjadi ketika adanya peningkatan kadar glukosa darah karena tubuh yang tidak
dapat mengunakan insulin secara efektif atau tidak menghasilkan cukup hormon
insulin (International Diabetes Federation, 2017).
B. Etiologi
Menurut Padila (2012), etiologi diabetes melitus adalah :
1. Diabetes Tipe 1
a. Faktor genetik
Pasien diabetes sendiri tidak mewarisi diabetes tipe 1 dengan sendirinya,
tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kerentanan genetik dari diabetes
tipe 1, dan kerentanan genetik ini ada pada individu dengan antigen tipe
HLA.
b. Faktor-fakror imunologi
Terdapat reaksi autoimun yang merupakan reaksi abnormal di mana
antibodi secara langsung terarah pada jaringan manusia normal dengan
bereaksi terhadap jaringan yang dianggap sebagai benda asing yaitu
autoantibodi terhadap sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
c. Faktor lingkungan
Toksin atau virus tertentu yang dapat memicu proses autoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.
2. Diabetes Tipe 2
Mekanisme pasti yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin pada diabetes tipe 2 masih belum jelas. Faktor genetik berperan dalam
perkembangan resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
a. Usia
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
C. Manifestasi klinis
Menurut Febrinasari et al (2020), manifestasi klinis diabetes melitus adalah:
1. Poliuria (sering kencing)
2. Polidipsia (sering merasa haus)
3. Polifagia (sering merasa lapar)
4. Penurunan berat badan yang tidak diketahui penyebabnya.
Selain hal-hal tersebut, gejala lain adalah:
1. Mengeluh lemah dan kurang energi
2. Kesemutan di tangan atau kaki
3. Mudah terkena infeksi bakteri atau jamur
4. Gatal
5. Mata kabur
6. Penyembuhan luka yang lama.
Manifestasi klinis diabetes melitus menurut (Riyadi, 2011) adalah :
1. Tipe IDDM seperti :
a. Poliuria, polipagia, polidipsia, BB menurun, lemah, dan somnolen
berlangsung beberapa hari atau minggu.
b. Ketoasidosis dan dapat meninggal jika tidak segera ditangani.
c. Biasanya memerlukan terapi insulin untuk mengontrol karbohidrat.
2. Tipe NIIDM seperti :
a. Jarang menunjukkan gejala klinis
b. Diagnosis didasarkan pada tes darah laboratorium dan tes toleransi
glukosa.
c. Hiperglikemia berat, poliuria, poliuria, kelemahan dan kelesuan.
d. Jarang menderita ketoasidosis.
D. Komplikasi
Menurut Febrinasari et al (2020) komplikasi diabetes melitus ada 2 (dua) yaitu
1. Komplikasi diabetes melitus akut
Komplikasi diabetes akut dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu naik turunnya
kadar gula darah secara drastis. Keadaan ini membutuhkan perhatian medis
segera, karena jika terlambat dapat menyebabkan hilangnya kesadaran,
kejang dan kematian. Terdapat 3 macam komplikasi diabetes melitus akut:
a. Hipoglikemia
Hipoglikemia merupakan kondisi dimana turunnya kadar gula
darah secara drastis akibat terlalu banyak insulin dalam tubuh, terlalu
banyak mengonsumsi obat penurun gula darah, atau terlambat makan.
Gejala berupa penglihatan kabur, detak jantung cepat, sakit kepala,
gemetar, berkeringat dingin dan pusing. Kadar gula darah yang terlalu
rendah dapat menyebabkan pingsan, kejang, bahkan koma.
b. Ketosiadosis diabetik (KAD)
Ketosiadosis diabetik merupakan keadaan darurat medis yang
disebabkan oleh kadar gula darah yang tinggi. Ini merupakan
komplikasi penyakit diabetes yang terjadi ketika tubuh tidak dapat
menggunakan gula atau glukosa sebagai sumber bahan bakar, sehingga
tubuh mengolah lemak dan menghasilkan keton sebagai sumber energi.
Jika tidak segera mencari pertolongan medis, kondisi ini dapat
menyebabkan penumpukan asam yang berbahaya di dalam darah,
sehingga dapat menyebabkan dehidrasi, koma, sesak napas, bahkan
kematian.
c. Hyperosmolar hyperglycemic state (HHS)
Situasi ini juga merupakan salah satu situasi darurat, dan tingkat
situasi ini juga merupakan salah satu situasi darurat dimana angka
kematian mencapai 20%. Terjadinya HHS disebabkan oleh peningkatan
mortalitas sebesar 20%. HHS terjadi karena lonjakan kadar glukosa
darah yang sangat tinggi selama periode waktu tertentu. Gejala HHS
ditandai dengan rasa haus, kejang, kelemahan dan gangguan kesadaran
yang menyebabkan koma. Selain itu, penyakit diabetes yang tidak
terkontrol juga dapat menyebabkan komplikasi serius lainnya yaitu
hiperglikemia non ketosis dan sindrom hiperglikemia. Komplikasi akut
diabetes adalah kondisi medis serius yang memerlukan perawatan dan
pemantauan oleh dokter di rumah sakit.
2. Komplikasi diabetes melitus kronis
Seringkali komplikasi jangka panjang secara bertahap terjadi saat
diabetes tidak terkontrol dengan baik. Tinggi kadar gula darah yang tidak
terkontrol dari waktu ke waktu akan menyebabkan kerusakan serius pada
semua organ tubuh Beberapa komplikasi jangka panjang pada penyakit
diabetes melitus menurut Febrinasari et al., 2020 yaitu:
a. Gangguan pada mata (retinopati diabetik)
Tingginya kadar gula darah bisa membahayakan pembuluh darah di
retina yang berpotensial menyebabkan kebutaan. Kerusakan pembuluh
darah di mata juga meningkatkan risiko gangguan penglihatan, seperti
katarak dan glaukoma. Deteksi dini dan pengobatan retinopati dapat
dicegah atau ditunda secepat mungkin kebutaan. Dorong penderita
diabetes menjalani pemeriksaan mata secara teratur.
b. Kerusakan ginjal (nefropati diabetik)
Kerusakan ginjal yang disebabkan oleh DM disebut dengan nefropati
diabetik. Situasi ini bisa menyebabkan gagal ginjal dan bahkan bisa
mengakibatkan kematian jika tidak ditangani dengan baik. Saat terjadi
gagal ginjal, pasien harus melakukan dialisis rutin atau transplantasi
ginjal. Dikatakan bahwa diabetes adalah silent killer, karena biasanya
tidak menimbulkan gejala khas pada tahap awal. Namun, pada stadium
lanjut, gejala seperti anemia, kelelahan, pembengkakan pada kaki, dan
gangguan elektrolit dapat terjadi. Diagnosis dini, kontrol gula darah dan
tekanan darah, manajemen pengobatan pada tahap awal kerusakan
ginjal, dan membatasi asupan protein adalah cara yang bisa dilakukan
dalam menghambat perkembangan diabetes yang menyebabkan gagal
ginjal.
c. Kerusakan saraf (neuropati diabetik)
Diabetes juga dapat merusak pembuluh darah dan saraf, terutama saraf
di kaki. Kondisi ini disebut neuropati diabetes, ini karena saraf
mengalami kerusakan baik secara langsung akibat tingginya gula darah,
maupun karena penurunan aliran darah menuju saraf. Rusaknya saraf
dapat menyebabkan gangguan sensorik dengan gelaja berupa mati rasa,
kesemutan, dan nyeri. Kerusakan saraf juga bisa mempengaruhi saluran
pencernaan (gastroparesis). Gejalanya berupa mual, muntah dan cepat
merasa kenyang saat makan. Pada pria, komplikasi diabetes bisa
menyebabkan disfungsi ereksi atau impotensi. Komplikasi ini dapat
dicegah dan penundaan hanya bila diabetes terdeteksi sejak dini agar
kadar gula darah bisa terkontrol melalui pola makan dan gaya hidup
sehat dan minum obat yang sesuai rekomendasi dokter.
d. Masalah kaki dan kulit
Komplikasi yang juga sangat umum adalah masalah kulit dan luka pada
kaki yang sulit sembuh. Ini karena kerusakan pembuluh darah dan saraf
serta aliran darah kaki yang sangat terbatas. Gula darah yang tinggi bisa
mempermudah bakteri dan jamur berkembang biak. Selain itu, akibat
diabetes, kemampuan tubuh untuk menyembuhkan dirinya sendiri juga
berkurang. Jika tidak dirawat dengan baik, kaki penderita diabetes
berisiko mengalami cedera dan infeksi, yang dapat menyebabkan
gangren dan ulkus diabetes. Perawatan luka di kaki penderita diabetes
adalah dengan memberi antibiotik, perawatan luka yang baik, hingga
dapat diamputasi jika jaringan rusak ini sudah parah.
e. Penyakit kardiovaskular
Kadar gula darah yang tinggi bisa menyebabkan rusaknya pembuluh
darah sehingga seluruh sirkulasi darah tersumbat termasuk jantung.
Komplikasi yang menyerang jantung dan pembuluh darah yaitu
penyakit jantung, stroke, serangan jantung dan penyempitan arteri
(aterosklerosis).
Mekanisme radang
A. KASUS
Tn.Z masuk ke RSMH tanggal l2 November 2021, dengan diagnosa DM tipe 2.
Pasien mengatakan nyeri pada kaki sebelah kanan karna luka yang terdapat
dikakinya, pasien mengeluh nyeri pada bagian kaki kurang dari 3 bulan, nyeri
seperti ditekan, skala nyeri 3, nyeri hilang timbul, pasien mengatakan pusing,
badan lemas, pasien mengatakan kaki kanan bengkak dan nyeri TD 140/90
mmhg, T 35,8 C, RR 22x/m, N 80x/m, Kadar glukosa darah 221 mg/dL. Hasil
pemeriksaan laboratorium kadar hemoglobin 10,4 g/dL, Eritrosit 3,65 106/mm3,
Leukosit 45,01 103/mm3, Hematrokit 29 %, Trombosit 310 103/uL, glukosa darah
sewaktu 260 mg/dL, glukosa darah puasa 80 mg/dL, Glukosa 2 jam PP 146 mg/dL,
Kalsium 6,5 mg/dL, Albumin 1,9 g/dL, Kolesterol total 83 mg/dL, Natrium 128
mEq/L, Kalium 4,9 mEq/L, Ureum 92 mg/dL, Kreatinin1,21Mg/dL. Pemberian
terapi obat berupa IVPD Nacl 0,9 %, Ca glukomas 1 gram, Sucraifat 10cc,
Heparin 1.500 unit, Intrasit gel II, Coco350 gram, Veropera 1 gr, Heparin 1.500
unit, ganti perban yang dilakukan 1x dalam 3 hari untuk mencegah infeksi pada
luka gangren.
B. PERTANYAAN KLINIS
Apakah perawatan luka teknik balutan Wet Dry dan Moist Wound Healing
memiliki efektifitas pada penyembuhan ulkus diabetik ?
BAB III
ANALISIS JURNAL
B. Tujuan penelitian :
Untuk melihat efektivitas penyembuhan luka dengan membandingkan
penggunaan balutan dengan teknik Wet-Dry dan dengan teknik balutan Moist
Wound Healing.
C. Tempat penelitian :
RSUD Tarakan
D. PICO
P : Ulkus Diabetik
I : Wet dry dan moist wound healing
C : Efektivitas penyembuhan luka ulkus diabetik dengan membandingkan
penggunaan balutan dengan teknik Wet-Dry dan dengan teknik balutan Moist
Wound Healing.
O : Penggunaan balutan dengan teknik Wet-Dry dan dengan teknik balutan
Moist Wound Healing dapat membantu penyembuhan luka pada ulkus diabetic.
3. Applicability
a. Dalam diskusi :
Berdasarkan uji t-tidak berpasangan diperoleh p value > 0,5 disimpulkan
bahwa ada perbedaan pada karakteristik untuk ukuran luka, kedalaman
luka, keadaan tepi luka, luas jaringan nekrotik, jenis eksudat, jumlah
eksudat, oedem perifer, ukuran jaringan granulasi, indurasi jaringan perifer
dan ukuran epitelisasi. Rata-rata efektifitas penyembuhan luka pada
kelompok perawatan luka dengan menggunakan teknik Wet-dry sebesar
2,33 sedangkan pada penyembuhan luka dengan teknik Moist Wound
Healing rata-rata 1,40. Uji t-berpasangan menunjukan nilai signifikan p
=0,004 yang mana nilai p Value 0,05 sehingga ini menunjukan bahwa
terdapat perbedaan yang antara kelompok penyembuhan luka dengan
perawatan dengan tehnik Wet-dry dan Moist Wound Healing.
b. Karakteristik klien : Seluruh pasien diabetes yang mengalami ulkus
diabetik
c. Fasilitas biaya : Tidak dicantumkan jumlah biaya yang digunakan
Dari hasil penelitian yang dilakukan tentang proses penyembuhan luka pada pasien
dengan ulkus diabetik dengan menggunakan teknik balutan Wet-dry dan teknik Moist
Wound Healing didapatkan hasil uji statistik adanya perbedaan antara proses
penyembuhan dengan teknik moist healing dan wet-dry sehingga disimpulkan bahwa
pasien dengan ulkus diabetik yang perawatan luka dengan menggunakan moist
healing cenderung proses penyembuhan lukanya lebih cepat.
DAFTAR PUSTAKA
Imaculata Maria Ose. (2018). Efektivitas Perawatan Luka Teknik Balutan WetDry
Dan Moist Wound Healing Pada Penyembuhan Ulkus Diabetik. Journal of
Borneo Holistic Health, Volume 1 No. 1 Juni 2018 hal 101-112
Adimas. (2008). Cara Perawatan dengan Modern Dressing. http:// Mediacastore.com
Brunner dan Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta : EGC.
Dahlan Sopiyudin. (2011). Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan Edisi 5.
Jakarta: Salemba Medika
Ismail, D. D. S. L., Irawaty, D., & Haryati, T. S. (2009). Penggunaan Balutan Modern
Memperbaiki Proses Penyembuhan Luka Diabetik. Jurnal Kedokteran
Brawijaya, 25(1), 32-35.
Istikomah Nurul. (2010). Perbedaan Perawatan Luka Dengan Menggunakan
Povodine Iodine 10% Dan Nacl 0,9% Terhadap Proses Penyembuhan Luka
Pada Pasien Post Operasi Prostatektomi Di Ruang Anggrek Rsud Tugurejo
Semarang. Abstrak. Program studi ilmu keperawatan fakultas kedokteran
universitas diponegoro semarang
Julia Mees and Wolf Arif. (2012). Treatment Options for Post operatively infected
abdominal wall wound healing by secondary intention. (http://www.
ebscohost.co.id di akses 10 oktober 2013)
Mulder, G. D. (1995). Cost-effective managed care: gel versus wet-todry for
debridement. Ostomy/wound management, 41(2), 68-70.
Morison, J. Moya. (2004). Manajemen Luka. Jakarta. EGC. Notoatmodjo, S. (2005).
Methodology of Health Research. PT Rineka Reserved, Jakarta, 152-167.
Ovington, L. G. (2001). Hanging wet-todry dressings out to dry. Home Healthcare
Now, 19(8), 477-483 Parmet, S., Glass, T. J., & Glass, R. M. (2005). Diabetic
foot ulcers. JAMA, 293(2), 260-260.
Perry dan Potter. (2002). Buku Ajar Fundamental Of Nursing, Volume 1, Edisi 4.
Jakarta. EGC.
Supriyanti dkk. (2007). Efektifitas Penggunaan Kompres Metronidazol dan NaCl
0.9% Terhadap Proses Penyembuham luka Diabetik di RSUD Mergono
soekarjo Purwokerto.(http://www.ebscohos t.co.id di akses 10 oktober 2013)
Smeltzer dan Bare. (2002). Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2, Edisi 8.
Jakarta.EGC
Suryani, M., & Supriyono, M. (2012). Efektivitas Pengobatan Madu Alami Terhadap
Penyembuhan Luka Infeksi Kaki Diabetik (Ikd) (Studi Kasus Di Puskesmas
Bangetayu Dan Puskesmas Genuk Semarang). Karya Ilmiah S. 1 Ilmu
Keperawatan