A. HALAMAN JUDUL
Disusun Oleh :
Kelompok 9 / 3B
YOGYAKARTA
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadiran Allah SWT atas segala rahmat-Nya, sehingga
saya dapat menyelesaikan Laporan Asuhan Keperawatan ini yang berjudul
“Asuhan Keperawatan Periopetatif Pada Trakeostomi” dan dengan harapan
semoga makalah ini bisa bermanfaat dan menjadikan referensi bagi kita sehingga
lebih mengenal tentang bagaimana penanganan dan terapi yang tepat untuk pasien
dengan penyakit ini. Makalah ini juga dibuat sebagai persyaratan untuk memenuhi
tugas pada mata kuliah Keperawatan Perioperatif.
Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi para mahasiswa, pelajar, umum
dan semua yang membaca makalah ini bisa dipergunakan dengan semestinya.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, saya yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..........................................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................3
C. Tujuan Penulisan........................................................................................................3
BAB II KONSEP DASAR TEORI....................................................................................5
A. Konsep Dasar Ca Laring..............................................................................................5
1. Definisi...................................................................................................................5
2. Etiologi...................................................................................................................5
3. Patofisiologi............................................................................................................6
4. Penatalaksanaan....................................................................................................8
B. Konsep Dasar Trakeostomi.........................................................................................9
1. Definisi...................................................................................................................9
2. Jenis Tindakan Trakeostomi...................................................................................9
3. Indikasi.................................................................................................................10
4. Jenis Kanul............................................................................................................11
5. Komplikasi............................................................................................................12
6. Prosedur Trakeostomi..........................................................................................13
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN............................................................................17
A. Kasus........................................................................................................................17
B. Pengkajian Keperawatan..........................................................................................18
C. Diagnosa Keperawatan............................................................................................20
D. Intervensi Keperawatan...........................................................................................18
BAB V PENUTUP..........................................................................................................23
A. Kesimpulan..............................................................................................................23
B. Saran........................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................24
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Laring memiliki peranan yang sangat penting dalam mengkoordinasikan
fungsi saluran pencernaan dan pernapasan atas termasuk resprasi, berbicara
dan menelan. Laring dibagi menjadi supraglotis, glotis, dan subglotis. Laring
adalah tempat tersering kedua untuk kasus karsinoma sel skuamosa pada
daerah kepala dan leher. Lokasi laring dapat ditentukan dengan inspeksi dan
palpasi dimana didapatkan kartilago tiroid yang pada pria dewasa lebih
menonjol kedepan dan disebut prominensia laring atau disebut juga jakun.
kanker atau tumor ganas terjadi akibat adanya pertumbuhan sel-sel jaringan
tubuh yang tidak normal, disebabkan neoplasia, displasia, dan hyperplasia
(Irfandy & Rahman, 2015). Kanker merupakan suatu penyakit yang ditandai
dengan kelainan siklus sel khas yang menimbulkan kemampuan metasis sel
untuk tumbuh tidak terkendali atau mengalami pembelahan sel yang melebihi
batas normal yang menyerang jaringan biologis di dekatnya dan bermigrasi
ke jaringan tubuh yang lain melalui sirkulasi darah atau sistem limfatik
(Apriyanti, 2012).
Kanker laring hingga saat ini menjadi masalah di bidang Ilmu Teling
Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Kanker laring merupakan merupakan
1-2% dari seluruh kejadian kanker di seluruh dunia. Pada tahun 2011
diperkirakan 12.740 kasus baru kanker laring di Amerika Serikat dan
diperkirakan 3560 orang meninggal. Karsinoma sel skuamosa merupakan
jenis kanker laring primer yang paling sering ditemukan, yaitu lebih dari 95%
kasus (Tauro, 2019). Insidensi karsinoma laring di Indonesia belum diketahui
secara pasti. Diperkirakan sekitar 2-5% dari seluruh keganasan (Indiyana &
Kentjono, 2016). Data Riskesdas menunjukkan kasus kanker tertinggi di
Indonesia terdapat pada Provinsi DI Yogyakarta dengan prevalensi 4,86/1000
penduduk, diikuti Sumatra Barat 2,4779/1000 penduduk dan Gorontalo
2,44/1000 penduduk (Kemenkes RI, 2019).
Penatalaksanaan dari CA Laring adalah dilakukannya trakeostomi.
Trakeostomi merupakan tindakan bedah trakea untuk membuat trakeostoma.
Istilah ini biasanya juga digunakan untuk tindaka operatif membuka trakea
walaupun sebenarnya penggunaan ini kurang tepat. Trakeostomi dapat
menyelamatkan jiwa pederita yang mengalami obstruksi jalan nafas di trakea
dan tidak dapat diatasi dengan cara lain seperti intubasi. Tindakan ini juga
memperbaiki ventilasi paru dan memperkecil ruang rugi (Sjamsuhidajat & de
Jong, 2017).
Trakeostomi merupakan prosedur yang dilakukan dengan membuat lubang
ke dalam trakea dan memasukkan selang indwelling ke dalam trakea yang
dapat bersifat permanen. Indikasi untuk dilakukan trakeostomi mencakup
obstruksi pernafasan akut, stenosis laring dan trakea, trauma laring atau
trakea, untuk terapi pernafasan jangka panjang, dan sebagai prosedur awal
untuk pembedahan yang lebih luas (Hidayati dkk, 2014). Trakeostomi
menyediakan saluran udara untuk membantu klien bernafas ketika saluran
nafas terhalang atau terganggu. Trakeostomi sering diperlukan ketika masalah
kesehatan membutuhkan penggunaan ventilator untuk membantu pernafasan
(Haryono & Utami, 2019).
Angka terjadinya komplikasi trakeostomi pada beberapa penelitian
berkisar 5%-65%. Angka komplikasi di atas tergantung pada variasi
penelitian yang dilakukan, angka kematian yang terkait dengan trakeostomi
dilaporkan sekitar 2%. Teknik tindakan trakeostomi secara prosedural bisa
dilakukan dengan mudah namun dapat menjadi sulit jika tindakan perlu
dilakukan secara cepat seperti tindakan trakeostomi darurat sehingga sering
kali menimbulkan komplikasi. Proporsi komplikasi trakeostomi lebih tinggi
pada trakeostomi darurat (73,9%) dibandingkan trakeostomi elektif (26,1%).
Komplikasi dan kematian terkait trakeostomi dapat dihindari jika prosedur
dilakukan secara hati-hati dan penatalaksanaan pasca poperatif dilakukan
secara baik dan teliti. Komplikasi trakeostomi dapat meningkat pada kasus
sulit seperti pada pasien anak, pasca cidera kepala, obesitas, luka bakar atau
penderita penyakit berat. Komplikasi trakeostomi pada anak berusia kurang
atau sama dengan 10 tahun lebih tinggi dibandingkan pasien dewasa
(Nurdiana, 2015).
Halum dkk pada tahun 2011 melaporkan komplikasi trakeostomi pada
1.175 pasien pada 8 institusi di Amerika Serikat dalam kurun waktu 2 tahun.
Tindakan trakeostomi tersebut dilakukan oleh dokter THT-KL sebanyak
66,2% dan selebihnya dilakukan oleh bedah umum, bedah thoraks, bedah
plastik dan lain-lain. Angka komplikasi intra operatif termasuk jarang (1,4%)
dibandingkan komplikasi dini pasca operatif (5,6%) dan komplikasi lambat
pasca operatif (7,1%). Angka kematian pasien trakeostomi saat dirawat di
rumah sakit cukup tinggi sebesar 22%, namun dari kasus kematian tersebut
hanya 10 (0,85%) berhubungan dengan komplikasi trakeostomi. Komplikasi
tersebut adalah 5 kasus intra operatif, 5 kasus pasca operatif (4 kasus akibat
mukus plug dan 1 kasus accidental decanulation). Dari 5 kasus kematian
intra operatif tidak satupun yang dilakukan oleh ahli THT. Komplikasi dini
pasca operatif terbanyak adalah perdarahan (2,6%) sedangkan komplikasi
lambat pasca operatif terbanyak adalah stenosis jalan nafas (1,7%).
Penggunaan kanul indo trakeal ukuran besar (> 7,5) dan obesitas merupakan
faktor risiko terbesar terjadinya stenosis jalan nafas (Nurdiana, 2015).
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah “Asuhan Keperawatan
Perioperatif Pada Trakeostomi”
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mendeskripsikan tentang prosedur trakeostomi dan asuhan
keperawatan yang dapat dilakukan.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mengetahui definisi, jenis tindakan, indikasi,
patofisiologi, pathway, jenis kanul, komplikasi, dan prosedur
trakeostomi.
b. Mahasiswa mengetahui asuhan keperawatan pada trakeostomi
diantaranya pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan yang
mungkin muncul dan rencana asuhan keperawatannya.
BAB II
KONSEP DASAR TEORI
2. Etiologi
Kasus kanker laring sering terjadi pada laki-laki dengan riwayat
perokok, konsumsi alkohol serta pajanan asbes (Kumar dkk, 2018).
Selain itu, menurut Haryono & Utami (2019) terdapat beberapa faktor
yang menyebabkan terjadinya kanker antara lain :
a. Genetik
Faktor genetik atau keturunan menyebabkan beberapa keluarga
memiliki risiko lebih tinggi disbandingkan dengan keluarga yang
tidak terdapat riwayat penyakit kanker. Namun faktor ini hanya
dengan jenis tertentu seperti kanker payudara, kanker indung telur,
kanker kulit dan kanker usus besar.
b. Lingkungan
Lingkungan perokok aktif dan pasif meningkatkan risiko terjadinya
kanker paru-paru, mulut dan laring (pita suara).
c. Makanan yang mengandung bahan kimia
Makanan yang dapat menjadi faktor risiko penyebab kanker antara
lain:
1) Makanan yang diasap atau diasamkan
2) Minuman yang mengandung alkohol
3) Zat pewarna makanan
4) Logam berat seperti merkuri yang sering terdapat pada makanan
laut yang tercemar
d. Virus
e. Infeksi
f. Perilaku
Perilaku merokok dan mengkonsumsi makanan yang tidak sehat
akan rentan menyebabkan timbulnya kanker. Selain itu, konsumsi
alkohol serta perilaku seksual bebas dan menyimpang juga dapat
menjadi faktor risiko timbulnya kanker.
3. Patofisiologi
Karsinoma laring banyak dijumpai pada usia lanjut di atas 40 tahun.
Kebanyakan pada orang laki-laki. Hal ini mungkin berkaitan dengan
kebiasaan merokok, bekerja dengan debu serbuk kayu, kimia toksik atau
serbuk, logam berat. Bagaimana terjadinya belum diketahui secara pasti
oleh para ahli. Kanker kepala dan leher menyebabkan 5,5% dari semua
penyakit keganasan. Terutama neoplasma laringeal 95% adalah
karsinoma sel skuamosa. Bila kanker terbatas pada pita suara (intrinsik)
menyebar dengan lambat. Pita suara miskin akan pembuluh limfe
sehingga tidak terjadi metastase kearah kelenjar limfe. Bila kanker
melibatkan epiglotis (ekstrinsik) metastase lebih umum terjadi. Tumor
supraglotis dan subglotis harus cukup besar, sebelum mengenai pita suara
sehingga mengakibatkan suara serak. Tumor pita suara yang sejati terjadi
lebih dini biasanya pada waktu pita suara masih dapat digerakkan
(Bachrudin & Najib, 2016).
Pathway
Faktor Predisposisi
(alcohol, rokok, paparan abses)
Tumor laring
Afonia
Disfagia progresif
Gangguan rasa nyaman : Nyeri akutinfeksi
6. Indikasi
Menurut Lusiana (2014) indikasi dari trakeostomi antara lain:
a. Terjadinya obstruksi jalan nafas atas
b. Sekret pada bronkus yang tidak dapat dikeluarkan secara fisiologis,
misalnya pada pasien dalam keadaan koma.
c. Untuk memasang alat bantu pernafasan (respiratori)
d. Apabila terdapat benda asing di subglotis.
e. Penyakit inflamasi yang menyumbat jalan nafas (misalnya angina
Ludwig), epiglottitis dan lesi vaskuler.
f. Obstruksi laring yang disebabkan oleh:
1) Karena radang akut, misalnya pada laryngitis akut, laryngitis difterika,
laryngitis membranosa, laringo-trakheobronkhitis akut dan abses
laring.
2) Karena radang kronis, misalnya perikondritis, neoplasma jinak dan
ganas, trauma laring, benda asing, spasme pita suara, dan paralise
nerus rekurens.
3) Sumbatan saluran nafas atas karena kelainan kongenital,
traumaeksterna dan interna, tumor.
4) Cedera parah pada wajah dan leher.
5) Setelah pembedahan wajah dan leher.
g. Hilangnya reflex laring dan ketidakmampuan untuk menelan sehingga
mengakibatkan resiko tinggi terjadinya aspirasi.
Sedangkan untuk kontraindiksi dari trakeostomi antara lain adalah infeksi
pada tempat pemasangan, dan gangguanpembekuan darah yang tidak
terkontrol, seperti hemofili.
7. Jenis Kanul
Menurut Haryono & Utami (2019) jenis kanul yang digunakan pada
prosedur trakeostomi antara lain :
a. Cuffed Tubes
Tabung jenis ini memiliki balon lunak di sekitar ujung distal tabung yang
mengembang untuk menutup jalan nafas. Tabung ini digunakn ketika
ventilasi tekanan positif diperukan atau dalam situasi di mana
perlindungan saluran nafas sangat penting untuk meminimalkan aspirasi
sekresi oral atau lambung.
b. Un-cuffed Tubes
Un-cuffed tubes tidak memiliki manset yang dapat dipompa di dalam
trakea. Tipe ini biasanya berdiameter 4mm dan tidak ada manset. Jenis
ini cenderung digunakan pada pasien jangka panjang yang memerlukan
penghisapan untuk membersihkan sekresi. Tabung ini tidak
memungkinkan ventilasi tekanan positif yang berkelanjutan karena gas
akan keluar dari tabung trakeostomi.
c. Fenestrated Tubes
Tabung fenestrated memiliki bukaan di kanula luar, yang
memungkinakan udara untuk melewati faring oral/hidung pasien serta
pembukaan trakea. Bagian atas tabung ini memiliki fenestrasi di
dalamnya, yang berbaris dengan fenestrasi di tabung luar. Udara
kemudian dapat mengalir melalui tabung seperti sebelumnya, tetapi
sebagai tambahan, beberapa udara dapat mengalir melalui lubang dan
keluar melalui mulut pasien. Hal ini memungkinkan aliran udara tekanan
positif untuk masuk ke paru-paru. Tabung dalam bagian bawah tidak
memiliki lubang (fenestrasi) dan aliran udara dibiarkan lurus melalui
tabung dari satu ujung terbuka ke ujung yang lain.
d. Single Cannula Tubes
Tabung kanula tunggal secara tradisional adalah tabung pertama yang
berlokasi di area perawatan kritis. Sistem ini lebih rumit daripada tabung
kanula ganda dan biasanya hanya untun penggunaan sementara.
e. Double Cannula Tubes
Tabung kanula ganda memiliki kanula luar untuk menjaga jalan nafas
terbuka dan kanula bagian dalam sebagai liner yang dapat dilepas untuk
memfasilitasi pembersihan sekresi yang terkena dampak. Jenis tabung ini
yang paling aman digunakan di luar lingkungan spesialis, meskipun
untuk mengurangi insiden oklusi tabung, kanula bagian dalam harus
dibersihkan secara teratur.
f. Tubes With subglottic suction
Sebagai bagian dari rangkaian perawatan, penyedotan subglotis dapat
mengurangi kejadian pneumonia yang berhubungan dengan ventilator.
Tabung ini bisa digunakan secara intermiten dari bahan apapun yang
terakumulasi di atas manset inflated dari tabung trakeostomi.
g. Adjustable Flange Tracheostomy Tubes
Tabung ini digunakan pada pasien yang memiliki kedalaman trakea yang
cukup jauh dari permukaan kulit. Indikasi khusus untuk tabung jenis ini
antara lain :
1) Pasien dengan lingkar leher yang sangat besar, misalnya obesitas
2) Edema menyebabkan luka bakar atau sindrom kebocoran kapiler
(sepsis)
3) Edema yang terbentuk setelah prosedur bedah, termasuk pasca
trakeostomi.
8. Komplikasi
Menurut Smeltzer & Bare (2015), komplikasi yang dapat terjadi dalam
penatalaksanaan selang trakeostomi dibagi atas :
a. Komplikasi dini
1) Perdarahan
2) Pneumothoraks
3) Embolisme udara
4) Aspirasi
5) Empisema subkutan atau mediastenum
6) Kerusakan saraf laring kambuhan atau penetrasi dinding trakea
posterior
b. Komplikasi jangka panjang
1) Obstruksi jaan nafas akibat akumulasi sekret
2) Infeksi
3) Ruptur arteri inominata
4) Disfagia
5) Fistula trakeoesofagus
6) Dilatasi trakea atau iskemia trakea
7) Nekrosis
9. Prosedur Trakeostomi
Menurut Haryono & Utami (2019) prosedur yang harus dijalankan
sebelum menjalani prosedur trakeostomi tergantung pada jenis prosedur yang
akan dijalani.
a. Praoperasi
1) Persiapan klien : puasa minimal 4 jam sebelum tindakan
2) Informed consent ke kelurga pasien berupa surat ijin tindakan (SIT)
kedokteran, SIT Anasthesi, bukti edukasi dan persetujuan ke bagian
administrasi
3) Pemeriksaan Lab: masa pendarahan dan masa pembekuan, Hb
4) Persiapan alat
a) Kanul trakeostomi ukuran 7fr atau 7,5 fr atau sesuai intruksi dokter
b) Set steril untuk tindakan trakeostomi
c) Obat-obatan anastesi
5) Perawat bisa menyarankan klien dan keluarga untuk membawa pakaian
ganti, produk perawatan pribadi, dan alat tulis seperti kertas dan bolpoin
untuk membantu pasien dalam berkomunikasi karena selepas operasi
pasien akan mengalami gangguan komunikasi verbal.
b. Selama operasi
Jenis prosedur yang dijalani klien tergantung pada indikasi yang
memerlukan trakeostomi dan apakah prosedur sudah direncanakan
sebelumnya. Pada dasarnya ada dua opsi operasi trakeostomi :
1) Trakeostomi bedah
Dilakukan di ruang operasi atau di kamar rumah sakit. Selama
dilakukan trakeostomi bedah, dokter akan membuat sayatan horisontal
pada kulit di bagian bawah depan leher klien. Dokter bedah dengan
hati-hati menarik kembali otot-otot di sekitarnya dan memotong
sebagian kecil kelenjar tiroid kemudian mengekspos tenggorokan
(trakea). Pada titik tertentu di tenggorokan atau di dekat pangkal leher,
ahli bedah menciptakan lubang dan memasukkan tabung trakeostomi
ke dalam lubang. Tali leher yang menempel pada pelat muka tabung
mencegahnya tergelincir dari lubang, selain itu jahitan temporer juga
dapat digunakan untuk mengencangkan faceplate ke kulit leher.
2) Trakeostomi invasif
Trakeostomi invasif biasanya digunakan di kamar rumah sakit. Dokter
membuat sayatan kecil di dekat pangkal depan leher. Lensa khusus
dimasukkan melalui mulut sehingga dokter bedah dapat melihat
bagian dalam tenggorokan. Mengacu pada gambar tenggorokan, ahli
bedah memasukkan jarum ke dalam tenggorokan untuk membuat
lubang trakeostomi. Lubang ini kemudian diperluas untuk
menampung tabung trakeostomi.
c. Pasca operasi
Klien akan mendapatkan rawat inap selama beberapa hari pasca
operasi untuk membantu penyembuhan dan pemulihan. Ada beberapa hal
yang harus diperhatikan oleh perawat selama perawatan pasca operasi,
antara lain :
1) Perawat harus mengajarkan pada klien dan keluarga membersihkan
dan mengganti tabung trakeostomi untuk membantu mencegah
infeksi.
2) Perawat membersihkan tabung trakeostomi dengan langkah-langkah
berikut :
a) Jelaskan prosedur pada klien dan keluarga sebelum memulai dan
berikan ketenangan selama penghisapan.
b) Siapkan alat-alat yang diperlukan.
c) Cuci tangan.
d) Hidupkan mesin suction.
e) Buka kit kateter penghisap.
f) Isi kom dengan normal saline.
g) Ventilasi klien dengan bagian resusitasi manual dan aliran
oksigen yang tinggi.
h) Kenakan sarung tangan steril pada kedua tangan.
i) Ambil kateter penghisap dengan tangan nondominan dan
hubungkan ke penghisap.
j) Masukkan selang kateter untuk menstimulasi refleks batuk.
k) Beri hisapan sambil menarik kateter secara memutar dengan
perlahan 360o tanpa menyentuh lapisan mukus saluran nafas
(lakukan penghisapan maksimal 10-15 detik karena klien dapat
hipoksia).
l) Reoksigenasikan dan inflasikan paru klien selama beberapa kali
nafas.
m) Ulangi 4 langkah sebelumnya sampai jalan nafas bersih.
n) Bilas kateter dengan normal saline antara tindakan penghipasan.
o) Hisap kavitas orofaring setelah menyelesaikan penghisapan
trakea.
p) Bilas selang penghisapan.
q) Buang kateter dan sarung tangan ke dalam tempat pembuangan
medis.
3) Perawat melakukan prosedur perawatan luka trakeostomi.
Persiapan alat dan bahan yang dibutuhkan, antara lain pinset
anatomis dan cirugis, sarung tangan, kasa minimal 3, kom, NaCL
0,9%, gunting perban, perlak, dan tali trakeostomi. Sedangkan
langkah-langkah perawatan luka trakeostomi adalah sebagai berikut :
a) Beritahukan klien mengenai prosedur yang akan dijalankan.
b) Atur posisi klien senyaman mungkin.
c) Cuci tangan.
d) Pasang perlak.
e) Pasang sarung tangan.
f) Angkat kasa dari luka.
g) Kaji kondisi luka.
h) Bersihkan luka dengan NaCL 0,9% dari pusat luka ke arah luar.
i) Keringkan luka dengan kasa steril yang lembut.
j) Berikan obat sesuai indikasi.
k) Tutup luka dengan kasa steril dan paten (hindarkan luka dari
serabut-serabut kasa).
4) Gangguan bicara/komunikasi verbal
Secara umum, pasien yang terpasang trakeostomi akan mengalami
gangguan dalam berbicara karena udara yang dihembuskan keluar
melalui trakeostomi tidak melalui pita suara. Kolaborasikan dengan
ahli terapi bicara yang dapat menyarankan opsi untuk berkomunikasi
dan membantu klien belajar menggunakan suaranya kembali.
5) Gangguan mengkonsumsi makanan
Pada masa penyembuhan, klien akan menerima nutrisi melalui
jalur intravena (IV), NGT, atau selang yang langsung dimasukkan ke
dalam perut. Kolaborasikan dengan ahli terapi bicara untuk membantu
klien mendapatkan kembali kekuatan otot dan koordinasi yang
dibutuhkan untuk menelan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Kasus
Pasien laki-laki usia 80 tahun masuk ke Rumah Sakit Umum Daerah
Undata dengan keluhan sesak napas yang dirasakan sudah sejak ± 2 bulan
terakhir dan memberat sejak 2 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit.
Pasien juga mengeluhkan adanya rasa seperti mengganjal pada
tenggorokannya, nyeri tenggorokan, nyeri menelan dan suara serak ± 2 tahun
dan semakin memberat. Riwayat terdapat benjolan pada leher sebelah kanan
dengan ukuran 3x5 cm. pasien juga memiliki riwayat hipertensi dan DM.
Pasien juga mengatakan bahwa ia memiliki kebiasaan merokok sejak usia 18
tahun dan berhenti pada usia 47 tahun. Pasien sebelumnya dirawat selama 1
minggu di rumah sakit kabupaten dan telah mendapatkan pengobatan untuk
mengurangi gejala yang dirasakan pasien. Namun, gejala yang dirasakan
semakin memberat dan kemudian pasien dirujuk ke RS Undata.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit berat,
kesadaran compos mentis, gelisah dan status gizi yaitu gizi kurang. Pada
tanda-tanda vital didapatkan tekanan darah 170/90 mmHg, nadi 101 kali per
menit, respirasi 28 kali per menit dan suhu 36,8°C. Pada pemeriksaan bagian
leher didapatkan benjolan berukuran seperti kelereng pada leher kanan
dengan konsistensi keras, mobile, dan tidak nyeri. Pada inspeksi paru
didapatkan retraksi pada bagian klavikuler, interkosta dan epigastrium yang
membuat pasien kelelahan saat bernapas, didapatkan bunyi stridor pada saat
pasien bernapas. Pada auskultasi perut didapatkan peristaltic usus menurun.
Pasien merupakan seorang pensiunan pegawai negeri sipil. Pasien tinggal
bersama istrinya. Tidak ada dari anggota keluarga pasien ini yang menderita
penyakit dan keluhan yang sama. Pada hasil pemeriksaan laboratoriun
didapatkan Red Blood Cell: 4,17 x 106/ mm3 (menurun), Haematocrite: 37,4
% (menurun), Mean Corpuscular Haemoglobin : 30,2 pg (normal), HBS-Ag :
Reaktif, GDS : 178 mg/dl (Meningkat), urea: 15,6 mg/dl (Menurun).
Pemeriksaan Radiologi Chest X-Ray kesan: tidak didapatkan metastasis pada
thorax. Pada CTScan kesan : tampak masa soft tissue di laring (epiglottis)
dengan ukuran kurang lebih 1,5 cm dengan limfadenopati cervicalis profunda,
dan spondylolisthesis cervicalis.
B. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan menurut Bachrudin & Najib (2016) adalah
sebagai berikut :
1. Keluhan utama
keluhan sesak napas yang dirasakan sudah sejak ± 2 bulan terakhir dan
memberat sejak 2 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga
mengeluhkan adanya rasa seperti mengganjal pada tenggorokannya,
nyeri tenggorokan, nyeri menelan dan suara serak ± 2 tahun dan semakin
memberat.
2. Integritas Ego
Gejala : Riwayat terdapat benjolan pada leher sebelah kanan dengan
ukuran 3x5 cm. Perasaan takut akan kehilangan suara, mati,
khawatir akan adanya pembedahan yang mempengaruhi
hubungan keluarga, kemampuan kerja dan keuangan.
Tanda : ansietas, depresi, marah dan menolak operasi.
3. Makanan dan cairan
Tanda : Pasien mengeluhkan adanya rasa seperti mengganjal pada
tenggorokannya, nyeri tenggorokan, nyeri menelan, pada
pemeriksaan bagian leher didapatkan benjolan berukuran seperti
kelereng pada leher kanan dengan konsistensi keras, mobile, dan
tidak nyeri, Pada auskultasi perut didapatkan peristaltic usus
menurun.
4. Higiene
Tanda : kemunduran kebersihan gigi, kebutuhan bantuan perawatan
dasar.
5. Neurosensori
Tanda : hemiparesis wajah, suara serak ± 2 tahun dan semakin memberat,
nyeri tenggorokan, nyeri menelan, kerusakan membrane mukosa.
6. Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala : Pasien mengeluhkan adanya rasa seperti mengganjal pada
tenggorokannya, nyeri tenggorokan, nyeri menelan, pada
pemeriksaan bagian leher didapatkan benjolan berukuran seperti
kelereng pada leher kanan dengan konsistensi keras, mobile, dan
tidak nyeri. Pada CTScan kesan : tampak masa soft tissue di
laring (epiglottis) dengan ukuran kurang lebih 1,5 cm dengan
limfadenopati cervicalis profunda, dan spondylolisthesis
cervicalis.
Tanda : perilaku berhati-hati, gelisah, nyeri wajah dan gangguan tonus
otot.
7. Pernafasan
Gejala : Pasien mengatakan bahwa ia memiliki kebiasaan merokok sejak
usia 18 tahun dan berhenti pada usia 47 tahun. Pada inspeksi paru
didapatkan retraksi pada bagian klavikuler, interkosta dan
epigastrium yang membuat pasien kelelahan saat bernapas,
didapatkan bunyi stridor Pada saat pasien bernapas. nadi 101 kali
per menit, respirasi 28 kali per menit.
8. Keamanan
Tanda : Pasien juga mengeluhkan adanya rasa seperti mengganjal pada
tenggorokannya, Riwayat terdapat benjolan pada leher sebelah
kanan dengan ukuran 3x5 cm, pada CTScan kesan : tampak masa
soft tissue di laring (epiglottis) dengan ukuran kurang lebih 1,5
cm dengan limfadenopati cervicalis profunda, dan
spondylolisthesis cervicalis.
9. Interaksi sosial
Gejala : masalah tentang kemampuan berkomunikasi, dan bergabung
dalam interaksi sosial.
Tanda : parau menetap, perubahan tinggi suara, bicara kacau, enggan
untuk berbicara, dan menolak orang lain untuk memberikan
perawatan atau terlibat dalam rehabilitasi.
10. Jumlah sekret
11. Warna sekret
12. Konsistensi sekret
13. Tanda-tanda syok perdarahan insufisiensi pernapasan
14. Komplikasi terkait dengan kondisi umum klien atau intervensi bedah
C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada trakeostomi menurut
Bachrudin & Najib (2016) yaitu :
1. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang pra operasi dan
pasca operasi dan takut akan kecacatan.
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan pengangkatan
sebagian atau seluruh glottis, gangguan kemampuan untuk bernafas, batuk
dan nyeri telan, peningkatan produksi mukus.
3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan hambatan fisik : selang
trakeostomi
4. Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah, pembengkakan jaringan
D. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Ansietas berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Jelaskan apa yang terjadi 1. Pengetahuan tentang
dengan kurang pengetahuan keperawatan diharapkan cemas selama periode preoperasi, apa yang diperkirakan
tentang pra operasi dan pasca berkurang atau hilang dengan kriteria persiapan kulit, alas an status membantu mengurangi
operasi dan takut akan hasil : puasa, obat-obatan kecemasan dan
kecacatan. 1. Mengungkapkan perasaan dan preoperasi, obat-obatan post meningkatkan
pikirannya secara terbuka operasi, tinggal di ruang kerjasama pasien.
2. Melaporkan berkurangnya pemulihan, dan program
cemas dan takut pasca operasi, obat nyeri
3. Mengungkapkan mengerti yang tersedia bila diperlukan
tentang pre dan post operasi, untuk mengontrol nyeri
secara verbal mengemukakan
menyadari terhadap apa yang 2. Atur waktu untuk berdiskusi 2. Mengetahui apa yang
diinginkannya yaitu dengan terapi tentang diharapkan dan melihat
menyesuaikan diri terhadap alternatif metode untuk hasil yang sukses
perubahan fisiknya. rehabilitasi suara. membantu menurunkan
kecemasan dan
memungkinkan pasien
berfikir realistik
A. Kesimpulan
Menurut kelompok kami kanker laring merupakan keganasan pada
jaringan laring (pita suara) atau pada daerah tenggorokan lainnya,
kebanyakan kanker laring yang terjadi adalah karsinoma sel skuamosa.
Kanker laring sering ditemukan pada laki-laki dengan riwayat merokok,
pemakaian alcohol ataupun terkenan pajanan zat seperti asbes. Gejala yang
mungkin terjadi adalah : nyeri tenggorokan saat menelan, nyeri leher
bengkak di tenggorokan, pembesaran kelenjar limfe. Prosedur yang biasa
dilakukan yaitu dengan cara trakeostomi atau pembentukan lubang pada
jalan napas.
D. Saran
Dilihat dari tanda dan gejalanya saran dari kelompok kami adalah
sebaiknya para perokok aktif mengurangi atau lebih baik berhenti
merokok dan merubah gaya hidupnya, karena CA Laring juga bisa
menyerang bagi mereka perokok pasif. Hal tersebut bukan hanya
merugikan diri sendiri tetapi juga orang disekitar.
DAFTAR PUSTAKA
Apriyanti, M. 2012. Meracik Sendiri Obat & Menu Sehat Bagi Penderita Kanker.
Yogyakarta : Pustaka Baru Press
Irfandy, Dolly dan Rahman, Sukri. 2015. Diagnosis dan Penatalaksanaan Tumor
Ganas Laring. Jurnal Kesehatan Andalas, 4 (2) : 618-625. Diunduh pada
21 September 2020 pukul 13.15 WIB
Kemenkes RI. 2019. http://www.depkes.go.id/article/view/19020100003/hari-
kanker-sedunia-2019.html. Di unduh pada 20 September 2020 pukul 13.30
WIB
Kumar, dkk. 2012. Buku Ajar Patologi Dasar Robbins. ELSEVIER
Lusiana, Kurniawati dkk. 2014. Hubungan Antara Jarak Waktu Trakeostomi
Dengan Mortalitas Pasien Kritis Terventilasi Mekanik Di Unit Perawatan
Intensif. Indonesian Journal of Chest Critical and Emergency Medicine, 1
(2) : 66-73. Diakses pada 10 September 2020 pukul 16.00 WIB
Sjamsuhidajat, R., dan de Jong, W., 2017, Buku Ajar Ilmu Bedah, Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzzane C dan Bare, Brenda G. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Edisi 8. Jakarta; EGC
Tauro, I. F, dkk. 2019. Trakeostomi Sebagai Penanganan Obstruksi Jalan Nafas
Pasien Tumor Laring. Jurnal Medical Profession, 3 (3) : 230-236.
Diunduh pada 21 September 2020 pukul 12.50 WIB
Tobing, J. 2020. PENATALAKSANAAN SUMBATAN JALAN NAFAS ATAS
(JACKSON IV) DENGAN KRIKOTIROTOMI DAN TRAKEOSTOMI.
Jurnal IKRA-ITH Humaniora, 4 (1): 1-7. Diakses 12 September 2020
pukul 07.00 WIB