Disusun oleh :
Kelompok 4
YOGYAKARTA
2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas makalah Keperawatan Perioperatif ini dengan judul “Asuhan Keperawatan
pada Pasien dengan Hernia Nukleus Pulposus (HNP)” sesuai harapan penulis dan
sesuai waktu yang telah di tentukan, meskipun tidak sedikit hambatan yang
penulis hadapi.
Dalam penyusunan tugas makalah ini, tidak akan terwujud tanpa bantuan,
bimbingan, dorongan, dan fasilitas yang penulis terima dari berbagai pihak. Oleh
karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada :
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………….. ii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………… 4
A. Latar Belakang…………………………………………………………. 4
B. Tujuan …………………………………………………………………. 5
A. Definisi HNP…………………………………………………………... 6
B. Etiologi HNP…………………………………………………………... 6
C. Manifestasi Klinis HNP……………………………………………….. 7
D. Patofisiologi HNP……………………………………………………... 8
E. Pathway HNP………………………………………………………….. 10
F. Komplikasi…………………………………………………………….. 11
G. Penatalaksanaan……………………………………………………….. 11
H. Pemeriksaan Penunjang……………………………………………….. 18
I. Asuhan Keperawatan………………………………………………….. 19
A. Pengkajian …………………………………………………………….. 25
B. Diagnosa Keperawatan…………………………………………………. 40
C. Rencana Asuhan Keperawatan (NCP)………………………………….. 41
BAB V PENUTUP……………………………………………………………… 55
A. Kesimpulan …………………………………………………………….. 55
B. Saran……………………………………………………………………. 55
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………... 56
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nyeri punggung bawah (NPB) adalah salah satu keluhan karena
kehilangan fungsi tubuh pada tulang belakang bagian bawah yang
menyebabkan penurunan produktivitas kerja. Beberapa kondisi yang
menyebabkan terjadinya NPB antara lain pekerjaan berat dengan gerakan
yang menimbulkan cedera otot dan saraf, posisi tidak bergerak dalam
waktu yang lama, dan waktu pemulihan yang tidak memadai karena
kurang istirahat (Patrianingrum, 2015).
Nyeri punggung bawah dialami oleh 70% orang di negara - negara
maju. NPB termasuk dalam sepuluh penyakit prevalensi tinggi di dunia.
Prevalensi nyeri punggung bawah di dunia 9,17% dengan jumlah populasi
632.045 jiwa. Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi pada laki – laki lebih
tinggi sebesar 9,64% daripada perempuan sebesar 8,70%. Di Indonesia
tidak terdapat data yang menunjukkan prevalensi nyeri punggung bawah
secara jelas, tetapi prevalensi penyakit sendi di Indonesia berdasarkan
diagnosis atau gejala menurut Riskesdas tahun 2013 adalah 24,7 persen.
Prevalensi penyakit sendi berdasarkan wawancara meningkat seiring
dengan bertambahnya umur yaitu prevalensi tertinggi pada umur ≥75
tahun (33% 2 dan 54,8%). Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi pada
perempuan (27,5%) lebih tinggi dari laki-laki (21,8%) (Riskesdas, 2013).
Salah satu penyebab yang paling sering dari nyeri punggung bawah
adalah hernia nukleus pulposus. Hernia Nukleus Pulposus (HNP)
merupakan suatu gangguan yang melibatkan ruptur anulus fibrosus
sehingga nukleus pulposus menonjol (bulging) dan menekan ke arah
kanalis spinalis. Hernia nukleus pulposus adalah keadaan dimana terjadi
pengeluaran isi nukleus dari dalam discus intervertebalis sehingga nukleus
dari discus menonjol ke dalam cincin annulus dan memberikan manifestasi
kompresi syaraf. Prevalensi HNP berkisar antara 1 – 2 % dari populasi.
4
Berbagai modalitas radiologik juga dapat digunakan dalam mengevaluasi
HNP seperti foto polos, myelografi, MRI, dan elektromyografi. Dalam
beberapa penelitian dilaporkan MRI memiliki sensitivitas dan spesifitas
yang lebih tinggi dibanding modalitas radiologik lainnya dalam
mengevaluasi herniasi diskus intervertebralis (Yusuf AW, 2017).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui Hernia Nukleus Pulposus (HNP) dan
melakukan asuhan keperawatan pada penderita Hernia Nukleus
Pulposus (HNP).
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi dari HNP
b. Untuk mengetahui etiologi HNP
c. Untuk mengetahui manifestasi klinis penderita HNP
d. Untuk mengetahui patofisiologi HNP
e. Untuk mengetahui pathway HNP
f. Untuk mengetahui komplikasi HNP
g. Untuk mengetahui penatalaksanaan HNP
h. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang HNP
i. Untuk mengetahui asuhan keperawatan HNP
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Definisi
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah keadaan dimana terjadi
penonjolan atau perubahan tempat/bentuk pada nucleus pulposus dalam
diskus intervertebralis. Tulang belakang/ kolumna vertebralis tersusun atas
ruas-ruas tulang belakang (korpus vertebralis) yang dihubungkan oleh
diskus intervertebralis. Diskus-diskus ini membentuk sendi fibrokartilago
sehingga memungkinkan tulang belakang bergerak fleksibel. Diskus ini
juga berfungsi sebagai penyangga dan peredam kejut (Tarwoto, 2013).
HNP (Hernia Nukleus Pulposus) yaitu keluarnya nucleus pulposus
dari diskus melalui robekan annulus fibrosus hingga ke belakang atau
dorsal menekan medulla spinalis atau mengarah ke dorsal lateral menekan
radix spinalis sehingga meninmbulkan gangguan (Munir, 2017).
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) merupakan bantalan antar tulang
belakang (diskus) yang mengalami herniasi (penonjolan) dan menekan
akar saraf. Hernia Nukleus Pulposus merupakan suatu keadaan dimana
sebagian atau seluruh bagian dari nucleus pulposus mengalami penonjolan
ke dalam kanalis spinalis. Juga bisa didefinisikan bahwa Hernia Nukleus
Pulposus (HNP) adalah rupturnya nucleus pulposus yang disebabkan oleh
trauma atau perubahan degenerative terkait dengan proses penuaan yang
menyebabkan nyeri hebat pada punggung bawah dan dapat bersifat kronik
ataupun dapat kambuh (Hastomo, 2019).
B. Etiologi
Degenerasi diskus intervertebralis, trauma minor pada pasien tua
dengan degenerasi, trauma berat atau terjatuh, mengangkat atau menarik
benda berat (Munir, 2017). HNP kebanyakan juga disebabkan oleh adanya
suatu trauma derajat sedang yang berulang mengenai discus
6
intervertebralis sehingga menimbulkan sobeknya annulus fibrosus. Pada
kebanyakan pasien gejala trauma bersifat singkat dan gejala ini disebabkan
oleh cidera pada diskus yang tidak terlihat selama beberapa bulan atau
bahkan dalam beberapa tahun. Penyebab dari Hernia Nucleus Pulposus
(HNP) biasanya dengan meningkatnya usia terjadi perubahan degenerative
yang mengakibatkan kurang lentur dan tipisnya nucleus pulposus. Annulus
fibrosus mengalami perubahan karena digunakan terus menerus.
Akibatnya annulus fibrosus biasanya di daerah lumbal dapat pecah (Moore
dan Agur, 2013).
C. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala tergantung pada lokasi yang terkena misalnya
pda daerah lumbal, terjadi nyeri pada daerah pinggang pada satu sisi yang
menjalar kearah tingkai kaki, kelemahan otot kaki, paresthesia, kebas pada
kaki, gangguan eliminasi bowel, bladder dan seksual mungkin saja dapat
terjadi. Nyeri tekanan pada daerah herniasi dan pergerakan tulang
belakang berkurang (Tarwoto, 2013).
Pada daerah servikal HNP dapat menimbulkan rasa nyeri pada
leher atau pindah menjalar pada lengan, gangguaan sensitibilitas pada
lengan atau bawah sisi radius dan ibu jari (Tarwoto, 2013).
Gejala klinis yang sering ditimbulkan akibat ischialgia adalah :
(Munir, 2017).
1. Nyeri punggung bawah, nyeri daerah bokong, rasa kaku/ tertarik pada
punggung bawah
2. Nyeri yang menjalar atau seperti rasa kesetrum dan dapat disertai baal,
yang dirasakan dari bokong menjalar ke daerah paha, betis bahkan
sampai kaki, tergantung bagian saraf mana yang terjepit, rasa nyeri
sering ditimbulkan setelah melakukan aktifitas yang berlebihan
3. Kelemahan anggota badan bawah/ tungkai bawah yang disertai dengan
mengecilnya otot-otot tungkai bawah dan hilangnya reflek tendon
patella (KPR) dan achilles (APR)
7
4. Bila mengenai konus atau kauda ekuina dapat terjadi gangguan
defekasi, miksi dan fungsi seksual.
D. Patofisiologi
Proses degenerative yang terjadi pada diskus interveetebralis
diantaranya terjadi perubahan pada anulus fibrosus dan nucleus pulposus.
Pada anuslus fibrosus terjadi kerusakan dan serat-serat fibroelastic terputus
yang kemudian diganti oleh jaringan ikat. Perubahan ini akan
menimbulkan rongga-rongga pada anulus. Perubahan yang terjadi pada
nucleus pulposus adalah adanya penurunan kemampuan pengikatan air
sehingga volume nukelus pulposus menjadi menurun. Perubahan kedua
komponen tersebut menyebabkan tahanan inter diskus akan menurun. Jika
terjadi peninggian tekanan pada diskus intervertebralis secara tiba-tiba dan
berlangsung lama maka materi nucleus pulposus akan menonjol mengisi
anulus fibrosus yang rusak. Penonjolan nucleus ke belakang lateral dan
menekan saraf pada radiks dirsalis (menganduk serat saraf sensorik) yang
berjalan dalam kanalis vertebralis akan menimbulkan rasa nyeri. Gerakan-
gerakan yang merubah posisi tulang belakang seperti membungkuk, bersin
dan batuk akan menambah rasa nyeri(Tarwoto, 2013).
Kerusakan pada diskus intervertebralis ini dapat disebabkan karena
proses degenerative misalnya makin berkurangnya daya lentur,
menurunnya jaringan kolagen, dan menurunnya kandungan air dengan
bertambahnya usia, trauma tulang belakang, factor genetic, operasi tulang
belakang, kelainan postur seperti kifosis, lordosis, karena kelainan tulang
belakang lainnya seperti spondylitis, spinal stenosis(Tarwoto, 2013).
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya HNP : Aliran darah ke
diskus berkurang, beban berat, ligamentum longitudinalis posterior
menyempit. Jika beban pada diskus bertambah, annulus fibrosus tidak kuat
menahan ukleus pulposus (gel) akan keluar, akan timbul rasa nyeri oleh
karena gel yang berada dicanalis vertebralis menekan radiks(Munir, 2015).
8
Bangunan peka nyeri mengandung reseptor nosisptif (nyeri) yang
terangsang oleh berbagai stimulus local (mekanis, termal, kimiawi).
Stimulus ini akan direspon dengan pengeluaran berbagai mediator
inflamasi yang akan menimbulkan persepsi nyeri. Mekanisme nyeri
merupakan proteksi yang bertujuan untuk mencegah pergerakan sehingga
proses penyembuhan dimungkinkan. Salah satu bentuk proteksi adalah
spasme otot, yang selanjutnya dapat menimbulkan iskemia(Munir, 2015).
9
E. Pathway
(Helmi, 2012)
Proses degeneratif
HNP
10
F. Komplikasi
G. Penatalaksanaan
Menurut Tarwoto (2013) :
1. Penatalaksanaan Umum
a. Bedrest dengan tempat tidur datar dan alas keras untuk mengurangi
rasa nyeri dan kerusakan saraf.
b. Fisioterapi : mengurangi risiko gangguan immobilisasi,
melancarkan peredaran darah.
c. Traksi : menstabilkan / memfiksasi lokasi kerusakan diskus.
d. Perubahan posisi : mengurangi rasa nyeri dan resiko decubitus
e. Kebutuhan nutrisi
2. Pengobatan
a. Analgetik untuk mengurangi nyeri
b. Relaksan otot : Metaxalone, Methacarbamol, Chlorzazone
c. Antiinflamasi : Phanyibutazone
d. Antianxietas : Diazepam
11
3. Operasi
a. Laminektomi : menurut Moore dan Agur (2013)
DEFINISI
Pengangkatan lamina vertebral dan degenerasi diskus untuk
membebaskan tekanan pada akar saraf. Laminektomi adalah
pengangkatan seluruh tulang lamina, sebagian dari sendi facet yang
membesar, dan ligamen menebal yang melapisi saraf tulang
belakang dan saraf. Pembedahan membutuhkan perawatan di
rumah sakit dari 1 sampai 3 hari dan pemulihan membutuhkan
waktu antara 4 hingga 6 minggu. Prosedur dilakukan melalui
sayatan bedah di belakang.
INDIKASI
Laminektomi dilakukan untuk mengatasi stenosis spinal atau
penyempitan saluran tulang belakang, yang dimana dapat
diakibatkan oleh berbagai penyakit, seperti :
1. Penipisan atau pengapuran tulang
2. Kelainan bentuk tulang belakang bawaan
3. Tumor pada tulang belakang
4. Cedera pada tulang belakang
5. Terjadi herniasi
6. Peradangan sendi tulang belakang (artritis)
KONTRA INDIKASI
Prosedur pembedahan ini tidak dianjurkan pada anak-anak atau
orang yang sudah menderita kyposis.
PROSEDUR PEMBEDAHAN :
1) Langkah 1 : Persiapan Pasien
Pasien akan berbaring telentang di meja operasi dan diberi
anestesi. setelah tidur pasien akan berguling ke perut mereka
12
dengan dada dan sisi yang didukung oleh bantal. area di mana
operasi akan dilakukan akan dibersihkan dan disiapkan. jika
fusi direncanakan dan pasien telah memutuskan untuk
menggunakan mereka tulang, daerah pinggul akan dibersihkan
dan diprioritaskan untuk mendapatkan cangkok tulang. jika
Anda telah memutuskan untuk menggunakan tulang donor,
sayatan panggul tidak diperlukan.
2) Langkah 2 : Tahap Insisi
Pada tahap insisi sayatan kulit dibuat di punggung pasien di
atas tulang belakang yang sesuai. Panjang sayatan tergantung
pada berapa banyak laminektomi yang harus dilakukan. otot
punggung yang kuat terbagi di tengah dan pindah ke kedua sisi
memperlihatkan lamina setiap vertebra.
3) Langkah 3 : Laminektomi atau Laminotomy
Sekali tulang terbuka, dan X-ray diambil untuk memverifikasi
vertebra yang benar.
a) Laminektomi : ahli bedah menghilangkan proses spina
tulang. selanjutnya, tulang lamina dihapus dengan alat bor
atau tulang menggigit. menebal dari vertebra di bawah
dengan vertebra di atas dihapus. ini diulang untuk setiap
vertebra yang terkena.
b) Laminotomy: dalam beberapa kasus, ahli bedah mungkin
tidak ingin menghapus seluruh lamina tulang pelindung,
pembukaan kecil lamina di atas di bawah saraf tulang
belakang mungkin cukup untuk menghilangkan kompresi.
laminotomy dapat dilakukan pada satu sisi (unilateral) atau
kedua sisi (bilateral) dan pada beberapa tingkat vertebrae.
4) Langkah 4: dekompresi sumsum tulang belakang
Setelah lamina dan ligamentum flavum dikeluarkan, lapisan
proteivtive dari tali sipnal (dura mater) terlihat. ahli bedah
dapat dengan perlahan menarik kembali kantung pelindung dari
13
sumsum tulang belakang dan akar saraf yang dilepaskan taji
tulang dan ligamen menebal.
5) Langkah 5: dekompresi saraf tulang belakang
Sendi facet, yang secara langsung di atas akar saraf, mungkin
undercut (dipangkas) untuk memberikan ruang akar saraf lebih
banyak. disebut foraminotomy, manuver ini memperbesar
foramen saraf (di mana saraf tulang belakang keluar dari kanal
tulang belakang). jika disk yang herniated menyebabkan
kompresi, ahli bedah akan melakukan discectomy.
6) Langkah 6: fusi (jika perlu)
Fusi adalah penggabungan dua tulang belakang dengan
cangkok tulang yang dipegang bersama dengan perangkat keras
seperti piring, batang, kait, sekrup pedikel atau kandang. tujuan
dari cangkok tulang adalah untuk bergabung dengan tulang
belakang di atas dan di bawah untuk membentuk satu potongan
tulang yang solid. ada beberapa cara untuk menciptakan fusi.
yang tepat untuk pasien, tergantung pada pilihan pasien dan
rekomendasi dokter. jenis fusi yang paling umum disebut fusi
posterolateral. lapisan tulang paling atas pada proses transversal
dihilangkan dengan dril untuk menciptakan tempat tidur agar
cangkok tulang tumbuh. bone graft, diambil dari bagian atas
pinggul Anda, ditempatkan di sepanjang tempat tidur
posterolateral. ahli bedah dapat memperkuat fusi dengan batang
logam dan sekrup dimasukkan ke dalam tulang belakang. otot
punggung diletakkan di atas cangkok tulang untuk menahan
dan menempatkannya.
7) Langkah 7: penutupan
Otot sebuah sayatan kulit dijahit bersama dengan jahitan atau
staples.
14
KOMPLIKASI
Pembedahan laminektomi dapat menimbulkan komplikasi antara
lain :
1) Infeksi luka operasi
2) Perdarahan
3) Stroke
4) Penggumpalan darah
5) Serangan jantung
6) Kerusakan saraf tulang belakang
7) Kebocoran cairan disaraf tulang belakang (cairan
serebrospinal), akibat robekan pada selaput pelindung saraf
tulang belakang (meninges)
8) Nyeri setelah pembedahan
15
3) Jangan lupa untuk melakukan kontrol rutin ke dokter agar
proses pemulihan dapat dipantau.
4) Jangan menggosok jahitan operasi, karena dikhawatirkan
menimbulkan infeksi.
5) Hindari luka jahitan terkena air, atau mengoleskan losion
ke daerah jahitan.
6) Sebaiknya pasien meningkatkan aktivitas fisiknya secara
bertahap untuk membiasakan tulang punggung dalam
menjalani aktivitas fisik.
1. Terapi konservatif
a. Tirah baring : lama yang dianjurkan adalah 2-4 hari.
2. Medikamentosa
a. Analgetik & NSID
b. Pelemas otot : digunakan untuk mengatasi spasme otot
16
c. Opioid : pemakaian jangka Panjang dapat menyebkan
ketergantungan.
d. Kortikosteroid oral : pemakaian masin menjadi kontroversi namun
dapat dipertimbangkan pada kasus HNP berat untuk mengurangi
inflamasi.
e. Analgetik adjuvant : dipakai pada HNP kronis
3. Terapi fisik
a. Traksi pelvis
Penelitian yang membandingkan tirah baring, korset dan traksi
dengan tirah baring dan korset saja tidak menunjukan perbedaan
dalam kecepatan penyembuhan.
b. Diatermi/kompres panas/dingin
Tujuannya adalah mengatasi nyeri dengan mengatasi inflamasi dan
spasme otot. Keadaan akut biasanya dapat digunakan kompres
dingin, termasuk bila terdapat edema. Untuk nyeri kronik dapat
digunakan pompres panas atau dingin.
c. Korset lumbal
Korset lumbal tidak bermanfaat pada HNP akut namun dapat
digunakan untuk mencegah timbulnya eksaserbasi akut atau nyeri
HNP kronis. Sebagai penyangga korset dapat mengurangi beban
diskus serta dapat mengurangi spasme.
4. Terapi operatif
a. Indikasi operasi
1) Deficit neurologic memburuk progresif dan
2) Gangguan otonom (miksi, defekasi, seksual)
3) Tidak membaik dengan semua modalitas tetapi konvensional
b. Jenis operasi
1) Laminectomy
Laminectomy yaitu tindakan operatif membuang lamina
vertebralis, dapat dilakukan sebagai dekompresi terhadap radix
spinal yang tertekan atau terjepit oleh protusi nucleus pulposus.
17
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada kasus HNP (Hernia
Nukleus Pulposus) menurut Bahrudin, (2017) adalah :
18
I. Asuhan Keperawatan
Menurut Tarwoto (2013) asuhan keperawatan pada pasien dengan Hernia
Nukleus Pulposus (HNP) yaitu :
1. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kejadian, tanda dan gejala
2) Riwayat trauma, pembedahan, infeksi pada tulang belakang
3) Riwayat pekerjaan seperti mengangkat beban berat
b. Pemeriksaan Fisik
1) Perubahan postur tubuh, cara berjalan
2) Nyeri pada bagian belakang
3) Nyeri pada saat digerakkan, bersin, batuk
4) Kelemahan otot, kekuatan otot, spasme otot
5) Hilangnya sensai/sensorik
6) Reflek tendon trisep, achiles berkurang
7) Kehilangan fungsi seksual, eliminasi bowel dan bladder
8) Tanda Kernig’s positif
9) Test Lasegue terbatas, kurang dari 70o
c. Psikososial
1) Gangguan pola tidur
2) Cepat tersinggung
2. Diagnose
a. Nyeri berhubungan dengan kompresi saraf, spinal cord
Data pendukung
1) Pasien mengatakan nyeri pada pinggang, punggung, tangan,
leher yang menjalar
2) Pasien mengatakan nyeri pada bagian belakang saat
membungkuk, bersin atau batuk
3) Ekspresi wajah Nampak kesakitan
4) Spasme otot
19
5) Gerakan pasien lambat
Kriteria hasil
1) Pasien mengatakan dapat nyeri hilang atau terkontrol
2) Pasien dapat mendemonstrasikan metode untuk megontrol atau
menghilangkan nyeri
3) Meningkatkan aktivitas fisik
20
4) Kelemahan otot ekstremitas, kekuatan otot berkurang
5) Hilangnya sensori
6) Spasme otot
7) Reflek tendon menurun
Kriteria hasil
1) Tidak ada kelemahan otot
2) ROM maksimal
3) Atropi tidak terjadi
4) Meningkatnya aktifitas fisik
21
5) Spasme otot
6) Reflek tendon menurun
Kriteria hasil
1) Keadaan kulit utuh
2) Decubitus tidak terjadi
Rencana tindakan Rasional
1. Kaji fungsi motoric dan 1. Paralisis otot dapat terjadi
sensori setiap 4 jam dengan cepat dengan pola yang
2. Kaji derajat ketergantungan makin naik
pasien 2. Mengidentifikasi kemampuan
3. Monitor daerah yang tertekan pasien dalam kebutuhan ADL
4. Jaga kebersihan tempat tidur, 3. Mengidentifikasi tanda-tanda
laken tetap bersih, kencang awal decubitus
dan kering 4. Laken yang basah, kotor dan
5. Monitor intake dan output kusut memudahkan terjadinya
nutrisi decubitus
6. Lakulan alih posisi setiap 2 5. Nutrisi yang adekuat
jam mengurangi resiko decubitus
7. Pertahankan sikap tubuh 6. Melancarkan aliran darah bagian
yang terapeutik pada bahu, yang tertekan
lengan, panggul dan tungkai 7. Bagian yang tertekan
8. Lakukan massage pada memerlukan perhatian khusus
daerah yang tertekan secara karena beresiko terjadi decubitus
hati-hati 8. Memperlancar aliran darah
9. Gunakan alat bantu untuk 9. Mengurangi resiko dekubitus
mencegah penekanan
22
BAB III
KASUS
Pada tanggal 27 September 2018 pasien Tn.M datang ke RSUD Kota Jogja
diantar oleh anak laki-lakinya yang bernama Tn.H usia 32 tahun beragama Islam,
bekerja sebagai buruh, pendidikan terakhir SMA, pada tanggal 25 September
2018 pasien sudah pernah ke RS dan dari hasil pemeriksaan radiologi MRI
lumbosacral didapatkan HNP setinggi lumbal 4-5. Sehingga pasien di diagnose
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) dan akan dilakukan tindakan operasi dengan
prosedur bedah Laminectomy pada tanggal 28 September 2018. Tn.M adalah
seorang laki-laki berusia 65 tahun,lahir pada tanggal 14 Mei 1955 pasien seorang
duda, beragama Islam, suku Jawa, bahasa sehari-hari menggunakan bahasa Jawa
dan bahasa Indonesia, alamat pasien di Imogiri Bantul Yogyakarta, pendidikan
terakhir SMP sederajat, pasien bekerja sebagai buruh tani. Saat dilakukan
pengkajian oleh perawat pada tanggal 27 September 2018 didapatkan hasil TD:
130/90 mmHg, RR : 20x/menit, S: 37,3oC, N 86x/menit. Golongan darah pasien
O. Pasien mengatakan sejak 5 hari yang lalu mengeluhkan nyeri pada daerah
bokong yang menjalar ke punggung. Nyeri yang dirasakan timbul tiba-tiba ketika
pasien membungkuk untuk mengambil buah-buah mangga yang jatuh di depan
rumahnya. Pasien mengatakan pernah mengalami cedera tulang belakang
sebelumnya. Tn. M pernah mengalami kecelakaan terjatuh dari sepeda motor saat
ingin pergi ke sawah sekitar 3-4 tahun yang lalu. Tetapi setelah itu pasien tidak
merasakan keluhan apapun.
Pasien mengatakan tingkat nyeri berada pada tingkat 6(0-10), nyeri yang
dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan dirasakan secara terus menerus. Pasien
tampak meringis saat merasakan nyeri. Pasien mengatakan kesulitan bergerak
karena nyeri yang dirasakan dan merasa lemas. pasien tampak terbaring lemah di
tempat tidur. Pasien mengatakan tidak ada alergi obat. Pasien mengatakan tidak
memiliki riwayat penyakit. Pasien tampak merasa kebingungan saat ditanyai
mengenai penyakit yang diderita. Pasien mengatakan tidak tahu penyebab dari
23
penyakitnya dan tidak tahu cara penanganannya.Pasien mengatakan sebelumnya
belum pernah dilakukan tindakan operasi dan ini baru pertama kalinya dioperasi.
Pasien mengatakan jika sakit beliau hanya meminum obat warung saja dan
beristirahat yang cukup. Pasien mengatakan merasa cemas dan tampak gelisah
karena akan dilakukan tindakan operasi. BB pasien 63 kg dan TB pasien 167cm.
Pasien makan 3 kali sehari porsi sedang jenis makanan nasi sayur lauk, minum ±
4-5 gelas perhari air putih dan terkadang teh manis.
24
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
FORMAT PENGKAJIAN PERIOPERATIF KAMAR BEDAH
Nama Mahasiswa :
NIM :
Tgl & jam pengkajian : 27 September 2018 jam 08.30 WIB
I. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS PASIEN
a. Nama Pasien : Tn. M
b. Tgl lahir/ Umur : 14 Mei 1955 / 65 tahun
c. Agama : Islam
d. Pendidikan : SMP
e. Alamat : Imogiri Bantul Yogyakarta
f. No CM :
g. Diagnosa Medis : HNP
2. IDENTITAS ORANG TUA/ PENANGGUNG JAWAB
a. Nama : Tn. H
b. Umur : 32 tahun
c. Agama : Islam
d. Pendidikan : SMA
e. Pekerjaan : wiraswasta
f. Hubungan dengan pasien : Anak
Asal pasien □
Rawat Jalan
☑
R
a
w
a
t
25
I
n
a
p
□ Rujukan
A. PRE OPERASI
1. Keluhan Utama : pasien datang dengan mengeluhkan sakit punggung
menjalar kebokong selama 5 hari ini
2. Riwayat Penyakit : □ DM □ Asma □ Hepatitis □ Jantung □ Hipertensi □ HIV
☑Tidak ada
3. Riwayat Operasi/anestesi : □ Ada ☑Tidak ada
4. Riwayat Alergi : □ Ada, sebutkan.................. ☑ Tidak ada
5. Jenis Operasi :
6. TTV :Suhu : 37,3 C,Nadi : 86 x/mnt,Respirasi : 20_x/mnt,TD : 130/90
mmHg
7. TB/BB : 167/63
8. Golongan Darah : o Rhesus
RIWAYAT PSIKOSOSIAL/SPIRITUAL
9. Status Emosional
□ Tenang ☑Bingung □ Kooperatif □ Tidak Kooperatif □ Menangis □ Menarik
diri
26
Tidak nyeri Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat Sangat Nyeri Nyeri tak tertahan
□ 0-1 □ 2-3 □4-5 ☑ 6-7 □ 8-9 □ 10
Dada ☑
Abdomen
☑
☑
Genitalia
☑
Integumen
16. EKG
17. Rontgen :
18. USG :
19. Lain-lain :
B. INTRA OPERASI
1. Anastesi dimulai jam : 10.00 WIB
2. Pembedahan dimulai jam : 10.15 WIB
3. Jenis anastesi :
□Spinal ☑Umum/general anastesi □ Lokal □ Nervus blok □……………
4. Posisi operasi :
27
□terlentang □ litotomi ☑ tengkurap/knee chees □ lateral : □ kanan □ kiri □
lainnya......
5. Catatan Anestesi :
6. Pemasangan alat-alat :
Airway : □ Terpasang ETT no :........ □ Terpasang LMA no:........ □ OPA
□
O2 Nasal
7. TTV : Suhu 37,3̊C , Nadi 80 x/mnt, Teraba □ kuat, □ Lemah, ☑
teratur, □ tidak teratur, RR 20 x/mnt, TD 139/90 mmHg,
Saturasi O2 90 %
8. Survey Sekunder, lakukan secara head to toe secara prioritas
Normal
Keterangan
Y TIDAK
A
☑
Kepala
☑
Leher
☑
Dada
☑
Abdomen
Genitalia ☑
☑
Integumen
28
Balance cairan : cc
C. POST OPERASI
1. Pasien pindah ke :
# Pindah ke ICU/PICU/NICU, jam 12.30Wib
# RR , jam 15. 00 Wib
2. Keluhan saat di RR : □ Mual □ Muntah # pusing ☑Nyeri luka operasi ☑ Kaki
terasa baal
□ Menggigil # lainnya…..
3. Keadaan Umum : # Baik ☑Sedang □ Sakit berat
4. TTV :
Suhu 36,5̊ C, Nadi 80 x/mnt, Rr 19_x/mnt, TD 110/80 mmHg, Sat O2 95
%
5. Kesadaran : # CM ☑Apatis □ Somnolen □ Soporo □ Coma
6. Survey Sekunder, lakukan secara head to toe secara prioritas:
Normal
Jika Tidak normal, jelaskan
Y TIDAK
A
☑
Kepala
☑
Leher
☑
Dada
☑
Abdomen
29
☑
Genitalia
30
DS :
1. Pasien mengatakan sulit bergerak karena
nyeri yang ia rasakan Kerusakan Integritas
2. Pasien mengatakan ketidaknyamanan karena
sakit yang dirasakan Struktur Tulang
3. Pasien merasa lemas
DO :
1. Hasil pemeriksaan MRI terdapat adanya HNP
setinggi lumbal L4-L5
2. Pasien tampak terbaring lemah ditempat
tidurnya
3. Pasien kesulitan membolak-balikan tubuh
karena sakit
4. Gerakan pasien tampak lambat
Hambatan Mobilitas
DS : Fisik
Stressor
1. Pasien mengatakan merasa cemas
2. Pasien mengatakan belum pernah dioperasi
dan ini baru pertama kalinya
DO :
1. Pasien tampak cemas dan gelisah
2. Pasien terlihat tegang saat akan dioperasi
DS : Kurang Informasi
Pasien mengatakan tidak tahu penyebab dari
penyakitnya dan tidak tahu cara penanganannya
DO :
Anseitas
31
Defisit pengetahuan
Intra Operasi
DS
DO
Post Operasi
DS :
Pasien mengatakan nyeri
P : Post op Laminectomi hari 1
Q : nyeri seperti ditusuk-tusuk Nyeri akut Agen cidera fisik
R : di daerah punggung
S : skala 6(0-10)
T : dirasakan terus menerus
DO :
3. Pasien tampak meringis menahan nyeri
yang dirasakan
4. Tanda-tanda vital
TD : 130/90 mmHg
N : 86x/menit
RR : 20x/menit
S : 37oC
Resiko infeksi area Prosedur invansif
pembedahan
DS : -
DO :
1. Terdapat luka post op Laminectomy hari 1
2. Pasien terpasang infus RL 20tmp (IV) sejak
27 September 2018
32
3. Pasien terpasang DC sejak 28 September
2018
4. Hasil lab
AL : 17.05 103/µL Resiko Jatuh Periode Pemulihan
Hb : 13.0 g/dL Paska Operasi
DS :
Pasien mengatakan merasa lemas
DO :
1. Pasien tampak terbaring lemah ditempat
tidurnya
2. Pasien tampak kesulitan menggerakan
tubuhnya karena sakit
3. Pasien berusia ≥ 65 tahun
4. Skor resiko jatuh ≥51 (resiko tinggi)
5. Semua kegiatan pasien dibantu oleh keluarga
dan perawat
33
VI. EVALUASI : (meliputi pre,
intra dan post operasi) S
O
A
P
34
PENGELOMPOKAN DATA SENJANG (pre op)
7. Pasien mengatakan tidak tahu penyebab 7. Pasien tampak cemas dan gelisah
dari penyakitnya dan tidak tahu cara
penanganannya 8. Pasien terlihat tegang saat akan
dioperasi
35
diderita
36
ANALISA DATA
DO :
2. Tanda-tanda vital pasien
TD : 130/90 mmHg
RR : 20x/menit
N : 86x/menit
S : 37,3oC
37
September 1. Pasien mengatakan sulit bergerak karena nyeri yang ia
2018 rasakan
2. Pasien mengatakan ketidaknyamanan karena sakit yang
dirasakan
3. Pasien merasa lemas Kerusakan Integritas Hambatan Mobilitas
DO : Struktur Tulang Fisik
5. Hasil pemeriksaan MRI terdapat adanya HNP setinggi
lumbal L4-L5
6. Pasien tampak terbaring lemah ditempat tidurnya
7. Pasien kesulitan membolak-balikan tubuh karena sakit
8. Gerakan pasien tampak lambat
27 DS :
September 1. Pasien mengatakan merasa cemas
2018 2. Pasien mengatakan belum pernah dioperasi dan ini baru
pertama kalinya
DO : Stressor Ansietas
1. Pasien tampak cemas dan gelisah
2. Pasien terlihat tegang saat akan dioperasi
38
27 DS :
September Pasien mengatakan tidak tahu penyebab dari penyakitnya dan
2018 tidak tahu cara penanganannya Kurang Informasi Defisien Pengetahuan
DO :
Pasien tampak kebingungan saat ditanyai mengengenai penyakit
yang dideritanya
39
B. Diagnose Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis, agen cedera
fisik
2. Resiko infeksi dengan factor risiko prosedur infasif
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas
struktur tulang
4. Resiko jatuh dengan factor risiko periode pemulihan pasca operasi
5. Ansietas berhubungan dengan stressor
6. Defisien pengetahuan berhubungan dengan
40
NURSING CARE PLAN (pre op)
41
TD : 130/90 mmHg N : 60-100x/menit analgetik penghambatan rangsang nyeri
RR : 20x/menit S : 36,5 oC - 37,5oC baik secara sentral maupun
N : 86x/menit Kontrol Nyeri (1605) perifer
S : 37,3oC 4. Pasien mampu
2. Pasien tampak melakukan Teknik
meringis saat relaksasi
merasakan nyeri
2. 27 September 2018 Setelah 3x24 jam masalah Terapi Latihan : Mobilitas 1. Mengetahui batas gerakan
Hambatan mobilitas fisik hambatan mobilitas fisik (0224) yang akan dilakukan
berhubungan dengan behubungan dengan 1. Kaji keterbatasan gerak
kerusakan integritas kerusakan integritas atau ketidaknyamanan
struktur tulang, ditandai struktur tulang dapat selama aktivitas 2. Posisi tubuh yang optimal
dengan : teratasi dengan kriteria 2. Bantu pasien mendapatkan dapat memberikan
DS : hasil : posisi tubuh yang optimal kenyamanan pada pasien
1. Pasien mengatakan Ambulasi (0200) 3. Menjelaskan tujuan tindakan
sulit bergerak karena 1. Pasien dapat menopang 3. Jelaskan tujuan dan mencegah terjadinya
nyeri yang dirasakan tubuhnya dengan baik prosedur mobilisasi kesalahpahaman
2. Pasien mengatakan 2. Pasien dapat berjalan 4. Lindungi pasien dari 4. Mengurangi trauma dan
ketidaknyamanan dengan langkah yang cedera selama latihan memaksimalkan tindakan yang
42
karena sakit yang efektif diberikan
dirasakan Pergerakan (0208) 5. Edukasi keluarga pasien 5. Membantu menambah
3. Pasien merasa lemas 3. Pasien mampu cara melakukan latihan pengetahuan keluarga sehingga
DO : bergerak dengan ROM pasif, ROM dengan keluarga dapat melakukannya
1. Pasien tampak mudah bantun dan ROM aktif kepada pasien secara mandiri
terbaring lemah 4. Gerakan otot dan sendi
ditempat tidurnya tidak terganggu
2. Pasien kesulitan
membolak-balikan
tubuh karena sakit
3. Pergerakan pasien
tampak lambat
3. Ansietas berhubungan Setelah dilakukan tindakan Pengurangan Kecemasan
dengan stressor ditandai 3x24 jam diharapkan (5280) :
dengan : ansietas berhubungan 1. Identifikasi pada saat 1. Mengetahui adanya
DS : dengan stressor dapat terjadi perubahan tingkat peningkatan atau penurunan
1. Pasien mengatakan teratasi, dengan kriteria kecemasan tingkat ansietas
merasa cemas hasil : 2. Ajarkan pasien 2. Relaksasi dapat menurunkan
2. Pasien mengatakan Tingkat Kecemasan melakukan Teknik kecemasan dan menciptakan
43
belum pernah (1211) relaksai ketenangan pada pasien
dioperasi dan ini baru 1. Wajah pasien rileks dan 3. Ciptakan atmosfer rasa 3. Suasana yang aman dapat
pertama kalinya tidak tegang aman untuk membuat pasien merasa lebih
DO : 2. Pasien tidak meningkatkan nyaman, aman, dan tenang
1. Pasien tampak cemas menunjukan kepercayaan
dan gelisah kegelisahan 4. Berikan aktivitas 4. Aktivitas pengganti yang
2. Pasient terlihat tegang 3. Pasien tidak mengalami pengganti yang bertujuan sesuai dengan kebutuhan
saat akan dioperasi peningkatan TD, Nadi, untuk mengurangi pasien akan membuat pasien
RR yang tidak normal tekanan lebih bersemangat dalam
Kontrol Kecemasan menjalani aktivitas serta
(1402) 5. Anjurkan keluarga untuk melupakan stressor penyebab
4. Pasien dapat tetap Bersama menemani kecemasan pasien
mempertahankan pasien 5. Keluarga atau orang terdekat
hubungan social dengan yang sering menemani pasien
baik akan membuat pasien merasa
lebih tenang
4. Defisien pengetahuan Setelah dilakukan tindakan Pengajaran : Individu
berhubungan dengan keperawatan 3x24 jam (5606)
kurangnya informasi, masalah defisien 1. Bina hubungan baik 1. Membina hubungan yang
44
ditandai dengan : pengetahuan berhubungan dengan pasien dan baik dapat menumbuhkan
DS : dengan kurangnya keluarga kepercayaan pasien dan
Pasien mengatakan tidak informasi dapat teratasi, 2. Pertimbangkan persiapan kelaurga
tahu penyebab dari dengan kriteria hasil : pasien untuk menerima 2. Pasien yang siap menerima
penyakitnya dan tidak Pengetahuan : informasi informasi memudahkan tim
tahu cara penanganannya Manajemen Penyakit 3. Sertakan keluarga dalam kesehatan dalam menjelaskan
DO : Akut (1844) pemberian informasi informasi ke pasien
Pasien tampak 1. Pasien mengetahui Pengajaran : Proses 3. Keikutsertaan keluarga dalam
kebingungan saat ditanyai factor penyebab dari Penyakit (5602) pemberian informasi
mengengenai penyakit penyakitnya 4. Kaji tingkat Pendidikan memberikan rasa aman dan
yang dideritanya 2. Pasien mengetahui dan pengetahuan pasien nyaman pada pasien
tanda dan gejala dari terkait dengan penyakitnya 4. Dengan mengetahui tingkat
penyakitnya 5. Edukasi pasien mengenai Pendidikan pasien, tim
3. Pasien mengetahui efek patofisiologi dan tanda kesehatan dapat lebih mudah
dari terapi obat yang gejala dari penyakitnya dan terarah dalam
diberikan memberikan penjelasan
4. Pasien mengetahui informasi kepada pasien
tujuan dan manfaat 5. Memberikan informasi
tindakan yang diberikan kepada pasien bagaimana
45
pasien bisa mengalami sakit
yang diderita
46
PENGELOMPOKAN DATA SENJANG (post op)
47
48
ANALISA DATA (post op)
DO :
1. Pasien tampak meringis menahan nyeri yang dirasakan
2. Tanda-tanda vital
TD : 130/90 mmHg
N : 86x/menit
RR : 20x/menit
S : 37oC
28 DS : -
49
September DO :
2018 1. Terdapat luka post op Laminectomy hari 1
2. Pasien terpasang infus RL 20tmp (IV) sejak 27 September
2018
3. Pasien terpasang DC sejak 28 September 2018 Prosedur Infasif Resiko Infeksi
4. Hasil lab
AL : 17.05 103/µL
Hb : 13.0 g/dL
28 DS :
September Pasien mengatakan merasa lemas
2018 DO :
6. Pasien tampak terbaring lemah ditempat tidurnya Periode Pemulihan Resiko Jatuh
7. Pasien tampak kesulitan menggerakan tubuhnya karena sakit Pasca Operasi
8. Pasien berusia ≥ 65 tahun
9. Skor resiko jatuh ≥51 (resiko tinggi)
10. Semua kegiatan pasien dibantu oleh keluarga dan perawat
50
NURSING CARE PLAN (post op)
51
RR : 20x/menit N : 60-100x/menit analgetik penghambatan rangsang nyeri
N : 86x/menit S : 36,5 oC - 37,5oC baik secara sentral maupun
S : 37oC Kontrol Nyeri (1605) perifer
2. Pasien tampak 4. Pasien mampu
meringis menahan melakukan Teknik
nyeri yang dirasakan relaksasi
2. 28 September 2018 Setelah dilakukan tindakan perlindungan Infeksi (6550)
Resiko infeksi dengan keperawatan selama 3x24 1. Monitor tanda dan gejala 1. Mengetahui adanya tanda dan
factor risiko prosedur jam diharapkan pasien infeksi gejala terjadinya infeksi
infasif, ditandai dengan : tidak terjadi infeksi, 2. Monitor tanda-tanda vital 2. Adanya peningkatan suhu
DS : - dengan kriteria hasil : tubuh menunjukan adanya
DO : Keparahan Infeksi (0703) tanda-tanda infeksi
1. Terdapat luka post op 1. Tidak ada tanda-tanda 3. Ajarkan pasien dan 3. Dengan mencuci tangan
Laminectomy hari 1 infeksi (tumor, calor, keluarga cara pencegahan dengan langkah yang benar
2. Pasien terpasang infus dolor, rubor, fungsio infeksi dengan mencuci dapat menurunkan resiko
RL 20tmp (IV) sejak laesa) tangan dengan benar terjadinya infeksi
27 September 2018 2. AL dan Hb dalam batas Kontrol Infeksi (6540)
3. Pasien terpasang DC normal 4. Monitor dressing infus 4. Memonitor dressing infus
sejak 28 September Kontrol Risiko : Proses mencegah adanya infeksi pada
52
2018 Infeksi (1924) area tusukan infus
4. Hasil lab 3. Tanda-tanda vital 5. Lakukan prinsip steril 5. Prinsip steril dalam perawatan
AL : 17.05 103/µL dalam batas normal dalam perawatan luka luka mencegah timbulnya
Hb : 13.0 g/dL TD : 110-120/80-90 infeksi pada luka post op
mmHg 6. Edukasi pasien dan 6. Memantau keadaan luka pasien
RR : 16-25x/menit keluarga mengenai tanda dan mencegah keparahan
N : 60-100x/menit gejala infeksi dan kapan infeksi
S : 36,5 oC - 37,5oC harus melapor kepada tim
4. Pasien dapat kesehatan
menunjukan 7. Kolaborasi dengan tim 7. Pemberian antibiotic dapat
kemampuan medis dalam pemberian mencegah terjadinya infeksi
pencegahan infeksi antibiotik pada pasien
5. Pasien dapat
mempertahankan
lingkungan tetap bersih
53
pasca operasi, ditandai mengalami jatuh, dengan meningkatkan resiko jatuh
dengan : kriteria hasil :
DS : Keamanan Lingkungan : 2. Pasang side rail pada 2. Pemasangan side rail
Pasien mengatakan merasa Perawatan Kesehatan tempat tidur pasien meningkatkan rasa aman pada
lemas (1934) pasien dan mencegah pasien
DO : 1. Terciptanya lingkungan jatuh dari tempat tidur
1. Pasien tampak aman bagi pasien
3. Imobilisasi bagian tubuh
terbaring lemah 2. Keluarga dan pasien 3. Mengurangi resiko terjadinya
sesuai kebutuhan pasien
ditempat tidurnya paham cara mencegah decubitus apabila terus-
2. Pasien tampak jatuh menerus berada di tempat tidur
kesulitan menggerakan
4. Memodifikasi lingkungan
tubuhnya karena sakit
untuk menurunkan resiko 4. Mengurangi resiko jatuh yang
3. Pasien berusia ≥ 65
jatuh bisa terjadi pada pasien
tahun
4. Skor resiko jatuh ≥51
(resiko tinggi)
5. Semua kegiatan pasien
dibantu oleh keluarga
dan perawat
54
55
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan diatas maka diketahui bahwa hernia nukleus
pulposus (HNP) adalah keadaan dimana terjadi pengeluaran isi nukleus
dari dalam discus dan memberikan manifestasi kompresi syaraf. Hernia
nukleus pulposus atau herniasi diskus intervertebralis, yang sering pula
disebut sebagai lumbardisc syndrome adalah penyebab terjadinya nyeri
punggung bagian bawah yang bersifat akut, kronik atau berulang.
Berdasarkan pengkajian yang dilakukan diagnose yang muncul
pada pasien dengan HNP adalah
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis, agen cedera
fisik
2. Resiko infeksi dengan fakrot risiko prosedur infasif
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas
struktur tulang
4. Resiko jatuh dengan factor periode pemulihan pasca operasi
5. Ansietas berhubungan dengan stressor
6. Defisien pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
B. Saran
Dengan dibuatnya makalah ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan serta wawasan pembaca. Selanjutnya kami penulis membuat
makalah ini mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini untuk kedepannya.
56
DAFTAS PUSTAKA
Hastomo, Reni. 2019. Asuhan Keperawatan pada Pasien Ny. S dengan Post
Operasi Laminektomy Hari 1 Atas Indikasi Hernia Nuklerus Pulposus
(HNP) di Ruang Cendana 5 Irna 1 RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
KTI. Yogyakarta : STIKes Notokususmo Yogyakartal.
(http://kti.perpusstikesnotokusumo.web.id/2019/27a2019/42.2720162
854_RENI_HASTOMO/index.html?page=1) diakses tanggal 1
September 2020
Moore dan Agur. 2013. Penyebab Hernia Nukleus Pulposus Berdasarkan Usia.
Yogyakarta : Graha llmu.
Patrianingrum, M., Oktaliansah, E., & dan Surahman, E. (2015). Prevalensi dan
Faktor Resiko Nyeri Punggung Bawah di Lingkungan Kerja
Anestesiologi Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Dr. Hasan Sadikin
Bandung. Jurnal Anestesi Perioperatif. Vol 3. No 1. Hal 47-56.
(http://journal.fk.unpad.ac.id/index.php/jap/article/view/379 )
Yusuf, AW. 2017. Hubungan Antara Derajat Hernia Nukleus Pulposus (HNP)
dengan Derajat Nyeri Punggung Bawah Di Rumah Sakit Umum Pusat
57
Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Skripsi. Makasar : Universitas
Hasanuddin Makasar.
(http://digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/
NTRlMzNiYzFlNzA3OTY1YjMzOWU0MDIxODhiZmJlMzhjMDVl
NDVhZQ==.pdf ) diakses tanggal 6 September 2020
58