Anda di halaman 1dari 58

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN HERNIA NUKLEUS PULPOSUS (HNP)

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Perioperatif

Dosen Pembimbing : Rudi Haryono, S.Kep., Ns, M.Kep.

Disusun oleh :

Kelompok 4

1. Adnan Susilo Nugroho 2920183277


2. Galuh Damar Santi 2920183297
3. Yuaninda Astri Rachmawati 2920183324

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NOTOKUSUMO

YOGYAKARTA

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas makalah Keperawatan Perioperatif ini dengan judul “Asuhan Keperawatan
pada Pasien dengan Hernia Nukleus Pulposus (HNP)” sesuai harapan penulis dan
sesuai waktu yang telah di tentukan, meskipun tidak sedikit hambatan yang
penulis hadapi.
Dalam penyusunan tugas makalah ini, tidak akan terwujud tanpa bantuan,
bimbingan, dorongan, dan fasilitas yang penulis terima dari berbagai pihak. Oleh
karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada :

1. Bapak Giri Susilo Adi, S.Kep.,Ns., M.Kep selaku Direktur Stikes


Notokusumo atas pengarahan dan bimbingan yang telah diberikan.
2. Ibu Barkah Wulandari, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku Ketua Program Studi D3
Keperawatan Stikes Notokusumo atas pengarahan dan bimbingan yang
telah diberikan.
3. Ibu Brigita Ayu, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Dosen Koordinator Mata
Kuliah Keperawatan Perioperatif atas bimbingan dan pengarahan yang
telah diberikan.
4. Bapak Rudi Haryono, S.Kep., Ns, M.Kep selaku Dosen Pembimbing yang
telah memberikan bimbingan dan arahan dalam proses penyususnan
makalah ini.

Dengan segenap kerendahan hati penulis menyadari masih banyak kekurangan


dalam penyusulan makalah ini, sehingga kritik dan saran yang membangun
senantiasa penulis harapkan demi perbaikan lebih lanjut.

Yogyakarta, September 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………….. ii

DAFTAR ISI…………………………………………………………………… iii

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………… 4

A. Latar Belakang…………………………………………………………. 4
B. Tujuan …………………………………………………………………. 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA………………………………………………….. 6

A. Definisi HNP…………………………………………………………... 6
B. Etiologi HNP…………………………………………………………... 6
C. Manifestasi Klinis HNP……………………………………………….. 7
D. Patofisiologi HNP……………………………………………………... 8
E. Pathway HNP………………………………………………………….. 10
F. Komplikasi…………………………………………………………….. 11
G. Penatalaksanaan……………………………………………………….. 11
H. Pemeriksaan Penunjang……………………………………………….. 18
I. Asuhan Keperawatan………………………………………………….. 19

BAB III KASUS………………………………………………………………. 23

BAB IV PEMBAHASAN KASUS……………………………………………. 25

A. Pengkajian …………………………………………………………….. 25
B. Diagnosa Keperawatan…………………………………………………. 40
C. Rencana Asuhan Keperawatan (NCP)………………………………….. 41

BAB V PENUTUP……………………………………………………………… 55

A. Kesimpulan …………………………………………………………….. 55
B. Saran……………………………………………………………………. 55

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………... 56

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Nyeri punggung bawah (NPB) adalah salah satu keluhan karena
kehilangan fungsi tubuh pada tulang belakang bagian bawah yang
menyebabkan penurunan produktivitas kerja. Beberapa kondisi yang
menyebabkan terjadinya NPB antara lain pekerjaan berat dengan gerakan
yang menimbulkan cedera otot dan saraf, posisi tidak bergerak dalam
waktu yang lama, dan waktu pemulihan yang tidak memadai karena
kurang istirahat (Patrianingrum, 2015).
Nyeri punggung bawah dialami oleh 70% orang di negara - negara
maju. NPB termasuk dalam sepuluh penyakit prevalensi tinggi di dunia.
Prevalensi nyeri punggung bawah di dunia 9,17% dengan jumlah populasi
632.045 jiwa. Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi pada laki – laki lebih
tinggi sebesar 9,64% daripada perempuan sebesar 8,70%. Di Indonesia
tidak terdapat data yang menunjukkan prevalensi nyeri punggung bawah
secara jelas, tetapi prevalensi penyakit sendi di Indonesia berdasarkan
diagnosis atau gejala menurut Riskesdas tahun 2013 adalah 24,7 persen.
Prevalensi penyakit sendi berdasarkan wawancara meningkat seiring
dengan bertambahnya umur yaitu prevalensi tertinggi pada umur ≥75
tahun (33% 2 dan 54,8%). Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi pada
perempuan (27,5%) lebih tinggi dari laki-laki (21,8%) (Riskesdas, 2013).
Salah satu penyebab yang paling sering dari nyeri punggung bawah
adalah hernia nukleus pulposus. Hernia Nukleus Pulposus (HNP)
merupakan suatu gangguan yang melibatkan ruptur anulus fibrosus
sehingga nukleus pulposus menonjol (bulging) dan menekan ke arah
kanalis spinalis. Hernia nukleus pulposus adalah keadaan dimana terjadi
pengeluaran isi nukleus dari dalam discus intervertebalis sehingga nukleus
dari discus menonjol ke dalam cincin annulus dan memberikan manifestasi
kompresi syaraf. Prevalensi HNP berkisar antara 1 – 2 % dari populasi.

4
Berbagai modalitas radiologik juga dapat digunakan dalam mengevaluasi
HNP seperti foto polos, myelografi, MRI, dan elektromyografi. Dalam
beberapa penelitian dilaporkan MRI memiliki sensitivitas dan spesifitas
yang lebih tinggi dibanding modalitas radiologik lainnya dalam
mengevaluasi herniasi diskus intervertebralis (Yusuf AW, 2017).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui Hernia Nukleus Pulposus (HNP) dan
melakukan asuhan keperawatan pada penderita Hernia Nukleus
Pulposus (HNP).
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi dari HNP
b. Untuk mengetahui etiologi HNP
c. Untuk mengetahui manifestasi klinis penderita HNP
d. Untuk mengetahui patofisiologi HNP
e. Untuk mengetahui pathway HNP
f. Untuk mengetahui komplikasi HNP
g. Untuk mengetahui penatalaksanaan HNP
h. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang HNP
i. Untuk mengetahui asuhan keperawatan HNP

5
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Definisi
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah keadaan dimana terjadi
penonjolan atau perubahan tempat/bentuk pada nucleus pulposus dalam
diskus intervertebralis. Tulang belakang/ kolumna vertebralis tersusun atas
ruas-ruas tulang belakang (korpus vertebralis) yang dihubungkan oleh
diskus intervertebralis. Diskus-diskus ini membentuk sendi fibrokartilago
sehingga memungkinkan tulang belakang bergerak fleksibel. Diskus ini
juga berfungsi sebagai penyangga dan peredam kejut (Tarwoto, 2013).
HNP (Hernia Nukleus Pulposus) yaitu keluarnya nucleus pulposus
dari diskus melalui robekan annulus fibrosus hingga ke belakang atau
dorsal menekan medulla spinalis atau mengarah ke dorsal lateral menekan
radix spinalis sehingga meninmbulkan gangguan (Munir, 2017).
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) merupakan bantalan antar tulang
belakang (diskus) yang mengalami herniasi (penonjolan) dan menekan
akar saraf. Hernia Nukleus Pulposus merupakan suatu keadaan dimana
sebagian atau seluruh bagian dari nucleus pulposus mengalami penonjolan
ke dalam kanalis spinalis. Juga bisa didefinisikan bahwa Hernia Nukleus
Pulposus (HNP) adalah rupturnya nucleus pulposus yang disebabkan oleh
trauma atau perubahan degenerative terkait dengan proses penuaan yang
menyebabkan nyeri hebat pada punggung bawah dan dapat bersifat kronik
ataupun dapat kambuh (Hastomo, 2019).

B. Etiologi
Degenerasi diskus intervertebralis, trauma minor pada pasien tua
dengan degenerasi, trauma berat atau terjatuh, mengangkat atau menarik
benda berat (Munir, 2017). HNP kebanyakan juga disebabkan oleh adanya
suatu trauma derajat sedang yang berulang mengenai discus

6
intervertebralis sehingga menimbulkan sobeknya annulus fibrosus. Pada
kebanyakan pasien gejala trauma bersifat singkat dan gejala ini disebabkan
oleh cidera pada diskus yang tidak terlihat selama beberapa bulan atau
bahkan dalam beberapa tahun. Penyebab dari Hernia Nucleus Pulposus
(HNP) biasanya dengan meningkatnya usia terjadi perubahan degenerative
yang mengakibatkan kurang lentur dan tipisnya nucleus pulposus. Annulus
fibrosus mengalami perubahan karena digunakan terus menerus.
Akibatnya annulus fibrosus biasanya di daerah lumbal dapat pecah (Moore
dan Agur, 2013).

C. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala tergantung pada lokasi yang terkena misalnya
pda daerah lumbal, terjadi nyeri pada daerah pinggang pada satu sisi yang
menjalar kearah tingkai kaki, kelemahan otot kaki, paresthesia, kebas pada
kaki, gangguan eliminasi bowel, bladder dan seksual mungkin saja dapat
terjadi. Nyeri tekanan pada daerah herniasi dan pergerakan tulang
belakang berkurang (Tarwoto, 2013).
Pada daerah servikal HNP dapat menimbulkan rasa nyeri pada
leher atau pindah menjalar pada lengan, gangguaan sensitibilitas pada
lengan atau bawah sisi radius dan ibu jari (Tarwoto, 2013).
Gejala klinis yang sering ditimbulkan akibat ischialgia adalah :
(Munir, 2017).
1. Nyeri punggung bawah, nyeri daerah bokong, rasa kaku/ tertarik pada
punggung bawah
2. Nyeri yang menjalar atau seperti rasa kesetrum dan dapat disertai baal,
yang dirasakan dari bokong menjalar ke daerah paha, betis bahkan
sampai kaki, tergantung bagian saraf mana yang terjepit, rasa nyeri
sering ditimbulkan setelah melakukan aktifitas yang berlebihan
3. Kelemahan anggota badan bawah/ tungkai bawah yang disertai dengan
mengecilnya otot-otot tungkai bawah dan hilangnya reflek tendon
patella (KPR) dan achilles (APR)

7
4. Bila mengenai konus atau kauda ekuina dapat terjadi gangguan
defekasi, miksi dan fungsi seksual.

D. Patofisiologi
Proses degenerative yang terjadi pada diskus interveetebralis
diantaranya terjadi perubahan pada anulus fibrosus dan nucleus pulposus.
Pada anuslus fibrosus terjadi kerusakan dan serat-serat fibroelastic terputus
yang kemudian diganti oleh jaringan ikat. Perubahan ini akan
menimbulkan rongga-rongga pada anulus. Perubahan yang terjadi pada
nucleus pulposus adalah adanya penurunan kemampuan pengikatan air
sehingga volume nukelus pulposus menjadi menurun. Perubahan kedua
komponen tersebut menyebabkan tahanan inter diskus akan menurun. Jika
terjadi peninggian tekanan pada diskus intervertebralis secara tiba-tiba dan
berlangsung lama maka materi nucleus pulposus akan menonjol mengisi
anulus fibrosus yang rusak. Penonjolan nucleus ke belakang lateral dan
menekan saraf pada radiks dirsalis (menganduk serat saraf sensorik) yang
berjalan dalam kanalis vertebralis akan menimbulkan rasa nyeri. Gerakan-
gerakan yang merubah posisi tulang belakang seperti membungkuk, bersin
dan batuk akan menambah rasa nyeri(Tarwoto, 2013).
Kerusakan pada diskus intervertebralis ini dapat disebabkan karena
proses degenerative misalnya makin berkurangnya daya lentur,
menurunnya jaringan kolagen, dan menurunnya kandungan air dengan
bertambahnya usia, trauma tulang belakang, factor genetic, operasi tulang
belakang, kelainan postur seperti kifosis, lordosis, karena kelainan tulang
belakang lainnya seperti spondylitis, spinal stenosis(Tarwoto, 2013).
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya HNP : Aliran darah ke
diskus berkurang, beban berat, ligamentum longitudinalis posterior
menyempit. Jika beban pada diskus bertambah, annulus fibrosus tidak kuat
menahan ukleus pulposus (gel) akan keluar, akan timbul rasa nyeri oleh
karena gel yang berada dicanalis vertebralis menekan radiks(Munir, 2015).

8
Bangunan peka nyeri mengandung reseptor nosisptif (nyeri) yang
terangsang oleh berbagai stimulus local (mekanis, termal, kimiawi).
Stimulus ini akan direspon dengan pengeluaran berbagai mediator
inflamasi yang akan menimbulkan persepsi nyeri. Mekanisme nyeri
merupakan proteksi yang bertujuan untuk mencegah pergerakan sehingga
proses penyembuhan dimungkinkan. Salah satu bentuk proteksi adalah
spasme otot, yang selanjutnya dapat menimbulkan iskemia(Munir, 2015).

9
E. Pathway
(Helmi, 2012)

Proses degeneratif

Kehilangan protein polisakarida

Kandungan air menururn

Trauma Stress okupasi

HNP

Nucleus Pulposus terdorong

Ujung saraf spinal tertekan

Perubahan Sensasi Nyeri Penurunan Kerja Reflek

Gangguan Mobilitas Fisik

10
F. Komplikasi

Komplikasi yang dapat muncul pada HNP (Hernia Nukleus Pulposus)


menurut Bahrudin (2017) yaitu :
1. Kelumpuhan pada ekstermitas bawah
2. Cedera medula spinalis
3. Radiklitis (iritrasi akar syaraf)
4. Parestese
5. Disfungsi seksual

Komplikasi yang muncul pada penderita Hernia Nukleus Pulposus (HNP)


menurut Tarwoto (2013) :
1. Kelemahan motoric
2. Hilangnya sensori
3. Gangguan fungsi seksual
4. Inkontinensia bowel dan bladder

G. Penatalaksanaan
Menurut Tarwoto (2013) :
1. Penatalaksanaan Umum
a. Bedrest dengan tempat tidur datar dan alas keras untuk mengurangi
rasa nyeri dan kerusakan saraf.
b. Fisioterapi : mengurangi risiko gangguan immobilisasi,
melancarkan peredaran darah.
c. Traksi : menstabilkan / memfiksasi lokasi kerusakan diskus.
d. Perubahan posisi : mengurangi rasa nyeri dan resiko decubitus
e. Kebutuhan nutrisi
2. Pengobatan
a. Analgetik untuk mengurangi nyeri
b. Relaksan otot : Metaxalone, Methacarbamol, Chlorzazone
c. Antiinflamasi : Phanyibutazone
d. Antianxietas : Diazepam

11
3. Operasi
a. Laminektomi : menurut Moore dan Agur (2013)
DEFINISI
Pengangkatan lamina vertebral dan degenerasi diskus untuk
membebaskan tekanan pada akar saraf. Laminektomi adalah
pengangkatan seluruh tulang lamina, sebagian dari sendi facet yang
membesar, dan ligamen menebal yang melapisi saraf tulang
belakang dan saraf. Pembedahan membutuhkan perawatan di
rumah sakit dari 1 sampai 3 hari dan pemulihan membutuhkan
waktu antara 4 hingga 6 minggu. Prosedur dilakukan melalui
sayatan bedah di belakang.

INDIKASI
Laminektomi dilakukan untuk mengatasi stenosis spinal atau
penyempitan saluran tulang belakang, yang dimana dapat
diakibatkan oleh berbagai penyakit, seperti :
1. Penipisan atau pengapuran tulang
2. Kelainan bentuk tulang belakang bawaan
3. Tumor pada tulang belakang
4. Cedera pada tulang belakang
5. Terjadi herniasi
6. Peradangan sendi tulang belakang (artritis)

KONTRA INDIKASI
Prosedur pembedahan ini tidak dianjurkan pada anak-anak atau
orang yang sudah menderita kyposis.

PROSEDUR PEMBEDAHAN :
1) Langkah 1 : Persiapan Pasien
Pasien akan berbaring telentang di meja operasi dan diberi
anestesi. setelah tidur pasien akan berguling ke perut mereka

12
dengan dada dan sisi yang didukung oleh bantal. area di mana
operasi akan dilakukan akan dibersihkan dan disiapkan. jika
fusi direncanakan dan pasien telah memutuskan untuk
menggunakan mereka tulang, daerah pinggul akan dibersihkan
dan diprioritaskan untuk mendapatkan cangkok tulang. jika
Anda telah memutuskan untuk menggunakan tulang donor,
sayatan panggul tidak diperlukan.
2) Langkah 2 : Tahap Insisi
Pada tahap insisi sayatan kulit dibuat di punggung pasien di
atas tulang belakang yang sesuai. Panjang sayatan tergantung
pada berapa banyak laminektomi yang harus dilakukan. otot
punggung yang kuat terbagi di tengah dan pindah ke kedua sisi
memperlihatkan lamina setiap vertebra.
3) Langkah 3 : Laminektomi atau Laminotomy
Sekali tulang terbuka, dan X-ray diambil untuk memverifikasi
vertebra yang benar.
a) Laminektomi : ahli bedah menghilangkan proses spina
tulang. selanjutnya, tulang lamina dihapus dengan alat bor
atau tulang menggigit. menebal dari vertebra di bawah
dengan vertebra di atas dihapus. ini diulang untuk setiap
vertebra yang terkena.
b) Laminotomy: dalam beberapa kasus, ahli bedah mungkin
tidak ingin menghapus seluruh lamina tulang pelindung,
pembukaan kecil lamina di atas di bawah saraf tulang
belakang mungkin cukup untuk menghilangkan kompresi.
laminotomy dapat dilakukan pada satu sisi (unilateral) atau
kedua sisi (bilateral) dan pada beberapa tingkat vertebrae.
4) Langkah 4: dekompresi sumsum tulang belakang
Setelah lamina dan ligamentum flavum dikeluarkan, lapisan
proteivtive dari tali sipnal (dura mater) terlihat. ahli bedah
dapat dengan perlahan menarik kembali kantung pelindung dari

13
sumsum tulang belakang dan akar saraf yang dilepaskan taji
tulang dan ligamen menebal.
5) Langkah 5: dekompresi saraf tulang belakang
Sendi facet, yang secara langsung di atas akar saraf, mungkin
undercut (dipangkas) untuk memberikan ruang akar saraf lebih
banyak. disebut foraminotomy, manuver ini memperbesar
foramen saraf (di mana saraf tulang belakang keluar dari kanal
tulang belakang). jika disk yang herniated menyebabkan
kompresi, ahli bedah akan melakukan discectomy.
6) Langkah 6: fusi (jika perlu)
Fusi adalah penggabungan dua tulang belakang dengan
cangkok tulang yang dipegang bersama dengan perangkat keras
seperti piring, batang, kait, sekrup pedikel atau kandang. tujuan
dari cangkok tulang adalah untuk bergabung dengan tulang
belakang di atas dan di bawah untuk membentuk satu potongan
tulang yang solid. ada beberapa cara untuk menciptakan fusi.
yang tepat untuk pasien, tergantung pada pilihan pasien dan
rekomendasi dokter. jenis fusi yang paling umum disebut fusi
posterolateral. lapisan tulang paling atas pada proses transversal
dihilangkan dengan dril untuk menciptakan tempat tidur agar
cangkok tulang tumbuh. bone graft, diambil dari bagian atas
pinggul Anda, ditempatkan di sepanjang tempat tidur
posterolateral. ahli bedah dapat memperkuat fusi dengan batang
logam dan sekrup dimasukkan ke dalam tulang belakang. otot
punggung diletakkan di atas cangkok tulang untuk menahan
dan menempatkannya.
7) Langkah 7: penutupan
Otot sebuah sayatan kulit dijahit bersama dengan jahitan atau
staples.

14
KOMPLIKASI
Pembedahan laminektomi dapat menimbulkan komplikasi antara
lain :
1) Infeksi luka operasi
2) Perdarahan
3) Stroke
4) Penggumpalan darah
5) Serangan jantung
6) Kerusakan saraf tulang belakang
7) Kebocoran cairan disaraf tulang belakang (cairan
serebrospinal), akibat robekan pada selaput pelindung saraf
tulang belakang (meninges)
8) Nyeri setelah pembedahan

PERAWATAN PASCA OPERASI


Pasca operasi, pasien akan disadarkan dan akan dirawat di
rumah sakit terlebih dahulu selama beberapa hari. Bila operasi
dilakukan pada pagi hari, sore atau malam harinya pasien akan
diminta untuk turun dari tempat tidur dan mencoba berjalan. Pasien
mungkin masih merasa nyeri setelah operasi, namun dokter akan
memberikan obat pereda rasa nyeri. Setelah pemantauan di rumah
sakit selesai, pasien akan dipulangkan, biasanya setelah 1-3 hari
perawatan di rumah sakit. Beberapa hal yang harus diperhatikan
oleh pasien yang menjalani pemulihan pasca laminektomi, antara
lain adalah:
1) Hindari melakukan aktivitas fisik berat yang dapat
mengganggu pemulihan tulang belakang.
2) Selalu berhati-hati ketika berjalan dan menaiki atau
menuruni tangga.

15
3) Jangan lupa untuk melakukan kontrol rutin ke dokter agar
proses pemulihan dapat dipantau.
4) Jangan menggosok jahitan operasi, karena dikhawatirkan
menimbulkan infeksi.
5) Hindari luka jahitan terkena air, atau mengoleskan losion
ke daerah jahitan.
6) Sebaiknya pasien meningkatkan aktivitas fisiknya secara
bertahap untuk membiasakan tulang punggung dalam
menjalani aktivitas fisik.

b. Lumbal/cervical mikrodisrektomi : pengangkatan diskus yang


mengalami degenerasi dengan mneggunakan teknik pembedahan
mikro.
c. Spinal fusi : menempatkan tulang baru pada kedua vertebra (bone
graf) untuk memfiksasi vertebra.
4. Terapi lain
a. Kemonukleolisis : yaitu penyuntikan 2000-4000 unit kimopapain
(enzim dari lateks papaya) ke dalam diskus hernia yang sakit.
Kimopapain menyebabkan hidrolisis protein, menurunkan
kemampuan mengikat air dalam nucleus pulposus sehingga dapat
membebaskan rasa nyeri radiks saraf.

Penatalaksanaan penderita Hernia Nukleus Pulposus (HNP) menurut


Munir (2017) yaitu :

1. Terapi konservatif
a. Tirah baring : lama yang dianjurkan adalah 2-4 hari.
2. Medikamentosa
a. Analgetik & NSID
b. Pelemas otot : digunakan untuk mengatasi spasme otot

16
c. Opioid : pemakaian jangka Panjang dapat menyebkan
ketergantungan.
d. Kortikosteroid oral : pemakaian masin menjadi kontroversi namun
dapat dipertimbangkan pada kasus HNP berat untuk mengurangi
inflamasi.
e. Analgetik adjuvant : dipakai pada HNP kronis
3. Terapi fisik
a. Traksi pelvis
Penelitian yang membandingkan tirah baring, korset dan traksi
dengan tirah baring dan korset saja tidak menunjukan perbedaan
dalam kecepatan penyembuhan.
b. Diatermi/kompres panas/dingin
Tujuannya adalah mengatasi nyeri dengan mengatasi inflamasi dan
spasme otot. Keadaan akut biasanya dapat digunakan kompres
dingin, termasuk bila terdapat edema. Untuk nyeri kronik dapat
digunakan pompres panas atau dingin.
c. Korset lumbal
Korset lumbal tidak bermanfaat pada HNP akut namun dapat
digunakan untuk mencegah timbulnya eksaserbasi akut atau nyeri
HNP kronis. Sebagai penyangga korset dapat mengurangi beban
diskus serta dapat mengurangi spasme.
4. Terapi operatif
a. Indikasi operasi
1) Deficit neurologic memburuk progresif dan
2) Gangguan otonom (miksi, defekasi, seksual)
3) Tidak membaik dengan semua modalitas tetapi konvensional
b. Jenis operasi
1) Laminectomy
Laminectomy yaitu tindakan operatif membuang lamina
vertebralis, dapat dilakukan sebagai dekompresi terhadap radix
spinal yang tertekan atau terjepit oleh protusi nucleus pulposus.

17
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada kasus HNP (Hernia
Nukleus Pulposus) menurut Bahrudin, (2017) adalah :

a. Tes pemindaian, seperti :


a. CT scan untuk mendapatkan gambaran tentang kondisi kolom
tulang belakang dan struktur di sekitarnya.
b. MRI untuk memastikan dimana lokasi terjadinya HNP dan syaraf
mana yang ikut terpengaruhi
c. Mielogam untuk melihat adanya tekanan pada saraf tulang
belakang dan saraf lainnya
d. Foto rontgen untuk memastikan bahwa gejala yang dialami pasien
bukan disebabkan oleh patah tulang, tumor, atau infeksi.
b. Tes darah, untuk memeriksa jika terdapat peradangan atau infeksi
Pemeriksaan saraf, tes ini bertujuan untuk melihat lokasi terjadinya
kerusakan saraf secara akurat. Metode ini biasanya dipakai adalah
pemeriksaaan konduksi saraf dan elektromiogram (EMG).
Menurut Tarwoto (2013), pemeriksaan diagnostic penderita Hernia
Nuckleus Pulposus (HNP) yaitu :
1. Spinal X-Ray : adanya kerusakan pada kolumna vertebralis
2. Myelografi : menentukan adanya herniasi diskus atau derajat herniasi
3. Cairan Serebrospinal : protein mungkin meningkat
4. Elektromyografi : menentukan kerusakan saraf dan otot
5. CT Scan : adanya hernia diskus
6. MRI : adanya hernia diskus

18
I. Asuhan Keperawatan
Menurut Tarwoto (2013) asuhan keperawatan pada pasien dengan Hernia
Nukleus Pulposus (HNP) yaitu :
1. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kejadian, tanda dan gejala
2) Riwayat trauma, pembedahan, infeksi pada tulang belakang
3) Riwayat pekerjaan seperti mengangkat beban berat

b. Pemeriksaan Fisik
1) Perubahan postur tubuh, cara berjalan
2) Nyeri pada bagian belakang
3) Nyeri pada saat digerakkan, bersin, batuk
4) Kelemahan otot, kekuatan otot, spasme otot
5) Hilangnya sensai/sensorik
6) Reflek tendon trisep, achiles berkurang
7) Kehilangan fungsi seksual, eliminasi bowel dan bladder
8) Tanda Kernig’s positif
9) Test Lasegue terbatas, kurang dari 70o
c. Psikososial
1) Gangguan pola tidur
2) Cepat tersinggung

2. Diagnose
a. Nyeri berhubungan dengan kompresi saraf, spinal cord
Data pendukung
1) Pasien mengatakan nyeri pada pinggang, punggung, tangan,
leher yang menjalar
2) Pasien mengatakan nyeri pada bagian belakang saat
membungkuk, bersin atau batuk
3) Ekspresi wajah Nampak kesakitan
4) Spasme otot

19
5) Gerakan pasien lambat

Kriteria hasil
1) Pasien mengatakan dapat nyeri hilang atau terkontrol
2) Pasien dapat mendemonstrasikan metode untuk megontrol atau
menghilangkan nyeri
3) Meningkatkan aktivitas fisik

Rencana tindakan Rasional


1. Kaji rasa nyeri, lokasi, 1. Menentukan keefektifan
lamanya, factor yang mencetus intervensi mengatasi nyeri
nyeri 2. Mengurangi rasa nyeri dengan
2. Pertahankan tirah baring mengurangi pergerakan dan
dengan matras keras posisi tepat
dibawahnya 3. Traksi menurunkan rasa nyeri
3. Perhatikan traksi, korset, collar karena kompresi saraf spinal
servikal 4. Relaksasi otot, mengurangi
4. Ajarkan teknik relaksasi ketegangan, menurunkan stress
dengan napas dalam dan alih pada otot
posisi yang tepat 5. Relaksasi otot dan
5. Lakukan kompres hangat pada meningkatkan sirkulasi darah
lokasi nyeri tekan 6. Mengurangi rasa nyeri
6. Berikan obat analgetik, 7. Menentukan intervensi lebih
narkotik sesuai program lanjut
7. Kolaborasi dengan fisioterapi

b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, terapi pembatasan


gerak
Data pendukung
1) Pasien menyatakan kesulitas melakukan pergerakan
2) Menurunnya aktifitas fisik
3) Terbatasnya ROM

20
4) Kelemahan otot ekstremitas, kekuatan otot berkurang
5) Hilangnya sensori
6) Spasme otot
7) Reflek tendon menurun

Kriteria hasil
1) Tidak ada kelemahan otot
2) ROM maksimal
3) Atropi tidak terjadi
4) Meningkatnya aktifitas fisik

Rencana tindakan Rasional


1. Kaji keadaan motoric, sensorik, 1. Menentukan tingkat
reflek kerusakan fisik
2. Pertahankan bedrest dan posisi yang 2. Menurunkan stress spinal
tepat 3. Mencegah atropi dan
3. Lakukan ROM pasif dan aktif spinal
4. Hindari hal-hal yang dapat 4. Mengurangi nyeri
meningkatkan nyeri seperti batuk, 5. Mmobilisasi yang lama
bersin, gerakan-gerakan peregangan menimbulkan komplikasi
5. Monitor tanda dan gejala yang serius
komplikasi immobilisasi 6. Memperbaiki kerusakan
6. Lakukan persiapan operasi sesuai tulang belakang
program

c. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan bedrest,


pembatas terapi, pembatasan gerak
Data pendukung
1) Pasien menyatakan kesulitan melakukan pergerakan
2) Terapi bedrest
3) Kelemahan otot ekstremitas, kekuatan oto berkurang
4) Hilangnya sensori

21
5) Spasme otot
6) Reflek tendon menurun

Kriteria hasil
1) Keadaan kulit utuh
2) Decubitus tidak terjadi
Rencana tindakan Rasional
1. Kaji fungsi motoric dan 1. Paralisis otot dapat terjadi
sensori setiap 4 jam dengan cepat dengan pola yang
2. Kaji derajat ketergantungan makin naik
pasien 2. Mengidentifikasi kemampuan
3. Monitor daerah yang tertekan pasien dalam kebutuhan ADL
4. Jaga kebersihan tempat tidur, 3. Mengidentifikasi tanda-tanda
laken tetap bersih, kencang awal decubitus
dan kering 4. Laken yang basah, kotor dan
5. Monitor intake dan output kusut memudahkan terjadinya
nutrisi decubitus
6. Lakulan alih posisi setiap 2 5. Nutrisi yang adekuat
jam mengurangi resiko decubitus
7. Pertahankan sikap tubuh 6. Melancarkan aliran darah bagian
yang terapeutik pada bahu, yang tertekan
lengan, panggul dan tungkai 7. Bagian yang tertekan
8. Lakukan massage pada memerlukan perhatian khusus
daerah yang tertekan secara karena beresiko terjadi decubitus
hati-hati 8. Memperlancar aliran darah
9. Gunakan alat bantu untuk 9. Mengurangi resiko dekubitus
mencegah penekanan

22
BAB III
KASUS

Pada tanggal 27 September 2018 pasien Tn.M datang ke RSUD Kota Jogja
diantar oleh anak laki-lakinya yang bernama Tn.H usia 32 tahun beragama Islam,
bekerja sebagai buruh, pendidikan terakhir SMA, pada tanggal 25 September
2018 pasien sudah pernah ke RS dan dari hasil pemeriksaan radiologi MRI
lumbosacral didapatkan HNP setinggi lumbal 4-5. Sehingga pasien di diagnose
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) dan akan dilakukan tindakan operasi dengan
prosedur bedah Laminectomy pada tanggal 28 September 2018. Tn.M adalah
seorang laki-laki berusia 65 tahun,lahir pada tanggal 14 Mei 1955 pasien seorang
duda, beragama Islam, suku Jawa, bahasa sehari-hari menggunakan bahasa Jawa
dan bahasa Indonesia, alamat pasien di Imogiri Bantul Yogyakarta, pendidikan
terakhir SMP sederajat, pasien bekerja sebagai buruh tani. Saat dilakukan
pengkajian oleh perawat pada tanggal 27 September 2018 didapatkan hasil TD:
130/90 mmHg, RR : 20x/menit, S: 37,3oC, N 86x/menit. Golongan darah pasien
O. Pasien mengatakan sejak 5 hari yang lalu mengeluhkan nyeri pada daerah
bokong yang menjalar ke punggung. Nyeri yang dirasakan timbul tiba-tiba ketika
pasien membungkuk untuk mengambil buah-buah mangga yang jatuh di depan
rumahnya. Pasien mengatakan pernah mengalami cedera tulang belakang
sebelumnya. Tn. M pernah mengalami kecelakaan terjatuh dari sepeda motor saat
ingin pergi ke sawah sekitar 3-4 tahun yang lalu. Tetapi setelah itu pasien tidak
merasakan keluhan apapun.

Pasien mengatakan tingkat nyeri berada pada tingkat 6(0-10), nyeri yang
dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan dirasakan secara terus menerus. Pasien
tampak meringis saat merasakan nyeri. Pasien mengatakan kesulitan bergerak
karena nyeri yang dirasakan dan merasa lemas. pasien tampak terbaring lemah di
tempat tidur. Pasien mengatakan tidak ada alergi obat. Pasien mengatakan tidak
memiliki riwayat penyakit. Pasien tampak merasa kebingungan saat ditanyai
mengenai penyakit yang diderita. Pasien mengatakan tidak tahu penyebab dari

23
penyakitnya dan tidak tahu cara penanganannya.Pasien mengatakan sebelumnya
belum pernah dilakukan tindakan operasi dan ini baru pertama kalinya dioperasi.
Pasien mengatakan jika sakit beliau hanya meminum obat warung saja dan
beristirahat yang cukup. Pasien mengatakan merasa cemas dan tampak gelisah
karena akan dilakukan tindakan operasi. BB pasien 63 kg dan TB pasien 167cm.
Pasien makan 3 kali sehari porsi sedang jenis makanan nasi sayur lauk, minum ±
4-5 gelas perhari air putih dan terkadang teh manis.

Pada tanggal 28 September 2018 setelah post operasi, pasien mengeluhkan


nyeri di punggungnya karena post op Laminectomy hari ke-1. Terdapat luka
operasi Laminectomy di punggung pasien. Pasien mengatakan nyerinya seperti
ditusuk-tusuk, dirasakan terus menerus dengan skala 6(0-10). Pasien tampak
meringis menahan nyeri yang dirasakan. Tanda-tanda vital pasien TD : 130/90
mmHg, nadi: 86x/menit, RR : 20x/menit, S : 37oC. Pasien terpasang infus RL
20tpm (IV) pada tangan kiri sejak tanggal 27 September 2018. Pasien terpasang
DC sejak 28 September 2018.. Hasil laboratorium angka leukosit (AL) : 17.05
103/µL (4.50-7.50 103 µL), Hb : 13.0 g/dL. Pasien mengatakan merasa lemas.
Pasien tampak terbaring lemah ditempat tidurnya. Pasien tampak kesulitan untuk
menggerakan tubuhnya karena sakit. Skor resiko jatuh : ≥51 (risiko tinggi). Dan
semua kegiatan pasien dibantu keluarga dan perawat.Pasien mengatakan tingkat
nyeri berada pada tingkat 6(0-10), nyeri yang dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan
dirasakan secara terus menerus. Pasien tampak meringis saat merasakan nyeri.

24
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
FORMAT PENGKAJIAN PERIOPERATIF KAMAR BEDAH

Nama Mahasiswa :
NIM :
Tgl & jam pengkajian : 27 September 2018 jam 08.30 WIB

I. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS PASIEN
a. Nama Pasien : Tn. M
b. Tgl lahir/ Umur : 14 Mei 1955 / 65 tahun
c. Agama : Islam
d. Pendidikan : SMP
e. Alamat : Imogiri Bantul Yogyakarta
f. No CM :
g. Diagnosa Medis : HNP
2. IDENTITAS ORANG TUA/ PENANGGUNG JAWAB
a. Nama : Tn. H
b. Umur : 32 tahun
c. Agama : Islam
d. Pendidikan : SMA
e. Pekerjaan : wiraswasta
f. Hubungan dengan pasien : Anak

Asal pasien □
Rawat Jalan

R
a
w
a
t

25
I
n
a
p
□ Rujukan

A. PRE OPERASI
1. Keluhan Utama : pasien datang dengan mengeluhkan sakit punggung
menjalar kebokong selama 5 hari ini
2. Riwayat Penyakit : □ DM □ Asma □ Hepatitis □ Jantung □ Hipertensi □ HIV
☑Tidak ada
3. Riwayat Operasi/anestesi : □ Ada ☑Tidak ada
4. Riwayat Alergi : □ Ada, sebutkan.................. ☑ Tidak ada
5. Jenis Operasi :
6. TTV :Suhu : 37,3 C,Nadi : 86 x/mnt,Respirasi : 20_x/mnt,TD : 130/90
mmHg
7. TB/BB : 167/63
8. Golongan Darah : o Rhesus

RIWAYAT PSIKOSOSIAL/SPIRITUAL
9. Status Emosional
□ Tenang ☑Bingung □ Kooperatif □ Tidak Kooperatif □ Menangis □ Menarik
diri

10. Tingkat Kecemasan : □ Tidak Cemas ☑Cemas


11. Skala Cemas : □ 0 = Tidak cemas
□ 1 = Mengungkapkan kerisauan
□ 2 = Tingkat perhatian tinggi
☑3 = Kerisauan tidak berfokus
□ 4 = Respon simpate-adrenal
□ 5 = Panik

12. Skala Nyeri menurut VAS ( Visual Analog Scale )

26
Tidak nyeri Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat Sangat Nyeri Nyeri tak tertahan
□ 0-1 □ 2-3 □4-5 ☑ 6-7 □ 8-9 □ 10

13. Survey Sekunder, lakukan secara head to toe secara prioritas:


Normal
Jika Tidak normal, jelaskan
YA TIDAK

Kepala

Leher

Dada ☑

Abdomen


Genitalia


Integumen

Ekstremitas ☑ Ekstermitas atas terdapat tusukan infus

14. Hasil Data Penunjang

15. Laboratorium : AL : 17.05 103 µL, Hb : 13.0 g/dL

16. EKG

17. Rontgen :

18. USG :

19. Lain-lain :

B. INTRA OPERASI
1. Anastesi dimulai jam : 10.00 WIB
2. Pembedahan dimulai jam : 10.15 WIB
3. Jenis anastesi :
□Spinal ☑Umum/general anastesi □ Lokal □ Nervus blok □……………
4. Posisi operasi :

27
□terlentang □ litotomi ☑ tengkurap/knee chees □ lateral : □ kanan □ kiri □
lainnya......
5. Catatan Anestesi :
6. Pemasangan alat-alat :
Airway : □ Terpasang ETT no :........ □ Terpasang LMA no:........ □ OPA

O2 Nasal
7. TTV : Suhu 37,3̊C , Nadi 80 x/mnt, Teraba □ kuat, □ Lemah, ☑
teratur, □ tidak teratur, RR 20 x/mnt, TD 139/90 mmHg,
Saturasi O2 90 %
8. Survey Sekunder, lakukan secara head to toe secara prioritas
Normal
Keterangan
Y TIDAK
A

Kepala

Leher


Dada


Abdomen

Genitalia ☑


Integumen

☑ Trdapat tusukan infus di ekstermitas atas


Ekstremitas

Total cairan masuk


□ Infus : 500 cc
□ Tranfusi : 1000 cc

Total cairan keluar


□ Urine : cc
□ Perdarahan : cc

28
Balance cairan : cc

C. POST OPERASI
1. Pasien pindah ke :
# Pindah ke ICU/PICU/NICU, jam 12.30Wib
# RR , jam 15. 00 Wib
2. Keluhan saat di RR : □ Mual □ Muntah # pusing ☑Nyeri luka operasi ☑ Kaki
terasa baal
□ Menggigil # lainnya…..
3. Keadaan Umum : # Baik ☑Sedang □ Sakit berat
4. TTV :
Suhu 36,5̊ C, Nadi 80 x/mnt, Rr 19_x/mnt, TD 110/80 mmHg, Sat O2 95
%
5. Kesadaran : # CM ☑Apatis □ Somnolen □ Soporo □ Coma
6. Survey Sekunder, lakukan secara head to toe secara prioritas:
Normal
Jika Tidak normal, jelaskan
Y TIDAK
A

Kepala


Leher


Dada


Abdomen

29

Genitalia

☑ Terdapat luka jahit di bagian pinggang


Integumen
☑ Terdapat tusukan infus di ekster,itas atas
Ekstremitas

Skala Nyeri menurut VAS ( Visual Analog Scale )

Tidak nyeri Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat


Sangat Nyeri Nyeri tak tertahankan
□ 0-1 □ 2-3 # 4-5 ☑ 6-7 □ 8-9 □ 10

II. ANALISA DATA


Symptom Problem Etiologi
Pre Operasi
DS :
1. pasien mengatakan nyeri
P: HNP L4-L5
Q: ditusuk-tusuk
R: pinggang kiri Agen cidera Biologis
S: skala 6(0-10)
T: terus menerus Nyeri akut
DO :
1. Pasien tampak meringis saat merasakan
nyeri
2. TD: 130/90 mmHg
S: 37,3oC
N 86x/menit
RR : 20x/menit

30
DS :
1. Pasien mengatakan sulit bergerak karena
nyeri yang ia rasakan Kerusakan Integritas
2. Pasien mengatakan ketidaknyamanan karena
sakit yang dirasakan Struktur Tulang
3. Pasien merasa lemas
DO :
1. Hasil pemeriksaan MRI terdapat adanya HNP
setinggi lumbal L4-L5
2. Pasien tampak terbaring lemah ditempat
tidurnya
3. Pasien kesulitan membolak-balikan tubuh
karena sakit
4. Gerakan pasien tampak lambat

Hambatan Mobilitas
DS : Fisik
Stressor
1. Pasien mengatakan merasa cemas
2. Pasien mengatakan belum pernah dioperasi
dan ini baru pertama kalinya
DO :
1. Pasien tampak cemas dan gelisah
2. Pasien terlihat tegang saat akan dioperasi

DS : Kurang Informasi
Pasien mengatakan tidak tahu penyebab dari
penyakitnya dan tidak tahu cara penanganannya

DO :

Pasien tampak kebingungan saat ditanyai


mengengenai penyakit yang dideritanya

Anseitas

31
Defisit pengetahuan
Intra Operasi
DS
DO
Post Operasi
DS :
Pasien mengatakan nyeri
P : Post op Laminectomi hari 1
Q : nyeri seperti ditusuk-tusuk Nyeri akut Agen cidera fisik
R : di daerah punggung
S : skala 6(0-10)
T : dirasakan terus menerus
DO :
3. Pasien tampak meringis menahan nyeri
yang dirasakan
4. Tanda-tanda vital
TD : 130/90 mmHg
N : 86x/menit
RR : 20x/menit
S : 37oC
Resiko infeksi area Prosedur invansif
pembedahan
DS : -
DO :
1. Terdapat luka post op Laminectomy hari 1
2. Pasien terpasang infus RL 20tmp (IV) sejak
27 September 2018

32
3. Pasien terpasang DC sejak 28 September
2018
4. Hasil lab
AL : 17.05 103/µL Resiko Jatuh Periode Pemulihan
Hb : 13.0 g/dL Paska Operasi

DS :
Pasien mengatakan merasa lemas
DO :
1. Pasien tampak terbaring lemah ditempat
tidurnya
2. Pasien tampak kesulitan menggerakan
tubuhnya karena sakit
3. Pasien berusia ≥ 65 tahun
4. Skor resiko jatuh ≥51 (resiko tinggi)
5. Semua kegiatan pasien dibantu oleh keluarga
dan perawat

III. DIAGNOSA KEPERAWATAN


Pre operasi :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas
struktur tulang
3. Ansietas berhubungan dengan stressor
4. Defisien pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
Intra Operasi :
1.
2.
Post Operasi :
1. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik
2. Resiko infeksi dengan faktor risiko prosedur infasif
3. Resiko jatuh dengan faktor risiko periode pemulihan paska operasi

IV. RENCANA KEPERAWATAN (meliputi pre, intra dan post operasi)

V. IMPLEMENTASI (meliputi pre, intra dan post operasi)

33
VI. EVALUASI : (meliputi pre,
intra dan post operasi) S
O
A
P

34
PENGELOMPOKAN DATA SENJANG (pre op)

N Data Subyektif Data Obyektif


O
1. Pasien mengatakan nyeri 1. Tanda-tanda vital
P : Hernia Nukleus Pulposus (HNP) TD : 130/90 mmHg
Q : nyeri seperti di tusuk-tutuk RR : 20x/menit
R : daerah bokong menjalar ke punggung N : 86x/menit
S : skala 6 (0-10) S : 37,3oC
T : nyeri dirasakan terus menerus
2. Pasien tampak meringis saat
2. Pasien mengatakan kesulitan bergerak merasakan nyeri
karena nyeri yang dirasakan
3. Hasil pemeriksaan MRI lumbosacral
3. Pasien mengatakan ketidaknyaman karena terdapat adanya HNP setinggi
sakit yang dirasakannya lumbal L4-L5

4. Pasien merasa lemas 4. Pasien tampak terbaring lemah


ditempat tidurnya
5. Pasien mengatakan merasa cemas
5. Pasien tampak kesulitan membolak
6. Pasien mengatakan belum pernah balikan tubuh karena sakit
dioperasi dan ini baru mau pertama
kalinya 6. Gerakan pasien tampak lambat

7. Pasien mengatakan tidak tahu penyebab 7. Pasien tampak cemas dan gelisah
dari penyakitnya dan tidak tahu cara
penanganannya 8. Pasien terlihat tegang saat akan
dioperasi

9. Pasien tampak kebingungan saat


ditanyai mengenai penyakit yang

35
diderita

36
ANALISA DATA

Tanggal DATA ETIOLOGI PROBLEM


27 DS :
September Pasien mengatakan nyeri
2018 P : Hernia Nukleus Pulposus (HNP) L4-L5
Q : nyeri seperti ditusuk-tusuk
R : daerah bokong menjalar ke punggung
S : skala 6 (0-10)
T : nyeri dirasakan terus menerus Agen cedera biologis Nyeri Akut

DO :
2. Tanda-tanda vital pasien
TD : 130/90 mmHg
RR : 20x/menit
N : 86x/menit
S : 37,3oC

3. Pasien tampak meringis saat merasakan nyeri


27 DS :

37
September 1. Pasien mengatakan sulit bergerak karena nyeri yang ia
2018 rasakan
2. Pasien mengatakan ketidaknyamanan karena sakit yang
dirasakan
3. Pasien merasa lemas Kerusakan Integritas Hambatan Mobilitas
DO : Struktur Tulang Fisik
5. Hasil pemeriksaan MRI terdapat adanya HNP setinggi
lumbal L4-L5
6. Pasien tampak terbaring lemah ditempat tidurnya
7. Pasien kesulitan membolak-balikan tubuh karena sakit
8. Gerakan pasien tampak lambat

27 DS :
September 1. Pasien mengatakan merasa cemas
2018 2. Pasien mengatakan belum pernah dioperasi dan ini baru
pertama kalinya
DO : Stressor Ansietas
1. Pasien tampak cemas dan gelisah
2. Pasien terlihat tegang saat akan dioperasi

38
27 DS :
September Pasien mengatakan tidak tahu penyebab dari penyakitnya dan
2018 tidak tahu cara penanganannya Kurang Informasi Defisien Pengetahuan
DO :
Pasien tampak kebingungan saat ditanyai mengengenai penyakit
yang dideritanya

39
B. Diagnose Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis, agen cedera
fisik
2. Resiko infeksi dengan factor risiko prosedur infasif
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas
struktur tulang
4. Resiko jatuh dengan factor risiko periode pemulihan pasca operasi
5. Ansietas berhubungan dengan stressor
6. Defisien pengetahuan berhubungan dengan

40
NURSING CARE PLAN (pre op)

NO Dx. KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI RASIONAL


1. 27 September 2018 Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (1400)
Nyeri akut berhubungan tindakan keperawatan 3x24 1. Kaji nyeri secara 1. Mengetahui daerah nyeri,
dengan agen cedera jam diharapkan masalah komprehensif kualitas, durasi, skala nyeri
biologis, ditandai dengan : nyeri akut berhubungan yang dirasakan
DS : dengan agen cedera 2. Monitor tanda-tanda vital 2. Mengetahui keadaan umum
Pasien mengatakan nyeri biologis dapat teratasi pasien, peningkatan tekanan
P : Hernia Nukleus dengan kriteria hasil : darah dan nadi menandakan
Pulposus (HNP) Tingkat Nyeri (2102) adanya nyeri
3. Berikan tindakan untuk
Q : nyeri seperti ditusuk- 1. Ekspresi wajah pasien 3. Meningkatkan sirkulasi umum,
memberikan kenyamanan
tusuk tampak lebih rileks menurunkan area tekanan local
R : daerah bokong 2. Skala nyeri berkurang dan kelelahan otot
menjalar ke punggung menjadi 4(0-10)
4. Ajarkan pasien untuk
S : skala 6 (0-10) 3. Tanda-tanda vital 4. Relaksasi nafas dalam
melakukan Teknik
T : nyeri dirasakan terus dalam batas normal meningkatkan ventilasi serta
relaksasi nafas dalam
menerus TD : 110-120/80-90 mengurangi rasa nyeri
5. Kolaborasi dengan tim
DO : mmHg 5. Analgetik dapat menurunkan
medis dalam pemberian
1. Tanda-tanda vital RR : 16-25x/menit nyeri melalui mekanisme

41
TD : 130/90 mmHg N : 60-100x/menit analgetik penghambatan rangsang nyeri
RR : 20x/menit S : 36,5 oC - 37,5oC baik secara sentral maupun
N : 86x/menit Kontrol Nyeri (1605) perifer
S : 37,3oC 4. Pasien mampu
2. Pasien tampak melakukan Teknik
meringis saat relaksasi
merasakan nyeri
2. 27 September 2018 Setelah 3x24 jam masalah Terapi Latihan : Mobilitas 1. Mengetahui batas gerakan
Hambatan mobilitas fisik hambatan mobilitas fisik (0224) yang akan dilakukan
berhubungan dengan behubungan dengan 1. Kaji keterbatasan gerak
kerusakan integritas kerusakan integritas atau ketidaknyamanan
struktur tulang, ditandai struktur tulang dapat selama aktivitas 2. Posisi tubuh yang optimal
dengan : teratasi dengan kriteria 2. Bantu pasien mendapatkan dapat memberikan
DS : hasil : posisi tubuh yang optimal kenyamanan pada pasien
1. Pasien mengatakan Ambulasi (0200) 3. Menjelaskan tujuan tindakan
sulit bergerak karena 1. Pasien dapat menopang 3. Jelaskan tujuan dan mencegah terjadinya
nyeri yang dirasakan tubuhnya dengan baik prosedur mobilisasi kesalahpahaman
2. Pasien mengatakan 2. Pasien dapat berjalan 4. Lindungi pasien dari 4. Mengurangi trauma dan
ketidaknyamanan dengan langkah yang cedera selama latihan memaksimalkan tindakan yang

42
karena sakit yang efektif diberikan
dirasakan Pergerakan (0208) 5. Edukasi keluarga pasien 5. Membantu menambah
3. Pasien merasa lemas 3. Pasien mampu cara melakukan latihan pengetahuan keluarga sehingga
DO : bergerak dengan ROM pasif, ROM dengan keluarga dapat melakukannya
1. Pasien tampak mudah bantun dan ROM aktif kepada pasien secara mandiri
terbaring lemah 4. Gerakan otot dan sendi
ditempat tidurnya tidak terganggu
2. Pasien kesulitan
membolak-balikan
tubuh karena sakit
3. Pergerakan pasien
tampak lambat
3. Ansietas berhubungan Setelah dilakukan tindakan Pengurangan Kecemasan
dengan stressor ditandai 3x24 jam diharapkan (5280) :
dengan : ansietas berhubungan 1. Identifikasi pada saat 1. Mengetahui adanya
DS : dengan stressor dapat terjadi perubahan tingkat peningkatan atau penurunan
1. Pasien mengatakan teratasi, dengan kriteria kecemasan tingkat ansietas
merasa cemas hasil : 2. Ajarkan pasien 2. Relaksasi dapat menurunkan
2. Pasien mengatakan Tingkat Kecemasan melakukan Teknik kecemasan dan menciptakan

43
belum pernah (1211) relaksai ketenangan pada pasien
dioperasi dan ini baru 1. Wajah pasien rileks dan 3. Ciptakan atmosfer rasa 3. Suasana yang aman dapat
pertama kalinya tidak tegang aman untuk membuat pasien merasa lebih
DO : 2. Pasien tidak meningkatkan nyaman, aman, dan tenang
1. Pasien tampak cemas menunjukan kepercayaan
dan gelisah kegelisahan 4. Berikan aktivitas 4. Aktivitas pengganti yang
2. Pasient terlihat tegang 3. Pasien tidak mengalami pengganti yang bertujuan sesuai dengan kebutuhan
saat akan dioperasi peningkatan TD, Nadi, untuk mengurangi pasien akan membuat pasien
RR yang tidak normal tekanan lebih bersemangat dalam
Kontrol Kecemasan menjalani aktivitas serta
(1402) 5. Anjurkan keluarga untuk melupakan stressor penyebab
4. Pasien dapat tetap Bersama menemani kecemasan pasien
mempertahankan pasien 5. Keluarga atau orang terdekat
hubungan social dengan yang sering menemani pasien
baik akan membuat pasien merasa
lebih tenang
4. Defisien pengetahuan Setelah dilakukan tindakan Pengajaran : Individu
berhubungan dengan keperawatan 3x24 jam (5606)
kurangnya informasi, masalah defisien 1. Bina hubungan baik 1. Membina hubungan yang

44
ditandai dengan : pengetahuan berhubungan dengan pasien dan baik dapat menumbuhkan
DS : dengan kurangnya keluarga kepercayaan pasien dan
Pasien mengatakan tidak informasi dapat teratasi, 2. Pertimbangkan persiapan kelaurga
tahu penyebab dari dengan kriteria hasil : pasien untuk menerima 2. Pasien yang siap menerima
penyakitnya dan tidak Pengetahuan : informasi informasi memudahkan tim
tahu cara penanganannya Manajemen Penyakit 3. Sertakan keluarga dalam kesehatan dalam menjelaskan
DO : Akut (1844) pemberian informasi informasi ke pasien
Pasien tampak 1. Pasien mengetahui Pengajaran : Proses 3. Keikutsertaan keluarga dalam
kebingungan saat ditanyai factor penyebab dari Penyakit (5602) pemberian informasi
mengengenai penyakit penyakitnya 4. Kaji tingkat Pendidikan memberikan rasa aman dan
yang dideritanya 2. Pasien mengetahui dan pengetahuan pasien nyaman pada pasien
tanda dan gejala dari terkait dengan penyakitnya 4. Dengan mengetahui tingkat
penyakitnya 5. Edukasi pasien mengenai Pendidikan pasien, tim
3. Pasien mengetahui efek patofisiologi dan tanda kesehatan dapat lebih mudah
dari terapi obat yang gejala dari penyakitnya dan terarah dalam
diberikan memberikan penjelasan
4. Pasien mengetahui informasi kepada pasien
tujuan dan manfaat 5. Memberikan informasi
tindakan yang diberikan kepada pasien bagaimana

45
pasien bisa mengalami sakit
yang diderita

46
PENGELOMPOKAN DATA SENJANG (post op)

N Data Subyektif Data Obyektif


O
1. Pasien mengatakan nyeri 1. Pasien tampak meringis menahan
P : Post op Laminectomy hari 1 nyeri yang dirasakan
Q : nyeri seperti di tusuk-tutuk 2. Pasien terpasang infus RL 20tpm di
R : pada daerah punggung yang terdapat tangan kiri sejak 27 September
luka post op Laminectomy 2018
S : skala 6 (0-10) 3. Pasien terpasang DC sejak 28
T : nyeri dirasakan terus menerus September 2018
4. Hasil lab
2. Pasien merasa lemas Al : 17.05 103/µL
Hb : 13.0 g/dL
5. Pasien tampak terbaring lemah
6. Semua kegiatan pasien dibantu
keluarga dan perawat
7. Pasien berusia ≥ 65 tahun
8. Skor resiko jatuh ≥ 51 (resiko
tinggi)
9. Pasien tampak kesulitan untuk
menggerakan tubuhnya karena
sakit

47
48
ANALISA DATA (post op)

Tanggal DATA ETIOLOGI PROBLEM


28 DS :
September Pasien mengatakan nyeri
2018 P : Post op Laminectomi hari 1 Agen Cedera Fisik Nyeri Akut
Q : nyeri seperti ditusuk-tusuk
R : di daerah punggung
S : skala 6(0-10)
T : dirasakan terus menerus

DO :
1. Pasien tampak meringis menahan nyeri yang dirasakan
2. Tanda-tanda vital
TD : 130/90 mmHg
N : 86x/menit
RR : 20x/menit
S : 37oC

28 DS : -

49
September DO :
2018 1. Terdapat luka post op Laminectomy hari 1
2. Pasien terpasang infus RL 20tmp (IV) sejak 27 September
2018
3. Pasien terpasang DC sejak 28 September 2018 Prosedur Infasif Resiko Infeksi
4. Hasil lab
AL : 17.05 103/µL
Hb : 13.0 g/dL

28 DS :
September Pasien mengatakan merasa lemas
2018 DO :
6. Pasien tampak terbaring lemah ditempat tidurnya Periode Pemulihan Resiko Jatuh
7. Pasien tampak kesulitan menggerakan tubuhnya karena sakit Pasca Operasi
8. Pasien berusia ≥ 65 tahun
9. Skor resiko jatuh ≥51 (resiko tinggi)
10. Semua kegiatan pasien dibantu oleh keluarga dan perawat

50
NURSING CARE PLAN (post op)

NO Dx. KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI RASIONAL


1. 28 September 2018 Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (1400)
Nyeri akut berhubungan tindakan keperawatan 3x24 1. Kaji nyeri secara 1. Mengetahui daerah nyeri,
dengan agen cedera fisik, jam diharapkan masalah komprehensif kualitas, durasi, skala nyeri
ditandai dengan : nyeri akut berhubungan yang dirasakan
DS : dengan agen cedera fisik 2. Monitor tanda-tanda vital 2. Mengetahui keadaan umum
Pasien mengatakan nyeri dapat teratasi dengan pasien, peningkatan tekanan
P : Post op Laminectomy kriteria hasil : darah dan nadi menandakan
hari 1 Tingkat Nyeri (2102) adanya nyeri
3. Berikan tindakan untuk
Q : nyeri seperti ditusuk- 1. Ekspresi wajah pasien 3. Meningkatkan sirkulasi umum,
memberikan kenyamanan
tusuk tampak lebih rileks menurunkan area tekanan local
R : daerah punggung 2. Skala nyeri berkurang dan kelelahan otot
S : skala 6 (0-10) menjadi 4(0-10)
4. Ajarkan pasien untuk
T : nyeri dirasakan terus 3. Tanda-tanda vital 4. Relaksasi nafas dalam
melakukan Teknik
menerus dalam batas normal meningkatkan ventilasi serta
relaksasi nafas dalam
DO : TD : 110-120/80-90 mengurangi rasa nyeri
5. Kolaborasi dengan tim
1. Tanda-tanda vital mmHg 5. Analgetik dapat menurunkan
medis dalam pemberian
TD : 130/90 mmHg RR : 16-25x/menit nyeri melalui mekanisme

51
RR : 20x/menit N : 60-100x/menit analgetik penghambatan rangsang nyeri
N : 86x/menit S : 36,5 oC - 37,5oC baik secara sentral maupun
S : 37oC Kontrol Nyeri (1605) perifer
2. Pasien tampak 4. Pasien mampu
meringis menahan melakukan Teknik
nyeri yang dirasakan relaksasi
2. 28 September 2018 Setelah dilakukan tindakan perlindungan Infeksi (6550)
Resiko infeksi dengan keperawatan selama 3x24 1. Monitor tanda dan gejala 1. Mengetahui adanya tanda dan
factor risiko prosedur jam diharapkan pasien infeksi gejala terjadinya infeksi
infasif, ditandai dengan : tidak terjadi infeksi, 2. Monitor tanda-tanda vital 2. Adanya peningkatan suhu
DS : - dengan kriteria hasil : tubuh menunjukan adanya
DO : Keparahan Infeksi (0703) tanda-tanda infeksi
1. Terdapat luka post op 1. Tidak ada tanda-tanda 3. Ajarkan pasien dan 3. Dengan mencuci tangan
Laminectomy hari 1 infeksi (tumor, calor, keluarga cara pencegahan dengan langkah yang benar
2. Pasien terpasang infus dolor, rubor, fungsio infeksi dengan mencuci dapat menurunkan resiko
RL 20tmp (IV) sejak laesa) tangan dengan benar terjadinya infeksi
27 September 2018 2. AL dan Hb dalam batas Kontrol Infeksi (6540)
3. Pasien terpasang DC normal 4. Monitor dressing infus 4. Memonitor dressing infus
sejak 28 September Kontrol Risiko : Proses mencegah adanya infeksi pada

52
2018 Infeksi (1924) area tusukan infus
4. Hasil lab 3. Tanda-tanda vital 5. Lakukan prinsip steril 5. Prinsip steril dalam perawatan
AL : 17.05 103/µL dalam batas normal dalam perawatan luka luka mencegah timbulnya
Hb : 13.0 g/dL TD : 110-120/80-90 infeksi pada luka post op
mmHg 6. Edukasi pasien dan 6. Memantau keadaan luka pasien
RR : 16-25x/menit keluarga mengenai tanda dan mencegah keparahan
N : 60-100x/menit gejala infeksi dan kapan infeksi
S : 36,5 oC - 37,5oC harus melapor kepada tim
4. Pasien dapat kesehatan
menunjukan 7. Kolaborasi dengan tim 7. Pemberian antibiotic dapat
kemampuan medis dalam pemberian mencegah terjadinya infeksi
pencegahan infeksi antibiotik pada pasien
5. Pasien dapat
mempertahankan
lingkungan tetap bersih

3. 28 September 2018 Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Jatuh (6490)


Resiko jatuh dengan factor keperawatan 3x24 jam 1. Identifikasi kognitif atau 1. Mencegah pasien mengalami
risiko periode pemulihan diharapan pasien tidak fisik yang dapat jatuh

53
pasca operasi, ditandai mengalami jatuh, dengan meningkatkan resiko jatuh
dengan : kriteria hasil :
DS : Keamanan Lingkungan : 2. Pasang side rail pada 2. Pemasangan side rail
Pasien mengatakan merasa Perawatan Kesehatan tempat tidur pasien meningkatkan rasa aman pada
lemas (1934) pasien dan mencegah pasien
DO : 1. Terciptanya lingkungan jatuh dari tempat tidur
1. Pasien tampak aman bagi pasien
3. Imobilisasi bagian tubuh
terbaring lemah 2. Keluarga dan pasien 3. Mengurangi resiko terjadinya
sesuai kebutuhan pasien
ditempat tidurnya paham cara mencegah decubitus apabila terus-
2. Pasien tampak jatuh menerus berada di tempat tidur
kesulitan menggerakan
4. Memodifikasi lingkungan
tubuhnya karena sakit
untuk menurunkan resiko 4. Mengurangi resiko jatuh yang
3. Pasien berusia ≥ 65
jatuh bisa terjadi pada pasien
tahun
4. Skor resiko jatuh ≥51
(resiko tinggi)
5. Semua kegiatan pasien
dibantu oleh keluarga
dan perawat

54
55
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari penjelasan diatas maka diketahui bahwa hernia nukleus
pulposus (HNP) adalah keadaan dimana terjadi pengeluaran isi nukleus
dari dalam discus dan memberikan manifestasi kompresi syaraf. Hernia
nukleus pulposus atau herniasi diskus intervertebralis, yang sering pula
disebut sebagai lumbardisc syndrome adalah penyebab terjadinya nyeri
punggung bagian bawah yang bersifat akut, kronik atau berulang.
Berdasarkan pengkajian yang dilakukan diagnose yang muncul
pada pasien dengan HNP adalah
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis, agen cedera
fisik
2. Resiko infeksi dengan fakrot risiko prosedur infasif
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas
struktur tulang
4. Resiko jatuh dengan factor periode pemulihan pasca operasi
5. Ansietas berhubungan dengan stressor
6. Defisien pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi

B. Saran
Dengan dibuatnya makalah ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan serta wawasan pembaca. Selanjutnya kami penulis membuat
makalah ini mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini untuk kedepannya.

56
DAFTAS PUSTAKA

Bahrudin, Moch. 2017. Neurologis Klinis. Malang : UMMpress.

Hastomo, Reni. 2019. Asuhan Keperawatan pada Pasien Ny. S dengan Post
Operasi Laminektomy Hari 1 Atas Indikasi Hernia Nuklerus Pulposus
(HNP) di Ruang Cendana 5 Irna 1 RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
KTI. Yogyakarta : STIKes Notokususmo Yogyakartal.
(http://kti.perpusstikesnotokusumo.web.id/2019/27a2019/42.2720162
854_RENI_HASTOMO/index.html?page=1) diakses tanggal 1
September 2020

Helmi, Zairin. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba


Medika

Moore dan Agur. 2013. Penyebab Hernia Nukleus Pulposus Berdasarkan Usia.
Yogyakarta : Graha llmu.

Munir, Badrul. 2015. Neurologi Dasar. Jakarta : Sagung Seto.

Munir, Badrul. 2017. Neurologi Dasar Edisi 2. Jakarta : Sagung Seto.

Patrianingrum, M., Oktaliansah, E., & dan Surahman, E. (2015). Prevalensi dan
Faktor Resiko Nyeri Punggung Bawah di Lingkungan Kerja
Anestesiologi Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Dr. Hasan Sadikin
Bandung. Jurnal Anestesi Perioperatif. Vol 3. No 1. Hal 47-56.
(http://journal.fk.unpad.ac.id/index.php/jap/article/view/379 )

Riskesdas. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan


Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.

Tarwoto. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persarafan.


Jakarta : Sagung Seto.

Yusuf, AW. 2017. Hubungan Antara Derajat Hernia Nukleus Pulposus (HNP)
dengan Derajat Nyeri Punggung Bawah Di Rumah Sakit Umum Pusat

57
Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Skripsi. Makasar : Universitas
Hasanuddin Makasar.
(http://digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/
NTRlMzNiYzFlNzA3OTY1YjMzOWU0MDIxODhiZmJlMzhjMDVl
NDVhZQ==.pdf ) diakses tanggal 6 September 2020

58

Anda mungkin juga menyukai