Anda di halaman 1dari 33

TRAKEOSTOMI

Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah

Dosen Pengampu : Ns. Alwan Revai M,Kep

Di Susun Oleh :

Andika Setya Dermawan Putra

Aprilia Kartika Indah

Desy Wulandari

Fitri Hani Desianti

Iva Zainiatul Kamila

Karina Zakiatul Mahdaniah

Muhammad Hidayatul Ulum

Rosita Devi

Tutut Indah Julia Putri

Unzilatur Rohmah

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BONDOWOSO

Tahun Ajaran 2019/2020

i
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas limpahan Rahmat
serta karunia-Nya semata, sehingga tugas mata kuliah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah KEPERAWATAN MEDIKAL
BEDAH yang menjadi salah satu mata kuliah wajib di Program Studi DIII Keperawatan
Universitas Bondowoso.
Penulis yakin tanpa adanya bantuan dari semua pihak, maka tugas ini tidak akan
dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Ibu Yuana Dwi Agustin, SKM, M. Kes sebagai Ketua Program Studi DIII
Keperawatan Universitas Bondowoso;
2. Bapak Ns. Alwan Revai M,Kep sebagai dosen pengampu mata kuliah
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
3. Semua pihak yang telah membantu pengerjaan makalah ini.
Semoga sumbangsih yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan
imbalan dari Allah SWT, dan penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak untuk bahan perbaikan penulisan makalah ini.

Bondowoso, 11 Oktober 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER ..............................................................................................................................i
KATA PENGANTAR ......................................................................................................ii
DAFTAR ISI .....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................1
1.3 Tujuan ................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................3
2.1 Definisi Trakeostomi ..........................................................................................3
2.2 Penghisap Trakeostomi.......................................................................................4
2.3 Perawatan Trakeostomi.......................................................................................5
2.4 Perawatan Pasien Dengan Trakeostomi..............................................................6
2.5 Definisi Karsinoma Nasofaring..........................................................................8
2.6 Etiologi Karsinoma Nasofaring .........................................................................8
2.7 Gejala Dan Tanda................................................................................................10
2.8 Patofisiologi .......................................................................................................10
2.9 Penatalaksanaan .................................................................................................11
2.10 Komplikasi..........................................................................................................12
2.11 WOC...................................................................................................................13
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ...........................................................................14
3.1 Pengkajian...........................................................................................................14
3.2 Diagnosa Keperawatan........................................................................................21
3.3 Intervensi Keperawatan ......................................................................................21
3.4 Implementasi Keperawatan.................................................................................26
3.5 Evaluasi ..............................................................................................................28
BAB IV PENUTUP ...........................................................................................................30
4.1 Kesimpulan...........................................................................................................30
4.2 Saran ....................................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................31

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Trakeostomi adalah prosedur pembedahan dengan memasang selang melalui


sebuah lubang kedalam trakea untuk mengatasi obstruksi jalan nafas atau
mempertahankan jalan nafas dengan cara mengisap sekret, atau penggunaan ventilasi
mekanik yang kontinue. Trakeostomi dapat digunakan sementara yait jangka pendek untuk
masalah akut, atau jangka panjang biasanya permanen dan selang dapat dilepas. Indikasi
dilakukan trakeostomi di ICU diantara lain adalah mencegah obstruksi jalan nafas atas
karena tumor dan oembedahan, untuk mencegah kerusakan laring dijalan nafas karena
intubasi endotrakeal yang beekepanjangan, untuk memudahkan akses ke jalan nafas dlam
melakukan pengisapan dan penganggkatan sekresi, untuk menjaga jalan nafas yang stabil
pada pasien yang membutuhkan dukungan ventilasi mekanis atau oksigenasi prolonget.
(Carles 2010).

Prosedur trakeostomi dari data yang di ambil peneliti diruang ICU RSUP
Dr.karyadi dari bulan januari-april 2017 terdapat 15 pasien. Rata rata di dilakukan
trakeostomi karena penyaihan fentilator yang tidak adekuat. Alasan dilakukan trakeostomi
di ruang ICU RSUP Dr. Karyadi yaitu pasien dengan gagal nafas berat , cedera otak
traomatis parah dan pasien yang lebih tua dengan penyakit peumonia, penyakit
neorologi(Stroke, miastenia grafis). Salah satu proses mekanisme dilakukan trakeostomi
miastenia grafis terjadi kelumpuhan otot-otot pernfasan setelah pemasangan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud trakeostomi ?


2. Bagaimana penghisapan trakeostomi ?
3. Bagaimana perawatan trakeostomi ?
4. Bagaimana perawatan pasien dengan trakeostomi ?
5. Apa yang dimaksud karsinoma nasofaring ?
6. Apa etiologi dari karsinoma nasofaring ?
7. Apa saja gejala dan tanda karsinoma nasofaring ?
8. Bagaimana patofisiologi karsinoma nasofaring ?

1
9. Bagaimana penatalaksanaan karsinoma nasofaring ?
10. Apa saja komplikasi dari karsinoma nasofaring ?
11. Bagaimana WOC dari karsinoma nasofaring ?
12. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan karsinoma nasofaring ?
1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian trakeostomi


2. Untuk mengetahui penghisapan trakeostomi
3. Untuk mengetahui perawatan pasien dengan trakeostomi
4. Untuk mengetahui pengertian karsinoma nasofaring
5. Untuk mengetahui etiologi karsinoma nasofaring
6. Untuk mengetahui gejala dan tanda karsinoma nasofaring
7. Untuk mengetahui patofiiologi karsinoma nasofaring
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan karsinoma nasofaring
9. Untuk mengetahui komplikasi karsinoma nasofaring
10. Untuk mengetahui pohon masalah / WOC karsinoma nasofaring
11. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien karsinoma nasofaring

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Trakeostomi

Trakeostomi adalah prosedur dimana di buat lubang kedalam trakea. Ketika selang
indweling dimasukkan kedalam trakea, maka istilah trakeostomi digunakan. Trakeostomi
dapat menetap atau permanen.
Trakeostomi dilakukan untuk memintas suatu obtruksi jalan nafas atas, untuk
membuang sekresi trakeobronkial, untuk memungkinkan penggunaan ventilasi mekanis
jangka panjang, untuk mencegah aspirasi sekresi oral atau lambung pada pasien tidak sadar
atau paralise ( dengan menutup trakea dari esofagus),dan untuk mengganti selang
endotrakeal. Ada banyak proses penyakit dan kondisi kedaruratan yang membuat
trakeostomi diperlukan.
Prosedur, Prosedur trakeostomi biasanya dilakukan di ruang operasi atau di unit
perawatan intensif, dimana ventilasi pasien dpat dikontrol dengn baik dan teknik aseptik
yang optimal dapat dipertahankan. Suatu lubang dibuat pada cincin trakea kedua dan
ketiga. Stelh trakea terpajang, selang trakeostomi balon dengan ukuran yang sesuai
dimasukkan (Gbr. 25-7A). Cuff trakeostomi adalah pelekatan yang dapat mengembang
pada trakeostomi yang dirancang untuk menyumbat ruang antara dindng trakea dengan
selang untung memungkinkan ventilasi mekanis yang efektif.
Selang trakeostomi dipasang ditempatnya dengan plester pengencang mengelilingi
leher pasien. Biasanya, kasa segi empat steril diletakkan diantara selang dan kulit untuk
menyerap drainise dang mencegah infeksi.
Komplikasi, komplikasi dapat terjadi dini atau lanjut dalam perjalanan
penatalaksanaan selang trakeostomi. Komplikasi bahkan dapat terjadi bertahun-tahun
setelah selang trakeostomi dilepas. Komplikasi dini yang terjadisegera setelah trakeostomi
dilakukan mencakup pendarahan, pneumotoraks,embolisme udara, aspirasi, emfisema,
subkutan atau mediastinum, kerusakan saraf laring kambuhan, atau panetrasi dinding
trakea posterior. Komplikasi jagka panjang termasuk obstruksi jalan nafas akibat
akumulasi sekresi atau protrusi cuff di atas lubang selang, infeksi, ruptur arteri inominata,
disfagia, fistula trakeoesofagus. Stenosis trakea dapat terjai setelah selang dilepaskan.

3
Intervensi keperawatan pascaoperatif. Pasien membutuhkan pemantauan dan
pengkajian kontinu. Lubang yang baru saja dibuat harus dijaga agar tetap paten dengan
pengisapan sekrsi yang sesuai seperti yang diuraikan dalam pedoman 25-3. Setelah tanda-
tanda vital stabil, pasien dibaringkan dalam posisi semi-fowler untuk memudahkan
ventilasi, menggalakkan drainise, meminimalkan edema dan mencegah regangan pada
garis sutur.
Obat-obat analgesik dan sedatif diberikan dengan hati-hati karena efek
merugikannya yang menekan reflek batuk.
Sasaran utama asuhan keperawatan dalam trakeostomi adalah untuk mengurangi
kegelisahn pasien dan memberikan suatu cara komunikasi yang efektif. Penanganan akan
membantu mengusir ketakutan akan asfiksia jika pasien tidak mampu untuk meminta
pertolongan.
Kertas dan pensil atau “magic slate” dan lampu pemanggil pasien disimpan dalam
jangkauan pasien untuk memastikan cara berkomunikasi.
2.2 Penghisap trakeostomi
Peralatan

1. Kalatorpenghisap
2. Sarung tangan
3. Goggles untuk pelindungmata
4. Spuit 5-10 ml
5. Normal salinsteril yang dituangkankedalamcangkiruntukirigasi
6. Bag yang dapat mengembang sendiri milik pasien (kantung resulator tangan)
dengan oksigen suplemental (kantung yang di ganti setiap hari untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya infeksi)
7. Mesin penghisap (suction)
Prosedur

1. Jelaskan prosedur pada pasien sebelum memulai dan berikan ketenangan selama
penginapan, karena pasien mungkin gelisah berkenaan bersedak dan ketidak
mampuan untuk berkomunikasi.
2. Mulai dengan memcuci tangan secara menyeluruh.
3. Hidupkan sumber mesin pengisap (tekanan tidak boleh melebihi 120mm hg).

4
4. Buka kit kateter penghisap.
5. Isi basin dengan normal salin steril.
6. Ventilasi pasien dengan bag resusitasi manual dan aliran oksigen yang tinggi.
7. Kerusakan sarung tangan pada tangan yang domonan.
8. Ambil kateter penghisap dengan tangan yang menggunakan sarang tangan dan
hubungkan dengan penghisap.
9. Hiperintilasi atau hipertuoksigensikan paru-paru pasien selama beberapa kali nafas
dalam dengan kantong yang dapat mengembang sendiri.
10. Masukkan kateter sejauh mungkin sampain ujung selang tanpa memberikan isapan.
Cukup untuk menstimulasi infelks batuk.
11. Beri isapan sambil menarik kateter, memutar kateter dengan perlahan 360 derajat..
(Tidak lebih dari 10 detik sampai 15 detik), karena pasien dapat menjadi hipoksik,
dan mengalami distrimia, yang dapat mengarah pada henti jantung.
12. Reoksigenasikan dan inflimasikan paru paru pasien selama beberapa kali nafas.
13. Masukkan 3 sampai 5 ml, normal salin kedalam jalan nafas hanya jika reflex batuk
tertekan.
14. Ulangi 4 langkah sebelumnya ampai jalan nafas bersih.
15. Bilas kateter dalam basin dengan normal salin steril antara tindakan pengisapan bila
perlu.
16. Hisap kavitas orofaring setelah menyelesaikan pengisapan trakeal.
17. Buang kateter, sarung tangan, basin.

2.3 Perawatan trakeostomi

Pengisapan trakea (selang trakeostomi atau endotrakea). Saat selang trakeostomi


atau endrotrakea terpasang, biasanya diperlukan pengisapan sekresi pasien karena
krefektifan mekanisme batuk menurun. Pengisapan trakea dilakukan ketika bunyi nafas
tambahan terdeteksi atau ketika terdapat saat banyak sekresi. Pengisapan yang tidak dapat
diperlukan menyebabkan bronkospasme dan menyebabkan trauma pada mukosa trakea.

Semua peralatan yang kontak langsung dengan jalan nafas bawah pasien harus
steril untuk mencegah infeksi paru yang sistemik yang membahayakan.

5
Penatalaksanaan balon. Sebagai aturan umum, balon pada selang endotrakea atau
trakeustomi harus mengembang.tekanan didalam balon harus serendah mungkin sehingga
memungkinkan pengiriman volume kidal yang adekuatdan mencegah aspirasi polmunal,
biasanya tekanan dipertahankan dibawah 25cm H2O untuk mencegah cedera dan di atas
20cm H2O untuk mencegah aspirasi. Tekanan cuff harus di pantau sedikitnya setiap 8 jam
dengan menempelkan diameter tekanan genggam pada pilot balon selang atau melalui
teknik penggunaan volume kebocoran minimal atau volume oklusi minimal.dengan
intubasi jangka panjang, tekanan yang lebih tinggi di perlukan untuk mempertahan kan
penutupan yang adekuat.

2.4 Perawatan pasien dengan trakeostomi

Perawatan Trakeostomi
Cuff trakeostomi
1. Selang balon (udara disuntikkan kedalam cuff) diperlukan selama fentilaasi
mekanis yang lama.
2. Cuff tekanan rendah.
Selang trakeostomi dan perawatan kulit
1. Inspeksi balutan trakeostomi terhadap kelembapan atau drainase
2. Cuci tanggan
3. Prosedur pada pasien
4. Persiapan sarung tanggan, lepaskan balutan yang basah dan buang.
5. Siapkan pralatan steril, termaksud hydrogen peroksida, normal salin atau air steril,
aplikator berujung kapas, balutan.
6. Kenakan sarung tangan steril
7. Bersihkan luka dan lempeng selang trakeostimi dengan aplikator steril yang
dibasuhi dengan hydrogen peroksida. Bilas dengan salin steril.
8. Gunakan salep bakteriostatik pada pinggiran luka trakeostomi jika di serapkan.
9. Jika tali yang lama telah basah, letakan tali twill dalam posisinya untuk
mengamankan selang trakeostomi. Masukan satu ujung tali melalui lubang samping
kanula terluar. Lingkaran tali tersebut disekeliling leher pasien dan ikatkan tali
tersebut melalui lubang yang berlawanan dengan kanula terluar.kumpulkan kedua

6
ujugnya bertemu pada sisi leher,amankan dengan simpulan. Kencangkan sampai
hanya 2 jari yang dapat menyusup di antara tali tersebut.
10. Lepaskan tali yang lama dan buang
11. Gunakan balutan trakeostomi steril, dan paskan dengan bak dibawah tali twill daan
selang trakeostomi sehingga insisi tertutup

Rasional

Tujuan dari penggunaan selang balon adalah untuk mencegah kebocoran udara
selama fentilasi tekanan positif dan untuk mencegah aspirasi trakea dan kandungan
lambung. Seal yang adekuat di perlukan karena kebocoran udara dari mulut atau
trakeostomi yang tidak tampak atau halus,bunyi gurgling udara yang dating dari tenggorok
yang tidak tampak.

Cuff tekanan rendah menggeluarkan tekanan minimal pada mukosa trakea dan
dengan demikian menggurangi bahaya ulserasi trakea dan setriklura.

Balutan trakeostomi di ganti sesuai kebutuhan untuk menjaga kulit tetap bersih dan
kering. Jangan biarkan balutan basah tetap terpasang di atas kulit. Pencucian tanggan
mengguranggi bakteri pada tanggan, pasien dengan trakeostomi tampak gelisah dan
membutuhkan peneranggan dari dukunggan terus menerus denggan menggamati isolasi
subtansi tubuh dengan balutan yang terkontaminasi menggurangi kontaminasi silang.
Dengan menyiapkan bahan dan peralatan yang dibutuhkan memungkinkan prosedur
diselesaikan denggan efektif, meminimalkan trasmisi flora peermukaan pada saluran
pernafasan yang seteril. Hydrogen peroksida efektif untuk mencairkan sekresi yang
menggering. Pembilasan mencegah rosidu kulit, memberikan pelindungan bakteriostatik
topical. Ini akan memberikan ketebalan ganda pada tali sekitar leher selang strakeosstomi
dapat terlepas dengan gerakan atau bentuk yang kuat jika di biar kan tidak di ikat,dan
gawat nafas data terjadi jika selang trakeostomi terlepas balutan yang dapat terlepas lepas
benangnya tidak di gunakan disekitar trakeostomi karena bahaya dari material, kain tiras,
atau benang yg dapat masuk ke dalam selang, dan akhirnya tersangkut dalam trakea,
balutan khusus yang tidak mempunyai kecenderungan terlepas lepas benangnya digunakan
untuk keperluan ini.

7
2.5 Definisi karsinoma nasofaring

Karsinoma Nasofaring (KNF) merupakan karsinoma yang muncul pada daerah


nasofaring (area di atas tenggorok dan di belakang hidung), yang menunjukkan bukti
adanya diferensiasi skuamosa mikroskopik ringan atau ultrastruktur.
Kanker ganas nasofaring (karsinoma nasofaring)adalah sejenis kanker yang
dapatmenyerang dan membahayakan jaringan yang sehat dan bagian-bagian organ di tubuh
kita. Nasofaring mengandung beberapa tipe jaringan, dan setiap jaringan mengandung
beberapa tipe sel. Dan kanker ini dapat berkembang pada tipe sel yang berbeda.Dengan
mengetahui tipe sel yang berbeda merupakan hal yang pentingkarena hal tersebut dapat
menentukan tingkat seriusnya jenis kanker dan tipe terapi yang akan digunakan
2.6 Etiologi karsinoma nasofaring
Etiologi karsinoma nasofaring sudah hampir dapat dipastikan bahwa faktor
pencetus terbesarnya ialah suatu jenis virus yang disebut virus Epstein-Barr (Soepardi et
al, 1993). Karena pada semua pasien nasofaring didapatkan titer anti-virus Epstein-Barr
(EB) yang cukup tinggi. Titer ini lebih tinggi dari titer orang sehat, pasien tumor ganas
leher dan kepala lainnya dan tumor organ tubuh lainnya, bahkan pada kelainan nasofaring
yang lain sekalipun (Soepardi et al,2012).
Selain dari itu terdapat juga faktor predisposisi yang mempengaruhi pertumbuhan tumor
ganas ini, seperti :
1. Faktor ras.
Banyak ditemukan pada ras Mongoloid, terutama di daerah Cina bagian selatan
berdasarkan hasil pengamatan cara memasak tradisional sering dilakukan dalam
ruang tertutup dan dengan menggunakan kayu bakar (Soepardi et al, 1993).
2. Faktor genetik.
Tumor ini atau tumor pada organ lainnya ditemukan pada beberapa generasi dari
suatu keluarga (Soepardi et al, 1993).
3. Faktor sosial ekonomi. Faktor yang mempengaruhi ialah keadaan gizi, polusi dan
lain-lain (Soepardi et al, 1993).
4. Faktor kebudayaan.
Kebiasaan hidup dari pasien, cara memasak makanan serta pemakaian berbagai
macam bumbu masak mempengaruhi tumbuhnya tumor ini dan kebiasaan makan
makanan terlalu panas. Terdapat hubungan antara kadar nikel dalam air minum dan

8
makanan dengan mortalitas karsinoma nasofaring (Soepardi et al, 2012). Beberapa
penelitian juga menyebutkan hubungan antara kanker nasofaring dengan kebiasaan
memakan ikan asin secara terus menerus dimulai dari masa kanak-kanak.
Konsumsi ikan asin meningkatkan risiko 1,7 sampai 7,5 kali lebih tinggi dibanding
yang tidak mengkonsumsi ikan asin (Ondrey dan Wright, 2003 cit Ariwibowo,
2013). Ikan asin dan makanan yang diawetkan menggunakan larutan garam akan
mengubah senyawa yang terkandung dalam ikan yakni senyawa nitrat menjadi
senyawa nitrosamin. Tubuh mengkonsumsi makanan tinggi garam dapat
menurunkan kadar keasaman lambung, sehingga dapat memicu perubahan nitrat
pada ikan asin atau makanan yang mengandung tinggi garam menjadi nitrit dan
nitrosamine yang bersifat karsinogenik pemicu kanker (Barasi, 2007). Rendahnya
kadar vitamin C sewaktu muda dan kekurangan vitamin A dapat merubah nitrat
menjadi nitrit dan senyawa nitrosamin menjadi zat karsinogen pemicu kanker
(Ballenger, 2010).
5. Letak geografis.
Terdapat banyak di Asia Selatan, Afrika Utara, Eskimo karena penduduknya sering
mengonsumsi makanan yang diawetkan (daging dan ikan) terutama pada musim
dingin menyebabkan tingginya kejadian kanker nasofaring (Soepardi etal, 2012).
6. Jenis kelamin
Tumor ini lebih sering ditemukan pada laki-laki dari pada perempuan disebabkan
kemungkinan ada hubungannya dengan faktor kebiasaan hidup laki-laki seperti
merokok, bekerja pada industri kimia cenderung lebih sering menghirup uap kimia
dan lain-lain (Soepardi et al, 2012).
7. Faktor lingkungan
Faktor yang berpengaruh adalah iritasi oleh bahan kimia, asap sejenis kayu tertentu
yang dihasilkan dari memasak menggunakan kayu bakar, terutama apabila
pembakaran kayu tersebut tidak sempurna dapat menyebarkan partikel-partikel
besar (5-10 mikrometer) yang dalam segi kesehatan dapat tersangkut di hidung dan
nasofaring, kemudian tertelan. Jika pembersihan tidak sempurna karena ada
penyakit hidung, maka partikel ini akan menetap lebih lama di daerah nasofaring
dan dapat merangsang tumbuhnya tumor (Ballenger, 2010).
8. Radang kronis daerah nasofaring

9
Dianggap dengan adanya peradangan, mukosa nasofaring menjadi lebih rentan
terhadap karsinogen lingkungan (Iskandar etal, 1989).
2.7 Gejala dan Tanda karsinoma nasofaring
Gejala dan tanda kanker nasofaring dapat dibagi dalam 4
kelompok yaitu :
1. Gejala nasofaring dapat berupa epistaksis ringan atau sumbatan hidung dan pilek
(Soepardi et al, 2012). Gejala sumbatan hidung yang didahului oleh epitaksis yang
berulang. Pada keadaan lanjut tumor masuk ke dalam rongga hidung dan sinus
paranasal (Soepardi et al, 1993).
2. Gangguan pada telinga merupakan gejala dini yang timbul karena tempat asal
tumor. Gangguan dapat berupa tinitus, rasa penuh di telinga, berdengung sampai
rasa nyeri di telinga (Soepardi et al, 2012).
3. Gangguan penglihatan sehingga penglihatan menjadi diplopia (penglihatan ganda)
(Soepardi et al, 2012). Gejala dimata terjadi karena tumor berinfiltrasi ke rongga
tengkorak, dan yang pertama terkena ialah saraf otak ke 3, 4 dan 6, yaitu yang
mempersarafi otot-otot mata, sehingga menimbulkan gejala diplopia. Gejala yang
lebih lanjut ialah gejala neurologik, karena infiltrasi tumor ke intrakranial melalui
foramen laserum, dapat mengenai saraf otak ke 3, sehingga mengenai saraf otak ke
9, 10, 11 dan 12, dan bila keadaan ini terjadi prognosisnya buruk (Soepardi et al,
1993).
4. Metastasis ke kelenjar leher dalam bentuk benjolan di leher.(Soepardi et al, 2012).
2.8 Patofisiologi karsinoma nasofaring
Sel-sel epitel ganas nasofaring adalah sel poligonal besar dengan komposisi
syncytial. Sel-sel tidak menunjukkan parakeratosis atau kornifikasi dan sering bercampur
dengan sel-sel limfoid di nasofaring, sehingga dikenal sebagai lymphoepithelioma. Sudah
hampir dipastikan ca nasofaring disebabkan oleh virus eipstein barr. Hal ini dapat
dibuktikan dengan dijumpai adanya protein-protein laten pada penderita ca. nasofaring. Sel
yang terinfeksi oleh EBV akan menghasilkan protin tertentu yang berfungsi untuk proses
proliferasi dan mempertahankan kelangsungan virus di dalam sel host. Protein tersebut
dapat digunakan sebagai tanda adanya EBV, seperti EBNA-1 dan LMP-1, LMP-2A dan
LMP-2B. EBNA-1 adalah protein nuclear yang berperan dalam mempertahankan genom
virus. EBV tersebut mampu aktif dikarenakan konsumsi ikan asin yang berlebih serta

10
pemaparan zat-zat karsinogen yang  menyebabkan stimulasi pembelahan sel abnormal
yang tidak terkontrol, sehingga terjadi differensiasi dan proliferasi protein laten(EBNA-1).
Hal inilah yang memicu pertumbuhan sel kanker pada nasofaring, dalam hal ini terutama
pada fossa Rossenmuller (Wei & Sham, 2005).
2.9 Penatalaksanaan karsinoma nasofaring
1. Radioterapi
Radioterapi adalah pengobatan standar untuk karsinoma nasofaring. Tetapi hal
ini dapat menghasilkan komplikasi yang tidak diinginkan karena lokasi tumor di dasar
tengkorak dan organ yang rentan terhadap radiasi termasuk batang otak, sumsum
tulang belakang, hipofisis hipotalamus axis, temporal lobus, mata, telinga tengah dan
dalam, dan kelenjar parotis (Wei & Sham, 2005).
Hal yang perlu dipersiapkan adalah keadaan umum pasien baik, hygiene mulut,
bila ada infeksi mulut diperbaiki dulu. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat
berupa diseksi leher (benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran atau
timbul kembali setelah penyinaran dan tumor induknya sudah hilang yang terlebih dulu
diperiksa dengan radiologik dan serologik), pemberian tetrasiklin, faktor transfer,
interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan antivirus (Pratiwi, 2012).
2.  Kemoterapi
Kemoterapi meliputi kemoterapi neodjuvan, kemoterapi adjuvan dan
kemoradioterapi konkomitan.
3. Terapi Biologis
Dewasa ini masih dalam taraf penelitian laboraturium dan uji klinis.
4. Terapi Herbal TCM
Dikombinasi dengan radioterapi dan kemoterapi, mengurangi reaksi
radiokemoterapi , fuzhengguben ( menunjang, memantapkan ketahanan tubuh) , kasus
stadium lanjut tertentu yang tidak dapat diradioterapi atau kemoterapi masih dapat
dipertimbangkan hanya diterapi sindromnya dengan TCM. Efek herba TCM dalam
membasmi langsung sel kanker dewasa ini masih dalam penelitian lebih lanjut.
5. Terapi Rehabiltatif
Pasien kanker secara faal dan psikis menderita gangguan fungsi dengan derajat
bervariasi. Oleh karena itu diupayakan secara maksimal meningkatkan dan
memperbaiki kualitas hidupnya.

11
6. Rehabilitas Psikis
Pasien kanker nasofaring harus diberi pengertian bahwa pwnyakitnya
berpeluang untuk disembuhkan, uapayakan agar pasien secepatnya pulih dari situasi
emosi depresi.
7.  Rehabilitas Fisik
Setelah menjalani radioterapi, kemoterpi dan terapi lain, pasien biasanya
merasakan kekuatan fisiknya menurun, mudah letih, daya ingat menurun. Harus
memperhatikan suplementasi nutrisi , berolahraga fisik ringan terutama yang statis,
agar tubuh dan ketahanan meningkat secara bertahap.
8. Pembedahan
Dalam kondisi ini dapat dipertimbangkan tindakan operasi :
1. Rasidif lokal nasofaring pasca radioterapi , lesi relatif terlokalisasi.
2. 3 bulan pasca radioterapi kurtif terdapat rasidif lesi primer nasofaring
3. Pasca radioterapi kuratif terdapat residif atau rekurensi kelenjar limfe leher.
4. Kanker nasofaring dengan diferensiasi agak tinggi seperti karsinoma skuamosa
grade I, II, adenokarsinoma.
5. Komplikasi radiasi. (Zulkarnain Haq, 2011)
2.10 Komplikasi karsinoma nasofaring
Metastasis ke kelenjar limfa dan jaringan sekitar merupakan suatu komplikasi yang
selalu terjadi. Pada KNF, sering kali terjadi komplikasi ke arah nervus kranialis yang
bermanifestasi dalam bentuk (Pratiwi, 2012)

12
2.11 WOC

13
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP)

3.1 Pengkajian

A. Identitas
1. biodata klien
a. Nama : tidak mempengaruhi
b. Tempat tanggal lahir : tidak mempengaruhi
c. Umur : meningkat setelah umur 30 tahun, puncaknya pada umur 40-59
tahun dan menurun setelahnya
d. Jenis Kelamin : Lebih dominan Laki-laki daripada perempuan
e. Suku Bangsa : lebih dominan ras cina
f. Status Perkawinan : tidak mempengaruhi
g. Pendidikan : bagi orang yang tingkat pendidikan rendah/minim
mendapatkan pengetahuan penyakit ini maka akan mengabaikan bahayanya
penyakit ini
h. Pekerjaan : bagi orang yang tempat kerjaannya sering kontak dengan zat
karsinogen dan penghasilan kurang sehingga kebutuhan sosial ekonomi
rendah maka akan menyebabkan dan memperparah penyakit ini
i. Status Ekonomi : Lebih banyak dimiliki status ekonomi menegah ke bawah
yang sering mengkonsumsi ikan asin
j. Alamat : mungkin dipengaruhi lingkungan dan kebiasaan hidup di rumah
yang kurang sehat
k. Tanggal Masuk : tidak mempengaruhi
l. No. Register : tidak mempengaruhi
2. Penanggung Jawab
a. Nama
b. Alamat
c. Umur
d. Jenis Kelamin
e. Pendidikan
f. Tempat/Tanggal Lahir
g. Hubungan dengan klien

14
B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama (keluahan yang pertama kali dirasakan dan diucapkan klien) Leher
terasa nyeri, semakin lama semakin membesar, susah menelan, hidung terasa
tersumbat, telinga seperti tidak bisa mendengar, penglihatan berkunang-kunang,
badan merasa lemas, serta BB turun drastis dalam waktu singkat.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang (Tanyakan keluhan yang dirasakan sekarang)
P : Nyeri karena gangguan pada nasofaring
Q : Nyeri tak terbayangkan dan tak dapat diungkapkan, terlihat membesar pada
bagian leher dan terasa banyak gangguan pada hidung, telinga, dan mata, nyeri
dirasakan setiap waktu
R : Keluhan dirasakan pada bagian dalam hidung, telinga, mulut dan menyebar
S : Keluhan yang dirasa mengganggu aktivitas, skala nyeri 10
T : Nyeri hilang timbul dan lebih sering saat bernafas dan menelan, keluhan
muncul secara bertahap.
3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu (Tanyakan apakah klien pernah menderita penyakit
yang mempermudah terjadinya ca nasofaring). Mempunyai profil HLA, pernah
menderita radang kronis nasofaring.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga (Tanyakan apakah ada kluarga yang menderita
penyakit yang menyebabkan ca nasofaring).
5. Riwayat Kesehatan Lingkungan (Tanyakan tentang lingkungan klien)
Terbiasa terhadap lingkungan karsinogen
C. Pola Kesehatan Fungsional (Hidayat & Alimul, 2007)
1. Pola persepsi kesehatan – pemeliharaan kesehatan
Pada klien ca nasofaring terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup sehat
karena kurangnya pengetahuan tentang dampak sehingga menimbulkan presepsi
yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur
pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena itu perlu adanya penjelasan yang
benar dan mudah dimengerti pasien.
2. Pola metabolisme nutrisi
Akibat adanya pembekakan pada saluran pernafasan atas shingga menimbulkan
keluahan nyeri pada leher, susah menelan, berat badan menurun dan lemas.

15
Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan
metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita.
3. Pola eliminasi
Akibat kurangnya konsumsi air putih menyebabkan volume kencing berkurang,
susah kencing. Pada eliminasi alvi terdapat gangguan, klien buang air besar tidak
teratur.
4. Pola aktivitas
Adanya Ca Nasofaring menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan
aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah mengalami lemah dan
letih.Klien biasanya bekerja diluar rumah, tapi saat ini klien hanya beristirahat di
Rumah Sakit.
5. Pola istirahat – tidur
Adanya Ca nasofaring membuat klien mengalami perubahan pada pola tidur.Klien
kurang tidur baik pada waktu siang maupun malam hari.Klien tampak tergangu
dengan kondisi ruang perawatan yang ramai.Dan adanya faktor-faktor yang
mempengaruhi tidur misalnya nyeri, ansietas, berkeringat malam.
6. Pola kognitif – persepsi
Klien mampu menerima Pengetahuan, ide persepsi, dan bahasa.Klien mampu
melihat, mendengar, mencium, meraba, dan merasa dengan baik.
7. Pola persepsi diri – konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya perawatan, banyaknya biaya
perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan
gangguan peran pada keluarga.Klien mengalami cemas karena kurangnya
pengetahuan tentang sifat penyakit, pemeriksaan diagnostik dan tujuan tindakan
yang diprogramkan.
8. Pola hubungan – peran
Ca nasofaring yang sukar sembuh menyebabkan penderita malu dan manarik diri
dari pergaulan.
9. Pola seksual – reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga
menyebabkan gangguan potensi seksual, gangguan kualitas maupun ereksi, serta

16
memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme. Selama dirawat di rumah
sakit klien tidak dapat melakukan hubungan seksual seperti biasanya.
10. Pola penanganan masalah – strees – toleransi
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit kronik, perasaan tidak berdaya
karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah,
kecemasan, mudah tersinggung, kehilangan kontrol, dan menarik diri dapat
menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang
konstruktif/adaptif. Klien merasa sedikit stress menghadapi tindakan
kemoterapi/sitotraktika karena kurangnya pengetahuan.
11. Pola keyakinan – nilai-nilai
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta Ca
nasofaring tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi
mempengaruhi pada ibadah penderita.
D. Pemeriksaan Fisik

1. Penampilan atau keadaan umum


Secara keseluruhan keadaan tidak baik, BB menurun
2. Tingkat kesadaran
Kesadaran klien tidak begitu terkontrol, mata : 2, Respon Verbal : 5, Respon
motor : 4, indra penciuman terganggu, ketajaman terganggu, berjalan
sempoyongan, tidak bisa seimbang
3. Tanda-Tanda Vital
1. Suhu Tubuh : 37,5oC
2. Tekanan Darah : 140/90 mmHg
3. Nadi : 94 x/menit
4. RR : 24 x/menit
4. Pemeriksaan Head to Toe
a. Pemeriksaan Kepala
1. Tulang tengkorak : Inspeksi (bentuk mesocepal, ukuran kranium, bulat
sempurna, tidak ada deformitas, tidak ada benjolan, tidak ada pembesaran kepala)
Palpasi (tidak ada nyeri tekan)
2. Kulit kepala : Inspeksi (kulit kepala bersih, tidak ada lesi, tidak ada skuama,
tidak ada kemerahan, tidak ada nevus)

17
3. Wajah : Inspeksi (ekspresi wajah bingung, keadaan simetris, tidak ada edema,
dan tidak ada massa) Palpasi : (tidak ada kelainan sinus)
4. Rambut : Inspeksi (rambut kotor, ada ketombe, ada uban) Palpasi (rambut
rontok)
5. Mata : Inspeksi (bulat besar, bersih tidak cowong, simestris, konjungtiva tidak
anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor, diameter 3 mm, reflek cahaya positif,
gerakan mata tidak normal, fungsi penglihatan tidak terlalu baik) Palpasi (bola
mata normal, tidak ada nyeri tekan)
6. Hidung : Inspeksi (keadaan kotor, ada lendir, ada polip, ada pernafasan
cuping hidung, ada deviasi septum, mukosa lembab, kesulitan bernafas, warna
cokelat, tidak ada benda asing) Palpasi (tidak ada nyeri tekan)
7. Telinga : Inpeksi (Simetris, bersih, fungsi pendengaran kurang baik, tidak
ada serumen, tidak terdapat kelainan bentuk) Palpasi (normal tidak ada lipatan,
ada nyeri)
8. Mulut : Inspeksi (kotor, tidak ada stomatitis, mukosa bibir lembab, lidah
simetris, lidah kotor, gigi kotor, ada sisa makanan, berbau, gigi atas dan bawah
tanggal 3/2, sebagian goyang, faring ada pembekakan, tonsil ukuran tidak
normal, uvula tidak simetris) Palpasi (tidak ada lesi)
9. Leher dan Tenggorok : Inspeksi dan Palpasi (Tidak ada pembesaran jvp,
ada pembesaran limfe, leher panas)
b. Pemeriksaan Dada dan Thorak
1. Paru-paru :
Inspeksi : Pergerakan dinding dada tidak normal, tidak ada batuk, nafas dada,
frekuensi nafas 24 x/menit.
Palpasi : Suara fremitus kanan-kiri, tidak ada nyeri tekan, .
Perkusi : Sonor pada saluran lapang paru.
Auskultasi : Suara dasar paru vesikuler, tidak ada weezing.
2. Jantung :
Inspeksi : Normal (Iktus kordis tidak tampak).
Palpasi : Normal (Iktus kordis teraba pada V±2cm)
Perkusi : Normal (Pekak)
Auskultasi : Normal (BJ I-II Murni, tidak ada gallop, tidak ada murmur)

18
c. Pemeriksaan Payudara
Inspeksi : Bersih, tidak ada pembekakan, bentuk simetris
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
d. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Perut datar, tidak ada bekas post operasi, warna cokelat, permukaan
normal
Auskultasi : Bising usus 10x/menit
Palpasi : Tidak ada nyeri, tidak ada benjolan, kulit normal, Hepar tidak teraba,
limpa tidak teraba, Ginjal tidak teraba, tidak ada ascites, tidak ada nyeri pada Titik
Mc. Burney
Perkusi : Timpani, tidak ada cairan atau udara
e. Pemeriksaan Anus dan Genitalia
1. Anus
Inspeksi : Warna cokelat, tidak ada bengkak atau inflamasi
Palpasi : Feses keras, tidak ada darah, tidak ada pus, tidak ada darah
2. Genitalia
Wanita
Inspeksi : Warna merah muda, tidak berbau, tidak ada lesi, nodul, pus, daerah
bersih, bentuk simetris, tidak varices
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, Fungsi Reproduksi baik, tidak terpasang DC
Laki-Laki
Inspeksi : Ada rambut pubis, kulit penis normal, lubang penis ditengah, kulit
skrotum halus, tidak ada pembekakan, posisi testis norma
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada batang penis dan skrotum
f. Pemeriksaan Ekstremitas
1. Ekstremitas Atas :
Inspeksi : Jari tangan lengkap, kuku bersih, bentuk simetris, tidak ada sianosis di
lengan kanan atas, tidak ada edema.
Palpasi : Denyut nadi 94 x/menit, kuku normal, kekuatan menggenggam normal
2. Ektremitas Bawah :
Inspeksi : bentuk simetris, warna kulit cokelat, kuku bersih, ada bulu, tidak ada
lesi, tidak ada edema, tidak ada sianosis, persendian normal.

19
Palpasi : Nadi 94 x/menit, tidak ada nyeri tekan
3. Tulang Belakang :
Inspeksi : Postul normal, vertebra normal, lengkungan normal
Palpasi : Otot bekerja baik
g. Pemeriksaan Kulit
Inspeksi : Kulit bersih, Kulit pucat, kulit kering, tidak ada lesi
Palpasi : Tekstur tidak normal pada bagian leher, ada turgor
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Labolatorium
o Hb : 11,9 g/dl
o Leukosit : 3000 sel/mm3
o Trombosit : 556000/mm3
o Ht : 35,4%
o Eritrosit : 4,55 x 106/mm3
o LED : 10
Pemeriksaan Diagnostik
1. Otoskopi : Melihat Liang telinga, membran timpani
2. Nasofaringoskopi : Ada massa di hidung atau nasofaring
3. Rinoskopi anterior : Pada tumor endofilik tak jelas kelainan di rongga hidung
mungkin hanya banyak sekret. Sedangkan pada tumor eksofilik tampak tumor di
bagian belakang rongga hidung, tertutup sekret mukopurulen, fenomena palatum
mole negatif.
4. Rinoskopi posterior : Pada tumor endofilik tak terlihat masa, mukosa
nasofaring tampak lebih menonjol, tak rata, dan puskularisasi meningkat.
Sedangkan pada tumor eksofilik tampak masa kemerahan.
5. Biopsi multiple
6. Radiologi : Thorak PA, Foto tengkorak, CT Scan, Bone Scantigraphy (bila
dicurigai metastase tulang)
7. Pemeriksaan Neuro-oftalmologi : untuk mengetahui perluasan tumor
kejaringan sekitar yang menyebabkan penekanan atau infiltrasi kesaraf otak,
manifestasi tergantung dari saraf yang dikenai

20
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d metastase sel kanker
2. Ketidakefektifan Bersihan jalan nafas b.d adanya bendaa asing (tumor ganas)
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan
yang kurang
4. Hambatan komunikasi verbal b.d gangguan status organ sekunder metastase
tumor
5. Resiko infeksi b.d ketidakkuatan pertahanan sekunder imunosupresi
6. Harga diri Rendah b.d perubahan perkembangan penyakit

3.3 Contoh Intervensi Keperawatan


No Tgl/Jam Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional TTD
Setelah dilakukan O: Observasi reaksi   Informasi memberikan
tindakan keperawatan nonverbal dari data dasar untuk
selama 2 x 24 jam klien ketidaknyamanan mengevaluasi
diharapkan nyeri dapat O: Kaji dan monitor kebutuhan/keefektifan
berkurang dan terkontrol. berapa skala nyeri intervensi
KH : O: Lakukan dengan
  Untuk menjaga
K : Klien mampu komunikasi terapeutik
kenyamanan pasien
menunjukkan tingkat nyeriN: Pantau aktivitas
dengan menunjukkan klien, cegah hal-hal yang
  Meningkatkan relaksasi
skala nyeri (0-10) bisa memicu terjadinya dan pengalihan
A : Klien mampu nyeri perhatian
1.
mengutarakan N: Bantu klien untuk
ketidaknyamanan dengan lebih berfokus pada   Mengurangi rasa
yang dikeluhkan aktivitas bukan pada ketidaknyamanan
P : Klien merasa nyerinya nyeri karena nyeri
sudah berkurang N: Lakukan penanganan  Membantu menurunkan
P : Setelah dilakukan nyeri dengan relaksasi ambang presepsi nyeri
tindakan keperawataan E: Berikan sokongan
klien dapat melakukan (support) pada   Mengurangi rasa nyeri
aktifitas dengan normal. ektremitas yang luka.
Skala nyeri : 6 C: Kolaborasi pemberian
obat-obatan analgesik
2. Setelah dilakukan O: Monitor TTV,  Klien  Untuk mengetahui TTV
tindakan keperawatan dianjurkan untuk napas dan memudahkan
selama 2 x 24 jam klien dalam sebelum

21
diharapkan dapat dilakukan tindakan tindakan
mempertahankan jalan O: Kaji kebutuhan oral
  Untuk mengetahui
nafas tetap terbuka dan O: Klien dianjurkan
sumbatan
bersihan jalan nafas paten. untuk istirahat dan napas
KH : dalam setelah dilakukan  Untuk meringankan
K : Klien dapat tindakan bebab klien
menunjukkan jalan nafas N: Atur posisi klien
yang paten dengan bagian kepala   Memungkinkan untuk
A : Klien mampu tempat tidur ditinggikan pengembangan
mengidentifikasi dan 450 maksimal rongga dada
mencegah faktor yang N: Auskultasi suara   Membedakan suara
dapat menghambat jalan nafas sebelum dan nafas
nafas sesudah suctioning
P : Klien mampu batuk N: Menggunakan alat   Supaya tidak terjadi
efektif dan suara nafas yang steril infeksi
yang bersih, tidak ada N: Menginstruksikan
  Untuk memudahkan
sianosis, dan dyspneu klien tentang batuk dan
pengeluaran sekret
P : Nasofaring dapat teknik napas dalam
bekerja dengan baik, N: Penghisapan   Untuk memudahkan
respirasi dalam batas nasofaring untuk pengeluaran sekret
normal 16-20x/menit mengeluarkan sekret
  Jalan napas tetap stabil
TTV N: Monitor respirasi dan
Suhu : 36,00C status O2   Kelembaban
TD : 140/90 mmHg N: Berikan menurunkan kekentalan
Nadi :  70 x/menit udara/oksigen yang telah sekret
RR : 20 x/menit dihumidifikasi
  Supaya pasien mengerti
E: Jelaskan pada klien
tentang suctioning   Untuk memudahkan
C: Kolaborasi pengobatan
melakukan fisioterapi
dada, melakukan
suction, memberi
bronkodilstor bila perlu
3. Setelah dilakukan O: Kaji dan hitung kadar  Untuk mengetahui    
tindakan keperawatan nutrisi pada klien tentang keadaan dan
selama 2 x 24 jam klien O: Kaji kemampuan kebutuhan nutrisi pasien
diharapkan mendapatkan klien untuk sehingga dapat

22
nutrisi yang seimbang. mendapatkan nutrisi diberikan tindakan dan
KH : yang dibutuhkan pengaturan nutrisi
K : Klien mengetahui O: Monitor pertumbuhan   Untuk mencegah
penyebab kekurangan dan perkembangan kekurangan nutrisi
nutrisi nutrisi   Untuk memenuhi
A : Klien dapat N: Berikan makanan kebutuhan asupan kalori
menutarakan sedikit dan sering yang adekuat
ketidaknyamanan keadaan dengan bahan makanan   Kebutuhan terhadap
sekarang yang tidak bersifat diet dapat mencegah
P : Klien mampu iritatif komplikasi
mengatur pola makan dan N: Anjurkan pasien   Mengetahui
kebutuhan nutrisi untuk mematuhi diet perkembangan berat
P : Klien tidak mersakan yang telah diprogramkan badan
tubuh lemas, berat badan N: Berikan substansi   Untuk memudahkan
naik, dan nafsu makan gula klien menelan
bertambah N: Timbang klien pada   Kebutuhan pasien
interval yang tepat teratasi
A= BB : menurun N: Ubah posisi pasien   Untuk memenuhi
B= HB : turun semi fowler atau fowler kebutan nutrisi
C= Klien biasanya tampak tinggi   Untuk memberikan
lemas dan pucat, kulit E: Ajarkan klien nutrisi maksimal dengan
kering bagaimana membuat upaya minimal pasien /
D= Porsi makan catatan makanan harian penggunaan energi
berkurang biasanya 3 kali E: Berikan informasi
menjadi 1 kali tentang kebutuhan
nutrisi
E: Jelaskan bagaimana
tanda-tanda kekurangan
nutrisi
C: Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan klien
4. Setelah dilakukan O: Kaji kemampuan   Untuk memudahkan    
tindakan keperawatan klien untuk menghindari intervensi kepada klien
selama 2 x 24 jam klien infeksi   Merupakan tanda

23
diharapkan tidak terjadi O: Monitor TTV, tanda adanya infeksi apabila
infeksi. dan gejala infeksi terjadi peradangan
KH : sistemik dan lokal   Untuk melindungi
K : Klien mengetahui O: Monitor kerentanan tubuh terhadap infeksi
proses penularan penyakit terhadap infeksi   Meminimalkan
dan faktor penularan N: Intruksikan untuk penyebaran dan
A : Klien menunjukkan menjaga hygiene penularan agens
suhu norma dan tanda- personal infeksius
tanda vital normal N: Berikan perawatan   Untuk Mencegah
P : Klien mampu kulit pada area epidema infeksi semakin
mencegah infeksi dan N: Inspeksi kulit dan bertambah
melakukan hidup sehat membran mukosa   Supaya personal
P : Klien bernafas normal, terhadap kemerahan, hygiene terjaga
melakukan nafa dalam panas, drainase   Untuk menjaga
untuk mencegah disfungsi E: Batasi pengunjung penularan infeksi
dan infeksi respiratori E: Pertahankan   Antibiotik dapat
TTV lingkungan aseptik mencegah sekaligus
0
Suhu : 36,0 C E: Ajarkan klien dan membunuh kuman
TD : 140/90 mmHg keluarga tanda dan penyakit untuk
Nadi :  70 x/menit gejala infeksi serta cara berkembangbiak
RR : 20 x/menit menghindari infeksi
E: Ajakan pengunjung
untuk mencuci tangan
C: Memberi terapi
antibiotik bila perlu
Infection Protection
5. Setelah dilakukan O: Kaji   Untuk mengetahui    
tindakan keperawatan ketidakmampuan klien tingkat kemampuan dan
selama 2 x 24 dalam kemampuan ketidakmampuan klien
jam ganguan komunikasi untuk berbicara, dalam berkomunikasi
verbal dapat teratasi. mendengar, menulis   Untuk membantu
KH : membaca, dan pasien agar cepat/
K : Klien mengerti memahami mudah berkomunikasi
penyebab tidak bisa N: Berdiri didepan   Alat bantu dengar dapat
berkomuunikasi pasien saat berbicara dan membantu pendengaran
A : Klien mengungkapkan bicara agak keras sehingga dalam
tidak bisa mengontrol N: Dorong klien untuk berkomunikasi klien

24
respon ketakutan dan berkomunikasi secara dapat melakukannya
kecemasan terhadap perlahan dan   Untuk memelihara
ketidakmapuan mengulangi permintaan kepercayaan dan
mendengar E: Anjurkan kepada mengurangi frustasi
P : Klien merasa nyeri saat pasien dan keluarga   Untuk membantu
berkomunikasi hilang tentang alat bantu pasien mudah
P : Klien mendengar berkomunikasi
mampu  mengontrol E: Anjurkan keluarga
respon, memanajemen untuk memberi stimulus
kemampuan fisik yang komunikasi
dimiliki, C: Konsultasikan dengan
mengkomunikasikan dokter kebutuhan
kebutuhan dengan mendengar
lingkungan sosial
6. Setelah dilakukan O: Monitor frekuensi   Untuk mengetahui    
tindakan keperawatan komunikasi verbal klien seberapa lancar
selama 2 x 24 negative berkomunikasi
jam gangguan harga diri O: Kaji alasan untuk   Supaya klien tidak lagi
pasien teratasi. mengkritik atau menyalahkan diri
KH : menyalahkan diri sendiri sendiri
K : Klien mampu N: Dorong klien   Untuk menguatkan diri
mengenali kekuatan diri mengidentifikasi klien
A : Klien mengungkapkan kekuatan dirinya   Untuk meningkatkan
perubahan gaya hidup N: Dukung peningkatan rasa tanggung jawab
tentang perasaan tidak tanggung jawab diri dan bisa menerima
berdaya, dan keinginan N: Dukung Klien untuk keadaan
untuk mendapatkan menerima tantangan   Untuk meningkatkan
konseling baru rasa percaya diri
P : Klien mampu E: Ajarkan Keterampilan   Untuk Menambah rasa
menerima diri, menerima perilaku yang positif percaya diri pada klien
kritik dari orang lain dan E: Tunjukkan rasa dan lebih mudah untuk
komunikasi terbuka percaya diri terhadap mengaplikasikannya
P : Klien dapat beradaptasi kemampuan klien
terhadap penyakit, percaya C: Kolaborasi dengan
diri, optimis tentang masa sumber-sumber lain
depan, dan merubah hidup (petugas dinas social,
perawat spesialis klinis,

25
dan layanan keagamaa)

3.4 Contoh Implementasi Keperawatan

Tgl/jam No. Dx Implementasi Respon Pasien TTD


Senin, Mengkaji keluhan utama DS : Klien mengatakan
1/06/2015 Mengkaji tingakat nyeri nyeri pada bagian leher
07.15 Dan monitor TTV P : Nyeri karena
gangguan pada
07.20 Memberikan cairan infuse nasofaring
Q : Nyeri seperti
07.25 Memberian obat-obatan ditekan-tekan, terlihat
analgesik membesar pada bagian
leher
07.30 Lakukan penanganan nyeri R : Nyeri pada hidung,
1
dengan relaksasi dan memberi telinga, mulut dan
sokongan (support) pada menyebar
ektremitas yang luka S : Skala nyeri 5
07.45 T : Mulai 3 bulan yang
lalu, nyeri hilang timbul
dan lebih sering saat
bernafas dan menelan
DO : Klien terlihat
menahan sakit, prilaku
hati-hati, dan merintih
08.00 Memposisikan pasien semi DS : Klien mengatakan
fowler kesulitan bernafas pada
2
hidung
08.15 Auskultasi suara nafas DO : Klien terlihat
Irama ireguler, sesak
08.30 Pemberian oksigen nanaf, Sianosis, Adanya
sputum, suara serak
2
08.45 Menginstruksikan klien untuk
batuk dan teknik napas dalam
09.15 4, 5, 6Melakukan  pendekatan DS : Klien mengatakan
therapeutik pada klien dan telah mengerti tentang
berkomunikasi dengan dekat penyakit yang di derita
DO : Paham dan

26
Memberikan penjelasan mengerti
09.30 2 sebab-sebab dan akibat
terjadinya nyeri
10.00 Melakukan penimbangan berat DS : Klien mengatakan
3 badan pada leher terasa gatal
DO :
BB : menurun
10.30 4, 5 Mengajarkan klien menjaga Kebersihan terjaga
personal hygiene
11.00 Ubah posisi pasien semi DS : Klien mengatakan
fowler atau fowler tinggi kekurangan asupan gizi
11.10 2, 3 Menganjurkan pasien mencuci dan nyaman pada posisi
tangan semi fowler
11.15 Pemberian makanan yang
lunak DO : Sedikit kuat karena
11.30 Pemberian makanan sedikit kebutuhan gizi terpenuhi
dan sering sesuai kebutuhan
11.45 Menganjurkan klien untuk BB : sedikit meningkat
3, 4, 5 memperbanyak
mengkonsumsi buah dan
sayuran.
12.00 Monitor respirasi dan status DS : Klien merasa
O2 masalah sebagian
12.15 Monitoring TTV teratasi
12.30 Pantau aktivitas klien, cegah
hal-hal yang bisa memicu DO :
1, 2 terjadinya nyeri Suhu : 36,50C
12.45 Bantu klien untuk lebih TD : 110/90 mmHg
berfokus pada aktivitas bukan Nadi :  60 x/menit
pada nyeri RR : 18 x/menit

13.00 4, 5, 6 Berikan perawatan kulit DS : Klien mengatakan


Membersihkan, memantau, kulit terasa gatal, masih
dan meningkatkan proses nyeri
penyembuhan luka
Pantau kegiatan pasien yang DO : Kulit tidak merasa

27
13.30 menyebabkan nyeri gatal, nyeri berkurang
14.00 Melakukan kolaborasi dengan DS :
1, 2, 3, 4,
dokter pemberian obat DO : Klien mulai
5, 6
berkurang keluhan

3.5 Evaluasi

Hari/Tgl/Jam No. Dx Evaluasi TTD


S : pasien mengatakan nyeri pada leher
P : Nyeri karena gangguan pada nasofaring
Q : Nyeri seperti ditekan-tekan, terlihat membesar
pada bagian leher
Senin, R : Nyeri pada hidung, telinga, mulut dan menyebar
1/06/2015 1. S : Skala nyeri 5    
T : Mulai 3 bulan yang lalu, nyeri hilang timbul dan
lebih sering saat bernafas dan menelan
O : terlihat menahan nyeri
A : Masalah belum teratasi
P : intervensi di lanjutkan (1, 2, 3, 4, 5, 6)
S: Klien mengatakan masih merasakan gangguan
pernafaan
O: Klien terlihat tidak merasa nyaman, RR:
2.
20x/menit, S: 37,50C
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
S : pasien mengatakan kondisinya sedikit kuat
O : pasien kuat berdiri
3.
A : masalah sebagian teratasi
P : intervensi dilanjutkan
S : Klien mengatakan masih sedikit gatal
O : Klien merasa kurang nyaman
4.
A : Masalah sebagian teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
5. S : klien mengatakan susah bergaul/berkomunikasi
dengan orang lain
O : Klien tidak dapat melakukan komunikasi verbal
dengan baik

28
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
S : Klien mengatakan leher masih besar
O : Klien masih menahan diri
6..
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh pada ephitalial pelapis
ruangan dibelakang hidung (nasofaring) dan belakang langit-langit rongga mulut dengan
predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring. Kanker ini lebih sering ditemukan
pada pria dibanding wanita dengan rasio 2-3-1 dan apa sebabnya belum dapat diungkapkan
dengan pasti, mungkin ada hubugannya dengan faktor genetic, kebebasan hidup, pekerjaan
dan lain-lain. Karsinoma nasofaring menimbulkan sindrom penyumbatan tuba dengan tuli
konduktif sebagai keluhan. Perluasan infiltratif karsinoma nasofaring berikutnya
membangkitkan perdarahan dan penyumbatan jalan lintasan napas melalui hidung. Setelah
itu, pada tahap berikutnya dapat timbul gangguan menelan dan kelumpuhan otot mata luar
(paralisis okular). Untuk mencapai diagnosis harus melaksanakan Pemerksaan fisik
maupun Pemeriksaan Diagnostik diantaranya CT Scan, MRI, dll. Pada Karsinoma
nasofaring biasanya dilakukan pengobatan Radioterapi maupun Kemoterapi.

4.2 Saran

Dengan adanya makalah ini diharapkan pembaca dapat memahami tentang


Karsinoma Nasofaring yang sangat berbahaya. Lalu dapat mendeteksi awal terhadap gejala
karsinoma nasofaring karena seringkali penderita karsinoma nasofaring terdeteksi pada
stadium lanjut. Dan bagi pembaca yang berprofesi sebagai perawat atau tenaga medis
lainnya agar lebih memahami tentang Karsinoma Nasofaring sehingga dapat lebih

29
memahami kebutuhan klien, memberi motivasi, memberi pengetahuan, dan memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Somantri, irwan. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem

Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika

Smeltzer, C.Z, Bave G. Brenda. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Buku

Kedokteran EGC

MN Rosyidi kholid, Wulandari Dewi N.2013. Prosedur Praktik Keperaatan Medikal

Bedah. Jakarta: Cv trans info media.

30

Anda mungkin juga menyukai