Anda di halaman 1dari 49

MAKALAH KELOMPOK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PRE & POST EKSTRAKSI


KATARAK
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Perioperatif
Dosen Mata Ajar : Rudi Haryono, S.Kep., Ns, M.Kep.

HALAMAN JUDUL

Disusun Oleh :
Kelompok 8
Kelas 3B
1. Astri Tia Pardiana (2920183283)
2. Melinia Nilasari (2920183306)
3. Paurita Nurul Hafidhah (2920183312)

PRODI D III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NOTOKUSUMO
YOGYAKARTA
2020

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Pre & Post
Ekstraksi Katarak”.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini. Akhir kata kami berharap semoga
makalah “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Pre & Post Ekstraksi Katarak” ini dapat
memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Yogyakarta, 20 September 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
JUDUL.......................................................................................................................i
KATA PENGANTAR...............................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................1
A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Tujuan............................................................................................................2
BAB II KAJIAN PUSTAKA.....................................................................................3
A. Definisi...........................................................................................................3
B. Etiologi...........................................................................................................3
C. Patofisiologi...................................................................................................4
D. Pathway..........................................................................................................6
E. Manifestasi Klinis..........................................................................................7
F. Klasifikasi......................................................................................................7
G. Penatalaksanaan Keperawatan.......................................................................8
H. Penatalaksanaan Medis Ekstraksi Katarak.....................................................11
BAB III KASUS........................................................................................................21
BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN....................................................................23
A. Pengkajian......................................................................................................23
B. Diagnose.........................................................................................................30
C. Nursing Care Plan..........................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................40

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Katarak merupakan penyebab utama kebutaan di seluruh dunia yang


sebenarnya dapat dicegah Penyakit katarak merupakan penyakit mata yang ditandai
dengan kekeruhan lensa mata sehingga mengganggu proses masuknya cahaya ke
mata (Cantor dkk 2015 dalam Astari 2018). Katarak dapat disebabkan karena
terganggunya mekanisme kontrol keseimbangan air dan elektrolit, karena denaturasi
protein lensa atau gabungan keduanya.2 Sekitar 90% kasus katarak berkaitan dengan
usia; penyebab lain adalah kongenital dan trauma (Suhardjo, 2012 dalam Astari
2018).

Indonesia menempati urutan pertama di Asia Tenggara dengan jumlah


penderita katarak sebesar 2,4 juta orang pada tahun 2019 dan semakin bertambah
setiap tahunnya dan banyak terjadi pada usia produktif. Penyebab utama kebutaan
adalah katarak. Setiap tahunnya jumlah operasi katarak yang dijalankan mencapai 80
ribu jiwa (Widianto, 2019).

Tatalaksana definitif untuk katarak saat ini adalah tindakan bedah. Beberapa
penelitian seperti penggunaan vitamin C dan E dapat memperlambat pertumbuhan
katarak, namun belum efektif untuk menghilangkan katarak mata (Cantor dkk 2015
dalam Astari 2018).

Modalitas terapi utama katarak senilis adalah operasi yang bertujuan untuk
perbaikan tajam penglihatan sehingga meningkatkan kualitas hidup pasien. Selama 30
tahunterahir, bedah katarak telah mengalami perubahan drastic dan perbaikan terus
berlanjut dengan peralatan otomatis dan berbagai modifikasi lensa tanam intraocular

1
yang memungkinkan dilakukannya operasi melalui insisi kecil. Berbagai pilihan
metode operasi yang ada diantaranya Ekstraksi Katarak Intra Kapsular (EKIK),
Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsular (EKEK) dan fakoemulsifikasi (Riordan 2010
dalam Effendi 2017) . Pada saat ini teknik yang paling sering digunakan adalah
fakoemulsifikasi, namun operasi EKEK pun masih tetap digunakan untuk pasien
dengan lensa yang sangat keras atau mengalami kelainan endotel kornea (Jogi 2009
dalam Effendi 2017).

Jumlah pasien yang melakukan operasi katarak (ekstraksi katarak) di Rumah


Sakit AMC Yogyakarta pada tahun 2011-2012 sebanyak 26 orang telah menjalani 2
metode yaitu Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular dan fakoemulsifikasi (Septiani dan
Yunani, 2012). Oleh karena itu pelayanan keperawatan terhadap pasien dengan
penderita katarak dan akan melakukan atau setelah ekstraksi katarak harus sangat
diperhatikan dan melayani pasien sesuai dengan prosedur yang benar.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Agar mahasiswa mampu memahami Asuhan Keperawatan Pada Pasien yang


menjalani operasi ekstraksi katarak

2. Tujuan Khusus

a. Mahasiswa mampu mengetahui pengertian ekstraksi katarak

b. Mahasiswa mampu mengetahui etiologi dilakukannya ekstraksi katarak

c. Mahasiswa mampu mengetahui

2
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Definisi

Katarak berasal dari bahasa Yunani Kataarrhakies yang berarti air terjun.
dan dalam bahasa Indonesia katarak berarti bular, yaitu penglihatan seperti
tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan
kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan air) lensa,
denaturasi protein lensa akibat kedua-duanya. Biasanya kekeruhan mengenai
kedua mata dan berjalan progesif ataupun dapat mengalami perubahan dalam
waktu yang lama (Tamsuri, 2010).

Katarak merupakan kekeruhan pada mata yang menyebabkan gangguan


penglihatan (Nurarif & Hardhi, 2015). Katarak merupakan kekeruhan pada lensa
tanpa nyeri yang berangsur-angsur penglihatan kabur akhirnya tidak dapat menerima
cahaya (Jitowiyono & Weni, 2010). Katarak merupakan penyakit mata yang ditandai
dengan kekeruhan lensa mata sehingga menganggu proses masuknya cahaya ke mata.
Katarak dapat disebabkan karena terganggunya mekanisme kontrol keseimbangan air
dan elektrolit (Astari, 2018).

B. Etiologi

Penyebab terjaddinya katarak antara lain (Black & Jane, 2014):

1. Paparan kumulatif sinar ultraviolet

Seseorang yang tinggal di ketinggian atau yang bekerja disinar matahari


terang seperti nelayan cenderung lebih awal menderita katarak, pekerja pada
industry kaca atau las yang tidak mengenakan proteksi mata juga memiliki
risiko yang lebih tinggi.

3
2. Katarak juga dapat terjadi pada gangguan kongenital, sistemik dan ocular

Gangguan sistemik termasuk diabetes,tetanus, distrofi miotrofik,


neurodermatitis, glaktosemia, sindrom lowe, sindrom wener, sindrom down

3. Gangguan intraocular termasuk iridosiklitis, retinitis, ablasto retina dan


onkoserkiasis

4. Infeksi (campak jerman, parotitis, hepatitis, poliomyelitis, cacar air,


mononucleosis infeksius) selama kehamilan trimester pertama dapat
menyebabkan katarak kongenital

5. Trauma tumpul. Laserasi, benda asing, radiasi, paparan sinar inframerah, dan
penggunaan kartikosteroid jangka panjang juga dapat menjadi faktor risiko
katarak

C. Patofisiologi

Lensa yang normal adalah struktur posteror iris yang jernih, transparan,
berbentuk seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa
mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer
ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior.
Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat
kekuningan. Disekitar opasitas terdapatdensitas seperti duri di anterior dan posterior
nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling
bermakna, nampak seperti kristal salju pada jendela.

Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.


Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang dari badan sllier ke
sekitar daerah luarlensa, misalonya dapat menyebabkan penglihatan mengalami
distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi,
sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina.
Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks

4
air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan menganggu
transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa enzim mempunyai peran dalam
melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya
usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.

Katarak biasanya terjadi bilateral, namun memiliki kecepatan yang berbeda.


Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemik, seperti diabetes. Namun
kebanyakan merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan
katarak berkembang secara kronik ketika seseorang memasuki dekadeh ke tujuh.
Katarak dapat bersifat kongenital dan harus didentifikasi awal, karena bila tidak
terdiagnosa menyebabkan ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor
yang paling sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet
B, obat-obatan, alkohol, merokok, diabetes, dan asupan vitamin antioksidan yang
kurang dalam jangka waktu lama (Ayuni, 2020).

5
D. Pathway
Etiologi (usia, sinar UV)
(Tamsuri, 2011)

Degenerasi lensa

Oksigen kandungan air

Kandungan Na dan Calcium meningkat sedangkan kalium, asam ascorbat dan protein menurun

Koagulasi protein

Lensa menjadi keruh

Pra Operasi Katarak Pasca Operasi

ansietas Risiko Cidera Gangguan Persep Defisit Perawatan


si Sensori (penglih Diri
atan)

Luka Pasca Opera Risiko ketidakefe


si ktifan penatalaks
anaan regimen

Nyeri Akut Risiko Tinggi Infe


ksi

6
E. Manifestasi Klinis

Tanda gejala katarak yang timbul adalah (Black & Jane, 2014):

a. Penglihatan kabur

b. Penglihatan ganda (diplopia monokuler)

c. Fotofobia (sensitive terhadap cahaya)

d. Halo terjadi karena opasitas lensa menghalangi penerimaan cahaya dan


bayangan retina

e. Lensa keruh

f. Pasien menyukai cahaya remang-remang

g. Reflex berwarna kemerahan pada pemeriksaan oftalmoskop

F. Klasifikasi

Menurut terjadinya katarak dapat diklasifikasikan menjadi (Irawan, 2018):

1. Katarak Developmental

Terjadinya katarak karena proses pertumbuhan misalnya: katarak congenital,


katarak juvenil

2. Katarak Degeneratif

Terjadi katarak karena proses degenerasi misal katarak senile

3. Katarak Komplikata

Terjadi katarak karena komplikasi dari suatu penyakit mata atau sistemik

4. Katarak Traumatik

Terjadi katarak karena suatu trauma langsung atau tidak langsung, bisa disertai
dislokasi ke anterior (depan) atau posterior (belakang) dari lensa

7
Menurut usia penderita katarak dapat diklasifikasikan menjadi

1. Katarak Kongenital

Katarak yang dijumpai sejak lahir atau usia <1 tahun

2. Katarak Juvenil

Katarak yang terlihat pada usia 1 tahun dan <40 tahun

3. Katarak Presenilel

Katarak yang terjadi pada usia 30-40 tahun

4. Katarak Senile

Katarak yang dimulai pada usia >40 tahun

G. Penatalaksanaan Keperawatan

1. Pre Operasi

a. Pengkajian

Tahap ini merupakan tahap awal dalam proses keperawatan dan menentukan
hasil dari tahap berikutnya, pengkajian dilakukan secara sistematis mulai dari
pengumpulan data, identifikasi dan evaluasi status keshatan klien (Nursalam,
2001 dalam Nur dkk, 2014).

1) Aktifitas istirahat

Perubahan aktifitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan


penglihatan

2) Neurosensori

Gangguan penglihatan kabur/tak jelas, sinar terang menyebabkab silau


dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan

8
kerja dengan dekat/merasa diruang gelap. Penglihatan berawan atau
kabur, tampak lingkaran cahaya atau pelangi disekitar sinar, perubahan
kaca mata, pengobatan tidak memperbaiki pengihatan, fotophobia
(glaucoma akut). Tanda: tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil
(katarak), pupil menyempit dan merah/mata keras dan kornea berawan
(glaucoma darurat, peningkatan air mata).

3) Nyeri/kenyamanan

Ketidaknyamanan ringan/mata berair. Nyeri tiba-tiba berat menetap atau


tekanan pada atau sekitar mata, sakit kepala.

4) Pola aktivitas dan istirahat

Perubahan aktivitas biasanya/hoby sehubungan dengan gangguan


penglihatan.

5) Pola nutrisi

Mual/muntah (glaucoma akut)

6) Pola neurosensory

Gejala: gangguan penglihatan (kabur/tak jelas), sinar terang menyebabkan


silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan
memfokuskan kerja dengan dekat/merasa diruang gelap.

7) Pola penyuluhan/ pembelajaran

Gejala: riwayat keluarga glaucoma, diabetes, gangguan sistem vaskuler,


riwayat stress, alergi, ketidakseimbangan endokrin, terpajan pada radiasi,
steroid/toksisitas fenotiazin.

9
b. Diagnosa yang mungkin muncul

1) Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan berhubungan dengan


gangguan penerimaan sensori/ status organ indera, lingkungan secara
fisik dibatasi

2) Ansietas yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kejadian


operasi

3) Risiko terhadap cidera yang berhubungan dengan kerusakan penglihatan


atau kurang pengetahuan

2. Post Operasi

a. Pengkajian

Fokus pengkajian pasca operasi yaitu sebagai berikut (Jitowiyono & Weni,
2010 dalam Rosiyatin 2016):

1) Data Subyektif

a) Nyeri

b) Mual

c) Diaphoresis

d) Riwayat jatuh sebelumnya

e) Pengetahuan tentang regimen terapeutik

f) Sistem pendukung, lingkungan rumah

2) Data Obyektif

a) Perubahan tanda-tanda vital

b) Respon yang lazim terhadap nyeri

10
c) Tanda-tanda infeksi (kemeraha edema infeksi konjungtiva/pembuluh
darah konjungtiva meninjol drainase pada kelopak mata dan bulu
mata zat purulent peningkatan suhu tubuh dan nilai laboratorium:
peningkatan sel darah putih (SDP) perubahan SDP hasil pemeriksaan
kultur sensistivitas normal).

d) Ketajaman penglihatan masing-masing mata

e) Cara berjalan, riwayat jatuh sebelumnya

f) Kemungkinan penghalang lingkungan seperti: kaki kursi, perabot


yang rendah, tiang infus, tempat sampah, sandal.

g) Kesiapan dan kemampuan untuk belajar dan menyerap informasi

b. Diagnosa yang mungkin muncul

1) Nyeri akut berhubungan dengan prosedur pembedahan

2) Risiko cidera dengan faktor risiko peningkatan tekanan intra ocular


(TIO), perdarahan, kehilangan vitreus

3) Risiko tinggi infeksi dengan faktor risiko peningkatan perentaan sekunder


terhadap interupsi permukaan tubuh

4) Risiko ketidakefektifan penatalaksanaan regimen terapeutik berhubungan


dengan kurang pengetahuan dan kurang sumber pendukung

H. Penatalaksanaan Pembedahan (Ekstraksi Katarak)

Tatalaksana definitif untuk katarak saat ini adalah tindakan bedah. Beberapa
penelitian seperti penggunaan vitamin C dan E dapat memperlambat pertumbuhan
katarak, namun belum efektif untuk menghilangkan katarak (Cantor 2015 dalam
Astari 2018).

11
Tujuan tindakan bedah katarak adalah untuk mengoptimalkan fungsi
penglihatan. Keputusan melakukan tindakan bedah tidak spesifik tergantung dari
derajat tajam penglihatan, namun lebih pada berapa besar penurunan tersebut
mengganggu aktivitas pasien (Cantor 2015 dalam Astari 2018). Indikasi lainnya
adalah bila terjadi gangguan stereopsis, hilangnya penglihatan perifer, rasa silau yang
sangat mengganggu, dan simtomatik anisometrop (Suhardjo 2012 dalam Astari
2018).

Indikasi medis operasi katarak adalah bila terjadi komplikasi antara lain:
glaukoma fakolitik, glaukoma fakomorfik, uveitis fakoantigenik, dislokasi lensa ke
bilik depan, dan katarak sangat padat sehingga menghalangi pandangan gambaran
fundus karena dapat menghambat diagnosis retinopati diabetika ataupun glaucoma
(Suhardjo 2012 dalam Astari 2018).

1. Definisi

Operasi katarak/pengangkatan katarak adalah pengangkatan melalui bedah


terhadap lensa yang telah mengalami opak akibat perubahan degeneratif senil,
trauma atau penyakit sistemik (diabetes) atau lensa opak konginetal. Operasi
katarak dibedakan dalam operasi katarak ekstrakapsular dan operasi katarak
intrakapsular (Tamsuri, 2011).

2. Jenis ekstraksi katarak

a) Ekstraksi Katarak Intrakapsuler (EKIK)

EKIK adalah jenis operasi katarak dengan membuang lensa dan kapsul
secara keseluruhan. EKIK menggunakan peralatan sederhana dan hampir
dapat dikerjakan pada berbagai kondisi. Terdapat beberapa kekurangan
EKIK, seperti besarnya ukuran irisan yang mengakibatkan penyembuhan
luka yang lama, menginduksi astigmatisma pasca operasi, cystoid macular
edema (CME), dan ablasio retina (Cantor 2015 dalam Astari 2018).

12
Meskipun sudah banyak ditinggalkan, EKIK masih dipilih untuk kasuskasus
subluksasi lensa, lensa sangat padat, dan eksfoliasi lensa. Kontraindikasi
absolut EKIK adalah katarak pada anak-anak, katarak pada dewasa muda,
dan ruptur kapsul traumatik, sedangkan kontraindikasi relatif meliputi
miopia tinggi, sindrom Marfan, katarak Morgagni, dan adanya vitreus di
kamera okuli anterior.

b) Ekstraksi Katarak Ekstrakapsuler (EKEK)

1) EKEK Konvensional

EKEK adalah jenis operasi katarak dengan membuang nukleus dan


korteks lensa melalui lubang di kapsul anterior. EKEK meninggalkan
kantong kapsul (capsular bag) sebagai tempat untuk menanamkan lensa
intraokuler (LIO). Teknik ini mempunyai banyak kelebihan seperti
trauma irisan yang lebih kecil sehingga luka lebih stabil dan aman,
menimbulkan astigmatisma lebih kecil, dan penyembuhan luka lebih
cepat. Pada EKEK, kapsul posterior yang intak mengurangi risiko CME,
ablasio retina, edema kornea, serta mencegah penempelan vitreus ke
iris, LIO, atau kornea (Cantor 2015 dalam Astari 2018).

2) Small Incision Cataract Surgery (SICS)

Teknik EKEK telah dikembangkan menjadi suatu teknik operasi dengan


irisan sangat kecil (7-8 mm) dan hampir tidak memerlukan jahitan,
teknik ini dinamai SICS. Oleh karena irisan yang sangat kecil,
penyembuhan relatif lebih cepat dan risiko astigmatisma lebih kecil
dibandingkan EKEK konvensional. SICS dapat mengeluarkan nukleus
lensa secara utuh atau dihancurkan. Teknik ini populer di negara
berkembang karena tidak membutuhkan peralatan fakoemulsifikasi yang
mahal, dilakukan dengan anestesi topikal, dan bisa dipakai pada kasus
nukleus yang padat. Beberapa indikasi SICS adalah sklerosis nukleus

13
derajat II dan III, katarak subkapsuler posterior, dan awal katarak
kortikal (Suhardjo 2012 dalam Astari 2018).

c) Fakoemulsifikasi

Teknik operasi fakoemulsifikasi menggunakan alat tip ultrasonik untuk


memecah nukleus lensa dan selanjutnya pecahan nukleus dan korteks
lensa diaspirasi melalui insisi yang sangat kecil. Dengan demikian,
fakoemulsifikasi mempunyai kelebihan seperti penyembuhan luka yang
cepat, perbaikan penglihatan lebih baik, dan tidak menimbulkan
astigmatisma pasca bedah. Teknik fakoemulsifikasi juga dapat mengontrol
kedalaman kamera okuli anterior serta mempunyai efek pelindung
terhadap tekanan positif vitreus dan perdarahan koroid. Teknik operasi
katarak jenis ini menjadi pilihan utama di negara-negara maju (Cantor
2015 dalam Astari 2018).

3. Indikasi Ekstraksi Katarak

Indikasi penatalaksanaan bedah pada kasus katarak mencakup indikasi


visus,medis, dan kosmetik (Mahendra dan Indah, 2014):
a. Indikasi visus; merupakan indikasi paling sering. Indikasi ini berbeda pada
tiap individu, tergantung dari gangguan yang ditimbulkan oleh katarak
terhadap aktivitas sehari-harinya.
b. Indikasi medis; pasien bisa saja merasa tidak terganggu dengan kekeruhan
pada lensa matanya, namun beberapa indikasi medis dilakukan operasi
katarak seperti glaukoma imbas lensa (lens-induced glaucoma),
endoftalmitis fakoanafilaktik, dan kelainan pada retina misalnya retiopati
diabetik atau ablasio retina.
c. Indikasi kosmetik; kadang-kadang pasien dengan katarak matur meminta
ekstraksi katarak (meskipun kecil harapan untuk mengembalikan visus)
untuk memperoleh pupil yang hitam.

14
4. Kontra indikasi pembedahan katarak

a. Ekstraksi Katarak Intrakapsuler (EKIK)

Kontraindikasi absolut adalah katarak pada anak-anak, katarak pada dewasa


muda, dan rupture kapsul traumatic.

Kontraindikasi relative meliputu myopia tinggi, sindrom marfan, katarak


morgagni dan adanya vitreus di kamera okuli anterior (Astari, 2018).

b. Ekstraksi Katarak Ekstrakapsuler (EKEK)

Kontraindikasi dari (EKIK) adalah (James T, 2017):

1) Adanya pembedahan trabeculectomi sebelumnya

2) Adanya perdarahan di daerah sekitar mata atau kurang kooperativ nya


pasien

3) Scleral menipis

4) Pasien dengan risiko tinggi adanya blunt trauma

c. Fakoemulsifikasi

Kontraindikasi pada teknik fakoemulsifikasi yaitu jumlah endothelial cell


count yang rendah serta subluksasi lensa (Yu-Cheng Zhu et al, 2017).

5. Kelebihan dan Kelemahan EKIK. EKEK, SICS dan Fakoemulsifikasi

Jenis Ekstraksi Kelebihan Kelemahan


Ekstraksi katarak a. Memerlukan peralatan a. Penyembuhan luka
Intra kapsular yang sederhana lama karena besarnya
(EKIK) b. Pemulihan irisan
penglihatan segera b. Pencetus astigmatisma
setelah operasi dengan c. Dapat menimbulkan
menggunakan iris dan vitreus

15
kacamata +10 dioptri inkarserata
Ekstraksi Katarak a. Trauma endotel a. Risiko astigmatisme
Ekstra Kapsular kornea kecil ada walaupun kecil
(EKEK) b. Tidak menimbulkan b. Perbaikan penglihatan
iris dan vitreus lebih lambat dan
inkarserata buruk dibandingkan
c. Penyembuhan luka SICS
cepat
Small Incision a. Instrumentasi lebih a. Risiko astigmatisme
Cataract Surgery sederhana ada walaupun sangat
(SICS) b. Risiko komplikasi kecl
lebih rendah b. Dapat terjadi hifema
c. Biaya lebih mahal dan edema kornea
pasca operasi
Fakoemulsifikasi a. Luka akibat operasi a. Kurve pembelajaran
ringan lebih panjamg
b. Perbaikan penglihatan daripada SICS
lebih baik dan cepat b. Biaya Mahal
c. Tidak terjadi c. Peralatan tidak
astigmatisme pasca portable
bedah

6. Prosedur pembedahan

Prosedur pembedahan katarak ada tiga yaitu:

a) Ekstraksi Katarak Intrakapsular

Adalah pengangkatan seluruh lensa sebagai satu kesatuan, setelah


zonula dipisahkan, lensa diangkat dengan cryoprobe, yang diletakkan
secara langsung pada kapsula lentis. Bedah beku dilakukan berdasar

16
pada suhu pembekuan untuk mengangkat suatu lesi atau abnormalitas.
Instrument bedah beku bekerja dengan prinsip bahwa logam dingin
akan melekat pada benda yang lembab. Ketika cryoprobe diletakkan
secara langsung pada kapsula lenti, kapsul akan melekat pada probe,
lensa kemudian diangkat secara lembut. Yang dulu merupakan cara
pengankatan katarak utama (Muttaqin dan Kumala, 2017).

b) Ekatraksi Katarak Ekstrakapsular

Saat ini merpakan ektraksi katarak yang lebih disukai mencapai 98%
dilakukan. Pada pembedahan ini mikroskop digunakan untuk melihat
struktur mata selama pembedahan. Prosedur ini meliputi pengambilan
kapsula anterior, menekan nucleus lentil kelua, dan mengisap sisa
fragmen kortikal lunak menggunakan irigasi dan alat isap. Dengan
meninggalkan kapsula posterior dan zonula lentil tetap utuh, dapat
mempertahankan arsitektur bagian posterior mata, sehingga
mengurangi insiden komplikasi yang serius (Muttaqin dan Kumala,
2017).

c) Fakoemulsifikasi

Teknik operasi fakoelmulsifikasi menggunakan alat tip ultrasonic


untuk memecah nucleus lensa dan selanjutnya pecahan nucleus dan
korteks lensa diaspirasi melalui insisi yang sangat kecil. Teknik
fakoemulsifikasi dapat mengontrol kedalaman kamera okuli anterior
serta mempunyai efek pelindung terhadap tekanan positif vitreus dan
perdarahan koroid. Merupakan pilihan utama dinegara maju (Astari,
2018).

7. Persiapan Ekstraksi Katarak

Persiapan pembedahan Ekstraksi Katarak (Olver & Lorraine, 2011):

17
1) Biometri yaitu pengukuran ultrasound untuk panjang mata dan
keratrometri untuk mengukur kurvatura kornea sehingga menghitung daya
dari implant yang dimasukkan dalam mata selama pembedahan.

2) Pastikan bahwa masalah kesehatan umum stabil, terutama hipertensi,


penyakit pernapasan dan diabetes.

3) Beberapa obat meningkatkan esidensi perdarahan. Warfarin tidak perlu


dihentikan. Aspirin dapat dihentikan 1 minggu sebelum pembedahan.

4) Informasikan ke pasien tentang hasil yang diharapkan dan komplikasi


pembedahan (informed consent).

8. Perawatan Pasca Operasi

a) Pasien rawat jalan

Jika digunakan teknik insisi kecil, biasanya pasien diperbolehkan pulang


pada hari operasi, pasien dianjurkan untuk (Riordan-Eva & John, 2010):

1) Bergerak dengan hati-hati, menghindari peregangan atau


mengangkat benda berat selama sekitar 1 bulan.

2) Matanya dapat dibalut saat hari operasi saja

3) Perlindungan di malam hari dengan pelindung logam selama


beberapa hari operasi

4) Kacamata sementara dapat digunakan beberapa hari setelah


operasi

b) Pasien rawat inap

(menurut Muttaqin dan Kumala, 2017)

18
1) Pastikan pemindahan pasien dari meja operasi ke tempat tidur
tidak menimbulkan guncangan atau gerakan di kepala pasien

2) Memberitahu pasien tentang setiap prosedur yang akan dilakukan


Karena pasien menggunakan perban dimatanya

3) Mual dan muntah pasien dapat menyebabkan kerusakan pada


jahitan mata, sehingga akan diberikan obat antiemetic sesuai resep
dokter.

4) Anjurkan kepada pasien untuk tidak makan dan minum terlebih


dahulu

5) Atur posisi tidur pasien yaitu tentang posisi yang dianjurkan oleh
dokter

6) Kaji nyeri pasien, nyeri mendadak pada mata pasien adalah


indikasi perdarahan.

9. Komplikasi

1) Komplikasi selama operasi

a) Pendangkalan kamera okuli anterior Pada saat operasi katarak,


pendangkalan kamera okuli anterior (KOA) dapat terjadi karena
cairan yang masuk ke KOA tidak cukup, kebocoran melalui insisi
yang terlalu besar, tekanan dari luar bola mata, tekanan vitreus
positif, efusi suprakoroid, atau perdarahan suprakoroid. Jika saat
operasi ditemukan pendangkalan KOA, hal pertama yang harus
dilakukan adalah mengurangi aspirasi, meninggikan botol cairan
infus, dan mengecek insisi. Bila insisi terlalu besar, dapat dijahit
jika perlu. Tekanan dari luar bola mata dapat dikurangi dengan
mengatur ulang spekulum kelopak mata. Hal berikutnya adalah

19
menilai tekanan vitreus tinggi dengan melihat apakah pasien
obesitas, bull-necked, penderita PPOK, cemas, atau melakukan
manuver Valsava. Pasien obesitas sebaiknya diposisikan
antitrendelenburg (Suhardjo 2012 dalam Astari 2018).

b) Posterior Capsule Rupture (PCR)

PCR dengan atau tanpa vitreous loss adalah komplikasi


intraoperatif yang sering terjadi. Studi di Hawaii menyatakan
bahwa 0,68% pasien mengalami PCR dan vitreous loss selama
prosedur fakoemulsifikasi. Beberapa faktor risiko PCR adalah
miosis, KOA dangkal, pseudoeksfoliasi, floppy iris syndrome, dan
zonulopati. Apabila terjadi PCR, sebaiknya lakukan vitrektomi
anterior untuk mencegah komplikasi yang lebih berat. PCR
berhubungan dengan meningkatnya risiko cystoid macular edema,
ablasio retina, uveitis, glaukoma, dislokasi LIO, dan endoftalmitis
postoperatif katarak (Chen 2014 dalam Astari 2018).

c) Nucleus drop

Salah satu komplikasi teknik fakoemulsifikasi yang paling


ditakutkan adalah nucleus drop, yaitu jatuhnya seluruh atau bagian
nukleus lensa ke dalam rongga vitreus. Jika hal ini tidak ditangani
dengan baik, lensa yang tertinggal dapat menyebabkan peradangan
intraokular berat, dekompensasi endotel, glaukoma sekunder,
ablasio retina, nyeri, bahkan kebutaan. Sebuah studi di Malaysia
melaporkan insidensi nucleus drop pasca fakoemulsifikasi sebesar
1,84%. Faktor risiko nucleus drop meliputi katarak yang keras,
katarak polar posterior, miopia tinggi, dan mata dengan riwayat
vitrektomi (Tajunisah 2007 dalam Astari 2018).

2) Pasca Ekstraksi Katarak

20
Pasca bedah katarak masih mempunyai resiko terjadinya katarak
sekunder. Terjadi apabila reaksi radang yang diikuti dengan terbentuknya
jaringan fibrosis sisa lensa anterior yang tertinggal pada permukaan lensa
posterior maka keadaan ini disebut sebagai katarak sekunder. Tindakan
bedah yang menimbulkan katarak sekunder adalah sisa ekstraksi linear
dan ekstraksi lensa ekstrakapsular termasuk disini teknik ekstraksi katarak
yang menggunakan teknik fakoemulsifikasi (Raseobala 2008 dalam
waafiq 2015).

Risiko terjadinya katarak sekunder akibat sisa kapsul lensa


anterior yang menyebabkan kekeruhan lensa posterior sesuai dengan
angka kejadian katarak sekunder pasca bedah katarak masih tinggi. Selain
itu, gangguan penglihatan yang ditimbulkan oleh katarak sekunder bisa
lebih buruk dari gangguan penglihatan sebelum operasi katarak. Data riset
menyebutkan bahwa teknik operasi katarak yang masih diterapkan sampai
saat ini belum bisa menghindari risiko terjadinya katarak sekunder
(Rasoebala, 2008 dalam waafiq 2015).

3) Komplikasi setelah operasi

1) Edema kornea

Edema stromal atau epitelial dapat terjadi segera setelah operasi


katarak. Kombinasi dari trauma mekanik, waktu operasi yang
lama, trauma kimia, radang, atau peningkatantekanan intraokular
(TIO), dapat menyebabkan edema kornea (Suhardjo 2012 dalam
Astrari 2018). Pada umumnya, edema akan hilang dalam 4 sampai
6 minggu. Jika kornea tepi masih jernih, maka edema kornea akan
menghilang. Edema kornea yang menetap sampai lebih dari 3
bulan biasanya membutuhkan keratoplasti tembus (Cantor 2015
dalam Astari 2018).

21
2) Perdarahan Komplikasi

Perdarahan pasca operasi katarak antara lain perdarahan


retrobulbar, perdarahan atau efusi suprakoroid, dan hifema. Pada
pasien-pasien dengan terapi antikoagulan atau antiplatelet, risiko
perdarahan suprakoroid dan efusi suprakoroid tidak meningkat.
(Cantor 2015 dalam Astari 2018). Sebagai tambahan, penelitian
lain membuktikan bahwa tidak terdapat perbedaan risiko
perdarahan antara kelompok yang menghentikan dan yang
melanjutkan terapi antikoagulan sebelum operasi katarak (Katz
2003 dalam Astari 2018).

3) Glaukoma sekunder

Bahan viskoelastik hialuronat yang tertinggal di dalam KOA pasca


operasi katarak dapat meningkatkan tekanan intraokular (TIO),
peningkatan TIO ringan bisa terjadi 4 sampai 6 jam setelah
operasi, umumnya dapat hilang sendiri dan tidak memerlukan
terapi anti glaukoma, sebaliknya jika peningkatan TIO menetap,
diperlukan terapi antiglaukoma. Glaukoma sekunder dapat berupa
glaukoma sudut terbuka dan tertutup. Beberapa penyebab
glaukoma sekunder sudut terbuka adalah hifema, TASS,
endoftalmitis, serta sisa masa lensa. Penyebab glaukoma sekunder
sudut tertutup adalah blok pupil, blok siliar, glaukoma
neovaskuler, dan sinekia anterior perifer (Cantor 2015 dalam
Astari 2018).

4) Uveitis kronik Inflamasi normal akan menghilang setelah 3 sampai


4 minggu operasi katarak dengan pemakaian steroid topikal.
Inflamasi yang menetap lebih dari 4 minggu, didukung dengan
penemuan keratik presipitat granulomatosa yang terkadang disertai

22
hipopion, dinamai uveitis kronik. Kondisi seperti malposisi LIO,
vitreus inkarserata, dan fragmen lensa yang tertinggal, menjadi
penyebab uveitis kronik. Tatalaksana meliputi injeksi antibiotik
intravitreal dan operasi perbaikan posisi LIO, vitreus inkarserata,
serta pengambilan fragmen lensa yang tertinggal dan LIO (Cantor
2015 dalam Astari 2018).

5) Ablasio retina

Ablasio retina terjadi pada 2-3% pasca EKIK, 0,5-2% pasca


EKEK, dan <1% pasca fakoemulsifikasi. Biasanya terjadi dalam 6
bulan sampai 1 tahun pasca bedah katarak. Adanya kapsul
posterior yang utuh menurunkan insidens ablasio retina pasca
bedah, sedangkan usia muda, miopia tinggi, jenis kelamin lakilaki,
riwayat keluarga dengan ablasio retina, dan pembedahan katarak
yang sulit dengan rupturnya kapsul posterior dan hilangnya vitreus
meningkatkan kemungkinan terjadinya ablasio retina pasca bedah
(Haug 2012 dalam Astari 2018).

23
BAB III

KASUS

Pasien X dengan diagnose medis katarak, berdasarkan data rekam medis jenis
kelamin perempuan, dengan umur 72 tahun, agama islam, status sduah menikah,
pendidikan SD, pekerjaan sebagai ibu rumah tangga, alamat nogosari imogiri, Bantul.
Dirawat di ruang dahlia RSUD Panembahan Senopati Bantul. Dengan penanggung
jawab pasien yaitu Ny. D umur 37 tahun, jenis kelamin perempuan, status menikah,
pekerjaan wiraswasta agama islam, alamat nogosari, wukirsari, bantul. Hubungan
dengan pasien yaitu anak kandung. Pasien masuk dengan keluhan utama mata tidak
dapat digunakan untuk melihat dengan baik, pandangan pasien kabur dan tidak jelas,
pasien merasa silau dengan cahaya yang terang. Tanggal masuk pasien yaitu 3
september 2020 pukul 10.00 WIB.

Pada tanggal 3 september pukul 13.00 WIB, perawat melakukan pengkajian


terhadap pasien x yang akan dilakukan pembedahan katarak ekstraksi katarak
ekstrakapsular (EKEK) dan didapatkan data pasien mengatakan sudah sejak 3 bulan
yang lalu mengalami mata kabur dan tidak dapat melihat dengan jelas terutama pada
mata sebalah kiri. Pada pemeriksaan, mata didapat bentuk simetri, terlihat warna
kehitaman disekitar kedua mata, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil
warna putih keruh.

Sebelum operasi pasien mengeluh takut menghadapi operasinya karena ia


baru pertama kali menjalani operasi dalam hidupnya, pasien mengatakan cemas
karena takut penglihatannya tetap kabur setelah operasi, keadaan umum pasien baik,
kesadaran compos mentis, pasien juga mengeluh lemas, tekanan darah pasien tinggi
yaitu 180/90 mmHg, RR pasie 30 x/menit, suhu tubuh pasien 36,5 oc, nadi pasien
101x per menit. Pasien akan melakukan operasi katarak pada tanggal 4 september
2020 pukul 08.00 WIB. Pasien terlihat gelisah. Pasien terlihat dibantu ketika berjalan
dan turun dari tempat tidur untuk ke kemar mandi.

24
Data pengkajian setelah operasi yaitu pasien mengeluh nyeri dengan
provokator (P) nyeri saat bergerak dan hilang saat tidur atau istirahat, Quality (Q)
nyeri seperti disayat-sayat, Region (R), nyeri pada mata sebelah kiri post operasi,
Skala (S) nyeri 4 dan Timing (T) sewaktu-waktu dan hilang timbu. Pasien mengeluh
matanya perih dan gatal yaitu mata sebelah kiri, suhu tubuh pasien 36,2 o, tekanan
darah pasien 170/90 mmHg, Nadi 100x/menit, RR 22x/menit. Tampak lemas dan
menahan sakit, pasien Nampak selalu menutupi dan memegang matanya, pasien
mengatakan sedikit pusing.

Data penunjang yang diperoleh pada tanggal 3 September 2020 dengan hasil
pemeriksaan Laboratorium, Gula darah 103mg/dl, Hb: 14,2 g/dl, hematocrit: 4,8%,
Ureum: 37 mg/uL, Creatinin: 13 mg/uL.

25
BAB IV

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Pengkajian dilakukan 3 september 2020 pukul 13.00 WIB di ruang Dahlia


RSUD Panembahan Senopati Bantul, pengkajian didapat melalui wawancara
dengan pasien, keluarga dan melalui data pasien.

1. Identitas

Nama Ny. X dengan diagnose medis katarak, berdasarkan data rekam


medis jenis kelamin perempuan, dengan umur 72 tahun, agama islam,
status sudah menikah, pendidikan SD, pekerjaan sebagai ibu rumah
tangga, alamat nogosari imogiri, Bantul. Dirawat di ruang dahlia RSUD
Panembahan Senopati Bantul. Dengan penanggung jawab pasien yaitu Ny.
D umur 37 tahun, jenis kelamin perempuan, status menikah, pekerjaan
wiraswasta agama islam, alamat nogosari, wukirsari, bantul. Hubungan
dengan pasien yaitu anak kandung.

2. Riwayat penyakit

a. Keluhan Utama

Keluhan utama mata tidak dapat digunakan untuk melihat dengan


baik, pandangan pasien kabur dan tidak jelas, pasien merasa silau
dengan cahaya yang terang.

b. Keluhan Penyakit Sekarang

Pasien mengungkapkan bahwa kondisi matanya tidak dapat digunakan


untuk melihat dengan jelas. Pasien mengatakan sudah sejak 3 bulan

26
yang lalu mengalami mata kabur dan tidak dapat melihat dengan jelas
terutama pada mata sebalah kiri.

3. Pemeriksaan fisik

Ketika dikaji keadaan pasien compos mentis, 180/90 mmHg, RR pasien


30 x/menit, suhu tubuh pasien 36,5 oc, nadi pasien 101x per menit. Pada
pemeriksaan, mata didapat bentuk simetri, terlihat warna kehitaman
disekitar kedua mata, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil
warna putih keruh.

4. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Laboratorium Gula darah 103mg/dl, Hb: 14,2 g/dl,


hematocrit: 4,8%, Ureum: 37 mg/uL, Creatinin: 13 mg/uL.

5. Data Fokus

Data Fokus Pre Operasi

Pasien mengeluh takut menghadapi operasinya karena ia baru


pertama kali menjalani operasi dalam hidupnya, pasien mengatakan
cemas karena takut penglihatannya tetap kabur setelah operasi, keadaan
umum pasien baik, kesadaran compos mentis, pasien juga mengeluh
lemas, tekanan darah pasien tinggi yaitu 180/90 mmHg, RR pasie 30
x/menit, suhu tubuh pasien 36,5 oc, nadi pasien 101x per menit. Pasien
terlihat gelisah. Pasien terlihat dibantu ketika berjalan dan turun dari
tempat tidur untuk ke kemar mandi.

Data Fokus Post Operasi

Pasien mengeluh nyeri dengan provokator (P) nyeri saat bergerak dan
hilang saat tidur atau istirahat, Quality (Q) nyeri seperti disayat-sayat,
Region (R), nyeri pada mata sebelah kiri post operasi, Skala (S) nyeri 4

27
dan Timing (T) sewaktu-waktu dan hilang timbu. Pasien mengeluh
matanya perih dan gatal yaitu mata sebelah kiri, suhu tubuh pasien 36,2 o,
tekanan darah pasien 170/90 mmHg, Nadi 100x/menit, RR 22x/menit.
Tampak lemas dan menahan sakit, pasien Nampak selalu menutupi dan
memegang matanya.

28
B. Pengelompokan Data Senjang

No Data Subyektif Data Obyektif


1. Pasien mengatakan sejak 3 bulan 1. Pasien tampak cemas dan gelisah
yang lalu mengalami mata kabur 2. Pupil mata pasien tampak keruh
dan tidak dapat melihat dengan 3. TTV pre operasi
jelas pada mata sebelah kiri TD : 180/90 mmHg
2. Pasien mengatakan merasa silau N : 101 x/menit
dengan cahaya yang terang RR : 30 x/menit
3. Pasien mengatakan takut T : 36,5°C
menghadapi operasinya karena 4. Setelah operasi pasien tampak
ia baru pertama kali menjalani lemas dan menahan sakit
operasi 5. Pasien tampak menutupi dan
4. Pasien mengatakan cemas memegang matanya
karena takut penglihatannya 6. Kulit pasien teraba dingin
tetap kabur setelah operasi 7. TTV post operasi
5. Pasien mengatakan badannya TD : 170/90 mmHg
lemas N : 100 x/menit
6. Setelah operasi pasien mengeluh RR : 22 x/menit
nyeri dengan : T : 36,2°C
P : Nyeri saat bergerak dan 8. Pasien terlihat gelisah.
hilang saat tidur atau 9. Pasien terlihat dibantu ketika
istirahat berjalan dan turun dari tempat
Q : Nyeri seperti disayat-sayat tidur untuk ke kemar mandi.
R : Nyeri pada mata sebelah 10. Pasien terlihat kesulitan dalam
kiri post operasi melihat objek ataupun seseorang.
S : Nyeri 4 11. Mata pasien sebelah kiri dibalut
T : Sewaktu-waktu dan hilang kasa.
timbul 12. Pasien terlihat sering memegang

29
7. Pasien mengatakan setelah bagian mata kiri.
operasi mata sebelah kiri terasa 13. Pasien terlihat meringis saat nyeri
perih dan gatal. timbul.
8. Pasien mengatakan kesulitan
dalam melihat terutama mata
sebelah kiri.
9. Pasien mengatakan pusing
setelah operasi.

C. Analisa Data

PRE OPERATIF

No DATA Diagnosa Keperawatan


1. DS: Ansietas berhubungan dengan
a. Pasien mengatakan takut kurangnya pemahaman mengenai
menghadapi operasinya tindakan operasi yang akan dilakukan.
karena ia baru pertama
kali menjalani operasi,
b. Pasien mengatakan
cemas karena takut
penglihatannya tetap
kabur setelah operasi.
DO:
a. Pasien tampak cemas dan
gelisah,
b. Kulit pasien teraba
dingin,
c. TTV pre operasi
TD : 180/90 mmHg

30
N : 101 x/menit
RR : 30 x/menit
T : 36,5°C
d. Pasien terlihat gelisah.
2. DS: Risiko Jatuh berhubungan dengan
a. Pasien mengatakan sejak kerusakan penglihatan.
3 bulan yang lalu
mengalami mata kabur
dan tidak dapat melihat
dengan jelas pada mata
sebelah kiri,
b. Pasien mengatakan
merasa silau dengan
cahaya yang terang,
c. Pasien mengatakan
kesulitan dalam melihat
terutama mata sebelah
kiri.

DO:
a. Pupil mata pasien
tampak keruh,
b. Pasien terlihat dibantu
ketika berjalan dan turun
dari tempat tidur untuk
ke kemar mandi,
c. Pasien terlihat kesulitan
dalam melihat objek
ataupun seseorang.

31
POST OPERATIF

NO DATA Diagnosa
1. DS: Nyeri Akut berhubungan dengan agen
1. Setelah operasi pasien cidera fisik prosedur pembedahan.
mengeluh myeri dengan
P : Nyeri saat bergerak
dan hilang saat tidur
atau istirahat
Q : Nyeri seperti disayat-
sayat
R : Nyeri pada mata
sebelah kiri post
operasi
S : Nyeri skala 4
T : Sewaktu-waktu dan
hilang timbul
2. Pasien mengatakan setelah
operasi mata sebelah kiri
terasa perih dan gatal.

DO :
1. Setelah operasi pasien
tampak lemas dan
menahan sakit
2. Pasien tampak menutupi
dan memegang matanya
3. Pasien terlihat meringis

32
saat nyeri timbul
4. TTV post operasi
TD : 170/90 mmHg
N : 100 x/menit
RR : 22 x/menit
T : 36,2°C
2. DS : - Risiko Infeksi berhubungan dengan
DO : prosedur invasif.
1. Mata pasien sebelah kiri
dibalut kasa
2. Pasien terlihat sering
memegang bagian mata
kiri
3. Suhu Tubuh 36,2°C

D. Diagnosa Keperawatan

PRE OPERASI

1. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pemahaman mengenai tindakan


operasi yang akan dilakukan.

2. Risiko Jatuh berhubungan dengan kerusakan penglihatan.

POST OPERASI

1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cidera fisik prosedur pembedahan.

2. Risiko Infeksi berhubungan dengan prosedur invasif pembedahan.

33
E. Nursing Care Plan

Pre Operatif

No Dx. Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional


.
1. Senin, Setelah dilakukan tindakan
Pengurangan Kecemasan
Jam keperawatan selama 1x24
(5820)
Ansietas berhubungan jam diharapkan Ansietas a. Reaklsi verbal atau non verbal
dengan kurangnya berhubungan dengan a. Kaji tanda verbal dan non dapat menunjukkan rasa cemas
pemahaman mengenai Kurangnya pemahaman verbal dan gelisah klien
tindakan operasi yang tindakan operasi yang akan b. Bantu klien mengidentifikasi b. Mengidentifikasi pemicu
akan dilakukan, ditandai dilakukan dapat teratasi, yang memicu kecemasan kecemaasan pada klien untuk
dengan: dengan kriteria hasil: c. Ajarkan klien untuk mengetahui tindakan keperawatan
DS : Tingkat Kecemasan (1211) menggunakan teknik yang akan dilakukan selanjutnya
a. Pasien mengatakan a. Wajah pasien tampak relaksasi c. Mengajarkan teknik relaksasi
takut menghadapi rileks d. Anjurkan keluarga untuk nafas dalam kepada klien
operasinya karena b. Rasa takut dan cemas selalu mendampingi klien bertujuan untuk mengurangi
ia baru pertama dapat berkurang dari e. Kolaborasikan dengan kecemasan
kali menjalani skala berat ke skala dokter pengunaan obat- d. Keluarga dianjurkan untuk selalu
operasi, ringan obatan untuk mengurangi menemani klien karena keluarga

34
b. Pasien mengatakan c. TTV dalam rentan sangat berperan penting dalam
kecemasan
cemas karena takut normal proses pengurangan kecemasan
penglihatannya TD : 120/80 mmHg e. Dokter dibutuhkan untuk
tetap kabur setelah N : 60-100 x/menit pemberian obat penenang jika
operasi. R : 12-20 x/menit klien tidak bisa mengendalikan
DO : S : 36,5C - 37,5C kecemasanya
a. Pasien tampak d. Pasien dapat
cemas dan gelisah berkonsentrasi dengan
b. Kulit pasien teraba baik.
dingin Kontrol Kecemasan Diri
c. TTV pre operasi (1402)
TD : 180/90 a. Kecemasan pada pasien
mmHg dapat berkurang dari
N : 101 x/menit skala berat ke skala
RR : 30 x/menit ringan dengan teknik
T : 36,5°C relaksasi
d. Pasien terlihat b. Respon kecemasan
gelisah. dapat dikendalikan
c. Durasi tiap episode
cemas dapat termonitor

35
d. Istirahat pasien dapat
dipertahankan.
2. Senin, Setelah dilakukan tindakan
Pencegahan Jatuh (6490)
Jam keperawatan selama 1x24 a. Mengetahui faktor penyebab
Risiko Jatuh berhubungan jam diharapkan Risiko Jatuh a. Kaji faktor yang sehingga bisa meminimalkan
dengan kerusakan berhubungan dengan mempengaruhi risiko jatuh kejadian jatuh
penglihatan, ditandai Kerusakan penglihatan dan kondisi pasien b. Mengidentifikasi keadaan
dengan: dilakukan dapat teratasi, b. Identifikasi karakteristik lingkungan pasien untuk
DS : dengan kriteria hasil: lingkungan pasien yang meminimalkan pasien jatuh
a. Pasien mengatakan Ambulasi (0200) dapat meningkatkan potensi c. Pegangan dinaikan bertujuan agar
sejak 3 bulan yang a. Pasien dapat berjalan jatuh seperti lantai licin dan pasien tidak jatuh dari tempat tidur
lalu mengalami dengan langkah yang tangga terbuka. d. Mempertahankan keseimbangan
mata kabur dan efektif dan secara c. Naikkan pegangan sampai berjalan pasien dan mengurangi
tidak dapat melihat perlahan. tempat tidur resiko terjatuh
dengan jelas pada b. Pasien dapat d. Sediakan alat bantu berjalan e. Melindungi kepala meminimalkan
mata sebelah kiri, menyesuaikan dengan seperti tongkat dan walker cidera saat jatuh
b. Pasien mengatakan perbedaan tekstur e. Edukasi pasien teknik f. Keluarga selalu bersama pasien
merasa silau permukaan/lantai. melindungi kepala saat jatuh jadi diharapkan selalu mengawasi
dengan cahaya f. Kolaborasikan dengan pasien 24 jam
yang terang, Kontrol Risiko : keluarga pasien dalam

36
c. Pasien mengatakan Gangguan Penglihatan pencegahan pasien jatuh
kesulitan dalam (1916)
melihat terutama a. Faktor risiko kerusakan
mata sebelah kiri. fungsi penglihatan dapat
teridentifikasi
DO : b. Trauma pada mata dapat
a. Pupil mata pasien berkurang dari skala
tampak keruh, berat ke skala ringan
b. Pasien terlihat c. Pasien dapat
dibantu ketika menggunakan pelindung
berjalan dan turun mata (kacamata) untuk
dari tempat tidur melindungi mata dari
untuk ke kemar cahaya/sinar ultraviolet.
mandi,
c. Pasien terlihat
kesulitan dalam
melihat objek
ataupun seseorang.

37
Post Operatif

No Dx. Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional


.
1. Senin, 3 September 2020 Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri (1400)
Jam 13.00 WIB keperawatan selama 1x24 a. Lakukan pengkajian nyeri a. Mengkaji nyeri secara
Nyeri Akut berhubungan jam, diharapkan nyeri secara komprenhesif keseluruhan dapat mnegetahui
dengan agen cidera fisik pasien berkurang, dengan b. Ajarkan teknik non- tingkat perkembangan nyeri
prosedur pembedahan, kriteria hasil: farmakologi untuk mengatasi pasien
yang ditandai dengan: Kontrol nyeri (1605) nyeri, yaitu relaksasi nafas b. Teknik relaksasi nafas dalam
DS: a. Nyeri berkurang dari dalam dapat meningkatkan ventilasi
a. Setelah operasi pasien skala 4 ke skala 2 c. Dukung istirahat yang cukup alveoli, meningkatkan efisiensi
mengeluh nyeri dengan b. Pasien dapat d. Kolaborasikan dengan dokter batuk, memelihara pertukaran
P : Nyeri saat menerapkan tindakan tentang pemberian obat gas, mengurangi tingkat stress
bergerak dan untuk mengatasi nyeri analgetik sesuai resep dokter fisik maupun emosional sehingga
hilang saat tidur e. Mengedukasi tentang dapat menurunkan intensitas
atau istirahat Tingkat kenyamanan penyebab nyeri nyeri
Q : Nyeri seperti (2109) c. Istirahat dapat mengalihakn
disayat-sayat a. Ekspresi wajah pasien fokus pasien dan mengurangi
R : Nyeri pada mata tidak menunjukkan nyeri
sebelah kiri post kegelisahan d. Analgetik bekerja menghambat

38
operasi distribusi sinyal rasa sakit
S : Nyeri 4 sehingga otak mengenali bahwa
T : Sewaktu-waktu tubuh dalam kondisi baik karena
dan hilang tidak aktifnya reseptor saraf
timbul perifer
b. Pasien mengatakan e. Memberikan pengetahuan kepada
setelah operasi mata pasien dan keluarga penyebab
sebelah kiri terasa dari rasa nyeri
perih dan gatal

DO:
a. Setelah operasi pasien
tampak lemas dan
menahan sakit
b. Pasien tampak
menutupi dan
memegang matanya
c. Pasien terlihat
meringis saat nyeri
timbul

39
d. TTV post operasi
TD : 170/90 mmHg
N : 100 x/menit
RR : 22 x/menit
T : 36,2°C
2. Senin, 3 September 2020 Setelah dilakukan tindakan Perlindungan Infeksi (6550)
Jam 13.00 WIB keperawatan selama 1x24 a. Monitor adanya tanda gejala a. Memonitor tanda-tanda infeksi
Risiko Infeksi jam diharapkan Risiko infeksi berguna agar adanya infeksi
berhubungan dengan Infeksi berhubungan dengan dapat terkendali dengan segera.
prosedur invasif prosedur invasif Kontrol Risiko (1902) b. Memberikan pengetahuan kepada
pembedahan, ditandai pembedahan dapat teratasi, b. Berikan edukasi tentang pasien dan keluarga bertujuan
dengan: dengan kriteria hasil: tanda-tanda infeksi agar infeksi dapat terdeteksi
DS: Kontrol Risiko (1902) c. Edukasi kepada pasien dengan mudah .
DO: a. Tanda-tanda infeksi tentang cara perawatan dan c. Menyentuh area sekitar mata
a. Mata pasien sebelah dapat dikenali menggindari infeksi yaitu dapat menyebabkan infeksi
kiri dibalut kasa b. Pasien dapat tidak menyentuh area sekitar dikarenakaan tangan yang tidak
b. Pasien terlihat sering menerapkan strategi mata bersih akan membawa bakteri.
memegang bagian control risiko infeksi d. Ukur tanda-tanda vital d. Suhu tubuh akan meningkat
mata kiri c. Tanda-tanda vital pasien pasien, suhu tubuh pasien apabila terdapat bakteri atau
c. Suhu Tubuh 36,2°C dalam rentang normal, e. Kelola pemberian obat virusa dalam tubuh sebagai

40
suhu tubuh pasien dalam antibiotic bentuk perlawanan sistem imun
rentang normal. f. Edukasi 6 langkah cuci terhadap bakteri dan virus yang
tangan masuk.
e. Antibiotik bekerja dengan
membunuh ataupun
menghentikan bakteri yang
berkembang biak di dalam tubuh.
f. Mencuci tangan dengan 6
langkah sangat efektif
menghilangkan kuman yang ada
di tangan.

41
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Katarak berasal dari bahasa Yunani Kataarrhakies yang berarti air


terjun. dan dalam bahasa Indonesia katarak berarti bular, yaitu penglihatan
seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap
keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan
air) lensa, denaturasi protein lensa akibat kedua-duanya. Biasanya kekeruhan
mengenai kedua mata dan berjalan progesif ataupun dapat mengalami
perubahan dalam waktu yang lama. Banyak hal yang menyebabkan katarak
contohnhya infeksi, trauma tumpul, gangguan intraocular, dan dapat terjadi
pada gangguan kongengintal.

Berdasarkan pengkajian selama 3 hari terhadap pasien, penulis


menegakkan 4 diagnosa pra dan pasca operasi. Diagnosa sebelum operasi
yang penulis ambil yaitu ansietas dan resiko jatuh. Diagnosa tersebut
ditegakkan berdasarkan data dan keluahan pasien. Untuk menegakkan
diagnosa ansietas atau kecemasan yang dalami pasien sangat wajar karena
pada pasein yang baru pertama kali menjalani operasi memang mengalami
fase tersebut. Sedangkan diagnosa resiko jatuh ditegakkan dengan pasien
tidak bisa melihat dengan sempurna dan penglihatan seperti kabur.

Diagnosa pasca operasi yang penulis ambil yaitu nyeri akut dan resiko
infeksi. Nyeri akut merupakan diagnosa prioritas bagi pasien yang telah
menjalankan operasi, oleh karena itu penulis menjadikkan masalah nyeri
sebagai prioritas masalah. Diagnosa infeksi ditegakkan karena jenis operasi
pada pasien memerlukan jahitan sehingga resiko terjadinya infeksi lebih
tinggi.

42
B. Saran

Terdapat berbagai saran dari penyusun, yaitu:

1. Bagi mahasiswa

Upaya pengetahuan tentang asuhan keperawatan pra dan pasca operasi


katarak perlu ditingkatkan, sehingga bisa meningkatkan keterampilan
mahasiswa dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien katarak.

2. Bagi institusi pendidikan

Diharapkan bagi institusi pendidikan dapat dijadikan dalam kegiatan


pembelajaran terutama mengenai asuhan keperawatan pra dan pasca
operasi katarak.

3. Bagi lahan praktek

Diharapkan pada lahan praktik dapat meningkatkan mutu pelayanan yang


lebih baik khususnya pasien katarak.

4. Bagi masyarakat

Dapat dijadikan sebagai sarana informasi sehingga masyarakat mampu


mengetahui lebih dini dan dapat menanggulangi lebih awal gejala dan
tanda dari katarak.

43
DAFTAR PUSTAKA

Ayuni, Dini. 2020. Asuhan Keperawatan pada Pasien Post Operasi Katarak.
Padang : Pustaka Galeri Mandiri

Astari, P. 2018. Katarak: Klasifikasi, Tatalaksana, dan Komplikasi Operasi.

Universitas Gajah Mada

Black JM dan Jane HH. 2014. Keperawatan Medikal Bedah Manajemen Klinis Untuk

Hasil Yang Diharapkan. Singapore: Elsevier

Effendi IK. 2017. Prevalensi dan Faktor Risiko Usia dan Visus Sebelum Operasi

Dengan Kejafian Komplikasi Intraoperatif Pada Operasi EKEK Pasien


Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017.

Fifaaq, Thalib. 2015. Hubungan Antara Risiko Terjadinya Katarak Sekunder

Dengan Berbagai Teknik Operasi Katarak di RSUD dr.Saiful Anwar Malang


Periode Januari – Desember 2008. Journal UMM.

Irawan. 2018. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Yogyakarta: Deepublish

James T dkk. 2017. Practicing Ophthalmologists Curriculum 2017–2019 Catarac/

Anterior Segment. American Academy Of Ophtamology

Jitowiyono & Weni. 2010. Asuhan Keperawatan Post Operasi dengan Pendekatan
NANDA, NIC, NOC. Yogyakarta : Nusa Medika

Mahendra E dan Indah TP. 2014. Katarak. Referad. Universitas Yarsi

Muttaqin A dan Kumala S. 2017. Asuhan Keperawatan Perioperatif: Konsep, Proses

dan Aplikasi. Jakarta Selatan: Salemba Medika

44
Nurarif & Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan NANDA, NIC, NOC Edisi Revisi Jilid 2. Yogyakarta: Mediaction

Nur,dkk. 2014. Asuhan Keperawatan pada Ny. S Dengan Pre Operasi (ECEC) Ekstra

Capsular Catarac Extraction Disertai DM di Ruang Teratai RSUD Ambarawa.


SCRIBD

Olver, Jane & Lomine. 2011. At a Clace Oftalmologi, Ahli bahasa oleh :
Huriawati H. Jakarta: Erlangga

Rosiyatin RN. 2016. Asuhan Keperawatan Pra dan Pasca Operasi Katarak Okuli

Sinistra Pada Ny. U di Ruang Dahlia RSUD Batang. Karya Tulis Ilmiah,
STIKES Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan

Septiani AC dan Yunani S. 2012. Perbandingan Peningkatan Tekanan Intraokular

Pada Pasien Post Operasi Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular Dibandingkan


Dengan Fakoemulsifikasi di AMC Yogyakarta pada Tahun 2011-2012.
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Tamsuri, Anas. 2011. Klien Gangguan Mata dan Penglihatan Keperawatan


Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Yu-Cheng Zhu, et al. 2017. Phacoemulsification Combined With Transpupillary

Removal of Silicone Oil and Intracapsular Intraocular Lens Implantation. Int J


Ophthalmol. China

Widianto, Satrio. Diupdate pada tanggal 9 April 2019 pukul 15.04 WIB. Jumlah

Penderita Katarak di Indonesia Tertinggi di Asia Tenggara. Diakses pada


tanggal 27 agustus 2020 pukul 08.50 WIB https://www.pikiran-
rakyat.com/gaya-hidup/pr-01309897/jumlah-penderita-katarak-di-indonesia-
tertinggi-di-asia-tenggara

45
46

Anda mungkin juga menyukai