Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH KEPERAWATAN MENJELANG AJAL DAN PALIATIF

Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Terminal Illness : Gagal Jantung

Dosen Pembimbing:
Dr. Yuni Sufyanti Arief, S.Kp., M.Kes
Disusun Oleh:
Cucu Eka Pertiwi (131611133007)
Regyana Mutiara Guti (131611133013)
Dwi Utari Wahyuning Putri (131611133019)
Verantika Setya Putri (131611133026)
Rizki Jian Utami (131611133032)
Muhammad Hidayatullah A.M. (131611133039)
Annisa Fiqih (131611133045)

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
MARET, 2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmat serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas Mata
Kuliah Keperawatan Menjelang Ajal dan Paliatif yang berjudul “Asuhan
Keperawatan pada Pasien dengan Terminal Illness : Gagal Jantung”.

Ucapan terimakasih kami haturkan kepada Dosen Pembimbing mata kuliah


Keperawatan Menjelang Ajal dan Paliatif, Dr. Yuni Sufyanti Arief, S.Kp., M.Kes,
yang telah membimbing kami selama perkuliahan hingga dapat menyelesaikan tugas
makalah ini.

Dengan demikian, kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi


pembacanya. Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu kritik dan saran
dari pembaca sangat kami butuhkan guna perbaikan dan penyempurnaan makalah
berikutnya. Atas kontribusi tersebut, kami ucapkan terimakasih.

Surabaya, 12 Maret 2019

Penyusun
Kelompok 6 A1-2016

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................. i
DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii
BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan...................................................................................... 2
1.3.1 Tujuan Umum................................................................................. 2
1.3.1 Tujuan Khusus................................................................................ 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA................................................................................ 3
2.1 Pengertian Gagal Jantung......................................................................... 3
2.2 Etiologi Gagal Jantung............................................................................. 3
2.3 Patofisiologi Gagal Jantung..................................................................... 4
2.4 Manifestasi Klinis Gagal Jantung............................................................ 5
2.5 Klasifikasi Gagal Jantung........................................................................ 6
2.6 Komplikasi Gagal Jantung....................................................................... 7
2.7 WOC Gagal Jantung................................................................................. 7
2.8 Penatalaksanaan Gagal Jantung............................................................... 8
2.9 Pemeriksaan Diagnostik Gagal Jantung................................................... 9
2.10 Tahapan Perawatan pada Pasien Gagal Jantung..................................... 10
2.11 Perawatan secara Paliatif pada Pasien dengan Gagal Jantung............... 11
2.12 Peran Perawat dalam Penatalaksanaan Proses Perawatan Paliatif......... 15
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN......................................................................... 17
3.1 Kasus........................................................................................................ 17
3.2 Asuhan Keperawatan................................................................................ 17
3.2.1 Pengkajian...................................................................................... 17
3.2.2 Diagnosa Keperawatan................................................................... 26
3.2.3 Intervensi Keperawatan.................................................................. 26
BAB 4 PENUTUP...................................................................................................... 32
4.1 Kesimpulan.............................................................................................. 32
4.2 Saran......................................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 33

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gagal jantung merupakan salah satu masalah kesehatan dalam sistem
kardiovaskular yang angka kejadiannya terus meningkat. Gagal jantung juga
merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas. Menurut Abdullah
(2005) gagal jantung adalah keadaan patofisiologi dimana jantung sebagai pompa
tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Ciri-ciri
yang penting dari definisi ini adalah pertama definisi gagal adalah relatif terhadap
kebutuhan metabolik tubuh, kedua penekanan arti gagal ditujukan pada fungsi
pompa jantung secara keseluruhan.
Menurut WHO (2016) penyakit-penyakit yang termasuk dalam perawatan
paliatif seperti penyakit kardiovaskuler dengan prevalensi 38.5%, kanker 34%,
penyakit pernapasan kronis 10.3%, HIV/AIDS 5.7%, diabetes 4.6% dan
memerlukan perawatan paliatif sekitas 40-60%. Pada tahun 2011 terdapat 29 juta
orang meninggal di karenakan penyakit yang membutuhkan perawatan paliatif.
Kebanyakan orang yang membutuhkan perawatan paliatif berada pada kelompok
dewasa 60% dengan usia lebih dari 60 tahun, dewasa (usia 15-59 tahun) 25%,
pada usia 0-14 tahun yaitu 6%.
Prevalensi penyakit paliatif di dunia berdasarkan kasus tertinggi yaitu Benua
Pasifik Barat 29%, diikuti Eropa dan Asia Tenggara masing-masing 22%
(WHO,2014). Kasus stroke sekitar 1.236.825 dan 883.447 kasus penyakit jantung
dan penyakit diabetes sekitar 1,5% (KEMENKES, 2014). Penyakit dengan
perawatan paliatif merupakan penyakit yang sulit atau sudah tidak dapat
disembuhkan, perawatan paliatif ini bersifat meningkatkan kualitas hidup (WHO,
2016). Menurut data WHO dilaporkan bahwa ada sekitar 3000 warga Amerika
Serikat menderita Congestive Heart Failure. Menurut American Heart
Association (AHA) tahun 2012 dilaporkan bahwa ada 5,7 juta penduduk Amerika
Serikat yang menderita gagal jantung (Padila, 2012). Penderita gagal jantung di
Indonesia pada tahun 2012 menurut data Departemen Kesehatan mencapai 14.449
jiwa penderita yang menjalani rawat inap di rumah sakit. Resiko kematian yag
diakibatkan oleh Congestive Heart Failure adalah skitar 5-10% per tahun pada

1
kasus gagal jantung ringan, dan meningkat menjadi 30-40% pada gagal jantung
berat. Menurut penelitia, sebagian besar lansia yang didiagnosis menderita
Congestive Heart Failure tidak dapat hidup lebih dari 5 tahun (Kowalak, 2011).
Pendekatan perawatan paliatif bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit yang
mengancam jiwa, dengan cara meringankan penderita dari rasa sakit melalui
identifikasi dini, pengkajian yang sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta
masalah lainnya baik fisik, psikologis, sosial atau spiritual (WHO, 2016).
Perawatan paliatif dilakukan sejak awal perjalanan penyakit, bersamaan dengan
terapi lain dan menggunakan pendekatan tim kesehatan yang serius. Perawatan
paliatif pada penyakit kardiovaskuler meliputi manajemen nyeri dan gejala,
dukungan psikososial, emosional, dukungan spiritual, dan kondisi hidup nyaman
dengan perawatan yang tepat, baik di rumah, rumah sakit atau tempat lain sesuai
pilihan pasien.

1.2 Rumusan Masalah


1) Bagaimana konsep dari gagal jantung?
2) Bagaimana perawatan secara paliatif pada pasien gagal jantung?
3) Bagaimana asuhan keperawatan pada kasus gagal jantung?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Setelah melakukan perkuliahan Keperawatan Menjelang Ajal dan
Paliatif ini diharapkan mahasiswa mengetahui asuhan keperawatan secara
paliatif pada pasien dengan gagal jantung.
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Menjelaskan konsep dari gagal jantung.
2) Menjelaskan perawatan secara paliatif pada pasien gagal jantung.
3) Menjelaskan asuhan keperawatan pada kasus gagal jantung.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Gagal Jantung


Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang
adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi (Smletzer,
2002). Congestive Heart Failure (CHF) merupakan suatu keadaan patologis di

2
mana kelainan fungsi jantung menyebabkan kegagalan jantung memompa darah
untuk memenuhi kebutuhan jaringan, atau hanya dapat memenuhi kebutuhan
jaringan dengan meningkatkan tekanan pengisian (Fachrunnisa, dkk, 2015).
Gagal jantung dikenal dalam beberapa istilah yaitu gagal jantung kiri,
kanan, dan kombinasi atau kongestif. Pada gagal jantung kiri terdapat bendungan
paru, hipotensi, dan vasokontriksi perifer yang mengakibatkan penurunan perfusi
jaringan. Gagal jantung kanan ditandai dengan adanya edema perifer, asites dan
peningkatan tekanan vena jugularis.Gagal jantung kongestif adalah gabungan dari
kedua gambaran tersebut. Namun demikian, kelainan fungsi jantung kiri maupun
kanan sering terjadi secara bersamaan (McPhee, 2010).

2.2 Etiologi Gagal Jantung


Menurut Hudak dan Gallo (2000) penyebab kegagalan jantung yaitu:
1) Disritmia, seperti: brakikardi, takikardi dan kontraksi prematur yang sering
dapat menurunkan curah jantung.
2) Malfungsi Katub dapat menimbulkan kegagalan pompa baik oleh kelebihan
beban tekanan (obstruksi pada pengaliran keluar dari pompa ruang, seperti
stenosis katub aortik atau stenosis pulmonal), atau dengan kelebihan beban
volume yang menunjukkan peningkatan volume darah ke ventrikel kiri.
3) Abnormalitas Otot Jantung: Menyebabkan kegagalan ventrikel meliputi infark
miokard, aneurisma ventrikel, fibrosis miokard luas (biasanya dari
aterosklerosis koroner jantung atau hipertensi lama), fibrosis endokardium,
penyakit miokard primer (kardiomiopati), atau hipertrofi luas karena hipertensi
pulmonal, stenosis aorta atau hipertensi sistemik.
4) Ruptur Miokard: terjadi sebagai awitan dramatik dan sering membahayakan
kegagalan pompa dan dihubungkan dengan mortalitas tinggi. Ini biasa terjadi
selama 8 hari pertama setelah infark.
Menurut Smeltzer (2002) penyebab gagal jantung kongestif yaitu:
1) Kelainan otot jantung.
2) Aterosklerosis koroner.
3) Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload).
4) Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif.
5) Penyakit jantung lain.

2.3 Patofisiologi Gagal Jantung


Menurut Price (2005) beban pengisian preload dan beban tahanan afterload
pada ventrikel yang mengalami dilatasi dan hipertrofi memungkinkan adanya
peningkatan daya kontraksi jantung yang lebih kuat sehingga curah jantung

3
meningkat. Pembebanan jantung yang lebih besar meningkatkan simpatis
sehingga kadar katekolamin dalam darah meningkat dan terjadi takikardi dengan
tujuan meningkatkan curah jantung.
Pembebanan jantung yang berlebihan dapat meningkatkan curah jantung
menurun, maka akan terjadi redistribusi cairan dan elektrolit (Na) melalui
pengaturan cairan oleh ginjal dan vasokonstriksi perifer dengan tujuan untuk
memperbesar aliran balik vena ke dalam ventrikel sehingga meningkatkan tekanan
akhir diastolik dan menaikan kembali curah jantung. Dilatasi, hipertrofi, takikardi,
dan redistribusi cairan badan merupakan mekanisme kompensasi untuk
mempertahankan curah jantung dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi badan. Bila
semua kemampuan mekanisme kompensasi jantung tersebut di atas sudah
dipergunakan seluruhnya dan sirkulasi darah dalam badan belum juga terpenuhi
maka terjadilah keadaan gagal jantung.
Sedangkan menurut Smeltzer (2002), gagal jantung kiri atau gagal jantung
ventrikel kiri terjadi karena adanya gangguan pemompaan darah oleh ventrikel
kiri sehingga curah jantung kiri menurun dengan akibat tekanan akhir diastol
dalam ventrikel kiri dan volume akhir diastole dalam ventrikel kiri meningkat.
Keadaan ini merupakan beban atrium kiri dalam kerjanya untuk mengisi ventrikel
kiri pada waktu diastolik, dengan akibat terjadinya kenaikan tekanan rata-rata
dalam atrium kiri. Tekanan dalam atrium kiri yang meninggi ini menyebabkan
hambatan aliran masuknya darah dari vena-vena pulmonal. Bila keadaan ini terus
berlanjut maka bendungan akan terjadi juga dalam paru-paru dengan akibat
terjadinya edema paru dengan segala keluhan dan tanda-tanda akibat adanya
tekanan dalam sirkulasi yang meninggi.
Keadaan yang terakhir ini merupakan hambatan bagi ventrikel kanan yang
menjadi pompa darah untuk sirkuit paru (sirkulasi kecil). Bila beban pada
ventrikel kanan itu terus bertambah, maka akan merangsang ventrikel kanan untuk
melakukan kompensasi dengan mengalami hipertrofi dan dilatasi sampai batas
kemampuannya, dan bila beban tersebut tetap meninggi maka dapat terjadi gagal
jantung kanan, sehingga pada akhirnya terjadi gagal jantung kiri-kanan.
Gagal jantung kanan dapat pula terjadi karena gangguan atau hambatan pada
daya pompa ventrikel kanan sehingga isi sekuncup ventrikel kanan tanpa
didahului oleh gagal jantung kiri. Dengan menurunnya isi sekuncup ventrikel
kanan, tekanan dan volume akhir diastol ventrikel kanan akan meningkat dan ini

4
menjadi beban atrium kanan dalam kerjanya mengisiventrikel kanan pada waktu
diastol, dengan akibat terjadinya kenaikan tekanan dalam atrium kanan. Tekanan
dalam atrium kanan yang meninggi akan menyebabkan hambatan aliran masuknya
darah dalam vena kafa superior dan inferior kedalam jantung sehingga
mengakibatkan kenaikan dan adanya bendungan pada vena-vena sistemik tersebut
(bendungan pada vena jugularis yang meninggi dan hepatomegali). Bila keadaan
ini terus berlanjut, maka terjadi bendungan sistemik yang berat dengan akibat
timbulnya edema tumit dan tungkai bawah dan asites.

2.4 Manifestasi Klinis Gagal Jantung


Berbagai gejala klinis gagal jantung diantaranya : dipsnea, ortopnea,
pernapasan cheyne-stoke, Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND), asites piting
edema, berat badan meningkat dan gejala yang paling sering dijumpai adalah
sesak nafas pada malam hari yang mungkin muncul tiba-tiba dan menyebabkan
penderita terbangun (Udjianti, 2011). Munculnya berbagai gejala jenis pada
pasien gagal jantung tersebut akan menimbulkan masalah keperawatan dan
mengganggu kebutuhan dasar manusia salah satu diantaranya adalah tidur seperti
adanya nyeri dada pada aktivitas, dispnea pada istirahat atau aktivitas, letargi dan
gangguan tidur.

2.5 Klasifikasi Gagal Jantung


Berdasarkan American Heart Association (Yancy, 2013) klasifikasi dari
gagal jantung kongestif yaitu sebagai berikut :
1) Stage A
Stage A merupakan klasifikasi dimana pasien mempunyai resiko tinggi,
tetapi belum ditemukannya kerusakan struktural pada jantung serta tanpa
adanya tanda dan gejala dari gagal jantung tersebut. Pasien yang didiagnosa
gagal jantung stage A umumnya terjadi pada pasien dengan hipertensi, penyakit
jantung koroner, diabetes melitus, atau pasien yang mengalami keracunan pada
jantungnya (cardiotoxins).
2) Stage B
Pasien dikatakan mengalami gagal jantung stage B apabila ditemukan
adanya kerusakan struktural pada jantung tetapi tanpa menunjukkan tanda dan
gejala dari gagal jantung tersebut. Stage B pada umumnya ditemukan pada
pasien dengan infark miokard, disfungsi sistolik pada ventrikel kiri ataupun
penyakit valvular asimptomatik.

5
3) Stage C
Stage C menunjukkan bahwa telah terjadi kerusakan struktural pada jantung
bersamaan dengan munculnya gejala sesaat ataupun setelah terjadi kerusakan.
Gejala yang timbul dapat berupa nafas pendek, lemah, tidak dapat melakukan
aktivitas berat.
4) Stage D
Pasien dengan stage D adalah pasien yang membutuhkan penanganan
ataupun intervensi khusus dan gejala dapat timbul bahkan pada saat keadaan
istirahat, serta pasien yang perlu dimonitoring secara ketat.

Berdasarkan The New York Heart Association (Yancy et al., 2013)


mengklasifikasikan gagal jantung dalam empat kelas, meliputi :

1) Kelas I : Aktivitas fisik tidak dibatasi, melakukan aktivitas fisik secara normal
tidak menyebabkan dyspnea, kelelahan, atau palpitasi.
2) Kelas II : Aktivitas fisik sedikit dibatasi, melakukan aktivitas fisik secara
normal menyebabkan kelelahan, dyspnea, palpitasi, serta angina pektoris (mild
CHF).
3) Kelas III : Aktivitas fisik sangat dibatasi, melakukan aktivitas fisik sedikit saja
mampu menimbulkan gejala yang berat (moderate CHF).
4) Kelas IV : Pasien dengan diagnosa kelas IV tidak dapat melakukan aktivitas
fisik apapun, bahkan dalam keadaan istirahat mampu menimbulkan gejala yang
berat (severe CHF).

2.6 Komplikasi Gagal Jantung


Menurut Smeltzer (2002), komplikasi dari gagal jantung kongestif adalah :
1) Edema pulmoner akut
2) Hiperkalemia : akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan
masukan diit berlebih.
3) Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
4) Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-
angiotensin-aldosteron.
5) Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah.

2.7 WOC Gagal Jantung

INFARK MIOKARD

Pengisian diastolik Hipertensi Malfungsi katup Kontraktilitas, Disfungsi


meningkat
6
Ventrikel Kiri
Nekrosis sel Peningkatan beban Tekanan ventrikel kiri
Penurunan Isi
otot Jantung awal naik
sekuncup
Hipertrofi
Beban Ventrikel Ventrikel
meningkat GAGAL JANTUNG

Menurunnya Curah Jantung Kongesti pulmonalis

Aktivasi RAA Hipertrofi ventrikel Perembesan cairan


alveoli
Peningkatan Pengisian LVEP MK: Gangguan
Peningkatan
reabsorsi Na⁺ Pertukaran gas
dan H2O Aliran darah ke jantung dan
Edema Paru
Eksresi Na⁺ otak tidak adekuat
dan H2O dalam Suplai O2 ke MK: Penurunan Pengembangan Paru
urin seluruh tubuh Curah jantung kurang optimal
menurun
MK: Kelebihan Syok kardiogenik MK: Resiko pola
Volume cairan nafas tidak efektif
Metabolisme
Kematian
Asam laktat pada
miokardium

MK : Nyeri
Kronis
2.8 Penatalaksanaan Gagal Jantung
Menurut Mansjoer (2001) prinsip penatalaksanaan gagal jantung kongestif
adalah:
1) Tirah baring
Tirah baring mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga cadangan
jantung dan menurunkan tekanan darah.
2) Diet
Pengaturan diet membuat kerja dan ketegangan otot jantung minimal. Selain
itu pembatasan natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur dan mengurangi
edema.
3) Oksigen
Pemenuhan oksigen akan mengurangi demand miokard dan membantu
memenuhi oksigen tubuh
4) Terapi Diuretik

7
Diuretik memiliki efek anti hipertensi dengan meningkatkan pelepasan air
dan garam natrium sehingga menyebabkan penurunan volume cairan dan
merendahkan tekanan darah.
5) Digitalis
Digitalis memperlambat frekuensi ventrikel dan meningkatkan kekuatan
kontraksi peningkatan efisiensi jantung. Saat curah jantung meningkat, volume
cairan lebih besar dikirim ke ginjal untuk filtrasi, eksresi dan volume
intravaskuler menurun.
6) Inotropik Positif
Dobutamin meningkatkan kekuatan kontraksi jantung (efek inotropik
positif) dan meningkatkan denyut jantung (efek kronotropik positif).
7) Sedatif
Pemberian sedatif bertujuan mengistirahatkan dan memberirelaksasi pada
klien.
8) Pembatasan Aktivitas Fisik dan Istirahat
Pembatasan aktivitas fisik dan istirahat yang ketat merupakan tindakan
penanganan gagal jantung.

2.9 Pemeriksaan Diagnostik Gagal Jantung


Menurut Doenges (2000) pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
untuk menegakkan diagnosa gagal jantung kongestif yaitu:
1) Elektro Kardiogram (EKG)
Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia, disritmia,
takikardi, fibrilasi atrial.
2) Scan jantung
Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan dinding.
3) Sonogram (echocardiogram, echokardiogram doppler)
Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam
fungsi/struktur katub atau area penurunan kontraktilitas ventricular.
4) Kateterisasi jantung
Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal
jantung kanan dan gagal jantung kiri dan stenosis katub atau insufisiensi.
5) Rongent Dada
Dapat menunjukan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan dilatasi
atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah abnormal.
6) Elektrolit
Mungkin berubah karena perpindahan cairan/penurunan fungsi ginjal, terapi
diuretik.
7) Oksimetri Nadi
Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung kongestif akut
menjadi kronis.

8
8) Analisa Gas Darah (AGD)
Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratori ringan (dini) atau
hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir).
9) Pemeriksaan Tiroid
Peningkatan aktifitas tiroid menunjukkan hiperaktifitas tiroid sebagai
pencetus gagal jantung kongestif.

2.10 Tahapan Perawatan pada Pasien Gagal Jantung


1) Fase Manajemen Penyakit Kronis (NYHA I-III)
Tujuan perawatan termasuk pemantauan aktif, terapi yang efektif untuk
memperpanjang kelangsungan hidup, kontrol gejala, pendidikan pasien dan
pengasuh, dan didukung manajemen diri pasien diberi penjelasan yang jelas
tentang kondisi mereka termasuk nama, etiologi, pengobatan, dan
prognosisnya. Pemantauan reguler dan peninjauan yang tepat sesuai dengan
pedoman nasional dan protokol lokal.
2) Fase Perawatan Suportif dan Paliatif (NYHA III-IV)
Penerimaan ke rumah sakit dapat menandai fase ini Seorang profesional
kunci diidentifikasi di masyarakat untuk mengkoordinasikan perawatan dan
bekerja sama dengan spesialis gagal jantung, perawatan paliatif, dan layanan
lainnya Tujuan perawatan bergeser untuk mempertahankan kontrol gejala dan
kualitas hidup yang optimal Sebuah penilaian holistik dan multidisipliner
terhadap kebutuhan pasien dan perawat dilakukan Kesempatan untuk
mendiskusikan prognosis dan kemungkinan penyakit yang diderita secara lebih
rinci disediakan oleh para profesional, termasuk rekomendasi untuk
menyelesaikan rencana perawatan lanjutan layanan di luar jam kerja
didokumentasikan dalam rencana perawatan jika terjadi kerusakan akut.
3) Fase Perawatan Terminal
Indikator klinis termasuk, meskipun pengobatan maksimal, gangguan ginjal,
hipotensi, edema persisten, kelelahan, anoreksia Pengobatan gagal jantung
untuk kontrol gejala dilanjutkan dan status resusitasi diklarifikasi,
didokumentasikan, dan dikomunikasikan kepada semua penyedia perawatan
Jalur perawatan terpadu untuk orang yang sekarat dapat diperkenalkan untuk
menyusun perencanaan perawatan Peningkatan dukungan praktis dan
emosional untuk pengasuh disediakan, terus mendukung berkabung
Penyediaan dan akses ke tingkat yang sama perawatan generalis dan spesialis

9
untuk pasien di semua pengaturan perawatan sesuai dengan kebutuhan mereka
(Jaarsma, 2009).

2.11 Perawatan secara Paliatif pada Pasien dengan Gagal Jantung


1) Home Based Exercise Training (HBET)
Selama periode akut pasien dengan gagal jantung disarankan untuk bed rest
yang bertujuan untuk memperbaiki status hemodinamik. Setelah fase akut
terlewati, pasien berada pada fase recovery. Pada fase ini, bed rest menjadi
suatu saran yang kontroversial karena dapat memicu menurunnya level
toleransi aktivitas dan memperberat gejala gagal jantung seperti sesak disertai
batuk. Semua otot perlu dilatih untuk mempertahankan kekuatannya termasuk
dalam hal ini adalah otot jantung (Suharsono, 2013). Pasien gagal jantung
biasanya berpikiran bahwa melakukan aktivitas termasuk latihan fisik akan
menyebabkan pasien dengan gagal jantung sesak dan timbul kelelahan,
sehingga mereka lebih memilih untuk bed rest pada fase pemulihan. Oleh
karena itu, pasien perlu untuk diajarkan melakukan aktivitas secara bertahap
dengan tujuan toleransi aktivitas dapat meningkat pula.
Kondisi yang menyebabkan ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-
hari akan mengganggu rutinitas pasien. Akibatnya, pasien kehilangan
kemampuan fungsional. Pada pasien gagal jantung, kapasitas fungsional sangat
berkaitan erat dengan kualitas hidup pasien. Kapasitas fungsional dapat
ditingkatkan, salah satunya dengan melakukan latihan fisik. Latihan ini
meliputi: tipe, intensitas, durasi, dan frekuensi tertentu sesuai dengan kondisi
pasien (Suharsono, 2013). Aktivitas dilakukan dengan melihat respon sepeti
peningkatan nadi, sesak napas, dan kelelahan. Aktivitas akan melatih kekuatan
otot jantung sehingga gejala gagal jantung semakin minimal. Aktivitas ini akan
dapat dilakukan secara informal dan lebih efektif apabila dirancang dalam
program latihan fisik yang terstruktur (Nicholson, 2007). Aktivitas latihan fisik
pada pasien dengan gagal jantung bertujuan untuk mengoptimalkan kapasitas
fisik tubuh, memberi penyuluhan kepada pasien dan keluarga dalam mencegah
perburukan dan membantu pasien untuk dapat kembali beraktivitas fisik seperti
sebelum mengalami gangguan jantung (Arovah, 2010).
Home-based exercise training (HBET) dapat menjadi salah satu pilihan
latihan fisik dan alternatif solusi rendahnya partisipasi pasien mengikuti latihan

10
fisik. Pasien yang stabil dan dirawat dengan baik dapat memulai program home
based exercise training setelah mengikuti tes latihan dasar dengan bimbingan
dan instruksi. Tindak lanjut yang sering dilakukan dapat membantu menilai
manfaat program latihan di rumah, menentukan masalah yang tidak terduga,
dan akan memungkinkan pasien untuk maju ke tingkat pengerahan yang lebih
tinggi jika tingkat kerja yang lebih rendah dapat ditoleransi dengan baik
(Piepolli, 2011). Menurut Suharsono (2013), intervensi yang dilakukan berupa
home based exercise training berupa jalan kakiselama 30 menit, 3 kali dalam
semingguselama 4 minggu dengan intensitas 40-60% heart rate reserve, dan
peningkatan kapasitas fungsional dilakukan dengan SixMinute Walk Test
(6MWT).
2) Terapi Penyekat Beta sebagai Anti-Remodelling pada Gagal Jantung
Gagal jantung merupakan sindrom kompleks yang ditunjukkan dengan
gejala seperti sesak napas saat beraktivitas dan membaik saat beristirahat, tanda
retensi cairan berupa kongesti pulmoner, edema ekstremitas, serta abnormalitas
struktur dan fungsi jantung. Keadaan tersebut berhubungan dengan penurunan
fungsi pompa jantung. Penurunan fungsi pompa jantung dapat terjadi akibat
infark miokard, hipertensi kronis, dan kardiomiopati. Dalam hal ini, jantung
mengalami remodelling sel melalui berbagai mekanisme biokimiawi yang
kompleks dan akhirnya menurunkan fungsi jantung. Metroprolol merupakan
salah satu jenis ß-blocker yang berfungsi meningkatkan fungsi jantung dengan
menghambat remodelling pada jantung. Metoprolol secara signifikan
meningkatkan fungsi ventrikel dosis tinggi 200 mg (n=48) sebagai terapi anti
remodelling, terbukti dengan penurunan LVESV 14 mL/m2 dan peningkatan
EF sebanyak 6% (Amin, 2015).
Berdasarkan pedoman tatalaksana gagal jantung oleh (Siswanto dkk, 2015)
bahwa penyekat β harus diberikan pada semua pasien gagal jantung simtomatik
dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %. Penyekat β memperbaiki fungsi
ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karena
perburukan gagal jantung, dan meningkatkan kelangsungan hidup.
Indikasi pemberian penyekat β yaitu:
a. Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %.
b. Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA).
c. ACEI / ARB (dan antagonis aldosteron jika indikasi) sudah diberikan.

11
d. Pasien stabil secara klinis (tidak ada perubahan dosis diuretik, tidak ada
kebutuhan inotropik i.v. dan tidak ada tanda retensi cairan berat).
Sedangkan kontraindikasi pemberian penyekat β yaitu:
a. Asma
b. Blok AV (atrioventrikular) derajat 2 dan 3, sindroma sinus sakit (tanpa pacu
jantung permanen), sinus bradikardia (nadi < 50x/menit)
Cara pemberian penyekat β pada gagal jantung yaitu:
a. Inisiasi pemberian penyekat β.
b. Penyekat β dapat dimulai sebelum pulang dari rumah sakit pada pasien
dekompensasi secara hati-hati.
c. Naikan dosis secara titrasi.
d. Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 2 – 4 minggu. Jangan
naikan dosis jika terjadi perburukan gagal jantung, hipotensi simtomatik
atau bradikardi (nadi < 50 x/menit).
e. Jika tidak ada masalah diatas, gandakan dosis penyekat β sampai dosis
target atau dosis maksimal yang dapat di toleransi.
Efek tidak menguntungkan yang dapat timbul akibat pemberian penyekat β
adalah:
a. Hipotensi simtomatik.
b. Perburukan gagal jantung.
c. Bradikardia.
3) Pengaruh Latihan Nafas Dalam terhadap Sensitivitas Barofleks Arteri
Penyakit gagal jantung dapat mengakibatkan berbagai kerusakan yang
berdampak pada kualitas hidup klien. Salah satu kerusakan yang terjadi adalah
kerusakan pada baroreflek arteri. Baroreflek arteri merupakan mekanisme
dasar yang terlibat dalam pengaturan tekanan darah. Hasil penerapan evidance
based nursing, latihan nafas dalam dapat memberikan pengaruh terhadap
sensitivitas barorefleks. Hasil setelah diberikan intervensi selama seminggu
terdapat peningkatan tekanan darahsistolik dari 80 mmHg menjadi 100 mmHg,
nilai denyut nadi mengalami penurunan dari 88 kali/menit menjadi 80
kali/menit dan pada frekuensi pernafasan terjadi penurunan dari 24 kali/menit
menjadi 18 kali/menit.
Sensitivitas baroreflek dapat ditingkatkan secara signifikan dengan bernafas
lambat. Hal ini menunjukkan adanya hubungan peningkatan aktivitas vagal dan
penurunan simpatis yang dapat menurunkan denyut nadi dan tekanan darah.
Penurunan tekanan darah dan reflek kemoresptor juga dapat teramati selama
menghirup nafas secara lambat dandalam. Metode latihan relaksasi nafas dalam

12
adalah dalam sistem saraf manusia terdapat sistem saraf pusat dan sistem saraf
otonom. Fungsi sistem saraf pusat adalah mengendalikan gerakan yang
dikehendaki, misalnya gerakan tangan, kaki, leher, dan jari-jari. Sistem saraf
otonom berfungsi mengendalikan gerakan yang otomatis misalnya fungsi
digestif dan kardiovaskuler. Sistem saraf otonom terdiri dari dua sistem yang
kerjanya saling berlawanan yaitu saraf simpatis dan saraf parasimpatis. Saraf
simpatis bekerja meningkatkan rangsangan atau memacu organ-organ tubuh
meningkatkan denyut jantung dan pernapasan serta menimbulkan penyempitan
pembuluh darah perifer dan pembesaran pembuluh pusat. Saraf parasimpatis
bekerja menstimulasi naiknya semua fungsi yang diturunkan oleh saraf
simpatis. Pada waktu orang mengalami ketegangan dan kecemasan yang
bekerja adalah sistem saraf simpatis sehingga denyut jantung, tekanan darah,
jumlah pernafasan, aliran darah ke otot sering meningkat (Balady, 2007).

2.12 Peran Perawat dalam Penatalaksanaan Proses Perawatan Paliatif


Menurut Matzo dan Sherman (2006) dalam Ningsih (2011) peran perawat
paliatif meliputi :
a. Praktik di Klinik
Perawat memanfaatkan pengalamannya dalam mengkaji dan mengevaluasi
keluhan serta nyeri. Perawat dan anggota tim berbagai keilmuan mengembangkan
dan mengimplementasikan rencana perawatan secara menyeluruh. Perawat
mengidentifikasikan pendekatan baru untuk mengatasi nyeri yang
dikembangkanberdasarkan standar perawatan di rumah sakit untuk melaksanakan
tindakan. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan keperawatan, maka keluhan
sindroma nyeri yang komplek dapat perawat praktikkan dengan melakukan
pengukuran tingkat kenyamanan disertai dengan memanfaatkan inovasi, etik dan
berdasarkan keilmuannya.
b. Pendidik
Perawat memfasilitasi filosofi yang komplek,etik dan diskusi tentang
penatalaksanaan keperawatan di klinik,mengkaji pasien dan keluarganya serta
semua anggota tim menerima hasil yang positif. Perawat memperlihatkan dasar
keilmuan/pendidikannya yang meliputi mengatasi nyeri neuropatik, berperan
mengatasi konflik profesi, mencegah dukacita, dan resiko kehilangan. Perawat
pendidik dengan tim lainnya seperti komite dan ahli farmasi, berdasarkan
pedoman dari tim perawatan paliatif maka memberikan perawatan yang berbeda

13
dan khusus dalam menggunakan obat-obatan intravena untuk mengatasi nyeri
neuropatik yang tidak mudah diatasi.
c. Peneliti
Perawat menghasilkan ilmu pengetahuan baru melalui pertanyaan-
pertanyaan penelitian dan memulai pendekatan baru yang ditunjukan pada
pertanyaan-pertanyaan penelitian. Perawat dapat meneliti dan terintegrasi pada
penelitian perawatan paliatif.
d. Bekerja sama (collaborator)
Perawat sebagai penasihat anggota/staff dalam mengkaji bio-psiko-sosial-
spiritual dan penatalaksanaannya. Perawat membangun dan mempertahankan
hubungan kolaborasi dan mengidentifikasi sumber dan kesempatan bekerja
dengan tim perawatan paliatif, perawat memfasilitasi dalam mengembangkan dan
mengimplementasikan anggota dalam pelayanan, kolaborasi perawat/dokter dan
komite penasihat. Perawat memperlihatkan nilai-nilai kolaborasi dengan pasien
dan keluarganya dengan tim antar disiplin ilmu, dan tim kesehatan lainnya dalam
memfasilitasi kemungkinan hasil terbaik.
e. Penasihat (Consultant)
Perawat berkolaborasi dan berdiskusi dengan dokter, tim perawatan paliatif
dan komite untuk menentukan tindakan yang sesuai dalam pertemuan/rapat
tentang kebutuhan-kebutuhan pasien dan keluarganya. Dalam memahami peran
perawat dalam proses penatalaksanaan perawatan paliatif sangat penting untuk
mengetahui proses asuhan keperawatan dalam perawatan paliatif.

14
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Kasus
Tn.S datang ke IGD RSUD Soetomo, klien datang dengan didampingi oleh
anaknya. Setelah dilakukan pengkajian oleh perawat klien mengatakan bahwa
keluhan yang dirasakan adalah sesak nafas, sehingga klien mengajak anaknya
untuk datang ke rumah sakit, usia klien sudah menginjak usia 78 tahun. Selain itu
klien mengatakan kepala pusing, jantung sering berdebar-debar, nyeri dada
sebelah kiri, nafsu makan menurun. Pemeriksaan fisik didapatkan hasil TD :
140/100 mmHg, N : 150 x/m, RR : 28 x/m, S : 36,5 C. kesadaran composmetis,
dengan pengkajian GCS diperoleh E4M6V5, tampak lemah dan gelisah, keluar
keringat banyak, menggunakan otot bantu pernapasan INF RL 20 Tpm dan terapi
O2 binasal kanul 5 liter.

3.2 Asuhan Keperawatan


3.2.1 Pengkajian
a. Identitas
a) Identitas Klien
Nama : Tn. S
Umur : 78 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Surabaya
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pensiunan
Status : Menikah
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Tanggal masuk : 16 Februari 2019
Diagnosa medis : Gagal Jantung
b) Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. T
Umur : 26 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Surabaya
Agama : Islam
Pendidikan : S1 Akuntansi
Pekerjaan : Wiraswasta
Hubungan dengan klien : Anak kandung
b. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama : Sesak nafas.

15
b) Riwayat Kesehatan Kesehatan : Klien Tn.S umur 78 tahun datang ke
IGD RSUD Soetomo dengan keluhan sesak nafas, kepala pusing, jantung
sering berdebar – debar, nyeri dada sebelah kiri, nafsu makan menurun.
Setelah dilakukan pengkajian 16 Februari 2019 pukul 21.30 WIB kepada
klien didapatkan data pemeriksaan fisik TD : 140/100 mmHg, N : 150
x/m, RR : 28 x/m, S : 36,5°C,kesadaran composmetis, dengan pengkajian
GCS diperoleh E4M6V5, tampak lemah dan gelisah, keluar keringat
banyak, menggunakan otot bantu pernapasan INF RL 20 Tpm dan terapi
O2 binasal kanul 5 liter.
c) Riwayat Kesehatan Masa Lalu : Klien sebelumnya sudah pernah dirawat
di RS dengan keluhan yang sama dan pernah masuk ICU RSUD Soetomo
pada tahun 2011. Klien mengatakan 2 bulan yang lalu klien mempunyai
riwayat bengkak pada ke 2 kakinya. Klien selalu rutin memeriksakan
penyakitnya ke Poli atau ke puskesmas apabila penyakitnya kambuh.
Klien juga mempunyai riwayat asma urat dan tidak merokok setelah
sakit- sakitan.
d) Riwayat Kesehatan Keluarga : Keluarga mengatakan dalam keluarganya
tidak ada yang mempunyai penyakit yang sama seperti Tn.S dan tidak
mempunyai penyakit keturunan ataupun menular.
c. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum : klien tampak lemah dan gelisah, kesadaran
composmetis dengan GCS E4M6V5
b) Tanda-tanda Vital : TD = 140/100 mmHg, N = 150 x/m, RR = 28 x/m,
S = 36,5°C.
c) Kulit : Warna kulit pucat, konjungtiva tidak anemis, punggung
kuku pucat, CRT kembali dalam 2 detik, cubitan perut kembali normal
dalam 2 detik, telapak tangan dan kaki dingin, kulit teraba dingin.
d) Kepala : menshochepal, tidak ada lesi atau edema , rambut cukup
bersih dan beruban
e) Mata : konjungtiva anemis, ikhterik, bentuk simetris
f) Hidung : bentuk simetris, tidak ada pholip, tidak ada cuping hidung
g) Telinga : bentuk sejajar, tidak ada serumen
h) Mulut : mulut tampak kotor, tidak ada caries gigi, dan bibir tidak
tampak sianosis
i) Leher : tidak ada pembesaran kelenjar thyroid dan JVP
j) Dada : bentuk simetris, tidak ada edema dan lesi
k) Paru-paru

16
I : tidak ada lesi, menggunakan otot bantu pernapasan.
Pe : terdengar suara sonor
Pa : tidak ada oedema paru dan terdengar vocal vomitus
Au : terdengar suara nafas tambahan yaitu ronkhi RR : 28 x/m
l) Jantung
I : ictus cordis pada intercosta ke 2-4
Au : terdengar S1 dan S2 ireguler
Pe : bunyi redup
Pa : ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran jantung
m)Abdomen
I : tidak ada lesi, tidak ada oedema dan datar
Au: bising usus 16 x/m
Pe : terdengar bunyi timpani
Pa : tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa dan tidak ada pembesaran
hepar
n) Ektremitas
 Atas : tangan kanan terpasang IF RL 20 TPM
 Bawah : terpasang DC nomor 16
o) Genetalia : tidak ada lesi dan berjenis kelamin laki-laki
d. Pola Fungsional
a) Pola Oksigenasi
 Sebelum sakit : pasien bernafas dengan normal RR = 22x/menit,
tanpa alat bantu pernafasan serta tidak sesak nafas.
 Saat dikaji : pasien RR = 28 x/menit, menggunakan alat bantu
pernafasan dengan menggunakan binasal kanul 5 liter.
b) Pola Nutrisi
 Sebelum sakit : pasien mengatakan makan 3x sehari dengan
komposisi nasi, sayur, dan lauk pauk. Pasien minum 6 – 7 gelas
perhari jenis air putih, kadang teh, kopi atau pun susu
 Saat dikaji : pasien mengatakan makan 3x sehari dengan menu
yang diberikan dari RSUD tetapi klien hanya menghabiskan ¼ porsi
dari RSUD dan minum 3 – 4 gelas perhari jenis air putih.
c) Pola Eliminasi
 Sebelum sakit : pasien mengatakan BAB 1x sehari dengan
konsistensi berbentuk lunak berwarna kuning. BAK ± 4-5 perhari
berwarna kuning jernih
 Saat dikaji : pasien belum BAB sejak 2 hari yang lalu,
terpasang DC dengan volume urin 30 cc/jam, berwarna kuning dan
bau khas amoniak.
d) Pola aktivitas
 Sebelum sakit : pasien mengatakan dapat beraktivas secara mandiri
tanpa bantuan orang lain.

17
 Saat dikaji : pasien hanya bisa tiduran di tempat tidur dan
terbaring lemah.
e) Pola istirahat
 Sebelum sakit : pasien mengatakan biasa tidur malam ± 6 – 7 jam
tanpa ada keluhan di malam hari dan istirahat tidur siang ± 1-2 jam
tetapi kadang-kadang.
 Saat dikaji : pasien tidur malam ± 5 jam hanya terbaring lemah
di tempat tidur dan sering terbangun pada malam hari.

f) Personal hygine
 Sebelum sakit : pasien mandi 2x sehari pagi dan sore, gosok gigi
dan keramas.
 Saat dikaji : pasien belum pernah diseka oleh keluarganya.
g) Kebutuhan rasa aman dan nyaman
 Sebelum sakit : pasien tidak merasa gelisah, pasien merasa nyaman
di dekat keluarga dan teman-temannya.
 Saat dikaji : pasien tidak nyaman saat di RS dan tampak
gelisah dan khawatir terhadap kesehatanya.
h) Kebutuhan mempertahankan temperatur
 Sebelum sakit : pasien menggunakan jaket dan selimut jika dingin
dan pasien memakai pakaian yang agak tipis dan yang menyerap
keringat jika merasa panas.
 Saat dikaji : pasien tidak mengenakan baju karena merasa
panas dan berkeringat , hanya menggunakan selimut.
i) Kebutuhan berpakaian
 Sebelum sakit : pasien dapat berpakaian rapi dan mandiri, tanpa
bantuan orang lain. Pasien mmengganti pakaian 2x sehari setelah
mandi.
 Saat dikaji : pasien selama di RSUD tidak pernah memakai
baju hanya menggunakan selimut.
j) Kebutuhan berkomunikasi
 Sebelum sakit : pasien dapat berkomunikasi dengan lancar
menggunakan bahasa jawa atau bahasa Indonesia.
 Saat dikaji : pasien berbicara seperlunya saja.

18
k) Kebutuhan bekerja
 Sebelum sakit : pasien dapat melakukan kegiatan rutin seperti
biasanya .
 Saat dikaji : pasien tidak dapat bekerja dan tidak dapat
melakukan kegiatan.
l) Kebutuhan rekreasi

 Sebelum sakit : pasien mengatakan tidak mempunyai kebiasan


rutin untuk rekreasi, pasien hanya berkunjung ke rumah saudara –
saudaranya.
 Saat dikaji : pasien tidak dapat melihat keluar.
m)Kebutuhan belajar
 Sebelum sakit : pasien mengatakan mendapat informasi dari TV
atau radio.
 Saat dikaji : pasien belum tahu banyak tentang penyakit yang
dideritanya.
n) Pola Spiritual
 Sebelum sakit : pasien menjalankan shalat lima waktu dan
menjalankan ibadah sesuai ajaran yang dianutnya.
 Saat dikaji : pasien belum bisa menjalankan ibadah dengan
kondisi sekarang ini dan keluarga Tn. S hanya bisa berdoa untuk
kesembuhan Tn. S.
e. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Laboratorium

Laboratorium Hasil Satuan Nilai normal

Leukosit 12.930 10^3/ uL 4,80 - 10,80

Eritrosit 4,7 10^6/uL 4,20 –-5,40

Hemoglobin 14,8 g/dl 12,0- 16,0

Hematrokit 4,5 % 37,0 - 47,0

MCV 94,3 Fl 79,0 - 99,0

Trombosit 24.300

MCH 31,4 Pg 22.70 - 31,0

19
RDW 13,3 % 11,5 - 14,5

MCHC 33,3 - -

Hitung jenis :

Laboratorium Hasil Satuan Nilai Normal

Basofil 0,1 - -

Eosinofil 0,4 - -

Batang 0,00 - -

Segmen 81,3 - -

Limfosit 8,0 - -

Monosit 10,2 - -

Kimia Darah :

Laboratorium Hasil Satuan Nilai Normal

Troponin 1 Negative Negative Negative

SGOT 68 - -

SGPT 29 - -

Alkali fosfat 52 - -

CKMB 179 - -

LDH 340 - -

Kolesterol total 162 - -

Trigliserid 83 - -

HDL 45,0 - -

LDL 100,4 - -

Ureum darah 38,0 - -

Kreatinin darah 1,40 - -

Asam urat 6,9 - -

GDS 109 - -

20
b) Pemeriksaan EKG
Hasil EKG didapatkan Irama Ireguler, HR 150x/m, atrial fibrillation
with rapid ventricular response left axis deviation septal infarct, age
undetermined abnormal ECG.
f. Analisa data

NO. DATA ETIOLOGI MK

1. DS : klien mengeluh Hipertensi, penyakit arteri Pola Napas Tidak


sesak nafas dan batuk koroner, aritmia akut, infeksi Efektif
berdahak sudah ± 1 emboli paru,dll
Gagal ventrikel kanan
minggu yang lalu.
Tekanan distole
DO :
Bendungan atrium kanan
 Klien tampak sesak
nafas Bendungan vena sistemik
 Klien tampak gelisah
penimbunan as.laktat
dan lemah
 Menggunakan otot bantu
Hepatomegali/splenomegali
pernapasan
 Terdengar suara napas
Mendesak diafragma
ronkhi
 TTV : TD :140/100
Edema paru
mmHg, N : 150 x/m, RR
: 28 x/m, S :36,5 C Kapiler di saluran pernafasan
 Posisi semi fowler

Sesak nafas

Pola napas tidak efektif

2. DS : klien mengeluh Arterosklerosis Penurunan Curah


Aliran darah ke otot jantung
jantung sering berdebar – Jantung
menurun
debar.
Hipoksia dan asidosis
DO :
Kontraksi otot jantung
 Kepala pusing
 Jantung sering menurun
Gagal jantung kiri
berdebar-debar
Volume darah pada ventrikel
 Tampak gelisah dan

21
lemah menurun
 Gambaran EKG : Hasil Penurunan curah jantung
EKG pada pasien ini
didapatkan Irama
Ireguler, HR 150x/m,
atrial fibrillation with
rapid ventricular
response left axis
deviation septal infarct,
age undetermined
 TTV : TD :140/100
mmHg, N : 150 x/m, RR
: 28 x/m, S :36,5°C
3. DS : Klien mengeluh Hipertensi, penyakit arteri Nyeri Kronis
nyeri dada sebelah kiri koroner, aritmia akut, infeksi
menjalar ke belakang emboli paru,dll
Kontraksi miokard
punggung.
Aliran darah ke organ
P : dirasakan tiba-tiba Suplai o2 ke seluruh tubuh
muncul saat batuk Metabolisme
Q : dirasakan seperti Asam laktat pada miokardium
disayat-sayat Nyeri kronis
R : nyeri pada dada kiri
menjalar ke
belakang
punggung
T : timbul secara tiba-
tiba
S : Skala nyeri 5

DO :
 Klien tampak menahan
nyeri
 Tampak gelisah dan
lemah
 Tampak keluar keringat
banyak
 TTV : TD :
140/100mmHg, N : 150
x/m, RR : 28 x/m, S :

22
36,5°c

3.2.2 Diagnosa Keperawatan


1) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi.
2) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama jantung.
3) Nyeri kronis berhubungan dengan gangguan iskemik.

3.2.3 Intervensi Keperawatan

NO Diagnosa NOC NIC


Keperawatan

1 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Nafas (3140)


pola nafas b.d keperawatan 2x24 jam  Membuka jalan nafas dengan tehnik
Hiperventilasi diharapkan ketidakefektifan chin lift atau jaw thrust sebagai
mana semestinya
pola nafas pasien dapat
teratasi dengan kriteria hasil:  Memposisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
(Domain 4.
Aktivitas/Istirahat,  Melakukan auskultasi suara nafas,
Status pernafasan (0415)
catat area ventilasinya menurun atau
Kelas 4. Respon
1) [041501/II] Frekuensi tidak dan apakah ada suara nafas
Kardiovaskuler/ tambahan.
Pernafasan (5)
pulmonal. Kode 2) [041502/II] Irama
 Memposisikan klien untuk
00032) Pernafasan (5) meringankan sesak nafas
3) [041532/II] Kepatenan
Jalan Nafas (5)
4) [041508/II] Saturasi
Monitor Pernafasan (3350)
Oksigen (5)
 Memonitor kecepatan, irama,
kedalaman dan kesulitan bernafas
Status pernafasan :
 Memonitor suara nafas tambahan
Pertukaran gas (0402) seperti ngorok atau mengi
1) [040203/II] Disnpnea
 Memonitor pola nafas (Misalnya
saat istirahat (5)
bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
2) [040208/II] Tekanan
pernafasan kusmaul, pernafasan 1:1,
parsial oksigen di arteri apneustik, respirasi biot, dan pola
PaO2(5) ataxic)
3) [041532/II] Tekanan
 Monitor saturasi oksigen pada pasien
parsial karbondioksida di

23
darah arteri PaCO2(5)
4) [041508/II] Saturasi
Monitor Tanda-tanda Vital (6680)
Oksigen (5)
 Memonitor tekanan darah, nadi, suhu,
dan status pernafasan dengan tepat.

 Memonitor tekanan darah saat pasien


berbarig, duduk, dan berdiri sebelum
dan sesudah perubahan posisi.

 Meauskultasi tekanan darah di kedua


lengan dan bandingkan.

 Memonitor keberadaan dan kualitas


nadi

 Memonitor irama dan tekanan


jantung

24
2 Penurunan Curah Setelah dilakukan tindakan Manajemen Asam Basa (1910)
Jantung b.d keperawatan 2x24jam  Mempertahankan kepatenan jalan
perubahan irama diharapkan penurunan curah nafas

jantung jantung pasien dapat teratasi  Memposisikan klien untuk


dengan kriteria hasil: mendapatkan ventilasi yang adekuat
(Domain 4. (misalnya menaikkan posisi kepala di
Aktivitas/Istirahat, Tanda Tanda Vital (0802) tempat tidur)
kelas 4.
Respon 1) [080201/II] Suhu Tubuh  Mempertahankan kepatenan akses
Kardiovaskuler/ (5) selang IV
2) [040202/II] Denyut
pulmonal. Kode  Memonitor kecenderungan pH rteri,
Jantung apikal (5)
00029) PaCO2, dan HCO3 dalam rangka
3) [080205/II] Tekanan
mempertimbangkan jenis
darah sistolik (5) ketidakseimbangan yang terjadi.
4) [080206/II] Tekanan
darah diastolik (5)  Mempertahankan pemeriksaan
5) [080208/II] Irama Jantung berkala terhadap pH arteri dan
Apikal (5) plasma elektrolit untuk membuat
6) [080209/II] Tekanan Nadi perencanaan perawatan yang akurat.

(5)

Manajemen Elektrolit (2000)

Keefektifan pompa jantung  Memonitor nilai serum elektrolit


yang abnormal
(0400)
1) [040001/II] Tekanan  Memberikan cairan sesuai resep
Darah Sistol (5)  Mempertahankan pencatatan asupan
2) [040019/II] Tekanan
dan haluaran yang akurat
darah diastol (5)
3) [040011/II] Suara Jantung  Memberikan diet sesuai dengan
Abnormal(5) kondisi ketidakseimbangan elektrolit
4) [040030/II] Intoleransi klien

Aktivitas (5)  Mengkonsultasikan dengan dokter


jika tanda-tanda ketidakseimbangan
elektrolit mulai menetap atau
Status sirkulasi (0401) memburuk.
1) [040101/II] Tekanan
Darah Sistol (5)
2) [040102/II] Tekanan

25
darah diastol (5) Perawatan Jantung (4040)
3) [040103/II] Tekanan
 Secara rutin mengecek kondisi pasien
Nadi(5) aik secara fisik dan psikologis sesuai
4) [040112/II] Perbedaan dengan kebijakan tiap agen/penyedia
oksigen arteri-vena (5) layanan

 Menginstruksikan pasien tentang


pentingnya untuk segera melaporkan
Perfusi Jaringan: seluler
bila merasakan nyeri dada
(0416)
 Mengevaluasi episode nyeri dada dan
1) [041605/II]
factor yang memicu serta memicu
Keseimbangan cairan (5) serta meringankan nyeri dada
2) [041607/II] Irama Jantung
(5)  Memonitor EKG
3) [041614/II] Mual (5)
4) [041615/II] Muntah (5)  Melakukan penilaian komprehensif
pada sirkulasi perifer (misalnya, cek
nadi perifer, edema, pengeisian ulang
kapiler, warna dan suhu ekstremitas)
secara rutin

 Memonitor tanda-tanda vital secara


rutin

 Memonitor status pernafasan terkait


kondisi gagal jantung

 Memonitor sesak nafas, kelelahan,


takipnea dan orthopneamelakukan
terapi relaksasi.

3 Nyeri Kronis b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (1400)


Gangguan Iskemik keperawatan 2x24 jam  Melakukan pengkajian nyeri
diharapkan Nyeri Kronis komprehensif yang meliputi lokasi,
karakteristik, onset/durasi, frekuensi,
pasien dapat teratasi dengan
kualitas atau intensitas atau bertanya
(Domain 12. kriteria hasil: nyeri dan faktor pencetus.
Kenyamanan,
Kontrol Nyeri (1605)  Mengobservasi petunjuk non verbal
Kelas 1 mengenai ketidaknyamanan terutama
1) [160502/II] Mengenali
Kenyamanan Fisik. kepada mereka yang tidak bisa
Kapan Nyeri Terjadi(5) berkomunikasi secara efektif
Kode 00133) 2) [160501/II]

26
Menggambarkan faktor  Memastikan perawatan analgesik
penyebab (5) pada pasien dilakukan dengan
3) [160513/IV] Melaporkan pemantauan yang ketat
perubahan terhadap gejala  Menggali bersama pasien faktor
nyeri pada profesional faktor yang dapat menurunkan atau
kesehatan(5) bahkan memperberat nyeri
4) [041615/IV] Muntah (5)

Sentuhan Terapeutik (5465)


Tingkat Nyeri ( 2102 )  Menciptakan lingkungan yang
1) [210201/V] Nyeri yang nyaman tanpa distraksi
dilaporkan(5)  Menentukan kesediaan untuk
2) [210204/V] Panjangnya merasakan intervensi
episode nyeri (5)
3) [210217/V] Menggerang  Menempatkan pasien pada tempat
duduk yang nyaman atau posisi
dan menangis(5)
4) [210227/V] Mual (5) terlentang
5) [210215/V] Kehilangan
 Memfokuskan pada niat untuk
nafsu makan (5) memfasilitasi keseluruhan dan
kesembuhan pada tingkat kesadaran
yang berbeda
Status Kenyamanan (2008 )
1) [200801/V]Kesejahteraan
Terapi Musik (4400)
fisik (5)
2) [200803/V] Kesejahteraan  Mendefiniskan perubahan spesifik
perilaku dan fisiologi seperti yang
psikologis(5)
diinginkan (misalnya: relaksasi,
3) [200806/V] Dukungan
stimulasi, konsentrasi, dan
Sosial dan keluarga(5) pengurangan nyeri.
4) [200808/V] Hubungan
sosial (5)  Mempertimbangkan minat klien
pada musik

 Mengidentifikasikan musik yang


disukai klien

 Memastikan volume musik adekuat


dan tidak terlalu keras

 Menghindari menghindupkan musik

27
dan membiarkan dalam waktu yang
lama.

28
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

 Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang


adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi. Penyebabnya
antara lain disritmia, malfungsi katub, abnormalitas otot jantung, dan rupture
miokard.
 Gejala klinis gagal jantung: dispnea, ortopnea, pernapasan cheyne-stoke,
Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND), asites piting edema, berat badan meningkat.
 Klasifikasi gagal jantung kongestif menurut American Heart Association yaitu
stage A, stage B, stage C, dan stage D. Sedangkan menurut The New York Heart
Association, gagal jantung diklasifikasikan menjadi empat kelas, meliputi kelas I –
IV.
 Komplikasi yang dapat terjadi karena gagal jantung seperti edema pulmoner
akut, hiperkalemia, perikarditis, hipertensi, dan anemia.
 Penatalaksanaan gagal jantung dapat berupa pengaturan tirah baring, diet,
pemenuhan oksigen, pemberian sedatif, dan pembatas aktifitas fisik serta istirahat.
 Guna menegakkan diagnosa gagal jantung kongestif dapat dilakukan
pemeriksaan EKG, scan jantung, sonogram, kateterisasi jantung, rontgent dada,
analisa gas darah, dan pemeriksaan tiroid.
 Perawatan secara paliatif pada pasien dengan gagal jantung bisa dilakukan
dengan 1) Home Based Exercise Training (HBET), 2) Terapi Penyekat Beta sebagai
Anti-Remodelling pada Gagal Jantung, 3) Latihan Nafas Dalam terhadap Sensitivitas
Barofleks Arteri.

4.2 Saran
Kita sebagai mahasiswa keperawatan seharusnya lebih mengembangkan
pengetahuan tentang bagaimana perawatan secara paliatif pada klien dengan gagal
jantung. Sebagai perawat, kita perlu melakukan asuhan keperawatan yang
terorganisir untuk meningkatkan mutu pelayanan dan memberikan hasil yang
berdampak.
DAFTAR PUSTAKA

29
Asmoro, D. A. (2017). Asuhan Keperawatan pada Pasien Congestive Heart Failure
(CHF) dengan Penurunan Curah Jantung Melalui Pemberian Terapi Oksigen
di Ruang ICU PKU Muhammadiyah Gombong.
Austaryani, N.P. (2012). Asuhan Keperawatan pada Tn. J dengan Congestive Heart
Failure (CHF) di Ruang Intensive Cardio Vascular Care Unit (ICVCU)
Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta (Doctoral disertation, Universitas
Muhammadiyah Surakarta).
Brunner & Suddart. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol 2.
Jakarta: EGC.
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochteran, J. M., & Wagner, C. (2013). Nursing
Intervention Classification (NIC) 6th Edition. Oxford : Mosby Elsevier.
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). NANDA International Nursing Diagnoses
Definitions and Classifications 10th Edition. Oxford : Wiley Blackwell.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes
Classifications (NOC) 5th Edition. Oxford : Mosby Elsevier.
Muttaqin, Arif. (2009). Pengantar Asuhan Keperawatan klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular. Jakarta : Salemba Medika.

30

Anda mungkin juga menyukai