Dosen Pembimbing:
Dr. Yuni Sufyanti Arief, S.Kp., M.Kes
Disusun Oleh:
Cucu Eka Pertiwi (131611133007)
Regyana Mutiara Guti (131611133013)
Dwi Utari Wahyuning Putri (131611133019)
Verantika Setya Putri (131611133026)
Rizki Jian Utami (131611133032)
Muhammad Hidayatullah A.M. (131611133039)
Annisa Fiqih (131611133045)
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmat serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas Mata
Kuliah Keperawatan Menjelang Ajal dan Paliatif yang berjudul “Asuhan
Keperawatan pada Pasien dengan Terminal Illness : Gagal Jantung”.
Penyusun
Kelompok 6 A1-2016
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................. i
DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii
BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan...................................................................................... 2
1.3.1 Tujuan Umum................................................................................. 2
1.3.1 Tujuan Khusus................................................................................ 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA................................................................................ 3
2.1 Pengertian Gagal Jantung......................................................................... 3
2.2 Etiologi Gagal Jantung............................................................................. 3
2.3 Patofisiologi Gagal Jantung..................................................................... 4
2.4 Manifestasi Klinis Gagal Jantung............................................................ 5
2.5 Klasifikasi Gagal Jantung........................................................................ 6
2.6 Komplikasi Gagal Jantung....................................................................... 7
2.7 WOC Gagal Jantung................................................................................. 7
2.8 Penatalaksanaan Gagal Jantung............................................................... 8
2.9 Pemeriksaan Diagnostik Gagal Jantung................................................... 9
2.10 Tahapan Perawatan pada Pasien Gagal Jantung..................................... 10
2.11 Perawatan secara Paliatif pada Pasien dengan Gagal Jantung............... 11
2.12 Peran Perawat dalam Penatalaksanaan Proses Perawatan Paliatif......... 15
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN......................................................................... 17
3.1 Kasus........................................................................................................ 17
3.2 Asuhan Keperawatan................................................................................ 17
3.2.1 Pengkajian...................................................................................... 17
3.2.2 Diagnosa Keperawatan................................................................... 26
3.2.3 Intervensi Keperawatan.................................................................. 26
BAB 4 PENUTUP...................................................................................................... 32
4.1 Kesimpulan.............................................................................................. 32
4.2 Saran......................................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 33
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
kasus gagal jantung ringan, dan meningkat menjadi 30-40% pada gagal jantung
berat. Menurut penelitia, sebagian besar lansia yang didiagnosis menderita
Congestive Heart Failure tidak dapat hidup lebih dari 5 tahun (Kowalak, 2011).
Pendekatan perawatan paliatif bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit yang
mengancam jiwa, dengan cara meringankan penderita dari rasa sakit melalui
identifikasi dini, pengkajian yang sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta
masalah lainnya baik fisik, psikologis, sosial atau spiritual (WHO, 2016).
Perawatan paliatif dilakukan sejak awal perjalanan penyakit, bersamaan dengan
terapi lain dan menggunakan pendekatan tim kesehatan yang serius. Perawatan
paliatif pada penyakit kardiovaskuler meliputi manajemen nyeri dan gejala,
dukungan psikososial, emosional, dukungan spiritual, dan kondisi hidup nyaman
dengan perawatan yang tepat, baik di rumah, rumah sakit atau tempat lain sesuai
pilihan pasien.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2
mana kelainan fungsi jantung menyebabkan kegagalan jantung memompa darah
untuk memenuhi kebutuhan jaringan, atau hanya dapat memenuhi kebutuhan
jaringan dengan meningkatkan tekanan pengisian (Fachrunnisa, dkk, 2015).
Gagal jantung dikenal dalam beberapa istilah yaitu gagal jantung kiri,
kanan, dan kombinasi atau kongestif. Pada gagal jantung kiri terdapat bendungan
paru, hipotensi, dan vasokontriksi perifer yang mengakibatkan penurunan perfusi
jaringan. Gagal jantung kanan ditandai dengan adanya edema perifer, asites dan
peningkatan tekanan vena jugularis.Gagal jantung kongestif adalah gabungan dari
kedua gambaran tersebut. Namun demikian, kelainan fungsi jantung kiri maupun
kanan sering terjadi secara bersamaan (McPhee, 2010).
3
meningkat. Pembebanan jantung yang lebih besar meningkatkan simpatis
sehingga kadar katekolamin dalam darah meningkat dan terjadi takikardi dengan
tujuan meningkatkan curah jantung.
Pembebanan jantung yang berlebihan dapat meningkatkan curah jantung
menurun, maka akan terjadi redistribusi cairan dan elektrolit (Na) melalui
pengaturan cairan oleh ginjal dan vasokonstriksi perifer dengan tujuan untuk
memperbesar aliran balik vena ke dalam ventrikel sehingga meningkatkan tekanan
akhir diastolik dan menaikan kembali curah jantung. Dilatasi, hipertrofi, takikardi,
dan redistribusi cairan badan merupakan mekanisme kompensasi untuk
mempertahankan curah jantung dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi badan. Bila
semua kemampuan mekanisme kompensasi jantung tersebut di atas sudah
dipergunakan seluruhnya dan sirkulasi darah dalam badan belum juga terpenuhi
maka terjadilah keadaan gagal jantung.
Sedangkan menurut Smeltzer (2002), gagal jantung kiri atau gagal jantung
ventrikel kiri terjadi karena adanya gangguan pemompaan darah oleh ventrikel
kiri sehingga curah jantung kiri menurun dengan akibat tekanan akhir diastol
dalam ventrikel kiri dan volume akhir diastole dalam ventrikel kiri meningkat.
Keadaan ini merupakan beban atrium kiri dalam kerjanya untuk mengisi ventrikel
kiri pada waktu diastolik, dengan akibat terjadinya kenaikan tekanan rata-rata
dalam atrium kiri. Tekanan dalam atrium kiri yang meninggi ini menyebabkan
hambatan aliran masuknya darah dari vena-vena pulmonal. Bila keadaan ini terus
berlanjut maka bendungan akan terjadi juga dalam paru-paru dengan akibat
terjadinya edema paru dengan segala keluhan dan tanda-tanda akibat adanya
tekanan dalam sirkulasi yang meninggi.
Keadaan yang terakhir ini merupakan hambatan bagi ventrikel kanan yang
menjadi pompa darah untuk sirkuit paru (sirkulasi kecil). Bila beban pada
ventrikel kanan itu terus bertambah, maka akan merangsang ventrikel kanan untuk
melakukan kompensasi dengan mengalami hipertrofi dan dilatasi sampai batas
kemampuannya, dan bila beban tersebut tetap meninggi maka dapat terjadi gagal
jantung kanan, sehingga pada akhirnya terjadi gagal jantung kiri-kanan.
Gagal jantung kanan dapat pula terjadi karena gangguan atau hambatan pada
daya pompa ventrikel kanan sehingga isi sekuncup ventrikel kanan tanpa
didahului oleh gagal jantung kiri. Dengan menurunnya isi sekuncup ventrikel
kanan, tekanan dan volume akhir diastol ventrikel kanan akan meningkat dan ini
4
menjadi beban atrium kanan dalam kerjanya mengisiventrikel kanan pada waktu
diastol, dengan akibat terjadinya kenaikan tekanan dalam atrium kanan. Tekanan
dalam atrium kanan yang meninggi akan menyebabkan hambatan aliran masuknya
darah dalam vena kafa superior dan inferior kedalam jantung sehingga
mengakibatkan kenaikan dan adanya bendungan pada vena-vena sistemik tersebut
(bendungan pada vena jugularis yang meninggi dan hepatomegali). Bila keadaan
ini terus berlanjut, maka terjadi bendungan sistemik yang berat dengan akibat
timbulnya edema tumit dan tungkai bawah dan asites.
5
3) Stage C
Stage C menunjukkan bahwa telah terjadi kerusakan struktural pada jantung
bersamaan dengan munculnya gejala sesaat ataupun setelah terjadi kerusakan.
Gejala yang timbul dapat berupa nafas pendek, lemah, tidak dapat melakukan
aktivitas berat.
4) Stage D
Pasien dengan stage D adalah pasien yang membutuhkan penanganan
ataupun intervensi khusus dan gejala dapat timbul bahkan pada saat keadaan
istirahat, serta pasien yang perlu dimonitoring secara ketat.
1) Kelas I : Aktivitas fisik tidak dibatasi, melakukan aktivitas fisik secara normal
tidak menyebabkan dyspnea, kelelahan, atau palpitasi.
2) Kelas II : Aktivitas fisik sedikit dibatasi, melakukan aktivitas fisik secara
normal menyebabkan kelelahan, dyspnea, palpitasi, serta angina pektoris (mild
CHF).
3) Kelas III : Aktivitas fisik sangat dibatasi, melakukan aktivitas fisik sedikit saja
mampu menimbulkan gejala yang berat (moderate CHF).
4) Kelas IV : Pasien dengan diagnosa kelas IV tidak dapat melakukan aktivitas
fisik apapun, bahkan dalam keadaan istirahat mampu menimbulkan gejala yang
berat (severe CHF).
INFARK MIOKARD
MK : Nyeri
Kronis
2.8 Penatalaksanaan Gagal Jantung
Menurut Mansjoer (2001) prinsip penatalaksanaan gagal jantung kongestif
adalah:
1) Tirah baring
Tirah baring mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga cadangan
jantung dan menurunkan tekanan darah.
2) Diet
Pengaturan diet membuat kerja dan ketegangan otot jantung minimal. Selain
itu pembatasan natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur dan mengurangi
edema.
3) Oksigen
Pemenuhan oksigen akan mengurangi demand miokard dan membantu
memenuhi oksigen tubuh
4) Terapi Diuretik
7
Diuretik memiliki efek anti hipertensi dengan meningkatkan pelepasan air
dan garam natrium sehingga menyebabkan penurunan volume cairan dan
merendahkan tekanan darah.
5) Digitalis
Digitalis memperlambat frekuensi ventrikel dan meningkatkan kekuatan
kontraksi peningkatan efisiensi jantung. Saat curah jantung meningkat, volume
cairan lebih besar dikirim ke ginjal untuk filtrasi, eksresi dan volume
intravaskuler menurun.
6) Inotropik Positif
Dobutamin meningkatkan kekuatan kontraksi jantung (efek inotropik
positif) dan meningkatkan denyut jantung (efek kronotropik positif).
7) Sedatif
Pemberian sedatif bertujuan mengistirahatkan dan memberirelaksasi pada
klien.
8) Pembatasan Aktivitas Fisik dan Istirahat
Pembatasan aktivitas fisik dan istirahat yang ketat merupakan tindakan
penanganan gagal jantung.
8
8) Analisa Gas Darah (AGD)
Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratori ringan (dini) atau
hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir).
9) Pemeriksaan Tiroid
Peningkatan aktifitas tiroid menunjukkan hiperaktifitas tiroid sebagai
pencetus gagal jantung kongestif.
9
untuk pasien di semua pengaturan perawatan sesuai dengan kebutuhan mereka
(Jaarsma, 2009).
10
fisik. Pasien yang stabil dan dirawat dengan baik dapat memulai program home
based exercise training setelah mengikuti tes latihan dasar dengan bimbingan
dan instruksi. Tindak lanjut yang sering dilakukan dapat membantu menilai
manfaat program latihan di rumah, menentukan masalah yang tidak terduga,
dan akan memungkinkan pasien untuk maju ke tingkat pengerahan yang lebih
tinggi jika tingkat kerja yang lebih rendah dapat ditoleransi dengan baik
(Piepolli, 2011). Menurut Suharsono (2013), intervensi yang dilakukan berupa
home based exercise training berupa jalan kakiselama 30 menit, 3 kali dalam
semingguselama 4 minggu dengan intensitas 40-60% heart rate reserve, dan
peningkatan kapasitas fungsional dilakukan dengan SixMinute Walk Test
(6MWT).
2) Terapi Penyekat Beta sebagai Anti-Remodelling pada Gagal Jantung
Gagal jantung merupakan sindrom kompleks yang ditunjukkan dengan
gejala seperti sesak napas saat beraktivitas dan membaik saat beristirahat, tanda
retensi cairan berupa kongesti pulmoner, edema ekstremitas, serta abnormalitas
struktur dan fungsi jantung. Keadaan tersebut berhubungan dengan penurunan
fungsi pompa jantung. Penurunan fungsi pompa jantung dapat terjadi akibat
infark miokard, hipertensi kronis, dan kardiomiopati. Dalam hal ini, jantung
mengalami remodelling sel melalui berbagai mekanisme biokimiawi yang
kompleks dan akhirnya menurunkan fungsi jantung. Metroprolol merupakan
salah satu jenis ß-blocker yang berfungsi meningkatkan fungsi jantung dengan
menghambat remodelling pada jantung. Metoprolol secara signifikan
meningkatkan fungsi ventrikel dosis tinggi 200 mg (n=48) sebagai terapi anti
remodelling, terbukti dengan penurunan LVESV 14 mL/m2 dan peningkatan
EF sebanyak 6% (Amin, 2015).
Berdasarkan pedoman tatalaksana gagal jantung oleh (Siswanto dkk, 2015)
bahwa penyekat β harus diberikan pada semua pasien gagal jantung simtomatik
dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %. Penyekat β memperbaiki fungsi
ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karena
perburukan gagal jantung, dan meningkatkan kelangsungan hidup.
Indikasi pemberian penyekat β yaitu:
a. Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %.
b. Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA).
c. ACEI / ARB (dan antagonis aldosteron jika indikasi) sudah diberikan.
11
d. Pasien stabil secara klinis (tidak ada perubahan dosis diuretik, tidak ada
kebutuhan inotropik i.v. dan tidak ada tanda retensi cairan berat).
Sedangkan kontraindikasi pemberian penyekat β yaitu:
a. Asma
b. Blok AV (atrioventrikular) derajat 2 dan 3, sindroma sinus sakit (tanpa pacu
jantung permanen), sinus bradikardia (nadi < 50x/menit)
Cara pemberian penyekat β pada gagal jantung yaitu:
a. Inisiasi pemberian penyekat β.
b. Penyekat β dapat dimulai sebelum pulang dari rumah sakit pada pasien
dekompensasi secara hati-hati.
c. Naikan dosis secara titrasi.
d. Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 2 – 4 minggu. Jangan
naikan dosis jika terjadi perburukan gagal jantung, hipotensi simtomatik
atau bradikardi (nadi < 50 x/menit).
e. Jika tidak ada masalah diatas, gandakan dosis penyekat β sampai dosis
target atau dosis maksimal yang dapat di toleransi.
Efek tidak menguntungkan yang dapat timbul akibat pemberian penyekat β
adalah:
a. Hipotensi simtomatik.
b. Perburukan gagal jantung.
c. Bradikardia.
3) Pengaruh Latihan Nafas Dalam terhadap Sensitivitas Barofleks Arteri
Penyakit gagal jantung dapat mengakibatkan berbagai kerusakan yang
berdampak pada kualitas hidup klien. Salah satu kerusakan yang terjadi adalah
kerusakan pada baroreflek arteri. Baroreflek arteri merupakan mekanisme
dasar yang terlibat dalam pengaturan tekanan darah. Hasil penerapan evidance
based nursing, latihan nafas dalam dapat memberikan pengaruh terhadap
sensitivitas barorefleks. Hasil setelah diberikan intervensi selama seminggu
terdapat peningkatan tekanan darahsistolik dari 80 mmHg menjadi 100 mmHg,
nilai denyut nadi mengalami penurunan dari 88 kali/menit menjadi 80
kali/menit dan pada frekuensi pernafasan terjadi penurunan dari 24 kali/menit
menjadi 18 kali/menit.
Sensitivitas baroreflek dapat ditingkatkan secara signifikan dengan bernafas
lambat. Hal ini menunjukkan adanya hubungan peningkatan aktivitas vagal dan
penurunan simpatis yang dapat menurunkan denyut nadi dan tekanan darah.
Penurunan tekanan darah dan reflek kemoresptor juga dapat teramati selama
menghirup nafas secara lambat dandalam. Metode latihan relaksasi nafas dalam
12
adalah dalam sistem saraf manusia terdapat sistem saraf pusat dan sistem saraf
otonom. Fungsi sistem saraf pusat adalah mengendalikan gerakan yang
dikehendaki, misalnya gerakan tangan, kaki, leher, dan jari-jari. Sistem saraf
otonom berfungsi mengendalikan gerakan yang otomatis misalnya fungsi
digestif dan kardiovaskuler. Sistem saraf otonom terdiri dari dua sistem yang
kerjanya saling berlawanan yaitu saraf simpatis dan saraf parasimpatis. Saraf
simpatis bekerja meningkatkan rangsangan atau memacu organ-organ tubuh
meningkatkan denyut jantung dan pernapasan serta menimbulkan penyempitan
pembuluh darah perifer dan pembesaran pembuluh pusat. Saraf parasimpatis
bekerja menstimulasi naiknya semua fungsi yang diturunkan oleh saraf
simpatis. Pada waktu orang mengalami ketegangan dan kecemasan yang
bekerja adalah sistem saraf simpatis sehingga denyut jantung, tekanan darah,
jumlah pernafasan, aliran darah ke otot sering meningkat (Balady, 2007).
13
dan khusus dalam menggunakan obat-obatan intravena untuk mengatasi nyeri
neuropatik yang tidak mudah diatasi.
c. Peneliti
Perawat menghasilkan ilmu pengetahuan baru melalui pertanyaan-
pertanyaan penelitian dan memulai pendekatan baru yang ditunjukan pada
pertanyaan-pertanyaan penelitian. Perawat dapat meneliti dan terintegrasi pada
penelitian perawatan paliatif.
d. Bekerja sama (collaborator)
Perawat sebagai penasihat anggota/staff dalam mengkaji bio-psiko-sosial-
spiritual dan penatalaksanaannya. Perawat membangun dan mempertahankan
hubungan kolaborasi dan mengidentifikasi sumber dan kesempatan bekerja
dengan tim perawatan paliatif, perawat memfasilitasi dalam mengembangkan dan
mengimplementasikan anggota dalam pelayanan, kolaborasi perawat/dokter dan
komite penasihat. Perawat memperlihatkan nilai-nilai kolaborasi dengan pasien
dan keluarganya dengan tim antar disiplin ilmu, dan tim kesehatan lainnya dalam
memfasilitasi kemungkinan hasil terbaik.
e. Penasihat (Consultant)
Perawat berkolaborasi dan berdiskusi dengan dokter, tim perawatan paliatif
dan komite untuk menentukan tindakan yang sesuai dalam pertemuan/rapat
tentang kebutuhan-kebutuhan pasien dan keluarganya. Dalam memahami peran
perawat dalam proses penatalaksanaan perawatan paliatif sangat penting untuk
mengetahui proses asuhan keperawatan dalam perawatan paliatif.
14
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Kasus
Tn.S datang ke IGD RSUD Soetomo, klien datang dengan didampingi oleh
anaknya. Setelah dilakukan pengkajian oleh perawat klien mengatakan bahwa
keluhan yang dirasakan adalah sesak nafas, sehingga klien mengajak anaknya
untuk datang ke rumah sakit, usia klien sudah menginjak usia 78 tahun. Selain itu
klien mengatakan kepala pusing, jantung sering berdebar-debar, nyeri dada
sebelah kiri, nafsu makan menurun. Pemeriksaan fisik didapatkan hasil TD :
140/100 mmHg, N : 150 x/m, RR : 28 x/m, S : 36,5 C. kesadaran composmetis,
dengan pengkajian GCS diperoleh E4M6V5, tampak lemah dan gelisah, keluar
keringat banyak, menggunakan otot bantu pernapasan INF RL 20 Tpm dan terapi
O2 binasal kanul 5 liter.
15
b) Riwayat Kesehatan Kesehatan : Klien Tn.S umur 78 tahun datang ke
IGD RSUD Soetomo dengan keluhan sesak nafas, kepala pusing, jantung
sering berdebar – debar, nyeri dada sebelah kiri, nafsu makan menurun.
Setelah dilakukan pengkajian 16 Februari 2019 pukul 21.30 WIB kepada
klien didapatkan data pemeriksaan fisik TD : 140/100 mmHg, N : 150
x/m, RR : 28 x/m, S : 36,5°C,kesadaran composmetis, dengan pengkajian
GCS diperoleh E4M6V5, tampak lemah dan gelisah, keluar keringat
banyak, menggunakan otot bantu pernapasan INF RL 20 Tpm dan terapi
O2 binasal kanul 5 liter.
c) Riwayat Kesehatan Masa Lalu : Klien sebelumnya sudah pernah dirawat
di RS dengan keluhan yang sama dan pernah masuk ICU RSUD Soetomo
pada tahun 2011. Klien mengatakan 2 bulan yang lalu klien mempunyai
riwayat bengkak pada ke 2 kakinya. Klien selalu rutin memeriksakan
penyakitnya ke Poli atau ke puskesmas apabila penyakitnya kambuh.
Klien juga mempunyai riwayat asma urat dan tidak merokok setelah
sakit- sakitan.
d) Riwayat Kesehatan Keluarga : Keluarga mengatakan dalam keluarganya
tidak ada yang mempunyai penyakit yang sama seperti Tn.S dan tidak
mempunyai penyakit keturunan ataupun menular.
c. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum : klien tampak lemah dan gelisah, kesadaran
composmetis dengan GCS E4M6V5
b) Tanda-tanda Vital : TD = 140/100 mmHg, N = 150 x/m, RR = 28 x/m,
S = 36,5°C.
c) Kulit : Warna kulit pucat, konjungtiva tidak anemis, punggung
kuku pucat, CRT kembali dalam 2 detik, cubitan perut kembali normal
dalam 2 detik, telapak tangan dan kaki dingin, kulit teraba dingin.
d) Kepala : menshochepal, tidak ada lesi atau edema , rambut cukup
bersih dan beruban
e) Mata : konjungtiva anemis, ikhterik, bentuk simetris
f) Hidung : bentuk simetris, tidak ada pholip, tidak ada cuping hidung
g) Telinga : bentuk sejajar, tidak ada serumen
h) Mulut : mulut tampak kotor, tidak ada caries gigi, dan bibir tidak
tampak sianosis
i) Leher : tidak ada pembesaran kelenjar thyroid dan JVP
j) Dada : bentuk simetris, tidak ada edema dan lesi
k) Paru-paru
16
I : tidak ada lesi, menggunakan otot bantu pernapasan.
Pe : terdengar suara sonor
Pa : tidak ada oedema paru dan terdengar vocal vomitus
Au : terdengar suara nafas tambahan yaitu ronkhi RR : 28 x/m
l) Jantung
I : ictus cordis pada intercosta ke 2-4
Au : terdengar S1 dan S2 ireguler
Pe : bunyi redup
Pa : ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran jantung
m)Abdomen
I : tidak ada lesi, tidak ada oedema dan datar
Au: bising usus 16 x/m
Pe : terdengar bunyi timpani
Pa : tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa dan tidak ada pembesaran
hepar
n) Ektremitas
Atas : tangan kanan terpasang IF RL 20 TPM
Bawah : terpasang DC nomor 16
o) Genetalia : tidak ada lesi dan berjenis kelamin laki-laki
d. Pola Fungsional
a) Pola Oksigenasi
Sebelum sakit : pasien bernafas dengan normal RR = 22x/menit,
tanpa alat bantu pernafasan serta tidak sesak nafas.
Saat dikaji : pasien RR = 28 x/menit, menggunakan alat bantu
pernafasan dengan menggunakan binasal kanul 5 liter.
b) Pola Nutrisi
Sebelum sakit : pasien mengatakan makan 3x sehari dengan
komposisi nasi, sayur, dan lauk pauk. Pasien minum 6 – 7 gelas
perhari jenis air putih, kadang teh, kopi atau pun susu
Saat dikaji : pasien mengatakan makan 3x sehari dengan menu
yang diberikan dari RSUD tetapi klien hanya menghabiskan ¼ porsi
dari RSUD dan minum 3 – 4 gelas perhari jenis air putih.
c) Pola Eliminasi
Sebelum sakit : pasien mengatakan BAB 1x sehari dengan
konsistensi berbentuk lunak berwarna kuning. BAK ± 4-5 perhari
berwarna kuning jernih
Saat dikaji : pasien belum BAB sejak 2 hari yang lalu,
terpasang DC dengan volume urin 30 cc/jam, berwarna kuning dan
bau khas amoniak.
d) Pola aktivitas
Sebelum sakit : pasien mengatakan dapat beraktivas secara mandiri
tanpa bantuan orang lain.
17
Saat dikaji : pasien hanya bisa tiduran di tempat tidur dan
terbaring lemah.
e) Pola istirahat
Sebelum sakit : pasien mengatakan biasa tidur malam ± 6 – 7 jam
tanpa ada keluhan di malam hari dan istirahat tidur siang ± 1-2 jam
tetapi kadang-kadang.
Saat dikaji : pasien tidur malam ± 5 jam hanya terbaring lemah
di tempat tidur dan sering terbangun pada malam hari.
f) Personal hygine
Sebelum sakit : pasien mandi 2x sehari pagi dan sore, gosok gigi
dan keramas.
Saat dikaji : pasien belum pernah diseka oleh keluarganya.
g) Kebutuhan rasa aman dan nyaman
Sebelum sakit : pasien tidak merasa gelisah, pasien merasa nyaman
di dekat keluarga dan teman-temannya.
Saat dikaji : pasien tidak nyaman saat di RS dan tampak
gelisah dan khawatir terhadap kesehatanya.
h) Kebutuhan mempertahankan temperatur
Sebelum sakit : pasien menggunakan jaket dan selimut jika dingin
dan pasien memakai pakaian yang agak tipis dan yang menyerap
keringat jika merasa panas.
Saat dikaji : pasien tidak mengenakan baju karena merasa
panas dan berkeringat , hanya menggunakan selimut.
i) Kebutuhan berpakaian
Sebelum sakit : pasien dapat berpakaian rapi dan mandiri, tanpa
bantuan orang lain. Pasien mmengganti pakaian 2x sehari setelah
mandi.
Saat dikaji : pasien selama di RSUD tidak pernah memakai
baju hanya menggunakan selimut.
j) Kebutuhan berkomunikasi
Sebelum sakit : pasien dapat berkomunikasi dengan lancar
menggunakan bahasa jawa atau bahasa Indonesia.
Saat dikaji : pasien berbicara seperlunya saja.
18
k) Kebutuhan bekerja
Sebelum sakit : pasien dapat melakukan kegiatan rutin seperti
biasanya .
Saat dikaji : pasien tidak dapat bekerja dan tidak dapat
melakukan kegiatan.
l) Kebutuhan rekreasi
Trombosit 24.300
19
RDW 13,3 % 11,5 - 14,5
MCHC 33,3 - -
Hitung jenis :
Basofil 0,1 - -
Eosinofil 0,4 - -
Batang 0,00 - -
Segmen 81,3 - -
Limfosit 8,0 - -
Monosit 10,2 - -
Kimia Darah :
SGOT 68 - -
SGPT 29 - -
Alkali fosfat 52 - -
CKMB 179 - -
LDH 340 - -
Trigliserid 83 - -
HDL 45,0 - -
LDL 100,4 - -
GDS 109 - -
20
b) Pemeriksaan EKG
Hasil EKG didapatkan Irama Ireguler, HR 150x/m, atrial fibrillation
with rapid ventricular response left axis deviation septal infarct, age
undetermined abnormal ECG.
f. Analisa data
Sesak nafas
21
lemah menurun
Gambaran EKG : Hasil Penurunan curah jantung
EKG pada pasien ini
didapatkan Irama
Ireguler, HR 150x/m,
atrial fibrillation with
rapid ventricular
response left axis
deviation septal infarct,
age undetermined
TTV : TD :140/100
mmHg, N : 150 x/m, RR
: 28 x/m, S :36,5°C
3. DS : Klien mengeluh Hipertensi, penyakit arteri Nyeri Kronis
nyeri dada sebelah kiri koroner, aritmia akut, infeksi
menjalar ke belakang emboli paru,dll
Kontraksi miokard
punggung.
Aliran darah ke organ
P : dirasakan tiba-tiba Suplai o2 ke seluruh tubuh
muncul saat batuk Metabolisme
Q : dirasakan seperti Asam laktat pada miokardium
disayat-sayat Nyeri kronis
R : nyeri pada dada kiri
menjalar ke
belakang
punggung
T : timbul secara tiba-
tiba
S : Skala nyeri 5
DO :
Klien tampak menahan
nyeri
Tampak gelisah dan
lemah
Tampak keluar keringat
banyak
TTV : TD :
140/100mmHg, N : 150
x/m, RR : 28 x/m, S :
22
36,5°c
23
darah arteri PaCO2(5)
4) [041508/II] Saturasi
Monitor Tanda-tanda Vital (6680)
Oksigen (5)
Memonitor tekanan darah, nadi, suhu,
dan status pernafasan dengan tepat.
24
2 Penurunan Curah Setelah dilakukan tindakan Manajemen Asam Basa (1910)
Jantung b.d keperawatan 2x24jam Mempertahankan kepatenan jalan
perubahan irama diharapkan penurunan curah nafas
(5)
25
darah diastol (5) Perawatan Jantung (4040)
3) [040103/II] Tekanan
Secara rutin mengecek kondisi pasien
Nadi(5) aik secara fisik dan psikologis sesuai
4) [040112/II] Perbedaan dengan kebijakan tiap agen/penyedia
oksigen arteri-vena (5) layanan
26
Menggambarkan faktor Memastikan perawatan analgesik
penyebab (5) pada pasien dilakukan dengan
3) [160513/IV] Melaporkan pemantauan yang ketat
perubahan terhadap gejala Menggali bersama pasien faktor
nyeri pada profesional faktor yang dapat menurunkan atau
kesehatan(5) bahkan memperberat nyeri
4) [041615/IV] Muntah (5)
27
dan membiarkan dalam waktu yang
lama.
28
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
Kita sebagai mahasiswa keperawatan seharusnya lebih mengembangkan
pengetahuan tentang bagaimana perawatan secara paliatif pada klien dengan gagal
jantung. Sebagai perawat, kita perlu melakukan asuhan keperawatan yang
terorganisir untuk meningkatkan mutu pelayanan dan memberikan hasil yang
berdampak.
DAFTAR PUSTAKA
29
Asmoro, D. A. (2017). Asuhan Keperawatan pada Pasien Congestive Heart Failure
(CHF) dengan Penurunan Curah Jantung Melalui Pemberian Terapi Oksigen
di Ruang ICU PKU Muhammadiyah Gombong.
Austaryani, N.P. (2012). Asuhan Keperawatan pada Tn. J dengan Congestive Heart
Failure (CHF) di Ruang Intensive Cardio Vascular Care Unit (ICVCU)
Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta (Doctoral disertation, Universitas
Muhammadiyah Surakarta).
Brunner & Suddart. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol 2.
Jakarta: EGC.
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochteran, J. M., & Wagner, C. (2013). Nursing
Intervention Classification (NIC) 6th Edition. Oxford : Mosby Elsevier.
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). NANDA International Nursing Diagnoses
Definitions and Classifications 10th Edition. Oxford : Wiley Blackwell.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes
Classifications (NOC) 5th Edition. Oxford : Mosby Elsevier.
Muttaqin, Arif. (2009). Pengantar Asuhan Keperawatan klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular. Jakarta : Salemba Medika.
30