OLEH :
EDINA
NIM : 2019.C.11a.1074
Dengan Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
anugrah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan dan Asuhan
Keperawatan dengan judul “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada
Tn.Y Dengan Diagnosa Medis Acute Coronary Syndrome Di Ruang ICVCU RSUD
dr. Doris Sylvanus Kota Palangka Raya”.Laporan pendahuluan dan asuhan
keperawatan ini disusun untuk memenuhi ataupun melengkapi tugas mata kuliah
Praktik Praklinik Keperawatan III.
Laporan Pendahuluan dan juga asuhan keperawatan ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid ,S.Pd,.M.Kes Selaku Ketua STIKES Eka Harap Palangka
Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina ,Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Sarjana
Keperawatan STIKES Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Ika Paskaria, S.Kep., Ners selaku Koordinator Praktik Praklinik
Keperawatan III.
4. Ibu Meida Sinta A, S.Kep., Ners selaku dosen pembimbing Akademik yang
telah banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam
penyelesaian Asuhan Keperawatan ini.
5. Ibu, S.Kep,. Ners selaku Pembimbing Lahan yang telah banyak memberi
arahan saat melakukan praktik di Dahlia RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya.
Saya menyadari bahwa asuhan keperawatan ini mungkin terdapat kesalahan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, saya mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan dan juga
asuhan keperawatan ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapar
bermanfaat bagi kita semua.
Edina
DAFTAR ISI
2.1.1 Definisi......................................................................................
BAB 4 PENUTUP.......................................................................................
1
BAB I
PENDAHULUAN
komplikasi akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati. Ulkus diabetik bisa
menjadi gangren kaki (Kartika, 2017).
Penderita DM penting untuk mematuhi serangkaian pemeriksaan seperti
pengontrolan gula darah. Bila kepatuhan dalam pengontrolan gula darah pada
penderita DM rendah, maka bisa menyebabkan tidak terkontrolnya kadar gula darah
yang akan menyebabkan komplikasi. Kadar glukosa darah tidak terkendali
menyebabkan komplikasi kronik neuropati perifer berupa neuropati sensorik,
motorik, dan autonom.
BAB II
TINJAUN PUSTAKA
apokrin berukuran lebih besar dan kelenjar ini terdapat aksila, anus, skrotum
dan labia mayora.
2. Fungsi Kulit
a. Fungsi proteksi, kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan atau
mekanis, misalnya terhadap gesekan tarikan gangguan kimiawi yang
terdapat menimbulkan iritasi seperti lisol, karbol dan asam kuat. Gangguan
panas misalnya radiasi, sinar ultraviolet, gangguan infeksi dari luar misalnya
bakteri dan jamur.
b. Fungsi absorbasi, kulit yang tidak mudah menyerap air, larutan dan benda
pada tetapi cairan yang mudah menguap dan mudah diserap begitu juga yang
larut dalam lemak.
c. Fungsi sebagai pengatur suhu
Suhu tubuh tetap stabil meskipun terjadi perubahan suhu lingkungan. Hal ini
karena adanya penyesuaian antara panas yang dihasilkan oleh pusat pengatur
panas, medula oblongata. Kulit melakukan peran mengatur suhu dengan cara
mengeluarkan keringat, kontraksi otot, dan pembuluh darah kulit.
d. Fungsi ekskresi, kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak
berguna lagi. Atau zat sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, Urea,
asam urat dan amonia.
e. Fungsi persepsi, kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan
subkotis. Respon terhada prangsangan panas diperankan oleh dermis dan
subkutis, terhadap dingin diperankan oleh dermis, perabaan di perankan oleh
papila dermis dan markelrenvier, sedangkan tekanan diperankan oleh
epidermis. Selaput saraf sensorik lebih banyak jumlahnya didaerah yang
erotik.
f. Fungsi pembentuk pigmen, sel membentuk figmen (melanosit) terletak pada
lapisan basal dan sel ini berasal dari rigisaraf
g. Fungsi keratinisasi, keratinosit dimulai dari sel basal yang mengadakan
pembelahan
7
2.1.3 Klasifikasi
Berdasarkan berat ringannya lesi, kelainan kaki diabetes dibagi menjadi enam
derajat menurut Wagner, yaitu sebagai berikut :
a. Derajat 0 : tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh tetapi ada kelainan bentuk
kaki akibat neuropati seperti “claw, callus”
b. Derajat 1 : ulkus superfisial terbatas pada kulit
c. Derajat 2 : ulkus dalam sampai menebus tendon dan tulan
d. Derajat 3 : ulkus dalam abses, osteomeilitis atau sepsi persendian
e. Derajat 4 : gangren setempat di telapak kaki atau tumit (dengan kata lain :
gangren jari kaki atau bagian dietal kaki dengan atau tampa selulitis
f. Derajat 5 : gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai bawah
Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren kaki menjadi 2
golongan yaitu :
a. Kaki Diabetik Akibat Iskemik ( KDI )
Disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya makroangiopati
(arterosklerosis) dari pembuluh darah kurang besar ditungkai, terutama didaerah
betis.
b. Kaki Diabetik Akibat Neuropatikm( KDN )
Terjadi kerusakan saraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari
sirkulasi. Klinis dijumpai kaki yang berkeringat, hangat, kesemutan, mati rasa,
oedema kaki, dengan pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik.
8
perencanaan makan karena gizi memiliki hubungan dengan diabetes. Hal ini
dikarenakan diabetes merupakan gangguan kronis metabolisme zat gizi
makro seperti karbohidrat, protein dan lemak dengan memiliki ciri terlalu
tingginya konsentrasi gula dalam darah walupun kondisi perut dalam
keadaan kosong, serta tingginya resiko terhadap arteriosklerosis atau
penebalan pada dinding pembuluh nadi karena terjad timbunan lemak dan
penurunan fungsi syaraf (Aryana, 2014)
Penurunan fungsi syaraf pada bagian ekstermitas bawah dapat menimbulkan
nyeri, kesemutan dan hilangnya indera perasa yang memungkinkan terjadi
luka, menyebabkan terjadinya infeksi yang serius atau bahkan amputasi.
Kontrol makanan dapat menjadi upaya kontrol terhadap luka karena kontrol
makanan merupakan bagian dari kontrol metabolik dalam pendekatan
multidisplin dalam penatalaksanaan luka diabetik. Untuk glukosa darah
harus selalu dalam keadaan normal karena dapat mempengaruhi terakit
terjadinya hiperglikemia dan menghambat proses penyembuhan(Washilah,
2014)
5. Penyakit arteri perifer
Penyakit arteri perifer merupakan penyumbatan pada bagian arteri
ekstermitas bawah yang disebabkan karena artherosklerosis. Gejala yang
sering ditemukan pada pasien penderita arteri perifer yaitu klaudikasio
intermitten yang dikarenakan iskemia otot dam iskemia yang menimbulkan
rasa nyeri saat beristirahat. Iskemia berat akan mencapai puncak sebagai
ulserasi dan gangrene(Rozza, 2015)
6. Kontrol glikemik buruk
Kadar glukosa darah yang sangat tidak terkontrol (GDP lebih dari 100 mg/dl
dan GD2JPP lebih dari 144 mg/dl) mengakibatkan terjadinya komplikasi
kronik untuk jangka panjang baik makrovaskuler atau mikrovaskluer salah
satunya adalah ulkus diabetika.
10
7. Perawatan kaki
Pada orang yang mengalami diabetes melitus harus rutin menjaga kebersihan
area kaki. Jika tidak di bersihkan maka akan mengalami gangguan peredaran
darah dan syaraf mengalami kerusakan yang mengakibatkan sensitivitas
terhadap rasa nyeri sehingga akan sangat mudah mengalami cidera tanpa di
sadari. Masalah yang sering timbul pada area kaki yaitu kapalan, mata ikan,
cantengan (kuku masuk ke dalam), kulit kaki mengalami retak atau pecah-
pecah, luka karena kutu air dan kutil pada telapak kaki (Hidayat, 2014)
Pedoman dasar perawatan kaki oleh National Institutes of Health dan
American Diabetes association agar mencegah terjadi cidera mengatakan
apabila untuk pemotongan kuku harus posisinya tetap lurus agar tidak terjadi
lesi pada kuku. Apabila kesulitan untuk melihat bagian kaki, sulit untuk
mencapai jari-jari, kuku kaki yang menebal harus dibantu dengan orang lain
atau perawat kesehatan untuk membantu memotong kuku kaki (Diani, 2013).
Memotong dan merawat kuku secara teratur pada saat mandi hindari
terjadinya luka kembali pada jaringan disekitar kuku, rendam dengan
menggunakan air hangat kurang lebih 5 menit apabila kuku keras dan sulit
untuk di potong (Hidayat, 2014)
8. Penggunaan alas kaki yang tidak tepat
Seseorang yang menderita atau mengalami diabetes atau ulkus diabetikum
harus menggunakan alas kaki, sepatu sesuai dengan ukuran dan nyaman saat
digunakan, lalu untuk ruang di dalam sepatu yang cukup untuk jari-jari. Bagi
penderita diabetes atau ulkus diabetikum tidak boleh berjalan tanpa
menggunakan alas kaki karena akan memperburuk kondisi luka dan
mempermudah sekali untuk terjadinya trauma terutama apabila terjadi
neuropati yang membuat sensasi rasa berkurang atau hilang, jangan
menggunakan sepatu atau alas kaki yang berukuran kecil karena sangat
beresiko melukai kaki (Hidayat, 2014)
Seseorang yang menderita atau mengalami diabetes atau ulkus diabetikum
tidak disarankan berjalan tanpa menggunakan alas kaki karena akan
11
2.1.5 Etiologi
Kejadian ulkus diabetikum pada pasien diabetes dapat disebabkan oleh
neuropati perifer, penyakit arteri perifer, kelainan bentuk kaki, trauma kaki dan
gangguan resistensi terhadap infeksi (Noor et al., 2015) :
a. Neuropati Perifer
Neuropati merupakan sebuah penyakit yang mempengaruhi saraf serta
menyebabkan gangguan sensasi, gerakan, dan aspek kesehatan lainnya
tergantung pada saraf yang terkena. Neuropati disebabkan oleh kelainan
metabolik karena hiperglikemia. Gangguan sistem saraf motorik, sensorik dan
otonom merupakan akibat neuropati. Neuropati motorik menyebabkan
perubahan kemampuan tubuh untuk mengkoordinasikan gerakan sehingga
terjadi deformitas kaki, kaki charcot, jari kaki martil, cakar, dan memicu atrofi
otot kaki yang mengakibatkan osteomilitis.
Neuropati sensorik menyebabkan saraf sensorik pada ekstremitas mengalami
kerusakan dan cedera berulang yang mengakibatkan gangguan integritas kulit
sehingga menjadi pintu masuk invasi mikroba. Hal ini menjadi pemicu luka
yang tidak sembuh dan membentuk ulkus kronis. Kehilangan sensasi atau rasa
kebas sering kali meyebabkan trauma atau lesi yang terjadi tidak di ketahui.
Neuropati otonom menyebabkan penurunan fungsi kelenjar keringat dan
sebaceous di kaki sehingga kulit kaki menjadi kering serta mudah terbentuk
fisura. Kaki kehilangan kemampuan pelembab alami dan kulit menjadi lebih
rentan rusak dan berkembangnya infeksi (Noor et al., 2015
b. Peripheral Artery Disease (PAD)
Penyakit arteri perifer atau Peripheral Artery Disease (PAD) adalah penyakit
pada ekstremitas bawah karena terjadinya penyumbatan arteri yang disebakan
oleh atherosklerosis. Perkembangannya mengalami proses yang bertahap di
12
e. Trauma
Trauma dapat disebabkan oleh penurunan sensasi nyeri pada kaki. Trauma yang
kecil atau trauma yang berulang, seperti pemakaian alas kaki yang sempit,
terbentur benda keras, atau pecah-pecah pada daerah tumit disertai tekanan
yang berkepanjangan dapat menyebabkan ulserasi pada kaki (Perezfavila et al.,
2019).
f. Infeksi
Bakteri yang dominan pada infeksi kaki adalah aerobik gram positif kokus
seperti Staphycocus aureus dan β-hemolytic streptococci. Banyak terdapat
jaringan lunak pada telapak kaki yang rentan terhadap infeksi serta penyebaran
yang mudah dan cepat kedalam tulang sehingga dapat mengakibatkan osteitis.
Ulkus ringan pada kaki apabila tidak ditangani dengan benar dapat dengan
mudah berubah menjadi osteitis/osteomyelitis dan gangrene. Kadar gula darah
yang buruk, disfungsi imunologi dengan gangguan aktivitas leukosit dan fungsi
komplemen mengakibatkan perkembangan infeksi jaringan yang invasif.
Polymicrobial (staphlycocci, streptococci, enterococci, Infeksi Escherichia coli
dan bakteri gram negatif lainnya) sering terjadi, begitu juga dengan adanya
antibiotic strain bakteri resisten, terutama methicillin-resistant Staphlycoccus
aureus (MRSA) dalam 30-40% kasus (Bandyk, 2018).
2.1.6 Patofisiologi
Adanya peningkatan gula darah (hiperglikemia) dapat berdampak pada neuropati
yang menimbulkan perubahan jaringan saraf karena adanya penimbunan dan fruktosa
sehingga mengakibatkan akson menghilang berdampak pada neuropati motorik dan
radistribusi tekanan pada kaki yang semuanya dapat mengarahkan pada ulkus,
selanjutnya, neuropati sensorik mempengaruhi nyeri, jika terdapat ada neuropati sensorik
ulkus bisa terasa sangat nyeri dan ketidaknyamanan yang menunjang ke arah trauma
berulang pada kaki, kaki terasa baal, kesemutan, terkadang kurangnya sensasi rasa pada
kaki. Hal yang berdampak pada saraf otonom yang rusak menyebabkan penurunan
14
pengeluaran keringat sehingga kulit menjadi kering dan pecah-pecah disertai fisura
(Bilous & Donelly, 2015)
Peningkatan gula darah berdampak pada makrovaksuler dan mikrovaskuler pada
makrovaskuler yang disebabkan adanya prosess makroangiopati pada pembuluh darah
yang tersumbat (arteroklerosis) akibatnya terjadi penebalan arteri di kaki yang dapat
mempengarahu otot-otot kaki yang ditandai dengan hilang atau berkurangnya denyut
nadi pada arteri dorsalis pedis dan tibialis, kaki atrofi, dingin dan kuku menebal karena
berkurangnya suplai darah sehingga mengakibatkan kematian jaringan (iskemia) atau
nekrosis akibat oksigen dan nutrisi tidak sampai yang menyebabkan penyembuhan luka
lama. Pada mikrovaskuler terjadi peningkatan aliran darah yang menyebabkan neuropati
edema yang terjadi pada sendi tungkai (charcot foot) ditandai dengan kaki aritema,
edema, peningkatan suhu pada kaki. Selanjutnya, terjadi penurunan reaksi yang
menyebabkan oksigen dan nutrisi berkurang.
Proses tersebut terjadi angiopati pada DM berupa penyempitan pembuluh darah
(arteroklerosis) prerier yang terjadi pada tungkai akibatnya perfusi jaringan bagian distal
tungkai menjadi kurang yang berdampak terjadinya ulkus diabetikum, jika tidak
terkendali dapat menyebabkan keparahan pad aluka seperti infeksi, nekrosis yang dapat
menjadi pintu masuk bakteri yang akhirnya menyebab sehingga terjadi ganggren seperti
terowongan yang terdapat banyaknya eksudat berakhir dengan amputasi.
15
Diabetes melitus
Dingin
kuku menebal
Risiko Infeksi
17
C. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Penyakit sekarang
Meliputi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka, upaya
yang telah dilakukan pasien untuk mengatasinya. Diobservasi P
(provokatif) apa penyebab timbulnya rasa nyeri, Q (qualitas) seberapa
berat keluhan nyeri terasa, R (region) dimana lokasi nyerinya, S (skala)
berapa skala nyeri termasuk nyeri ringan atau sedang atau berat, dan T
(time) kapan keluhan nyeri dirasakan (Putra, 2019)
2. Riwayat Penyakit dahulu
Kaji apakah pasien sebelumnya pernah menderita diabetes melitus atau
penyakit lain yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin seperti
penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun
arterskelerosis, tindakan medis yang pernah didapat maupun obat-
obatan yang biasa digunakan (Putra, 2019)
3. Riwayat Penyakit Keluarga
Kaji dari genogram keluarga apakah didalam satu keluarga pernah ada
yang menderita penyakit diabetes melitus. Penyakit diabetes melitus
kalau keturunan dari ibu sebanyak 50% dari ayah 30%, sedangkan
keturunan penyakit diabetes melitus dari kedua orangtua maka sang
anak akan mengidap penyakit diabetes melitus sebanyak 80% (Putra,
2019).
D. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaam umum
Biasanya pasien tampak lemah tingkat kesadaran biasanya
composmentis non kooperatif
b. Pemeriksaan Head to toe
Menurut (Suddarth, 2014), pemeriksaan fisik pada pasien dengan ulkus,
antara lain :
22
3) Pola eliminasi
Data eliminasi untuk buang air besar (BAB) pada klien daibetes
mellitus tidak ada perubahan yang mencolok. Sedangakan pada
eliminasi buang air kecil (BAK) akan dijumpai jumlah urin yang
banyak baik secara frekuensi maupun volumenya.
4) Pola tidur dan Istirahat
Sering muncul perasaan tidak enak efek dari gangguan yang
berdampak pada gangguan tidur (insomnia).
5) Pola Aktivitas
Pola pasien dengan diabetes mellitus gejala yang ditimbulkan antara
lain keletihan kelelahan, malaise, dan seringnya mengantuk pada pagi
hari.
6) Nilai dan keyakinan
Gambaran pasien diabetes melitus tentang penyakit yang dideritanya
menurut agama dan kepercayaanya, kecemasan akan kesembuhan,
tujuan dan harapan akan sakitnya.
G. Hasil Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan radiologis : gas subkutan, benda asing, oateomietitis
Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >
120 mg/dl dan 2 jam post prandial >200 mg/dl.
2) Urine
Pemeriksaan didaptkan adnya glokusa dalam urine. Pemeriksaan
dilaukan dengan cara benedict(reduksi). Hasilnya dapatdilihat
melalui perubahan warna pada urine hijau (+), kunig (++), merah (++
+) dan merah bata (++++)
3) Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pasa luka dan memberikan antibiotik yang
sesuai jenis kuman.
25
kurang menemukan sumber (SLKI L.12111 Hal 146) (SIKI I.12383 Hal 65)
infomasi Setelah dilakukan tindakan Observasi:
(SDKI D.0111, hal 246) keperawatan selama 3x7 jam 1) Identifikasi kesiapan dan kemampuan
pertemuan diharapkan tingkat menerima informasi
pengetahuan dan motivasi Terapeutik:
meningkat, dengan kriteria hasil: 2) Sediakan materi dan media pendidikan
1) Perilaku sesuai anjuran kesehatan
meningkat 3) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
2) Verbalisasi minat dalam belajar kesepakatan
meningkat 4) Berikan kesempatan untuk bertanya
3) Pertanyaan tentang masalah Edukasi:
yang dihadapi menurun 5) Jelaskan faktor risiko yang dapat
4) Upaya mencari sumber sesuai mempengaruhi kesehatan
kebutuhan meningkat 6) Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
5) Inisiatif meningkat 7) Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk
meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat
Risiko infeksi b.d penyakit Tingkat Infeksi ( SLKI L.14137 Perawatan luka (SIKI I.14564, hal 328)
kronis diabetes militus hal 139) Observasi
dengan penurunan fungsi Setelah dilakukan tindakan 1) Monitor karakteristik luka (mis drainase,
leukosit/gangguan sirkulasi keperawatan selama 3x7 jam
29
(SDKI D 0142, hal 304) pertemuan diharapkan dapat warna, ukuran, bau)
mengurangi infeksi yang terjadi, 2) Monitor tanda-tanda infeksi
dengan Terapeutik
Dengan kriteria Hasil : 1) Lepas balutan dan plester secara perlahan
1. Nyeri menurun 2) Bersihkan dengan cairan NaCL atau pembersih
2. Bengkak menurun nontoksik, sesuai kebutuhan
3. Kemerahan menurun 3) Bersihkan jaringan nekrotik
4. Drainases purulen menurun 4) Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika
5. Cairan berbau busuk menurun perlu
6. Kadar sel darah putih membaik 5) Pasang balutan sesuai jenis luka
6) Pertahankan teknik steril saat melakukan
perawatan luka
7) Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan
drainase
Edukasi
1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2) Anjarkan prosedur perawatan luka secara
mandiri
Kolaborasi
30