Anda di halaman 1dari 18

REFARAT

Appendisitis

Di Susun Untuk Memasuki Sebagai Syarat Mengikuti Kepanitraan Klinik


Seminar Di SMF Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama
Rumah Sakit Umum Daerah Meuraxa Banda Aceh

Di Susun Oleh :
Putri Suci Maivera, S.ked
Preseptor :
dr. T. Yose Mahmuddin Akbar, Sp.BS 

SMF ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS


ABULYATAMA RSUD MEURAXA BANDA ACEH 2020
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
        Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat dan karunia-Nya, dan tidak lupa sholawat dan salam yang senantiasa
tercurah kepada Nabi Muhammad SAW dan keluarganya serta sahabat-
sahabatnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Referat berjudul “Apendisitis”.
        Referat ini disusun sebagai salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik Ilmu
Bedah di RSUD MEURAXA Banda Aceh. Dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dr. T Yose
Mahmuddin Akbar, Sp.BS selaku pembimbing. Sebagai penulis menyadari
sepenuhnya berbagai kekurangan yang masih jauh dari kesempurnaan. Akhir kata
semoga tugas referat ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Wassalamualaikum wr.wb

Banda Aceh, 04 Agustus 2020

Putri Suci Maivera, S.ked


19174020

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL..........................................................................................i
KATA PENGANTAR..........................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN.....................................................................................1
1.1. Latar Belakang.................................................................................1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................2
2.1. Anatomi Apendix............................................................................2
2.2. Fisiologi Apendix............................................................................4
2.3. Apendisitis akut...............................................................................4
2.3.1 Definisi..............................................................................4
2.3.2 Epidemiologi.....................................................................4
2.3.3 Morfologi..........................................................................5
2.3.4 Patologi.............................................................................5
2.4. Etiologi...........................................................................................6
2.5. Patofisiologi....................................................................................6
2.6. Gambaran Klinis..............................................................................7
2.7. Diagnosis.........................................................................................8
2.8. Pemeriksaan Penunjang.................................................................10
2.9. Diagosis Banding..........................................................................10
2.10. Penatalaksanaan.............................................................................12
2.11. Komplikasi.....................................................................................12
2.12. Prognosis....................................................................................... 13
BAB 3 KESIMPULAN.......................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................15

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang
Appendisitis merupakan penyakit yang sering dijumpai sehingga harus
dicurigai sebagai keadaan yang paling mungkin menjadi penyebab nyeri akut
abdomen. Penyakit ini sering ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda.
Insidensi pada laki-laki lebih banyak daripada perempuan. Insidensi tertinggi pada
laki-laki pada usia 10-14 tahun, sedangkan pada perempuan pada usia 15-19
tahun. Penyakit ini jarang ditemukan pada anak-anak usia di bawah 2 tahun.3
Diagnosis appendisitis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya
tergantung dari kemampuan melakukan analisis pada data-data tersebut. Tak
jarang kasus-kasus appendisitis yang lolos dari diagnosis bahkan ada yang salah
didiagnosis. Kadang-kadang untuk menegakkan diagnosis appendisitis sulit
karena letak appendix di abdomen sangat bervariasi.2
Penatalaksanaan appendisitis dilakukan dengan appendectomi, yaitu suatu
tindakan bedah dengan mengangkat appendix. Keputusan untuk melakukan
tindakan bedah harus segera diambil karena setiap keterlambatan akan
menimbulkan penyulit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan mortalitas,
seperti dapat menyebabkan terjadinya perforasi atau ruptur  pada appendix.1

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Apendix


Appendix Vermiformis adalah organ sempit berbentuk tabung yang
mempunyai otot dan banyak mengandung jaringan limfoid di dalam dindingnya.
Apendix melekat pada permukaan posteromedial caecum sekitar 1 inci (2,5 cm) di
bawah Juntura Iliocaecalis. Apendix diliputi seluruhnya oleh peritoneum, yang
melekat pada mesenterium intestinum tenue oleh mesenteriumnya sendiri yang
pendek disebut Mesoappendix. Mesoappendix berisi arteria dan vena
appendicularis dan nervus.1 

Gambar 2.1 Posisi dari usus besar. (1) sekum. (2) apendix vermiformis.
(3) ascending colon. (4) transverse colon. (5) descending colon. (6) sigmoid
colon. (7) rektum. (8) anal canal.

Appendix Vermiformis terletak di fossa iliaca eksterna dan dalam


hubungannya dengan dinding anterior abdomen, pangkalnya terletak sepertiga ke
atas di garis yang menghubungkan Spina Iliaca Anterior Superior dan Umbilicus
(titik Mc.Burney) di dalam Abdomen, dasar Appendix Vermiformis dapat mudah

2
ditemukan dengan mencari taenia colli caecum dengan mengikutinya sampai
Appendix Vermiformis dimana taenia ini bersatu dengan membentuk tunica
muscularis longitudinalis yang lengkap.1 
Perdarahan Appendix Vermiformis didapatkan dari Arteria Appendicularis
yang merupakan cabang dari Arteria Ceacalis Psoterior. Begitu pula dengan
venanya, Vena Appendicularis mengalirkan darahnya menuju Vena Caecalis
Posterior. Sedangkan pembuluh limfe mengalirkan cairan limfe mesoappendix
dan akhirnya bermuara di nodi mesenterici superiores. Perdarahan appendix
berasal dari arteri apendikularis yang merupakan arteri  tanpa kolateral. Jika arteri
ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi, appendix akan mengalami
gangren.2
Appendix Vermiformis dipersarafi oleh saraf simpatis dan N. Vagus dari
Pleksus Mesentericus Superior. Serabut saraf aferen yang mengantarkan rasa
nyeri visceral dari apendiks berjalan bersama saraf simpatik dan masuk ke Medula
Spinalis setinggi Vertebra Thoracica X.1 
        Dalam proses perkembangannya, appendix pertama kali dapat dilihat pada
minggu kedelapan dari kehamilan sebagai tonjolan dari caecum. Dalam proses
perkebangan caecum melebihi appendix dan menggeser appendix kearah medial
dekat dengan katup iliocaecal. Namun dasar dari appendix sendiri tidak berubah
posisi. Ujung dari appendix dapat ditemukan retrocekal, pelvis, subcaecal,
preileal, atau pericolic dextra. Appendix dapat memanjang dari kurang 1 cm
sampai melebihi 30 cm. Umumnya appendix memiliki panjang 6 – 9 cm.3

3
2.2. Fisiologi Apendiks
Apendix menghasilkan lendir sebanyak 1-2 ml per hari. Lendir itu
normalnya dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke caecum.
Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan dalam patogenesis
apendisitis.2
Appendix merupakan organ imunologis yang berperan dalam
menyekresikan imunoglobulin. Terutaman imunoglobulin A (IgA). Walaupun
appendix memiliki komponen integral yang berhubungan dengan sistem jaringan
limfoid pencernaan (Gut-Associated Lymphoid Tissue/GALT), namun fungsinya
tidak essensial dan tindakan appendektomi tidak berhubungan dengan berbagai
kondisi penurunan daya tahan tubuh/imunitas. Jaringan limfoid pada appendix
muncul sekitar 2 minggu setelah kelahiran dan meningkat saat pubertas, stabil
pada dekade muda, dan mulai mengalami penurunan yang terus menerus sejalan
dengan menuanya usia.3

2.3. Apendisitis Akut


2.3.1 Definisi
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis. Apendisitis akut
adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah rongga
abdomen dan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat. Apendisitis
adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat
sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan
penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup
tinggi dikarenakan oleh peritonitis dan syok ketika umbai cacing yang terinfeksi
hancur.4
2.3.2 Epidemiologi
Kelompok usia yang sering mengalami apendisitis berkisar diantara usia 20
hinga 30 tahun. Apendisitis merupakan penyakit urutan keempat terbanyak di
Indonesia pada tahun 2017 sebesar 596.132 orang dengan presentase 3,36%
dilaporkan menderita apendisitis pada tahun 2017, dan meningkat menjadi
621.435 dengan presentase 3,53% di tahun 2018. Jumlah pasien rawat inap karena
penyakit appendix pada tahun tersebut telah mencapai 28.949 pasien, berada
diurutan keempat setelah dispepsia (34.029 pasien rawat inap), gastritis dan

4
duodenitias (33.035 pasien rawat inap) dan penyakit saluran cerna lainnya
(31.450).3 Satu dari 15 orang pernah menderita appendisitis dalam hidupnya.
Insidensi tertinggi ada pada laki-laki berusia 10 -14 tahun, dan wanita yang
berusia 15 – 19 tahun. Laki-laki lebih banyak menderita appendisitis dibandigkan
dengan wanita pada usia pubertas dan pada usia 25 tahun. Appendisitis jarang
terjadi pada bayi dan anak –anak dibawah 2 tahun.5
Penelitian epidemiologi meunjukan peran kebiasaan makan makanan rendah
serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya appendisitis. Konstipasi akan
menaikan tekakan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional
appendix dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semua ini
akan mempermudah timbulnya apendisitis akut.8
Insidensi appendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara
berkembang. Hal ini diduga disebbakan oleh meningkatnya penggunaan makanan
berserat dalam menu sehari – hari.2

2.3.3 Morfologi
Pada stadium paling dini, hanya sedikit eksudat neutrofil ditemukan di seluruh
mukosa, submukosa, dan muskularis propria. Pembuluh subserosa mengalami
bendungan dan sering terdapat infiltrat neutrofilik perivaskular ringan. Reaksi
peradangan mengubah serosa yang normalnya berkilap menjadi membran yang
merah, granular, dan suram. Perubahan ini menandakan appendisitis akut dini bagi
dokter bedah. Kriteria histologik untuk diagnosis appendisitis akut adalah infiltrasi
neutrofilik muskularis propria. Biasanya neutrofil dan ulserasi juga terdapat di dalam
mukosa.6

2.3.4 Patologi
Patologi appendisitis dapat dimulai di mukosa dan kemudian melibatkan
seluruh lapisan dinding appendix dalam waktu 24 – 48 jam pertama. Upaya
pertahanan tumbuh berusaha membatasi proses radang ini dengan menutup
appendix dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa
prependikuler yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrat appendix. Di
dalamnya, dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapapt mengalami
perforasi. Jika tidak terbentuk abses, appendisitis akan sembuh dan massa

5
periapendikuler akan menjadi tenang dan selanjutnya akan mengurai diri secara
lambat.6
Appendix yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi
membentuk jaringan parut yang melengket dengan jaringan disekiratnya.
Perlengkatan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah.
Suatu saat organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai mengalami
eksaserbasi akut.2.6

2.4. Etiologi
Appendisitis dipercaya terjadi akibat obstruksi lumen appendix. Obstruksi
umumnya terjadi karena fekalit, dimana merupakan akumulasi dan pengendapan
sisa-sisa serat makanan yang dimakan. Pelebaran folikel limfoid berhubungan
dengan infeksi virus (campak), barium yang mengendap, cacing (Ascaris, Taenia),
dan tumor (karsinoid/karsinoma) dapat menebabkan obstruksi dari lumen.7

2.5. Patofisiologi
Mukus ataupun feses yang mengeras, menjadi speerti batu (fecalith) dan
menutup lubang penghubung apendix dan caecum tersebut. Jaringan limf pada
appendix dapat mebengkak dan menutup appendix.8 Obstruksi tersebut
menyebabkan gangguan resistensi mukosa appendix terhadap invasi
mikroorganisme. Obstruksi ini diyakini meningkatkan tekanan di dalam lumen.
Peningkatan tekanan tersebut menyebabkan adanya kontinuitas aliran sekresi
cairan dan mukus dari mukosa dan stagnasi dari material tersebut.
Konsekuensinya, terjad iskemia dinding appendix, yang menyebabkan hilangnya
keutuhan epitel dan invasi bakteri ke dinding appendix.5 Bakteri intestinal yang
ada didalam appendix bermultiplikasi, hal ini meyebabkan rekuitmen dari
leukosit, pembentukan pus dan tekanan intraluminal yang tinggi. Dalam 24-36
jam kondisi ini dapat semakin parah karena trombosis dari arteri maupun vena
appendix menyebabkan perforasi dan gangren appendix.5

6
2.6. Gambaran Klinis
Appendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
terjadinya peradangan mendadak pada umbai cacing yang memberikan tanda
setempat, baik disertai maupun tidak disertai denga rangsang peritoneum lokal.
Gejala klasik appendisitis adalah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan
nyeri visceral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering
disertai mual dan kadang ada muntah. Umumnya, nafsu makan menurun. Dalam
beberpaa jam, nyeri berpindah ke kanan bawah ke titik McBurney. 2 Nyeri dirasa
lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat.
Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita
merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya karena bisa
mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat perangsangan peritoneum,
biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan dan batuk.2
Bila appendix terletak retrosekal retroperitoneal, tanda nyeri perut kanan
bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal karena
appendix terlindung oleh caecum. Rasa nyeri lebih kearah perut sisi kanan atau
nyeri timbul pada saat berjalan karena kontraksi otot psoas mayor yang menegang
dari dorsal. Radang pada appendix yang terletak di rongga pelvis dapat
menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga
peristalsis meningkat dan pengosongan rektum menjadi lebih cepat serta berulang.
Jika apendix tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan
frekuensi kencing akibat rangsangan apendiks terhadap kandung kemih.4
Gejala appendisitis akut pada anak tidak spesifik. Pada awalnya anak sering
hanya menunjukan gejala rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa
melukiskan rasa nyerinya. Beberapa jam kemudian, anak akan muntah sehingga
menjadi lemah dan letargik. Karena gejala yang tidak khasi, appendisitis sering
baru diketahui setelah terjadi perforasi. Pada bayi, 80-90% appendisitis baru
diketahui setelah terjadi perforasi.3
Demam biasanya ringan denga suhu sekitar 37.50C – 38.50C. bila suhu lebih
tinggi mungkin sudah terjadi perforasi. Bila terdapat perbedaan suhu aksilar dan
rectal sampai 10C. Pada inspkesi perut, tidak ditemukan gambaran spesifik.
Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan

7
perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses peripendikular. 2 Pada
palpasi, didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan bisa disertai nyeri
lepas. Defans muskular menunjukan adanya rangsangan peritoneum parietale.
Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci diagnosis.5
Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri di perut kanan bawah
yang disebut tanda Rovsing sign. Pada appendisitis retrosekal dan retroileal
diperlukan palpasi lebih dalam untuk menetukan rasa nyeri. Peristaltis usus sering
normal tetapi juga dapat menghilang akibat adanya ileus paralitik pada peritonitis
generalisata yang disebabkan oleh appendisitis perforata. Pemeriksaan colok
dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi dapat dicapai dengan jari telunjuk,
misalnya pada appendisitis pelvika.5
        
2.7. Diagnosis
Pada anamnesis penderita akan mengeluhkan nyeri atau sakit perut. Ini
terjadi karena hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi dan terjadi pada seluruh
saluran cerna, sehingga nyeri viseral dirasakan pada seluruh perut. Muntah atau
rangsangan viseral akibat aktivasi N.Vagus. Obstipasi karena penderita takut
untuk mengejan panas akibat infeksi akut jika timbul komplikasi. Gejala lain
adalah demam yang tidak terlalu tinggi, antara 37,5-38,5 C. Tetapi jika suhu lebih
tinggi diduga sudah terjadi perforasi.10
Pada pemeriksaan fisik yaitu pada inspeksi, penderita berjalan membungkuk
sambil memegangi perutnya yang sakit, kembung bila terjadi perforasi, dan
penonjolan perut bagian kanan bawah terlihat pada apendikuler abses.10
Pada palpasi, abdomen biasanya tampak datar atau sedikit kembung. Palpasi
dinding abdomen dengan ringan dan hati-hati dengan sedikit tekanan, dimulai dari
tempat yang jauh dari lokasi nyeri. Status lokalis abdomen kuadran kanan bawah.8
 Nyeri tekan (+) Mc.Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan
kuadran kanan bawah atau titik Mc. Burney dan ini merupakan tanda
kunci diagnosis.
 Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum Rebound tenderness (nyeri
lepas tekan) adalah nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah saat

8
tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan
penekanan perlahan dan dalam di titik Mc.Burney.
 Defens muskuler (+) karena rangsangan m.Rektus abdominis Defence
muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang
menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale.
 Rovsing sign (+). Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan
bawah apabila dilakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal
ini diakibatkan oleh adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi
peritoneal pada sisi yang berlawanan.
 Psoas sign (+) Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus
psoas oleh peradangan yang terjadi pada apendiks.
 Obturator sign (+) Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila
panggul dan lutut difleksikan kemudian dirotasikan ke arah dalam dan luar
secara pasif, hal tersebut menunjukkan peradangan apendiks terletak pada
daerah hipogastrium.8

Pada perkusi akan terdapat nyeri ketok. Auskultasi akan terdapat peristaltik
normal, peristaltik tidak ada pada illeus paralitik karena peritonitis generalisata akibat
appendisitis perforata. Auskultasi tidak banyak membantu dalam menegakkan
diagnosis appendisitis, tetapi kalau sudah terjadi peritonitis maka tidak terdengar
bunyi peristaltik usus. Pada pemeriksaan colok dubur (Rectal Toucher) akan terdapat
nyeri pada jam 9-12.10
Selain itu, untuk mendiagnosis apendisitis juga dapat digunakan skor Alvarado,
yaitu:
Skor Alvarado 
Migrasi nyeri dari abdomen sentral ke fossa 1
iliaka kanan
Anoreksia 1

9
Mual atau Muntah 1
Nyeri di fossa iliaka kanan 2
Nyeri lepas 1
Peningkatan temperatur (>37,5C) 1
Peningkatan jumlah leukosit ≥ 10 x 10 9/L 2
Neutrofilia dari ≥ 75% 1
Total 10
Pasien dengan skor awal ≤ 4 sangat tidak mungkin menderita apendisitis dan tidak
memerlukan perawatan di rumah sakit kecuali gejalanya memburuk. 11

2.8. Pemeriksaan penunjang


Laboratorium Jumlah leukosit diatas 10.000 ditemukan pada lebih dari 90%
anak dengan appendisitis akut. Jumlah leukosit pada penderita appendisitis
berkisar antara 12.000-18.000/mm3. Peningkatan persentase jumlah neutrofil
(shift to the left) dengan jumlah normal leukosit menunjang diagnosis klinis
appendisitis. Jumlah leukosit yang normal jarang ditemukan pada pasien dengan
appendicitis.1 Pemeriksaan urinalisis membantu untuk membedakan appendisitis
dengan pyelonephritis atau batu ginjal. Meskipun demikian, hematuria ringan dan
pyuria dapat terjadi jika inflamasi appendix terjadi di dekat ureter.1 Ultrasonografi
sering dipakai sebagai salah satu pemeriksaan untuk menunjang diagnosis pada
kebanyakan pasien dengan gejala appendisitis. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa sensitifitas USG lebih dari 85% dan spesifitasnya lebih dari 90%.2

2.9. Diagnosis Banding


Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai
diagnosis banding.7
1. Gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa nyeri. Nyeri
perut sifatnya lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Sering dijumpai
adanya hiperperitalsis. Panas dan leukositosis kurang menonjol
dibandingkan dengan apendisitis akut.7

10
2. Demam dengue, demam dengue dapat dimulai dengan nyeri perut mirip
peritonitis. Pada penyakit ini, didapatkan hasil tes positif untuk Rumple
Leed, trombositopenia, dan peningkatan hematokrit.7
3. Limfadenitis Mesenterika, limfadenitis mesenterika yang biasanya
didahului oleh enteritis atau gastroenteritis, ditandai dengan nyeri perut,
terutama perut sebelah kanan, serta perasaan mual dan nyeri tekan parut
yang sifatnya samar, terutama perut sebelah kanan.7
4. Kelainan Ovulasi, folikel ovarium yang pecah pada ovulasi dapat
menyebabkan nyeri perut kanan bawah di tengah siklus mentruasi. Pada
anamnesis, nyeri yang sama pernah timbul lebih dahulu. Tidak ada tanda
radang nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam, tetapi mungin dapat
mengganggu selama dua hari.7
5. Infeksi Panggul, salpingitis akut karena sering dikacaukan dengan
apendisitis akut. Suhu biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri
perut bagian bawah perut lebih difus. Infeksi panggul pada wanita
biasanya disertai dengan keputihan dan infeksi urin. Pada colok vagina,
akan timbul nyeri hebat dipanggul jika uterus diayunkan. Pada gadis dapat
dilakukan colok dubur jika perlu untuk diagnosis banding.9
6. Kehamilan Ektopik Terganggu, hampir selalu ada riwayat terlambat haid
dengan keluhan yang tidak menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus
kehamilan di luar rahim dengan perdarahan, akan timbul nyeri yang
mendadak difus didaerah pelvis dan mungin terjadi syok hipovolemik.
Pada pemeriksaan vagina, didapatkan nyeri dan penonjolan kavum
Doughlas dan pada kuldosentesis didapatkan darah.10
7. Kista Ovarium Terpuntir, timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang
tinggi dan teraba massa dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut.
Colok vagina atau colk rectal tidak terdapat demam pada pemeriksaan
ultrasonografi dapat menentukan diagnosis.10
8. Endometriosis Eksterna, endometrium diluar rahim akan menimbulkan
nyeri di tempat endometriosis berada dan darah menstruasi terkumpul
ditempat itu karena tidak ada jalan keluar.11

11
9. Urolitiasis Pielum, ada riwayat kolik dari pinggang ke perut yang menjalar
ke inguinal kanan merupakan gambaran khas. Eritrosituria sering
ditemukan foto polos perut atau urografi intravena dapat memastikan
penyakit tersebut. Pielonefritis sering disertai dengan demam tinggi,
menggigil, nyeri kostovertebral disebelah kanan, dan piuria.11

2.10. Penatalaksanaan
Tindakan paling tepat dan satu-satunya yang terbaik adalah apendektomi.
Pada appendisitis tanpa komplikasi, biasanya tidak perlu diberikan antibiotik,
kecuali pada appendisitis gangrenosa atau appendisitis perforata. Penundaan
tindak bedah sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau
perforasi.11
Apendektomi bisa dilakukan secara terbuka atau dengan laparoskopi. Bila
apendektomi terbuka insisi Mc.Burney banyak dipilih oleh ahli bedah. Pada
penderita dengan diagnosis yang tidak jelas, sebaiknya dilakukan observasi
terlebih dahulu. Pemeriksaan laboraturium dan ultrasonografi dapat dilakukan bila
dalam observasi masih terdapat keraguan. Bila tersedia laparoskopi tindakan
laparoskopi diagnostik pada kasus meragukan dapat segera menentukan akan
dilakukan operasi atau tidak.11

2.11. Komplikasi
Komplikasi yang paling membahayakan adalah perforasi. Baik berupa
perforasi bebas dan perforasi pada appendix yang telah mengalami pendinginan
sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendix, secum, dan lekuk usus
halus.11
1. Massa Periapendikular
Massa appendix terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi
ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan lekuk usus halus. Pada Massa
Periapendikuler dengan pembentukan dinding yang belum sempurna dapat terjadi
penyebaran pus ke seluruh ronga peritoneum jika perforasi diikuti oleh peritonitis
purulenta generalisata.11

2. Appendisitis Perforata

12
Perforasi Appendix akan mengakibatkan peritonotis purulenta yang
ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat yang meliputi seluruh perut,
dan perut menjadi kembung dan tegang. Nyeri tekan dan defans muskular terjadi
di seluruh perut, mungkin disertai dengan pungtum maksimum di regio iliaka
kanan peristaltis usus apat menurun sampai menghilang akibat adanya ileus
paralitik. Abses rongga peritoneum dapat terjadi bila pus yang menyebar
terlokalisasi di suatu tempat paling sering di rongga pelvis dan subdiagfragma.
Adanya massa intraabdomen yang nyeri disertai demam harus dicurigai sebagai
abses.11

2.12. Prognosis
Pasien setelah operasi appendektomi sembuh spontan tanpa penyulit, namun
komplikasi dapat terjadi apabila pengobatan tertunda atau telah terjadi peritonitis
atau peradangan di dalam rongga perut.10 Cepat dan lambatnya penyembuhan
setelah operasi usus buntu tergantung dari usia pasien, kondisi, keadaan umum
pasien, penyakit penyerta misalnya diabetes mellitus, komplikasi dan keadaan
lainya yang biasanya sembuh antara 10 sampai 28 hari.12
Adanya kemungkinan ancaman kematian dikarenakan peritonitis di dalam
rongga perut ini menyebabkan operasi usus buntu akut atau emergensi perlu
dilakukan secepatnya. Kematian pasien dan komplikasi hebat jarang terjadi karena
usus buntu akut. Namun hal ini bisa terjadi bila peritonitis dibiarkan dan tidak
diobati secara benar.12

BAB III

13
KESIMPULAN

Appendisitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis,


dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering pada anak-anak
maupun dewasa. Appendisitis akut merupakan kasus bedah emergensi yang paling
sering ditemukan pada anak-anak dan remaja Gejala appendisitis akut pada anak
tidak spesifik . Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak mau makan. Anak
sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya. Dalam beberapa jam kemudian akan
timbul muntah-muntah dan anaka akan menjadi lemah dan letargik. Karena gejala
yang tidak khas tadi, appendisitis sering diketahui setelah terjadi perforasi. Pada
bayi, 80-90% appendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi. Riwayat
perjalanan penyakit pasien dan pemeriksaan fisik merupakan hal yang paling
penting dalam mendiagnosis appendisitis.

DAFTAR PUSTAKA

14
1. Snell, Richard S. 2017. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta : EGC
2. Sjamsuhidajat, R., De Jong, W., 2004. Buku-Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.
Jakarta: EGC.
3. Brunicardi, F. Charles; Andersen, Dana K.; Billiar, Timothy R.; Dunn,
David L.; Hunter, John G.; Pollock, Raphael E. 2016. Swartz’s Manual Of
Surgery. 8thed. USA : McGraw Hill
4. Docstoc. 2017.  Apendisitis. Available from:
http://www.docstoc.com/docs/22262076/ -apendisitis [Accessed 11 January
2017]
5. McCance, Kathryn L., Hether, Sue E. 2017. Pathopysiology: The Biologic
Basis for Disease in Adults and Children. 5thed. Philadelphia : Elsevier
Mosby
6. Crawford, J. Kumar, V. 2017. Buku Ajar Patologi Edisi 7. Jakarta : EGC
7. Longo, Dan L., Fauci, Anthony S. 2015. Harrison’s Gastroenterology and
Hepatology. 2nded. New York : McGrew Hill Education.
8. Lee, d. 2017. Appedicitis and Appendectomy. Diunduh
dari: http://www.eapsa.org/parents/resources/Appendicitis.cfm. 11 January
2017
9. Rosai, J. 2016. Ackerman’s Surgical Pathology. 8th. Missiori : Mosby.
10. Departemen Bedah UGM. 2017. Apendik. Available from:
http://www.bedahugm.net/tag/appendix [Accessed 11 January 2017].
11. Wiyono, Mellisa H. 2015. Aplikasi Skor Alvarado pada Penatalaksanaan
Apendisitis Akut. Jakarta : J. Kedokt Meditek Vol.17
12. Sanyoto, D., 2017. Masa Remaja dan Dewasa. Dalam: Utama, Hendra,
ed. Bunga Rampai Masalah Kesehatan dari dalam Kandungan sampai Lanjut
Usia. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 297-300.

15

Anda mungkin juga menyukai