Anda di halaman 1dari 19

Bronkopneumonia

A. Definisi

Bronkopneumonia adalah suatu infeksi akut pada paru – paru yang secara

anatomi mengenai begian lobulus paru mulai dari parenkim paru sampai

perbatasan bronkus yang dapat disebabkan oleh bermacam– macam etiologi

seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing ditandai oleh trias (sesak nafas,

pernafasan cuping hidung, sianosis sekitar hidung atau mulut).

Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi traktus respiratoris bagian

atas selama beberapa hari.Suhu dapat naik mendadak sampai 39 – 40 C dan

mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi.Anak sangat gelisah

dispneu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan

sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang – kadang disertai muntah dan

diare.Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit, mungkin

terdapat batuk selama beberapa hari, yang mula – mula kering kemudian

menjadi produktif (Dewi, 2013).

B. Etiologi

Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh infeksi mikroorganisme ( virus,

bakteri, jamur, parasit ) dan sebagain kecil disebabkan oleh hal lain, seperti

aspirasi makanan dan asam lambung, benda asing, senyawa hidrokarbon,

reaksi hipersensitivitas, dan drug – or radiation induced pneumonitis. Usia

pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedaan


dan kekhasan penumonia anak terutama dalam spektrum etiologi, gambaran

klinis, dan strategi pengobatan.

Pada neonatus sering terjadi pneumonia akibat transmisi vertikal ibu – anak

yang berhubungan dengan proses persalinan. Infeksi terjadi akibat

kontaminasi dengan sumber infeksi dari ibu, misalnya melalui aspirasi

mekoneum, cairan amnion, atau dari serviks ibu. Spektrum mikroorganisme

penyebab pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus group B,

Chlamydia trachomatis, dan bakteri Gram negatif seperti E. coli,

Pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. disamping bakteri utama penyebab

pneumonia yaitu Streptococcus pneumoniae. Infeksi oleh Chlamydia

trachomatis akibat transmisi dari ibu selama proses persalinan sering terjadi

pada bayi di bawah 2 bulan. Penularan transplasenta juga dapat terjadi dengan

mikroorganisme Toksoplasma, Rubela, virus Sitomegalo, dan virus Herpes

simpleks ( TORCH ), Varisela – Zoster, dan Listeria monocytogenes.

Pada bayi yang lebih besar dan anak balita, pneumonia lebih sering

disebabkan oleh infeksi Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae

tipe B, dan Staphylococcus aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan

remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma

pneumoniae.Di negara maju, pneumonia pada anak tertuama disebabkan oleh

virus, di samping bakteri, atau campuran bakteri dan virus (Raharjoe NN,

2010).
C. Klasifikasi

1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis:

a. Pneumonia komuniti ( community – acquired pneumonia ) :

pneumonia yang didapat di masyarakat dan sering disebabkan oleh

kokus Gram positif ( Pneumokokus, Staphylococcus ), basil Gram

negatif ( Haemophillus influenzae ), dan bakteri atipik.

b. Pneumonia nosokomial ( hospital – acquired pneumonia ) :

pneumonia yang timbul setelah 72 jam dirawat di rumah sakit, yang

lebih sering disebabkan oleh bakteri gram negatif ( Staphylococcus

aureus ) dan jarang oleh pneumokokus atau Mycoplasma pneumoniae.

c. Pneumonia aspirasi : pneumonia yang terjadi akibat aspirasi antara lain

makanan dan asam lambung

d. Pneumonia pada penderita immunocompramised

2. Berdasarkan mikoorganisme penyebab

a. Pneumonia bakterial / tipikal

b. Pneumonia atipikal : disebabkan Mycoplasma, Legionella, dan

Clamydia

c. Pneumonia virus

d. Pneumonia jamur : sering merupakan infeksi sekunder dengan

predileksi pada penderita dengan daya tahan tubuh lemah (

immunocompromised )
3. Berdasarkan predileksi infeksi

a. Pneumonia lobaris

b. Bronkopneumonia

c. Pneumonia interstisial (Sudoyo et al, 2015).

4. Patogenesis

Normalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai

parenkim paru. Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui

mekanisme pertahanan anatomis dan mekanis, dan faktor imun lokal dan

sistemik. Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks

batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa

sekresi Ig A lokal dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit,

komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas

yang diperantarai sel.

Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau

bila virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran

nafas bagian bawah melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari

saluran nafas bagian atas, dan jarang melalui hematogen. Virus dapat

meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran nafas bagian

bawah dengan mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon imun.

Diperkirakan sekitar 25-75 % anak dengan pneumonia bakteri didahului

dengan infeksi virus.


Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu :

1. Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang

berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan

peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.

Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan

dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.

Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin.

Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.

Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk

melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas

kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke

dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema

antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan

alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan

karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling

berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen

hemoglobin.

2. Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah

merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host )

sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi


padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan,

sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar,

pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga

anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat,

yaitu selama 48 jam.

3. Stadium III (3-8 hari berikutnya)

Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih

mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan

fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi

fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai

diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit,

warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi

mengalami kongesti.

4. Stadium IV (7-11 hari berikutnya)

Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan

peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi

oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula

(Bradley et al, 2011).

5. Manifestasi Klinik

Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar dari ringan

hingga sedang. Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam kehidupan,

dan mungkin terjadi komplikasi sehingga perlu dirawat. Beberapa faktor


yang mempengaruhi gambaran klinis pada anak adalah imaturitas

anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala

klinis yang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan

prosedur diagnostik invasif, etiologi noninfeksi yang relatif lebih sering,

dan faktor patogenesis.

Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung berat

ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut:

Gambaran infeksi umum :


a. Demam: suhu bisa mencapai 39 – 40 oc

b. Sakit kepala

c. Gelisah

d. Malaise

e. Penurunan nafsu makan

f. Keluhan gastrointestinal, seperti mual, muntah, atau diare

g. Kadang – kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner

Gambaran gangguan respiratori:


a. Batuk yang awalnya kering kemudian menjadi produktif

b. Sesak nafas

c. Retraksi dada

d. Takipnea

e. Napas cuping hidung


f. Penggunaan otat pernafasan tambahan

g. Air hunger

h. Merintih

i. Sianosis

Bronkopneumonia biasanya di dahului oleh infeksi saluran nafas bagian

atas selama beberapa hari. Batuk mungkin tidak dijumpai pada anak –

anak. Bila terdapat batuk, batuk berawal kering lalu berdahak. Pada

pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti vokal fremitus

yang meningkat pada daerah terkena, pekak perkusi atau perkusi yang

redup pada daerah yang terkena, suara napas melemah, suara napas

bronkial, dan ronki. Akan tetapi pada neonatus dan bayi kecil, gejala dan

tanda pnuemonia lebih beragam dan tidak selalu terlihat jelas. Pada

perkusi dan auskultasi paru umumnya tidak ditemukan kelainan (Raharjoe,

2010).

6. Pemeriksaan Laboratorium

1. Darah Perifer Lengkap

Pada pneumonia virus dan mikoplasma, umumnya ditemukan leukosit

dalam batas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi pada

pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000

– 40.000 / mm3 dengan predominan PMN. Leukopenia ( < 5.000 / mm 3

) menunjukkan prognosis yang buruk. Leukositosis hebat hampir

selalu menunjukkan adanya infeksi bakteri sering ditemukan pada


keadaan bakteremi, dan risiko terjadinya komplikasi lebih tinggi. Pada

infeksi Clamydia pneumoniae kadang – kadang ditemukan eosinofilia.

Efusi pleura merupakan cairan eksudat dengan sel PMN berkisar

antara 300 – 100.000 / mm3, protein > 2,5 g/dL, dan glukosa relatif

lebih rendah dibandingkan glukosa darah. Kadang – kadang terdapat

anemia ringan dan laju endap darah ( LED ) yang meningkat.

Trombositopeni dapat ditemukan pada 90% penderita pneumonia

dengan empiema. Secara umum hasil pemeriksaan darah perifer tidak

dapat membedakan antara infeksi virus dan infeksi bakteri secara

pasti.

2. C – Reaktive Protein ( CRP ) dan LED

CRP adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit.

Sebagai respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP secara

cepat distimulasi oleh sitokin, terutama IL – 6, IL – 1, dan TNF.

Meskipun fungsinya belum diketahui, CRP sangat mungkin berperan

dalam opsonisasi mikroorganisme atau sel yang rusak. Secara klinis

CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara

faktor infeksi dan non infeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi

bakteri superfisialis dan profunda, dimana kadar CRP biasanya lebih

rendah pada infeksi virus dan infeksi bakteri superfisialis

dibandingkan infesksi bakteri profunda.

3. Uji Serologis
4. Pemeriksaan Mikrobiologis

Pemeriksaan mikrobiologis untuk diagnosis pneumonia anak tidak

rutin dilakukan kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di RS.

Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat berasal dari usap

tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi pleura,

atau aspirasi paru. Pemeriksaan sputum kurang berguna. Diagnosis

dikatakan definitif apabila kuman ditemukan dalam darah, cairan

pleura, atau aspirasi paru, kecuali pada masa neonatus, dimana

kejadian bakteremia sangat rendah sehingga kultur darah jarang

positif.

5. Analisa Gas Darah

6. Pemeriksaan Rontgen Thorax

Foto toraks dengan proyeksi antero – posterior merupakan dasar

diagnosis untuk pneumonia. Foto lateral dilakukan bila diperlukan

informasi tambahan, misalnya efusi pleura. Kelainan foto toraks pada

pneumonia tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis. Kadang

– kadang bercak – bercak sudah ditemukan pada gambaran radiologis

sebelum timbul gejala klinis. Akan tetapi, resolusi infiltrat sering

memerlukan waktu yang lebih lama setelah gejala klinis menghilang.

Pada pasien dengan pneumonia tanpa komplikasi, ulangan foto

rontgen tidak diperlukan. Ulangan foto rontgen toraks diperlukan bila


gejala klinis menetap, penyakit memburuk, atau untuk tidak lanjut

(Raharjoe, 2011).

7. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut (Bradley,

2011) :

1. Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan

dinding dada

2. Panas badan

3. Ronkhi basah halus-sedang nyaring (crackles)

4. Foto thorax meninjikkan gambaran infiltrat difus

5. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan

limfosit predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang

predominan)

Diagnosis etiologi berdasarkan pemeriskaan mikrobiologis dan / atau

serologis merupakan dasar yang optimal. Akan tetapi, penemunan bakteri

penyebab tidak selalu mudah karena memerlukan laboratorium

menunjang yang memadai. Oleh karena itu pneumonia pada anak


didiagnosis berdasarkan gambaran klinis yang menunjukkan keterlibatan

sistem respiratori, serta gambaran radiologis. Prediktor paling kuat

adanya pneumonia adalah demam, sianosis, dan lebih dari satu gejala

respiratori sebagai berikut: takipnea, batuk, napas cuping hidung,

retraksi, ronki, dan suara napas melemah.

Gejala klinis sederhana tersebut meliputi: napas cepat, sesak napas, dan

berbagai tanda bahaya agar anak segera dirujuk ke rumah sakit. Napas

cepat dinilai dengan menghitung napas anak dalam 1 menit penuh dalam

keadaan tenang. Sesak napas dinilai dengan melihat adanya tarikan

dinding dada bagian bawah ke dalam ketika menarik napas ( retraksi

epigastrium ). Tanda bahaya pada anak berusia 2 bulan – 5 tahun adalah

tidak dapat minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, dan gizi buruk,

sedangkan tanda bahaya pada anak berusia dibawah 2 bulan adalah malas

minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, mengi, dan demam/badan

terasa dingin. Berikut adalah klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman

tersebut:

Diagnosis Pneumonia Untuk Bayi dan Anak Usia 2 Bulan – 5 Tahun.

Bayi dan anak berusia 2 bulan – 5 tahun

Pneumonia berat
 bila ada sesak napas

 harus dirawat dan diberikan antibiotic

Pneumonia

 bila tidak ada sesak napas

 ada napas cepat dengan laju napas

o > 50 x/menit untuk anak usia 2 bulan – 1 tahun

o > 40 x/menit untuk anak > 1 – 5 tahun

 tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral

Bukan pneumonia

 bila tidak ada napas cepat dan sesak napas

 tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya

diberikan pengobatan simptomatis seperti penurun panas

Pada bayi berusia di bawah 2 bulan, perjalanan penyakitnya lebih bervariasi,

mudah terjadi komplikasi, dan sering menyebabkan kematian. Klasifikasi

pneumonia pada kelompok usia ini adalah sebagai berikut:

Diagnosis Pneumonia Untuk Bayi Di Bawah 2 Bulan.

Bayi di bawah 2 bulan

Pneumonia
 bila ada napas cepat ( > 60 x/menit ) atau sesak napas

 harus dirawat dan diberikan antibiotic

Bukan pneumonia

 bila tidak ada napas cepat dan sesak napas

 tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya

diberikan pengobatan simptomatis seperti penurun panas

Namun, menurut Pelayanan Kesehatan Medik Rumah Sakit (2009),

pneumonia dapat dibagi menjadi pneumonia ringan dan berat:

1. Pneumonia ringan: Disamping batuk atau kesulitan napas, hanya

terdapat napas cepat saja, dimana napas cepat adalah:

a.pada usia 2 bulan – 11 bulan : ≥ 50 kali / menit

b. pada usia 1 tahun – 5 tahun : ≥ 40 kali / menit

2. Pneumonia berat: Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah

minimal salah satu hal berikut ini:

a. kepala terangguk – angguk

b. pernapasan cuping hidung

c. tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam

d. foto dada menunjukkan gambaran pneumonia ( infiltrat luas,

konsolidasi, dll. )
Selain itu bisa didapatkan pula tanda berikut ini:

 Napas cepat

a) anak umur < 2 bulan : ≥ 60 kali / menit

b) anak umur 2 – 11 bulan : ≥ 50 kali / menit

c) anak umur 1 – 5 tahun : ≥ 40 kali / menit

d) anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30 kali / menit

 Suara merintih ( grunting ) pada bayi muda

 Pada auskultasi terdengar

a) crackles ( ronki )

b) suara pernapasan menurun

c) suara pernapasan bronkial

Dalam keadaan yang sangat berat dapat dijumpai:

a) tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan

semuanya

b) kejang, letargi, atau tidak sadar

c) sianosis

d) distress pernapasan berat (WHO, 2015).

8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak terdiri

dari 2 macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus:

1. Penatalaksaan Umum
a) Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit à sampai sesak nafas hilang

atau PaO2 pada analisis gas darah ≥ 60 torr.

b) Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.

c) Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.

2. Penatalaksanaan Khusus

a) Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak

diberikan pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi

reaksi antibioti awal.

b) Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu

tinggi, takikardi, atau penderita kelainan jantung

c) Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan

manifestasi klinis. Pneumonia ringan diberikan amoksisilin 10-25

mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan angka resistensi  penisillin tinggi

dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari).

Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :

1. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis

2. Berat ringan penyakit

3. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis

4. Ada tidaknya penyakit yang mendasari


Pemilihan antibiotik dalam penanganan pneumonia pada anak harus

dipertimbangkan berdasakan pengalaman empiris, yaitu bila tidak ada kuman

yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama) menurut

kelompok usia :

1. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :

a) ampicillin + aminoglikosid

b) amoksisillin - asam klavulanat

c) amoksisillin + aminoglikosid

d) sefalosporin generasi ke-3

2. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bln-5 thn)

a) beta laktam amoksisillin

b) amoksisillin - asam klavulanat

c) golongan sefalosporin

d) kotrimoksazol

e) makrolid (eritromisin)

3. Anak usia sekolah (> 5 thn)

a) amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)

b) tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)


Dewi GASS. 2013. Bronkopneumonia. Medula. 1(2); 63-71.

Raharjoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB. 2010. Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi

1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. hal. 350 -365.

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2015. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Jilid 2. Jakarta: Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Indonesia.

WHO. 2015. Revised WHO classification and treatment of childhood pneumonia at

health facilities. WHO: Switzerland

Bradley JS et al. 2011. The Management of Community-Acquired Pneumonia in

Infants and Children Older than 3 Months of Age : Clinical Practice

Guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious

Diseases Society of America. Clin Infect Dis. 53 (7): 617-630

Tim Adaptasi Indonesia. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit:

Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama Di Kabupaten/Kota.

Jakarta: World Health Organization. 2009. hal. 83 – 113

Anda mungkin juga menyukai