Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH APENDIKSITIS

Dosen Pengampu:

Bpk. I Ketut Swastika,S.Pd,S.Kep,M.Kes

Disusun oleh :

Kelompok 8 Patofisiologi

Andini Sineri
Kristen I F Korwa
Jenni Manggaprouw
Lissa O Yogi
Muh Nur Alim

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAYAPURA
JURUSAN D III TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK
TAHUN 2023/2024

i
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, atas
rahmat-Nya dan kasih karunia-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat
terselesaikan tepat pada waktunya. Penulisan makalah ini berjudul
“ APENDIKSITIS”.

Penyusunan makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah


“PATOFISIOLOGI” yang telah diberikan. Dalam makalah ini, kami akan
membahas secara mendalam mengenai penyakit apendisitis, termasuk definisi,
gejala/tanda, faktor penyebab, penanganan serta metode penanganan yang kuratif.
Dalam penyusunan karya ilmiah ini penulis berterimakasih kepada Dosen Bpk. I
Ketut Swastika,S.Pd,S.Kep,M.Kes dan kepada pihak lain yang sudah memberikan
dukungan dan bimbingan atas tugas yang diberikan.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak luput dari
kekurangan - kekurangan, maka dari itu saran dan kritik pembaca akan kami
terima dengan senang hati demi perbaikan penyusunan makalah ini. Akhir kata,
semoga makalah ini bisa menjadi referensi dan bisa bermanfaat bagi pembaca
mengenai apendiksitis.

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................... 2
1.3 Tujuan ............................................................................................................ 2
1.4 Manfaat .......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3
2.1 Review Anatomi ............................................................................................ 3
2.2 Pengertian ...................................................................................................... 3
2.3 Penyebab Penyakit ......................................................................................... 3
2.3.1 Etiologi .................................................................................................... 3
2.3.2 Epidemiologi ........................................................................................... 4
2.4 Patogenesis .................................................................................................... 4
2.5 Gejala/Tanda .................................................................................................. 5
2.6 Tes Diagnosis ................................................................................................. 5
2.7 Prognosis ....................................................................................................... 6
2.8 Penatalaksanaan ............................................................................................. 7
2.8.1 Pencegahan (Preventif) ........................................................................... 7
2.8.2 Kuratif ..................................................................................................... 7
2.8.3 Diit .......................................................................................................... 8
2.8.4 Rehabilitatif ............................................................................................. 9
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 10
3.1 KESIMPULAN ...................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 11

iii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Apendisitis merupakan peradangan pada apendiks vermiformis atau biasa
dikenal di masyarakat dengan peradangan pada usus buntu. Beberapa
penelitian mengungkapkan bahwa adanya peradangan atau sumbatan pada
apendiks yang bersifat episodik dan hilang timbul dalam waktu yang lama.
Appendiks vermivormis, yaitu suatu organ yang berbentuk memanjang dengan
panjang 6-9 cm dengan pangkal terletak pada bagian pangkal usus besar
bernama sekum yang terletak pada perut kanan bawah.

Apendisitis disebabkan karena adanya sumbatan pada lumen apendiks,


hyperplasia jaringan limfe, tumor apendiks dan kebiasaan makan makanan
rendah serat. Tanda gejala yang muncul pada pasien apendisitis yaitu nyeri
pada area periumbilikus, demam, mual muntah, konstipasi dan anoreksia.
Apabila apendisitis tidak mendapatkan perawatan dapat mengakibatkan
keparahan, sehingga perlu adanya tindakan apendiktomi yang dapat
menimbulkan masalah salah satunya yaitu nyeri akut pada luka insisi
apendiktomi.

Apendisitis menjadi salah satu kasus bedah abdomen yang sering terjadi
di dunia. World Health Organization (WHO) menyebutkan insiden apendisitis
di Asia dan Afrika pada tahun 2014 sebanyak 4,8% dan 2,6% dari total
penduduk. Di Indonesia kasus apendisitis cukup tinggi, berdasarkan data yang
diperoleh pada tahun 2016 jumlah penderita apendisitis sebanyak 65.755
orang. Dinkes Jawa timur menyebutkan pada tahun 2017 jumlah penderita
sebanyak 5.980 orang dan 177 penderita diantaranya menyebabkan kematian.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Pengertian dan Review Anatomi penyakit epindiksitis
2. Penyebab Penyakit, Pathogenesis, dan Gejala/Tanda dari penyakit
epindeksitis
3. Tes Diagnosis, Prognosis dari Penyakit Epindekitis
4. Penatalaksanaan Penyakit Epindiksitis (Pencegahan, Kuratif, Diit,
Rehabilitatif)

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Epindiksitis
2. Untuk mengetahui Penyebab Penyakit, Pathogenesis, dan Gejala/Tanda
dari penyakit epindeksitis
3. Untuk mengetahui Tes Diagnosis, Prognosis dari Penyakit Epindekitis.
4. Untuk mengetahui Penatalaksanaan Penyakit Epindiksitis (Pencegahan,
Kuratif, Diit, Rehabilitatif)
1.4 Manfaat
1. Dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan Epindiksitis?
2. Dapat mengetahui Penyebab Penyakit, Pathogenesis, dan Gejala/Tanda
dari penyakit epindeksitis?
3. Dapat mengetahui Tes Diagnosis, Prognosis dari Penyakit Epindekitis?
4. Dapat mengetahui Penatalaksanaan Penyakit Epindiksitis (Pencegahan,
Kuratif, Diit, Rehabilitatif)?

2
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Review Anatomi
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm
(kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian
proksimal dan melebar dibagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks
berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya.
Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu.
Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitional. Kedudukan itu memungkinkan
apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks
penggantungannya.

2.2 Pengertian
Apendiks disebut dengan sebutan umbai cacing. Apendisitis merupakan
peradangan pada apendiks vermiformis atau biasa dikenal di masyarakat dengan
peradangan pada usus buntu. Istilah usus buntu yang dikenal oleh masyarakat
kurang tepat dikarenakan usus yang buntu sebenarnya adalah sekum. Dimana
organ ini merupakan organ yang tidak diketahui fungsinya dan sering
menimbulkan masalah kesehatan. Peradangan akut apendiks memerlukan tindak
bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya.

Klasifikasi dari Apendiksitis;


Terdapat 2 klarifikasi dariapendisitis, yaitu;
a. Apendisitis Akut
b. Apendisitis Kronik

2.3 Penyebab Penyakit


2.3.1 Etiologi
Apendisitis merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal menjadi faktor
penyebabnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor pencetus
disamping hyperplasia jaringan limfe, batu feses, tumor apendiks, dan cacing
Askaris dapat juga menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga
3
menimbulkan apendisitis yaitu erosi mukosa apendiks karena parasit seperti
E.Histolytica.
Selain itu apendisitis juga bisa disebabkan oleh kebiasaan makan
makanan rendah serat sehingga dapat terjadi konstipasi. Konstipasi akan
menaikkan tekanan intrasekal yang mengakibatkan terjadinya sumbatan
fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon.

2.3.2 Epidemiologi
Insiden apendiksitis akut di negara maju lebih tinggi dari pada di negara
berkembang. Namun, dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya
menurun secara bermakna . Hal ini di duga di sebabkan oleh meningkatnya
penggunaan makanan berserat dalam menu sehari hari.
Apendiksitis dapat di temukan pada semua umur, hanya pada anak
kurang dari satu tahun jarang di laporkan. Insiden tertinggi pada kelompok
umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insiden pada laki laki dan perempuan
umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insidens laki laki lebih
tinggi.

2.4 Patogenesis
Apendiksitis vermiformis merupakan sisa apeks sekum yang pada manusia
fungsinya tidak di ketahui. Apendiks merupakan tabung panjang sempit (sekitar 6
sampai 9 cm). Pada apendiks ini terdapat arteria apendikulasi yang merupakan
end-arfery.

Pada posisi nya yang normal, apendiks terletak pada dinding abdomen di
bawah titik MC Burney. Titik MC Burney di cari dari dengan menarik garis
spinal iliaka superor kanan ke umbilikus.

Apendiksitis merupakan suatu peradangan apendiks yang mengenai semua


lapisan dinding organ tersebut. Tanda patogenetik primer di duga karena obstruksi
lumen biasanya oleh fekolot (feses keras). Penyumbatan pengeluaran sekret mulut
mengakibatkan pembekakkan, infeksi dan ulserasi. Peningkatan tekanan
intraluminal dapat menyebabkan oklusi end-arfery apendikularis. Bila keadaan ini
4
di biarkan berlangsung terus, biasanya mengakibatkan nekrosis,gangtren,dan
perforasi. Dalam penelitian terakhir telah di temukan bahwa ulserasi mukosa
merupakan langkah awal dari terjadinya apendiksitis pada lebih dari separuh kasus,
lebih sering dari pada sumbatan pada lumen (Silen,1991). Penyebab ulserasi tdk di
ketahui, walaupun sampai sekarang telah di postulasikan bahwa penyebabnya
adalah virus.

2.5 Gejala/Tanda
Tanda dan gejala apendisitis;

1. Nyeri pindah kekanan bawah (yang akan menetap dan di perberat bila
berjalan atau batuk) dan menunjukan tanda rangsangan peritonium lokal di
titik Mc.Burney ; nyeri tekan, nyeri lepas, defans muskuler.

2. Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung.

3. Nyeri pada kuadran kanan bawah saat kuadran kiribawah ditekan

4. Nyeri kanan bawah bila tekanan disebelah kiri dilepas

5. Nyeri kanan bawah bila peritoneuum bergerak seperti nafas dalam,


berjalan,batuk, mengendan.

6. Nafsu makan menurun.

7. Demam yang tidak terlalu tinggi.

8. Biasanya terdapat konstipasi, tapi kadang-kadang terjadi diare.

2.6 Tes Diagnosis


Pemeriksaan penunjang apendiksitis meliputi sebagai berikut :
a. Pemeriksaan fisik

1. Inspeksi : akan tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga perut


dimana dinding perut tampak mengencang (distensi).

2. Palpasi : didaerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa nyeri dan bila
tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign) yang mana
5
merupakan kunci dari diagnosis apendiksitis akut.

3. Dengan tindakan tungkai bawah kanan dan paha diteku kuat/tungkai di


angkat tinggi-tinggi, maka rasa nyeri di perut semakin parah (proas sign).

4. Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah bila


pemeriksaan dubur dan atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga.

5. Suhu dubur yang lebih tinggi dari suhu ketiak, lebih menunjang lagi adanya
radang usus buntu.

b. Pemeriksaan Laboratorium

1. SDP : Leukositosis diatas 12.000/mm3, Neutrofil meningkat sampai 75%.

2. Urinalisis : Normal, tetapi eritrosit/leukosit mungkin ada.

3. Foto abdomen: Dapat menyatakan adanya pergeseran, material apendiks


(fekalit), ileus terlokalisir Kenaikan dari sel darah putih (leukosit) hingga
10.000- 18.000/mm3. Jika peningkatan lebih dari itu, maka kemungkinan
apendiks sudah mengalami perforasi (pecah).

c. Pemeriksaan Radiologi

1. Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit.

2. Ultrasonografi (USG)

3. CT Scan

4. Kasus kronik dapat dilakukan rontgen foto abdomen, USG abdomen dan
apendikogram

2.7 Prognosis
Dengan operasi dini, kemungkinan kematian akibat radang usus sangat
rendah. Orang tersebut biasanya dapat meninggalkan rumah sakit dalam 1 hingga
3 hari, dan pemulihan biasanya cepat dan tuntas. Namun, orang lanjut usia
seringkali membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih.

6
Tanpa pembedahan atau antibiotik (seperti yang mungkin terjadi pada orang
di lokasi terpencil tanpa akses terhadap perawatan medis modern), lebih dari 50%
penderita radang usus buntu akan meninggal.

Prognosisnya lebih buruk bagi orang yang mengalami pecah usus buntu,
abses, atau peritonitis.

2.8 Penatalaksanaan
2.8.1 Pencegahan (Preventif)
Mengonsumsi makanan yang kaya akan serat akan membantu melunakan
makanan sehingga tidak menginap terlalu lama didalam usus besar. Hal tersebut
bisa mencegah sebagian sampah makanan nyasar ke dalam usus buntu.

Makanan kaya akan serat juga merupakan nutrisi yang cocok untuk
kehidupan bakteri “baik”didalam usus besar, tetapi tidak disukai bakteri patogen
(yang dapat menimbulkan peyakit). Sehingga sistem pencernaan dan tubuh kita
akan lebih serat, karena lebih banyak bakteri “baik” daripada bakteri patogen
didalam usus.

2.8.2 Kuratif
Penanganan kuratif merujuk pada metode perawatan yang bertujuan untuk
menyembuhkan penyakit yang sudah ada pada tubuh seseorang. Fokus utama dari
perawatan kuratif adalah menghilangkan penyebab penyakit dan mengobati
gejala yang muncul. Beberapa contoh tindakan;

1. Pemberian Antibiotik : Jika terkena infeksi bakteri, pemberian antibiotik


bertujuan untuk mengatasi infeksi.

2. Kemoterapi atau Terapi Radiasi : Digunakan untuk pengobatan


kanker,Tujuannya adalah menghentikan pertumbuhan sel kanker.

3. Pembedahan : Contohnya, pengangkatan radang usus buntu (appendix).

4. Terapi Lainnya : Terapi dialisis untuk pengobatan gagal ginjal, akupunktur


untuk mengatasi kondisi tertentu, program diet khusus untuk kondisi spesifik.

7
2.8.3 Diit
Beberapa jenis makan yang disarankan untuk menunjang penyembuhan
radang usus buntu atau apendisitis, yaitu;

1. Makanan Tinggi Protein

Asupan protein menjadi salah satu nutrisi penting yang harus ada dalam
makanan untuk penderita radang usus. Beberapa pilihan makanan tinggi
protein adalah daging merah tanpa lemak, ikan salmon, telur, tahu, dan
kacang-kacangan yang dihaluskan.

2. Makanan Probiotik dan Prebiotik.

Ketika sedang mengalami gangguan pada sistem pencernaan, seperti radang


usus buntu, penderita disarankan untuk memperbanyak asupan makanan
tinggi probiotik. Makanan untuk penderita usus buntu ini dapat membantu
menyeimbangkan jumlah bakteri baik dan jahat dalam tubuh. Adapun
sejumlah pilihan makanan sehat untuk penderita usus buntu yang
mengandung probiotik adalah tempe, kefir, dan yogurt.

Selain probiotik, penderita usus buntu juga dianjurkan mengonsumsi


makanan yang mengandung prebiotik, seperti pisang, dan bawang-bawangan.
Pasalnya, makanan prebiotik dapat membantu perkembangbiakan bakteri
baik dan menjaga gerak peristaltik tetap berjalan lancar. Lancarnya kontraksi
usus dan banyaknya jumlah bakteri baik akan membuat kondisi usus buntu
membaik.

3. Sayur dan Buah Matang

Penderita usus buntu sebaiknya menghindari sayur mentah, seperti sayur kol
atau selada mentah. Jika ingin mengonsumsi sayuran, sebaiknya pilih
sayuran yang sudah dimasak dengan matang dan rendah serat. Jenis sayuran
rendah serat di antaranya asparagus, bayam, dan kentang tanpa kulit. Begitu
juga ketika ingin mengonsumsi buah-buahan. Sebaiknya, pilih buah yang

8
bertekstur lembut, dan sudah matang

4. Makanan bebas Gluten

Makanan untuk penderita usus buntu berikutnya adalah makanan yang diolah
dari biji-bijian, seperti pasta, oatmeal, nasi putih dan roti bebas gluten
(gluten-free). Jenis makanan bebas gluten umumnya sudah diolah sedemikian
rupa sehingga lebih mudah dicerna oleh sistem pencernaan yang sedang
meradang, terutama usus.

2.8.4 Rehabilitatif
Upaya yang dapat dilakukan terhadap penderita apendisitis (usus buntu),yaitu
melalui beberapa upaya, terlebih kepada seseorang yang selesai operasi;

1. Upaya Promotif yaitu upaya yang meliputi pemberian pendidikan kesehatan


tentang penyakit apendisitis. Dalalm posisi setelah oprasi bisa dilakukan
dengan cara mengajarkan kepada pasien untuk melakukan teknik relaksasi
nafas dalam dan distraksi.

2. Upaya Preventif yaitu mencegah infeksi pada luka post operasi dengan cara
perawatan luka dengan teknik aseptik dan antiseptik.

3. Upaya Kuratif meliputi pemberian pengobatan dan menganjurkan klien untuk


mematuhi terapi.

4. Upaya Rehabilitatif meliputi perawatan luka di rumah dan menganjurkan


pasien mobilisasi di rumah serta meneruskan terapi yang telah diberikan, dan
juga pemberian asupan gizi yang baik supaya luka cepat kering.

9
BAB III

PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1. Apendisitis merupakan peradangan pada apendiks vermiformis atau biasa
dikenal di masyarakat dengan peradangan pada usus buntu. Istilah usus buntu
yang dikenal oleh masyarakat kurang tepat dikarenakan usus yang buntu
sebenarnya adalah sekum.

2. Klasifikasi dari Apendiksitis;


Terdapat 2 klarifikasi dari apendisitis, yaitu;
Apendisitis Akut
Apendisitis Kronik

3. Gejala/Tanda: Nyeri pindah kekanan bawah, Nyeri rangsangan peritoneum


tidak langsung, Nyeri pada kuadran kanan bawah saat kuadran kiri bawah
ditekan, Nyeri kanan bawah bila tekanan disebelah kiri dilepas, Nyeri kanan
bawah bila peritoneuum bergerak seperti nafas dalam, berjalan,batuk,
mengendan, Nafsu makan menurun,Demam yang tidak terlalu tinggi,
Biasanya terdapat konstipasi, tapi kadang-kadang terjadi diare.
4. Pengaturan pola makan untuk penderita apendiks, pada orang setelah operasi:
Makanan Tinggi Protein, Makanan Probiotik dan Prebiotik, Sayur dan Buah
Matang dan Makanan bebas Gluten.

10
DAFTAR PUSTAKA
Budiarto, Eko. 2013. Pengantar Epidemiologi. EGC: Jakarta

Burkitt DP : Epidemiology of colon and rectum cancer, cancer 28 : 3-13,1971

De Jong, R Sjamsuhidajat. I, Riwanto. Hamami, AH. J. Pieter. I.A, Tjambolang


Tadjuddin. Usus Halus, Appendiks, Kolon, dan Anorektum. Jakarta: EGC, 731-98,
2013.

Irwan. 2017. Epidemiologi Penyakit Menular. Absolute Media: Yogyakarta.

Lapau, B., Birwin, A. 2017. Prinsip & Metode Epidemiologi. Kencana: Depok

Nangi, M.H., Yantri, F., Lestari S.A. 2019. Dasar Epidemiologi. Deepublish:
Sleman.

Saputro,N.E . Asuhan Keperawatan Pada Klien Post Operasi Apendisitis dengan


Masalah Keperawatan Kerusakan Integrasi Jaringan (Diruang Mawar Rumah
Sakit Umum Daerah Jombang).STIKes Insan Cendekia Medika Jombang, 2018.

D,Warsinggih. Bahan Ajar Apendiksitis Akut. Nusantara Medical


Science.[Internet]. 2010.Diakes : 22 January 2018.

Wim De Jong, R Sjamsuhidayat. Buku ajar ilmu bedah, sistem organ dan tindak
bedahnya. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2010.

11

Anda mungkin juga menyukai