Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

APENDISITIS AKUT

Disusun Sebagai Bagian dari Persyaratan Menyelesaikan


Program Internship Dokter Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Barat

Disusun Oleh:
dr. Diana Mardilasari

Pembimbing:
dr. Nanang Widodo, Sp.B. FINACS

DALAM RANGKA MENGIKUTI PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


DINAS KESEHATAN PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
DINAS KESEHATAN KOTA MATARAM
RUMAH SAKIT BHAYANGKARANUSA TENGGARA BARAT
PERIODE JUNI 2017 – JUNI 2018
BERITA ACARA PRESENTASI DISKUSI KASUS

Pada hari ini tanggal 4 Mei 2018, telah dipresentasikan Laporan Kasus oleh:

Nama peserta : dr. Diana Mardilasari


Dengan judul/topik : Apendisitis Akut
Nama pendamping : dr. Mike Wijayanti Djohar
Nama pembimbing : dr. Nanang Widodo, SpB. FINACS
Nama wahana : Rumah Sakit Bhayangkara, Kota Mataram, NTB.

No Nama Peserta Presentasi Tanda Tangan

1 dr. Sumantara Raharja Wa’as 1.


2 dr. Moh. Arif Kurniawan Taufiq 2.
3 dr. Nur Oktia Nirmalasari 3.
4 dr. Hidayatullah 4.
5 dr. Laila Nurmala 5.
6 dr. Puji Nurhidayati 6.
7 dr. Nurul Hidayati 7.
8 dr. Heromi Fatmiwati 8.
9 dr. Tribhuwana Permalinda 9.
10 dr. Bq. Prita Riantiani Wardi 10.

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.

Pembimbing Pendamping

(dr. Nanang Widodo, Sp.B. FINACS) ( dr. Mike Wijayanti Djohar)


Spesialis Bedah NIP: 19751219 200501 2 005

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Apendisitis akut adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada apendik dan
merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui. Apendisitis akut
merupakan radang bakteri yang dicetuskan berbagai faktor, diantaranya adalah hiperplasia
jaringan limfe, fekalith dan cacing ascaris dapat juga menimbulkan penyumbatan.1
Apendisitis dapat ditemukan pada laki-laki maupun perempuan dengan risiko
menderita apendisitis selama hidupnya mencapai 7-8%. Insiden tertinggi dilaporkan pada
rentang usia 20-30 tahun. Kasus perforasi apendiks pada apendisitis akut berkisar antara 20-
30% dan meningkat 32-72% pada usia lebih dari 60 tahun, sedangkan pada anak kurang dari
satu tahun kasus apendisitis jarang ditemukan. Appendisitis akut memerlukan pembedahan
segera untuk mencegah komplikasi yang lebih buruk. Keterlambatan penanganannya
berisiko terjadinya appendisitis perforasi sehingga dapat meningkatkan angka morbiditas
dan mortalitas. Angka mortalitas bervariasi, pada appendisitis akut kurang dari 0,1%,
sedangkan pada appendicitis perforasi mencapai sekitar 5%. Temuan tersebut semakin
menunjukkan bahwa diagnosa appendisitis akut harus dilakukan dengan cepat dan tepat. 2,3
Diagnosis yang cepat dan tepat dapat mengurangi komplikasi yang mungkin
terjadi, seperti perforasi, peritonitis dan sepsis. Apabila telah terjadi komplikasi akibat
keterlambatan diagnosis maka prognosis pasien akan semakin buruk. Oleh sebab itu penulis
mengambil laporan kasus apendisitis akut sebagai bahan pembelajaran yang bersumber dari
beberapa literature.4

1.2 Tujuan
Tujuan dari laporan kasus ini antara lain:
- sebagai bahan pembelajaran untuk lebih mengetahui tentang apendisitis akut dan cara
penanganan apendisitis di fasilitas kesehatan.
- Sebagai salah satu persyaratan pemenuhan tugas sebagai internship di RS Bhayangkara
Mataram.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. Anatomi dan Fisiologi Apendiks


Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira 10 cm
dan berpangkal pada sekum. Apendiks memiliki lumen sempit dibagian proximal dan
melebar pada bagian distal. Saat lahir, apendiks pendek dan melebar dipersambungan
dengan sekum. Selama anak-anak, pertumbuhannya biasanya berotasi ke dalam retrocaecal
tapi masih dalam intraperitoneal. 1
Pada apendiks terdapat 3 tanea coli yang menyatu dipersambungan caecum dan
berguna dalam menandakan tempat untuk mendeteksi apendiks. Posisi apendiks terbanyak
adalah retrocaecal (74%), pelvic (21%), patileal (5%), paracaecal (2%), subcaecal (1,5%)
dan preleal (1%). Apendiks mendapat vaskularisasi oleh arteri apendicular yang
merupakan cabang dari arteri ileocolica. Arteri apendiks termasuk end arteri. Apendiks
memiliki lebih dari 6 saluran limfe melintangi mesoapendiks menuju ke nodus limfe
ileocaeca.2
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterika
superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X.
Oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula disekitar umbilikus. 1

Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir dicurahkan ke caecum. Jika


terjadi hambatan, maka akan terjadi apendisitis akut. GALT ( Gut Assoiated
Lymphoid Tisuue) yang terdapat pada apendiks menghasilkan Ig-A. Namun jika
apendiks diangkat, tidak ada mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlahnya
yang sedikit sekali.
II. Etiologi Apendisitis Akut
Apendisitis akut disebabkan oleh proses radang bakteria yang dicetuskan oleh
beberapa faktor pencetus. Ada beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang
apendiks, diantaranya : 1,2,3
 Faktor Obstruksi
Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hiperplasia jaringan lymphoid sub
mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab lainnya 1%
diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing.
 Faktor Bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor patogenesis primer pada apendisitis akut.
Bakteri yang ditemukan biasanya E.coli, Bacteriodes fragililis, Splanchicus,
Lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus.
 Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan terdapatnya malformasi yang herediter dari organ
apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang
memudahkan terjadi apendisitis.
 Faktor ras dan diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari.

III. Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan apendisitis kronik
(Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).
1. Apendisitis akut
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak pada
apendiks yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal.
Gejala apendisitis akut ialah nyeri samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium
disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual, muntah dan umumnya nafsu makan menurun.
Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke titik Mc.Burney. Nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas
letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat.
Apendisitis akut dibagi menjadi :
A. Apendisitis Akut Sederhana
Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan obstruksi. Sekresi
mukosa menumpuk dalam lumen appendiks dan terjadi peningkatan tekanan dalam lumen yang
mengganggu aliran limfe, mukosa appendiks menebal, edema, dan kemerahan. Gejala diawali dengan
rasa nyeri di daerah umbilikus, mual, muntah, anoreksia, malaise dan demam ringan.

B. Apendisitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis)


Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan terbendungnya
aliran vena pada dinding apendiks dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia
dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding
apendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan
fibrin. Apendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat
fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik
Mc. Burney, defans muskuler dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat
terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.

C. Apendisitis Akut Gangrenosa


Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai terganggu sehingga terjadi
infark dan gangren. Selain didapatkan tanda-tanda supuratif, apendiks mengalami gangren pada
bagian tertentu. Dinding apendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman. Pada
apendisitis akut gangrenosa terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan peritoneal yang purulen
(Rukmono, 2011).

D. Apendisitis Infiltrat
Apendisitis infiltrat adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh
omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga membentuk gumpalan massa flegmon
yang melekat erat satu dengan yang lainnya.

E. Apendisitis Abses
Apendisitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus), biasanya di
fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrosekal, subsekal dan pelvikal.

F. Apendisitis Perforasi
Apendisitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah gangren yang menyebabkan
pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum. Pada dinding apendiks
tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik (Rukmono, 2011).

2. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya riwayat nyeri perut
kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria
mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total
lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa dan adanya sel inflamasi kronik.
Insiden apendisitis kronik antara 1-5%. Apendisitis kronik kadang-kadang dapat menjadi akut lagi dan
disebut apendisitis kronik dengan eksaserbasi akut yang tampak jelas sudah adanya pembentukan jaringan
ikat (Rukmono, 2011).

IV. Patofisiologi Apendisitis Akut


Apendisitis akut merupakan peradangan akut pada apendiks yang disebabkan oleh
bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus. Obstruksi pada lumen menyebabkan
mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin
banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
peningkatan intralumen. Tekanan di dalam sekum akan meningkat. Kombinasi tekanan tinggi
di sekum dan peningkatan flora kuman di kolon mengakibatkan sembelit, hal ini menjadi
pencetus radang di mukosa apendiks.
Perkembangan dari apendisitis mukosa menjadi apendisitis komplit yang meliputi
semua lapisan dinding apendiks tentu dipengaruhi oleh berbagai faktor pencetus setempat
yang menghambat pengosongan lumen apendiks atau mengganggu motilitas normal
apendiks.2,3
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami
hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri. Infeksi
menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin iskemik karena
terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks). Pada saat inilah terjadi
apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Gangren dan perforasi khas
dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien karena
ditentukan banyak faktor.3
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri
didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut. Bila kemudian
arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangrene. Stadium
ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan
terjadi apendisitis perforasi.3
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya.
Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan bawah. Pada suatu
ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut.3
V. Penegakan Diagnosa Apendisitis Akut
Gambaran klinis pada apendisitis akut yaitu :2,4
 Tanda awal nyeri di epigastrium atau regio umbilicus disertai mual dan anorexia.
Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5 - 38,5C. Bila suhu lebih tinggi,
mungkin sudah terjadi perforasi.
 Nyeri berpindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum
lokal di titik Mc Burney, nyeri tekan, nyeri lepas dan adanya defans muskuler.
 Nyeri rangsangan peritoneum tak langsung nyeri kanan bawah pada tekanan kiri
(Rovsing’s Sign) nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan
(Blumberg’s Sign) batuk atau mengedan.

Pemeriksaan Fisik 2,4


 Inspeksi
- Tidak ditemukan gambaran spesifik.
- Kembung sering terlihat pada komplikasi perforasi.
-Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada masaa atau abses
periapendikuler.
-Tampak perut kanan bawah tertinggal pada pernafasan
 Palpasi
- nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri tekan lepas.
- defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale.
- pada apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk
menentukan adanya rasa nyeri.
 Perkusi
- pekak hati menghilang jika terjadi perforasi usus.
 Auskultasi
- biasanya normal
- peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat
apendisitis perforata
 Rectal Toucher
- tonus musculus sfingter ani baik
- ampula kolaps
- nyeri tekan pada daerah jam 9 dan 12
- terdapat massa yang menekan rectum (jika ada abses).
 Uji Psoas
Dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kanan
atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks
yang meradang menepel di m. poas mayor, tindakan tersebut akan menimbulkan
nyeri.

 Uji Obturator
Digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan m.
obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan
endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri pada
apendisitis pelvika. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan
pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks.
 Alvarado Score
Characteristic Score

M = Migration of pain to the RLQ 1

A = Anorexia 1

N = Nausea and vomiting 1

T = Tenderness in RLQ 2

R = Rebound pain 1

E = Elevated temperature 1

L = Leukocytosis 2

S = Shift of WBC to the left 1

Total 10

Interpretasi dari skor Alvarado yaitu : pasien dengan skor ≥7 berisiko tinggi mengalami
apendisitis akut, sedangkan pasien dengan skor <5 memiliki risiko sangat rendah.

Pemeriksaan Penunjang 2,4


1. Laboratorium
a. Pemeriksaan darah
- leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut terutama pada kasus
dengan komplikasi.
-pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat.
b. Pemeriksaan urin untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam
urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis
banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala
klinis yang hampir sama dengan appendicitis.

2. Radiologis 5,6
a. Foto polos abdomen
Pada appendicitis akut yang terjadi lambat dan telah terjadi komplikasi
(misalnya peritonitis) tampak :
- scoliosis ke kanan
- psoas shadow tak tampak
- bayangan gas usus kanan bawah tak tampak
- garis retroperitoneal fat sisi kanan tubuh tak tampak
- 5% dari penderita menunjukkan fecalith radio-opak
b. USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan
USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG
dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan
ektopik, adnecitis dan sebagainya.
c. Barium enema
Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon
melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari
appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis
banding.
d. CT-Scan
Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga dapat
menunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti bila terjadi abses.
e. Laparoscopi
Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang
dimasukkan dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara langsung.
Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat
melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada appendix maka pada saat
itu juga dapat langsung dilakukan pengangkatan appendix (appendectomy).
VI. Penatalaksanaan Apendisitis Akut
Perawatan Kegawatdaruratan 2,6
 Berikan terapi kristaloid untuk pasien dengan tanda-tanda klinis dehidrasi atau
septicemia.
 Pasien dengan dugaan apendisitis sebaiknya tidak diberikan apapun melalui mulut.
 Berikan analgesik dan antiemetik parenteral untuk kenyamanan pasien.
 Pertimbangkan adanya kehamilan ektopik pada wanita usia subur, dan lakukan
pengukuran kadar hCG
 Berikan antibiotik intravena pada pasien dengan tanda-tanda septicemia dan pasien
yang akan dilanjutkan ke laparotomi.
Antibiotik Pre-Operatif 2,6
 Pemberian antibiotik pre-operatif telah menunjukkan keberhasilan dalam
menurunkan tingkat luka infeksi pasca bedah.
 Pemberian antibiotic spektrum luas untuk gram negatif dan anaerob diindikasikan.
 Antibiotik preoperative harus diberikan dalam hubungannya pembedahan.
Tindakan Operasi 2,6
 Apendiktomi, pemotongan apendiks.
 Jika apendiks mengalami perforasi, maka abdomen dicuci dengan garam
fisiologis dan antibiotika.
 Bila terjadi abses apendiks maka terlebih dahulu diobati dengan antibiotika IV,
massanya mungkin mengecil, atau abses mungkin memerlukan drainase dalam
jangka waktu beberapa hari.
`

VII. Komplikasi dan Prognosis


Komplikasi apendisitis akut ialah keadaan yang terjadi akibat perforasi, seperti
peritonitis generalisata dan abses. Radang dapat menjadi kronis, atau obstruksi pada leher
apendiks yang menyebabkan retensi mukus dan kemudian menimbulkan mukokel. Ini
sering tidak menimbulkan masalah klinis tetapi walaupun jarang, dapat terjadi ruptura
dan sel epitel yang mensekresi mukus dapat menyebar ke kavum peritoneum.
Jika appendicitis didiagnosis dan ditangani secara dini, maka prognosisnya akan
baik namun penanganan yang terlambat akan meningkatkan angka kesakitan dan
kematian
BAB III
LAPORAN KASUS

Nama : Nn. O / RM : 07 59 27
Umur : 28 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Senggigi, Indonesia
Agama : Islam
Tanggal masuk : 07/09/2017

I. SUBJEKTIF
a. Anamnesis : Autoanamnesis
b. Keluhan Utama : Nyeri perut kanan bawah
c. Anamnesis :

Pasien datang ke IGD RS Bhayangkara dengan keluhan nyeri perut kanan bawah
sejak satu hari sebelum masuk Rumah Sakit. Gejala awal yang timbul mulai dari 2 hari
yang lalu yaitu pasien mengeluh tidak nafsu makan, mual, muntah (setiap kali makan
dan/atau minum, muntahan isi makanan, air dan lendir keputihan) dan perut terasa
kembung. Gejala yang timbul kemudian diikuti nyeri yang dirasakan di ulu hati, nyeri
dirasakan terus-menerus dan tidak menjalar, nyeri dirasakan seperti tertusuk-tusuk dan
dirasakan makin lama makin memberat. Nyeri dirasakan memberat saat perut ditekan,
batuk, mengedan dan pasien bergerak, sehingga pasien susah beraktivitas. Pasien
mengeluh susah BAB sejak nyeri perut dirasakan. Pasien BAB 3x sedikit-sedikit,
konsistensi cair, namun tidak ada lendir maupun darah. Pola makan pasien tidak teratur
dan jarang mengkonsumsi serat. Pasien mengeluh nyeri pada perut kanan bawah semakin
memberat hebat sejak tadi pagi (07/09/2017) dan tidak tertahankan sehingga memutuskan
untuk ke IGD RS Bhayangkara. Skala nyeri sekitar 8-9.

Riwayat Penyakit dahulu :


 Riwayat keluhan yang sama (-)
 Riwayat hipertensi (-)
 Diabetes Melitus (-)

Riwayat Penyakit Keluarga : tidak ditemukan


Riwayat alergi obat atau makan : tidak ditemukan

II. PEMERIKSAAN FISIK


a. Keadaan umum : Sedang
b. Kesadaran : Compos Mentis

Status Vitalis :

TD :110/60 mmHg
N : 90 x/menit
RR : 22 x/menit
S : 38,6⁰C, axilla
Status Gizi:
BB : 45 kg
TB : 148 cm
IMT : 20.54 (Normal)

III. Pemeriksaan Fisis

Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak Ikterik

Leher : Kelenjar getah bening tidak membesar, JVP tidak meningkat

Thorak

Jantung I : Iktus tidak terlihat


Pa : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Pe : batas jantung normal

Aus : irama murni, teratur, murmur (-), gallop (-)

Paru I : simetris kiri dan kanan

Pa : fremitus kiri dan kanan sama

Pe : sonor

Aus : vesikuler, ronki (-), wheezing (-)

Status Lokalisata

Abdomen : Regio iliaca dekstra

I : Tidak tampak membuncit, darm countur (-), darm steifung (-)

Pa : Distensi (-), Nyeri tekan (+) dan nyeri lepas (-), tidak teraba massa,
Rovsing sign (+), Obturator sign (+), Psoas sign (+), Muscle rigidity (-)

Pe : Tympani

Aus : Bising usus (+) normal

Alat Kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan


Anus dan Rektum : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Edema -/-, hangat, ptekie (-)

IV. Diagnosa Kerja


Berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik pasien, pasien an. Nn.O dicurigai
menderita apendisitis akut.

V. Pemeriksaan Penunjang
adapun pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan Darah lengkap dan urine lengkap

HEMATOLOGI ( 07 SEPTEMBER 2017)


PARAMETER HASIL SATUAN NORMAL
HB 12,2 g/dL 11,0 – 15,0
LEUKOSIT 23,4 103/uL 4,0 – 10,0
HITUNG JENIS LEUKOSIT
NEUTROFIL 90 % 50,0-70,0 %
EOSINOFIL - % 1-3%
BASOFIL 1 % 0,5-1%
LIMFOSIT 6 % 20,0-40,0%
MONOSIT 10 % 0-5%
ERITROSIT 4,6 106/UI 4,0-5,2%
INDEKS SEL DARAH MERAH
MCV 84 um3 P : 78-100
MCH 28 Pq P : 23-134
MCHC 33 % P : 30-36
RDW 11,7 % 11,5-14,5
HCT 38,6 % Anak : 35-45%
PLT 349 103/uL 150-450
MPV 7,8 FL 7,5-11 FL

BT 3 MENIT 29 DETIK MENIT 1-3 MENIT


CT 7 MENIT 48 DETIK MENIT 6.12 MENIT

SGOT 19 Mg/dl W < 32

SGPT 20 Mg/dl W < 33

GDS 92 Mg/dl < 140

Kreatinin 1,1 Mg/dl W : 0,5-0,9

Ureum 40 Mg/dl 12-42

URINE LENGKAP ( 07 SEPTEMBER 2017)

Kejernihan keruh - jernih

Protein +2 - negatif

Leukosit +2 negatif
SEDIMEN URINE

Leukosit banyak LPB 0-5

Eritrosit 1-2 LPB 0-2

Epitel 10-20 LPB <10/LPB

Bakteri positif - negatif

2. USG Abdomen

Liver : ukuran normal, permukaan rata, tepi tajam. Echoparenkim normal, tak tampak
nodul/ abses. Vaskuler normal, IHBD/CBD normal.

Gall bladder : Normal, tak tampak batu

Pancreas : normal

Gaster : tak tampak massa

Lien : Normal

Ren D/S : normal, tak tampak batu/ectasis

Buli/ uterus/adnexa : sulit dievaluasi oleh karena buli-buli kososng

Tak tampak massa cavum abdomen


Pada daerah Mc Burney tampak area hipodens memanjang diameter 0,9 cm.

Tak tampak massa/cairan bebas cavum abdomen.

Kesan: Appendicitis

3. Alvarado Score
Characteristic Score

M = Migration of pain to the RLQ 1


A = Anorexia 1
N = Nausea and vomiting 1
T = Tenderness in RLQ 2
R = Rebound pain 0
E = Elevated temperature 1
L = Leukocytosis 2
S = Shift of WBC to the left 1
Total 9

VI. Assesment
Diagnosa : Appendicitis Akut
Diagnosa Banding : Appendicitis Perforasi, Sepsis
VII. Tatalaksana
a. Konservatif
Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis seringkali
masih belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan. Pasien
diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan. Pemeriksaan abdomen dan rektal
serta pemeriksaan darah (leukosit dan hitung jenis) diulang secara periodik. Foto
abdomen dan thoraks tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya
penyulit lain.
operatif
Pre-Operatif :
Ivfd RL 20 tpm
Inj. Ceftriaxone 750mg/12 jam
Inj. PCT infus 375mg/8 jam
Inj. Ondancentron 4mg/12jam (k/p)

Cek DL, BT CT
Puasa 8 jam sebelum Operasi Cito

Operatif :
Laparotomi eksplorasi
Appendiktomi

Post-Operatif :
Ivfd RL 20 tpm
Inj. Ceftriaxone 1 gram/12jam
Metronidazole tablet x 500 mg
Injeksi ketorolac 30 mg/8jam
Injeksi ranitidine 1 ampul/ 8jam
Sadar penuh diet bebas
VIII. Prognosis

Quad ad vitam : Dubia et Bonam


Quad ad sanationam : Dubia et Bonam

BAB IV
PEMBAHASAN

RESUME

Nn. O umur 28 tahun, perempuan, datang dengan keluhan nyeri perut kanan
bawah sejak satu hari Sebelum Masuk Rumah Sakit. Pada awalnya nyeri dirasakan di ulu
hati, kemudian berpindah diperut kanan bawah. Nyeri dirasakan terus-menerus dan tidak
menjalar, nyeri dirasakan seperti tertusuk-tusuk dan dirasakan makin lama makin
memberat. Nyeri dirasakan memberat saat perut ditekan dan pasien bergerak, nyeri pada
perut kanan bawah semakin memberat hebat sejak tadi pagi dan tidak tertahankan. Skala
nyeri sekitar 8-9. mengeluh tidak nafsu makan sejak 2 hari yang lalu, mual, muntah
(setiap kali makan dan/atau minum, muntahan isi makanan, air dan lendir keputihan) dan
perut terasa kembung. Pasien mengalami demam sejak satu hari, terus-menerus sepanjang
hari. Pasien mengeluh susah BAB sejak nyeri perut dirasakan. Pasien BAB 3x, sedikit-
sedikit konsistensi cair, namun tidak ada lendir maupun darah. Pola makan pasien tidak
teratur dan jarang mengkonsumsi serat. Pada pemeriksaan fisis didapatkan tanda vital
tekanan darah 110/60 mmHg, nadi 90x per menit, pernapasan 20x per menit, suhu axilla
38,6oC. Pemeriksaan abdomen : Auskultasi : Peristaltik ada, kesan menurun. Palpasi :
Dinding perut simetris, datar, Massa (-), Nyeri tekan (+) kuadran kanan bawah
(Mc.Burney sign). Nyeri lepas (+) Psoas sign (+). Obturator sign (+), Rovsing sign (+),
defans muskular (+) di kuadran kanan bawah. Total nilai Alvarado score = 9. Dari hasil
USG abdomen didapatkan kesan appendicitis.
Berdasarkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang
laboratorium yang telah dilakukan maka diagnosis pasien ini adalah Appendicitis Akut,
dan direncakan dilakukan stabilisasi dan operasi laparotomy appendiktomi cito.

DISKUSI
Pasien mengeluh nyeri perut kanan bawah, region kanan bawah merupakan region
yang salah satu organ yang dapat dicurigai sebagai penyebab nyerinya adalah peradangan
pada appendik atau umbai cacing.
Apendisitis didasari oleh terjadinya peradangan mendadak pada umbai cacing
yang memberikan tanda setempat, baik disertai maupun tidak disertai dengan rangsangan
peritoneum lokal. Gejala klasik apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang
merupakan nyeri visceral di daerah epigastrium di sekitar umbilicus. Keluhan ini sering
disertai mual dan muntah. Umumnya, penurunan nafsu makan. Dalam beberapa jam nyeri
akan berpindah ke kanan bawah (titik McBurney). Disini, nyeri bersifat somatic dimana
lebih tajam dan terlokalisir. Pada pemeriksaan fisik didapatkan : nyeri tekan, nyeri lepas,
dan defans muscular.
Bila terdapat perangsangan peritoneum, biasanya pasien mengeluh sakit perut bila
berjalan atau batuk. Hal ini disebabkan kontraksi otot psoas mayor yang menegang dari
dorsal, sehingga nyeri atau positif pada psoas sign.
Pada peradangan yang mencapai rongga pelvis, dapat dilakukan pergerakan fleksi
dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang, positif bila menimbulkan nyeri,
karena memicu sentuhan antara appendik dengan oburator internus (oburator sign).
Selain itu terdapat keluhan nyeri ransangan peritoneum tidak lansung yakni ;
nyeri kanan bawah pada penekanan kiri (rovsing sign), nyeri kanan bawah bila tekanan
sebelah kiri dilepaskan (Blumberg).
Demam biasanya ringan dengan suhu mencapai 38,5 derahat selsius. Bila lebih
dapat dicurigai perforasi atau sepsis. Infeksi yang terjadi mengakibatkan terjadinya
leukositosis dan neutrofilia/shifting to the left >75%.

Penyumbatan
Fekalit
secret mukus

Mukus >>

Obstruksi
lumen
appendiks

Gangguan aliran mucus


dari Appendik - sekum

Bendungan
mukus
edema,
Peningkatan Gangguan
diapedesis
tekanan aliran limfe
bakteri, dan
intraluminal
ulserasi mukosa

Obstruksi arteri (a. Obstruksi


terminalis appendikularis) vena
apendisitis akut

Edema >>
Nyeri daerah
infark dinding
epigastrium
apendiks
bakteri akan
menembus dinding
apendiks.

gangren
Peradangan Appendisitis
peritoneum Supuratif akut

apendisitis
ganggrenosa Nyeri perut
kanan
bawah

Diagnosis awal Apendisitis akut dapat menggunakan skor Alvarado. Apabila


interpretasi hasil skor lebih dari 7 maka dipastikan pasien menderita Apendisitis sehingga
untuk mencegah terjadinya perforasi dan atau komplikasi lainnya maka dilakukan
Apendiktomi. Prognosis mortalitas adalah 0,1% jika apendisitis akut tidak pecah.
Kematian biasanya dari sepsis, emboli paru, atau aspirasi; prognosis membaik dengan
diagnosis dini sebelum ruptur dan antibiotik yang lebih baik.
BAB V
KESIMPULAN

Apendisitis didasari oleh terjadinya peradangan mendadak pada umbai cacing


yang memberikan tanda setempat, baik disertai maupun tidak disertai dengan rangsangan
peritoneum lokal. Gejala klasik apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang
merupakan nyeri visceral di daerah epigastrium di sekitar umbilicus. Keluhan ini sering
disertai mual dan muntah. Umumnya, penurunan nafsu makan. Dalam beberapa jam nyeri
akan berpindah ke kanan bawah (titik McBurney). Diagnosis awal Apendisitis akut dapat
menggunakan skor Alvarado. Pada pasien ini didapatkan skor lebih dari 7 maka sangat
mungkin pasien menderita Apendisitis di pastikan dengan pemeriksaan USG yang
menunjukkan kesan apendisitis akut sehingga untuk mencegah terjadinya perforasi dan
atau komplikasi lainnya maka dilakukan Apendiktomi.
BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

1. Tim Revisi PDT Sub Komite Farmasi dan Terapi RSU DR.Soetomo . Pedoman
Diagnosis dan Terapi Ilmu Bedah RSUD Dr. Soetomo. Surabaya.2008
2. Syamsuhidayat, R dan de Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Kedua.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.2004
3. Petroianu A, Villar Barroso TV. Pathophysiology of Acute Appendicitis. JSM
Gastroenterol Hepatol 4(3): 1062. 2016
4. C. Keyzer and P. A. Gevenois eds. Imaging of Acute Appendicitis in Adults and
Children,Medical Radiology. Diagnostic Imaging, DOI: 10.1007/174_2011_211,
_ Springer-Verlag Berlin Heidelberg. 2011
5. Gomes et al. World Journal of Emergency Surgery : Acute Appendicitis. BioMed
Central. 2015
6. Ishikawa, Hiroshi. Acute Appendicitis : Diagnosis and Treatment of Acute
Appendicitis. JMAJ, May 2003—Vol. 46, No. 5. 2003

Anda mungkin juga menyukai