APENDISITIS
GURU PEMBIMBING :
RIZKY RAYANDINI,S.KEP,NS
NURUL AZMI,S.KEP,NS
DISUSUN OLEH :
NAMA : FITRIANI
KELAS : XI 1
RANTAU PRAPAT
Apendisitis merupakan penyakit yang biasa dikenal oleh masyarakat awam sebagai
penyakit usus buntu. Apendisitis akut merupakan kasus bedah emergensi yang paling sering
ditemukan pada anak-anak dan remaja (Anonim, 2011). Apendisitis akut merupakan masalah
pembedahan yang paling sering dan apendektomi merupakan salah satu operasi darurat yang
sering dilakukan di seluruh dunia (Paudel et al, 2010). Faktor potensinya adalah diet rendah
serat, dan konsumsi gula yang tinggi, riwayat keluarga serta infeksi (Mazziotti et al, 2008).
Kejadian apendisitis 1,4 kali lebih tinggi pada pria dibandingkan dengan wanita (Craig,
2010).
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2004, diketahui bahwa apendisitis
diderita oleh 418 juta jiwa di seluruh dunia, 259 juta jiwa darinya adalah laki-laki dan
selebihnya adalah perempuan, dan mencapai total 118 juta jiwa di kawasan Asia Tenggara.
Apendisitis merupakan peradangan pada usus buntu sehingga penyakit ini dapat
menyebabkan nyeri dan beberapa keluhan lain seperti mual, muntah, konstipasi atau diare,
demam yang berkelanjutan dan sakit perut sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari.
Statistik menunjukkan bahwa setiap tahun apendisitis menyerang 10 juta penduduk
Indonesia. Menurut Lubis A (2008), saat ini morbiditas angka apendisitis di Indonesia
mencapai 95 per 1000 penduduk dan angka ini merupakan tertinggi di antara negara-negara
di Assosiation south east Asia Nation (ASEAN)
Menurut Departmen Kesehatan RI pada tahun 2006, apendisitis merupakan penyakit
urutan keempat terbanyak di Indonesia pada tahun 2006. Jumlah pasien rawat inap penyakit
apendiks pada tahun tersebut mencapai 28.949 pasien, berada di urutan keempat setelah
dispepsia, duodenitis, dan penyakit cerna lainnya. Pada rawat jalan, kasus penyakit apendiks
menduduki urutan kelima (34.386 pasien rawat jalan), setelah penyakit sistem pencernaan
lain, dispepsia, gastritis dan duodenitis.
Sedangkan, menurut Departemen Kesehatan RI pada tahun 2009, apendisitis masuk
dalam daftar 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit di berbagai
wilayah Indonesia dengan total kejadian 30,703 kasus dan 234 jiwa yang meninggal akibat
penyakit ini.
Penyakit usus buntu atau apendisitis merupakan penyakit umum yang bisa menyerang
siapa saja. Gejala-gejala yang identik dengan peradangan usus buntu terkadang hanya
ditemukan pada sebagian penderita. Gejala tersebut mirip dengan penyakit lain sehingga sulit
di diagnosis. Keliru mengartikan penyebab sakit perut bisa berujung pada salah diagnosis dan
pengobatannya. Pada akhirnya ini bisa membuat gejala usus buntu yang diderita semakin
parah. Penyakit usus buntu yang tidak diobati beresiko untuk pecah dan dapat berakibat fatal.
Dengan demikian, amat penting untuk mengetahui ciri-ciri atau gejala awal usus buntu. pada
makalah ini akan dijelaskan beberapa ciri-ciri atau gejala awal apendisitis, penyebab,
pengobatan, dan pencegahannya.
a. Bagaimana anatomi dan fisiologi usus buntu (sekum) pada sistem pencernaan?
b. Bagaimana karakteristik dan mekanisme peradangan usus buntu (apendisitis) ?
c. Faktor resiko apa saja yang menyebabkan apendisitis, solusi yang bisa dilakukan
untuk mengatasi apendisitis dan bagaimana cara pencegahannya?
1.3. Tujuan
a. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi usus buntu (sekum) pada sistem pencernaan
b. Untuk mengetahui karakteristik dan mekanisme peradangan usus buntu (apendisitis)
c. Untuk mengetahui faktor risiko terjadinya apendisitis, solusi dan cara pencegahannya
BAB II
PEMBAHASAN
a) Definisi
Apendisitis adalah infeksi dan pembengkakan pada usus buntu yang dapat
menurunkan suplai darah ke dinding usus buntu. Hal ini menyebabkan kematian jaringan dan
usus buntu bisa pecah atau meledak sehingga mengakibatkan bakteri dan tinja masuk ke
dalam perut. Kejadian ini disebut usus buntu yang pecah. Sebuah usus buntu yang pecah bisa
menyebabkan peritonitis atau disebut infeksi perut. Apendisitis paling sering terjadi pada usia
10 sampai 30 tahun yang merupakan alasan umum untuk operasi pada anak-anak, dan
merupakan bedah emergensi yang paling umum terjadi pada kehamilan (Cheng et al., 2014).
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing
(apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan
bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya.
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki
maupun perempuan tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun
(mansjoer, Arif dkk, 2010). Jadi apendisitis adalah peradangan atau inflamasi pada apendiks
yang dapat terjadi tanpa sebab yang jelas dan merupakan penyebab paling umum untuk
dilakukannya bedah abdomen.
Etiologi dan patogenesis apendisitis masih belum jelas. Namun, obstruksi lumen
apendiks, oleh sebab apapun, dengan hasil penggelembungan dan gangguan aliran darah,
masih tetap diperkirakan faktor utama dalam patogenesis apendisitis. Faktor lain yang
berpengaruh termasuk makanan yang rendah serat, bakteri dan infeksi kuman. Faktor yang
paling berperan dalam etiologi terjadinya apendisitis akut adalah obstruksi lumen apendiks.
Keadaan obstruksi akan mengakibatkan terjadinya proses inflamasi. Terdapat beberapa
peningkatan tekanan dari cairan intraluminal, kongesti dinding apendiks serta obstruksi vena
dan arteri yang nantinya akan menimbulkan keadaan hipoksia sehingga mengakibatkan
infeksi bakteri.
Menurut Nuzulul (2009) Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik
tetapi ada faktor yang menyebabkan terjadinya apendisitis yaitu:
1. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi di:
- hyperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak
- adanya fekolit dalam lumen apendiks
- adanya benda asing seperti biji-bijian
- struktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E.coli & Streptococcus.
e) Gejala/ciri-ciri apendisitis
2.3. Faktor resiko, solusi dan cara pencegahan peradangan usus buntu (apendisitis)
a) Faktor resiko
Resiko terkena apendisitis juga dapat berubah dari waktu ke waktu tergantung pada
usia dan gaya hidup seseorang. Terdapat beberapa faktor resiko yang dapat dilihat pada
penderita apendisitis secara umumnya seperti berikut:
1. Umur
Apendisitis dapat terjadi pada semua kelompok umur, tetapi lebih umum pada usia 10
hingga 30 tahun. Hal ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limfoid pada masa
tersebut.
2. Jenis kelamin
Laki-laki lebih banyak dari wanita. Hasil penelitan Indri U,dkk (2014) mengatakan
bahwa risiko jenis kelamin pada kejadian penyakit apendisitis terbanyak berjenis kelamin
laki-laki dengan presentase 72,2% sedangkan berjenis kelamin perempuan hanya 27,8%. hal
ini dikarenakan laki-laki lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah untuk bekerja dan
lebih cenderung mengkonsumsi makanan cepat saji, sehingga hal ini dapat menyebabkan
beberapa komplikasi atau obstruksi pada usus yang bisa menimbulkan masalah pada sistem
pencernaan salah satunya yaitu apendisitis.
3. Diet
Individu yang kurang asupan makanan berserat dan kaya dalam asupan karbohidrat
berisiko tinggi untuk terkena apendisitis. Menurut Nurhayati (2011) mengatakan bahwa pola
makan yang kurang serat menyebabkan apendisitis, selain itu bahan makanan yang
dikonsumsi dan cara pengolahan serta waktu makan yang tidak teratur sehingga hal ini dapat
menyebabkan apendisitis. kebiasaan pola makan yang kurang dalam mengkonsumsi serat
yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional appendiks dan meningkatkan pertumbuhan
kuman, sehingga terjadinya peradangan pada appendiks.
4. Infeksi
Infeksi gastrointestinal seperti amebiasis, gastroenteritis bakteria, beguk,
Coxsackievirus B dan Adenovirus cenderung untuk individu tersebut terkena apendisitis.
b) Solusi
Umumnya langkah pengobatan utama apendisitis adalah dengan melakukan tindakan
operasi pengangkatan usus buntu atau yang disebut dengan istilah apendektomi. Usus buntu
yang tidak mempunyai fungsi penting bagi tubuh dalam pengangkatannya pun tidak akan
menimbulkan masalah kesehatan yang kronis.
Melakukan operasi lebih aman daripada menunggu hasil konfirmasi terkait adanya
peradangan usus buntu. Semakin lama menunggu semakin besar risiko pecahnya usus buntu.
Sama dengan semua operasi lainnya, apendektomi tetap mempunyai risiko seperti timbulnya
infeksi pada luka operasi dan pendarahan. Namun, operasi ini mempunyai tingkay
keberhasilan yang tinggi dan jarang menimbulkan komplikasi jangka panjang.
3.1. Kesimpulan
1. Anatomi usus buntu (cecum) adalah kantung yang terletak di muara ileum pada usus
besar. Usus buntu memiliki apendiks, atau umbai cacing.
Fisiologi usus buntu adalah untuk menyerap air dan garam, membantu proses pencernaan
menjadi lebih mudah dengan membantu mengeluarkan air dan garam, apendiks berfungsi
sebagai sistem kekebalan tubuh, kelenjar limfoid berfungsi untuk melinfungi tubuh dari
kerusakan akibat zat asing yang masuk ke dalam tubuh
2. Karakteristik apendisitis adalah infeksi dan pembengkakan pada usus buntu yang dapat
menurunkan suplai darah ke dinding usus buntu. Hal ini menyebabkan kematian jaringan
dan usus buntu bisa pecah atau meledak sehingga mengakibatkan bakteri dan tinja masuk
ke dalam perut.
Mekanisme peradangan usus buntu (apendisitis) biasanya disebabkan oleh penyumbatan
lumen apendiks oleh hyperplasia (pembesaran) folikel limfoid, fekolit (timbunan tinja
yang keras), benda asing, struktur karena fikosis akibat peradangan sebelumnya atau
neoplasma.
Gejala penyakit apendisitis adalah sakit perut terletak di kanan bawah, sakit perut cepat
memburuk (diperberat bila berjalan atau batuk), demam yang tidak terlalu tinggi, mual,
muntah dan tidak nafsu makan, biasanya terdapat konstipasi, tapi kadang-kadang terjadi
diare
3. Faktor risiko terkena apendisitis: umur 10-30 tahun, jenis kelamin laki-laki lebih banyak
mengalami apendisitis, pola makan yang kurang sehat, infeksi bakteri.
solusi yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan tindakan operasi pengangkatan
usus buntu atau yang disebut dengan istilah apendektomi.
pencegahan yang dapat dilakukan adalah makan dengan teratur, makan dengan makanan
yang tinggi serat, konsumsi makanan atau minuman dengan bakteri prebiotik,
mengurangi makanan yang mengandung gula, istirahat yang cukup, dan menghindari
minuman beralkohol.
DAFTAR PUSTAKA
- Cheng HT, Wang YC, Lo HC, Su LT, Soh KS, Tzeng CW, Wu SC, Sung FC, Hsieh CH,
2014. Laparoscopic appendectomy versus open appendectomy in pregnancy: a
population-based analysis of maternal outcome. Surgical Endoscopy.
- World Health Organization, 2009, WHO Guidelines for Safe Surgery: Safe Surgery
Saves Lives, WHO Press, Geneva