Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

APENDISITIS

GURU PEMBIMBING :

RIZKY RAYANDINI,S.KEP,NS

NURUL AZMI,S.KEP,NS

DISUSUN OLEH :

NAMA : FITRIANI

KELAS : XI 1

SMK KESEHATAN IMELDA RITONGA

RANTAU PRAPAT

TAHUN AJARAN 2020-2021


DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
BAB
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................................
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................
1.3 Tujuan ...................................................................................................
2. PEMBAHASAN
2.1. Anatomi dan fisiologi usus buntu ..........................................................
2.2. Faktor resiko, solusi dan cara pencegahan peradangan usus buntu
(apendisitis)
3. PENUTUP

3.1. Kesimpulan ............................................................................................

3.2. Saran ......................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Apendisitis merupakan penyakit yang biasa dikenal oleh masyarakat awam sebagai
penyakit usus buntu. Apendisitis akut merupakan kasus bedah emergensi yang paling sering
ditemukan pada anak-anak dan remaja (Anonim, 2011). Apendisitis akut merupakan masalah
pembedahan yang paling sering dan apendektomi merupakan salah satu operasi darurat yang
sering dilakukan di seluruh dunia (Paudel et al, 2010). Faktor potensinya adalah diet rendah
serat, dan konsumsi gula yang tinggi, riwayat keluarga serta infeksi (Mazziotti et al, 2008).
Kejadian apendisitis 1,4 kali lebih tinggi pada pria dibandingkan dengan wanita (Craig,
2010).
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2004, diketahui bahwa apendisitis
diderita oleh 418 juta jiwa di seluruh dunia, 259 juta jiwa darinya adalah laki-laki dan
selebihnya adalah perempuan, dan mencapai total 118 juta jiwa di kawasan Asia Tenggara.
Apendisitis merupakan peradangan pada usus buntu sehingga penyakit ini dapat
menyebabkan nyeri dan beberapa keluhan lain seperti mual, muntah, konstipasi atau diare,
demam yang berkelanjutan dan sakit perut sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari.
Statistik menunjukkan bahwa setiap tahun apendisitis menyerang 10 juta penduduk
Indonesia. Menurut Lubis A (2008), saat ini morbiditas angka apendisitis di Indonesia
mencapai 95 per 1000 penduduk dan angka ini merupakan tertinggi di antara negara-negara
di Assosiation south east Asia Nation (ASEAN)
Menurut Departmen Kesehatan RI pada tahun 2006, apendisitis merupakan penyakit
urutan keempat terbanyak di Indonesia pada tahun 2006. Jumlah pasien rawat inap penyakit
apendiks pada tahun tersebut mencapai 28.949 pasien, berada di urutan keempat setelah
dispepsia, duodenitis, dan penyakit cerna lainnya. Pada rawat jalan, kasus penyakit apendiks
menduduki urutan kelima (34.386 pasien rawat jalan), setelah penyakit sistem pencernaan
lain, dispepsia, gastritis dan duodenitis.
Sedangkan, menurut Departemen Kesehatan RI pada tahun 2009, apendisitis masuk
dalam daftar 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit di berbagai
wilayah Indonesia dengan total kejadian 30,703 kasus dan 234 jiwa yang meninggal akibat
penyakit ini.
Penyakit usus buntu atau apendisitis merupakan penyakit umum yang bisa menyerang
siapa saja. Gejala-gejala yang identik dengan peradangan usus buntu terkadang hanya
ditemukan pada sebagian penderita. Gejala tersebut mirip dengan penyakit lain sehingga sulit
di diagnosis. Keliru mengartikan penyebab sakit perut bisa berujung pada salah diagnosis dan
pengobatannya. Pada akhirnya ini bisa membuat gejala usus buntu yang diderita semakin
parah. Penyakit usus buntu yang tidak diobati beresiko untuk pecah dan dapat berakibat fatal.
Dengan demikian, amat penting untuk mengetahui ciri-ciri atau gejala awal usus buntu. pada
makalah ini akan dijelaskan beberapa ciri-ciri atau gejala awal apendisitis, penyebab,
pengobatan, dan pencegahannya.

1.2. Rumusan Masalah

a. Bagaimana anatomi dan fisiologi usus buntu (sekum) pada sistem pencernaan?
b. Bagaimana karakteristik dan mekanisme peradangan usus buntu (apendisitis) ?
c. Faktor resiko apa saja yang menyebabkan apendisitis, solusi yang bisa dilakukan
untuk mengatasi apendisitis dan bagaimana cara pencegahannya?

1.3. Tujuan
a. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi usus buntu (sekum) pada sistem pencernaan
b. Untuk mengetahui karakteristik dan mekanisme peradangan usus buntu (apendisitis)
c. Untuk mengetahui faktor risiko terjadinya apendisitis, solusi dan cara pencegahannya
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Anatomi dan fisiologi usus buntu (sekum)


a) Anatomi
Usus buntu atau sekum merupakan organ pencernaan yang memiliki bentuk seperti
kantong yang terhubung pada usus penyerapan dan merupakan bagian kolon yang menanjak
dari usus besar. Usus buntu berada di dalam rongga perut bagian dalam. Usus buntu
menerima makanan yang sudah dicerna dari usus kecil dan sering dianggap sebagai wilayah
pertama dari usus besar. Usus buntu merupakan organ pencernaan yang dapat ditemukan
pada manusia beberapa jenis reptil, mamalia dan burung. Herbivora biasanya memiliki usus
besar yang relatif besar sedangkan pada karnivora biasanya usus besar berbentuk kecil atau
bahkan terkadang fungsinya digantikan oleh umbai cacinng. Usus buntu dipisahkan dari
bagian akhir usus kecil (ileum) dengan katup ileosekal. katup tersebut membatasi laju
makanan yang bergerak menuju usus buntu dan mencegah makanan tersebut tidak kembali ke
usus kecil.
Usus buntu (cecum) adalah kantung yang terletak di muara ileum pada usus besar.
Usus buntu memiliki apendiks, atau umbai cacing. Pertemuan antara usus halus dan usus
besar yang menyempit disebut klep ileosekum. Klep ini berfungsi untuk menjaga agar
makanan tidak kembali ke usus halus.
b) Fisiologi
Berikut adalah beberapa fungsi usus buntu dalam proses pencernaan:
1. Untuk menyerap air dan garam yang masih tersisa setelah proses pencernaan di usus
halus selesai.
2. Usus buntu akan membantu proses pencernaan menjadi lebih mudah dengan membantu
mengeluarkan air dan garam yang terdapat dalam makanan nabati yang sedang dicerna.
3. Pada bagian ujung usus buntu terdapat apendiks atau disebut sebagai umbai cacing.
Apendiks tersebut berfungsi sebagai sistem kekebalan tubuh. Organ tersebut berperan
aktif dalam sistem imunoglobin yang memiliki kelenjar limfoid di dalamnya.
4. Kelenjar limfoid berfungsi untuk melinfungi tubuh dari kerusakan akibat zat asing yang
masuk ke dalam tubuh. Kelenjar limfoid mampu membedakan sel-sel tubuh dengan zat-
zat asing yang masuk ke tubuh dan berpotensi melakukan inaktivasi atau perusakan.
Apendiks (umbai cacing) merupakan perluasan sekum yang rata-rata panjangnya ada
10 cm. Ujung apendiks dapat terletak di berbagai lokasi, terutama belakang sekum. Arteri
apendialis mengalirkan darah ke apendiks dan merupakan cabang dari arteri.
Secara fisiologis, apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir normalnya
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalirkan ke sekum. Hambatan aliran lendir
di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendiks Imunoglobin sekreator
yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lympoid Tissue) yang terdapat di sepanjang
saluran cerna termasuk apendiks ialah IgA. Imunoglobin itu sangat efektif sebagai pelindung
terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun
tubuh, karena jumlah jaringan limfa kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di
saluran cerna dan di seluruh tubuh.

c) Mekanisme normal usus buntu (sekum)


Berikut ini adalah mekanisme cara kerja usus buntu:
 Dalam usus besar, proses pencernaan yang terjadi adalah adanya zat-zat sisa pencernaan.
 Proses pencernaan yang yang telah selesai dilakukan di usus masih menyisakan cairan
dan garam. usus buntu akan menyerap cairan dan garam yang tersisa dan mencampur
isinya dengan zat pelumas (lendir).
 Dinding internal usus buntu terdapat selaput lendir yang tebal yang berfungsi untuk
menyerap air dan garam.
 Dibawah lapisan dinding internal terdapat lapisan dalam jaringan otot yang akan
membuat gerakan berputar dan meremas.

a) Definisi

Apendisitis adalah infeksi dan pembengkakan pada usus buntu yang dapat
menurunkan suplai darah ke dinding usus buntu. Hal ini menyebabkan kematian jaringan dan
usus buntu bisa pecah atau meledak sehingga mengakibatkan bakteri dan tinja masuk ke
dalam perut. Kejadian ini disebut usus buntu yang pecah. Sebuah usus buntu yang pecah bisa
menyebabkan peritonitis atau disebut infeksi perut. Apendisitis paling sering terjadi pada usia
10 sampai 30 tahun yang merupakan alasan umum untuk operasi pada anak-anak, dan
merupakan bedah emergensi yang paling umum terjadi pada kehamilan (Cheng et al., 2014).
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing
(apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan
bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya.
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki
maupun perempuan tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun
(mansjoer, Arif dkk, 2010). Jadi apendisitis adalah peradangan atau inflamasi pada apendiks
yang dapat terjadi tanpa sebab yang jelas dan merupakan penyebab paling umum untuk
dilakukannya bedah abdomen.

b) Patofisiologi (perubahan fisiologis yang diakibatkan oleh proses patologis)

Secara klinis, apendisitis ini dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:


1) Apendisitis akut
Apendisitis yang terjadi dengan diawali oleh nyeri periumbilikal yang diikuti dengan
rasa mual dan muntah sehingga bisa menyebabkan anoreksia, dan peningkatan nyeri lokal
pada perut bagian kanan bawah. Lamanya rasa nyeri ini berlangsung selama 24 sampai 36
jam. Penyebab apendisitis akut ini adalah adanya obstruksi apendiks dan infeksi hematogen.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mengalami sumbatan, sehingga
semakin lama, mukus tersebut semakin banyak. Namun, elastisitas dinding apendiks
mempunyai keterbatasan di mana akan menyebabkan peningkatan tekanan intralumen.
2) Apendisitis Kronis
Apendisitis kronis terjadi apabila ada rasa nyeri di perut bagian kanan bawah yang
tidak berat, tetapi bisa menyebabkan aktivitas penderita terganggu dan lebih dari dua minggu.
Nyeri yang dirasakan dapat berlangsung secara terus-menerus dan bisa bertambah berat parah
kemudian mereda lagi.

c) Etiologi (penyebab suatu penyakit)

Etiologi dan patogenesis apendisitis masih belum jelas. Namun, obstruksi lumen
apendiks, oleh sebab apapun, dengan hasil penggelembungan dan gangguan aliran darah,
masih tetap diperkirakan faktor utama dalam patogenesis apendisitis. Faktor lain yang
berpengaruh termasuk makanan yang rendah serat, bakteri dan infeksi kuman. Faktor yang
paling berperan dalam etiologi terjadinya apendisitis akut adalah obstruksi lumen apendiks.
Keadaan obstruksi akan mengakibatkan terjadinya proses inflamasi. Terdapat beberapa
peningkatan tekanan dari cairan intraluminal, kongesti dinding apendiks serta obstruksi vena
dan arteri yang nantinya akan menimbulkan keadaan hipoksia sehingga mengakibatkan
infeksi bakteri.
Menurut Nuzulul (2009) Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik
tetapi ada faktor yang menyebabkan terjadinya apendisitis yaitu:
1. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi di:
- hyperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak
- adanya fekolit dalam lumen apendiks
- adanya benda asing seperti biji-bijian
- struktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E.coli & Streptococcus.

d) Patogenesis (proses perkembangan penyakit)

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia


(pembesaran) folikel limfoid, fekolit (timbunan tinja yang keras), benda asing, struktur
karena fikosis akibat peradangan sebelumnya atau neoplasma. Obstruksi tersebut
menyebabkan mucus diproduksi mukosa mengalami bendungan. makin lama mucus tersebut
makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intralumen, tekanan yang meningkat tersebut akan
menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema. Diaforesis bakteri dan ulserasi mukosa
pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai nyeri epigastrum.
Sekresi mucus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi (penyumbatan) vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus
dinding apendiks. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat
sehingga menimbulkan nyeri di abdomen kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan
apendisitis sakuratif akut. Aliran arteri terganggu akan terjadi infrak dinding apendiks yang di
ikuti dengan gangrene (pembusukan) stadium ini disebut dengan apendiksitis gangrenosa.
Bila dinding yang telah rapuh ini pecah akan terjadi apendisitis perforasi (pecah/robek).

e) Gejala/ciri-ciri apendisitis

 sakit perut terletak di kanan bawah


 sakit perut cepat memburuk (diperberat bila berjalan atau batuk)
 demam yang tidak terlalu tinggi
 mual, muntah dan tidak nafsu makanm
 biasanya terdapat konstipasi, tapi kadang-kadang terjadi diare
Gejala-gejala permulaan pada apendisitis yaitu nyeri atau perasaan tidak enak sekitar
umbilicus diikuti oleh anoreksia (sebuah gangguan makan yang ditandai dengan penolakan
untuk mempertahankan berat badan yang sehat dan rasa takut yang berlebihan terhadap
peningkatan berat badan), mual dan muntah. Gejala ini umumnya berlangsung lebih dari 1
atau 2 hari. Dalam beberapa jam nyeri bergeser ke kuadran kanan bawah dan mungkin
terdapat nyeri tekan sekitar Mc Burney (titik maksimal nyeri), kemudian dapat timbul spasme
otot (kontraksi otot yang muncul tiba-tiba dan tanpa sadar) dan nyeri lepas. Biasanya
ditemukan demam ringan dan leukosit meningkat bila rupture (robekan) apendiks terjadi
nyeri sering sekali hilang secara dramatis untuk sementara

2.3. Faktor resiko, solusi dan cara pencegahan peradangan usus buntu (apendisitis)

a) Faktor resiko

Resiko terkena apendisitis juga dapat berubah dari waktu ke waktu tergantung pada
usia dan gaya hidup seseorang. Terdapat beberapa faktor resiko yang dapat dilihat pada
penderita apendisitis secara umumnya seperti berikut:
1. Umur
Apendisitis dapat terjadi pada semua kelompok umur, tetapi lebih umum pada usia 10
hingga 30 tahun. Hal ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limfoid pada masa
tersebut.
2. Jenis kelamin
Laki-laki lebih banyak dari wanita. Hasil penelitan Indri U,dkk (2014) mengatakan
bahwa risiko jenis kelamin pada kejadian penyakit apendisitis terbanyak berjenis kelamin
laki-laki dengan presentase 72,2% sedangkan berjenis kelamin perempuan hanya 27,8%. hal
ini dikarenakan laki-laki lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah untuk bekerja dan
lebih cenderung mengkonsumsi makanan cepat saji, sehingga hal ini dapat menyebabkan
beberapa komplikasi atau obstruksi pada usus yang bisa menimbulkan masalah pada sistem
pencernaan salah satunya yaitu apendisitis.
3. Diet
Individu yang kurang asupan makanan berserat dan kaya dalam asupan karbohidrat
berisiko tinggi untuk terkena apendisitis. Menurut Nurhayati (2011) mengatakan bahwa pola
makan yang kurang serat menyebabkan apendisitis, selain itu bahan makanan yang
dikonsumsi dan cara pengolahan serta waktu makan yang tidak teratur sehingga hal ini dapat
menyebabkan apendisitis. kebiasaan pola makan yang kurang dalam mengkonsumsi serat
yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional appendiks dan meningkatkan pertumbuhan
kuman, sehingga terjadinya peradangan pada appendiks.
4. Infeksi
Infeksi gastrointestinal seperti amebiasis, gastroenteritis bakteria, beguk,
Coxsackievirus B dan Adenovirus cenderung untuk individu tersebut terkena apendisitis.

b) Solusi
Umumnya langkah pengobatan utama apendisitis adalah dengan melakukan tindakan
operasi pengangkatan usus buntu atau yang disebut dengan istilah apendektomi. Usus buntu
yang tidak mempunyai fungsi penting bagi tubuh dalam pengangkatannya pun tidak akan
menimbulkan masalah kesehatan yang kronis.
Melakukan operasi lebih aman daripada menunggu hasil konfirmasi terkait adanya
peradangan usus buntu. Semakin lama menunggu semakin besar risiko pecahnya usus buntu.
Sama dengan semua operasi lainnya, apendektomi tetap mempunyai risiko seperti timbulnya
infeksi pada luka operasi dan pendarahan. Namun, operasi ini mempunyai tingkay
keberhasilan yang tinggi dan jarang menimbulkan komplikasi jangka panjang.

c) Cara pencegahan peradangan usus buntu


 makan dengan teratur. makan dengan teratur akan menjaga rutinitas kerja usus
 makan makanan tinggi serat. konsumsi makanan yang mengandung serat tinggi baik
untuk kesehatan usus karena mengandung banyak air dan mineral yang menyehatkan
usus kita
 konsumsi makanan atau minuman dengan bakteri prebiotik. bakteri prebiotik akan
membantu meningkatkan jumlah bakteri dalam usus sehingga proses pencernaan menjadi
lebih baik.
 mengurangi makanan dengan kandungan gula tinggi. penelitian menyebutkan bahwa
kandungan gula dalam makanan yang masuk ke usus dapat menyebabkan bakteri jahat
meningkat dengan lebih cepat sehingga memungkinkan resiko peradangan yang lebih
tinggi.
 istirahat cukup dengan tidur antara 6 sampai 8 jam. istirahat yang cukup akan membantu
sistem kekebalan pada usus berjalan lebih baik sehingga terhindar dari peradangan.
 menghindari minum-minuman beralkohol dan bersoda
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
1. Anatomi usus buntu (cecum) adalah kantung yang terletak di muara ileum pada usus
besar. Usus buntu memiliki apendiks, atau umbai cacing.
Fisiologi usus buntu adalah untuk menyerap air dan garam, membantu proses pencernaan
menjadi lebih mudah dengan membantu mengeluarkan air dan garam, apendiks berfungsi
sebagai sistem kekebalan tubuh, kelenjar limfoid berfungsi untuk melinfungi tubuh dari
kerusakan akibat zat asing yang masuk ke dalam tubuh
2. Karakteristik apendisitis adalah infeksi dan pembengkakan pada usus buntu yang dapat
menurunkan suplai darah ke dinding usus buntu. Hal ini menyebabkan kematian jaringan
dan usus buntu bisa pecah atau meledak sehingga mengakibatkan bakteri dan tinja masuk
ke dalam perut.
Mekanisme peradangan usus buntu (apendisitis) biasanya disebabkan oleh penyumbatan
lumen apendiks oleh hyperplasia (pembesaran) folikel limfoid, fekolit (timbunan tinja
yang keras), benda asing, struktur karena fikosis akibat peradangan sebelumnya atau
neoplasma.
Gejala penyakit apendisitis adalah sakit perut terletak di kanan bawah, sakit perut cepat
memburuk (diperberat bila berjalan atau batuk), demam yang tidak terlalu tinggi, mual,
muntah dan tidak nafsu makan, biasanya terdapat konstipasi, tapi kadang-kadang terjadi
diare
3. Faktor risiko terkena apendisitis: umur 10-30 tahun, jenis kelamin laki-laki lebih banyak
mengalami apendisitis, pola makan yang kurang sehat, infeksi bakteri.
solusi yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan tindakan operasi pengangkatan
usus buntu atau yang disebut dengan istilah apendektomi.
pencegahan yang dapat dilakukan adalah makan dengan teratur, makan dengan makanan
yang tinggi serat, konsumsi makanan atau minuman dengan bakteri prebiotik,
mengurangi makanan yang mengandung gula, istirahat yang cukup, dan menghindari
minuman beralkohol.
DAFTAR PUSTAKA

- Anonim. 2011. Memahami Berbagai Macam penyakit. Dialihbahasakan oleh Paramita.


Jakarta : PT Indeks.

- Cheng HT, Wang YC, Lo HC, Su LT, Soh KS, Tzeng CW, Wu SC, Sung FC, Hsieh CH,
2014. Laparoscopic appendectomy versus open appendectomy in pregnancy: a
population-based analysis of maternal outcome. Surgical Endoscopy.

- Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006, Profil Kesehatan 2005. Jakarta.


- Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009, Profil Kesehatan 2008. Jakarta.
- Indri U, dkk, 2014, Hubungan Antara Nyeri, Kecemasan Dan Lingkungan Dengan
Kualitas Tidur Pada Pasien Post Operasi Apendisitis, Program Studi Ilmu
Keperawatan, Universitas Riau.

- Lubis, A. (2008) “Intestinal Parasitic Infestation in Indonesia”.Jakarta :EGC


- Mansjoer, A (2011) Kapita selekta kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius FKUI
- Mazziotti, M. V., et al., 2008. Appendicitis: Surgery Perspective. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/773896-overview diakses pada 31 Agustus
2018

- Nurhayati, 2011, Apendisitis, Diperoleh tanggal 31 Agustus 2018 dari


//https://nurhayatilies.wordpress.com.

- Nuzulul (2009). askep appendicitis. (http://nuzulul.fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-


35840-kep%20pencernaanAskep%20Apendisitis.html) di akses pada tanggal 31 agustus
2018

- Paudel GR., et al., 2010, Conservative Treatment in Acute Appendicitis, Departmen of


Surgery, Departemant of Dermatology and Clinical Epidemiology Unit, B. P. Kairala
Institute of Health Sciences, Dharan, Nepal. Vol. 50, No. 4, Issue 180

- World Health Organization, 2009, WHO Guidelines for Safe Surgery: Safe Surgery
Saves Lives, WHO Press, Geneva

Anda mungkin juga menyukai