Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT APENDISITIS

Disampaikan Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah II

Dosen Pengampu : Dr. Hj. Nunung Herlina, S.Kp., M.Pd.

DISUSUN OLEH

Kelompok 1

Nama :

Dea Eka Ryanti 17111024110027

Muhammad Idham Hafidz 17111024110068

Octaviani 17111024110089

Reza Pitolaka 17111024110097

Ria Oktaviani 17111024110098

Rinda Kurnilawati 17111024110099

Siti Wahda Anrieany 17111024110110

FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR

TAHUN AJARAN 2018/2019


1
KATA PENGANTAR

Asslamualaikum warahmatullahi wabarakatuh ...

Alhamdulillahirabbilalamin banyak nikmat yang Allah berikan tetapi sedikit sekali


yang kita ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah atas segala berkat, rahmat,
taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga kami dapat
menyeselaikan tugas Makalah Asuhan Keperawatan Penyakit Apendisitis.

Dalam penyusunannya, kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dr. Hj. Nunung
Herlina, S.Kp., M.Pd selaku Dosen Sistem Keperawatan Medikal Bedah II yang telah
memberikan dukungan, dan kepercayaan kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
dengan segala kerendahan hati, kami sangat menerima kritik dan saran agar
penyusunan makalah selanjutnya menjadi lebih baik lagi. Untuk itu kami
mengucapkan banyak terima kasih dan semoga makalah berkaitan dengan Ergonomi
ini bermanfaat.

Wasalamualaikum warahmatullahi wabaraatuh

Samarinda, Februari 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2

DAFTAR ISI 3

BAB I PENDAHULUAN 4

1.1 Latar Belakang 4

1.2 Rumusan Masalah 4

BAB II PEMBAHASAN 5

2.1 Anatomi Fisiologi 5

2.2 Pengertian 7

2.3 Klasifikasi 7

2.4 Etiologi 8

2.5 Tanda & Gejala 8

2.6 Komplikasi 8

2.7 Manifestasi Klinis 9

2.8 Patofisiologi 10

2.9 Pathway 11

2.10 Penatalaksanaan 12

2.11 Asuhan Keperawatan 14

BAB III PENUTUP 18

3.1 Kesimpulan 18

3.2 Saran 18

DAFTAR PUSTAKA 19

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Apendisitis adalah peradangan dari apendik periformis, dan merupakan


penyebab abdomen akut yang paling sering (Dermawan & Rahayuningsih, 2010)

Istilah usus buntu yang dikenal di masyarakat awam adalah kurang tepat karena
usus yang buntu sebenarnya adalah sekum. Apendiks diperkirakan ikut serta dalam
system imun sektorik di saluran pencernaan. Namun, pengangkatan apendiks tidak
menimbulkan efek fungsi system imun yang jelas (Syamsyuhidayat, 2005)

Insiden apendisitis di Negara maju lebih tinggi daripada di Negara berkembang.


Namun, dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun secara bermakna.
Hal ini di duga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat pada diit
harian (Santacroce, 2009)

Peradangan pada apendiks selain mendapat intervensi farmakologik juga memerlukan


tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi dan memberikan implikasi pada
perawat dalam bentuk asuhan keperawatan. Berlanjutnya kondisi apendisitis akan
meningkatkan resiko terjadinya perforasi dan pembentukan masa periapendikular.
Perforasi dengan cairan inflamasi dan bakteri masuk ke rongga abdomen lalu
memberikan respons inflamasi permukaan peritoneum atau terjadi peritonitis. Apabila
perforasi apendiks disertai dengan materi abses, maka akan memberikan manifestasi
nyeri local akibat akumulasi abses dan kemudian juga akan memberikan respons
peritonitis. Manifestasi yang khas dari perforasi apendiks adalah nyeri hebat yang tiba-
tiba datang pada abdomen kanan bawah (Tzanakis, 2005)

4
B. Rumusan Masalah

1. Apa anatomi fisiologi dari apendisitis?


2. Apa definisi dari apendisitis?
3. Apa klasifikasi dari apendisitis?
4. Apa etiologi dari apendisitis?
5. Apa tanda & gejala dari apendisitis?
6. Apa komplikasi dari apendisitis?
7. Jelaskan patofisiologi dari apendisitis!
8. Sebutkan pathway dari apendisitis!
9. Jelaskan penatalaksanaan dari apendisitis!

5
BAB II

PRMBAHASAN

A. Konsep Penyakit

1) Anatomi Fisiologi

Usus besar atau kolon yang panjangnya kira-kira satu setengah meter,
adalahsambungan dari usus halus dan mulai di katup ileokolik atau ileoseka, yaitu
tempat sisamakanan lewat, dimana normalnya katup ini tertutup dan akan terbuka untuk
merespongelombang peristaltik dan menyebabkan defekasi atau pembuangan. Usus
besar terdiriatas empat lapisan dinding yang sama seperti usus halus. Serabut
longitudinal padadinding berotot tersusun dalam tiga jalur yang memberi rupa berkerut-
kerut dan berlubang-lubang. Dinding mukosa lebih halus dari yang ada pada usus halus
dan tidakmemiliki vili. Didalamnya terdapat kelenjar serupa kelenjar tubuler dalam usus
dandilapisi oleh epitelium silinder yang memuat sela cangkir (Nugroho, 2011).

6
Usus besar terdiri dari:
1. Sekum
Sekum adalah kantung tertutup yang menggantung dibawah area katupileosekal.
appendiks vermiformis merupakan suatu tabung buntu yangsempit, berisi jaringan
limfoid, menonjol dari ujung sekum (Nugroho, 2011).
2. Kolon
Kolon adalah bagian usus besar, mulia dari sekum sampai rektum.
Kolonmemiliki tiga bagian, yaitu:
a. Kolon asenden: merentang dari sekum sampai ke tepi bawah hatti sebelah kanandan
membalik secara horizontal pada fleksura hepatika.
b. Kolon traversum: merentang menyilang abdomen dibawah hati dan lambungsampai ke
tepi lateral ginjal kiri, tempatnya memutar kebawah pada flkesurasplenik.
c. Kolon desenden: merentang ke bawah pada sisi kiri abdomen dan menjadi
kolonsigmoid berbentuk S yang bermuara di rektum.(Nugroho, 2011).

3. Rektum
Rektum adalah bagian saluran pencernaan selanjutnya dengan panjang 12sampai
13 cm. Rektum berakhir pada saluran anal dan membuka ke eksterior dianus (Nugroho,
2011).

Appendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm


(4inci), lebar 0,3 - 0,7 cm dan isi 0,1 cc melekat pada sekum tepat di bawah

7
katupileosekal. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu : taenia anterior, medial dan
posterior.Secara klinis, appendiks terletak pada daerah Mc.Burney yaitu daerah 1/3
tengah garisyang menghubungkan spina iliaka anterior superior kanan dengan pusat.
Lumennya sempit dibagian proksimal dan melebar dibagian distal. Namun demikian,
pada bayi,appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah
ujungnya.Persarafan parasimpatis pada appendiks berasal dari cabang nervus vagus
yangmengikuti arteri mesentrika superior dan arteri appendikularis, sedangkan
persarafansimpatis berasal dari nervus torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada
appendisitis bermula disekitar umbilikus (Nugroho, 2011).

Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan
kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Lendir dalam apendiks bersifat
basa mengandung amilase dan musin.Immunoglobulin tersebut sangat efektif sebagai
perlindungan terhadap infeksi.
Namun demikian, pengangkatan apendiks tidakmempengaruhi sistem imun tubuh
karena jumlah jaringan limfa disini kecil sekali jikadibandingkan dengan jumlahnya
disaluran cerna dan diseluruh tubuh. Appendiks berisimakanan dan mengosongkan diri
secara teratur kedalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan lumennya
cenderung kecil, maka apendiks cenderungmenjadi tersumbat dan terutama rentan
terhadap infeksi (Nugroho, 2011).

2) Pengertian

Appendisitis
adalah peradangan
yang terjadi pada
appendix vermicularis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering pada

8
anak-anak maupun dewasa. Appendisitis akut merupakan kasus bedah emergensi yang
paling seringditemukan pada anak-anak dan remaja (NANDA, 2015).

Appendisitis adalah peradangan pada appendiks vermiformis dan merupakan


penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini mengenai semua umur baik
laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia 10 sampai
30 tahun.

Kasus ini merupakan penyebab paling umum inflamasi akut pada


kuadran bawah kanan dari rongga abdomen dan merupakan penyebab paling
umum untuk bedahabdomen darurat. Klasifikasi appendisitis terbagi menjadi dua yaitu,
apendisitis akutdan apendisitis kronik (Nugroho 2011).

3) Klasifikasi Appendisitis

a. Appendisitis Akut
Appendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
radangmendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun
tidakdisertai rangsang peritoneum lokal. Gajala apendisitis akut ialah nyeri samar-samar
dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar
umbilikus.Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah. Umumnya nafsu makan
menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke titik Mc. Burney. Disini nyeri
dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik
setempat (Nugroho, 2011).

b. Appendisitis Kronik
Diagnosis appendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya riwayat
nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik appendiks secara
makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik appendisitis kronik adalah fibrosis
menyeluruh dinding appendiks, sumbatan parsial atau total lumenappendiks, adanya
jaringan parut dan ulkus lama di mukosa, dan adanya selinflamasi kronik. Insiden
appendisitis kronik antara 1-5% (Nugroho, 2011).

4) Etiologi

9
Meskipun frekuensinya cuukup tinggi, etiologi dari appendisitis masih belum dapat
dipahami sepenuhnya. Namun sebab yang paling mungkin untuk menjelaskan kejadian
ini adalah :
- Penyumbatan lumen appendiks oleh fekalit (tinja yang mengeras)
- Hiperlasia jaringan limfa
- Infeksi bakteri
- Tumor appendiks
- Adanya benda asing seperti cacing (foreign body)
- Erosi mukosa apendiks karena parasit
- Kebiasaan makan makanan yang rendah serat
- Konstipasi
Semuanya ini mempermudah timbulnya appendisitis akut (Ariawan, 2014).

5) Tanda dan Gejala


a. Suhu tubuh menjadi naik, demam (37,8 - 38,8)
b. Mual muntah
c. Nyeri perut sebelah kanan bawah, saat berjalan terasa sakit, ketika jongkok sakit berkur
ang
d. Bising usus menurun atau tidak ada sama sekali
e. Konstipasi
f. Disuria
g. Pada anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh di semua bagian perut
h. Badan lemah, nafsu makan berkurang, tampak meringis dan menghindari pergerakan.

(Ariawan, 2014).

6) Komplikasi

Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan apendisitis. Faktor keterlambatan


dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita meliputi pengetahuan
dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan diagnosa, menunda diagnosa,
terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat melakukan penanggulangan. Kondisi
ini menyebabkan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas. Proporsi komplikasi
apendisitis 10-32%, paling sering pada anak kecl dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi
pada annak anak di bawah 2 tahun dan 40-75% pada orang tua. CFR kompllikasi 2-5%,
10-15% terjadi pada anak anak dan orang tua. 43 anak anak memliki dinding apendisitis
yang masih tipis, omentum lebih pendek dan belum berkembang sempurna
memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua terjadi gangguan
pembuluh darah. Adapun jenis komplikasi diantaranya:

10
a. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di
kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon dan
berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila apendisitis
gangrren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum.

b. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar ke
ronngga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi
meningkat tajam sesudah 24jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus
dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari
38,5oC, tampak toksik, neri tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama
polymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun
mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.

c. Peritonitis
Peritonitis adalah peradanagan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya yang
dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada
permukaan terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila inkfeksi tersebar luas pada
permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik
berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektroolit
mengakibatkan dehidrasi syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria. Peritonitis disertai
rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah,, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis.

7) Manifestasi Klinis

Keluhan apendisitis bermula dari nyeri didaerah umbilikus atau periumbilikus yang
berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan
bawah, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga
keluhan anoreksia , malaise, dan demma yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga
terdapat konstipasi, tetapi kadang kadang terjadi diarae, mual, dan muntah.

Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap.
Namun dalam beberapa nyeri abdomen kannan bawah akan semakin progresif, dan

11
dengan pemeriksaan seksama akan dapat ditunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal.
Perkusi ringan pada kuadran kanan bawah dapat membantu menentukan lokasi nyeri..
nyeri lepas dan sampe biasanya juga muncul. Bila tanda rovsing, psoas, dan obturator
positif akan semakin meyakinkan diagnosis klinis apendisitis.

8) Patofisiologi
Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks oleh
hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, struktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang
diproduksi mukosa mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin
banyak, namun elastisitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkatkan tersebut
akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan
ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi appendisitis akut local yang ditandai oleh nyeri
epigastrium. Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan
menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat
sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan baawah. Keadaan ini disebut appendisitis
supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding
appendiks yang diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan appendisitis
gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi appendisitis perforasi.
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak kearah appendiks hingga timbul suatu massa local yang disebut infiltrate
appendikularis. Peradangan pada appendiks tersebut dapat menjadi abses atau
menghilang. Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek pada appendiks lebih
panjang, maka dinding appendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya
tahan tubuh yang masih kurang sehingga memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan
pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah
(Ariawan, 2014).
Komplikasi yang dapat terjadi adalah perforasi appendiks, tanda-tanda perforasi yaitu
meningkatnya spasme dinding perut kanan bawah, ileus, demam, malaise, dan
laukositis. Kemudia peritonitis abses yang bila terbentuk abses appendik maka akan

12
teraba massa pada kuadran kanan bawah yang cenderung menggelembung pada rectum
atau vagina. Jika terjadi perintonitis umum tindakan spesifik yang dilakukan adalah
operasi untuk menutup asal perforasi tersebut. Tandanya berupa dehidrasi, sepsis,
elektrolit darah tidak seimbang dan pneumonia (Ariawan, 2014).

9) Pathway

13
10) Penatalaksanaan
a. Non Medis
- Mengkonsumsi buah-buahan
- Mengkonsumsi sayur-sayuran
- Tidak dianjurkan memakan makanan siap saji
(Ariawan, 2014)
b. Medis
1). Tindakan Medis
a) Observasi terhadap diagnose
Dalam 8-12 jam pertama setelah timbul gejala dan tanda apendisitis, sering tidak
terdiagnosa, dalam hal ini sangat penting dilakukan observasi yang cermat. Penderita
dibaringkan ditempat tidur dan tidak diberi apapun melalui mulut. Bila diperlukan maka
dapat diberikan cairan aperviteral. Hindarkan pemberian narkotik jika memungkinkan.,
tetapi obat sedative seperti barbitural atau penenang tidak karena merupakan kontra
indikasi. Pemeriksaan abdomen dan rectum, sel darah putih dan hitung jenis di ulangi
secara periodic. Perlu dilakukan foto abdomen dan thorak posisi tegak pada semua
kasus apendisitis, diagnose dapat jadi jelas dari tanda lokalisasi kuadran kanan bawah
dalam waktu 24 jam setelah timbul gejala.
b) Intubasi
Dimasukkan pipa naso gastrik preoperative jika terjadi peritonitis atau toksitas yang
menandakan bahwa ileus pasca operatif yang sangat mengganggu. Pada penderita ini
dilakukan aspirasi kubah lambung jika diperlukan. Penderita dibawa kekamar operasi
dengan pipa tetap terpasang.
c) Antibiotic
Pemberian antibiotic preoperative dianjurkan pada reaksi sistematik dengan toksitas
yang berat dan demam yang tinggi.

2). Terapi Bedah


Pada apendisitis tanpa komplikasi, apendiktomi dilakukan segera setelah terkontrol
ketidakseimbangan cairan dalam tubuh dan gangguan sistemik lainnya.
Appendiktomi merupakan pembedahan untuk mengangkat apendik yang
dilakukan untuk menurunkan perforasi. Appendiktomi dapat dilakukan secara terbuka
atau laparoskopi. Appendiktomi terbuka dilakukan insisi Mc. Burnney yang biasanya
dilakukan oleh para ahli. Pada appendicitis yang tanpa komplikasi maka tidak perlu
diberikan antibiotic, kecuali pada appendicitis perforate. Penundaan tindakan bedah

14
yang diberikan antibiotic dapat menimbulkan abses atau perforasi. Terapi Farmakologis
preoperative antibiotic untuk menurunkan resiko infeksi pasca bedah (Ariawan, 2014).
Identifikasi appendiktomi adalah (Lee, 2013):
 Pasien dengan gejala klasik apendisitis, pemeriksaan fisik dan laboratorium yang
mendukung apendisitis.
 Pasien dengan gejala apical dan temuan radiografi konsisten dengan apendisitis.
 Pasien dengan gejala atipikal yang mengalami perburukan (nyeri menetap dan suhu
menigkat, pemeriksaan klinis memburuk, leukosit meningkat)

Tidak ada kontraindikasi untuk dilakukan operasi apendiktomi. Akan tetapi, pasien
dengan abses periapendiks yang berbatas tegas, operasi apendiktomi biasanya ditunda.
Abses dilakukan drainase terlebih dahulu, baik secara per kutan maupun operasi (level
of evidence A-II) (The Medical University of South Carolina Library website, 2013).

Operasi apendiktomi dapat dilakukan dengan prosedur laparoscopic appendectomy


maupun dengan open appendectomy. Prosedur mana yang harus dipilih, ditentukan oleh
tingkat kemahiran ahli bedah dalam melakukan prosedur tersebut (The Medical
University of South Carolina Library website, 2013).

3) Terapi pasca operasi

Perlu dilakukan obstruksi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya


perdarahan didalam, syok hipertemia, atau gangguan pernapasan angket sonde lambung
bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan
pasien dalam posisi fowler. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi
gangguan. Selama itu pasien dipuaskan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya
pada perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali
normal. Kemudian berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4-5 jam lalu naikkan
menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya diberikan makan saring, dan hari berikutnya
diberikan makanan lunak. Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak
ditempat tidur selama 2x30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk
diluar kamar. Hari ketujuh jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang

15
11) Asuhan Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas

1. Nyeri akut b.d agen pencedera biologis

2. Resiko infeksi b.d ketidakadekuatan pertahanan tubuh skunder

3. Ansietas b.d ancaman dengan status terkini

NO Diagnosa Keperawatn Noc Nic

1 Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan 1. Manajemen Nyeri


1.1 lakukan
pencedera biologis tindakan ... × 24 jam,
pengkajian nyeri
mendapatkan kriteria
komperhensif
hasil
yang meliputi
 Nyeri Efek yang
lokasi,
Mengganggu
1. Ketidaknyamanan karakteristik,
berkurang dari onset/durasi,
skala 1 ( sangat frekuensi,
terganggu ) menjadi kualitas,
skala 5 (Tidak intensitas atau
terganggu). beratnya nyeri
 Tingkat Nyeri dan faktor
2. Nyeri yang
pencetus.
dilaporkan 1.2 Gali bersama
berkurang dari pasien fakor-
skala 1 ( berat ) faktor yang dapat
menjadi skala 5 menurunkan atau
(tidak ada). memperberat
nyeri.
1.3 Gunakn metode
penilian yang
sesuai dengan

16
tahapan
perkembangan
yang
memungkinkan
untuk memonitor
perubahan nyeri
dan akan dapat
membantu
mengidentifikasi
faktor pencetus
aktual dan
potensial.
1.4 Kurangi atau
eliminasi faktor-
faktor yang dapat
mencetuskan atau
meningkatkan
nyeri (misalnya
ketkutan,
kelelahan,
keadaan monoton
dan kurang
pengetahuan)
1.5 Ajarkan metode
nonfarmakologi
untuk
menurunkan nyeri
1.6 Informasikan tim
kesehatan
lain/anggota
keluarga
mengenai strategi

17
nonfarmakologi
yang sedang
digunakan untuk
mendorong
pendekatan
preventif terkait
dengan
manajemen nyeri.
1.7 Monitor kepuasan
pasien terhadap
manajemen nyeri
dalam interval
yang spesifik.

2 Resiko Infeksi b.d Setelah dilakukan 2 Perlindungan Infeksi


2.1 monitor adanya
ketidakadekuatan tindakan ... × 24 jam,
tanda dan gejala
pertahanan tubuh skunder mendapatkan kriteria
infeksi sistemik
hasil
dan lokal
Kontrol Risiko : Proses 2.2 pertahankan
Infeksi asepsis untuk
1. Mengindentifikasi
pasien beresiko
faktor resiko infeksi 2.3 tingkatkan asupan
dari skala 5 ( Scara nutrisi yang
Konsisten cukup
Menunjukkan ) 2.4 ajarkan pasien
menjadi skala 1 dan anggota
( tidak pernah keluarga
menunjukkan) bagaimana cara
2. Mengindentifikasi menghindari
tanda dan gejala infeksi
dari skala 5 (Secara 2.5 Lapor dugaan
konsisten infeksi pada

18
menunjukkan) personel
menjadi skala 1 pengendali
(tidak pernah infeksi
menunjukkan)

3 Ansietas b.d ancaman Setelah dilakukan 3. pengurangan


dengan status terkini tindakan ... × 24 jam, kecemsan
2.1 pahami situasi
mendapatkan kriteria
krisis yang
hasil
terjadi pada
 Tingkat kecemasan
1. Perasaan gelisah perspektif klien
2.2 dukung
dari skala 1 (Berat)
penggunaan
menjadi 5 (Tidak
mekanisme
ada)
 Koping koping yang
2. Mengindentifikasi sesuai
pola koping yang 2.3 instruksikan
efektif dari skala 5 klien untuk
(Secara konsisten menggunakan
menunjukkan) teknik relaksasi.
2.4 kaji tanda verbal
menjadi skala 1
dan nonverbal
(Tidak pernah
kecemasan
menunjukkan) 2.5 kolaborasi
dengan tenaga
kesehatan lain
dalam
penegmbangan
teknik relaksasi
yang sesuai
dengan kondisi
klien

19
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Appendisitis adalah peradangan yang terjadi pada appendix vermicularis, dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering pada anak-anak maupun
dewasa. Appendisitis akut merupakan kasus bedah emergensi yang paling
seringditemukan pada anak-anak dan remaja (NANDA, 2015).

Appendisitis adalah peradangan pada appendiks vermiformis dan merupakan


penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini mengenai semua umur baik
laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia 10 sampai
30 tahun.

Penyakit apendisitis secara pasti belum diketahui. Tetapi, terjadinya apendisitis


ini umumnya karena bakteri. Selain itu, terdapat banyak faktor pencetus terjadinya
penyakit ini diantaranya sumbatan lumen apendiks, hyperplasia jaringan limfe, fekalit,
tumor apendiks dan cacing askaris yang dapat menyebabkan sumbatan. Penyebab lain
yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena
parasite seperti E. histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukan peran kebiasaan

20
makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis
juga merupakan faktor pencetus terjadinya penyakit ini.

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh


hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striker karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma

B. Saran
Jagalah kesehatan dengan minu air putih minimal 8 gelas sehari dan tidak menunda
buang air besar juga akan membantu kelancaran pergerakan saluran cerna secara
keseluruhan.

21
DAFTAR PUSTAKA
Baughman, Diane C dan Hackley, jiAnn C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah : Buku
saku untuk Brunner & Sudarth. Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8
Volume 2, Alih Bahasa Kuncara, H. Y, dkk. Jakarta : EGC
Nanda Internasional. 2018. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2018-2020.
Jakarta : EGC

22

Anda mungkin juga menyukai