Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

(PENYAKIT APENDISITIS)

MATA KULIAH : KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB)

Dosen : Ns. Frangkie Mapanawang S.Kep,M.Kep

DI SUSUN OLEH:

Fiviyatri Dahlan(1420122011)

YAYASAN MEDIKA MANDIRI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAKARIWO HALMAHERA

S1 KEPERAWATAN

2023
DAFTAR ISI

CAVER

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

1.2 Tujuan penulisan

BAB II PEMBAHASAN

a. Defenisi
b. Etiologi
c. Patogenesis
d. Patofisiologi
e. Tanda/Gejala
f. Pemeriksaan Diaknostik
g. Penatalaksanaan
h. Pencegahan
i. Pengobatan
j. Komplikasi

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR

Kami ingin memulai dengan ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Berkat rahmat dan karunia-Nya, kami berhasil menyelesaikan tugas penulisan makalah mata
kuliah KAPITA SELEKTA sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan

Kelompok kami menyadai makalah ini masi jauh dari harapan pembaca yang mana di
dalamnya masi terdapat berbagai kesalahan baik dari sistem penulisan maupun isi. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang yang sifatnya membanguan sehinggan
makalah berikutnya dapat diperbaiki serta ditingkatkan kualitasnya.

Kelompok kami menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada


semua pihak yang telah membantu dalam menyusun makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Apendisitis merupakan peradangan apendik vermivormis, dan merupakan penyebab
masalah abdomen yang paling sering (Dermawan & Rahayuningsih, 2010). Apendiksitis
dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang terjadi.
Insidensi pada pria dengan perbandingan 1,4 lebih banyak daripada wanita (Santacroce
dalam Muttaqin, 2013).
Apendisitis ditemukan pada semua kalangan dalam rentangusia 21-30 tahun (Ajidah
& Haskas, 2014). Komplikasi apendisitis yangsering terjadi yaitu apendisitis perforasi yang
dapat menyebabkan perforasiatau abses sehingga diperlukan tindakan pembedahan
(Haryono, 2012).
Prevalensi tindakan bedah di Amerika Serikat tahun 2009 dari 27 juta orang yang
menjalani operasi setiap pelayanan kesehatan, pasien dengan infeksi pada daerah operasi
abdomen akan menjalani perawatan dua kali lebihlama di rumah sakit daripada yang tidak
mengalami infeksi (Jitowiyono & Kristiyanasari, 2010).
Berdasarkan Data Tabulasi Nasional Departemen Kesehatan Republik Indonesia
tahun 2009, tindakan bedah menempati urutanke 11 dari 50 pertama penyakit di rumah sakit
se-Indonesia dengan persentase12.8% yang diperkirakan 32% diantaranya merupakan
tidakan bedahlaparatomi (Hajidah & Haskas, 2014). Laporan Departemen
Kesehatan(Depkes) mengenai kejadian laparatomi atas indikasi apendiksitis meningkatdari
162 kasus pada tahun 2005 menjadi 983 kasus pada tahun 2006 dan 1.281kasus pada tahun
2007 (Hajidah & Haskas, 2014).

1.2 Rumusan masalah

Bagaimana hubungan jumlah leukosit dan hitung jenis neutrofil dengan tingkat
keparahan apendisitis akut
BAB II
PEMBAHASAN

a. Defenisi
Apendisitis akut adalah peradangan pada organ apendiks vermiformis yaitu organ tak
berfungsi berbentuk tabung sempit yang mempunyai otot dan jaringan limfoid yang
merupakan penyebab paling umum dari inflamasi akut abdomen serta kedaruratan bedah
abdomen.2,7,9 Apendisitis akut dapat mengenai semua umur tetapi paling banyak ditemukan
pada umur 20-30 tahun dan paling banyak mengenai laki-laki daripada perempuan.
Apendisitis merupakan penyakit yang memerlukan penanganan segera untuk mencegah
terjadinya komplikasi yang umumnya berbahaya.2,9 Apendisitis perforasi merupakan
komplikasi utama apendisitis akut yang disebabkan oleh karena pecahnya lumen apendiks
yang menyebabkan tertumpahnya isi lumen ke rongga peritoneum sehingga menyebabkan
peritonitis dan abses.

b. Etiologi
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri yang disebabkan oleh obstruksi pada lumen
apendiks. Berbagai hal dapat memicu obstruksi ini antara lain hiperplasia jaringan limfoid,
fekalit, tumor apendiks maupun bolus askaris.2 Apendisitis akut dapat terjadi karena pola
makan yang buruk seperti kebiasaan makan makanan rendah serat yang berakibat terjadinya
konstipasi. Pada penelitian yang dilakukan di Palu pada tahun 2015 memaparkan bahwa
resiko seseorang yang mempunyai pola makan buruk untuk menderita penyakit apendisitis
lebih besar dibandingkan seseorang yang mempunyai pola makan baik. Konstipasi akan
menaikkan tekanan intrasekal yang akan menimbulkan obstruksi dan peningkatan
pertumbuhan flora normal kolon. Hal ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut.

c.Klasifikasi
Apendisitis akut dapat diklasifikasikan berdasarkan histopatologi, klinikopatologi serta
perjalanan penyakit 24, 25 : 1. Apendisitis Simpel, yaitu apendiks yang meradang tanpa
adanya keadaan gangren, perforasi maupun abses di sekitar apendiks. Apendisitis supuratif
merupakan bagian dari apendisitis simpel.Apendisitis supuratif adalah apendiks yang
meradang yang ditandai dengan adanya pus dalam lumen dan dapat disertai ulserasi dan
nekros mukosa. Hal ini dapat disebabkan oleh karena adanya tekanan intralumen yang terus
meningkat oleh karena sekresi mukus yang disebabkan karena terdapatnya bendungan pada
lumen. Hal ini akan menyebabkan edema bertambah, obstruksi vena dan memperberat
iskemia sehingga mempermudah invasi bakteri dalam lumen secara progresif yang akan
menimbulkan infeksi serosa. Pada stadium ini terdapat banyak eksudat neutrofilik sehingga .
2. Apendisitis Kompleks, yaitu apendiks yang dalam keadaan perforas atau apendisitis
gangrenosa atau terdapatnya abses periapendikal. Apendisitis gangrenosa merupakan
kontinuitas dari apendisitis supuratif akut. Tekanan intralumen yang terus meningkat akan
memperburuk aliran darah arteri ke lumen. Hal ini mempermudah terjadinya iskemia arteri
yang berujung kepada terjadinya infark bahkan gangren.Pada tahap ini timbul daerah ulkus
berwarna hijau di mukosa dan nekrgangrenosa hijau tua diseluruh dinding hingga ke serosa
yang menghasilkan apendisitis gangrenosa akut.
Dapat terjadi mikroperforasi yang disebabkan karena rapuhnya dinding
apendiks.Apendisitis perforasi merupakan tahap lanjutan dari apendisiti gangrenosa. Pada
tahap ini dinding apendiks mengalami ruptur atau pecah sehingga pus serta bakteri yang
terdapat di dalam lumen dapat masuk ke rongga abdomen sehingga memberikan respons
inflamasi pada permukaan peritoneum yang mengakibatkan terjadinya peritonitis.9,28
Menurut survey yang telah dilakukan di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan, Apendisitis akut
dapat diklasifikasikan berdasarkan diagnosis yang tertulis dalam rekam medis adalah
apendisitis akut, apendisitis akut gangrenosa dan apendisitis akut perforasi. Apendisitis akut
dikategorikan ke dalam apendisitis simpel dan apendisitis akut gangrenosa serta apendisitis
perforasi dikategorikan ke dalam apendisitis kompleks

d. Patofisiologi

Apendisitis adalah peradangan apendiks yang mengenai semua lapisan dinding


organ.Penyebab utamanya diduga karena adanya obstruksi lumen yang biasanya disebabkan
oleh fekalit.Penyumbatan pengeluaran sekret mukus mengakibatkan terjadinya
pembengkakan, infeksi dan ulserasi. Peningkatan tekanan intraluminal dapat menyebabkan
terjadinya oklusi arteria terminalis (end-artery) apendikularis.Bila keadaan ini terus
berlangsung dapat mengakibatkan nekrosis, gangren dan perforasi. Adanya pembengkakan
pada apendiks akan menyebabkan perangsangan serabut saraf viseral dan dipersepsikan
sebagai nyeri di daerah periumbilical dan juga dapat menyebabkan mual dan muntah
beberapa jam setelah nyeri. Obstruksi pada apendiksakan memudahkan invasi bakteri pada
lumen. Hal ini akan menyebabkan demam dan leukositosis. Saat invasi bakteri pada lumen
telah berhubungan dengan peritoneum parietal, serabut saraf somatik akan teraktivasi dan
nyeri akan dirasakan lokal pada lokasi apendiks, khususnya di titik McBurney.

e. Tanda/gejala:
1. Demam dan menggigil.
2. Diare
3. Mengalami sembelit
4. Perut kembung
5. Kehilangan nafsu makan
6. Sulit buang gas

f. Penyebab Penyakit Usus Buntu

Penyakit usus buntu terjadi akibat penyumbatan pada rongga usus buntu.Kondisi ini
membuat bakteri berkembang dengan cepat dan terkurung di dalam usus buntu.Akibatnya,
usus buntu meradang, membengkak, hingga bernanah.

Ada sejumlah faktor yang diduga bisa menyebabkan seseorang mengalami radang
usus buntu, yaitu:
 Sumbatan pada pintu rongga usus buntu akibat penumpukan feses atau tinja yang
mengeras
 Penebalan atau pembengkakan jaringan dinding usus buntu karena infeksi pada
saluran pencernaan atau bagian tubuh lain
 Penyumbatan rongga usus buntu akibat pertumbuhan parasit di pencernaan, misalnya
infeksi cacing kremi atau ascariasis
 Kondisi medis tertentu, seperti tumor pada perut atau inflammatory bowel disease
 Cedera di perut

g. Diagnosis

Diagnosis appendicitis perlu dicurigai pada pasien yang mengeluhkan gejala nyeri
perut akut. Kecurigaan ini kemudian dipastikan dengan pemeriksaan pencitraan, seperti USG
atau CT Scan abdomen.

Manifestasi klasik dari appendicitis meliputi nyeri periumbilkus yang berpindah ke


fossa iliaka kanan, anoreksia, demam, dan nyeri tekan pada fossa iliaka kanan.Pada
pemeriksaan fisik bisa ditemukan nyeri tekan McBurney, nyeri lepas, penurunan bising usus,
tanda psoas positif, tanda obturator positif, dan tanda Rovsing positif.

h. Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan appendicitis adalah meredakan gejala akut dengan efek


samping seminimal mungkin; serta memilih penatalaksanaan yang sebisa mungkin tidak
invasif.Namun, pada kasus dimana harus dilakukan tindakan bedah, maka tujuan tata laksana
tambahan adalah pencegahan komplikasi, misalnya infeksi luka; dengan lama rawat sependek
mungkin dan pasien dapat menjalani aktivitas normal secepat mungkin.

Penatalaksanaan definitif appendicitis adalah dengan apendiktomi.Sebelum dilakukan


tindakan apendiktomi, pasien dapat diberikan resusitasi cairan, analgesik, dan antibiotik
intravena.

1. Terapi Suportif Pada instalasi gawat darurat, klinisi perlu mengevaluasi pasien dengan
keluhan nyeri perut secara cepat dan tepat. Pada pasien dengan kecurigaan
appendicitis, tata laksana secara oral perlu dihindari. Pemasangan akses intravena (IV)
dan resusitasi cairan perlu diberikan pada pasien dengan memperhitungkan defisit
cairan dan kebutuhan pemeliharaan, terutama pada pasien yang disertai gejala klinis
dehidrasi atau septisemia.[3,6]

Pemberian analgesik dan antiemetik dapat dipertimbangkan sesuai dengan kebutuhan


pasien.Walaupun terdapat kontroversi sebelumnya mengenai pemberian analgesik yang dapat
menutupi gejala nyeri perut, tidak ditemukan bukti ilmiah yang memadai untuk mendukung
penundaan analgesik.Suatu meta-analisis dari 9 uji klinis acak terkontrol menyatakan bahwa
pemberian opioid tidak meningkatkan risiko penundaan pembedahan.

Paracetamol dan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) dapat dipertimbangkan


sebagai manajemen nyeri pada pasien dengan kecurigaan appendicitis, terutama pada pasien
yang memiliki kontraindikasi opioid.
2. Pembedahan Apendektomi yang dilakukan dengan laparoskopi dan laparotomi
merupakan manajemen standar appendicitis. Kedua prosedur tersebut merupakan
operasi rutin dengan risiko cukup rendah. Morbiditas dan mortalitas terutama
ditentukan oleh tingkat keparahan penyakit itu sendiri.

a. Jenis Pembedahan

Pendekatan laparoskopi daripada pendekatan terbuka dianjurkan dalam pengobatan


appendicitis pasien dewasa maupun anak-anak. Berbagai studi, termasuk suatu penelitian
meta analisis membandingkan apendektomi laparoskopi dan laparotomi pada dewasa dan
anak-anak. Apendektomi laparoskopi memiliki insidensi infeksi luka lebih rendah,
komplikasi postoperasi yang lebih sedikit, dan durasi rawat inap lebih singkat, namun
membutuhkan waktu operasi yang lebih lama.

b. Waktu Pembedahan

Waktu terbaik melakukan apendektomi masih menjadi kontroversi.Dahulu, setiap


appendicitis dianggap berkembang menjadi perforasi dan gangren, sehingga pembedahan
dilakukan sesegera mungkin.Namun, saat ini, terdapat bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa
pada appendicitis tanpa komplikasi, penundaan 12-24 jam pembedahan tidak meningkatkan
risiko perforasi jika pemberian antibiotik segera dimulai. Namun, menunda apendektomi
selama >48 jam dikaitkan dengan peningkatan infeksi luka operasi dan komplikasi lain.

c. Perawatan Pre dan Post Operatif

Antibiotik preoperatif perlu diberikan untuk mengurangi risiko infeksi postoperasi.


Pasien yang dirawat di rumah sakit pada malam hari yang apendiktominya ditunda hingga
pagi hari, harus diberikan antibiotik intravena sesegera mungkin. Antibiotik spektrum luas
yang mencakup gram negatif dan anaerobik perlu dipertimbangkan. Kombinasi cefazolin dan
metronidazole atau amoxicillin klavulanat dapat dipertimbangkan. Sebagai alternatif, dosis
tunggal 2 gram cefoxitin atau cefotetan juga dapat diberikan secara intravena. Pasien yang
memiliki alergi terhadap peniciillin dapat diberikan clindamycin dan satu dari ciprofloxacin,
levofloxacin, atau gentamicin.

Post operatif, pengobatan awal dengan antibiotik IV secara signifikan mengurangi


infeksi luka dan pembentukan abses intraabdomen pada pasien dengan appendicitis gangren
atau perforasi dibandingkan tanpa pengobatan. Namun, untuk pasien dengan appendicitis
tanpa komplikasi, antibiotik post operatif tidak diperlukan.

i. Pencegahan

1. Konsumsi makanan berserat


Serat merupakan asupan yang penting untuk melancarkan pencernaan dan
menjaganya tetap sehat. Dengan mengonsumsi makanan berserat dalam jumlah yang cukup,
pencernaan Anda akan lebih lancar dan aktif sehingga memudahkan proses pembuangan
tinja. Hal ini baik untuk mencegah terjadinya usus buntu.Anda bisa mencukupi asupan serat
dengan mengonsumsi makanan tinggi serat, seperti sayuran, buah-buahan, gandum utuh,
oatmeal, biji-bijian, serta kacang-kacangan.

2. Minum air putih yang cukup

Selain untuk mencegah dehidrasi, konsumsi air putih yang cukup juga penting untuk
memaksimalkan kinerja usus dalam mencerna makanan dan menghasilkan tinja. Sebaliknya,
bila Anda kurang minum, usus akan menyerap cairan dari sisa makanan untuk menjaga tubuh
tetap terhidrasi.

Hal tersebut bisa membuat Anda susah buang air besar atau sembelit dan berisiko
menimbulkan penumpukan tinja yang dapat memicu radang usus buntu. Oleh karena itu,
untuk membantu mencegah usus buntu, pastikan Anda cukup minum air putih setiap hari
setidaknya 8 gelas per hari.

3. Konsumsi makanan mengandung probiotik

Makanan dan minuman yang mengandung probiotik baik dikonsumsi untuk menjaga
kesehatan sistem pencernaan.Bakteri baik dalam probiotik diketahui dapat menekan
pertumbuhan bakteri jahat dalam tubuh, termasuk bakteri yang dapat menyebabkan
peradangan atau infeksi usus buntu.Anda bisa mendapatkan probiotik dari berbagai sumber,
seperti yogurt, tempe, kefir, kombucha, atau kimchi. Agar manfaat tersebut bisa diperoleh
dengan maksimal, Anda juga dianjurkan untuk mengonsumsi asupan serat, misalnya dari
gandum utuh, apel, pisang, bawang putih, atau artichoke.Meski demikian, sayangnya,
efektivitas probiotik dalam mencegah usus buntu masih perlu diteliti lebih lanjut.

4. Makan dengan tenang dan perlahan

Meski terdengar sepele, makan dengan tenang justru membawa banyak manfaat untuk
kesehatan tubuh. Salah satunya adalah dapat membantu tubuh menyerap nutrisi dengan baik
dan mendukung proses pencernaan.Hal tersebut bisa terjadi karena orang yang makan
lambatakan mengunyah makanannya hingga benar-benar halus saat ditelan, sehingga
cenderung mudah dicerna. Begitu sebaliknya, orang yang terbiasa makan cepat cenderung
lebih sering menyantap makanan dalam potongan besar dan tidak mengunyahnya sampai
halus.Alhasil, potongan makanan tersebut bisa membuat proses penernaan menjadi lambat
dan berisiko menimbulkan penyumbatan di usus buntu.

5. Rutin cek kesehatan ke dokter


Dalam beberapa kasus, penyakit usus buntu terkadang bisa lebih sering terjadi pada
orang yang pernah mengalami cedera di perut dan memiliki riwayat penyakit yang sama di
keluarganya.Kelompok orang yang berisiko ini tentu harus rutin cek kesehatan ke dokter
guna memantau perkembangan usus buntu serta menerima perawatan medis yang
sesuai.Degan begitu, risiko terjadinya radang usus buntu juga dapat dicegah sedini
mungkin.Pada dasarnya, memang tidak ada cara yang bisa 100% mencegah usus buntu.
Namun, dengan menerapkan beberapa cara di atas, risiko Anda untuk terkena penyakit usus
buntu bisa berkurang.Selain mengetahui cara mencegah usus buntu, Anda juga perlu
mewaspadai gejala dan komplikasi usus buntu yang mungkin timbul. Jika Anda mengalami
nyeri perut di bagian kanan bawah, apalagi disertai gejala perut kembung, mual dan muntah,
diare, hingga demam, sebaiknya segera periksakan diri ke dokter untuk mendapatkan
penanganan.

j. Pengobatan

Pengobatan penyakit usus buntu akan disesuaikan dengan tingkat keparahannya.


Beberapa metode yang dapat dilakukan adalah:

1. Operasi

Pengobatan utama penyakit usus buntu adalah dengan operasi pengangkatan usus
buntu atau apendektomi. Pengangkatan usus buntu dari sistem pencernaan tidak akan
menyebabkan masalah jangka panjang, karena usus buntu tidak berperan pada banyak fungsi
tubuh.Ada dua cara dalam melakukan apendektomi, yaitu melalui laparoskopi (operasi
lubang kunci) dan bedah terbuka (laparotomi). Kedua teknik bedah tersebut diawali dengan
pemberian bius total kepada pasien. Berikut ini adalah penjelasannya:

2. Laparoskopi

Operasi usus buntu dengan laparoskopi dilakukan dengan membuat beberapa sayatan
sebesar lubang kunci di perut. Melalui sayatan tersebut, dokter akan memasukkan alat bedah
khusus untuk mengangkat usus buntu.

3. Laparotomi

Pada laparotomi, dokter akan membuat sayatan pada perut bagian kanan bawah, kira-
kira sepanjang 10 cm, untuk mengangkat usus buntu. Bedah ini dianjurkan jika sudah terjadi
komplikasi, misalnya usus buntu pecah dan infeksi menyebar ke rongga perut (peritonitis),
atau terbentuk tumpukan nanah (abses) di rongga perut.

Proses pemulihan setelah operasi laparoskopi lebih singkat daripada setelah bedah
terbuka. Selain itu, usus buntu yang menimbulkan abses mungkin membutuhkan dua tahap
operasi.Tahap pertama adalah untuk membersihkan abses, sedangkan tahapan yang kedua
untuk mengangkat usus buntu. Pada masa pemulihan, dokter akan meresepkan obat pereda
nyeri. Pasien juga akan diimbau untuk menghindari aktivitas fisik yang berat sampai 3–5 hari
setelah laparoskopi, atau 10–14 hari jika pasien menjalani laparotomi.
4. Obat-obatan

Pada beberapa kondisi usus buntu yang ringan, pasien dapat sembuh melalui
pemberian obat usus buntu berupa antibiotik dan pereda gejala.Dengan begitu, operasi tidak
perlu dilakukan.Namun, radang usus buntu yang tidak dioperasi umumnya dapat kambuh
kembali. Oleh karrena itu, biasanya dokter akan menyarankan operasi.

k. Komplikasi

Penyakit usus buntu yang tidak diobati berisiko membuat usus buntu pecah. Kondisi
ini berbahaya dan bisa menyebabkan komplikasi berikut:

 Peritonitis

Peritonitis dapat terjadi ketika usus buntu pecah dan infeksi menyebar hingga ke
seluruh rongga perut.Kondisi ini ditandai dengan nyeri hebat terus menerus di seluruh bagian
perut, perut mengeras dan membesar, detak jantung yang cepat, dan demam.

Peritonitis yang tidak segera ditangani dapat menyebabkan kematian.Kondisi ini harus
diatasi dengan pemberian antibiotik, dan laparatomi sesegera mungkin untuk mengangkat
usus buntu dan membersihkan rongga perut.

 Abses atau kantong berisi nanah di rongga perut

Abses di rongga perut dapat terbentuk jika infeksi dari usus buntu menyebar ke
seluruh rongga perut. Untuk mengatasi kondisi ini, dokter akan mengalirkan nanah pada
abses ke luar dan memberikan antibiotik. Setelah infeksi abses sembuh, dokter akan
melanjutkan dengan operasi pengangkatan usus buntu.

 Sepsis

Bakteri dari usus buntu yang pecah berisiko masuk ke aliran darah.Kondisi yang
disebut dengan sepsis ini dapat menyebabkan peradangan yang menyeluruh.Jika tidak
ditangani dengan cepat, sepsis dapat menyebabkan syok dan kematian.

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering.penyakit ini mengenai semua umur baik laki laki maupun
perempuan,tetapi lebih sering menyerang laki laki berusia 10 sampai 30 tahun.

Menurut:sjamsuhidayat (2004),apendisitis terdiri dari lima bagian antara lain :

1) Apendisitis akut
2) Apendisitis infilrat
3) Apendisitis Perforata
4) Apendisitis rekuren
5) Apendisitis kronis

Penyebab penyakit apendisitis secara pasti belum diketahui.tetapi,terjadinya


apendisitis ini umumnya karena bakteri.selain itu,terdapat banyak faktor pencetus terjadinya
penyakit ini di antaranya sumbatan lumen apendiks,hiperplasia jaringan limfe,fekalit,tumor
apendiks dan cacing askaris yang dapat menyebabkan sumbatan.

3.2. Saran

Jagalah kesehatan dengan minum air putih minimal 8 gelas sehari dan tidak menunda
buang air besar juga akan membantu kelancaran pergerakan saluran cerna secara keseluruhan.
DAFTAR PUSTAKA

Aleq Sander,M.(2011).Apendisitis Akut; Bagaimana Seharusnya Dokter Umum

Dan Perawat Dapat Mengenai Tanda Dan Gejala Lebih Dini Penyakit Ini

Jurnal Keperawatan,Vol.2 http://doi.org/10.22219/jk.v2i.479

Amalia, W.I.putu. (2016) Gambaran Sosio- Demografi Dan Gejala Apendisitis Akut Di
Rsu Kota Tangerang Selatan.

Anda mungkin juga menyukai