Anda di halaman 1dari 58

Keperawatan Medical Bedah

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.IA DENGAN DIAGNOSA MEDIS


APPENDIKSITIS AKUT DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT
RSUD WONOSARI YOGYAKARTA

Nama : ERIK PRASETYA USMAN


NIM : P07120521002

Mengetahui,

Clinical Teaching

Ns. Harmilah, M.Kep, Sp.KMB


NIP: 196807031990032002

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES YOGYAKARTA


PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS
2021
JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
POLITEKKES KEMENKES YOGYAKARTA TAHUN AKADEMIK 2021-2022
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Apendisitis merupakan infeksi bakteria yang dapat disebabkan oleh
berbagai faktor pencetusnya, namun sumbatan Lumen apendiks merupakan
faktor yang diajukan sebagai pencetus disamping Hyperplasia jaringan
limfoid, tumor Apendiks, dan cacing askaris dapat menyebabkan sumbatan.
Apendisitis adalah erosi mukosa apendisitis karena parasit seperti
E.histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukan peran kebiasaan makan
makanan rendah serat mempengaruhi terjadinya konstipasi yang
mengakibatkan timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikan tekanan
Intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendisitis dan
meningkatnya pertumbuhan kuman Flora kolon biasa (Adhar,dkk 2018).
Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia atau World Health
Organization (WHO) menyakatan klien yang menderita apendisitis didunia
sebanyak 1,1 juta kasus setiap 1.000 orang pertahun, angka mortalitas
akibat apendiksitis adalah 21.000 jiwa, di mana populasi laki-laki lebih
banyak dibanding perempuan. Angka mortalitas apendiksitis sekitar 12.000
jiwa pada laki-laki dan sekitar 10.000 jiwa pada perempuan (WHO, 2017).
Insidensi apendiktomi di Indonesia menempati urutan ke 2 dari 193
negara diantara kasus kegawatan abdomen lainnya dan apendiksitis akut
menempati urutan ke 4 penyakit terbanyak di Indonesia setelah dispepsia,
gastritis dan duodenitis, dan penyakit sistim cerna lain dengan jumlah
pasien rawat inap sebanyak 28.040 (Depkes RI, 2018). Kasus apendisitis
pada tahun 2016 sebanyak 65.755 orang dan pada tahun 2017 sebanyak
75.601 orang (Dinkes Jatim, 2017 dalam Ressa A., 2017).
Apendisitis menjadi salah satu kegawatdaruratan abdominal yang
paling umum terjadi. Apabila proses peradangan yang timbul secara
mendadak pada daerah apendiks maka disebut apendisitis akut (Permenkes,
2014). Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks
oleh hyperplasia folikel limfosit, fekalit, benda asing, struktur karena fikosis
akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma (Shodikin, 2014).
Apendisitis merupakan penyebab yang paling umum dari inflamasi
akut kuadran kanan bawah abdomen dan penyebab yang paling umum dari
pembedahan abdomen darurat. Pria lebih banyak terkena daripada wanita,
JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
POLITEKKES KEMENKES YOGYAKARTA TAHUN AKADEMIK 2021-2022
remaja lebih banyak dari orang dewasa; insiden tertinggi adalah mereka yang
berusia 10 sampai 30 tahun. Apendisitis yang tidak segera ditangani dapat
menyebabkan beberapa komplikasi seperti perforasi atau sepsis, bahkan
dapat menyebabkan kematian. Apendisitis akut merupakan kasus abdomen
akut paling sering yang membutuhkan pembedahan darurat (Baughman dan
Hackley, 2016).
Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk mengambil
kasus yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Tn.Ia Dengan Diagnosa
Medis Appendiksitis Akut Di Ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD
Wonosari” sebagai Laporan Tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah.

B. TUJUAN
1. TujuanUmum
Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas dan
komprehensif pada Tn.Ia dengan diagnosis keperawatan yang sesuai.
2. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan pengkajian terhadap Tn.Ia diharapkan mahasiswa
dapat :
a) Melakukan pengkajian data.
b) Melakukan analisa data dan merumuskan masalah
c) Merencanakan intervensi yang tepat
d) Melakukan tindakan asuhan keperawatan sesuai perencanaan.
e) Mengevaluasi hasil pelaksanaan asuhan keperawatan.

C. METODE
1. Wawancara
Pengumupulan data dengan tanya jawab langsung pada pasien dan
keluarga pasien.
2. Observasi
Pengambilan data dengan cara menilai dan memantau perkembangan
pasien secara langsung.
3. Pemeriksaan fisik
Pengambilan data pasien dengan cara melakukan pemeriksaan fisik
berupa palpasi, auskultasi, perkusi, dan inspeksi.
4. Studi pustaka
Teori asuhan keperawatan dari buku, jurnal, maupun ebook
JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
POLITEKKES KEMENKES YOGYAKARTA TAHUN AKADEMIK 2021-2022
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Penyakit Appendicsitis


1. Definisi
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini
dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi
lebih sering menyerang laki-laki berusia 10-30 tahun (Wedjo, 2019).
Apendisitis merupakan penyebab yang paling umum dari inflamasi akut
kuadran kanan bawah abdomen dan penyebab yang paling umum dari
imflamasi akut kuadran kanan bawah abdomen dan penyebab yang
paling umum dari pembedahan abdomen darurat. Laki-laki lebih banyak
terkena daripada wanita, remaja lebih banyak dari orang dewasa, insiden
tertinggi adalah mereka yang berusia 10 sampai 30 tahun (Baughman,
Hackley, 2016).
Appendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu
atau umbai cacing (apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah sekum
(caecum). Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga
memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang
umumnya berbahaya (Saputro, 2018). Apendektomi adalah pengangkatan
terhadap appendiks terimplamasi dengan prosedur atau pendekatan
endoskopi. Apendektomi adalah operasi yang dilakukan pada penderita
usus buntu. Ketika diagonisi apendisitis telah dibuat atau memang
dicurigai, maka perlu diadakan operasi apendektomi. Apendektomi harus
dilakukan beberapa jam setelah diagnosis ditegakkan dan biasanya
dikerjakan melalui insisi kuadran kanan bawah (Saditya, 2014; Hanifah,
2019).

2. Klasifikasi
Menurut Wedjo (2019), klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua
yaitu, apendisitis akut dan apendisitis kronik.
a. Apendisitis akut
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
radang mendadak pada apendiks yang memberikan tanda setempat,
disertai maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gejala
apendisitis akut ialah nyeri samar dan tumpul yang merupakan nyeri
JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
POLITEKKES KEMENKES YOGYAKARTA TAHUN AKADEMIK 2021-2022
viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering
disertai mual, muntah dan umumnya nafsu makan menurun. Dalam
beberapa jam nyeri akan berpindah ke titik Mc.Burney. Nyeri
dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan
nyeri somatik setempat. Apendisitis akut dibagi menjadi :
(a) Apendisitis Akut Sederhana
Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa
disebabkan obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen
appendiks dan terjadi peningkatan tekanan dalam lumen yang
mengganggu aliran limfe, mukosa appendiks menebal, edema, dan
kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilikus,
mual, muntah, anoreksia, malaise dan demam ringan
(b) Apendisitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema
menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding apendiks
dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia
dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar
berinvasi ke dalam dinding apendiks menimbulkan infeksi serosa
sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin.
Apendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di
dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan
rangsangan peritoneum local seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik
Mc. Burney, defans muskuler dan nyeri pada gerak aktif dan pasif.
Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut
disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum
(c) Apendisitis Akut Gangrenosa
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri
mulai terganggu sehingga terjadi infark dan gangren. Selain
didapatkan tanda-tanda supuratif, apendiks mengalami gangren
pada bagian tertentu. Dinding apendiks berwarna ungu, hijau
keabuan atau merah kehitaman. Pada apendisitis akut gangrenosa
terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan peritoneal yang
purulen
(d) Apendisitis Infiltrat
Apendisitis Infiltrat adalah proses radang apendiks yang
penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum,
JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
POLITEKKES KEMENKES YOGYAKARTA TAHUN AKADEMIK 2021-2022
kolon dan peritoneum sehingga membentuk gumpalan massa
flegmon yang melekat erat satu dengan yang lainnya
(e) Apendisitis Abses
Apendisitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi
nnanah (pus), biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum,
retrosekal, subsekal dan pelvikal
(f) Apendisitis Perforasi
Apendisitis Perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah
gangren yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut
sehingga terjadi peritonitis umum. Pada dinding apendiks tampak
daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik
b. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika ditemukan
adanya riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang
kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria
mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh
dinding.Apendisitis kronik memiliki semua gejala riwayat nyeri perut
kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara
mikroskopik (fibrosis menyeluruh di dinding apendiks, sumbatan
parsial atau luemen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama
dimukosa dan infiltasi sel inflamasi kronik), dan keseluruhan
menghilang setelah apendiktomi.

3. Etiologi
Menurut Jay dan Marks (2016), etiologi apendisitis yaitu sebagai berikut :
a. Penyebab terjadinya apendisitis dapat terjadi karena adanya makanan
keras (biji-bijian) yang masuk ke dalam usus buntu dan tidak bisa
keluar lagi. Setelah isi usus tercemar dan usus meradang timbullah
kuman-kuman yang dapat memperparah keadaan tadi.
b. Mucus maupun feses kemudian mengeras seperti batu (fekalit) lalu
menutup lubang penghubung antara apendiks dengan caeceum.
c. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai
faktor pencetus disamping hyperplasia jaringan limfe, tumor apendiks
dan cacing askaris.
d. Penelitian Epidemiologi mengatakan peran kebiasaan makan
makanan yang rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap
JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
POLITEKKES KEMENKES YOGYAKARTA TAHUN AKADEMIK 2021-2022
timbulnya apendiksitis. Konstipasi akan menarik bagian intrasekal,
yang berakibat timbulnya tekanan intrasekal dan terjadi
penyumbatan sehingga meningkatnya pertumbuhan kuman flora
kolon
e. Apendisitis disebabkan oleh adanya obstruksi yang diakibatkan juga
karena gaya hidup manusia yang kurang dalam mengkonsumsi
makanan tinggi serat.

4. Manifestasi Klinis
Keluhan apendektomi dimulai dari nyeri diperiumbilikus dan
muntah dan rangsangan peritonium viseral. Dalam waktu 2-12 jam
seiring dengan iritasi peritoneal, kerusakan integritas kulit, nyeri perut
akan berpindah kekuadran kanan bawah yang menetap 7 dan diperberat
dengan batuk dan berjalan. Nyeri akan semakin progeresif dan dengan
pemeriksaan akan menunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal.
Gejala lain yang dapat ditemukan adalah anoreksia, malaise demam tek
terlalu tinggi konstipasi diare, mual, dan muntah (Hanifah, 2019).
Menurut Baughman dan Hackley (2016), manifestasi klinis
apendisitis meliputi :
a) Nyeri kuadran bawah biasanya disertai dengan demam derajat
rendah, mual dan seringkali muntah.
b) Pada titik McBurney (terletak dipertengahan antara umbilicus dan
spina anterior dari ilium) nyeri tekan setempat karena tekanan dan
sedikit kaku dari bagian bawah otot rektus kanan.
c) Nyeri alih mungkin saja ada, letak apendiks mengakibatkan sejumah
nyeri tekan, spasme otot, dan konstipasi atau diare kambuhan.
d) Tanda rovsing (dapat diketahui dengan mempalpasi kuadran kanan
bawah, yang menyebabkan nyeri pada kuadran kiri bawah).
e) Jika terjadi rupture apendiks, maka nyeri akan menjadi lebih melebar,
terjadi distensi abdomen akibat ileus paralitik dan kondisi memburuk.

5. Patofisiologi
Appendicitis terjadi karena penyumbatan lumen apendiks oleh
hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis
akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut
menyebabkan mucus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan.
JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
POLITEKKES KEMENKES YOGYAKARTA TAHUN AKADEMIK 2021-2022
Makin lama mucus tersumbat makin banyak, namun elastisitas dinding
apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan piningkatan
tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan
menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri,
dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi appendicitis akut fokal
yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Bila sekresi mucus terus berlanjut,
tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan
obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat
sehingga menimbulkan nyeri di darah kanan bawah. Keadaan ini disebut
appendicitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan
terjadi infark dinding appendiks yang dan apendiks lebih panjang,
dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya
tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi.
Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada
gangguan pembuluh darah. Diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut
dengan appendicitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh ini pecah,
akan terjadi appendicitis perforasi (Wedjo, 2019).
Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat
terlipat atau tersumbat kemungkinan oleh fekolit (massa keras dari
faeces) atau benda asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan
intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat
secara progresif, dalam beberapa jam terlokalisasi dalam kuadran kanan
bawah dari abdomen. Akhirnya apendiks yang terinflamasi berisi pus
(Munir, 2011).
Apendektomi biasanya disebabkan adanya penyumbatan lumen
apendiks yang dapat diakibatkan oleh fekalit/atau apendikolit,
hiperplasia limfoid, benda asing, parasit, mioplasma atau striktur karena
fibrosir akibat peradangan sebelumnya. Obstruksi lumen yang terjadi
mendukung perkembangan bakteri dan sekresi mukus sehingga
menyebabkan distensi lumen dan peningkatan tekanan dinding lumen.
Setelah apendiktomy dilakukan mengakibatkan kerusakan jaringan dan
terjadinya ujung saraf terputus menimbulkan masalah keperawatan
kerusakan integritas kulit (Hanifah, 2019).

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


POLITEKKES KEMENKES YOGYAKARTA TAHUN AKADEMIK 2021-2022
6. Pemeriksaan penunjang
Menurut Saputro (2018), pemeriksaan penunjang apendiks meliputi
sebagai berikut :
1) Pemeriksaan fisik
(a) Inspeksi : akan tampak adanya pembengkakan (swelling)rongga
perut dimana dinding perut tampak mengencang (distensi).
(b) Palpasi : didaerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa
nyeri dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg
sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis apendiksitis
akut.
(c) Dengan tindakan tungkai bawah kanan dan paha diteku
kuat/tungkai di angkat tinggi-tinggi, maka rasa nyeri di perut
semakin parah (proas sign).
(d) Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah
bila pemeriksaan dubur dan atau vagina menimbulkan rasa nyeri
juga.
(e) Suhu dubur yang lebih tinggi dari suhu ketiak, lebih menunjang
lagi adanya radang usus buntu.
2) Pemeriksaan Laboratorium
(a) SDP: Leukositosis diatas 12.000/mm3, Neutrofil meningkat sampai
75%,
(b) Urinalisis: Normal, tetapi eritrosit/leukosit mungkin ada.
(c) Foto abdomen: Dapat menyatakan adanya pergeseran, material
apendiks (fekalit), ileus terlokalisir. Kenaikan dari sel darah putih
(leukosit) hingga 10.000- 18.000/mm3. Jika peningkatan lebih dari
itu, maka kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi
(pecah).
3) Pemeriksaan Radiologi
(a) Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit.
(b) Ultrasonografi (USG)
(c) CT Scan
(d) Kasus kronik dapat dilakukan rontgen foto abdomen, USG
abdomen dan apendikogram.

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


POLITEKKES KEMENKES YOGYAKARTA TAHUN AKADEMIK 2021-2022
7. Penatalaksanaan
Menurut Saputro (2018), penatalaksanan pada yang dilakukan pada
klien apendisitis yaitu penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan
keperawatan :
1) Penatalaksanaan Medis
(a) Pembedahan (konvensional atau laparaskopi) apabila diagnose
apendisitis telah ditegakan dan harus segera dilakukan untuk
mengurangi risiko perforasi.
(b) Berikan obat antibiotik dan cairan IV sampai tindakan
pembedahan dilakukan.
(c) Agen analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakan.
(d) Operasi (apendiktomi), bila diagnosa telah ditegakan yang harus
dilakukan adalah operasi membuang apendiks (apendiktomi).
Penundaan apendiktomi dengan cara pemberian antibiotik dapat
mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses apendiks
dilakukan drainage.
2) Penatalaksanaan Keperawatan
(a) Tatalaksana apendisitis pada kebanyakan kasus adalah
apendiktomi. Keterlambatan dalam tatalaksana dapat
meningkatkan kejadian perforasi. Teknik laparoskopi sudah
terbukti menghasilkan nyeri pasca bedah yang lebih sedikit,
pemulihan yang lebih cepat dan angka kejadian infeksi luka yang
lebih rendah. Akan tetapi terdapat peningkatan kejadian abses
intra abdomen dan pemanjangan waktu operasi. Laparoskopi itu
dikerjakan untuk diagnosa dan terapi pada pasien dengan akut
abdomen, terutama pada wanita
(b) Tujuan keperawatan mencakup upaya meredakan nyeri, mencegah
defisit volume cairan, mengatasi ansietas, mengurangi risiko
infeksi yang disebabkan oleh gangguan potensial atau aktual pada
saluran gastrointestinal, mempertahankan integritas kulit dan
mencapai nutris yang optimal.
(c) Sebelum operasi, siapkan pasien untuk menjalani pembedahan,
mulai jalur Intra Vena berikan antibiotik, dan masukan selang
nasogastrik (bila terbukti ada ileus paralitik), jangan berikan
laksatif.

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


POLITEKKES KEMENKES YOGYAKARTA TAHUN AKADEMIK 2021-2022
(d) Setelah operasi, posisikan pasien fowler tinggi, berikan analgetik
narkotik sesuai program, berikan cairan oral apabila dapat
ditoleransi, dan lakukan perawatan luka.
(e) Jika drain terpasang di area insisi, pantau secara ketat adanya
tanda - tanda obstruksi usus halus, hemoragi sekunder atau abses
sekunder
Jadi berdasarkan pembahasan diatas, tindakan yang dapat dilakukan
terbagi dua yaitu tindakan medis yang mengacu pada tindakan
pembedahan/apendictomy dan pemberian analgetik, dan tindakan
keperawatan yang mengacu pada pemenuhan kebutuhan klien sesuai
dengan kebutuhan klien untuk menunjang proses pemulihan.

8. Komplikasi
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan
appendisitis.Adapun jenis komplikasi menurut (Sulekale, 2016) adalah :
a. Abses
Abses merupakan peradangan apendiks yang berisi pus. Teraba
massa lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini
mula- mula berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang
mengandung pus. Hal ini terjadi apabila appendisitis gangren atau
mikroperforasi ditutupi oleh omentum. Operasi appendektomi untuk
kondisi abses apendiks dapat dilakukan secara dini (appendektomi
dini) maupun tertunda (appendektomi interval). Appendektomi dini
merupakan appendektomi yang dilakukan segera atau beberapa hari
setelah kedatangan klien di rumah sakit. Sedangkan appendektomi
interval merupakan appendektomi yang dilakukan setelah terapi
konservatif awal, berupa pemberian antibiotika intravena selama
beberapa minggu.
b. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya apendiks yang berisi pus sehingga
bakteri menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12
jam pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24
jam.Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan
gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih
dari 38,5° C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan
leukositosis terutama Polymorphonuclear (PMN). Perforasi baik
JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
POLITEKKES KEMENKES YOGYAKARTA TAHUN AKADEMIK 2021-2022
berupa perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan
terjadinya peritonitis. Perforasi memerlukan pertolongan medis segera
untuk membatasi pergerakan lebih lanjut atau kebocoran dari isi
lambung ke rongga perut. Mengatasi peritonitis dapat dilakukan
oprasi untuk memperbaiki perforasi, mengatasi sumber infeksi, atau
dalam beberapa kasus mengangkat bagian dari organ yang
terpengaruh .
c. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum. Bila infeksi
tersebar luas pada permukaan peritoneum dapat menyebabkan
timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai
timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit
mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oliguria.
Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah,
nyeri abdomen, demam, dan leukositosis. Penderita peritonitis akan
disarankan untuk menjalani rawat inap di rumah sakit. Beberapa
penanganan bagi penderita peritonitis adalah :
1) Pemberian obat-obatan. Penderita akan diberikan antibiotik suntik
atau obat antijamur bila dicurigai penyebabnya adalah infeksi
jamur, untuk mengobati serta mencegah infeksi menyebar ke
seluruh tubuh. Jangka waktu pengobatan akan disesuaikan
dengan tingkat keparahan yang dialami klien.
2) Pembedahan. Tindakan pembedahan dilakukan untuk membuang
jaringan yang terinfeksi atau menutup robekan yang terjadi pada
organ dalam.

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


POLITEKKES KEMENKES YOGYAKARTA TAHUN AKADEMIK 2021-2022
Pathey

Invasi/multiplikasi

Appendiksitis
(agen pencedera fisiologis)

Sekresi mucus lebih pada Peradangan pada jaringan Peradangan pada dinding
lumen apendik  appendik
 Kerusakan control suhu 
Appendik teregang terhadap inflamasi (proses Distensi abdomen
 penyakit) 
Tekanan intraluminal  Menekan gaster
 Suhu tubuh di atas rentang 
Nyeri Akut normal Peningkatan produksi HCL
 
Hipertermia Mual

Nausea

OPERASI

Luka insisi Deficit Anastesi


 
pengetahuan
Kerusakan jaringan Pintu masuk Prtistaltik menurun

 kuman 
ansietas
Ujung saraf terputus  Distensi abdomen
 Resiko infeksi 
Pelepasan prostaglandin Mualmuntah
 
Spinal cord Resiko hipovolemia

Korteks serebri

Nyeri dipersepsikan

Nyeri Akut

Sumber: (Nurarif & Kusuma, 2016)

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


POLITEKKES KEMENKES YOGYAKARTA TAHUN AKADEMIK 2021-2022
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Data demografi
Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor register.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Nyeri pada daerah abdomen kanan bawah.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengatakan nyeri pada daerah abdomen kanan bawah yang
menembus kebelakang sampai pada punggung dan mengalami
demam tinggi
3) Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien pernah mengalami operasi sebelumnya pada colon.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga ada yang mengalami jenis penyakit yang
sama.
c. Pemeriksaan fisik ROS (review of system)
1) Kedaan umum : kesadaran composmentis, wajah tampak
menyeringai, konjungtiva anemis.
2) Sistem kardiovaskuler : ada distensi vena jugularis, pucat, edema,
TD>110/70mmHg; hipertermi.
3) Sistem respirasi : frekuensi nafas normal (16-20x/menit), dada
simetris, ada tidaknya sumbatan jalan nafas, tidak ada gerakan
cuping hidung, tidak terpasang O2, tidak ada ronchi, whezing,
stridor.
4) Sistem hematologi : terjadi peningkatan leukosit yang merupakan
tanda adanya infeksi dan pendarahan.
5) Sistem urogenital : ada ketegangan kandung kemih dan keluhan
sakit pinggang serta tidak bisa mengeluarkan urin secara lancer.
6) Sistem muskuloskeletal : ada kesulitan dalam pergerakkan karena
proses perjalanan penyakit.
7) Sistem Integumen : terdapat oedema, turgor kulit menurun,
sianosis, pucat.
8) Abdomen : terdapat nyeri lepas, peristaltik pada usus ditandai

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


POLITEKKES KEMENKES YOGYAKARTA TAHUN AKADEMIK 2021-2022
dengan distensi abdomen.
d. Pola fungsi kesehatan menurut Gordon.
1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adakah ada kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol
dan kebiasaan olahraga (lama frekwensinya), karena dapat
mempengaruhi lamanya penyembuhan luka
2) Pola nutrisi dan metabolism.
Klien biasanya akan mengalami gangguan pemenuhan nutrisi
akibat pembatasan intake makanan atau minuman sampai
peristaltik usus kembali normal.
3) Pola Eliminasi.
Pada pola eliminasi urine akibat penurunan daya konstraksi
kandung kemih, rasa nyeri atau karena tidak biasa BAK ditempat
tidur akan mempengaruhi pola eliminasi urine. Pola eliminasi alvi
akan mengalami gangguan yang sifatnya sementara karena
pengaruh anastesi sehingga terjadi penurunan fungsi.
4) Pola aktifitas.
Aktifitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas bergerak karena
rasa nyeri, aktifitas biasanya terbatas karena harus bedrest berapa
waktu lamanya setelah pembedahan.
5) Pola sensorik dan kognitif.
Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan serta
pendengaran, kemampuan berfikir, mengingat masa lalu, orientasi
terhadap orang tua, waktu dan tempat.
6) Pola Tidur dan Istirahat.
Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat
sehingga dapat mengganggu kenyamanan pola tidur klien.
7) Pola Persepsi dan konsep diri.
Penderita menjadi ketergantungan dengan adanya kebiasaan gerak
segala kebutuhan harus dibantu. Klien mengalami kecemasan
tentang keadaan dirinya sehingga penderita mengalami emosi yang
tidak stabil.
8) Pola hubungan.
Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa
melakukan peran baik dalam keluarganya dan dalam masyarakat.

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


POLITEKKES KEMENKES YOGYAKARTA TAHUN AKADEMIK 2021-2022
penderita mengalami emosi yang tidak stabil.
9) Pemeriksaan diagnostic.
a. Ultrasonografi adalah diagnostik untuk apendistis akut.
b. Foto polos abdomen : dapat memperlihatkan distensi sekum,
kelainan non spesifik seperti fekalit dan pola gas dan cairan
abnormal atau untuk mengetahui adanya komplikasi pasca
pembedahan.
c. Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya
peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi.
d. Pemeriksaan Laboratorium.
Darah : Ditemukan leukosit 10.000 – 18.0000 µ/ml.
Urine : Ditemukan sejumlah kecil leukosit dan eritrosit
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai
respon klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial (PPNI, 2017).
Berdasarkan pada semua data pengkajian diagnosa keperawatan utama
yang dapat muncul pada kl appendicitis, antara lain :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi (inflamasi
appendicitis).(D.0077)
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik(Prosedur
oprasi). (D.0077)
c. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (Infeksi pada
appendicitis). (D.0130)
d. Risiko Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan secara
aktif (muntah). (D.0034)
e. Resiko hipovolemia ditandai dengan efek agen farmakologis (D.0034)
f. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi (D.0080)
g. Resiko Infeksi ditandai dengan efek prosedur infasive (D.0142).
3. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan keperawatan atau intervensi keperawatan adalah
perumusan tujuan, tindakan dan penilaian rangkaian asuhan
keperawatan pada klien berdasarkan analisa pengkajian agar masalah
kesehatan dan keperawatan klien dapat diatasi (Nurarif, A. H., &
Kusuma, 2016)

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


POLITEKKES KEMENKES YOGYAKARTA TAHUN AKADEMIK 2021-2022
INTERVENSIKEPERAWATAN PRE-OPERATIF

NO Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


1. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri (I.08238).
berhubungan dengan tindakan keperawatan
Observasi :
agen pencedera diharapkan tingkat nyeri
fisiologi (inflamasi (L.08066) dapat • Identifikasi lokasi , karakteristik,durasi, frekuensi, kulaitas
appendicitis).(D.0077) menurun dengan Kriteria nyeri, skala nyeri, intensitas nyeri
Hasil : • Identifikasi respon nyeri non verbal.
1. Keluhan nyeri • Identivikasi factor yang memperberat dan memperingan
menurun. nyeri.
2. Meringis menurun Terapeutik :
3. Sikap protektif • Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
menurun. nyeri.
4. Gelisah menurun. • Fasilitasi istirahat dan tidur.
• Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri.
Edukasi :
• Jelaskan strategi meredakan nyeri
• Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri .
Kolaborasi :
• Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


POLITEKKES KEMENKES YOGYAKARTA TAHUN AKADEMIK 2021-2022
2. Hipertermia Setelah dilakukan tindakan Manajemen hipertermia (I.15506).
berhubungan keperawatan diharapkan Observasi :
dengan proses termoregulasi (L.14134) • Identifikasi penyebab hipertermia.
penyakit (Infeksi membaik dengan Kriteria • Monitor suhu tubuh.
pada appendicitis). Hasil : • Monitor haluaran urine.
(D.0130) 1. Menggigil menurun. Terapeutik :
2. Takikardi menurun. • Sediakan lingkungan yang dingin.
• Longgarkan atau lepaskan pakaian.
3. Suhu tubuh membaik.
• Berikan cairan oral
4. Suhu kulit membaik.
Edukasi :
• Anjurkan tirah baring
Kolaborasi :
• Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena,
jika perlu.

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


POLITEKKES KEMENKES YOGYAKARTA TAHUN AKADEMIK 2021-2022
3. Risiko Hipovolemia Setelah dilakukan tindakan Manajemen hypovolemia (I.03116).
berhubungan keperawatan Status cairan Observasi :
dengan kehilangan (L.0328) membaik dengan
• Periksa tanda dan gejala hipovolemia.
cairan secara aktif Kriteria Hasil :
(muntah). (D.0034) 1 Kekuatan nadi • Monitor intake dan output cairan.
meningkat. Terapeutik :
2 Membrane mukosa • Berikan asupan cairan oral
lembap.
3 Frekuensi nadi Edukasi :
membaik. • Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral.
4 Tekanan darah • Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak.
membaik. Kolaborasi :
5 Turgor kulit membaik. • Kolaborasi peberian cairan IV.

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


POLITEKKES KEMENKES YOGYAKARTA TAHUN AKADEMIK 2021-2022
4. Ansietas Setelah dilakukan tindakan Reduksi ansietas (I.09314).
berhubungan keperawatan tingkat Observasi :
dengan kurang ansietas • Identivikasi saat tingkat ansietas berubah.
terpapar informasi (L.01006) menurun dengan • Monitor tanda tanda ansietas verbal non verbal.
(D.0080) Kriteria Hasil : Terapeutik :
1. Verbalisasi • Temani klien untuk mengurangi kecemasan jika
kebingungan perlu.
menurun. • Dengarkan dengan penuh perhatian.
2. Verbalisasi khawatir • Gunakan pendekatan yang tenang dan
akibat menurun. meyakinkan.
3. Prilaku gelisah menurun. Edukasi:
4. Prilaku tegang menurun. • Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang
mungkin dialami.
• Anjurkan keluarga untuk tetap bersama klien,
jika perlu.
• Anjurkan mengungkapkan perasaan dan
persepsi.
• Latih teknik relaksasi.
Kolaborasi:
• Kolaborasi pemberian obat antiansietas jika
perlu.

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


POLITEKKES KEMENKES YOGYAKARTA TAHUN AKADEMIK 2021-2022
BAB III
LAPORAN KASUS

Asuhan Keperawatan Pada Tn.Ia Dengan Diagnosa Medis Appendiksitis Akut


Di Ruang Instalasi Gawat Darurat Rsud Wonosari Yogyakarta

Hari/Tanggal :03 September 2021


Jam :09:30
Tempat :Instalasi Gawat Darurat RSUD Wonosari
Oleh :Erik Prasetya Usman
Sumber data :Pasien dan Keluarga
Metode :Wawancara dan Pemeriksaan fisik

A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Pasien
1) Nama Pasien : Tn.IA
2) Tempat Tgl Lahir :Gunungkidul, 21 Desember 2001
3) Umur :20 Tahun
4) Jenis Kelamin :Laki-Laki
5) Agama :Islam
6) Pendidikan :SMA
7) Pekerjaan :Pelajar
8) Suku / Bangsa :Jawa
9) Alamat :Banyusoko Playen Gunung Kidul
10) Diagnosa Medis :Appendiksitis akut
11) No. RM :00683262
12) Tanggal Masuk RS :03 September 2021

b. Penanggung Jawab / Keluarga


1) Nama : Ny.N
2) Umur : 43 Thn
3) Pendidikan : SD
4) Pekerjaan : IRT
13) Alamat : Banyusoko Playen Gunung Kidul
5) Hubungan dengan pasien : Ibu
6) Status perkawinan : Sudah Menikah

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


POLITEKKES KEMENKES YOGYAKARTA TAHUN AKADEMIK 2021-2022
2. Riwayat Kesehatan
a. Kesehatan Pasien
1) Keluhan Utama saat Pengkajian
Saat dilakukan pengkajian klien mengeluh nyeri perut kanan
bawah
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
a) Alasan masuk RS :
Klien masuk RS pada tanggal 3 September 2021 diruangan
instalasi gawat darurat RSUD Wonosari dengan keluhan 1 hari
sebelum masuk Rumah Sakit klien demam, mual dan nyeri
pada perut bagian kanan bawah.
b) Riwayat Kesehatan Pasien :
Sehari SMRS klien demam dan sejak 3 hari yang lalu klien
mulai merasakan nyeri. Nyeri dirasakan klien ketika mobilisasi,
nyeri seperti ditusuk tusuk, nyeri dirasakan diperut kanan
bawah, skala nyeri 6, Nyeri muncul tiba-tiba dan dapat
berlangsung ± 2-3 menit.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
a) Prenatal
-
b) Perinatal
-
c) Postnatal
-
d) Penyakit yang pernah diderita
Klien mengatakan memiliki riwayat typoid
e) Riwayat Hospitalisasi
Klien mengatakan pernah dirawat di RS tahun 2016 karenan
typoid dan pada tahun 2018 karena kecelakaan lalu lintas
f) Riwaya Injury
Keluarga mengatakan klien pernah mengalami kecelakaan lalu
lintas pada tahun 2018,tidak mengalami fraktur namun
memiliki luka lecet dibeberapa bagian tubuhnya.
g) Riwaya Imunisasi
Keluarga mengatakan klien imunisasinya lengkap

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


POLITEKKES KEMENKES YOGYAKARTA TAHUN AKADEMIK 2021-2022
h) Riwayat tumbuh kembang
Keluarga mengatakan klien tumbuh dah berkembang sperti
manusia pada umumnya, tida ada kelainan ,serta terjadi
penambahan berat badan dan tinggi badan

b. Riwayat Kesehatan Keluarga


1) Genogram

Keterangan :
Laki-laki Tinggalserumah Pasien

Perempuan
Meninggal Pisah

2) Riwayat Kesehatan Keluarga


Klien merupakan anak ke pertama dari 2 bersaudara, kakek dan
nenek klien (orang tua Ayah) meninggal karena penyakit jantung, sementara
kakek dan anak laki-laki (sebelah ibu) meninggalkarena kecelakaan. Klien
tinggal bersama dengan ayah,ibu dan adik perempuannya. Di dalam
keluarga belum ada yang pernah menjalani isolasi mandiri.

3. Kesehatan Fungsional (11 Pola Gordon)


1) Nutrisi- metabolic
Sebelum sakit porsi makanannya dalam sehari normal yaitu sekitar
2-3 kali dalam sehari. Saat sakit klien mengatakan tidak mau
makan karena sering mual dan merasa asam dimulut. Saat ini klien
sedang mengkonsumsi makanan yang diberikan dari rumah sakit.
Klien mengatakan tidak dapat menghabiskan makanan yang
diberikan.

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


POLITEKKES KEMENKES YOGYAKARTA TAHUN AKADEMIK 2021-2022
2) Eliminasi
Klien mengatakan sebelum dan saat sakit BAB/BAK normal. klien
BAB 1-2 x/hari dan BAK 5-6kali/hari tanpa ada keluhan
3) Aktivitas/latihan
a) Keadaan aktivitas sehari – hari
Aktivitas sehari-hari klien adalah sebagai seorang pelajar.klien
belajar secara daring dirumahnya. Klien jarang olahraga. Saat ini
klien tidak bisa mengikuti pembelajaran disekolahnya
b) Keadaan pernafasan
Saat ini klien tidak menggunakan alat bantu nafas,klien bernafas
normal tanpa ada keluhan apapun
c) Keadaan Kardiovaskuler
Keadaan kardiovaskuler baik, tidak ada riwayat penyakit jantung

(1) Skala ketergantungan


KETERANGAN
AKTIFITAS
0 1 2 3 4
Bathing 
Toileting 
Eating 
Moving 
Ambulasi 
Walking 

Keterangan :
0 = Mandiri/ tidak tergantung apapun
1 = dibantu dengan alat
2 = dibantu orang lain
3 = Dibantu alat dan orang lain
4 = Tergantung total

4) Istirahat – tidur
Klien mengatakan sebelum sakit ia tidur malam pada pukul 21.00 –
06.00 dan tidur siang kadang tidak menentu. Saat di rumah sakit
klien mengatakan masih bisa tidur, tapi sesekali terbangun karena
nyeri perut kanan bawah. Klien bersikap protektif terhadap nyeri.
5) Persepsi, pemeliharaan dan pengetahuan terhadap kesehatan
Klien mengatakan bahwa pada saat muncul gejala demam dan nyeri
perut, klien hanya mengira itu pengaruh cuaca dan karena ia
JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
POLITEKKES KEMENKES YOGYAKARTA TAHUN AKADEMIK 2021-2022
memiliki penyakit maag yang akan sembuh dalam hitungan hari,
klien hanya mengkonsumsi jamu dan hanya dibiarkan begitu saja,
ia tidak mengetahui bahwa penyakitnya akan menjadi seperti
sekarang, klien mengatakan bahwa ia merasa penyakitnya akan
sembuh tetapi pada dasarnya malah semakin bertambah parah
6) Pola Toleransi terhadap stress-koping
Klien mengatakan jika muncul stress klien sering mencari sesuatu
kegiatan sehingga ia dapat melupakan stressnya, seperti bermain
game online.
7) Pola hubungan peran
Klien mengatakan didalam keluarganya ia berperan sebagai seorang
anak. Klien berhubungan baik dengan anggota keluarga yang lain.
8) Kognitif dan persepsi
Klien mengatakan mengetahui apa yang harus ia lakukan ketika
nanti diizinkan pulang oleh dokter.
9) Persepsi diri-Konsep diri
a) Gambaran Diri
Klien mengatakan bahwa ia sangat menyukai bagian matanya
b) Harga Diri
Klien dihargai oleh teman-teman dan orang sekitarnya
c) Peran Diri
Dikeluarga klien berperan sebagai seorang anak. klien saat ini
mengenyam pendidikan di sekolah menengah atas (SMA)
d) Ideal Diri
Jika sembuh klien berjanji akan menjaga kesehatan ususnya dan
mengkonsumsi makanan yang sehat
e) Identitas Diri
Klien dikeluarga dia sebagai anak, klien mengatakan sangat
senang dan puas berada disekeliling keluarganya. Klien
mengatakan puas dengan jenis kelaminnya.
10) Reproduksi dan kesehatan
Klien belum menikah dan klien tidak ada keluhan terkait reproduksi
11) Keyakinan dan Nilai
Klien mengatakan beragama islam, untuk nilai-nilai kegamaan klien
mengatakan kadang mengikutinya.

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


POLITEKKES KEMENKES YOGYAKARTA TAHUN AKADEMIK 2021-2022
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
1) Kesadaran : Compos mentis (E4 V5 M6)
2) Status Gizi :TB =163 cm BB = 52 Kg
3) Tanda Vital :TD = 120/70 mmHg Nadi = 110x /mnt
Suhu = 38,0°C RR = 20 x/mnt

4) Skala Nyeri (Visual analog) – usia > 8 tahun

Skala Nyeri (Baker Faces) – usia 3-8 th


Ket : beri tanda O
b. Pemeriksaan Secara Sistematik (Cephalo – Caudal)
1) Kulit
Tidak ada lesi dan kulit klien teraba hangat, suhu badan = 38,0°C
serta diaforesis
2) Kepala
Kulit kepala klien terlihat bersih, distribusi rambut merata,tidak ada
nyeri tekan pada kepala. Konjungtiva tidak anemis, sklera putih,
Hidung klien bersih,tidak ada nyeri tekan. Telinga klien terlihat kotor,
terlihat adanya serumen didalam telinga klien yang sudah mengering.
Kebersihan gigi cukup, Saliva meningkat Klien tampak gelisah,
meringis dan tampak pucat
3) Leher
Tida ada massa serta tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
4) Tengkuk
Tidak ada nyeri tengkuk, massa, dan nyeri tekan
5) Dada
a) Inspeksi
Bentuk dada simetris kiri dan kanan, tidak ada jejas, tidak
terdapat penggunaan otot bantu pernafasan, pola nafas
normal dengan RR: 20x/menit, SpO2= 99%

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


POLITEKKES KEMENKES YOGYAKARTA TAHUN AKADEMIK 2021-2022
b) Palpasi
Saat dipalpasi klien mengatakan tidak ada nyeri pada bagian
dadanya. Vocal premitus teraba sama kiri dan kanan
c) Perkusi
Terdengan sonor disemua lapang paru ,dan terdengar pekak
dibagian jantung
d) Auskultasi
Terdengar vesikuler disemua lapang paru.tidak ada bunyi
nafas tambahan dan tidak ada bunyi jantung tambahan.
Bunyi jantung 1 terdengar lup dan bunyijantung 2 terdengar
dup.
6) Payudara
Tampak simetris, tidak teraba masa dan tidak ada nyeri tekan
7) Abdomen
a) Inspeksi
Warna perut sama dengan area sekitar, tidak ada lesi,
bentuk abdomen datar ,tidak ada benjolan/massa, tidak ada
benjolan vena
b) Auskultasi
Bissing usus klien normal 8x/menit terdengar lambat
c) Perkusi
Terdengar timpani, tidakada asites
d) Palpasi
Teraba lunak, tidak terdapat massa diperut serta tidak
terdapat pembesaran limpa, hati dan pangkreas.terdapat
nyeri lepas pada Mc.Burney
8) Anus dan Rectum
Tidak ada kelainan pada anus dan rectum serta tidak ada
keluhan saat BAB, klien BAB 2x/hari
9) Genetalia
Tidak ada kelainan pada genetalia. Klien tidak pernah mengalami
penyakit seksual, Tidak ada keluhan saat BAK, Klien BAK 3-
4x/hari

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


POLITEKKES KEMENKES YOGYAKARTA TAHUN AKADEMIK 2021-2022
10) Ekstremitas
a) Atas
Terpasang ivfd pada tangan kanan. Klien bisa mengangkat
tangan menahan beban yang diberikan.
b) Bawah
Klien bisa mengangkat tangan menahan beban yang
diberikan.
Kekuatan otot 5 5
5 5

Pengkajian VIP score (Visual Infusion Phlebithis) Skor visual


flebitis pada luka tusukan infus :
Tanda yang ditemukan Skor Rencana Tindakan

Tempat suntikan tampak sehat Tidak ada tanda flebitis


0
- Observasi kanula
Salah satu dari berikut jelas: Mungkin tanda dini flebitis
1
− Nyeri tempat suntikan - Observasi kanula
− Eritema tempat suntikan
Dua dari berikut jelas : Stadium dini flebitis

− Nyeri sepanjang kanula 2 - Ganti tempat kanula


− Eritema
− Pembengkakan
Semua dari berikut jelas : Stadium moderat flebitis

− Nyeri sepanjang kanula 3 − Ganti kanula


− Eritema − Pikirkan terapi
− Indurasi
Semua dari berikut jelas : Stadium lanjut atau awal
tromboflebitis
− Nyeri sepanjang kanula 4
− Eritema − Ganti kanula
− Indurasi − Pikirkan terapi
− Venous cord teraba
Semua dari berikut jelas : Stadium lanjut tromboflebitis

− Nyeri sepanjang kanula − Ganti kanula


− Eritema 5 − Lakukan terapi
− Indurasi
− Venous cord teraba
− Demam

*)Lingkari pada skor yang sesuai tanda yang muncul

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


POLITEKKES KEMENKES YOGYAKARTA TAHUN AKADEMIK 2021-2022
Pengkajian risiko jatuh (Humpty Dumpty)
Tanggal/waktu
Parameter Kriteria Nilai
03
Dibawah 3 tahun 4
3-7 tahun 3
Usia
8-13 tahun 2
>13 tahun 1 
Laki-laki 2 
Jenis kelamin
Perempuan 1
Kelainan neurologis 4
Perubahan dalam 3
Diagnosis oksigenasi
Kelainan psikis/prilaku 2
Diagnosis lain 1 
Tidak menyadari 3
keterbatasan dirinya
Gangguan kognitif Lupa adanya kterbatasan 2
Orientasi baik terhadap diri 1 
sendiri
Riwayat jatuh dari tempat 4
tidur
Pasien gunakan alat bantu 3
Faktor lingkungan
Pasien berada ditempat 2 
tidur
Diluar ruang perawat 1
Respon terhadap Dalam 24 jam 3
operasi/obat Dalam 48 jam 2
penenang/efek >48 jam 1
anestesi
Bermacam- macam obat 3
digunakan: obat sedatif
fenozin, antidepresan,
laksansia/ deuretika,
Penggunaan obat
narkotik.
Salah satu dari pengobatan 2
diatas
Pengobatan lain 1 
Total Skor
Ket : Skror 7-11 = risiko jatuh rendah Skor >12 = risiko jatuh tinggi
Intervensi pencegahan risiko jatuh (beri tanda Tgl 03
v)
1. Pastikan bel/phpne mudah 
terjangkau atau pastikan ada
kelaurga yang menunggu
2. Roda tempat tidur pada posisi 
Risiko rendah (RR)
dikunci
3. Naikan pagar pengaman tempat 
tidur
4. Beri edukasi pasien 
1. Lakukan semua pencegahan
risiko jatuh rendah
2. Pasang stiker penanda
berwarna kuning pada gelang
identifikasi
3. Kunjungi dan monitor setiap
Risiko tinggi (RT) shif
4. Penggunaan
kateter/pispot/tolet duduk
5. Strategi mencegah jatuh dengan
penilaian jatuh yang lebih detail
6. Libatkan keluarga untuk
menunggu pasien
Nama/paraf
JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
POLITEKKES KEMENKES YOGYAKARTA TAHUN AKADEMIK 2021-2022
5. Pemeriksaan Penunjang
Tabel 3.4 Pemeriksaan laboratorium Tn.IA di Ruang instalasi gawat
darurat di Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari Yogyakarta Tanggal
03 September 2021

Tanggal Jenis Nilai Rujukan


Hasil Satuan
Pemeriksaan Pemeriksaan
GDS 124 mg/dL 80-140 mg/dL

Urea 24 15-45 mg/Dl


03/09/ 2021 0,6-1,3 mg/Dl
Creatinin 0,8

SGOT 19 10-50 U/L

SGPT 33 10-50 U/L

Leukosite 16.100 uL 4.700-10.300 uL

Eritrosit 5,0 Ul 4-5 jt uL

Hemoglobin 13,9 g/dl 12.0-15.0 g/dl

Seg = 92% 50-75%

03/09/2021 Limp = 6% 25-40%


Hemogram

Mon = 2% 3-7%

Trombosite 272.000 uL 150-450 uL

HCT/HMT 44% 44 %

(Sumber Data Sekunder : RM Pasien )

Tabel 3.5 Hasil Pemeriksaan Radiologi Pasien Tn.IA di Ruang instalasi


gawat darurat di Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari Yogyakarta

Hari/ Tanggal Jenis Kesan/Interpretasi


Pemeriksaan
03/09/2021 Rontgen System tulang intact
Thorax • Corakan bronchovascular normal
• Mediastinum tak melebar
• Trachea di tengah
• Sinus costofrenius dekstra lancip,
sinistra lancip
• Diafragma dekstraet sinistra licin,
tak mendatar
• CTR < 0,5
Kesan
Pulmo dan Cor normal
(Sumber Data Sekunder : RM Pasien)

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


POLITEKKES KEMENKES YOGYAKARTA TAHUN AKADEMIK 2021-2022
6. Terapi
Pemberian Terapi Pasien Pasien Tn.IA di Ruang instalasi gawat darurat
di Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari Yogyakarta
Infuse asering 20 tpm
Inj. Ranitidine 2x50 mg
Inj. Ketorolac 3x30 mg
Paracetamol 1x1 tablet
(Sumber Data Sekunder : RM Pasien)

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


POLITEKKES KEMENKES YOGYAKARTA TAHUN AKADEMIK 2021-2022
ANALISA DATA

Pasien Tn.IA di Ruang instalasi gawat darurat di Rumah Sakit


Umum Daerah Wonosari Yogyakarta

DATA PENYEBAB MASALAH


DS: Invasi/multiplikasi Nyeri Akut
• Saat dilakukan  (D.0005)
pengkajian klien Appendiksitis
mengeluh nyeri perut (agen pencedera
kanan bawah fisiologis)
P: Nyeri dirasakan klien 
ketika mobilisasi Sekresi mucus lebih pada
Q: Nyeri seperti ditusuk lumen apendik
tusuk 
R: Nyeri dirasakan Appendik teregang
diperut kanan bawah 
S: Skala nyeri 6, Nyeri Tekanan intraluminal
muncul tiba-tiba 
T: Dapat berlangsung ± 2- Nyeri Akut
3 menit.
DO:
• Tampak meringis
• Sering terbangun dari
tidurnya
• Frekuensi nadi 110
x/menit
• Bersikap protektif
• Klien tampak gelisah
• Nyeri lepas pada
Mc.Burney
• Diaphoresis
• Porsi makan tidak Erik
dihabiskan

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


POLITEKKES KEMENKES YOGYAKARTA TAHUN AKADEMIK 2021-2022
DS: Invasi/multiplikasi Hipertermi
• Klien mengeluh demam  (D.0130)
• Demam dirasakan sejak Appendiksitis
1 hari sebelum masuk 
rumah sakit dan Peradangan pada
semakin hari semakin jaringan
parah 
DO: Kerusakan control suhu
• Suhu tubuh diatas nilai terhadap inflamasi
normal (38,0°C) (proses penyakit)
• Kulit teraba hangat 
• Takikardi (110x/menit) Suhu tubuh di atas
rentang normal

Hipertermia

Erik

DS: Invasi/multiplikasi Nausea


• Klien mengleuh mual  (D.0076)
• Merasa ingin muntah Appendiksitis
ketika makan 
• Tidak berniat untuk Peradangan pada dinding
makan appendik
• Merasa asam di mulut 
DO: Distensi abdomen
• Saliva meningkat 
Menekan gaster
• Pucat

• Diaphoresis
Peningkatan produksi
• Takikardi (110 x/menit) HCL

Mual

Nausea

Erik

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


POLITEKKES KEMENKES YOGYAKARTA TAHUN AKADEMIK 2021-2022
DIAGNOSA KEPERAWATAN BERDASAR PRIORITAS
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis d.d
DS:
• Saat dilakukan pengkajian klien mengeluh nyeri perut kanan
bawah
P: Nyeri dirasakan klien ketika mobilisasi
Q: Nyeri seperti ditusuk tusuk
R: Nyeri dirasakan diperut kanan bawah
S: Skala nyeri 6, Nyeri muncul tiba-tiba
T: Dapat berlangsung ± 2-3 menit.
DO:
• Tampak meringis
• Sering terbangun dari tidurnya
• Frekuensi nadi 110 x/menit
• Bersikap protektif
• Klien tampak gelisah
• Nyeri lepas pada Mc.Burney
• Diaphoresis
• Porsi makan tidak dihabiskan

2. Hipertermia b.d proses penyakit d.d


DS:
• Klien mengeluh demam
• Demam dirasakan sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit
dan semakin hari semakin parah
DO:
• Suhu tubuh diatas nilai normal (38,0°C)
• Kulit teraba hangat
• Takikardi (110x/menit)

3. Nausea b.d distensi lambung d.d


DS:
• Klien mengleuh mual
• Merasa ingin muntah ketika makan
• Tidak berniat untuk makan
• Merasa asam di mulut
DO:
• Saliva meningkat
• Pucat
• Diaphoresis
• Takikardi (110 x/menit)

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


POLITEKKES KEMENKES YOGYAKARTA TAHUN AKADEMIK 2021-2022
B. PERENCANAAN KEPERAWATAN
Nama Pasien / NO CM : Tn.IA/00683262 Ruang: Instalasi Gawat Darurat
PERENCANAAN
HARI/TGL DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN RENCANA TINDAKAN
03/09/2021 (D.0077) Tingkat nyeri (L.08066) Manajemen nyeri (I.08238)
Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis d.d Observasi
Setelah diberikan asuhan
DS: • Identifikasi lokasi, karakteristik,durasi, frekuensi, kualitas,
keperawatan selama 6 jam intensitas nyeri
• Saat dilakukan pengkajian klien
mengeluh nyeri perut kanan bawah tingkat nyeri menurun, • Identifikasi skala nyeri
P: Nyeri dirasakan klien ketika dengan criteria hasil: • Identifikasi respon nyeri non verbal
• Keluhan nyeri menurun (6 • Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan
mobilisasi
nyeri
Q: Nyeri seperti ditusuk tusuk menjadi 2)
• Monitor efek samping analgetik yang diberikan
R: Nyeri dirasakan diperut kanan bawah • Klien tidak meringis Terapeutik
S: Skala nyeri 6 • Tidak bersikap protektif • Berikan teknik non-farmakologi untuk mengurangi
T: Dapat berlangsung ± 2-3 menit. • Klien tidak gelisah nyeri
DO: • Tidak ada diaphoresis • Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri
• Tampak meringis • Kualitas tidur membaik
• Sering terbangun dari tidurnya • Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
• Frekuensi nadi normal
• Frekuensi nadi 110 x/menit pemilihan strategi meredakan nyeri
(60-100 x/menit)
• Bersikap protektif • Fasilitasi istirahat tidur
• Klien tampak gelisah Edukasi
• Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
• Nyeri lepas pada Mc.Burney
• Jelaskan strategi meredakan nyeri
• Diaphoresis Erik
• Porsi makan tidak dihabiskan • Anjurkan memonitoring nyeri secara mandiri
• Ajarkan teknik non farmakologi unrtuk mengurangi nyeri
Kolaborasi
• Kolaborasi pemberian ketorolac 3x30mg
secara intravena
Erik

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


POLITEKKES KEMENKES YOGYAKARTA TAHUN AKADEMIK 2021-2022
03/09/2021 (D.0130) Termoregulasi (L.14134) Manajemen hipertermi (I.15506)
Hiprtermia b.d proses penyakit (infeksi) d.d Setelah diberikan asuhan Observasi
DS: keperawatan selama 6 jam • Identifikasi penyebab hipertermi
• Klien mengeluh demam termoregulasi membaik, dengan • Monitor suhu tubuh
• Demam dirasakan sejak 1 hari sebelum criteria hasil: • Monitor haluaran urine
masuk rumah sakit dan semakin hari • Suhu tubuh dalam rentang
semakin parah • Monitor komplikasi akibat hipertermi
DO: normal (36,0-37,5˚C) Terapeutik
• Suhu tubuh diatas nilai normal (38,0°C) • Suhu kulit membaik • Sediakan lingkungan yang dingin
• Kulit teraba hangat • Takikardi menurun • Longgarkan atau lepaskan pakaian
• Takikardi (110x/menit) (60-100 x/menit) • Berikan cairan oral
• Pucat menurun
• Ganti linen setiap hari atau lebih seringjika
mengalami hiperhidrosis
• Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
• Berikan oksigen jika perlu
Edukasi
• Ajurkan tirah baring
Kolaborasi
• Kolaborasi pemberian cairan Infuse asering 20 tpm
• Kolaborasi pemberian terapi paracetamol 1x1 tablet
secara oral
Erik

Erik

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


POLITEKKES KEMENKES YOGYAKARTA TAHUN AKADEMIK 2021-2022
03/09/2021 (D.0076) Tingkat nausea (L.12111) Manajemen mual (I.03117)
Nausea b.d distensi lambung d.d Setelah diberikan asuhan Observasi
DS: keperawatan selama 6 jam • Identifkasi pengalaman mual
• Klien mengleuh mual tingkat nausea menurun, dengan • Identifikasi isyarat non verbal ketidaknyamanan
• Merasa ingin muntah ketika makan criteria hasil: • Identifikasi dampak mual terhadap kualitas hidup
• Tidak berniat untuk makan
• Keluhan mual menurun • Identifikasi factor penyebab mual
• Merasa asam di mulut
• Perasaan ingin muntah • Monitor mual
DO:
menurun
• Saliva meningkat • Monitor asupan nutrisi dan kalori
• Perasaan asam dimulut
• Pucat menurun Terapeutik
• Diaphoresis • Diaforesismenurun • Kendalikan factor lingkungan penyebab mual
• Takikardi (110 x/menit) • Jumlah saliva menurun • Kurangi atau hilangkan keadaan penyebab mual
• Tidak pucat • Berikan makanan dalam jumlah kecil dan menarik
• Takikardi menurun (60- Edukasi
100x/menit) • Anjurkan istirhat dan tidur yang cukup
• Anjurkan sering membersihkan mulut,kecualinjika
merangsang mual
• Ajarkan teknik non farmakologi untuk mengatasi
mual
Kolaborasi
• Kolaborasi pemberian ranitidine 2x50 mg
secara intravena
Erik

Erik

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


POLITEKKES KEMENKES YOGYAKARTA TAHUN AKADEMIK 2021-2022
C. PELAKSANAAN DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Nama Pasien / NO CM : Tn.IA/00683262 Ruang: Instalasi Gawat Darurat

Hari/ Diagnose
Jam Pelaksanaan Paraf Evaluasi
tanggal keperawatan

03/09/ (D.0077) Manajemen nyeri (I.08238) Tanggal: 03 September 2021


2021 Nyeri akut b.d Observasi Pukul: 13:00
agen 09:31 • Mengidentifikasi lokasi, S:
pencedera karakteristik,durasi, frekuensi, kualitas, • Klien mengeluh nyeri pada
fisiologis intensitas nyeri dengan hasil perut kanan bawah menurun
P: Nyeri dirasakan klien ketika mobilisasi dari 6 ke 4
Q: Nyeri seperti ditusuk tusuk
P: Nyeri dirasakan klien ketika
R: Nyeri dirasakan diperut kanan bawah
mobilisasi
S: Skala nyeri 6
Q: Nyeri seperti ditusuk tusuk
T: Dapat berlangsung ± 2-3 menit.
09:33 R: Nyeri dirasakan diperut
• Mengidentifikasi skala nyeri dengan hasil
kanan bawah
skala nyeri 6
09:34 S: Skala nyeri 4
• Mengidentifikasi respon nyeri non verbal T: Dapat berlangsung ± 2-3
dengan hasil klien tampak meringis, menit.
tampak cemas,gelisah O:
09:35 • Mengidentifikasi factor yang memperberat • Sesekali meringis
dan memperingan nyeri dengan hasil jika
klien mobilisasi ditempat tidur • Bersikap protektif
10:10 • Memonitor efek samping analgetik yang • Gelisah
diberikan dengan hasil tidak ada efek • Tidak ada diaphoresis
samping yang muncul pada klien • Tanda-tanda Vital :
Terapeutik TD = 110/70 mmHg
10:01 • Memberikan teknik non-farmakologi Nadi = 96 x/mnt
untuk mengurangi nyeri dengan hasil Suhu = 37,0 °C
klien diajarkan teknik relaksasi nafas
JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
POLITEKKES KEMENKES YOGYAKARTA TAHUN AKADEMIK 2021-2022
dalam RR = 22 x/mnt
10:03 • Mengontrol lingkungan yang memperberat A:
nyeri dengan hasil yang menjaga pasien Masalah nyeri akut berhubungan
hanya satu orang, dibatasi pengunjung dengan agen pencedera fisiologis
belum teratasi
10:04 • Mempertimbangkan jenis dan sumber
P:
nyeri dalam pemilihan strategi meredakan Lanjutkan intervensi
nyeri dengan hasil klien di ajarkan teknik • Identifikasi lokasi,
relaksasi nafas dalam karakteristik,durasi, frekuensi,
Edukasi kualitas, intensitas nyeri
10:05 • Menjelaskan penyebab, periode, dan • Identifikasi skala nyeri
pemicu nyeri dengan hasil klien dan • Kelola terapi pemberian
keluarga paham yang dijelaskan ketorolak
10:07 • Menjelaskan strategi meredakan nyeri
dengan hasil klien dan keluarga paham
yang dijelaskan
10:09 • Menganjurkan memonitoring nyeri secara
mandiri dengan hasil klien dan keluarga
paham yang dijelaskan
Erik
10:10 • Mengajarkan teknik non farmakologi
unrtuk mengurangi nyeri dengan hasil
klien dan keluarga paham yang dijelaskan
Kolaborasi
• Mengkolaborasi pemberian analgetik
09:50
dengan hasil klien diberikan terapi
ketorolak 1 amp (30mg) secara intravena

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


POLITEKKES KEMENKES YOGYAKARTA TAHUN AKADEMIK 2021-2022
03/09/ (D.0130) Manajemen hipertermi (I.15506) Tanggal: 03 September 2021
2021 Hiprtermia Observasi Pukul: 13:00
b.d proses 09:37 • Mengidentifikasi penyebab hipertermi S:
penyakit dengan hasil terdapat infeksi pada organ • Klien mengatakan tidak demam
(infeksi) pencernaan (appendiksitis)
lagi
09:38 • Memonitor suhu tubuh dengan hasil SB: O:
38,0°C
09:39 • Memonitor komplikasi akibat hipertermi • Suhu tubuh 37,0°C
dengan hasil tidak ada komplikasi akibat • Kulit teraba sedikit hangat
hipertermi • Frekuensi nadi normal
Terapeutik (94x/menit)
10:03 • Menyediakan lingkungan yang dingin • Frekuensi nafas 22x/menit
dengan hasil klien ditempatkan pada • Klien tidak pucat lagi
ruangan yang memiliki pendingin ruangan A:
10:11 • Melonggarkan atau lepaskan pakaian
Masalah hipertermi berhubungan
dengan hasil klien dilepaskan pakaiannya dengan proses penyakit teratasi
10:11 • Mengganti linen setiap hari atau lebih
sering jika mengalami hiperhidrosis P:
dengan hasil linen belum diganti karena Lanjutkan intervensi
klien tidak hiperhidrosis
Edukasi • Monitor suhu tubuh
• Menganjurkan tirah baring dengan hasil • Monitor haluaran urine
10:12 • Kelola terapi pemberian cairan
klien mengikuti perintah perawat
Kolaborasi dan elektrolit intravena, jika
• Mengkolaborasi pemberian cairan dan perlu
09:50 elektrolit intravena, jika perlu dengan
hasil klien diberikan terapi Infuse asering
20 tpm dan paracetamol 1 tablet Erik

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


POLITEKKES KEMENKES YOGYAKARTA TAHUN AKADEMIK 2021-2022
03/09/ (D.0076) Manajemen mual (I.03117) Tanggal: 03 September 2021
2021 Nausea b.d Observasi Pukul: 13:00
distensi 09:40 • Mengidentifkasi pengalaman mual dengan
lambung hasil klien mual sejak 2 hari SMRS S:
09:41 • Mengidentifikasi isyarat non verbal • Klien mengeluh tidak mual lagi
ketidaknyamanan dengan hasil klien • Klien mengeluh tidak ada lagi
tampak gelisah perasaan ingin muntah
09:42 • Mengidentifikasi dampak mual terhadap • Klien mengeluh perasaan asam
kualitas hidup dengan hasil nafsu makan dimulut menurun
menurun,kualitas tidur terganggu O:
• Mengidentifikasi factor penyebab mual • Diaforesis menurun
09:43 • Jumlah saliva menurun
dengan hasil penyebabnya rasa
• Tampakpucatpucat
tidaknyaman diperut dan tenggorokan,
• Frekuensi nadi 96x/menit
mulut terasa pahit A:
• Memonitor mual dengan hasil frekuensi
09:44 Masalah nausea berhubungan dengan
mual ±2-3 x/jam,lama mual ± 30 detik,
klien tidak muntah distensi lambung teratasi
Terapeutik P:
10:03 • Mengendalikan factor lingkungan
Lanjutkan intervensi
penyebab mual dengan hasil klien
• Berikan makanan dalam jumlah
ditempatkan diruang tersendiri (minor)
kecil dan menarik
dihidarkan dari bau yang tidak sedap
• Monitor mual
serta dibatasi pengunjung.
• Monitor asupan nutrisi dan kalori
10:04 • Mengurangi atau hilangkan keadaan
• Kolaborasi pemberian
penyebab mual dengan hasil klien
antiemetika,jika perlu
diberika terapi distraksi yaitu
mendengarkan music dan relaksasi nafas
dalam agar mengurangikecemasan dan
Erik
ketakutan.
JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
POLITEKKES KEMENKES YOGYAKARTA TAHUN AKADEMIK 2021-2022
• Memberikan makanan dalam jumlah kecil
11:00 dan menarik dengan hasil klien diberikan
maknan sesuai terapi
Edukasi
• Menganjurkan istirhat dan tidur yang
10:13 cukup dengan hasil klien menjalankan
anjuran perawat
• Menganjurkan sering membersihkan
10:14 mulut,kecuali jika merangsang mual
dengan hasil klien klien sering berkumur
agar menghilangkan rasa pahit dimulut
• Mengajarkan teknik non farmakologi
10:15 untuk mengatasi mual dengan hasil klien
diberika terapi distraksi yaitu
mendengarkan music dan relaksasi nafas
dalam
Kolaborasi
• Mengkolaborasi pemberian antiemetika
09:50 dengan hasil klien diberikan terapi
ranitidine 1 amp

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


POLITEKKES KEMENKES YOGYAKARTA TAHUN AKADEMIK 2021-2022
D. CATATAN PERKEMBANGAN
Nama Pasien / NO CM : Tn.IA/00683262 Ruang: Instalasi Gawat Darurat

EVALUASI
HR/TGL/JAM Dx.Kep
(S O A P)
03/09/2021 (D.0077) S:
14:00 Nyeri akut b.d agen • Klien mengeluh nyeri pada perut
pencedera fisiologis kanan bawah menurun dari 6 ke 4
O:
• Sesekali meringis
• Bersikap protektif
• Gelisah
• Tidak ada diaphoresis
• Tanda-tanda Vital :
TD = 110/80 mmHg
Nadi = 92 x/mnt
Suhu = 36,3 °C
RR = 20 x/mnt
A:
Masalah nyeri akut belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi (klien pindah ke
bangsal bedah)

Erik

03/09/2021 (D.0130) S:
14:00 Hiprtermia b.d proses • Klien mengatakan tidak demam lagi
penyakit (infeksi) O:
• Suhu tubuh 36,3°C
• Kulit teraba dingin
• Frekuensi nadi normal (92x/menit)
• Frekuensi nafas 20x/menit
• Klien tidak pucat lagi
A:
Masalah hipertermi teratasi
P:
Lanjutkan intervensi (klien pindah ke
bangsal bedah)

Erik

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


POLITEKKES KEMENKES YOGYAKARTA TAHUN AKADEMIK 2021-2022
03/09/2021 (D.0076) S:
14:00 Nausea b.d distensi
• Klien mengeluh tidak mual lagi
lambung
• Klien mengeluh tidak ada lagi
perasaan ingin muntah
• Klien mengeluh perasaan asam
dimulut menurun
O:
• Diaforesis menurun
• Jumlah saliva menurun
• Tampak pucat
• Frekuensi nadi 94x/menit
A:
Masalah ansietas teratasi
P:
Lanjutkan intervensi (klien pindah ke
bangsal bedah)

Erik

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


POLITEKKES KEMENKES YOGYAKARTA TAHUN AKADEMIK 2021-2022
KESIMPULAN KASUS

1. Pengkajian keperawatan pada pasien dengan diagnose medis appendiksitis


akut dikumpulkan dari pengkajian pasien dan keluarga serta pemeriksaan
fisik pada bagian abdomen sebagai prioritas pengkajian keperawatan.
2. Pasien dalam kasus ini Tn.IA berusia 20 tahun, pasien ini sebelumnya sudah
pernah dirawat dirumah sakit sebanyak 2x namun dengan penyakit yang
berbeda yaitu typoid dan Kecelakaan lalu lintas.Pasien Tn.IA masuk ke
Instalasi gawat darurat RSUD Wonosari pada tanggal 03 september 2021
dengan keluhan demam, mual dan nyeri pada perut bagian kanan bawah.
3. Hasil pengkajian didapatkan bahwa sehari SMRS klien demam, suhu badan
saat diukur 38,0˚C dan sejak 3 hari yang lalu klien mulai merasakan nyeri.
Nyeri dirasakan klien ketika mobilisasi, nyeri seperti ditusuk tusuk, nyeri
dirasakan diperut kanan bawah, skala nyeri 6, Nyeri muncul tiba-tiba dan
dapat berlangsung ± 2-3 menit. Terdapat nyeri lepas pada titik Mc.Burney,
diaphoresis, pucat dan merasa ingin mual dan tidak nafsu makan.
4. Penegakan diagnose keperawatan diagkat berdasarkan prioritas keluhan
pasien dan berpedomaan pada SDKI (Standar Diagnose Keperawatan
Indonesia) yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis,
hipertermia berhubungan dengan proses penyakit, dan nausea berhubungan
dengan distensi abdomen.
5. Intervensi keperawatan disusun sesuai diagnose yang ditegakkan dengan
berpedoman pada SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia). Untuk
diagnose nyeri akut diberikan intervensi manajemn nyeri, untuk diagnose
hipertermi diberikan intervensi manajemn hipertermia dan untuk diagnose
nausea diberikan intervensi manajemn mual.
6. Implementasi keperawatan dilakukan selama 6 jam meliputi observasi,
terapeutik,edukasi dan kolaborasi, setelah itu dilanjutkan diruang bangsal
perawatan. Dari implementasi tersebut terdapat beberapa perkembagan
status kesehatan pasien diantaranya keluhan nyeri menurun (skala 6
menjadi 4), suhu badan menurun (38,0°C menjadi 36,3°C), dan keluhan
mual menurun. Saat ini pasien telah dipindahkan kebangsal bedah
(R.Cempaka)

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


POLITEKKES KEMENKES YOGYAKARTA TAHUN AKADEMIK 2021-2022
BAB IV
ANALISIS JURNAL

Salah satu tindakan keperawatan yang dilakukan untuk menurunkan

keluhan nyeri abdomen kuadran kanan bawah pada pasien Tn.Ia adalah dengan

teknik relaksasi nafas dalam. Teknik relaksasi adalah terapi yang menggunakan

teknik peregangan untuk mengurangi tanda dan gejala ketidaknyamanan seperti

nyeri, ketegangan otot, atau kecemasan (SLKI, (2018). Menurut Rahmayati

(2010) dikutip dalam Chandra (2013) secara fisiologis, keadaan relaksasi

ditandai dengan penurunan kadar epinefrin dan non epinefrin dalam darah,

menyebabkan penurunan ketegangan otot, metabolisme menurun, vasodilatasi

dan peningkatan temperatur pada ekstremitas.

Berdasarkan penelitian Widodo & Qoniah (2020) tentang penerapan

teknik relaksasi nafas dalam untuk menurunkan intensitas nyeri pada pasien

appendicitis di RSUD wates bahwa teknik relaksasi nafas mampu mengatasi

masalah keperawatan nyeri akut pada klien appendicitis. Desain penelitian ini

adalah deskriptif, dalam bentuk studi kasus. Subyek dalam penelitian ini adalah

dua orang klien yang mengalami appendicitis. Penelitian dilakukan pada

Februari– Maret 2019. Hasil penelitian didapatkan sebelum dilakukan tindakan

relaksasi nafas dalam skala nyeri 6 dan 5, setelah dilakukan tindakan skala

nyeri menjadi 3 dan 2. Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan skala

nyeri sedang menjadi skala nyeri ringan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

teknik relaksasi nafas dapat menurunkan intensitas nyeri pada pasien

appendicitis sehingga teknik nonfarmakologis ini sangat direkomendasikan.

Selain untuk menurunkan nyeri, teknik relaksasi nafas dalam dapat

menurunkan tingkat kecemasan pada pasien yang akan menjalani operasi

appendektomi. Berdasarkan penelitian Rokawie, dkk (2017) bahwa terapi

relaksasi nafas dalam dapat menurunan tingkat kecemasan pada pasien pre
JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
POLITEKKES KEMENKES YOGYAKARTA TAHUN AKADEMIK 2021-2022
operasi bedah abdomen. Penelitiannya menggunakan pendekatan pre

experimental design dengan rancangan one group pretest posttest. Penelitian ini

dilakukan pada bulan April 2017 di Ruang Bedah RSUD Jendral Ahmad Yani

Metro. Teknik sampling menggunakan non probability sampling secara purposive

sampling, didapatkan sebanyak 32 responden berdasarkan perhitungan

menggunakan rumus besar sampel estimasi proporsi. Analisa bivariate

menggunakan uji t berpasangan (paired sample t test).

Hasil penelitian diperoleh tingkat kecemasan pada pasien pre operasi

bedah abdomen sebelum diberikan terapi relaksasi nafas dalam mempunyai

rata-rata skor indeks kecemasan 54,59 (kecemasan sedang) dan tingkat

kecemasan pada pasien pre operasi bedah abdomen setelah diberikan terapi

relaksasi nafas dalam mempunyai rata-rata skor indeks kecemasan 49,56

(kecemasan ringan) dan terjadi penurunan sebesar 5,03. Saran penelitian ini

diharapkan dapat menjadi rujukan penggunaan terapi relaksasi nafas dalam

sesuai Standar Operasional Prosedur untuk mengurangi tingkat kecemasan

pada pasien pre operasi dengan menggunakan media Leaflet.

Terapi relaksasi adalah tehnik yang didasarkan kepada keyakinan bahwa

tubuh berespon pada ansietas yang merangsang pikiran karena nyeri atau

kondisi penyakitnya. Teknik relaksasi dapat menurunkan ketegangan fisiologis.

Teknik ini dapat dilakukan dengan kepala ditopang dalam posisi berbaring atau

duduk di kursi. Hal utama yang dibutuhkan dalam pelaksanaan teknik

relaksasi adalah klien dengan posisi yang nyaman, klien dengan pikiran yang

beristirahat, dan lingkungan yang tenang.

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


POLITEKKES KEMENKES YOGYAKARTA TAHUN AKADEMIK 2021-2022
DAFTAR PUSTAKA

Adhar, Lusia & Andi. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Baughman, D. & Hackley, J. (2016). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Hanifah, Evi. (2019). ‘Asuhan Keperawatan Pada Klien Post Operasi Apendiktomi
Dengan Masalah Nyeri Akut di Ruang Melati RSUD Bungil Pasuruan’. Karya
Tulis Ilmiah, Program Studi D-III Keperawatan. Jombang : Sekolah Tinggi Ilmi
Kesehatan Insan Cendekia Medika Jombang.

Jay & Marks.(2016). Karakteristik lokasi perforasi apendiks dan usia pada pasien yang
didiagnosis apendisitis akut perforasi di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta, Skripsi,
Fakultas Kedokteran, UPN Veteran Jakarta.

Munir. (2011). Apendisitis.http://ktimunir.blogspot.com/2011/03/apendisitis. html),


diperoleh tanggal 20 Maret 2018.

Nurarif, A.H & Kusuma.H (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan Penerapan
Diagnose Nanda, NIC, NOC, Dalam Berbagai Kasus. Yogyakarta: Mediaction

Ressa, Andriyani. (2017). Asuhan Keperawatan Post Op Apendisitis. Jombang: Sekolah


Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Medika

Rokawi, Dkk (2017), Relaksasi Nafas Dalam Menurunkan Kecemasan Pasien Pre Operasi
Bedah Abdomen. Jurusan Keperawatan, Politeknik Kesehatan Tanjungkarang

Saputro, Novi Eko. (2018). ‘Asuhan Keperawatan Pada Klien Post Operasi Apendisitis
Dengan Masalah Keperawatan Kerusakan Integritas Jaringan Di Ruang Mawar
Rumah Sakit Umum Daerah Jombang’. Karya Tulis Ilmiah, Prodi D-III
Keperawatan. Jombang : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Medika
Jombang

Shodikin (2014). Gambaran pengetahuan Keluarga Tentang Perawatan Luka Pasca


Appendiktomy di RSUD Dr.Pringadi Medan

Tim. Pokja. SDKI. PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, Cetakan III.
Jakarta : Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Tim. Pokja. SDKI. PPNI. 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia, Cetakan II.
Jakarta : Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Tim. Pokja. SDKI. PPNI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Cetakan II.
Jakarta : Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Wedjo, Musa Aditio. (2019). ‘Asuhan Keperawatan Pada An. R.L Dengan Apendisitis
Dalam Pemenuhan Kebutuhan Aman Nyaman Di Wilayah RSUD Prof. Dr. W Z
Johannes Kupang’. Karya Tulis Ilmiah, Prodi D-III Keperawatan. Kupang :
Politeknik Kesehatan Kemenkes Kupang.

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


POLITEKKES KEMENKES YOGYAKARTA TAHUN AKADEMIK 2021-2022
Nursing Science Journal (NSJ) p-ISSN: 2722-4988
Volume 1, Nomor 1, Juni 2020 e-ISSN : 2722-5054
Hal 25-28

PENERAPAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM UNTUK


MENURUNKAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN APPENDICITIS
DI RSUD WATES
Wahyu Widodo 1, Neli Qoniah 2

Akademi Keperawatan Pemkab Purworejo


Purworejo, (0275) 3140576
E-mail : wahyumkepwidodo@gmail.com

ABSTRAK

Latar Belakang : Appendicitis adalah suatu kondisi di mana terjadi infeksi diumbai cacing. Dalam
kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan
menyingkirkan umbai cacing yang terinfeksi (Kowalak, 2011). Tujuan : untuk mengetahui pengaruh
relaksasi nafas untuk mengatasi masalah keperawatan nyeri akut pada klien appendicitis. Metode :
Desain penelitian ini adalah deskriptif, dalam bentuk studi kasus. Subyek dalam penelitian ini adalah
dua orang klien yang mengalami appendicitis. Penelitian dilakukan pada Februari– Maret 2019. Hasil :
Sebelum dilakukan tindakan relaksasi nafas dalam skala nyeri 6 dan 5, setelah dilakukan tindakan skala
nyeri menjadi 3 dan 2. Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan skala nyeri sedang menjadi
skala nyeri ringan. Kesimpulan : Teknik relaksasi nafas dapat menurunkan intensitas nyeri pada pasien
appendicitis sehingga teknik nonfarmakologis ini sangat direkomendasikan.

Kata Kunci : Relaksasi Nafas Dalam, Nyeri Akut, Appendicitis

ABSTRACT

Background : Appendicitis is a condition in which an infection occur in the appendix. In mild cases it
can be cured without treatment, but many cases require a laparotomy by removing the tufts of infected
worms (Kowalak, 2011). Objective : to determine the effect of deep breathing relaxation with acute pain
nursing problems in appendicitis clients. Method : The design of this research is descriptive, in the form of
case studies.The subjects in this study were two clients who had appendicitis. The study was conducted
in February - March 2019. Results : before taking breath relaxation measures on the scale of pain 6 and
5, after the pain scale measures were carried out to 3 and 2. The results showed a decrease in the scale
of moderate pain to a mild pain scale. Conclusion : Breath relaxation techniques can reduce pain
intensity in appendicitis patients so this nonpharmacological technique is highly recommended.

Keywords: Deep Breath Relaxation, Acute Pain, Appendicitis

25
Latar Belakang peningkatan temperatur pada ekstremitas.
Appendicitis akut memerlukan Teknik nafas dalam sangat efektif dilakukan
pembedahan. Pada umumnya klien dengan pada klien post op appendiktomy.
post appendiktomy akan mengalami masalah Dari hasil penelitian yang dilakukan
keperawatan nyeri akut akibat pembedahan. oleh Virgianti (2015) dengan melakukan teknik
Menurut Maslow (dikutip dalam Virgianti nafas ritmik/dalam dengan 30 pasien yang
2015), bahwa kebutuhan rasa nyaman mengalami frekuensi skala nyeri sedang (100%)
merupakan kebutuhan fisiologis yang harus post appendiktomy mengalami penurunan
terpenuhi. menjadi 19 pasien dengan frekuensi skala nyeri
Menurut Virgianti (2015) yang ringan (63.3%).
mengemukakan penelitian Gannong Menurut data Dinkes Jateng
(2008) mengatakan bahwa seorang dengan menyebutkan bahwa pada tahun 2009 jumlah
masalah keperawatan nyeri pasti akan kasus appendicitis di Jawa Tengah sebanyak
berdampak pada aktivitas sehari-harinya. 5.980 penderita, dan 117 klien dengan kasus
Aktivitas yang terganggu diantaranya adalah appendicitis mengalami kematian. Berdasarkan
kebutuhan istirahat tidur, pemenuhan individu, paparan di atas, penulis tertarik membahas
juga aspek interaksi sosialnya yang mana dapat mengenai penerapan teknik relaksasi nafas
berupa menghindari percakapan, menarik diri dalam menurunkan intensitas nyeri pada pasien
dan menghindari kontak. Selain itu, jika appendicitis di RSUD Wates.
seorang yang mengalami nyeri hebat dan tidak
segera dilakukan tindakan, seseorang tersebut Metode
akan mengalami syok neurogenik. Desain penelitian ini adalah deskriptif,
Adapun pengelolaan intensitas nyeri dalam bentuk studi kasus. Subyek dala
klien dengan post appendiktomy yaitu dengan penelitian ini adalah dua orang klien 2 orang
farmakologi dan nonfarmakologi. Pengelolaan dan keluarganya yang mengalami appendicitis
intensitas nyeri dengan nonfarmakologi antara dengan masalah nyeri akut. Pelaksanaan
lain adalah nafas dalam, kompres hangat, pengumpulan data dilakukan di RSUD Wates,
terapi masase, dan pemberian analgesik. dilakukan sejak tanggal 18 – 20 Februari 2019
Teknik nafas dalam ini dipercaya dapat pada klien 1 dan pada klien 2 pada tanggal 27
menurunkan intensitas nyeri. Tamsuri, 2007 Februari 2019 – 01 Maret 2019.
(dikutip dalam Rini 2012). Pengumpulan data yang dilakuan
Menurut Rahmayati (2010) dikutip dalam peneltiian, yaitu:
dalam Chandra (2013) secara fisiologis, 1. Observasi
keadaan relaksasi ditandai dengan penurunan Dalam penelitian ini, penulis
kadar epinefrin dan non epinefrin dalam darah, mengobservasi atau melihat keadaan
menyebabkan penurunan ketegangan otot, umum partisipan dengan pemeriksaan fisik
metabolisme menurun, vasodilatasi dan (dengan pendekatan IPPA : inspeksi,
26
palpasi, perkusi, dan auskultasi). dan setelah dilakukan tindakan keperawatan
2. Pengukuran nyeri berkurang menjadi skala 2.
Dalam penelitian ini, penulis mengukur Pada post operasi pada Tn S sebelum
menggunakan alat ukur pemeriksaan, dilakukan tindakan relaksasi nafas dalam skala
seperti melakukan pengukuran TTV dan nyeri yang dirasakan yaitu 6 dengan rasa seperti
skala nyeri dengan numerical rating scale. tersengat dan waktu hilang atau timbul. Setelah
3. Wawancara dilakukan relaksasi nafas dalam skala nyeri
Dalam penelitian wawancara jenis ini yang dirasakan yaitu menjadi 3 terasa masih
merupakan kombinasi dari wawancara cenut-cenut dan waktu hilang atau timbul.
tidak terpimpin dan wawancara Sedangkan pada Tn W sebelum
terpimpin. dilakukan tindakan relaksasi nafas dalam skala
4. Dokumentasi nyeri yang dirasakan yaitu 5 terasa cenut-cenut
Dokumentasi yang dilakukan oleh penulis dan waktu hilang atau timbul. Setelah dilakukan
yaitu pendokumentasi hasil pengkajian, relaksasi nafas dalam skala nyeri yang
sampai dengan evaluasi dari tindakan. dirasakan yaitu menjadi 2 terasa masih
Instrumen pengumpulan data yang cenutcenut dan waktu hilang atau timbul.
meliputi: memberikan teknik relaksasi nafas
dalam dengan menggunakan SOP Rumah Pembahasan
Sakit dan skala Numerical Rating Scale untuk 1. Gambaran intensitas nyeri sebelum
mengukur skala nyeri diberikan terapi relaksasi nafas dalam
Uji keabsahan menggunakan Pada Tn S sebelum dilakukan
triangulasi. Triangulasi dalam penelitian ini tindakan keperawatan skala nyeri yang
menggunakan triangulasi observasi, yaitu hasil dirasakan yaitu 4. Sedangkan pada Tn W
pengukuran post test dan triangulasi waktu, skala nyeri awal yang terasa skala 3. Tn S
yaitu dilakukan dengan mengukur skala nyeri dan Tn W didapatkan klien mengeluh nyeri
setelah diberikan teknik relaksasi nafas pada abdomen karena appendicitis.
dalam). Appendicitis terjadi karena adanya infeksi
pada umbilicus. Appendicitis adalah suatu
Hasil proses obstruksi (hiperplasi limpo nadi
Hasil penelitian pada pre operatif submokosa, fecalith, benda asing, tumor),
sebelum dan sesudah dilakukan relaksasi nafas kemudian diikuti proses infeksi dan disusul
dalam. Pada Tn S sebelum dilakukan tindakan oleh peradangan dari appendiks veriformis.
keperawatan skala nyeri yang dirasakan yaitu Penelitian oleh Nugroho 2011 (dikutip
4 dan setelah diberikan relaksasi nafas dalam dalam Silvia 2015).
nyeri berkurang menjadi skala 3. Sedangkan Nyeri yang dirasakan akibat adanya
pada Tn W sebelum dilakukan tindakan proses inflamasi yang mengakibatkan
relaksasi nafas dalam nyeri yang terasa yaitu 3 peningkatan traluminal tekanan akan terus
27
meningkat dan menyebabkan peradangan dikutip dalam Chandra (2013) secara
yang timbul meluas sehingga fisiologis, keadaan relaksasi ditandai
menimbulkan nyeri pada perut kanan dengan penurunan kadar epinefrin dan non
bawah. Tn S dan Tn W merasa kurang epinefrin dalam darah, menyebabkan
nyaman dengan kondisinya. Klien dengan penurunan ketegangan otot, metabolisme
diagnosa Appendicitis memerlukan menurun, vasodilatasi dan peningkatan
pembedahan. temperatur pada ekstremitas.
Pada pengkajian post operatif Teknik nafas dalam sangat efektif
didapatkan data dari kedua klien dilakukan pada klien post op
mengatakan nyeri pada luka operasi. Pada appendiktomy. Dari hasil penelitian yang
Tn S nyeri dirasakan dengan skala 6 dilakukan oleh Virgianti (2015) dengan
dengan waktu hilang timbul dan skala 5 melakukan teknik nafas ritmik/dalam
dengan waktu hilang timbul pada Tn W. dengan 30 pasien yang mengalami
Nyeri yang dirasakan karena frekuensi skala nyeri sedang (100%) post
adanya kerusakan pada jaringan appendiktomy mengalami penurunan
akibat adanya kontinuitas jaringan yang menjadi 19 pasien dengan frekuensi skala
terputus. Menurut Eli kosasih (2015) nyeri ringan (63.3%)
apabila ada kerusakan jaringan maka Kesimpulan
histamin, bradikinin, serotonin, dan Berdasarkan penjelasan di atas, dapat
prostaglandin akan di produksi oleh disimpulkan bahwa teknik relaksasi nafas
tubuh. Zat-zat kimia ini akan efektif dalam menurunkan intensitas nyeri pada
menimbulkan rasa nyeri. Rasa nyeri ini pasien appendicitis.
diteruskan ke Central Nerve System Daftar Pustaka
(CNS) untuk kemudian ditransmisikan Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan
Medikal- Bedah. Jakarta : EGC
pada serabut tipe C yang menghasilkan
Cahyani, Oktavia P. 2017. Upaya Penurunan
nyeri seperti tertusuk (dikutip dalam Nyeri Pada Pasien Dengan Post
Appendiktomi.
Evarica 2015).
Faridah, Virgianti N. 2015. Penurunan Tingkat
2. Gambaran Intensitas nyeri setelah diberikan Nyeri Pasien Post Op Apendicitis
relaksasi nafas dalam Dengan Tehnik Diktraksi Nafas Ritmik.
Surya. Vol 07 No 02.
Sebelum dilakukan tindakan Jamaludin, Ulya Nur K. 2017. Pengaruh
relaksasi nafas pada kedua klien skala Terapi Guided Imagery Dan Iringan
Musik Terhadap Penurunan Nyeri
nyeri 6 dan 5, setelah dilakukan tindakan Pada Pasien Dengan Post
skala nyeri berkurang menjadi 3 dan 2. Apendiktomi. Jurnal profesi
keperawatan. Vol 4 No. 2.
Setelah dilakukan nafas dalam Kowalak, Jennifer P, Welsh,William, &
klien lebih menjadi rileks dan Mayer, Brenna. 2011. Buku Ajar
Patofisiologi. Jakarta : EGC
menyebabkan nyeri berkurang. Sejalan Maranatha. 2019. Hamilton Rating Scale For
dengan pendapat Rahmayati (2010) Anxiety.
28
Relaksasi Nafas Dalam Menurunkan Kecemasan Pasien Pre Operasi
Bedah Abdomen

Agung Octa Nihando Rokawie1, Sulastri2, Anita3


1,2,3
Jurusan Keperawatan, Politeknik Kesehatan Tanjungkarang
Email: agung.nihando@gmail.com

Abstract: Deep Breath Relaxation Therapy on Decreasing Anxiety Level in Patients With
Pre Operative Abdominal Surgery. Anxiety is a subjective experience of a person and an
emotion like an uncertain sense of concern. One of the anxiety stressors is surgery. The objective
of the study was to know the effect of deep breath relaxation therapy on decreasing anxiety level in
patients with pre operative abdominal surgery. This research uses pre experimental design
approach with one group pretest posttest design. This research was held on April 2017 at Surgery
Room of Jendral Ahmad Yani Metro City. Sampling technique using non-probability sampling by
purposive sampling, obtained as many as 32 respondents based on the calculation using the
formula of the sample proportion estimation. Bivariate analysis using paired t test (paired sample t
test). The results of this study showed anxiety level in patients with pre operative abdominal
surgery before being given deep breath relaxation therapy has an average anxiety index score of
54.59 (moderate anxiety) and anxiety level in patients with preoperative abdominal surgery after
being given deep breath relaxation therapy has an anxiety index score of 49.56 (mild anxiety) and
a decrease of 5.03. The results of this study are expected to be a reference to the use of deep breath
relaxation therapy in accordance Standard Operational Procedures to decrease anxiety levels in pre
operative patients using Leaflet.

Keywords: Relaxation therapy, Anxiety levels, Preoperative abdominal surgery

Abstrak: Relaksasi Nafas Dalam Menurunkan Kecemasan Pasien Pre Operasi Bedah
Abdomen. Kecemasan adalah pengalaman subjektif dari seseorang dan merupakan sebuah emosi
seperti rasa kekhawatiran yang tidak jelas. Salah satu stressor kecemasan adalah tindakan operasi
atau pembedahan. Tujuan penelitian diketahuinya pengaruh terapi relaksasi nafas dalam terhadap
penurunan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi bedah abdomen. Penelitian ini
menggunakan pendekatan pre experimental design dengan rancangan one group pretest
posttest. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2017 di Ruang Bedah RSUD Jendral Ahmad
Yani Metro. Teknik sampling menggunakan non probability sampling secara purposive
sampling, didapatkan sebanyak 32 responden berdasarkan perhitungan menggunakan rumus
besar sampel estimasi proporsi. Analisa bivariate menggunakan uji t berpasangan (paired
sample t test). Hasil penelitian diperoleh tingkat kecemasan pada pasien pre operasi bedah
abdomen sebelum diberikan terapi relaksasi nafas dalam mempunyai rata-rata skor indeks
kecemasan 54,59 (kecemasan sedang) dan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi bedah
abdomen setelah diberikan terapi relaksasi nafas dalam mempunyai rata-rata skor indeks
kecemasan 49,56 (kecemasan ringan) dan terjadi penurunan sebesar 5,03. Saran penelitian ini
diharapkan dapat menjadi rujukan penggunaan terapi relaksasi nafas dalam sesuai Standar
Operasional Prosedur untuk mengurangi tingkat kecemasan pada pasien pre operasi dengan
menggunakan media Leaflet.

Kata kunci: Terapi relaksasi, Tingkat kecemasan, Pre operasi bedah abdomen

Operasi atau pembedahan merupakan operasi dilakukan setiap tahun berpotensi


salah satu tindakan medis yang penting dalam komplikasi dan kematian (Puspita, Armiyati, &
pelayanan kesehatan dan bertujuan untuk Arif, 2014). Sehingga prosedur operasi secara
menyelamatkan nyawa, mencegah kecacatan, tidak langsung akan mempengaruhi psikologi
dan komplikasi (Puspita, Armiyati, & Arif, pasien.
2014). Salah satu jenis tindakan operasi adalah Prosedur operasi akan memberikan suatu
bedah abdomen. reaksi emosional bagi pasien seperti ketakutan atau
Penelitian di 56 negara dari 192 negara perasaan tidak tenang, marah, dan kekhawatiran
anggota World Health Organization (WHO) (Muttaqin & Sari, 2009). Persiapan mental
tahun 2004 diperkirakan 234,2 juta prosedur merupakan hal yang tidak kalah pentingnya

257
Rokawie, Relaksasi Nafas Dalam Menurunkan Kecemasan Pasien Pre Operasi Bedah Abdomen 258

dalam proses persiapan operasi karena mental Kecemasan yang tinggi dapat memberikan efek
pasien yang tidak siap dapat mempengaruhi dalam mempengaruhi fungsi fisiologis tubuh
kondisi fisiknya. Masalah mental yang biasa yang ditandai dengan adanya peningkatan
muncul pada pasien pre operasi adalah tekanan darah, peningkatan frekuensi nadi,
kecemasan. peningkatan frekuensi napas (Muttaqin & Sari,
Kecemasan adalah kekhawatiran yang 2009). Karena dengan adanya tanda-tanda tersebut
tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan maka biasanya operasi akan ditunda oleh dokter
dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. sehingga menghambat penyembuhan penyakit pada
Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang klien. Disini peran perawat sangatlah diperlukan
spesifik. Kecemasan dialami secara subjektif untuk melakukan intervensi kepada pasien dari
dan didokumentasikan secara interpersonal. pre hingga post operasi. Perawat dapat
Kecemasan berbeda dengan rasa takut, yang melakukan terapi-terapi seperti terapi relaksasi,
merupakan penilaian intelektual terhadap distraksi, meditasi, imajinasi. Dalam penelitian
bahaya. Kecemasan adalah respons emosional ini peneliti memilih melakukan terapi relaksasi.
terhadap penilaian tersebut. Kapasitas untuk Terapi relaksasi adalah tehnik yang
menjadi cemas diperlukan untuk bertahan hidup. didasarkan kepada keyakinan bahwa tubuh
Gangguan kecemasan merupakan masalah berespon pada ansietas yang merangsang
psikiatri yang paling sering terjadi di Amerika pikiran karena nyeri atau kondisi penyakitnya.
Serikat (Stuart, 2006). Teknik relaksasi dapat menurunkan ketegangan
Kecemasan adalah sebuah emosi dan fisiologis. Teknik ini dapat dilakukan dengan
pengalaman subjektif dari seseorang. kepala ditopang dalam posisi berbaring atau
Pengertian lain cemas adalah suatu keadaan duduk di kursi. Hal utama yang dibutuhkan
yang membuat seseorang tidak nyaman dan dalam pelaksanaan teknik relaksasi adalah klien
terbagi dalam tingkatan. Jadi, cemas berkaitan dengan posisi yang nyaman, klien dengan
dengan perasaan yang tidak pasti dan tidak pikiran yang beristirahat, dan lingkungan yang
berdaya (Kusumawati & Hartono, 2011). tenang (Asmadi, 2009).
Kecemasan adalah diagnosa keperawatan Terapi relaksasi memiliki berbagai
utama yang dialami pasien pre operasi. macam yaitu latihan nafas dalam, masase,
Kekhawatiran mengenai kehilangan waktu kerja, relaksasi progresif, imajinasi, biofeedback, yoga,
kemungkinan kehilangan pekerjaan, tanggung meditasi, sentuhan terapeutik, terapi musik,
jawab mendukung keluarga, dan ancaman serta humor dan tawa (Kozier, Erb, Berman, &
ketidakmampuan permanen yang lebih jauh, Snyder, 2010). Teknik relaksasi yang lebih
memperberat ketegangan emosional yang dipilih untuk menurunkan kecemasan pada
sangat berat yang diciptakan oleh prospek pasien pre operasi yaitu teknik relaksasi nafas
pembedahan. Kekhawatiran nyata yang lebih dalam. Dalam terapannya terapi relaksasi nafas
ringan dapat terjadi karena pengalaman dalam lebih mudah dipelajari dan diterapkan
sebelumnya dengan sistem perawatan kesehatan oleh para pasien nantinya, serta keuntungannya
dan orang-orang yang dikenal pasien dengan menggunakan terapi nafas dalam ini adalah
kondisi yang sama. Akibatnya, perawat harus waktu dan dana yang dikeluarkan tidak terlalu
memberikan dorongan untuk mengungkapkan, banyak dibandingkan terapi relaksasi yang lain.
dan harus mendengarkan, harus memahami, dan Penelitian Rafsanjani (2015) Pasien di Ruang
memberikan informasi yang membantu Rawat Inap RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi
menyingkirkan kekhawatiran tersebut. Keluasan Lampung yang akan menjalani operasi sebagian
reaksi pasien pada banyak faktor, meliputi besar mengalami kecemasan dan menunjukkan
ketidaknyamanan dan perubahan-perubahan bahwa dari 26 orang responden terdapat 3 orang
yang diantisipasi-baik fisik, finansial, yang memiliki kecemasan dalam kategori ringan, 10
psikologis, spiritual, atau sosial-dan hasil akhir orang dalam kategori sedang, dan 7 orang dalam
pembedahan yang diharapkan. Akankah kategori berat.
pembedahan tersebut memperbaiki keadaan. Hasil pre survey yang dilakukan oleh
Akankah pembedahan tersebut mengakibatkan peneliti di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
ketidakmampuan. Apakah ini hanya merupakan Provinsi Lampung didapatkan jumlah pasien
tindakan sementara dalam kondisi kronik pre operasi pada bulan Desember 2016 di ruang
(Smeltzer & Bare, 2002). Kutilang terdapat 58 pasien, 18 diantaranya
Kecemasan perlu mendapat perhatian dan merupakan pasien pembedahan laparatomi, dan
intervensi keperawatan karena keadaan di ruang Mawar terdapat 60 pasien pre operasi,
emosional pasien yang akan berpengaruh 6 diantaranya merupakan pasien pembedahan
kepada fungsi tubuh pasien menjelang operasi. laparatomi.
259 Jurnal Kesehatan, Volume VIII, Nomor 2, Agustus 2017, hlm 257-262

Hasil pre survey yang dilakukan oleh HASIL


peneliti di RSUD Jendral Ahmad Yani Metro
didapatkan jumlah pasien pre operasi pada 1. Jenis Kelamin
bulan Februari 2017 di ruang Bedah terdapat
124 pasien, 35 diantaranya merupakan pasien Tabel 1. Karakteristik Responden Berdasarkan
pembedahan laparatomi. Jenis Kelamin
Fenomena yang ditemukan di rumah sakit Jenis Kelamin n %
menunjukkan bahwa sebagian besar pasien Laki-laki 16 50,0
yang akan menjalani operasi merasa khawatir Perempuan 16 50,0
dan mengatakan takut akan terjadinya cacat, Total 32 100
takut tidak sembuh, dan takut meninggal.
Penatalaksanaan keperawatan mandiri yang Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa
lebih dipilih untuk mengatasinya yaitu dengan jumlah responden laki-laki adalah 16 responden
terapi relaksasi nafas dalam. Oleh karena itu (50,0%) dan perempuan adalah 16 responden
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian (50,0%).
tentang pengaruh terapi relaksasi nafas dalam
terhadap penurunan tingkat kecemasan pada 2.Usia
pasien pre operasi bedah abdomen di Ruang
Bedah RSUD Jendral Ahmad Yani Metro Tabel 2. Karakteristik Responden Berdasarkan
Tahun 2017. Usia
Usia n %
18-25 (Dewasa muda) 10 31,3
26-35 (Dewasa awal) 3 9,4
METODE
36-45 (Dewasa akhir) 3 9,4
46-55 (Lansia awal) 7 21,8
Jenis penelitian ini adalah penelitian 56-65 (Lansia akhir) 4 12,5
kuantitatif dengan pre experimental design yang >65 (Manula) 5 15,6
diperluas dengan rancangan one group pretest- Total 32 100
posttest. Penelitian ini akan memberikan
intervensi pada subyek dengan cara melakukan Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa usia
observasi tingkat kecemasan pasien pre operasi responden terbanyak adalah usia 18-25 tahun
(pretest) yang dilakukan minimal sehari sebelum (Dewasa muda) sebanyak 10 responden (31,3%).
tindakan operasi menggunakan lembar penilaian
kecemasan Zung Self-Rating Anxiety Scale pada 3. Jenjang Pendidikan
responden yang sesuai dengan kriteria inklusi dan
telah menandatangani informed consent. Setelah Tabel 3. Karakteristik Responden Berdasarkan
dilakukan penilaian kecemasan, pasien diajarkan Jenjang Pendidikan
terapi relaksasi nafas dalam. Setelah itu Jenjang Pendidikan n %
dilakukan penilaian ulang tingkat kecemasan Pendidikan Dasar 17 53,1
(posttest) yang dilakukan minimal 3 jam sebelum Pendidikan Menengah 11 34,4
tindakan operasi. Pendidikan Tinggi 4 12,5
Populasi dalam penelitian adalah semua Total 32 100
pasien pre operasi bedah abdomen dengan
masalah kecemasan pre operasi di Ruang Bedah Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa
RSUD Jendral Ahmad Yani Metro sebanyak 35 jenjang pendidikan responden terbanyak adalah
pasien dengan besar sampel 32 pasien. Pendidikan Dasar sebanyak 17 responden
Hipotesis penelitian ini yaitu ada (53,1%), kemudian diikuti Pendidikan Menengah
pengaruh terapi relaksasi nafas dalam terhadap sebanyak 11 responden (34,4%), dan Pendidikan
penurunan tingkat kecemasan pada pasien pre Tinggi sebanyak 4 responden (12,5%).
operasi bedah abdomen di Ruang Bedah
RSUD Jendral Ahmad Yani Metro.
Bentuk instrumen yang digunakan dalam
pengumpulan data tingkat kecemasan pada pasien
pre operasi bedah abdomen menggunakan instrumen
berupa kuesioner instrumen kecemasan Zung Self-
Rating Anxiety Scale.
Rokawie, Relaksasi Nafas Dalam Menurunkan Kecemasan Pasien Pre Operasi Bedah Abdomen 260

4. Pekerjaan Berdasarkan tabel 6 dapat disimpulkan


bahwa rata-rata skor indeks kecemasan pre
Tabel 4. Karakteristik Responden Berdasarkan operasi sebelum diberikan tindakan relaksasi
Pekerjaan nafas dalam adalah 54,59. Pada pengukuran rata-
Pekerjaan n % rata skor indeks kecemasan setelah diberikan
IRT 7 21,8 tindakan relaksasi nafas dalam didapatkan rata-
Wiraswasta 6 18,8 rata kecemasan 49,56, nilai perbedaan mean
Petani 9 28,1 antara kecemasan sebelum dan sesudah diberikan
Pelajar 6 18,8 tindakan relaksasi nafas dalam adalah 5,03. Hasil
Buruh 1 3,1
uji statistik dengan uji t-dependent didapatkan
Pegawai Swasta 3 9,4
Total 32 100
perhitungan p-value (0,000)<α (0.05) yang
berarti ha diterima sehingga dapat disimpulkan
Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa bahwa terdapat perbedaan rata-rata skor indeks
pekerjaan responden terbanyak adalah Petani kecemasan sebelum dan sesudah dilakukan terapi
sebanyak 9 responden (28,1%), IRT sebanyak 7 relaksasi nafas dalam pada pasien pre operasi
responden (21,8%), kemudian diikuti Wiraswasta bedah abdomen.
sebanyak 6 responden (18,8%), Pelajar sebanyak
6 responden (18,8%), Pegawai swasta sebanyak 3
responden (9,4%), dan Buruh sebanyak 1 PEMBAHASAN
responden (3,1%).
Kecemasan adalah kekhawatiran yang
tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan
5. Rata-rata Skor Indeks Kecemasan
perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan
emosi ini tidak memliliki objek yang spesifik.
Tabel 5. Rata-rata Skor Indeks Kecemasan
Kecemasan dialami secara subjektif dan
Pre Operasi Sebelum dan Setelah
dikomunikasikan secara interpersonal.
Diberikan Tindakan Relaksasi Nafas
Kecemasan berbeda dengan rasa takut, yang
Dalam
Kriteria Sebelum Sesudah
merupakan penilaian intelektual terhadap bahaya.
Frekuensi (n) 32 32 Kecemasan adalah respon emosional terhadap
Mean 54,59 49,56 penilaian tersebut. Gangguan kecemasan
Median 54,50 50,50 merupakan masalah psikiatri yang paling sering
Standar Deviasi (SD) 4,758 4,600 terjadi di Amerika Serikat (Stuart, 2006).
Minimum 46 41 Cemas (ansietas) adalah sebuah emosi dan
Maksimum 65 59 pengalaman subjektif dari seseorang. Pengertian
lain cemas adalah suatu keadaan yang membuat
Berdasarkan tabel 5 diketahui bahwa rata- seseorang tidak nyaman dan terbagi dalam
rata skor indeks kecemasan pre operasi sebelum tingkatan. Jadi, cemas berkaitan dengan perasaan
diberikan tindakan relaksasi nafas dalam adalah yang tidak pasti dan tidak berdaya (Kusumawati
54,59, dan setelah diberikan tindakan relaksasi & Hartono, 2011).
nafas dalam adalah 49,56. Berdasarkan hasil penelitian diketahui
bahwa tingkat kecemasan pasien pre operasi dari
6. Perbedaan Rata-rata Skor Indeks 32 responden di Ruang Bedah RSUD Jendral
Kecemasan Ahmad Yani Metro adalah tidak ada kecemasan 0
responden (0%) menjadi 6 responden (18,8%),
Tabel 6. Perbedaan Rata-rata Skor Indeks kecemasan ringan 11 responden (34,4%) menjadi
Kecemasan Pre Operasi Sebelum dan 17 responden (53,1%), kecemasan sedang 18
Setelah Diberikan Tindakan responden(56,2%) menjadi 9 responden (28,1%),
Relaksasi Nafas Dalam kecemasan berat 3 responden (9,4%) menjadi
Variabel Mean SD p-value n tidak ada responden yang mengalami kecemasan
Rata- rata skor berat (0%).
indeks kecemasan Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa
54,59 4,758
sebelum terapi rata-rata skor indeks kecemasan pre operasi
relaksasi sebelum diberikan tindakan relaksasi nafas dalam
0,000 32
Rata- rata skor
adalah 54,59. Pada pengukuran rata-rata skor
indeks kecemasan
setelah terapi
49,56 4,600 indeks kecemasan setelah diberikan tindakan
relaksasi relaksasi nafas dalam didapatkan rata-rata
kecemasan 49,56, nilai perbedaan mean antara
261 Jurnal Kesehatan, Volume VIII, Nomor 2, Agustus 2017, hlm 257-262

kecemasan sebelum dan sesudah diberikan 18-25 tahun (Dewasa muda) sebanyak 10
tindakan relaksasi nafas dalam adalah 5,03. Hasil responden (31,3%.). Masa dewasa adalah masa
uji statistik dengan uji t-dependent didapatkan yang penuh dengan ketegangan emosional.
perhitungan p-value (0,000)<α (0.05) yang Ketegangan emosional seringkali ditampakkan
berarti ha diterima sehingga dapat disimpulkan dalam kekhawatiran. Kekhawatiran yang timbul
bahwa terdapat perbedaan rata-rata skor indeks pada umumnya bergantung pada tercapainya
kecemasan sebelum dan sesudah dilakukan terapi penyesuaian terhadap persoalan yang dihadapi
relaksasi nafas dalam pada pasien pre operasi pada saat tertentu. Ketidakmampuan dalam
bedah abdomen. mengatasi masalah akan menyebabkan gangguan
Hal ini diperkuat dengan teori Smeltzer & emosional (Puspita, Armiyati, & Arif, 2014).
Bare (2002) yang menyatakan bahwa tujuan Penelitian ini diketahui bahwa kecemasan
teknik relaksasi napas dalam adalah untuk terbanyak dialami oleh responden dengan tingkat
meningkatkan ventilasi alveoli, memelihara Pendidikan Dasar sebanyak 17 responden
pertukaran gas, mencegah atelektasi paru, (53,1%). Notoatmodjo (2010) menyatakan bahwa
meningkatkan efesiensi batuk, mengurangi stress, semakin tinggi pendidikan, makan ia akan mudah
baik stress fisik maupun emosional yaitu menerima hal baru dan akan mudah
menurunkan intensitas nyeri dan menurunkan menyesuaikan dengan hal baru tersebut.
kecemasan. Responden yang berpendidikan tinggi lebih
Hasil ini sesuai dengan penelitian mampu menggunakan pemahaman dalam
Rafsanjani (2015) Kecemasan pasien pre operasi merespon kejadian secara adaptif dibandingkan
kelompok eksperimen, dari 26 responden kelompok responden yang berpendidikan rendah.
diperoleh hasil kecemasan berat; dari 27% Semakin tinggi pendidikan seseorang maka
menjadi 15,3%, kecemasan sedang; dari 38,4% semakin rasional keputusan yang diambil.
menjadi 30,7%, kecemasan ringan; dari 11,5% Kondisi ini menunjukkan respon cemas
menjadi 27%, tidak ada kecemasan; dari 23,1% cenderung pada responden yang berpendidikan
menjadi 27%. Maka dapat disimpulkan ada rendah karena rendahnya pemahaman terhadap
perbedaan antara tingkat kecemasan sebelum dan kejadian sehingga membentuk persepsi yang
sesudah dilakukan terapi relaksasi. menakutkan dalam merespon kejadian. Semakin
Penelitian ini juga terkait dengan tinggi tingkat pendidikan seseorang akan lebih
penelitian Sudarsih (2012) Diperoleh tingkat mudah dalam menerima informasi tentang
kecemasan pada pasien pre operasi appendisitis keadaannya. Sehingga seseorang akan lebih
di Ruang Perawatan Rumah Sakit Imanuel mengerti tentang cara penatalaksanaan terhadap
sebelum diberikan teknik relaksasi nafas dalam tindakan dalam mengendalikan kecemasan
mempunyai nilai rata-rata 33,6 (ringan sampai dengan mekanisme koping yang efektif.
sedang) dan tingkat kecemasan pada pasien pre Sebaliknya jika pendidikan rendah maka sulit
operasi sesudah diberikan teknik relaksasi nafas menerima atau merespon kecemasan yang sedang
dalam mempunyai nilai rata-rata 21,4 (tidak dialami.
cemas) dan terjadi penurunan sebesar 12,2. Hal Penelitian ini diketahui bahwa perbedaan
ini dapat disimpulkan bahwa pemberian teknik rata-rata skor indeks kecemasan pre operasi
relaksasi nafas dalam mempengaruhi penurunan sebelum dan setelah diberikan tindakan relaksasi
tingkat kecemasan. nafas dalam pada responden yang dilakukan
Penelitian ini semua responden mengalami pengukuran 1 hari mengalami penurunan rata-
tindakan pembedahan untuk pertama kalinya, hal rata indeks kecemasan sebanyak 4,00, pada
ini mungkin yang menyebabkan responden responden yang dilakukan pengukuran 2 hari
mengalami kecemasan karena ketidaktahuan mengalami penurunan rata-rata indeks
akan pengalaman pembedahan. Hal ini diperkuat kecemasan sebanyak 6,18, dan pada responden
dengan teori Muttaqin & Sari (2009) yang yang dilakukan pengukuran >2 hari mengalami
menyatakan bahwa pasien yang akan menjalani penurunan rata-rata indeks kecemasan sebanyak
operasi akan mengalami dampak psikologis. 7,00. Hal ini dapat kita simpulkan bahwa
Berbagai dampak psikologis yang dapat muncul semakin lama tindakan relaksasi nafas dalam
adalah kecemasan yang terekspresikan dalam dilakukan, akan semakin menurunkan indeks
berbagai bentuk seperti marah, menolak, atau kecemasan.
apatis terhadap kegiatan keperawatan. Semua itu Hasil penelitian disimpulkan bahwa terapi
akibat dari adanya ketidaktahuan akan relaksasi nafas dalam berpengaruh terhadap
pengalaman pembedahan. penurunan tingkat kecemasan pada pasien pre
Penelitian ini diketahui bahwa kecemasan operasi bedah abdomen di Ruang Bedah RSUD
terbanyak dialami oleh responden yang berumur Jendral Ahmad Yani Metro Tahun 2017.
Rokawie, Relaksasi Nafas Dalam Menurunkan Kecemasan Pasien Pre Operasi Bedah Abdomen 262

SIMPULAN pelayanan kesehatan yang lebih baik dan


bermutu.
Hasil penelitian yang dilakukan di Ruang 2) Penelitian ini diharapkan dapat menjadi
Bedah RSUD Jendral Ahmad Yani Metro, informasi bagi tenaga kesehatan yang
diperoleh beberapa kesimpulan, yaitu: bertugas di RSUD Jendral Ahmad Yani
a. Rata-rata skor indeks kecemasan pasien pre Metro khususnya Ruang Bedah untuk lebih
operasi bedah abdomen sebelum dilakukan meningkatkan pelayanan kesehatan dan
terapi relaksasi nafas dalam didapatkan hasil meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
mean 54,59 yang artinya rata-rata pasien pre masyarakat khususnya pendidikan kesehatan
operasi bedah abdomen dikategorikan pre operasi teknik relaksasi nafas dalam ini
kecemasan sedang, diharapkan dilakukan oleh tenaga
b. Rata-rata skor indeks kecemasan pasien pre kesehatan pada waktu yang tepat agar
operasi bedah abdomen setelah dilakukan dapat diterima dan dimengerti oleh pasien.
terapi relaksasi nafas dalam didapatkan hasil 3) Diharapkan untuk pasien pre operasi dapat
mean 49,56 yang artinya rata-rata pasien pre melakukan terapi relaksasi secara mandiri
operasi bedah abdomen dikategorikan disaat ada kecemasan dan dapat
kecemasan ringan. menyalurkan informasi kepada kerabat
c. Ada perbedaan rata-rata skor indeks atau saudaranya yang mengalami pre
kecemasan sebelum dan sesudah dilakukan operasi.
terapi relaksasi nafas dalam pada pasien pre
operasi bedah abdomen, dengan p-value b. Bagi Peneliti Selanjutnya
(0,000)<α (0.05). Diharapkan untuk peneliti selanjutnya dapat
meneliti tingkat kecemasan pasien pre operasi
menggunakan perbandingan antara terapi
SARAN relaksasi nafas dalam dengan terapi yang
lainnya seperti distraksi, akupuntur, murotal
a. Tempat Penelitian dan lain-lain.
1) Diharapkan RSUD Jendral Ahmad Yani
Metro lebih meningkatkan kualitas

DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2009. Tehnik Prosedural Keperawatan: Penurunan Kecemasan pada Pasien Pre
Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Operasi Bedah Mayor Abdomen di RSUD
Klien. Jakarta: Salemba Medika. Tugurejo Semarang. Karya Ilmiah S. 1
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, S. J. Ilmu Keperawatan.
2010. Buku Ajar Fundamental Rafsanjani, H. 2015. Pengaruh Terapi Relaksasi
Keperawatan: Konsep, Proses, & Praktik, terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Pre
Ed.7, Vol.1&2. Jakarta: EGC. Operasi di Ruang Bedah RSUD Dr. H.
Kusumawati, F., & Hartono, Y. 2011. Buku Ajar Abdul Moeloek Provinsi Lampung.
Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. 2002. Buku Ajar
Medika. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Muttaqin, A., & Sari, K. 2009. Asuhan Suddarth. Edisi 8. Vol. 1. Jakarta: EGC.
Keperawatan Perioperatif Konsep, Proses, Stuart, G. W. 2006. Buku Saku Keperawatan
dan Aplikasi. Jakarta: EGC. Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.
Notoatmodjo, S. 2010. Promosi Kesehatan Teori Sudarsih, W. 2012. Perbedaan Tingkat
& Aplikasi Edisi Revisi 2010. Jakarta: Kecemasan Pasien Pre Operasi
Rineka Cipta. Appendisitis Sebelum dan Sesudah
Puspita, N. A., Armiyati, Y., & Arif, S. 2014. Diberikan Teknik Relaksasi Nafas Dalam
Efektifitas Waktu Penerapan Teknik di Ruang Perawatan Rumah Sakit Imanuel
Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Bandar Lampung.

Anda mungkin juga menyukai