N DENGAN
APPENDECITIS DI RUANGAN MAMMINASA BAJI DI RSUD
LABUANG BAJI MAKASSAR
OLEH :
NIM : D.22.10.009
OLEH :
NIM : D.22.10.009
a. Abses
Abses merupakan peradangan apendiks yang berisi pus. Teraba
massa lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini
mulamula berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang
mengandung pus. Hal ini terjadi apabila appendisitis gangren atau
mikroperforasi ditutupi oleh omentum. Operasi appendektomi untuk
kondisi abses apendiks dapat dilakukan secara dini (appendektomi
dini) maupun tertunda (appendektomi interval). Appendektomi dini
merupakan appendektomi yang dilakukan segera atau beberapa hari
setelah kedatangan klien di rumah sakit. Sedangkan appendektomi
interval merupakan appendektomi yang dilakukan setelah terapi
konservatif awal, berupa pemberian antibiotika intravena selama
beberapa minggu.
b. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya apendiks yang berisi pus sehingga
bakteri menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12
jam pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24
jam.Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan
gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas
lebih dari 38,5° C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan
leukositosis terutama Polymorphonuclear (PMN). Perforasi baik
berupa perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan
terjadinya peritonitis. Perforasi memerlukan pertolongan medis
segera untuk membatasi pergerakan lebih lanjut atau kebocoran dari
isi lambung ke rongga perut. Mengatasi peritonitis dapat dilakukan
oprasi untuk memperbaiki perforasi, mengatasi sumber infeksi, atau
dalam beberapa kasus mengangkat bagian dari organ yang
terpengaruh .
c. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum. Bila infeksi
tersebar luas pada permukaan peritoneum dapat menyebabkan
timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai
timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan
elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan
oliguria. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat,
muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis. Penderita
peritonitis akan disarankan untuk menjalani rawat inap di rumah
sakit. Beberapa penanganan bagi penderita peritonitis adalah :
1) Pemberian obat-obatan. Penderita akan diberikan antibiotik
suntik atau obat antijamur bila dicurigai penyebabnya adalah
infeksi jamur, untuk mengobati serta mencegah infeksi
menyebar ke seluruh tubuh. Jangka waktu pengobatan akan
disesuaikan dengan tingkat keparahan yang dialami klien.
2) Pembedahan. Tindakan pembedahan dilakukan untuk
membuang jaringan yang terinfeksi atau menutup
g. Pemeriksaan diagnostic
1) Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive
protein (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah
leukosit antara 10.000-18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil
diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang
meningkat. CRP adalah salah satu komponen protein fase akut
yang akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses inflamasi,
dapat dilihat melalui proses elektroforesis serum protein. Angka
sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan 90%.
2) Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed
Tomography Scanning(CT-scan). Pada pemeriksaan USG
ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi
pada appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan
bagian yang menyilang dengan fekalith dan perluasan dari
appendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran
sekum. Tingkat akurasi USG 90-94% dengan angka sensitivitas
dan spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CT-Scan
mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan
spesifisitas yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-97%.
3) Analisa
urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan
infeksi saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
4) Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu
mendiagnosa peradangan hati, kandung empedu, dan pankreas.
5) Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk
memeriksa adanya kemungkinan kehamilan.
6) Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum.
Pemeriksaan Barium enema dan Colonoscopy merupakan
pemeriksaan awal untuk kemungkinan karsinoma colon.
7) Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti
Apendisitis, tetapi mempunyai arti penting dalam membedakan
Apendisitis dengan obstruksi usus halus atau batu ureter kanan.
h. Penatalaksanaan
Menurut (Wijaya & Putri, 2013) penatalaksanaan medis pada
appendisitis meliputi :
a. Sebelum operasi
1) Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala
appendisitis seringkali belum jelas, dalam keadaan ini observasi
ketat
perlu dilaksanakan. Klien diminta melakukan tirah baring dan
dipuasakan.
Pemeriksaan abdomen dan rektal serta pemeriksaan darah
(leukosit dan hitung jenis) diulang secara periodik, foto abdomen
dan
toraks tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit
lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan
lokalisasi
nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya
keluhan.
2) Antibiotik
Antibiotik diberikan untuk mencegah terjadinya infeksidan
abses intra abdominal luka operasi pada klien
apendiktomi.Antibiotik
diberikan sebelum, saat, hingga 24 jam pasca operasi dan melalui
cara
pemberian intravena (IV) (Sulikhah, 2014).
b. Operasi
Tindakan operasi yang dapat dilakukan adalah apendiktomi.
Apendiktomi adalah suatu tindakan pembedahan dengan cara
membuang apendiks (Wiwik Sofiah, 2017). Indikasi dilakukannya
operasi apendiktomi yaitu bila diagnosa appendisitis telah
ditegakkan
berdasarkan gejala klinis. Pada keadaan yang meragukan
diperlukan pemeriksan penunjang USG atau CT scan. Apendiktomi
dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal dengan insisi
pada abdomen bawah. Anastesi diberikan untuk memblokir sensasi
rasa sakit. Efek dari anastesi yang sering terjadi pada klien post
operasi adalah termanipulasinya organ abdomen sehingga terjadi
distensi abdomen dan menurunnya peristaltik usus. Hal ini
mengakibatkan belum munculnya peristaltik usus (Mulya, 2015).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Kiik, 2018) dalam
4 jam pasca operasi klien sudah boleh melakukan mobilisasi
bertahap, dan dalam 8 jam pertama setelah perlakuan mobilisasi
dini pada klien pasca operasi abdomen terdapat peningkatan
peristaltik ususbahkan peristaltik usus dapat kembali normal.
Kembalinya fungsi peristaltic usus akan memungkinkan pemberian
diet, membantu pemenuhan kebutuhan eliminasi serta mempercepat
proses penyembuhan.
Operasi apendiktomi dapat dilakukan dengan 2 teknik, yaitu
operasi apendiktomi terbuka dan laparaskopi apendiktomi.
Apendiktomi terbuka dilakukan dengan cara membuat sebuah
sayatan dengan panjang sekitar 2 – 4 inci pada kuadran kanan
bawah abdomen dan apendiks dipotong melalui lapisan lemak dan
otot apendiks. Kemudian apendiks diangkat atau dipisahkan dari
usus (Dewi, 2015).
Sedangkan pada laparaskopi apendiktomi dilakukan dengan
membuat 3 sayatan kecil di perut sebagai akses, lubang pertama
dibuah dibawah pusar, fungsinya untuk memasukkan kamera super
mini yang terhubung ke monitor ke dalam tubuh, melalui lubang ini
pula sumber cahaya dimasukkan. Sementara dua lubang lain di
posisikan sebagai jalan masuk peralatan bedah seperti penjepit atau
gunting. Ahli bedah mengamati organ abdominal secara visual dan
mengidentifikasi apendiks. Apendiks dipisahkan dari semua
jaringan yang melekat, kemudian apendiks diangkat dan
dikeluarkan melalui salah satu sayatan (Hidayatullah, 2014).
Jika apendiks mengalami perforasi bebas, maka abdomen dicuci
dengan garam fisiologis dan antibiotika.Tindakan pembedahan
dapat menimbulkan luka insisi sehingga pada klien post operatif
apendiktomi dapat terjadi resiko infeksi luka operasi.
c. Pasca operasi
Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya
perdarahan di dalam, syok, hipertermia atau gangguan pernapasan.
Klien dibaringkan dalam posisi terlentang. Klien dikatakan baik bila
dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Puasa diteruskan sampai
fungsi usus kembali normal
2. Konseb asuhan keperawatan
a. Pengkajian keperawatan
1) WawancaraDapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya
mengenai:
a) Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar
epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan
Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian
setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam
beberapa waktu lalu.Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-
menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama.
Keluhan yang menyertai biasanya klien mengeluh rasa mual dan
muntah, panas.
b) Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan
masalah. kesehatan klien sekarang.
c) Diet,kebiasaan makan makanan rendah serat.
d) Kebiasaan eliminasi.
2) Pemeriksaan Fisik
a) Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit
ringan/sedang/berat.
b) Sirkulasi : Takikardia.
c) Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
d) Aktivitas/istirahat : Malaise.
e) Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
f) Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan
atau tidak ada bising usus.
g) Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan
umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc.
Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas
dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi
kaki kanan/posisi duduk tegak.
h) Demam lebih dari 38oC.
i) Data psikologis klien nampak gelisah.
j) Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
k) Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan
penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
b. Diagnosis keperawata
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik(Prosedur
oprasi).
2) Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (Infeksi pada
appendicitis).
3) Risiko Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan
secara aktif (muntah).
4) Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi
5) Resiko Infeksi ditandai dengan efek prosedur infasive
c. Intervensi
d. Implementasi
Merupakan tahap dimana rencana keperawatan dilaksanakan sesuai
dengan intervensi. Tujuan dari implementasi adalah membantu klien
dalam mencapai peningkatan kesehatan baik yang dilakukan secara
mandiri maupun kolaborasi dan rujukan
e. Evaluasi
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf
keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan
kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan
ditetapkan
f. Pathway
DAFTAR PUSTAKA
Bickley Lynn S & Szilagyi Peter G. (2018). Buku Saku Pemeriksaan Fisik &
Riwayat Kesehatan (p. 49). p. 49.
Cipto Mangunkusumo.
goleman, daniel; boyatzis, Richard; Mckee, A. (2019). Kebiasaan
Konsumsi
Makanan Cepat Saji Pada Siswa Kelas Viii Smp Negeri 1 Yogyakarta.
Journal
of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004