Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Era teknologi informasi dan globalisasi saat ini membawa banyak
perubahan dalam kehidupan masyarakat, antara lain adalah perubahan gaya
hidup terutama pada pola makan (Stang dalam Novita, 2017).
Pergeseran pola konsumsi pada masyarakat dipengaruhi oleh
perkembangan jumlah dan jenis makanan. Masyarakat dengan kesibukan
bekerja atau berkegiatan yang dilakukan setiap hari meyebabkan mereka tidak
memiliki banyak waktu untuk memasak makanan sendiri. Hal tersebut
menyebabkan masyarakat banyak yang beralih mengkonsumsi makanan cepat
saji. Makanan cepat saji menjadi pilihan karena menurut sebagian masyarakat
dengan harga yang cukup terjangkau serta pengolahan yang praktis mereka
sudah dapat menikmati makanan yang lezat rasanya (goleman, And Others ,
2019) .
Junk food yang dikonsumsi secara berlebihan dapat menimbulkan
berbagai gangguan kesehatan, seperti obesitas (kegemukan), diabetes (kencing
manis), hipertensi (tekanan darah tinggi), aterosklerosis (pengerasan pembuluh
darah), penyakit jantung koroner, usus buntu (appendisitis) stroke, kanker dan
lain-lain (Ariska &Ali, 2019).
Appendisitis merupakan penyakit yang menjadi perhatian oleh karena
angka kejadian appendisitis tinggi di setiap negara. Resiko perkembangan
appendisitis bisa seumur hidup sehingga memerlukan tindakan pembedahan.
Apendisitis atau biasa dikenal masyarakat dengan usus buntu merupakan
kasus gawat bedah abdomen yang paling sering terjadi. Apendisitis adalah
salah satu penyakit saluran pencernaan yang paling umum ditemukan dan
paling sering memberikan keluhan abdomen akut (Black & Hawks, 2014).
Apendisitis merupakan suatu penyakit yang banyak diderita oleh
masyarakat Indonesia saat ini. Apendisitis adalah salah satu penyebab nyeri
abdomen akut yang paling sering ditemukan dan membutuhkan pembedahan

1
2

dengan segera. Apabila apendisitis tidak ditangani dengan baik, maka akan
menyebabkan pecahnya usus buntu (Andika, et al., 2019).
Apendisitis atau infeksi apendik adalah penyakit yang jarang mereda
dengan cepat, tetapi penyakit ini tidak dapat diramalkan dan mempunyai
kecenderungan menjadi progresif dan mengalami perforasi. Karena perforasi
jarang terjadi dalam 8 jam pertama observasi aman untuk dilakukan dalam
masa tersebut. Tanda-tanda terjadinya perforasi meliputi meningkatnya nyeri,
spasme otot dinding perut kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis
umum atau abses yang terlokalisasi, ileus, demam, malaise, dan leukositosis
semakin jelas. Bila perforasi dengan peritonitis umum dan pembentukan
abses telah terjadi sejak pasien pertama kali datang, diagnosis dapat
ditegakkan dengan pasti (Mansjoer, 2012) dalam (Irsan, 2018).
Apendisitis bisa terjadi pada semua usia namun jarang terjadi pada
usia dewasa akhir dan anak dibawah usia lima tahun. Kejadian apendisitis ini
meningkat pada usia remaja dan dewasa. Usia 20 sampai dengan 30 tahun
bisa dikategorikan sebagai usia produktif, dimana orang yang berada pada
usia tersebut melakukan banyak sekali kegiatan. Hal ini menyebabkan orang
tersebut mengabaikan nutisi makanan yang dikonsumsinya. Akibatnya terjadi
kesulitan buang air besar yang akan menyebabkan peningkatan tekanan pada
rongga usus dan pada akhirnya menyebabkan sumbatan pada saluran
apendik.(Adhar, Lusia, & Andi, 2017).
Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2014 menunjukan
7% penduduk di Negara Barat menderita apendisitis dan terdapat lebih dari
200.000 apendiktomi dilakukan di Amerika Serikat setiap tahunnya. Badan
World Health Organization (WHO) menyebutkan insiden apendisitis di Asia
dan Afrika pada Tahun 2014 adalah 4,8% dan 2,6% penduduk dari total
populasi. Di Indonesia insiden apendisitis cukup tinggi, terlihat dengan
adanya peningkatan jumlah pasien dari tahun ke tahun. Berdasarkan data
yang diperoleh dari Depkes RI Tahun 2016, kasus apendisitis sebanyak
65.755 orang dan pada tahun 2017 jumlah pasien apendiksitis sebanyak
75.601 orang. Berdasarkan data yang diperoleh dari RSUD Dr. H. Abdul
Moeloek Provinsi Lampung pada bulan Januari sampai Desember 2018
3

pasien yang mengalami apendisitis yang dilakukan operasi yaitu 34 orang (S


Merizka, 2019). Bedasarkan data 10 penyakit terbesar di Ruang Bedah
Umum dan Urologi RSUD Jend. Ahmad Yani Metro Tahun 2020 apendisitis
menempati urutan ke 3 yaitu sebanyak 90 orang.
Tingginya prevalensi apendisitis disebabkan oleh kurangnya konsumsi
makanan berserat pada diet harian dan lebih memilih makanan siap saji.
Adanya riwayat konstipasi dapat menaikan tekanan intrasekal yang akan
berakibat pada timbulnya sumbatan fungsional apendik dan meningkatnya
pertumbuhan flora normal kolon. Sedangkan kebiasaan mengkonsumsi
makanan rendah serat dapat menyulitkan defekasi dan menyebabkan fekalit
yang dapat menyebabkan obstruksi lumen sehingga memiliki resiko
apendisitis yang lebih tinggi. (Black & Hawks, 2014).
Tindakan untuk mengatasi individu yang mengalami apendisitis
adalah dengan pembedahan. Pembedahan apendiktomi merupakan tindakan
pembedahan untuk mengangkat apendiks bila diagnose apendisitis telah
ditegakkan. Hal ini harus dilakukan untuk menutunkan resiko perforasi
(Lusianah & Suratun, 2010). Tindakan operasi pada pasien apendisitis banyak
menimbulkan dampak biopsikososial spiritual, salah satunya kecemasan.
Respon pasien yang cemas ditunjukan melalui ekspresimarah, bingung, apatis
atau mengajukan pertanyaan (Soewito, 2017). Kecemasan biasanya
berhubungan dengan segala macam prosedur pembedahan dan tindakan
operasi (Nugraheni dkk, 2016)
Peran perawat dalam mengatasi masalah pada pasien dengan
apendisitis yaitu memberikan perawatan yang sesuai dengan kondisi klien,
perawat juga mempunyai peran sebagai pendidik dalam memberikan
pendidikan kesehatatan agar dapat meningkatkan pegetahuan pasien dan
keluarga mengenai penyakit apendisitis, perawat memberikan perlindungan
dalam mendapatkan pelayanan kesehatan (Perry dan Potter 2009).
Manifestasi klinik yang ditimbulkan dari appendicitis adalah
adanya nyeri di area abdomen, pada apendic perforasi bahkan ditemukan
nyeri hebat, sehingga diperlukan asuhan keperawatan dari seorang perawat
untuk memberikan intervensi kepada pasien untuk mengurangi nyeri
4

menggunakan teknik teknik non farmakologi sebelum dilakukan


pembedahan. Penatalaksanaan appendicitis yang banyak dilakukan adalah
pembedahan dimana efek yang ditimbulkan adalah tumbulnya nyeri post
operasi dan adanya luka pembedahan. Hal tersebut membutuhkan peran
perawat sebagai educator klien dan keluarga untuk mencegah terjadi nya
infeksi pada luka post operasi dan tindakan untuk manajemen nyeri yang
dapat dilakukan di rumah sakit ataupun setelah pasien dibawa pulang.
Pasien adalah seorang anak berusia 13 tahun, pasien yang suka
mengkonsumsi makanan instan terus menerus yang memungkinkan menjadi
factor predisposisi terjadinya peradangan atau apendisitis, dan tidak menutup
kemungkinan terjadi pada remaja remaja lain yang lebih tertari pada makanan
instan, junk food terutama mie instan yang digemari remaja remaja kita
padamasa sekarang ini. Jika terjadi apendisitis dan dilaksanakan operasi
laparatomy, maka remaja ini akan mengalami gangguan body image, dimana
terdapat lukapost operasi di abdomennya, sedangkan pasien adalah remaja
putrid yang suatu saat nanti akan menikah sehingga dapat menggurangi
kepercayaan diri pasien. Sebagai seorang perawat, khususnya
padakeperwatan komunitas tentunya memiliki tugas untuk memberikan
edukasi kepada remaja remaja kita agar lebih memperhatikan kesehatannya
sedari dini, karena remaja adalah generasi penerus bangsa, hendaknya dapat
menjaga kesehatannya agar terwujud Indonesia Sehat yang dimotori oleh
remaja yang sehat.
Berdasarkan data di atas maka penulis tertarik untuk melakukan telaah
lebih tentang Asuhan Keperawatan Perioperatif Pada Pasien Apendisitis
dengan Tindakan Operasi Laparatomy di RSUD Jend. Ahmad Yani Metro
Lampung Tahun 2021.

B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah asuhan keperawatan perioperatif pada pasien apendisitis
dengan tindakan operasi laparatomi di RSUD Jend. Ahmad Yani Metro
Lampung tahun 2021.
5

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Melaksanakan asuhan keperawatan perioperatif pada pasien apendisitis
dengan tindakan operasi Laparatomy di Ruang Operasi Rumah Sakit
Umum Daerah Ahmad Yani Metro Lampung Tahun 2021.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan asuhan keperawatan pre operatif pada pasien dengan
apendisitis dengan tindakan Laparatomy di ruang operasi RSUD
Ahmad Yani Metro.
b. Melakukan asuhan keperawatan intra operatif pada pasien dengan
apendisitis dengan tindakan Lapartomy di ruang operasi RSUD
Ahmad Yani Metro.
c. Melakukan asuhan keperawatan post operatif pada pasien dengan
apendisitis dengan tindakan Laparatomy di ruang operasi RSUD
Ahmad Yani Metro.
D. Manfaat
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian Asuhan Keperawatan Periopeartif Pada Pasien
Apendisitis dengan tindakan operasi laparatomy di Rumah Sakit Ahmad
Yani Metro yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
pengembangan ilmu keperawatan.

2. Manfaat praktis
a. Bagi perawat
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, wawasan,
dan sebagai bahan untuk menerapkan ilmu keperawatan, khusunya
pada keperawatan perioperatif. Untuk meningkatkan peran perawat
di ruang operasi dimana perawat sebagai pemberi asuhan mulai dari
pre opearsi perawat dapat memberikan tindakan untuk mengurangi
nyeri pasien dan memberikan rasa nyaman pada pasien yang
mengalami ansietas dikarenakan akan dilakukan tindakan
pembedahan pada intra operasi perawat dapat bekerjasama dengan
6

tim di ruang operasi sebagai asisten operator, perawat instrument dan


perawat sirkuler dan pada post operasi perawat mengobservasi
pasien sebelum dapat dipundahkan ke ruang perawatan atau ruang
ICU perawat dapat memberikan tindakan untuk pencegahan
terjadinya resiko hipotermi taupun resiko cedera karena pasien masih
dalam pengaruh anastesi.
b. Bagi rumah sakit
Penelitian ini dapat bermanfaat sabagai bahan edukasi dalam
perawatan pasian apendisitis dengan tindakan operasi Laparatomy di
RSUD Ahmad Yani Metro Lampung Tahun 2021

c. Bagi institut pendidikan


Sebagai bahan masukan dan informasi terbaru mengenai asuhan
keperawatan perioperatif pada pasien khususnya pada kasus
apendisitis dengan tindakan Laparatomy.

E. Ruang Lingkup
Dalam penulisan laporan tugas akhir ini penulis membahas mengenai
asuhan keperawatan perioperatif pada pasien apendisitis dengan tindakan
Laparatomy di Ruang Operasi RSUD Jend. Ahmad Yani Metro Lampung
Tahun 2021. Dalam penyususnan tugas akhir ini penulis membatasi ruang
lingkup asuhan keperawatan perioperatif yang berfokus pada kasus
apendisitis dengan tindakan Laparatomy dengan subjek 1 (satu) sampel
pasien. Asuhan keperawatan ini dilakukan pada bulan Maret 2021 pada
subjek yaitu pasien yang mengalami masalah apendisitis. Asuhan
keperawatam meliputi pre operatif, intra operatif dan post operatif.

Anda mungkin juga menyukai