TUGAS AKHIR
MUSTOPA
0433131440117058
A. Latar Belakang
Apendisitis yaitu proses peradangan akut maupun kronis yang terjadi pada
apendiks vemiformis oleh karena adanya sumbatan yang terjadi pada lumen
hyperplasia (pembesaran) jaringan limfoid, erosi mukosa, oleh cacing askaris dan
E.histolytica, parasite, benda asing, dalam tubuh, kanker primer dan striktur.
Apendisitis bisa terjadi pada semua usia namun jarang terjadi pada usia dewasa
akhir dan balita, kejadian apendisitis ini meningkat pada usia remaja dan dewasa,
usia 20-30 tahun bisa dikategorikan sebagai usia produktif, dimana orang yang
berada pada usia tersebut melakukan banyak sekali kegiatan. Hal ini menyebabkan
terjadi kesulitan buang air besar yang akan menyebabkan peningkatan tekanan
pada rongga usus dan akhirnya menyebabkan sumbatan pada saluran apendiks
cairan inflamasi dan bakteri masuk kedalam rongga abdomen, lalu memberikan
pembedahan tidak lain adalah penanganan medis yang dilakukan secara invasive
atau mendiagnosa dan dan atau mengobati penyakit, injuri, hingga deformitas
(Juliansyah, 2018). Sekitar 28,5 juta jiwa penduduk dunia mengalami apendisistis.
sering dilakukan, dengan juklah penderita ada tahun 2015 sebanyak 734.138
orang dan meningkat pada tahun 2016 menjadi 739.177. Jumlah penderita
Di Amerika Serikat kasus appendisitis meliputi 11 per 10.000 populasi per tahun,
dan angka kejadian ini tidak begitu berbeda di negara berkembang. Laki- laki lebih
berisiko terkena apendisitis dibanding wanita dengan rasio 1,4 : 1. Risiko terjadi
angka kekambuhan pada laki-laki 8,6% dan perempuan 6,7% (Sarosi, 2016).
Meskipun apendisitis jarang terjadi pada bayi, namun insidensi apendisitis terus
meningkat dengan pasti selama masa kanak-kanak dan mencapai puncaknya pada
usia 15-25 tahun pada pria dan wanita (Sifri & Madoff, 2015).
keempat terbanyak pada 2006. Data yang dirilis oleh departemen kesehatan RI
orang (Eyln, 2016 dalam; Sulung, 2017). Kasus apendisitis pada tahun 2016
sebanyak 65.755 orang dan pada tahun 2017 jumlah pasien apendisitis sebanyak
Kesehatan RI pada tahun 2009 sebesar 596.132 orang dengan persentase 3.36%
dan meningkat pada tahun 2010 menjadi 621.435 orang dengan persentase 3.53%.
rawat inap rumah sakit pada tahun 2009 dan 2010. (Prasetyo Andi, 2017). Insiden
meningkat 1-2 kasus per 10.000 anak sampai umur 4 tahun dan 25 kasus per
mencatat bahwa kasus apendisitis pada usia 5-14 tahun terdapat 1.148 kasus, dan
kasus baru apendisitis pada usia 15-44 tahun terdapat 6.018 kasus. (Maudinaa Isye,
2019). Daerah Karawang sendiri terhitung mulai bulan Januari sampai bulan april
2017 terhitung pasien yang mengalami apendiksitis sebanyak 113 orang, 98 orang
dunia.
serius seperti perforasi apendiks yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau
abses. Peradangan pada apendiks yang berbahaya jika tidak ditangani dengan
segera dimana terjadi infeksi berat yang bisa menyebabkan pecahnya lumen usus
(Williams & Wilkins, 2011 dalam; Ummami Vanesa Indri, 2014). Apendisitis bila
tidak ditangani memiliki potensi untuk terjadinya komplikasi parah jika tidak
segera diobati, seperti perforasi atau sepsis dan bahkan menyebabkan kematian.
Dalam hal ini perlu dilakukan tindakan bedah sebagai terapi apendisitis.
Komplikasi yang sering terjadi setelah dilakukan laparatomi yaitu infeksi pasca
bedah, abses intra abdomen, peritonitis umum dan komplikasi pasca operasi
Berdasarkan Rekam Medik RSUD Karawang 2018, pada tahun 2016 terdapat 91
kasus pasien post operasi laparatomi, tahun 2017 terdapat 78 kasus pasien post
operasi operasi laparatomi, sedangkan pada tahun 2018 dari bulan januari sampai
dengan juni terdapat 34 kasus pasien post operasi operasi laparatomi,. Dari data
tersebut telah menjadi penurunan tetapi kasus post operasi laparatomi, masih
terbilang besar.
Berdasarkan data rekam medik RSUD Karawang, terdapat kasus insiden abdomen
pain yang dilaporkan berkisaran 5 – 10%, penyebab tersering yang muncul pada
abdomen pain antara lain koliek bilier, kolisititis, apendisitis, obstruksi usus dan
lain-lain. Dengan berbagai penyabab sampai mencapai 405 kasus di tahun 2012
apendisitis karena pada tahun 2018 masyarakat Karawang mengatur pola hidup
yang teratur hal ini dipengaruhi oleh gaya hidup yang mengkonsumsi makanan
yang berserat, menjaga kebersihan diri sehingga parasite tidak masuk kedalam
lapisan usus buntu. Jadi dari semua data apendisitis yang mengalami penurunan di
tahun 2018 penulis tertarik untuk mengambil kasus apendisitis untuk mengkaji
lebih dalam lagi terkait dengan penyakit apendisitis dan mengedukasi tentang
penyakit apendisitis dan dapat mengontrol agar angka kejadian tentang apendisitis
advokat, dan pengganti orang tua. Hubungan perawat-klien terpeutik adalah proses
interaktif satu ke-satu antara klien dan perawat yang diarahkan memperbaiki
berbeda dari hubungan sosial karena mereka sengaja direncanakan, focus pada
masalah klien dan komunikasi yang diterima oleh klien. Perawat dengan sengaja
yang ada sebelum berinteraksi dengan klien. Perawat berfungsi dalam berbagai
Berdasarkan data diatas penulis tertarik untuk membuat Tugas Akhir yang
berjudul
“ Asuhan Keperawatan Pada Pasien Tn. A Post Operasi Laparatomi Atas Indikasi
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
penulis dapat :
menilai keadaan pasien secara menyeluruh pada Tn. A 44 tahun dengan post
operasi laparatomi.
C. Metode Telaah
Metode penulisan Tugas Akhir yang digunakan dalam studi kasus ini yaitu melalui
pendekatan studi deskripsi tipe studi kasus, teknik pengumpulan data yang
digunakan adalah :
1. Wawancara
Melakukan Tanya jawab baik dari Tn. A, keluarga dan perawat ruangan serta
2. Observasi
Tn. A
3. Studi Kepustakaan
yang diteliti.
4. Partisipasi Aktif
BAB I PENDAHULUAN
penulisan.
BAB IV PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Laparatomi
1. Pengertian Laparatomi
pada uterus, operasi pada tuba fallopi dan operasi pada ovarium, ada empat
a. Midline incision
b. Paramedium
2. Penyebab
enzim proteotik. Zat tersebut merangsang nyeri dan membuat kekuatan otot.
terlibat dalam trasmisi dan persepsi nyeri disebut sebagai sistem nosiseptif,
sehingga terjadi lah nyeri akut. Selain itu sinyal nyeri dari daerah yang terluka
cord (daerah pada spinal yang menerima sinyal dari seluruh tubuh). Pesan
3. Indikasi
Indikasi untuk dilakukan laparatomi adalah jika terjadi trauma abdomen (baik
(Internal Blooding), adanya sumbatan pada usus besar, besar dan adanya masa
39,0% dengan angka mortalitas 75,6%, iskemia usus 24,4% dengan angka
mortalitas 80,5%, Trauma abdomen 23,5% serta obstruksi usus 15,7% dan
a. Stitch Abscess
Stitch Abscess biasanya muncul biasanya muncul pada hari ke-10 pasca
operasi atau bisa juga sebelumnya, sebelum jahitan insisi tersebut diangkat.
Abses ini dapat superfisial atau lebih dalam, jika dalam ia dapat berupa
masa yang teraba dibawah luka dan terasa nyeri jika diraba.
Infeksi luka operasi biasanya jahitan akan terkubur didalam kulit sebagai
hasil dari edema dan proses inflamasi sekitarnya. Infeksi luka sering
dan malaise.
c. Gas Gangrene
Berupa rasa yang sangat nyeri pada luka operasi, biasanya 12 jam sampai
d. Keloid Scar
untuk mengalami hal ini lebih dari orang lain. Abdominal Wound
Disruption and Evisceration dapat partial antara 0% sampai 3% dan
biasanya lebih umum terjadi pada pasien lebih dari usia 60 tahun, jika
5. Penatalaksanaan
a. Pemberian antibiotik
b. Terapi cairan
c. Perawatan balutan
hanya dalam satu sampai dua jam dan penyembuhan dilakukan dirumah.
Untuk pasien yang dirawat dirumah sakit, pemulihan terjadi selama beberapa
jam dan penyembuhan berlangsung selama satu hari atau lebih, tergantung
pada luasnya pembedahan dan respon pasien (Ahmad Alvin Dictara, 2018).
7. Komplikasi Laparatomi
Komplikasi yang biasa terjadi pada klien post laparatomi diantaranya, Infeksi
B. Konsep Apendisitis
1. Pengertian Apendisitis
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai
parah, usus buntu itu bisa pecah, dalam mengatasi masalah ini perlu dilakukan
sebesar pensil dengan panjang 2-6 inci. Lokasi apendiks pada daerah liliaka
titik Mc burney. Apendisitis penyakit bedah mayor yang paling sering terjadi,
walaupun apendisitis dapat terjadi setiap usia, namun paling sering pada orang
pada apendiks vemiformis oleh karena adanya sumbatan yang terjadi pada
lumen apendiks, apendisitis penyakit yang menjadi perhatian oleh karena
buntu, usus buntu merupakan organ yang memiliki bentuk memenjang dengan
panjang sekitar 6 – 9 cm yang terletak pada pangkal usus besar (Zulfa, 2020).
2. Penyebab apendisitis
peningkatan tekanan, pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang
ditandai oleh nyeri bagian ulu hati. Bila sekresi mucus berlanjut, tekanan akan
yang timbul meluas dan menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah, maka
kemudian aliran darah arteri terganggu akan terjadi kerusakan dinding, bila
dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
(Librianty, 2015).
Pola makan yang kurang sehat juga menyebabkan apendisitis, selain itu bahan
makanan yang dikonsumsi dan cara pengolahan serta waktu makan yang tidak
teratur sehingga hal ini dapat menyebabkan apendisitis. Kebiasaan pola makan
Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah obstruksi lumen oleh
feses yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa
darurat (Smaltzer, 2001 dalam; Lubis, 2019). Infeksi pada apendisitis terjadi
karena sumbatan lumen oleh fekalit (batu feses), hyperplasia jaringan limpoid
dan cacing usus. Apendisitis peradangan pada apendiks yang berbahaya dan
jika tidak ditangani segera akan terjadi infeksi berat yang bisa menyebabkan
limpoid, fekalit (feses yang menumpuk pada lumen apendiks), tumor apediks
dan cacing askaris juga dapat menyebabkan sumbatan. Peyebab lain yang
memiliki potensi teradinya komplikasi parah dalam hal ini perlu dilakukan
tindakan bedah yang sebagai terapi apendisitis yang disebut juga laparatomi.
Bila diagnosis klinis sudah jelas, maka tindakan yang paling tepat adalah
3. Manifestasi Klinis
ºC, distensi abdomen, dehidrasi dan asidosis, diare dan peristaltic menurun,
nyeri yang meluas ke abdomen bawah atau seluruh abdomen dan leukositosis.
Perforasi pada apendisitis terjadi dalam 24 jam hingga 48 jam pasca inflamasi
akut (Putra, 2015). Gejala yang pertama kali dirasakan pada pasien adalah
menyebar ke kuadran kanan dibawah abdomen. Selain itu, mual muntah sering
terjadi beberapa jam setelah muncul nyeri, yang berakibat pada penurunan
ringan juga sering terjadi berdasarkan gejala klinis (Cathleya Fransisca I. M.,
2019)
4. Klasifikasi
a. Apendisitis akut
c. Apendisitis phegmentosa
d. Apendisitis kronis
5. Patofisiologi
hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, struktur karena fibrosis akibat
edema, diapedesis bekteri dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi
apendisitis akut lokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Bila sekresi mucus
yang terus berlanjut dan tekanan akan terus meningkat hal ini akan
arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan
yang telah rapuh itu pecah akan terjadi apendisits perforasi. Bila semua proses
ini berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah
lebih panjang, maka dinding apendiks lebih tipis keadaan tersebut ditambah
perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada
Bakteri, makanan,
benda asing (masuk
kedalam tuubuh) Kenaikan suhu
Ansietas tubuh
Obstruksi lumen
Kurang terpaparnya apendiks Gangguan pada
informasi pusat control suhu
terhadap inflamasi
Infeksi inflamasi
Keterbatasan gerak lumen
Peradangan pada
jaringan
Apendisitis
Mual/muntah
Infark dinding
Merangsang
apendiks
Risiko mediator
Nausea
Hipovolemia
Gangren
Medulasi,prese
Anoreksia psi
Dinding
apendiks rapuh
Intake makanan Tranduksi,tran Peradangan
tidak adekuat smisi mengenai
peritonium perforasi
Dalam bentuk tanda dan gejala fisik, Apendisitis adalah suatu penyakit
jangka waktu yang bervariasi. Gejala awal apendisitis akut adalah nyeri dan
rasa tidak enak disekitar umbilikus. Gejala ini umumnya berlangsung lebih
dari satu atau dua hari. Dalam beberapa jam nyeri bergeser ke kuadran kanan
bawah dengan disertai oleh anoreksia, mual dan muntah. Dapat juga terjadi
nyeri tekan disekitar titik Mc Burney kemudian timbul plasma otot dan nyeri
tekan lepas. Apabila terjadi ruptur pada apendiks, tanda perforasi dapat berupa
Tanda dan gejala yang muncul akibat apendisitis yaitu adanya nyeri samar
samar dan tumpul didaerah epigastrium sekitar umbilikus, keluhan ini biasanya
disertai mual muntah dan hilangnya nafsu makan. Dalam beberapa jam nyeri
akan berpindah ke kanan bawah pada titik Mc Burney, serta tanda rovsing
dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri, yang secara
(Jamaludin, 2017)
7. Pemeriksaan Diagnosik
75%
terlokalisir.
d. Tanda rovsing (+) : dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri yang secra
8. Komplikasi
c. Abses subfrenikus
d. Obstuksi intestinal
9. Penatalaksanaan
1997)
d. Apendictomi
berlanjut.
Indikasi :
- Apendisitis
e. Laparatomi
Indikasi :
1) Apendiksitis
2) Secsio secarea
3) Peritonitis
4) Kanker kolon
5) Abses hepar
6) Ileus Obstruktif
1. Pengkajian
b. Sirkulasi : Tachikardi
c. Eliminasi
2) Diare (kadang-kadang)
3) Distensi abdomen
e. Kenyamanan
dan terlokalisasi pada itik Mc. Burney (Setengah jarak antara umbilikus dan
tulang ileum kanan), meningkat karena berjalan, bersin, batuk atau tarik
nafas dalam (Nyeri berhenti tiba-tiba diduga perforasi atau infark pada
apendiks).
Perilaku berhati-hati, berbaring kesamping atau terlentag dengan lutut
ekstensi kaki kanan atau posisi duduk. Nyeri lepas pada sisi kiri diduga
inflamasi peritoneal.
f. Keamanan : demam
g. Pernapasan
1) Tachipnea
2) Pernapasan dangkal
2. Diagnosa keperawatan
a. Post Operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi post operasi
laparatomi)
pembedahan)
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi post operasi
laparatomi)
1) Tujuan
dapat teratasi
2) Kriteria Hasil
3) Intervensi
intesitas nyeri
kesakitan
1) Tujuan
2) Kriteria Hasil
Klien tidak mual muntah lagi, nafsu makan baik dan akral teraba dingin
3) Intervensi
pembedahan)
1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah
2) Kriteria Hasil
3) Intervensi
c) Ganti balutan
1) Tujuan
2) Kriteria Hasil
3) Intervensi
kesehatan
dalam kesehatan
pasien
1) Tujuan
dapat teratasi
2) Kriteria Hasil
soal penyakitnya
3) Intervensi
penyakitnya
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
1. Identitas diri Pasien
Nama pasien dengan Tn. A umur 44 tahun berjenis kelamin laik-laki,
agama islam, pendidikan SMP, Sudah menikah, pekerjaan sebagai petani,
alamat Karang Linggar Teluk jambe, Kec Karawang barat, diagnosa medis
Post Operasi Laparatom, dirawat diruang Teluk jambe RSUD Karawang
tanggal 20 Maret 2019 jam 08.40 WIB, tanggal Operasi 23 Maret 2019,
tanggal pengkajian selasa 26 Maret 2019.
2. Riwayat keperawatan
a. Keluhan utama
Keluarga klien mengatakan pasien mengeluh nyeri pada daerah perut,
Pada saat melakukan pengkajian Post Operasi Laparatomi klien
terpasang drainase di perut sebelah kanan bawah. Klien mengeluh
nyeri dibagian perut bekas operasinya, skala nyeri 8, nyeri seperti
ditusuk-tusuk dan menjalar kebagian semua permukaan perut, klien
mengatakan lama pada saat nyeri kurang lebih 25 menit.
b. Pola Eliminasi
1) Dirumah
Saat dirumah klien BAB 1 sampai 2 kali sehari, berwarna kuning,
dengan bau khas.
2) Dirumah Sakit
Selama berada dirumah sakit keluarga klien mengatakan belum
pernah BAB, saat BAK klien melalui kateter, kosistensi berwarna
kuning jernih dan berbau khas.
c. Aktivitas
1) Dirumah
Klien mengatakan selama dirumah klien melakukan aktivitas
seperti biasa namun masih dibantu oleh anggota keluarganya.
2) Dirumah Sakit
Selama dirumah sakit klien mengatakan aktivitas sepenuhnya
dibantu oleh keluarga.
d. Istirahat tidur
1) Dirumah
Saat dirumah klien tidur selama 6-7 jam dalam sehari, tidur malam
mulai dari pukul 22.00 – 06.00 WIB, klien mengatakan jarang
sekali tidur di siang hari.
2) Dirumah Sakit
Selama berada dirumah sakit klien hanya tidur salama 3-4 jam
kadang klien terbangun, klien mengatakan tidak betah dan kualitas
tidur Tn. A tidak nyenyak.
e. Kebersihan Diri
1) Dirumah
5. Riwayat seksualitas
Klien adalah seorang suami dan seorang ayah, klien tinggal bareng dengan
istrinya dan ketiga anaknya (Dua anak laki-laki dan terakhir anak
perempuan).
6. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Keadaan umum tempak lemah, kesadaran composmetis, tekanan darah
140/70 mmHg, Suhu 36,7oc, nadi 90 x/menit, Respirasi 24 x/menit
2. Sistem Integument
Mukosa bibir kering, kulit sawo matang, CRT < 3 detik, kondisi kulit
yang terpasang infus baik, tidak ada lesi, badan terasa lengket, keadaan
rambut kotor, tekstur rambut baik.
3. Sistem Penglihatan
Posisi mata simestris, pupil dapat bereaksi terhadap cahaya miosis
(mengecil), warna iris hitam, ketika diberi rangsangan cahaya reaksi
pupil medriasis (melebar).
4. Sistem pendengaran
Bentuk telinga kanan dan kiri normal, tidak ada benjolan, tidak ada
lesi, tidak ada serumen, tidak ada cairan dalam telinga. Tidak ada nyeri
tekan dan fungsi pendengaran baik.
5. Sistem Pernafasan
Frekuensi nafas 24x/menit, kadaleman pernafasan dangkal. Suara
nafas vesikuler, tidak ada ronki, tidak ada batuk, tidak ada sputum dan
tidak ada suara whezzing, bentuk dada normal dan simestris antara
dada kanan dan kiri.
6. Sistem Pencernaan
Tampak adanya luka operasi dibawah umbilicus, luka operasi dengan
laparatomi. Luka operasi tampak basah, terpasang selang drainase dan
cairan berwarna kemerahan
7. Sistem Kardiovaskuler
Tekanan darah 110/80 mmHg, Nadi 85x/menit, irama regular, tidak
ada nyeri dada, tidak ada distensi vena jugularis, tidak ada oedema,
dan bunyi jantung tidak ada suara tambahan.
8. Sitem Persyarafan
Tingkat kesadaran Composmentis, tidak ada ditemukan tanda-tanda
TIK
9. Sisetem Muskuloskeletal
Pada pasien tidak ada kesulitan dalam pergerakan, tidak ada oedema di
kedua bagian kaki, tidak ada nyeri pada bagian tulang atau persendian,
kekuatan otot ekstermitas bawah bernilai 5 dan kekuatan otot
ekstermitas atas bernilai 5.
10. Sistem Reproduksi
Pasien terpasang folley cateter, roduksi urin normal 0,7 cc/kgBB, total
urin 24 jam 1200 cc warna kuning jernih
7. Pemeriksaan penunjang
Tabel 3.1 Hasil Laboratorium
8. Riwayat pengobatan
IUVD : RL 20 tetes per menit
Terapi :
Tabel 3.2 Terapi Medis
9. Analisa data
Tabel 3.3 Analisa Data
Analisa Data hasil pengkajian Tn. A dengan post operasi laparatomi
atas indikasi apendiksitis di ruang Teluk Jambe RSUD Karawang
No Data Masalah Penyebab
1. DS : Pasien mengatakan Nyeri akut
Tindakan pembedahan
sampai susah bergerak karena
(Laparatomi)
terasa tambah sakit
↓
P : Pasien Mengatakan daerah
Terputusnya kontinuitas
bekas operasinya terasa nyeri
jaringan
Q : Rasanya seperti ditusuk-
↓
tusuk
Pengeluaran zat-zat kimia
R : Dibagian perut bekas
↓
operasi (laparatomi)
Merangsang hipotalamus
S : Skala nyeri 6
↓
T : Nyerinya datang timbul
Stimulus korteks serebri
dan sampai berlangsung
↓
kurang lebih 25 menit
Rasa nyeri
DO : - Pasien tampak
kesakitan
- Skala nyeri 6
- Drainase masih
terpasang
- TD : 110/80 mmHg
- Nadi 85x/menit
- Suhu 36,7oc
2. DS : Pasien mengatakan nyeri Resiko Tindakan pembedahan
pada daerah luka operasi, Infeksi (Laparatomi)
pasien mengatakan luka masih ↓
basah, pasien mengatakan post Hilangnya fungsi kulit
operasi pertama sebagai proteksi
↓
DO : Luka masih basah Memungkinkan masuk
- Drainase masih mikroorganisme ke tubuh
terpasang ↓
- Leukosit 15,52 x Resiko infeksi
10ᶺ3/uL
- Suhu 36,7oc
3. DS : Pasien mengatakan tidak Kurang Jauh dari pelayanan
tahu soal penyakitnya, pasien pengetahua ↓
mengatakan selama sakitnya n Defisiensi pengetahuan
pasien tidak pernah berobat ↓
10. Diagnosa keperawatan
a. Prioritas Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinunitas jaringan
karena tindakan operasi
2) Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi
3) Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan informasi
4) Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna
makanan
5) Defisit perawatan diri (mandi) berhubungan dengan penurunan
motivasi atau minat.
08:45 3 Mus
3. Memberikan obat suntik
WIB
ceftriaxone 1gr
Respon: cefriaxon
disuntikan di IV
Memberikan obat suntik
ketorolac
Respon : cetolarac 30mg
disuntikan Iv atau bolus
09:15 4 4. Mengukur skala nyeri Mus
WIB Respon: skalan nyeri 6
14:00 5 Mus
5. Mengobservasi TTV
WIB Respon : TD 120/80, nadi
85x/menit
WIB
3. Mengganti balutan post
operasi
4 dan mengup drainage Mus
09:30
Respons : cairan sudah tidak
WIB
keluar
5 4. Memberikan obat Keterolac
10.15
Respons : Keterolac 30 mg
WIB
iv melalui bolus
5. Mengkaji skala nyeri klien
menggunakan PQRST
Respons : Skala nyeri 4
Memberikan sedikit
penjelasan tentang penyakit
13.30
yang klien alami.
WIB
Respons : Klien mengerti
apa yang perawat sampaikan
1. Mongobservasi tanda-tanda
vital
Respons : TD 130/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 36.5 º C
3 Kamis, 08.00 1 Hari ke-3 Post operasi Laparatomi Mus
28 Maret WIB 1. Observasi tanda-tanda vital
2019 Respons : TD 120/70 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Suhu : 36.7 ºC
08.45 2
2. Memberikan bolus suntik
WIB Ceftriaxon 1 Gram, IV bolus
3. Mengganti cairan infus
Respons : terpasangcairan
RL 20 tpm
09.30 3
4. Mengkaji skala nyeri pada
WIB
pasien
Respons : skala nyeri klien 4
5. Memberikan obat suntik
Keterolac 30 mg
Respons : Keterolac
diberikan lewat bolus atau
4 IV
13.30 6. Memberikan pendidikan
WIB kesehatan tentang Nutrisi,
mengajarkan klien untuk
jangan terlalu makan
makanan yang mengandung
tinggi serat, makan makanan
yang mengandung protein
dan kalori, klien tidak ada
pantangan untuk makanan
hewani, jika merasa nyeri
klien dianjurkan untuk
melakukan teknik relaksasi
Tarik nafas dalam agar nyeri
berkurang.
13. Evaluasi
Tabel 3.6
Evaluasi Tn. A Diagnosa Apendisitis Post Laparatomi di Ruang Teluk
Jambe Rumah Sakit Umum Daerah Karawang.
B. Pembahasan Kasus
1) Pengkajian
Pada saat pengkajian post laparatomi pada apendisitis dengan pasien Tn.
A yang terpasang drainase di bagian perut sebelah kanan bawah. Klien
mengeluh nyeri dibagian perut yang bekas operasinya, skala nyeri 8, nyeri
seperti ditusuk-tusuk dan menjalar kebagian semua permukaan perut.
Berdasarkan hasil pemeriksaan didapatkan skala nyeri 8, nyeri bias
berlangsung hingga 25 menit, pada saat dipegang diarea luka operasi klien
tampak kesakitan, luka pada operasi hari pertama belum diganti balutan.
Dengan TTV 140/70 mmHg, Rr 25x/menit, Hr 90x/menit, Suhu 36,70C
dengan hasil lab leukosit 15,52 x10ᶺ3/uL
Diagnose yang dimunculkan diambil pada tinjauan teoritis ada lima
diagnose keperawatan sedangkan diagnosa pada kasus ada tiga diagnosa
yang dimunculkan, ketiga diagnose yang ada pada kasus ada semua di
diagnosa pada tinjauan teoritis.
Diagnosa yang dimunculkan di dalam kasus apendisitis:
1. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinunitas jaringan
karena tindakan operasi, ditandai dengan Tn. A mengeluh nyeri pada
luka operasi dengan rasanya seperti ditusuk-tusuk dan menjalar
keseluruh tubuh rasa nyerinya, bias berlangsung sekitar 25 menit.
Berdasarkan hasil pemekrisaan didapatkan skala nyeri 8.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi, ditandai dengan
Tn. A luka operasi belum diganti balutan operasinya dan hasil lab
didapatkan leukosit 15,52 x10ᶺ3/uL.
3. Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna
makanan ditandai dengan Tn. A mengatakan pada saat makan klien
merasa mual dan muntah, dank lien hanya mengahbiskan makan ¼
porsi.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan penuruna motivasi dan
minat yang ditandai dengan Tn. A mengatakan selama dirumah sakit
belum mandi sama sekali hanya dilap saja karna setelah operasi pasien
harus bedrest.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan informasi,
ditandai dengan pasien ketika merasakan sakit pasien hanya meminum
obat-obatan yang ada di warung dan tidak mengetahui tentang
penyakitnya.
2) Perencaan Keperawatan
Berdasarkan teori masalah keperawatan yang dapat dirumuskan pada
pasien Apendisitis post op laparatomi sekitar 3 masalah keperawatan dan
pada kasus kelolaan terdapat 5 masalah keperawatan. Yang sesuai dengan
teori masalah keperawatannya yaitu nyeri akut masalah tersebut munul
pada saat pengkajian, pasien mengatajan nyeri di bagian abdomen bekas
pasca operasi laparatomi, Masalah Keperawatan yang sesuai Resiko
Infeksi masalah tersebut yang muncul pada saat pengkajian adalah luka
masih terlihat basah dengan Leukosit 15,52 x 10ᶺ3/uL, Masalah
keperawatan yang sesuai kurang pengetahuan masalah tersebut yang
muncul ialah pada saat pengkajian dan ditanyakan kepada pasien dan
keluarga pasien mereka tidak memahami terkait pengobatan penyakitnya
dan pada saat pasien merasa sakit pasien selalu membeli obat-obatan di
warung, dan masalah keperawatan yang sesuai ialah deficit perawatan diri
masalah yang muncul ialah pada saat pengkajian pasien mengatakan
selama dirumah sakit pasien belum mandi.
3) Penatalaksanaan keperawatan
Dalam pelaksaan asuhan keperawatan dalam perawatan ada beberapa
rencana asuhan keperawatan yang tidak diakukan dari masalah
keperawatan Nyeri akut, resiko infeksi, deficit nutrisi, deficit perawatn diri
dan kurangnya pengetahuan semuanya dilakukan secara rencana tindakan
keperawatan yang telah di sesuaikan.
4) Evaluasi Keperawatan
Setelah pemberian asuhan keperawatan selama satu hari masalah
keperawatan yang teratasi yaitu Nyeri akut karena pasien sudah tidak
merasakan sakit lagi dan sudah mulai membaik, dan pada hari kedua
masalah keperawatan resiko infeksi sudah teratasi karena luka pada
pasien sudah membaik dan tidak ada munculnya tanda-tanda infeksi, dan
pada hari kedua masalah keperawatan deficit nutrisi dapat teratasi karena
pasien sudah mulai masuk makanan sedit-sedikit dan tidak merasakan
mual lagi, pada hari kedua ada masalah keperawatan deficit perawatan diri
dan kurangnya pengetahuan yang sudah teratasi karena pasien sudah mulai
memahami tentang penyakitnya dan pasien juga sudah bersih karena
sudah mandi.