Anda di halaman 1dari 54

STIKES KHARISMA KARAWANG

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TN. A 44 TAHUN DENGAN


POST LAPARATOMI ATAS INDIKASI APENDISITIS DIRUANG TELUK
JAMBE RSUD KARAWANG

TUGAS AKHIR

MUSTOPA
0433131440117058

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN DIPLOMA III


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KHARISMA KARAWANG
Jln. Pangkal Perjuangan KM 1 By Pass 41316
Karawang, 2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Apendisitis yaitu proses peradangan akut maupun kronis yang terjadi pada

apendiks vemiformis oleh karena adanya sumbatan yang terjadi pada lumen

apendiks. Apendisitis umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri, namun faktor

pencetusnya ada beberapa kemungkinan yang sampai sekarang belum dapat

diketahui secara pasti, diantaranya faktor penyumbatan (obstruksi) pada lapisan

saluran (lumen) appendiks oleh timbunan tinja/feses yang keras (fekalit),

hyperplasia (pembesaran) jaringan limfoid, erosi mukosa, oleh cacing askaris dan

E.histolytica, parasite, benda asing, dalam tubuh, kanker primer dan striktur.

Disease (Fransisca Cathleya, 2019).

Apendisitis bisa terjadi pada semua usia namun jarang terjadi pada usia dewasa

akhir dan balita, kejadian apendisitis ini meningkat pada usia remaja dan dewasa,

usia 20-30 tahun bisa dikategorikan sebagai usia produktif, dimana orang yang

berada pada usia tersebut melakukan banyak sekali kegiatan. Hal ini menyebabkan

orang tersebut mengabaikan nutrisi makanan yang dikonsumsinya. Akibatnya

terjadi kesulitan buang air besar yang akan menyebabkan peningkatan tekanan

pada rongga usus dan akhirnya menyebabkan sumbatan pada saluran apendiks

(Salmawati Lusia, 2017).


Dampak apendisitis yang tidak tertangani segera akan meningkatkan resiko

terjadinya perforasi dan pembentukan masa peri apendikular. Perforasi dengan

cairan inflamasi dan bakteri masuk kedalam rongga abdomen, lalu memberikan

respons inflamasi permukaan peritoneum atau terjadi peritonitis. Operasi atau

pembedahan tidak lain adalah penanganan medis yang dilakukan secara invasive

atau mendiagnosa dan dan atau mengobati penyakit, injuri, hingga deformitas

tubuh (Indra Rahmadi, 2018).

Menurut World Health Organization (WHO) memperkirakan insiden apendisitis

didunia tahun 2017 mencapai 7% dari keseluruhan jumlah penduduk dunia

(Juliansyah, 2018). Sekitar 28,5 juta jiwa penduduk dunia mengalami apendisistis.

Di Amerika Serikat apendisitis merupakan kedaruratan bedah abdomen paling

sering dilakukan, dengan juklah penderita ada tahun 2015 sebanyak 734.138

orang dan meningkat pada tahun 2016 menjadi 739.177. Jumlah penderita

apendisitis di Amerika Serikat mengalami peningkatan 1,5% pada tahun 2009

(Santacroce & Craigh, 2018).

Di Amerika Serikat kasus appendisitis meliputi 11 per 10.000 populasi per tahun,

dan angka kejadian ini tidak begitu berbeda di negara berkembang. Laki- laki lebih

berisiko terkena apendisitis dibanding wanita dengan rasio 1,4 : 1. Risiko terjadi

angka kekambuhan pada laki-laki 8,6% dan perempuan 6,7% (Sarosi, 2016).

Meskipun apendisitis jarang terjadi pada bayi, namun insidensi apendisitis terus
meningkat dengan pasti selama masa kanak-kanak dan mencapai puncaknya pada

usia 15-25 tahun pada pria dan wanita (Sifri & Madoff, 2015).

Sementara untuk Indonesia sendiri Apendisitis merupakan penyakit urutan

keempat terbanyak pada 2006. Data yang dirilis oleh departemen kesehatan RI

pada tahun 2008 jumlah penderita apendisitis di Indonesia mencapai 591.132

orang (Eyln, 2016 dalam; Sulung, 2017). Kasus apendisitis pada tahun 2016

sebanyak 65.755 orang dan pada tahun 2017 jumlah pasien apendisitis sebanyak

75.601 orang (Depkes, 2017).

Kejadian apendisitis di Indonesia menurut data yang dirilis oleh Kementrian

Kesehatan RI pada tahun 2009 sebesar 596.132 orang dengan persentase 3.36%

dan meningkat pada tahun 2010 menjadi 621.435 orang dengan persentase 3.53%.

apendisitis merupakan penyakit tidak menular tertinggi kedua di Indonesia pada

rawat inap rumah sakit pada tahun 2009 dan 2010. (Prasetyo Andi, 2017). Insiden

apendisitis dari tahun ketahun mengalami peningkatan terutama dinegara-Negara

berkembang termasuk Indonesia. Dilaporkan bahwa sekitar 20% dari seluruh

penduduk Indonesia mengalami apendisitis. Pada pediatrik insiden apendisitis

meningkat 1-2 kasus per 10.000 anak sampai umur 4 tahun dan 25 kasus per

10.000 anak 10-17 tahun (Nurjanah Suci, 2019).


Di Jawa Barat tahun 2012 dalam profil kesehatan Provinsi Jawa Barat tahun 2012

mencatat bahwa kasus apendisitis pada usia 5-14 tahun terdapat 1.148 kasus, dan

kasus baru apendisitis pada usia 15-44 tahun terdapat 6.018 kasus. (Maudinaa Isye,

2019). Daerah Karawang sendiri terhitung mulai bulan Januari sampai bulan april

2017 terhitung pasien yang mengalami apendiksitis sebanyak 113 orang, 98 orang

dilakukan tindakan operasi apendictomi, 14 orang onserpatif, 1 orang meninggal

dunia.

Bila apendiksitis dibiarkan maka akan menyebabkan komplikiasi yang sangat

serius seperti perforasi apendiks yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau

abses. Peradangan pada apendiks yang berbahaya jika tidak ditangani dengan

segera dimana terjadi infeksi berat yang bisa menyebabkan pecahnya lumen usus

(Williams & Wilkins, 2011 dalam; Ummami Vanesa Indri, 2014). Apendisitis bila

tidak ditangani memiliki potensi untuk terjadinya komplikasi parah jika tidak

segera diobati, seperti perforasi atau sepsis dan bahkan menyebabkan kematian.

Dalam hal ini perlu dilakukan tindakan bedah sebagai terapi apendisitis.

Komplikasi yang sering terjadi setelah dilakukan laparatomi yaitu infeksi pasca

bedah, abses intra abdomen, peritonitis umum dan komplikasi pasca operasi

seperti fistula dan infeksi luka operasi (Annis Amalina, 2018).

Berdasarkan Rekam Medik RSUD Karawang 2018, pada tahun 2016 terdapat 91

kasus pasien post operasi laparatomi, tahun 2017 terdapat 78 kasus pasien post

operasi operasi laparatomi, sedangkan pada tahun 2018 dari bulan januari sampai
dengan juni terdapat 34 kasus pasien post operasi operasi laparatomi,. Dari data

tersebut telah menjadi penurunan tetapi kasus post operasi laparatomi, masih

terbilang besar.

Berdasarkan data rekam medik RSUD Karawang, terdapat kasus insiden abdomen

pain yang dilaporkan berkisaran 5 – 10%, penyebab tersering yang muncul pada

abdomen pain antara lain koliek bilier, kolisititis, apendisitis, obstruksi usus dan

lain-lain. Dengan berbagai penyabab sampai mencapai 405 kasus di tahun 2012

perbandinganya dengan kasus apendisitis post op laparatomi pada tahun 2017

terdapat 78 kasus pasien dengan apendisitis dan sedangkan di tahun 2018

mengalami penurunan drastis sekitar 34 kasus yang mengalami apendisitis dengan

post op laparatomi. Dan ditahun 2018 mengalami penurunan angka kejadian

apendisitis karena pada tahun 2018 masyarakat Karawang mengatur pola hidup

yang teratur hal ini dipengaruhi oleh gaya hidup yang mengkonsumsi makanan

yang berserat, menjaga kebersihan diri sehingga parasite tidak masuk kedalam

lapisan usus buntu. Jadi dari semua data apendisitis yang mengalami penurunan di

tahun 2018 penulis tertarik untuk mengambil kasus apendisitis untuk mengkaji

lebih dalam lagi terkait dengan penyakit apendisitis dan mengedukasi tentang

penyakit apendisitis dan dapat mengontrol agar angka kejadian tentang apendisitis

tidak mengalami peningkatan kembali (Nita Syamsiah, 2015).


Perawat berperan dalam melaksanakan pemberi asuhan keperawatan pada pasien

di berbagai setting pelayanan, maka perawat menggunakan berbagai peran untuk

memberikan perawatan yang di butuhkan kepada pasien. Perawatan adalah proses

interpersonal antara seorang yang membutuhkan pertolongan dalam memenuhi

kebutuhan dan seseorang yang kompeten untuk membantu dan memenuhi

kebutuhan tersebut. Kesadaran diri sangat penting dalam hubungan terapeutik,

peran terapeutik perawat dalam hubungan perawat-pasien meliputi pengasuh,

advokat, dan pengganti orang tua. Hubungan perawat-klien terpeutik adalah proses

interaktif satu ke-satu antara klien dan perawat yang diarahkan memperbaiki

status kesehatan klien atau membantu pemecahan masalah. Hubungan terapeutik

berbeda dari hubungan sosial karena mereka sengaja direncanakan, focus pada

masalah klien dan komunikasi yang diterima oleh klien. Perawat dengan sengaja

merencanakan tindakanmereka dan mendekati hubungan dengan tujuan spesifik

yang ada sebelum berinteraksi dengan klien. Perawat berfungsi dalam berbagai

peran saat bekerja dengan klien. (Tutu April Ariani, 2018).

Berdasarkan data diatas penulis tertarik untuk membuat Tugas Akhir yang

berjudul

“ Asuhan Keperawatan Pada Pasien Tn. A Post Operasi Laparatomi Atas Indikasi

Apenditis Diruang Telukjambe RSUD Karawang ”, sehingga dapat melakukan

asuhan keperawatan pada pasien post operasi apenditis secara baik.


B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Setelah melakukan “ Asuhan Keperawatan Pada Tn. A 44 Tahun Dengan Post

Laparatomi Atas Indikasi Apendisitis Diruang Teluk Jambe RSUD Karawang ”

Penulis dapat menerapkan asuhan keperawatan secara konprehensif sesuai

dengan standar asuhan keperawatan yang berlaku.

2. Tujuan Khusus

Setelah melakukan asuhan keperawatan pasien dengan post operasi laparatomi

penulis dapat :

a. Melakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua data baik anamnesa,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk

menilai keadaan pasien secara menyeluruh pada Tn. A 44 tahun dengan post

operasi laparatomi.

b. Mampu menganalisa masalah masalah yang muncil pada Tn. A 44 tahun

dengan post operasi laparatomi.

c. Mampu merumuskan diagnosa dan memprioritaskan masalah Tn. A 44 tahun

dengan post operasi laparatomi.

d. Mampu membuat rencana tindakan keperawatan pada Tn, A 44 tahun

dengan post operasi laparatomi

e. Mampu melaksanakan rencana asuhan keperawatan pada Tn. A 44 tahun

dengan post operasi laparatomi

f. Mampu mengevaluasi asuhan leperawatan yang telah dilakukan pada Tn, A

44 tahun dengan post operasi laparatomi.


g. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan yang telah dilakukan.

C. Metode Telaah

Metode penulisan Tugas Akhir yang digunakan dalam studi kasus ini yaitu melalui

pendekatan studi deskripsi tipe studi kasus, teknik pengumpulan data yang

digunakan adalah :

1. Wawancara

Melakukan Tanya jawab baik dari Tn. A, keluarga dan perawat ruangan serta

pihak lain yang terkait dalam proses keperawatan.

2. Observasi

Melihat secara langsung gejala-gejala yang menunjukan masalah atau kemajuan

Tn. A

3. Studi Kepustakaan

Memperoleh keterangan dan dasar teoritis yang berhubungan dengan masalah

yang diteliti.

4. Partisipasi Aktif

Melaksanakan Asuhan Keperawatan pada pasien Tn. A dengan post operasi

laparatomi dengan melibatkan langsung


D. Sistemika Penulisan

Sistemika penulisan Tugas Akhir terdiri dari :

BAB I PENDAHULUAN

Latar belakang, Tujuan penulisan, Metode telaah, dan Sistematika

penulisan.

BAB II TINJAUAN TEORITIS

Konsep dasar, Tinjauan teoritis asuhan keperawatan.

BAB III INJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN

Tinjauan kasus dan Pembahasan kasus.

BAB IV PENUTUP

Kesimpulan dan saran.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Laparatomi

1. Pengertian Laparatomi

Laparatomi tidak lain adalah pembedahan mayor yang meliputi penyayatan

lapisan abdomen yang dapat memperoleh organ abdomen yang bermasalah

(hemoragi, perforasi, kanker dan obstruksi) (Sjamsuhidayat, 2005 dalam;

Anggraeni Reni, 2018).

Laparatomi merupakan pembedahan perut sampai membuka selaput perut,

sedangkan yang dimaksud pembedahan laparatomi ada berbagai jenis operasi

pada uterus, operasi pada tuba fallopi dan operasi pada ovarium, ada empat

jenis pembedahan perut yaitu :

a. Midline incision

b. Paramedium

c. Transverse upper abdomen incision

d. Transverse lower abdomen incision

2. Penyebab

Tindakan pembedahan laparatomi dapat menimbulkan beberapa masalah

diantaranya nyeri akut paska pembedahan, rusaknya integritas kulit,

imobilisasi, pendarahan dan resiko infeksi (Jitowiyono, 2012 dalam; Tasbihul


Anwar, 2020). Nyeri merupakan keluhan yang paling sering diungkapkan

pasien dengan tindakan pembedahan laparatomi, nyeri post operasi laparatomi

diakibatkan karena diskontiunitas jaringan atau luka operasi akibat insisi

pembedahan, sehingga sel syaraf kulit rusak. Trauma jaringan akan

merangsang terbentuknya zat kimia seperti bradikinin, serotinin, histain, dan

enzim proteotik. Zat tersebut merangsang nyeri dan membuat kekuatan otot.

Reseptor nyeri merangsang dan dihantarkan ke hipotalamus melalui syaraf

terlibat dalam trasmisi dan persepsi nyeri disebut sebagai sistem nosiseptif,

sehingga terjadi lah nyeri akut. Selain itu sinyal nyeri dari daerah yang terluka

berjalan sebagai impuls elektrokimia disepanjang syaraf kebagian dorsal spinal

cord (daerah pada spinal yang menerima sinyal dari seluruh tubuh). Pesan

kemudian dihantarkan ke syaraf perifer tubuh sehingga terjadi nyeri hebat

(Black & Hawks, 2017 dalam; Tasbihul Anwar, 2020).

3. Indikasi

Indikasi untuk dilakukan laparatomi adalah jika terjadi trauma abdomen (baik

tumpul maupun tajam), perforasi, peritonitis, pendarahan saluran pencernaan

(Internal Blooding), adanya sumbatan pada usus besar, besar dan adanya masa

pada abdomen (Ahmad Alvin Dictara, 2018) Beberapa indikasi utama

dilakukannya tindakan operasi laparatomi yaitu perdarahan intra abdomen

39,0% dengan angka mortalitas 75,6%, iskemia usus 24,4% dengan angka

mortalitas 80,5%, Trauma abdomen 23,5% serta obstruksi usus 15,7% dan

penyakit ventrikular 14,3% (Pratiwi N. Tanio, 2018)


4. Komplikasi

a. Stitch Abscess

Stitch Abscess biasanya muncul biasanya muncul pada hari ke-10 pasca

operasi atau bisa juga sebelumnya, sebelum jahitan insisi tersebut diangkat.

Abses ini dapat superfisial atau lebih dalam, jika dalam ia dapat berupa

masa yang teraba dibawah luka dan terasa nyeri jika diraba.

b. Infeksi Luka Operasi

Infeksi luka operasi biasanya jahitan akan terkubur didalam kulit sebagai

hasil dari edema dan proses inflamasi sekitarnya. Infeksi luka sering

muncul pada 36 jam sampai 46 jam pasca operasi, penyebabnya dapat

berupa Stophyloccoccus Aureus, E Colli, Streptococcus Faecalis,

Bacteroides. Pasien biasanya mengalami demam, sakit kepala, anorexia

dan malaise.

c. Gas Gangrene

Berupa rasa yang sangat nyeri pada luka operasi, biasanya 12 jam sampai

72 jam pasca operasi, peningkatan temperature 39º C sampai 41º C,

takikardi, dan syok yang berat. Hematoma kira-kira 2% dari komlikasi

operasi keadaan ini biasanya holing dengan sendirinya.

d. Keloid Scar

Merupakan penyebab penyebab dari keadaan ini sehingga kini tidak

diketahui, hanya memang sebagian orang mempunyai kecenderungan

untuk mengalami hal ini lebih dari orang lain. Abdominal Wound
Disruption and Evisceration dapat partial antara 0% sampai 3% dan

biasanya lebih umum terjadi pada pasien lebih dari usia 60 tahun, jika

dilihat dari jenis kelamin, perbandingan laki-laki dan perempuan adalah 4

banding 1 (Ahmad Alvin Dictara, 2018).

5. Penatalaksanaan

Pelaksanaan pada pasien laparatomi apendisitis yaitu :

a. Pemberian antibiotik

b. Terapi cairan

c. Perawatan balutan

(Insafi, 2012 dalam; Diyono, 2016)

6. Perawatan pasca laparatomi

Perawatan pasca laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan yang

diberikan kepada pasien yang telah menjalani operasi pembedahan abdomen.

Perawatan pascaoperatif dilakukan ada dua tahap yaitu :

a. Periode pemulihan segera

b. Pemulihan berkelanjutan setelah fase pascaoperatif

Untuk pasien yang menjalani bedah sehari, pemulihan normalnya terjadi

hanya dalam satu sampai dua jam dan penyembuhan dilakukan dirumah.

Untuk pasien yang dirawat dirumah sakit, pemulihan terjadi selama beberapa

jam dan penyembuhan berlangsung selama satu hari atau lebih, tergantung

pada luasnya pembedahan dan respon pasien (Ahmad Alvin Dictara, 2018).
7. Komplikasi Laparatomi

Komplikasi yang biasa terjadi pada klien post laparatomi diantaranya, Infeksi

luka operasi, ventilasi paru tidak adekuat, gangguan kardiovaskuler, gangguan

keseimbangan cairan dan eletrolit, gangguan rasa nyaman dan injury.

(Arif & Kumala, 2009 dalam; Ressa Andriyani, 2019)

B. Konsep Apendisitis

1. Pengertian Apendisitis

Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai

cacing. Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan bila infeksi bertambah

parah, usus buntu itu bisa pecah, dalam mengatasi masalah ini perlu dilakukan

pembedahan (Sulung, 2017 dalam; Lubis, 2019).

Apendisitis periformis merupakan saluran kecil yang diameter kurang lebih

sebesar pensil dengan panjang 2-6 inci. Lokasi apendiks pada daerah liliaka

kanan, dibawah katup iliocaecal, tepatnya pada dinding abdomen di bawah

titik Mc burney. Apendisitis penyakit bedah mayor yang paling sering terjadi,

walaupun apendisitis dapat terjadi setiap usia, namun paling sering pada orang

dewasa muda (Lubis, 2019).

Apendisitis merupakan proses peradaangan akut maupun kronis yang terjadi

pada apendiks vemiformis oleh karena adanya sumbatan yang terjadi pada
lumen apendiks, apendisitis penyakit yang menjadi perhatian oleh karena

angka kejadian apendisitis tinggi disetiap Negara, resiko perkembangan

apendisitis bisa seumur hidup sehingga memerlukan tindakan pembedahan.

(Cathleya Fransisca, 2019). Apendisitis disebut juga inflamasi pada usus

buntu, usus buntu merupakan organ yang memiliki bentuk memenjang dengan

panjang sekitar 6 – 9 cm yang terletak pada pangkal usus besar (Zulfa, 2020).

2. Penyebab apendisitis

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh

peradangan, benda asing, penyempitan, atau neoplasma. Penyumbatan

tersebut menyebabkan cairan mucus yang diproduksi mukosa mengalami

bendungan, makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas

dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan

peningkatan tekanan, pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang

ditandai oleh nyeri bagian ulu hati. Bila sekresi mucus berlanjut, tekanan akan

terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan penyumbatan pembuluh

darah, edema bertambah dan kuman akan menembus dinding. Peradangan

yang timbul meluas dan menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah, maka

kemudian aliran darah arteri terganggu akan terjadi kerusakan dinding, bila

dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.

(Librianty, 2015).
Pola makan yang kurang sehat juga menyebabkan apendisitis, selain itu bahan

makanan yang dikonsumsi dan cara pengolahan serta waktu makan yang tidak

teratur sehingga hal ini dapat menyebabkan apendisitis. Kebiasaan pola makan

yang kurang dalam mengkonsumsi serat yang berakibat timbulnya sumbatan

fungsional apendiks dan meningkatkan pertumbuhan kuman , sehingga terjadi

peradangan pada apendiks (Nurhayati, 2011 dalam; Adhar Ariffudin, 2017).

Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah obstruksi lumen oleh

feses yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa

menyebabkan inflamasi (Wilson & Goldman, 1998 dalam; Lubis, 2019).

Penyebab apendisitis akut adalah penyebab paling inflamasi pada kuadran

bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum bedah abdomen a

darurat (Smaltzer, 2001 dalam; Lubis, 2019). Infeksi pada apendisitis terjadi

karena sumbatan lumen oleh fekalit (batu feses), hyperplasia jaringan limpoid

dan cacing usus. Apendisitis peradangan pada apendiks yang berbahaya dan

jika tidak ditangani segera akan terjadi infeksi berat yang bisa menyebabkan

pecahnya lumen usus (Williams, 2014 dalam; Lubis, 2019).

Berlanjutnya kondisi apendisitis akan meningkatkan resiko terjadinya

perforasi dan pembentukan masa peripendikular, perforasi dengan cairan

inflamasi dan bakteri masuk kedalam rongga abdomen lalu memberikan

respons inflamasi permukaan peritoneum atau terjadi peritonitis. Berbagai hal

beperan sebagai faktor pencetusnya sumbatan lumen apendiks merupakan

faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus. Disamping hyperplasia jaringan

limpoid, fekalit (feses yang menumpuk pada lumen apendiks), tumor apediks
dan cacing askaris juga dapat menyebabkan sumbatan. Peyebab lain yang

diduga dapat menimbulkan apendisitis ialah erosi mukosa apendiks akibat

parasit seperti E. Histolytica (Ferisia Rolina Manurung, 2017). Apendiks

memiliki potensi teradinya komplikasi parah dalam hal ini perlu dilakukan

tindakan bedah yang sebagai terapi apendisitis yang disebut juga laparatomi.

Bila diagnosis klinis sudah jelas, maka tindakan yang paling tepat adalah

laparatomi dan merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik. Penundaan

tindakan pembedahan sambil pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses

atau perforasi (Fandi Zulfikar, 2015).

3. Manifestasi Klinis

Pada apendisitis perforasi umumnya terdapat gejala yang progresif dalam 36

ºC, distensi abdomen, dehidrasi dan asidosis, diare dan peristaltic menurun,

nyeri yang meluas ke abdomen bawah atau seluruh abdomen dan leukositosis.

Perforasi pada apendisitis terjadi dalam 24 jam hingga 48 jam pasca inflamasi

akut (Putra, 2015). Gejala yang pertama kali dirasakan pada pasien adalah

berupa nyeri tumpul di daerah epigastrium atau di periumbilikal yang akan

menyebar ke kuadran kanan dibawah abdomen. Selain itu, mual muntah sering

terjadi beberapa jam setelah muncul nyeri, yang berakibat pada penurunan

nafsu makan sehingga dpat menyebabkan anoreksia, demam dengan derajat

ringan juga sering terjadi berdasarkan gejala klinis (Cathleya Fransisca I. M.,

2019)
4. Klasifikasi

a. Apendisitis akut

b. Apendisitis akut supuratif

c. Apendisitis phegmentosa

d. Apendisitis kronis

e. Early acute appendicitis

(Cathleya Fransisca I. M., 2019)

5. Patofisiologi

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh

hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, struktur karena fibrosis akibat

peradangan sebelumnya atau neoplasma. Obtruksi tersebut menyebabkan

mucus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Semakin lama mucus

tersebut maka semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai

keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan

yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan

edema, diapedesis bekteri dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi

apendisitis akut lokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Bila sekresi mucus

yang terus berlanjut dan tekanan akan terus meningkat hal ini akan

menyebabkan obtruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus

dinding apendiks. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum

setempat sehingga menimbulkan nyeri abdomen di daerah kanan bawah,


keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran

arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan

gangrene, stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding

yang telah rapuh itu pecah akan terjadi apendisits perforasi. Bila semua proses

ini berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah

apendiks sehingga timbul suatu masa lokal yang disebut infiltrate

apendikularis. Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks

lebih panjang, maka dinding apendiks lebih tipis keadaan tersebut ditambah

daya tahan tubuh yang masih kurang sehingga memudahkan terjadinya

perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada

gangguan pada pembuluh darah (Wijaya, 2013).


Bagan 2.1 Pathways Apendisitis

Bakteri, makanan,
benda asing (masuk
kedalam tuubuh) Kenaikan suhu
Ansietas tubuh

Obstruksi lumen
Kurang terpaparnya apendiks Gangguan pada
informasi pusat control suhu
terhadap inflamasi
Infeksi inflamasi
Keterbatasan gerak lumen
Peradangan pada
jaringan
Apendisitis

Tindakan Lumen pada


Peristaltic usus invansive apendiks pecah
menurun laparatomi

Pintu masuk kuman


Distensi abdomen Terputusnya Peradangan mengenai
kontuinitas jaringan peritonium
Tekanan intra luminal Risiko Infeksi
lebih dari tekanan vena Gangg. Integritas Aliran arteri
jaringan keganggu

Mual/muntah
Infark dinding
Merangsang
apendiks
Risiko mediator
Nausea
Hipovolemia
Gangren
Medulasi,prese
Anoreksia psi
Dinding
apendiks rapuh
Intake makanan Tranduksi,tran Peradangan
tidak adekuat smisi mengenai
peritonium perforasi

Defisit nutrisi Nyeri Akut


Respon local
terhadap inflamasi
(Nurarif & Kusuma, 2015 dalam; SDKI, 2017).

6. Tanda dan Gejala

Dalam bentuk tanda dan gejala fisik, Apendisitis adalah suatu penyakit

prototype yang berlanjut melalui peradangan, obstruksi dan iskemia dalam

jangka waktu yang bervariasi. Gejala awal apendisitis akut adalah nyeri dan

rasa tidak enak disekitar umbilikus. Gejala ini umumnya berlangsung lebih

dari satu atau dua hari. Dalam beberapa jam nyeri bergeser ke kuadran kanan

bawah dengan disertai oleh anoreksia, mual dan muntah. Dapat juga terjadi

nyeri tekan disekitar titik Mc Burney kemudian timbul plasma otot dan nyeri

tekan lepas. Apabila terjadi ruptur pada apendiks, tanda perforasi dapat berupa

nyeri tekan dan plasma (Gloria A. Thomas, 2016).

Tanda dan gejala yang muncul akibat apendisitis yaitu adanya nyeri samar

samar dan tumpul didaerah epigastrium sekitar umbilikus, keluhan ini biasanya

disertai mual muntah dan hilangnya nafsu makan. Dalam beberapa jam nyeri

akan berpindah ke kanan bawah pada titik Mc Burney, serta tanda rovsing

dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri, yang secara

paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa di kuadran kanan bawah

(Jamaludin, 2017)
7. Pemeriksaan Diagnosik

a. Sel darah putih : lekositosis diatas 12000/mm3, netrofil meningkat sampai

75%

b. Urinalisis : normal, tetapi eritrosit/leukosit mungkin ada

c. Foto Abdomen : adanya pergeseran material pada appendiks (fekalis) ileus

terlokalisir.

d. Tanda rovsing (+) : dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri yang secra

paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran kanan bawah.

Pemeriksaan ultrasonografi (USG) dapat memperlihatkan gambaran

apendisitis, namun kalau gambaran yang dihasilkan masih belum akurat

hingga perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan yaitu apendikografi adalah

pemeriksaan radiologi menggunakan media kontras positif dengan cara

antegrade yaitu media kontras diminum oleh penderita. Kemudian foto

abdomen dilakukan 10 jam setelah minum kontras. Penambahan kontras

dengan cara retrograde dengan pemeriksaan barium enema, yaitu media

kontras dimasukan kedalam usus besar melalui anus. Pemeriksaan tambahan

yaitu CT Scan abdomen untuk melihat gambaran apendisitis (Maria Agustina

Dewanti Budi Permani, 2016)

8. Komplikasi

a. Komplikasi utama adalah perforasi appendiks yang dapat berkembang

menjadi perotonitis atau abses apendiks


b. Tromboflebitis supuratif

c. Abses subfrenikus

d. Obstuksi intestinal

9. Penatalaksanaan

a. Pembedahan di indikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan.

b. Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan.

c. Analgetik diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Appendiktomi dilakukan

sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi (Brunner & Suddart,

1997)

d. Apendictomi

Komplikasi mayor adalah perforasi apendiks yang dapat mengarah pada

peritonitis atau pembentukan abses, perforasi biasanya terjadi 24 jam setelah

awitan nyeri (gejala-gejalanya termasuk demam, penampilan toksik dan nyeri

berlanjut.

Indikasi :

- Apendisitis

e. Laparatomi

Indikasi :

1) Apendiksitis

2) Secsio secarea

3) Peritonitis
4) Kanker kolon

5) Abses hepar

6) Ileus Obstruktif

C. Asuhan Keperawatan pada Pasien Apendisitis

1. Pengkajian

a. Aktivitas / istirahat : Malaise

b. Sirkulasi : Tachikardi

c. Eliminasi

1) Konstipasi pada awitan awal

2) Diare (kadang-kadang)

3) Distensi abdomen

4) Nyeri tekan/lepas abdomen

5) Penurunan bising usus

d. Cairan atau makanan : anoreksia, mual, muntah

e. Kenyamanan

Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus yang meningkat berat

dan terlokalisasi pada itik Mc. Burney (Setengah jarak antara umbilikus dan

tulang ileum kanan), meningkat karena berjalan, bersin, batuk atau tarik

nafas dalam (Nyeri berhenti tiba-tiba diduga perforasi atau infark pada

apendiks).
Perilaku berhati-hati, berbaring kesamping atau terlentag dengan lutut

ditekuk, meningkatkan nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi

ekstensi kaki kanan atau posisi duduk. Nyeri lepas pada sisi kiri diduga

inflamasi peritoneal.

f. Keamanan : demam

g. Pernapasan

1) Tachipnea

2) Pernapasan dangkal

(Doenges, Moorhouse M. E., 2014)

2. Diagnosa keperawatan

a. Post Operasi

1) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi post operasi

laparatomi)

2) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, mutah

3) Resiko infeksi berhubungan denga tindakan invasif (insisi post

pembedahan)

4) Defisit Self Care mandi berhubungan dengan nyeri/bedress.

5) Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan

pengobatan b.d kurang informasi. (PPNI Tim Pokja SDKI, 2016)


3. Rencana Tindakan Keperawatan

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi post operasi

laparatomi)

1) Tujuan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah nyeri akut

dapat teratasi

2) Kriteria Hasil

Skala berkurang, klien tidak mengeluh kesakitan lagi

3) Intervensi

a) Identifikai lokasi nyeri, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,

intesitas nyeri

Rasional : Untuk mengetahui identifikasi nyeri

b) Identifikasi skala nyeri

Rasional : Untuk mengetahui rasa nyeri pasien

c) Berikan teknik non-farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

( Mis, TENS, hypnosis, akupresur, terapi music, dll)

Rasional : Agar pasien merasa rileks dan tidak merasakan

kesakitan

d) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri

Rasional : Agar pasien memahaminya

e) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu


Rasional : Untuk mengurai rasa nyeri

b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, muntah

1) Tujuan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah kekurangan

volume cairan dapat teratasi

2) Kriteria Hasil

Klien tidak mual muntah lagi, nafsu makan baik dan akral teraba dingin

3) Intervensi

a) Monitor status Hidrasi

Rasional : Untuk mengetahui identifikasi Cairan yang keluar

b) Monitor berat badan harian

Rasional : Untuk mengetahui perubahan BB pasien

c) Monitor hasil laboratorium

Rasional : Untuk mengetahui hasil

d) Catat intake output dan hitung balans cairan 24 jam

Rasional : Untuk mengetahui cairan yang keluar

e) Kolaborasi pemberian diuretic, jika perlu

Rasional : Agar pasien tidak mengeluarkan banyak cairan

c. Resiko Infeksi berhubungan dengan tindakan invansif (Insisi post

pembedahan)

1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah

keperawatan resiko infeksi dapat teratasi

2) Kriteria Hasil

Tidak ada lagi tanda-tanda infeksi, leukosit normal, TTV normal

3) Intervensi

a) Monitor karakteristik luka

Rasional : Untuk mengetahui luka pasien

b) Monitor tanda-tanda infeksi

Rasional : Untuk mengetahui tanda infeksi yang muncul

c) Ganti balutan

Rasional : Agar luka tidak terjadi infeksi lebih parah

d) Jelaskan tanda dan gejala infeksi

Rasional : Agar pasien memahami tanda dan gejala

e) Kolaborasi pemebrian antibiotic, jika perlu

Rasional : Agar dapat mencegah infeksi

d. Defisit Self Care mandi berhubungan dengan nyeri/bedress.

1) Tujuan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah deficit

selft care mandi dapat teratasi

2) Kriteria Hasil

Pasien terlihat bersih, segar, dan tidak kusut lagi

3) Intervensi

a) Identifikasi usia dan budaya dalam membantu kebersihan diri


Rasional : Untuk mengetahui budaya yang dianut pasien

b) Monitor kebersihan pasien

Rasional : Untuk mengetahui kebersihan pada pasien

c) Jelaskan manfaat mandi dan dampak tidak mandi terhadap

kesehatan

Rasional : Agar pasien memahami tentang manfaat kebersihan

dalam kesehatan

d) Ajarkan kepada keluarga cara memandikan pasien, jika perlu

Rasional : Agar keluarga pasien mengetahui cara memandikan

pasien

e. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

berhubungan dengan kurang informasi

1) Tujuan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah kurang pengetahuan

dapat teratasi

2) Kriteria Hasil

Pasien tidak merasa kebingungan, dan keluarga tidak sering bertanya

soal penyakitnya

3) Intervensi

a) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi

Rasional : mengetahui sejauh mana pasien mengetahui

penyakitnya

b) Sediakan media dan materi pendidikan kesehatan


Rasional : Agar pasien mengetahui penyakitnya setelah

diberikan pendidikan kesehatan (PPNI T. P. SIKI, 2018)

BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
1. Identitas diri Pasien
Nama pasien dengan Tn. A umur 44 tahun berjenis kelamin laik-laki,
agama islam, pendidikan SMP, Sudah menikah, pekerjaan sebagai petani,
alamat Karang Linggar Teluk jambe, Kec Karawang barat, diagnosa medis
Post Operasi Laparatom, dirawat diruang Teluk jambe RSUD Karawang
tanggal 20 Maret 2019 jam 08.40 WIB, tanggal Operasi 23 Maret 2019,
tanggal pengkajian selasa 26 Maret 2019.

2. Riwayat keperawatan
a. Keluhan utama
Keluarga klien mengatakan pasien mengeluh nyeri pada daerah perut,
Pada saat melakukan pengkajian Post Operasi Laparatomi klien
terpasang drainase di perut sebelah kanan bawah. Klien mengeluh
nyeri dibagian perut bekas operasinya, skala nyeri 8, nyeri seperti
ditusuk-tusuk dan menjalar kebagian semua permukaan perut, klien
mengatakan lama pada saat nyeri kurang lebih 25 menit.

b. Riwayat Kesehatan Sekarang


Keluarga klien mengatakan sebelum masuk rumah sakit pasien
mengeluh sakit pada bagian perut sejak 5 hari yang lalu, klien
mengeluh mual muntah, BAB cair, saat BAB klien merasakan sakit,
nyeri yang dirasakan pada bagian perut terus menerus klien juga
mengatakan badannya terasa panas dan napasnya sesak kemudian
pasien dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah Karawang pada tanggal
20 Maret 2019 pada pukul 08.30 WIB klien langsung ditangani oleh
tim medis RSUD, TD : 140/70 mmHg, HR : 90 x/Menit, RR :
25x/Menit, S : 36,7º C, Terpasang Oksigen 3lpm, Kesadaran Compos
mentis GCS (E:4, V:5, M:6) Klien terpasang DC.

c. Riwayat Kesehatan Masa lalu


Sebelumnya klien belum pernah dirawat dirumah sakit, klien
mempunyai penyakit gastritis, jika sakit klien hanya membeli obat-
obata warung saja.

d. Riwayat Kesehatan Keluarga


Keluarga klien tidak ada yang mengalami penyakit yang sama seperti
klien yang dialami saat ini.

3. Pola kebiasaan (ADL)


a. Pola Nutrisi
1) Dirumah
Klien makan sehari 3 kali, klien mengabiskan makan 1 porsi habis
berserta nasi, lauk pauk dan sayur, klien mengatakan tidak
mempunyai riwayat alergi makanan.
2) Dirumah Sakit
1
Klien memakan bubur 3 kali dalam sehari, menghabiskan
4
porsi, pklien mengatakan saat makan klien merasa mual.

b. Pola Eliminasi
1) Dirumah
Saat dirumah klien BAB 1 sampai 2 kali sehari, berwarna kuning,
dengan bau khas.
2) Dirumah Sakit
Selama berada dirumah sakit keluarga klien mengatakan belum
pernah BAB, saat BAK klien melalui kateter, kosistensi berwarna
kuning jernih dan berbau khas.
c. Aktivitas
1) Dirumah
Klien mengatakan selama dirumah klien melakukan aktivitas
seperti biasa namun masih dibantu oleh anggota keluarganya.
2) Dirumah Sakit
Selama dirumah sakit klien mengatakan aktivitas sepenuhnya
dibantu oleh keluarga.

d. Istirahat tidur
1) Dirumah
Saat dirumah klien tidur selama 6-7 jam dalam sehari, tidur malam
mulai dari pukul 22.00 – 06.00 WIB, klien mengatakan jarang
sekali tidur di siang hari.
2) Dirumah Sakit
Selama berada dirumah sakit klien hanya tidur salama 3-4 jam
kadang klien terbangun, klien mengatakan tidak betah dan kualitas
tidur Tn. A tidak nyenyak.

e. Kebersihan Diri
1) Dirumah

Klien mandi 2 kali dalam sehari menggunakan sabun mandi , klien


gosok gigi 1 kali dalam sehari, klien mencuci rambut dengan
menggunakan shampo 2 kali dalam seminggu.
2) Dirumah Sakit
Selama dirumah sakit klien mandi hanya di lap saja, setelah
menjalani operasi klien harus bedres total, setelah post operasi
selama 24 jam, badan klien tampak lengket, kulit klien tampak
kotor.

4. Aspek Psikososial dan Spiritual

Klien mengatakan keadaan psikososial di dalam keluarga baik antara


hubungan pasien dan keluarga, lingkungan dan masyarakat juga terjalin
dengan baik, keluarga klien memeluk agama islam klien dan keluarga
selalu melakukan solat lima waktu, saat ini keluarga klien juga selalu
berdoa untuk kesembuhan pasien.

5. Riwayat seksualitas
Klien adalah seorang suami dan seorang ayah, klien tinggal bareng dengan
istrinya dan ketiga anaknya (Dua anak laki-laki dan terakhir anak
perempuan).

6. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Keadaan umum tempak lemah, kesadaran composmetis, tekanan darah
140/70 mmHg, Suhu 36,7oc, nadi 90 x/menit, Respirasi 24 x/menit
2. Sistem Integument
Mukosa bibir kering, kulit sawo matang, CRT < 3 detik, kondisi kulit
yang terpasang infus baik, tidak ada lesi, badan terasa lengket, keadaan
rambut kotor, tekstur rambut baik.
3. Sistem Penglihatan
Posisi mata simestris, pupil dapat bereaksi terhadap cahaya miosis
(mengecil), warna iris hitam, ketika diberi rangsangan cahaya reaksi
pupil medriasis (melebar).
4. Sistem pendengaran
Bentuk telinga kanan dan kiri normal, tidak ada benjolan, tidak ada
lesi, tidak ada serumen, tidak ada cairan dalam telinga. Tidak ada nyeri
tekan dan fungsi pendengaran baik.

5. Sistem Pernafasan
Frekuensi nafas 24x/menit, kadaleman pernafasan dangkal. Suara
nafas vesikuler, tidak ada ronki, tidak ada batuk, tidak ada sputum dan
tidak ada suara whezzing, bentuk dada normal dan simestris antara
dada kanan dan kiri.
6. Sistem Pencernaan
Tampak adanya luka operasi dibawah umbilicus, luka operasi dengan
laparatomi. Luka operasi tampak basah, terpasang selang drainase dan
cairan berwarna kemerahan
7. Sistem Kardiovaskuler
Tekanan darah 110/80 mmHg, Nadi 85x/menit, irama regular, tidak
ada nyeri dada, tidak ada distensi vena jugularis, tidak ada oedema,
dan bunyi jantung tidak ada suara tambahan.
8. Sitem Persyarafan
Tingkat kesadaran Composmentis, tidak ada ditemukan tanda-tanda
TIK
9. Sisetem Muskuloskeletal
Pada pasien tidak ada kesulitan dalam pergerakan, tidak ada oedema di
kedua bagian kaki, tidak ada nyeri pada bagian tulang atau persendian,
kekuatan otot ekstermitas bawah bernilai 5 dan kekuatan otot
ekstermitas atas bernilai 5.
10. Sistem Reproduksi
Pasien terpasang folley cateter, roduksi urin normal 0,7 cc/kgBB, total
urin 24 jam 1200 cc warna kuning jernih
7. Pemeriksaan penunjang
Tabel 3.1 Hasil Laboratorium

NO PARAMETER HASIL NILAI METODE


RUJUKAN
Hematologi
1. Haemoglobin 14 13,2 – 17,3 Flowcytrometry
2. Eritrosit 4,52 4,5 – 5,9 Flowcytrometry
3. Leukosit 15,52 2,2 – 11,3 Flowcytrometry
4. Hematokrit 39,83 40 – 52 Flowcytrometry
5. Trombosit 344 150 – 400 Flowcytrometry
6. MCV 55 80 – 96 Flowcytrometry
7. MCH 17 28 – 33 Flowcytrometry
8. MCHC 17 28 – 33 Flowcytrometry
9. RDW – CV 15,2 12,2 – 15,3 Flowcytrometry
10. BT/ Masa 2 1 – 3 menit Flowcytrometry
pendarahan
11. CT/ Masa 11 5 – 11 Flowcytrometry
pembekuan menit
Imonologi
12 HbsAg Non Non reaktf
reaktf
KIMIA
13. Gula darah 123 70 – 110 Hexokinase
sewaktu
14. Uream 34 15,0 – 50,0 Urease - GDLH
15 Creatinin 0,64 0.64 – 1.10 Enzymatic
Colormetric
Methode

Rontgen : Rongen abdomen 3 posisi Thorak PA : Hasil gambaran tampak


normal

8. Riwayat pengobatan
IUVD : RL 20 tetes per menit
Terapi :
Tabel 3.2 Terapi Medis

N NAMA DOSIS CARA WAKTU


O OBAT PEMBERIA PEMBERIAN
N
1. Cefriaxon 2 X 1gr Intravena 08:00 – 20:00
2. Ranitidin 20 x 50 Intravena 08:00 – 20:00
mg
3. Ketorolac 3 x 30 Intravena 08:00 – 15:00
mg – 22:00

9. Analisa data
Tabel 3.3 Analisa Data
Analisa Data hasil pengkajian Tn. A dengan post operasi laparatomi
atas indikasi apendiksitis di ruang Teluk Jambe RSUD Karawang
No Data Masalah Penyebab
1. DS : Pasien mengatakan Nyeri akut
Tindakan pembedahan
sampai susah bergerak karena
(Laparatomi)
terasa tambah sakit

P : Pasien Mengatakan daerah
Terputusnya kontinuitas
bekas operasinya terasa nyeri
jaringan
Q : Rasanya seperti ditusuk-

tusuk
Pengeluaran zat-zat kimia
R : Dibagian perut bekas

operasi (laparatomi)
Merangsang hipotalamus
S : Skala nyeri 6

T : Nyerinya datang timbul
Stimulus korteks serebri
dan sampai berlangsung

kurang lebih 25 menit
Rasa nyeri
DO : - Pasien tampak
kesakitan
- Skala nyeri 6
- Drainase masih
terpasang
- TD : 110/80 mmHg
- Nadi 85x/menit
- Suhu 36,7oc
2. DS : Pasien mengatakan nyeri Resiko Tindakan pembedahan
pada daerah luka operasi, Infeksi (Laparatomi)
pasien mengatakan luka masih ↓
basah, pasien mengatakan post Hilangnya fungsi kulit
operasi pertama sebagai proteksi

DO : Luka masih basah Memungkinkan masuk
- Drainase masih mikroorganisme ke tubuh
terpasang ↓
- Leukosit 15,52 x Resiko infeksi
10ᶺ3/uL
- Suhu 36,7oc
3. DS : Pasien mengatakan tidak Kurang Jauh dari pelayanan
tahu soal penyakitnya, pasien pengetahua ↓
mengatakan selama sakitnya n Defisiensi pengetahuan
pasien tidak pernah berobat ↓
10. Diagnosa keperawatan
a. Prioritas Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinunitas jaringan
karena tindakan operasi
2) Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi
3) Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan informasi
4) Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna
makanan
5) Defisit perawatan diri (mandi) berhubungan dengan penurunan
motivasi atau minat.

11. Rencana Tindakan keperawatan

Tabel 3.4 Intervensi


Rencana tindaka keperawatan Tn. A dengan post operasi laparatomi
atas indikasi apendiksitis di ruang Teluk Jambe RSUD Karawang.

N DX KEP RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


O Tujuan Intervensi Rasional
1. Nyeri akut Setelah Tindakan: Tindakan:
berhubungan dilakukan Observasi Observasi
dengan tindakan asuhan a. Identifikasi a. Untuk
terputusnya keperawatan lokasi, mengetahui
kontinunitas selama 3 x 24 karakteristik, nyeri klien
jaringan jam diharapkan durasi, b. Untuk
karena nyeri pasien frekuensi, mengetahui
tindakan tampak kualitas dan yang di rasa
operasi berkurang intesitas nyeri pasien
dengan kriteria b. Identifikasi Terapeutik
hasil :pasien skala nyeri a. Agar pasien
tidak mengeluh Terapeutik terlihat rileks
nyeri, Pasien a. Berika teknik Edukasi
tidak meringis non a. Agar klien
kesakitan farmakologis memahami
(mis, tarik penyebab
nafas dalam, dari sakitnya
terapi music b. Agar klien
Edukasi mengetahui
a. Jelaskan cara
penyebab, meredakan
periode, dan nyeri
pemicu nyeri Kolaborasi
b. Jelaskan a. Untuk
startegi meredakan
meredakan nyeri
nyeri
Kolaborasi
a. Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika
perlu
2. Resiko Infeksi Setelah Tindakan Tindakan
berhubungan dilakukan Observasi Observasi
dengan luka tindakan selama a. Monitor tanda a. Untuk
post operasi 3 x 24 jam dan gelaja mengetahui
diharapkan tidak infeksi local tanda dan
terjadi infeksi dan sistemik gejala infeksi
lagi dengan Terapeutik pada pasien
a. Berikan
kriteria hasil : perawatan kulit Terapeutik
Meningkatkan b. Pertahankan a. Agar kulit
penyembuhan teknik aspetik bekas operasi
luka, bebas dari pada pasien terhindar dari
tanda-tanda berisiko tinggi infeksi
infeksi Edukasi b. Untuk luka
a. Jelaska tanda cepat bebas
dan gejala dari tanda-
infeksi tanda infeksi
Kolaborasi Edukasi
a. Kolaborasi a. Agar pasien
pemberian mengetahui
imunisasi, jika tentang tanda
perlu dan gejala
Kolaborasi
a. Untuk
menurunkan
penyebaran
infeksi
3. Kurang Setelah Tindakan Tindakan
pengetahuan dilakukan Observasi Observasi
berhubungan tindakan selama a. Indetifikasi a. Untuk
dengan 3 x 24 jam kesiapan dan mengetahui
keterbatasan diharapkan kemampuan sejauh mana
informasi pasien dan menerima klien
keluarga dapat informasi mengetahui
memahami dan Terapeutik tentang
kooperatif dalam a. Sediakan kebenaran
pemberian materi dan informasi
tindakan media
pengobatan pendidikan Terapeutik
dengan kriteria kesehatan a. Agar
hasil : Edukasi keluarga dan
Ikut serta dalam a. Jelaskan factor pasien
pengobatan dan resiko yang mengetahui
tidak dapat soal
kebingungan lagi mempengaruhi penyakitnya
kesehatan Edukasi
a. Agar pasien
dan keluarga
mengetahui
factor resiko
yang
mempengaru
hi kesehatan
4. Defisit Nutrisi Setelah Tindakan
berhubungan dilakukan Observasi
dengan tindakan selama a. Identifikasi
ketidakmamp 3 x 24 jam status nutrisi
uan mencerna b. Identifikasi
makanan alergi dan
intoleransi
makanan
c. Identifikasi
makanan yang
disukai
d. Monitor asupan
makanan
e. Monitor berat
badan
Terapeutik
a.

12. Implementasi keperawatan

Tabel 3.5 Implementasi

Catatan pelaksanaan Tindakan Tn. A dengan post operasi laparatomi atas


indikasi apendiksitis di ruang Teluk Jambe RSUD Karawang

No Hari/tgl waktu No.Dx Tindakan keperawatan Paraf


1. Selasa, 08:00 1 1. Mengobservasi tanda-tanda Mus
26 maret WIB vital dan mengidentifikasi
2019 Intesitas nyeri
Respon : Tekanan darah
110/80, nadi 85x/menit,
suhu 36,7oc, Rr 24x/menit
dank lien mengatakan masih
terasa nyeri
08:30 2 Mus
2. Mengganti cairan infus
WIB
Respon : infus RL 20 tpm

08:45 3 Mus
3. Memberikan obat suntik
WIB
ceftriaxone 1gr
Respon: cefriaxon
disuntikan di IV
Memberikan obat suntik
ketorolac
Respon : cetolarac 30mg
disuntikan Iv atau bolus
09:15 4 4. Mengukur skala nyeri Mus
WIB Respon: skalan nyeri 6

14:00 5 Mus
5. Mengobservasi TTV
WIB Respon : TD 120/80, nadi
85x/menit

2 Rabu, 27 08:15 1 1. Mengobservasi tanda tanda Mus


maret WIB vital
2019 Respons : TD 12/80, Nadi
84x/menit
2. Memberikan obat suntik
ceftriaxone
08:30 2 Mus
Respons : obat melalui
WIB
IV/bolus
Mengganti cairan infus
Respon : Infus RL 20 tpm
09:00 3 Mus

WIB
3. Mengganti balutan post
operasi
4 dan mengup drainage Mus
09:30
Respons : cairan sudah tidak
WIB
keluar
5 4. Memberikan obat Keterolac
10.15
Respons : Keterolac 30 mg
WIB
iv melalui bolus
5. Mengkaji skala nyeri klien
menggunakan PQRST
Respons : Skala nyeri 4
Memberikan sedikit
penjelasan tentang penyakit
13.30
yang klien alami.
WIB
Respons : Klien mengerti
apa yang perawat sampaikan
1. Mongobservasi tanda-tanda
vital
Respons : TD 130/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 36.5 º C
3 Kamis, 08.00 1 Hari ke-3 Post operasi Laparatomi Mus
28 Maret WIB 1. Observasi tanda-tanda vital
2019 Respons : TD 120/70 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Suhu : 36.7 ºC
08.45 2
2. Memberikan bolus suntik
WIB Ceftriaxon 1 Gram, IV bolus
3. Mengganti cairan infus
Respons : terpasangcairan
RL 20 tpm
09.30 3
4. Mengkaji skala nyeri pada
WIB
pasien
Respons : skala nyeri klien 4
5. Memberikan obat suntik
Keterolac 30 mg
Respons : Keterolac
diberikan lewat bolus atau
4 IV
13.30 6. Memberikan pendidikan
WIB kesehatan tentang Nutrisi,
mengajarkan klien untuk
jangan terlalu makan
makanan yang mengandung
tinggi serat, makan makanan
yang mengandung protein
dan kalori, klien tidak ada
pantangan untuk makanan
hewani, jika merasa nyeri
klien dianjurkan untuk
melakukan teknik relaksasi
Tarik nafas dalam agar nyeri
berkurang.

13. Evaluasi
Tabel 3.6
Evaluasi Tn. A Diagnosa Apendisitis Post Laparatomi di Ruang Teluk
Jambe Rumah Sakit Umum Daerah Karawang.

Har/Tanggal No. Evaluasi Paraf


Dx
Selasa 26, Maret 1 Evaluasi tindakan keperawatan Mus
2019 tanggal 26 maret 2019 pada pukul
13.00
S : Tn. A mengatakan sakit pada
bagian luka operasi sudah
berkurang
O:
- Keadaan umum lemah
- Kesadaran klien compos
metis
- Terpasang infus RL 20 Tpm
- Terlihat bekas operasi,
drainage masih terpasang
cairan
- TTV
TD : 110/70 mmHg
N : 85 x/menit
Suhu : 36.7 ºC
Rr : 24 x/menit

- Pemberian obat suntik


Keterolac 30 mg/IV
- Skala nyeri 6
A : Masalah klien teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan

2 Evaluasi tindakan keperawatan Mus


pada tanggal 26 Maret 2019 pada
pukul 13.00

S : Tn. A mengatakan luka bekas


operasi sudah kering
O:
- Mengkaji tanda-tanda
infeksi
- Observasi Balutan
- Memberikan terapi
cepriaxon 1 gram/IV
- Suhu 36.7 ºC

A : Masalah klien teratasi sebagian,


tidak ada tanda-tanda infeksi
P : Intervensi dilanjutkan

Rabu, 27 maret 1 Evaluasi tindakan keperawatan Mus


2019 pada tanggal 27 Maret 2019 pukul
13.00

S : Klien mengatakan sakit pada


bagian abdomen post op sudah
berkurang
O:
- Operasi Hari ke-2
Laparatomi
- Skala nyeri 5
- Luka bekas operasi terlihat
masih basah
- Klien tampak tenang
- Terpasang Infus RL 20 tpm
- TTV
TD : 120/70 mmHg
N : 85 x/menit
Suhu : 36.5 ºC
Rr : 22 x/menit
A : Masalah klien teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan

2 Evaluasi tindakan keperawatan Mus


tanggal 27 Maret 2019 pukul 13.00
S : Klien mengatakan paham apa
yang dijelaskan oleh perawat
membahas tentang penyakitnya
O:
- Memberikan penjelasan
tentang penyakit yang di
derita Tn. A
- Klien mengerti tentang apa
yang dijelaskan oleh
perawat tentang cara
perawatan luka dirumah
A : Masalah klien teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan

Kamis, 28 Maret 1 Evaluasi tindakan keperawatan Mus


2019 pada tanggal 28 maret 2019 pukul
13.00
S : Klien mengatakan luka nyeri
pada luka operasi sudah berkurang
O:
- Klien tampak tenang
- Skala nyeri 2
- Obat suntik ketorolac 30
mg/IV
- Masih terpasang infus RL
20 tpm
- Pasien sudah merencanakan
untuk pulang
- TTV
TD : 120/80 mmHg
N : 82 x/menit
Suhu : 36.2 ºC
Rr : 20 x/menit
A : Masalah klien teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
S : Tn. A mengatakan luka operasi Mus
2 sudah kering
O:
- Memberikan terapi
cepriaxon 1 gram/IV
- Suhu dalam batas normal
- Tidak terdapat tanda-tanda
infeksi pada luka
A : Masalah klien teratasi
P : klien merencanakan untuk
pulang.

S : Klien mengatakan mengerti


3 tentang penyakitnya, klien paham Mus
tentang cara perawatan dirumah
O : Memberikan penjelasan tentang
penyakit klien
A : Masalah klien teratasi
P : Intervensi dihentikan

B. Pembahasan Kasus
1) Pengkajian
Pada saat pengkajian post laparatomi pada apendisitis dengan pasien Tn.
A yang terpasang drainase di bagian perut sebelah kanan bawah. Klien
mengeluh nyeri dibagian perut yang bekas operasinya, skala nyeri 8, nyeri
seperti ditusuk-tusuk dan menjalar kebagian semua permukaan perut.
Berdasarkan hasil pemeriksaan didapatkan skala nyeri 8, nyeri bias
berlangsung hingga 25 menit, pada saat dipegang diarea luka operasi klien
tampak kesakitan, luka pada operasi hari pertama belum diganti balutan.
Dengan TTV 140/70 mmHg, Rr 25x/menit, Hr 90x/menit, Suhu 36,70C
dengan hasil lab leukosit 15,52 x10ᶺ3/uL
Diagnose yang dimunculkan diambil pada tinjauan teoritis ada lima
diagnose keperawatan sedangkan diagnosa pada kasus ada tiga diagnosa
yang dimunculkan, ketiga diagnose yang ada pada kasus ada semua di
diagnosa pada tinjauan teoritis.
Diagnosa yang dimunculkan di dalam kasus apendisitis:
1. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinunitas jaringan
karena tindakan operasi, ditandai dengan Tn. A mengeluh nyeri pada
luka operasi dengan rasanya seperti ditusuk-tusuk dan menjalar
keseluruh tubuh rasa nyerinya, bias berlangsung sekitar 25 menit.
Berdasarkan hasil pemekrisaan didapatkan skala nyeri 8.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi, ditandai dengan
Tn. A luka operasi belum diganti balutan operasinya dan hasil lab
didapatkan leukosit 15,52 x10ᶺ3/uL.
3. Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna
makanan ditandai dengan Tn. A mengatakan pada saat makan klien
merasa mual dan muntah, dank lien hanya mengahbiskan makan ¼
porsi.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan penuruna motivasi dan
minat yang ditandai dengan Tn. A mengatakan selama dirumah sakit
belum mandi sama sekali hanya dilap saja karna setelah operasi pasien
harus bedrest.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan informasi,
ditandai dengan pasien ketika merasakan sakit pasien hanya meminum
obat-obatan yang ada di warung dan tidak mengetahui tentang
penyakitnya.

2) Perencaan Keperawatan
Berdasarkan teori masalah keperawatan yang dapat dirumuskan pada
pasien Apendisitis post op laparatomi sekitar 3 masalah keperawatan dan
pada kasus kelolaan terdapat 5 masalah keperawatan. Yang sesuai dengan
teori masalah keperawatannya yaitu nyeri akut masalah tersebut munul
pada saat pengkajian, pasien mengatajan nyeri di bagian abdomen bekas
pasca operasi laparatomi, Masalah Keperawatan yang sesuai Resiko
Infeksi masalah tersebut yang muncul pada saat pengkajian adalah luka
masih terlihat basah dengan Leukosit 15,52 x 10ᶺ3/uL, Masalah
keperawatan yang sesuai kurang pengetahuan masalah tersebut yang
muncul ialah pada saat pengkajian dan ditanyakan kepada pasien dan
keluarga pasien mereka tidak memahami terkait pengobatan penyakitnya
dan pada saat pasien merasa sakit pasien selalu membeli obat-obatan di
warung, dan masalah keperawatan yang sesuai ialah deficit perawatan diri
masalah yang muncul ialah pada saat pengkajian pasien mengatakan
selama dirumah sakit pasien belum mandi.

Masalah keperawatan yang menjadi prioritas pertama yang muncul adalah


nyeri akut karena jika tidak diatasi pasien akan merasa meringis kesakitan
pada bagian abdomen nya yang bekas operasi laparatomi apendisitis,
masalah pada nyeri akut yang muncul karena pasien mengatakan nyeri
dibagian abdomen bekas post op laparatomi dan kriteria waktu yang
diambil 3 x 24 jam diharapkan pasien tidak mengeluh kesakitan lagi.

Masalah keperawatan yang menjadi prioritas kedua yang muncul adalah


Resiko Infeksi karena pasien mengatakan luka bekas operasinya basah
atau lembab, dan itu hari pertama pasien operasi dan dicek lab dengan
hasil leukosit 15,52 x10ᶺ3/uL tidak normal, kriteria waktu yang diambil 3
x 24 jam diharapkan meningkatkan penyembuhan pada luka dan bebas
dari tanda-tanda infeksi.

Masalah keperawatan yang menjadi prioritas ketiga yang muncul adalah


Defisit nutrisi karena pasien mengatakan mual dan muntah pada saat
dimasukan makanan, kriteria waktu yang diambil 3 x 24 jam diharapkan
pasien tidak merasakan mual dan muntah lagi pada saat makan dan berat
badan menjadi normal.

Masalah keperawatan yang menjadi prioritas keempat yang muncul adalah


deficit perawatan diri karena pasien mengatakan pada saat dirumah sakit
pasien belum sama sekali mandi, kriteria waktu 3 x 24 jam diharapkan
badan pasien terasa bersih dan tidak lengket lagi.
Masalah keperawatan yang menjadi prioritas kelima adalah kurangnya
pengetahuan karna menurur Hierarki Maslow masalah keperawatan yang
berhubungan dengan persepsi keluarga menjadi urutan yang terakhir.
Masalah keperawatan ini yang muncul akibat kurangnya pengetahuan
keluarga dan pasien terhadap penyakitnya. Kiteria waktu yang diambil 3 x
24 jam diharapkan ikut serta dalam pengobatan dan tidak merasa
kebingungan lagi.

3) Penatalaksanaan keperawatan
Dalam pelaksaan asuhan keperawatan dalam perawatan ada beberapa
rencana asuhan keperawatan yang tidak diakukan dari masalah
keperawatan Nyeri akut, resiko infeksi, deficit nutrisi, deficit perawatn diri
dan kurangnya pengetahuan semuanya dilakukan secara rencana tindakan
keperawatan yang telah di sesuaikan.

4) Evaluasi Keperawatan
Setelah pemberian asuhan keperawatan selama satu hari masalah
keperawatan yang teratasi yaitu Nyeri akut karena pasien sudah tidak
merasakan sakit lagi dan sudah mulai membaik, dan pada hari kedua
masalah keperawatan resiko infeksi sudah teratasi karena luka pada
pasien sudah membaik dan tidak ada munculnya tanda-tanda infeksi, dan
pada hari kedua masalah keperawatan deficit nutrisi dapat teratasi karena
pasien sudah mulai masuk makanan sedit-sedikit dan tidak merasakan
mual lagi, pada hari kedua ada masalah keperawatan deficit perawatan diri
dan kurangnya pengetahuan yang sudah teratasi karena pasien sudah mulai
memahami tentang penyakitnya dan pasien juga sudah bersih karena
sudah mandi.

Anda mungkin juga menyukai