Oleh:
ELISABETH D.KARINA RANI
NIM. 144011.01.18.112
A. Biodata
Nama Lengkap : Elisabeth D. Karina Rani
Tempat, Tanggal Lahir : Jayapura,19 September 1999
Suku / Bangsa : Flores
Agama : Katolik
Pekerjaan : Mahasiswa
No. Telp : 085254308820
Alamat Rumah : Ajen
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
N U Frekue Presentasi
o mur nsi (f) (%)
1 1 31 67 %
5 – 45
2 > 15 33 %
45
Total 46 100 %
1 Laki – laki 14 67 %
2 Perempuan 7 33 %
3 Total 21 100 %
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas, maka rumusan masalah
dalam studi kasus ini adalah “bagaimana cara memberikan asuhan keperawatan
pada pasien dengan penyakit obstruksi usus di HNGV (Hospital Nasional Guido
Valadares) ruangang bedah
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Yaitu, untuk mengetahui asuhan keperawatan secara nyata apda pasien dengan
obstruksi usus
2. Tujuan Khusus
D. Manfaat Penulisan
Hasil studi kasus ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi Kepala Lider
penanggung jawab, dan sebagai bahan pertimbangan dalam meningkatkan mutu
pelayanan di Rumah Sakit salah satunya upaya peningkatan program Pelayanan
kesehatan mengenai pencegahan, perawatan, dan penatalaksanan penyakit
Obstruksi Usus, guna menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit
obstruksi usus di Hospital Nasional Guido Valadares Dili.
Hasil studi kasus ini di harapkan menjadi bahan masukan bagi disiplin ilmu
keperawatan dalam mengembangkan keilmuan khususnya asuhan keperawatan,
agar para mahasiswa dapat mengetahui Asuhan Keperawatan tentang
penyakit Obstruksi usus pada pasien yang menderita penyakit serta perannya
sebagai seorang perawat yaitu memberikan pelayanan kesehatan (pendidikan
kesehatan), Promotif Preventif Kuratif dan Rehablitatif untuk penyakit Obstruksi
usus.
3. Bagi Penulis
Hasil studi kasus ini dapat dijadikan sebagai dasar untuk studi lebih lanjut
mengenai asuhan keperawatan pada penyakit Obstruksi usus dalam rangka
menurunkan angka kesakitan dan kematian.
Ruang lingkup dalam studi kasus ini yaitu penulis hanya menguraikan Asuhan
Keperawatan Pada pasien dengan masalah Obstruksi usus. Sasaran dalam studi
kasus ini adalah Pasien dengan masalah Obstruksi usus
Penulisan karya tulis ini menggunakan metode deskriptif paada studi kasus
dengan pendekatan pada proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian,
diagnosa, perencanaan tindakan keperawatan, implementasi keperawatan dan
evaluasi keperawatan. Deskriptif yaitu memberikan gambaran tentang
pengelolaan kasus pasien dengan operasi.
Pengambilan data yang digunakan dalam penulisan karya tulis ilmiah ini
adalah sebagai berikut :
1. Observasi partisipatif
2. Interview
3. Pemeriksaan Fisik
4. Studi Dokumenter
Studi Dokumenter adalah : Suatu teknik pengumpulan data yang diperoleh dengan
mempelajari catatan medik dan catatan perawatan serta hasil pemeriksaan
diagnosik yang ada. Dalam hal ini penulis mempelajari buku laporan, catatan
keperawatan dan catatan medik serta hasil diagnostic ( Januari, 2010 ).
5. Studi Pustaka
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep penykit
1. Definisi
Obstruksi usus adalah kerusakan parsial atau komplit aliran isi usus ke
arah ke depan. Yang kebanyakan terjadi di usus halus khususnya di ileum (Ester,
M, 2002:49). Gangguan yang terjadi ketika terdapat rintangan terhadap aliran
normal dari isi usus, bisa juga karena hambatan terhadap rangsangan syaraf untuk
terjadinya peristaltik atau karena adanya blokkage pada ileus mekanik/organik.
(Long B.C,1996:242).
Obstruksi usus adalah sumbatan total atau parsial yang mencegah aliran
normal melalui saluran pencernaan.(Brunner and Suddarth,2001).
Obstruksi usus adalah gangguan isi usus di sepanjang saluran usus. (Price
dan Wilson,1994). Obstruksi usus adalah keadaan dimana usus gagal/tidak
mampu melakukan kontraksi peristaltic untuk menyalurkan isinya.
Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya
obstruksi usus akut yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan .
(Dermawan, dkk. 2010.Hal.72).
2. JENIS-JENIS OBSTRUKSI
Suatu keadaan dimana otot-otot usus tak dapat mendorong isi usus ke
bawah (gangguan peristaltik). Peristaltik usus dihambat sebagian akibat pengaruh
toksin atau trauma yang mempengaruhi kontrol otonom pergerakan usus.
Peristaltik tidak efektif, suplai darah tidak terganggu dan kondisi tersebut hilang
secara spontan setelah 2 sampai 3 hari.
2) Obstruksi mekanik
3. ETIOLOGI
1) Faktor Mekanis
Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik
a. Perlekatan atau adhesi, yaitu lengkung usus menjadi melekat pada area yang
sembuh secara lambat atau pada jaringan parut setelah pembedahan abdomen
(Brunner & Suddarth, 2002 : 1121). Pada perlekatan usus halus adhesi pita-pita
jaringan ikat mungkin terbentuk dari organ ke organ ke dinding peritoneum
sebagai hasil penyembuhan dari peritonitis atau setelah setiap operasi abdominal
(Robbins & Kumar, 1995:266).
b. Hernia : Protrusi usus melalui area yang lemah dalam usus atau dinding dan
otot abdomen
c. Volvulus yaitu usus memutar dan kembali kekeadaan, akibatnya lumen usus
menjadi tersumbat, menunjukkan adanya pemelintiran (pemutaran) dari saluran
usus, kira-kira pada dasar pelekatan mesenterik. Hal ini sering terjadi pada usus
halus, tapi saluran sigmoid yang sangat berlebihan munkin dapat terkena.
Obstruksi dan infrak sering terjadi pada kasus ini (Robbins dan Kumar,
1995:266).
d. Tumor yang ada dalam dinding usus meluas ke lumen usus atau tumor diluar
usus menyebabkan tekanan pada dinding usus.
3) Faktor vaskuler yaitu obstruksi aliran darah yang dapat timbul sebagai
akibat dari okulasi komplet (infark mesentrika) atau oklusi proksimal (angina
abdominal).
2) Klien dapat mengeluarkan darah dan mucus, tetapi bukan materi fekal
dan tidak terdapat flatus.
5) Apabila obstruksi terjadi pada ileum maka muntah fekal dapat terjadi.
Semakin kebawah obstruksi dibawah area gastrointestinal yang terjadi, semakin
jelas adanya distensi abdomen.
6) Jika obstruksi usus berlanjut terus dan tidak diatasi maka akan terjadi
shock hipovolemia akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma, dengan
manifestasi klinis takikardi dan hipotensi. Suhu tubuh biasanya normal tapi
kadang-kandang dapat meningkat. Demam menunjukkan obstruksi strangulate.
1) Nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama dengan obstruksi
pada usus halus tetapi intensitasnya jauh lebih rendah.
3) Akhirnya abdomen menjadi sangat distensi, loop dari usus besar menjadi
dapat dilihat dari luar melalui dinding abdomen.
4) Klien mengalami kram akibat nyeri abdomen bawah. (suratun & lusianah,
2010. Hal. 339 )
1) Distensi abdominal
4) Nyeri hebat
5) Konstipasi
6) Dehidrasi
8) Mual
10) Muntah
1) Konstipasi
5) Muntah ( lebih dini dan lebih parah jika obstruksi lebih berat)
1) Distensi abdominal
beberapa hari )
6) Serangan gejala yang lebih lambat dari pada gejala obstruksi usus kecil
(Buku nursing pranata puri. 2001. Hal. 318 – 319)
Manifestasi Klinik
Kolik (kram) pada abdomen pertengahan sampai ke atas, distensi, muntah empedu
awal, peningkatan bising usus (bunyi gemerincing bernada tinggi terdengar pada
interval singkat), nyeri tekan difus minimal.
Kram (abdomen tengah sampai bawah), distensi yang muncul terakhir, kemudian
terjadi muntah (fekulen), peningkatan bising usus, nyeri tekan difus minimal.
a) Usus halus
1) Duodenum
Disebut juga usus duabelas jari panjangnya kira-kira 25 cm. bagian kanan
duodenum terdapat selaput lender yang membukit disebut papilla vateri. Pada
papilla vateri ini bermuara saluran empedu (duktus koleidoktus) dan saluran
pankreas (duktus pankreatikus).
6. PATOFISIOLOGI
Patofiologi usus halus yaitu Kondisi obstruksi mekanik pada usus halus
akan meningkatkan di latasi usus proksimal serta akan memberikan manifestasi
akumulasi sekresi dan udara pada saluran gastrointestinal. Di latasi usus ini
merangsang aktivitas sel-sel sekretorit untuk menghasilkan lebih banyak
akumulasi cairan. Kondisi ini akan meningkatkan peristaltik baik di atas dan di
bawah lesi obstuksi. (khan,2009). Respon muntah merupakan kondisi awal terjadi
jika tingkat obstruksi pada bagian proksimal, kondisi meningkatkan distensi usus
halus menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal. Hal ini dapat menyebabkan
kompresi mukosa limfatik menjadi limfedema pada dinding usus.ketika tekanan
hidrostatik intralumen tinggi, maka akan meningkatkan tekanan hidrostatik
kapiler dan akan menghasilkan peningkatan ruang ketiga, air, elektrolit, dan
protein masuk ke dalam lumen intestinal. Kehilangan cairan dan kondisi dehidrasi
yang bterjadi kemudian bisa bertambah berat dan berkonstribusi terhadap resiko
morbiditas dan kematian. (shieds 1965). Patofisiologi usus besar yaitu obstruksi
mekanis dan pseudo-obstruksi dari usus besar menyebabkan pelebaran usus di
bagian proksimal dari lesi obstruksi. Hal ini menyebabkan edema mukosa dan
gangguan aliran darah vena dan arteri ke usus. Edema dan iskemia usus
meningkatkan permebilitas mukosa usus, yang dapat mengakibatkan translokasi
bakteri, sepsis ,dehidrasi, dan gangguan elekrolit. Iskemia yang berlanjut pada
nekrosis dinding usus akan meningkatkan resiko perforas dan peristonitis.
7. PATHWAY
8. Pemeriksaan Diagnostik Pada Obstruksi Usus Halus
a) Pemeriksaan Laboratorium
Pada tahap awal ditemukan hasil laboratorium yang sanagt normal.
Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukosiosis, dan nilai elektrolit
yang abnormal. Peningkatan serum amylase sering didapatkan. Leukositosis
menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi, tetapi hanya terjadi pada 38%
sampai 50% obstruksi strangulate dibandingkan 27% - 44% pada obstruksi non
strangulate. Hematokrit yang meningkat dapat timbul pada dehidrasi. Selain itu
ditemukan adanya gangguan elektrolit. Analisa gas darah mungkin terganggu,
dengan alkalosis metabolic bila muntah berat, dan metabolic asidosis bila ada
tanda-tanda shock, dehidrasi dan ketosis.
b) Pemeriksaan Foto Polos Abdomen
Pada pemeriksaan ini dapat memperlihatkan dilatasi lengkung usus halus
disertai adanya batas anatara air dan udara atau gas yang membentuk pola
bagaikan tangga, terutama pada obstruksi bagian distal. Foto polos abdomen
mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus, sedangkan
sensitivitas 84% pada obstruksi kolon. Pada kolon bias saja tidak Nampak gas.
Jika terjadi stangulasi dan nekrosis maka akan terlihat gambaran berupa hilangnya
mukosa yang regular dan adanya gas dalam dinding usus. Udara bebas pada foto
toraks tegak menunjukkan adanya perforasi usus. Penggunaan kontras tidak
dianjurkan karena dapat menyebabkan peritonitis akaibat adanya perforasi.
c) Pemeriksaan CT-Scan
Pemeriksaan ini dikerjakan jika secara klinis dan foto polos abdomen dicurigai
adanya strangulasi. CT-Scan akan menunjukkan secara lebih teliti adanya
kelainan pada dinding usus, kelainan pada mesenterikus, dan peritoneum. CT-
Scan harus dilakukan dengan memasukkan zat kontras kedalam pembuluh darah.
Pada pemeriksaan ini dapat diketahui derajat dan lokasi dari obstruksi.
d) Pemeriksaan Radiologi dengan Barium Enema
Pemeriksaan ini mempunyai suatu peran terbatas pada klien dengan obstruksi usus
halus. Pengujian Enema Barium terutama sekali bermanfaat jika suatu obstruksi
letak rendah yang tidak dapat pada pemeriksaan foto polos abdomen. Pada anak-
anak dengan intussuscepsi, pemeriksaan enema barium tidaklah hanya sebagai
diagnostic tetapi memungkinkan juga sebagai terapi.
e) Pemeriksaan USG
Pemeriksaan ini akan mempertunjukkan gambaran dan penyakit dari obstruksi
f) Pemeriksaan MRI
Teknik ini digunakan untuk mengevaluasi iskemia mesenterikus kronis.
g) Pemeriksaan Angiografi
Angiografi mesenterika superior telah digunakan untuk mendiagnosis adanya
herniasi internal, intususepsi, vovulus, malrotation dan adhesi. ( Suratun &
lusianah, 2010. Hal.340- 341)
10. KOMPLIKASI
Akibat dari obstruksi usus dapat terjadi:
a) Peritonitis, hal ini di karenakan akibat absorbs toksin dalam rongga peritoneum
sehingga terjadi peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen terutama
pada obstruksi usus yang berlangsung cepat.
b) Perforasi, dikarenakan obstruksi yang terjadi sudah terlalu lama pada organ intra
abdomen.
c) Sepsis, infeksi akibat peritonitis yang tidak tertangani dengan baik dan cepat.
d) Syok hipovolemik, hal ini terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
(http://harnawati.wordpress.com
B. Konsep Dasar Keperawatan
Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam
keperawatan. Hal ini bisa disebut sebagai pendekatan problem solving
(pemecahan masalah) yang memerlukan ilmu, tehnik dan keterampilan,
interpersonal dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan klien atau keluarga
dengan memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan lima tahap proses
keperawatan yaitu: pengkajian, perumusan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan,
dan evaluasi. (Nursalam,2001).
Prosedur pemberian asuhan keperawatan terhadap pada klien pre dan post
laparatomi dilaksanakan melalui proses keperawatan. Teori dan konsep
keperawatan dilakukan secara terpadu dalam tahapan yang terorganisisr melalui :
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu
proses yang sistematis dalam pengumpulan status kesehatan klien.
(Nursalam,2001). Dalam tahap ini dilakukan pengumpulan data dengan cara
anamnesa yang diperoleh dengan wawancara, observasi, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang, serta mempelajari status klien. Adapun data pengkajian
pencernaan ( Dx. Obstruksi usus) meliputi:
a) Identitas
1) Identitas klien
Data yang terdapat berupa nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor registrasi, diagnosa
medik.
2) Identitas penanggung jawab
Mencakup nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,
hubungan dengan klien.
b) Riwayat kesehatan sekarang Riwayat penyakit sekarang yang ditemukan ketika
dilakukan pengkajian yang dijabarkan dari keluhan utama dengan menggunakan
teknik PQRST.
Pasien ileus obstruktif sering ditemukan nyeri kram, rasa ini lebih
konstan apalagi bila bergerak akan bertambah nyeri dan menyebar pada distensi,
keluhan ini mengganggu aktivitas klien, nyeri ini bisa ringan sampai berat
tergantung beratnya penyakit dengan skala 0 sampai 10. Klien post laparatomi
pun mengeluh nyeri pada luka operasi, nyeri tersebut akan bertambah apabila
klien bergerak dan akan berkurang apabila klien diistirahatkan, sehingga klien
biasanya hanya berbaring lemas. Nyeri yang dirasakan klien seperti disayat-sayat
oleh benda tajam letaknya disekitar luka operasi, dengan skala nyeri lebih dari 5
(0-10).
c) Riwayat kesehatan dahulu
Klien dengan obstruksi usus laparatomi mempunyai riwayat pernah dioperasi
pada bagian abdomen, yang mengakibatkan terjadinya adhesi. Klien post
laparatomi biasanya mempunyai riwayat penyakit pada sistem pencernaan.
d) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat dalam keluarga sedikit sekali kemungkinan mempunyai obstruksi usus
karena kelainan ini bukan merupakan kelainan genetik, ada kemungkinan pada
keluarga dengan ileus obstruktif dan post laparatomi mempunyai riwayat penyakit
kanker dan dapat pula mempunyai riwayat cacingan pada keluarga.
e) Riwayat sosial
Ada perubahan peran, pekerjaan, atau aktivitas, klien akan merasa tergantung dan
membutuhkan bantuan orang lain.
f) Riwayat psikologi
Timbul kecemasan pada klien dengan obstruksi usus, pada klien post laparatomi
pun biasanya mengalami kecemasan karena keadaannya yang sakit.
g) Riwayat spiritual
Bagian yang menjelaskan tentang kepribadian, keyakinan, harapan, serta
semangat dalam diri klien yang merupakan aspek penting untuk kesembuhan
penyakit. Ditemukan keparahan klien dalam menerima kondisi penyakitnya.
h) Pola kebiasaan sehari-hari
Adanya kesulitan dalam melakukan aktivitas, adanya gangguan dalam nutrisi
biasanya tidak mampu makan dan minum karena mual dan muntah, gangguan
dalam tidur/istirahat, kesulitan BAB (konstipasi atau obstipasi), personal hygiene
kurang terpenuhi.
i) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan teknik inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi terhadap beberapa sistem tubuh secara head to toe:
d) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan , mual dan
muntah.
Criteria hasil :
- Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
- Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
Intervensi:
1) Kaji adanya alergi makanan
2) Kaji jenis makanan yang disukai
3) Pantau berat badan pasien
4) Tentukan program diet dan pola makan pasien
5) Monitor kadar elektrolit
6) Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
7) Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana
memenuhinya
8) Libatkan keluarga dalam perencanaan sesuai indikasi
9) Berikan multivitamin
e) Nausea berhubungan dengan nyeri, distensi abdomen, obstruksi.
Criteria hasil :
- Pasien akan menunjukan muntah tidak ada
- Menunjukan hidrasi adekuat (mukosa membrane lembab, tidak ada haus
berlebihan/abnormal, tidak terjadi demam, kemapuan prespirasi)
Intervensi Rasional
1) Pantau tanda subjektif nausea pada pasien
2) Manajemen nutrisi :
3) Ajarkan untuk makan dengan pelan
4) Berikan antiemetik sesuai indikasi
5) Jaga klien dan sekeliling saat terjadi muntah
6) Berikan perawatan mulut setelah muntah
f) Gangguan body image berhubungan dengan efek dari kondisi atau pembedahan
tubuh. Perubahan diet.
Criteria hasil :
- Pasien akan dapat mengidentifikasikan kekuatan personal
- Mengetahui situasi dan hubungan personal dan gaya hidup
- Mempertahankan interaksi social dan hubungan personal
- Pengetahuan actual dalam perubahan anggota tubuh
Intervensi Rasional
1) Kaji dan dokumentasikan respon verbal dan non verbal mengenai tubuhnya.
2) Bantu pasien untuk adaptasi mempersepsikan stressor, perubahan, atau
menangani bila ada konflik antara peran dan gaya hidup.
3) Siapkan pasien untuk antisipasi krisis perkembangan atau situasi.
4) Dorong persepsi dan tingkah laku positif terhadap tubuh
g) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kemungkinan nekrosis.
Criteria hasil :
- Temperature tubuh normal
- Menunjukan tidak ada tanda-tanda infeksi.
Intervensi Rasional
1) Awasi dan laporkan indikasi infeksi, yaitu : tanda-tanda vital, temperature
tubuh, bising usus, suara nafas, karakter urin, adanya abses dalam distensi
abdomen dan ikterus.
2) Berikan antibiotic sesuai indikasi
3) Sediakan kultur untuk dan testing sensitivitas sesuai indikasi, lakukan sebelum
terapi antibiotic.
4) Gunakan prosedur teknik septic dan aseptic selama proses tindakan
h) Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status nutrisi,
luka pembedahan.
Criteria hasil :
- Pasien akan menunjukan perwatan optimal kulit dan luka secara rutin.
- Intgritas kulit dan membrane mukosa adekuat (temperature jaringan,
elastisitas, hidrasi, pigmentasi, dan warna).
Intervensi Rasional
1) Monitor karakteristik luka meliputi lokasi, ada/tidaknya dan karakter eksudat,
ada/tidaknya jaringan nekrotik, ada/tidaknya tanda-tanda infeksi (nyeri, bengkak,
kemerahan, peningkatan sushu, penurunan fungsi).
2) Bersihkan dan ganti balutan (wound care) luka dengan teknik steril.
3) Minimalisir penekanan pada bagian luka.
4) Evaluasi factor yang meningkatkan kerusakan kulit seperti, deficit nutrisi,
diabetes mellitus, infeksi, penurunan sensasi.
i) Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan.
Criteria hasil :
- Pasien mengungkapkan pemahaman tentang penyakit saat ini
- Mendemonstrasikan ketrampilan koping positif dalam menghadapi ansietas
Intervensi Rasional
1) Kaji prilaku koping baru dan anjurkan penggunaan ketrampilan yang berhasil
pada waktu lalu.
2) Dorong dan sediakan waktu untuk mengungkapkan ansietas dan rasa takut,
berikan umpan balik.
3) Jelaskan prosedur atau tindakan dan beri penguatan penjelasan dokter tentang
penyakit, tindakan, prognosis.
4) Pertahankan lingkungan yang tenang tanpa stress
5) Dorong dukungan keluarga dan orang terdekat.
j) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Kriteria Hasil :
- Klien dan keluarga tahu tentang penyakit yang klien derita dan penyebabnya
- Klien dapat melakukan pencegahan agar tidak terjadi penyakit berulang.
Intervensi:
1) Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit klien
2) Berikan penjelasan tentang proses penyakit
3) Berikan informasi kepada keluarga klien tentang bagaimana pencegahannya
4) Tanyakan dan dengarkan apa yang disampaikan keluarga tentang informasi
yang di dapatnya sehubungan dengan penyakit klien.
4. Pelaksanaan
Penatalaksanaan atau implementasi merupakan aplikasi dari perencanaan
keperawatan oleh perawat dan klien. Hal-hal yang harus kita perhatikan ketika
akan melakukan implementasi adalah intervensi yang dilakukan sesuai dengan
rencana. Setelah itu lakukan validasi, pengasahan keterampilan interpersonal,
intelektual dan psikologi individu. Terakhir melakukan pendokumentasian
keperawatan berupa pencatatan dan pelaporan. (Nursalam,2001)
5. Evaluasi
Evaluasi terdiri dari dua jenis, yaitu: evaluasi formatif dan evaluasi
sumatif.
Evaluasi formatif disebut juga sebagai evaluasi proses, evaluasi jangka
pendek atau evaluasi berjalan, dimana evaluasi dilakukan sampai tujuan tercapai.
Sedangkan evaluasi sumatif bisa disebut juga evaluasi hasil, evaluasi akhir,
evaluasi jangka panjang. Evaluasi ini dilakukan pada akhir tindakan keperawatan
paripurna dan menjadi suatu metode dalam memonitor kualitas dan efisiensi
tindakan yang diberikan. Bentuk evaluasi ini lazimnya menggunakan format
SOAP. (Nursalam,2001). Tujuan evaluasi adalah untuk mendapatkan umpan balik
rencana keperawatan, nilai serta meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui
hasil perbandingan standar yang telah ditentukan sebelumnya.
Perencanaan Pulang
Pada klien dengan Obstruksi Usus perlu adanya penyuluhan terhadap faktor-
faktor penyebab yang perlu dihindari yaitu makanan yang pedas-pedas, emosi
tinggi, stres, penggunaan obat yang sembarangan. Untuk menghindari komplikasi
lebih berat hendaknya klien segera untuk periksa ke petugas kesehatan atau rumah
sakit bila mendapat nyeri di epigastrium. Rasa panas di bagian perut rasa terbakar,
mual dan muntah. Karena gejala ini merupakan gejala yang khas pada klien
dengan Obstruksi Usus. Untuk mempertahankan keselamatan setelah pulang dari
rumah sakit hendaknya klien tetap beristirahat dan mengkonsumsi makanan yang
banyak mengandung vitamin. Kontrol ulang secara teratur dan segera datang ke
rumah sakit atau instansi kesehatan terdekat jika tanda-tanda kembali kambuh.
(Doenges, 1999,hal 310).
Beberapa informasi penyuluhan pendidikan yang harus diberikan kepada pasien
ini adalah:
1) Harus cukup banyak istirahat untuk mencapai pemulihan dan kesembuhan pasca
operasi.
2) Beritahu klien dan keluarga tentang komplikasi dan gejala-gejala yang
memperbesarkan penyakitnya dan jika itu terjadi hubungi bagian kesehatan.
3) Diet banyak minum air putih.
4) Penjelasan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan selama
dirumah/ perawatan mandiri.