Anda di halaman 1dari 38

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

M DENGAN PENYAKIT COLIC


ABDOMEN DI RUANG PENYAKIT DALAM PRIA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
JAYAPURA

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh:
ELISABETH D.KARINA RANI
NIM. 144011.01.18.112

YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA


PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
AKADEMI KEPERAWATAN RS. MARTHEN INDEY
JAYAPURA
2019
RIWAYAT HIDUP PENULIS

A. Biodata
Nama Lengkap : Elisabeth D. Karina Rani
Tempat, Tanggal Lahir : Jayapura,19 September 1999
Suku / Bangsa : Flores
Agama : Katolik
Pekerjaan : Mahasiswa
No. Telp : 085254308820
Alamat Rumah : Ajen

B. Riwayat Pendidikan Umum


1. SEKOLAH DASAR YPPK PADMA 1 MANOKWARI,2011
2. SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 3
MANOKWARI,2014
3. SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 1 MANOKWARI,2017
KATA PENGANTAR
Pertama-tama Penulis ucapkan puji syukur kehadirat Allah ta’ala, karena
atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya Penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah ini. Tak lupa shalawat dan salam Penulis haturkan kepada Rasulullah
Muhammad SAW, Sang Sebaik-baik teladan. Karya Tulis Ilmiah ini merupakan
hasil studi kasus yang disusun dengan persiapan yang maksimal dan melibatkan
banyak pihak. Untuk itu, Penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Ibu Fazryani Mazita Torano,S.Kep.Ns.MKM. selaku pembimbing di Akademi
Keperawatan RS Marthen Indhey
2. Kedua orang tuaku yang senantiasa mendoakan kesuksesanku.
3. Angkatan X sebagai tempat berbagi dan melengkapi satu sama lain. Semoga
kebersamaan kita terjalin sampai kita meraih kesuksesan nanti.
Tak ada gading yang tak retak, Penulis menyadari Karya Tulis Ilmiah ini jauh
dari kesempurnaan, untuk itu Penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca sekalian.

Jayapura, 8 Oktober 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Penyakit pencernaan adalah semua penyakit yang terjadi pada saluran


pencernaan. Penyakit ini merupakan golongan besar dari penyakit pada
organ esofagus, lambung, duodenum bagian pertama, kedua dan
ketiga, jejunum, ileum, kolon, kolon sigmoid, dan rektum. Obstruksi usus Besar
atau intestinal mayor merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering
dijumpai, merupakan 60-70% dari seluruh kasus akut abdomen yang bukan
appendicitis akuta. Angka kematian keseluruhan untuk obstruksi usus halus kira-
kira 10 % Angka kematian untuk obstruksi non strangulata adalah 5-8 %,
sedangkan pada obstruksi strangulata telah dilaporkan 20-75 % Angka mortalitas
untuk obstruksi kolon kira-kira 20 %. Obstruksi usus merupakan gangguan pada
aliran normal atau suatu blok saluran usus yang menghambat pasase cairan, flatus
dan makanan dapat secara mekanis atau fungsional yang segera memerlukan
pertolongan atau tindakan. Obstruksi usus halus merupakan  suatu kondisi
penyumbatan patologis akibat adanya kelainan mekanik pada usus halus.
Obstruksi usus besar merupakan suatu kondisi penyumbatan patologis akinbat
adanya kelainan mekanik atau nonmekanik pada usus besar. Obstruksi usus besar
dapat disebabkan oleh neoplasma atau kelainan anatomi,seperti volvulus, hernia
inkaraserata, striktur atau obstipasi. Kelainan nonmekanik biasanya dihubungkan
dengan kondisi pseudo-obstruksi ( McCowan , 2009 ).

Obstruksi usus atau sering disebut ileus obstruktif merupakan


kegawatan  dalam bedah abdomen yang sering dijumpai, merupakan 60-70%
seluruh kasus akut abdomen yang bukan appendisitis akut. Melihat kondisi seperti
tersebut di atas,  maka perawat harus dapat mendeteksi secara dini tanda dan
gejala klien dengan nyeri abdomen atau mengenal tanda khas penyakit usus
Sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan secara komprehensip pada klien
dengan obstruksi usus.

Perawat sebagai pelayanan dapat berfokus dalam melaksanakan perangnya


sebagai asuhan keperawatan pada penyakit obstruksi usus  maupun penyakit
lainnya. Selanjutnya peran perawat sebagai asuhan keperawatan pada
pasien dengan obstruksi usus di Timor Leste, khususnya di Hospital Nacional
Guido Valadares belum sesuai dengan standar operasional. Di  Hospital Nacional
Guido Valadares, belum aktih / perang ganda karena kurangya tenaga sehingga
perawat berkerja melebihi waktu kerja ( Overtime ).

Asuhan keperawat sangat penting dalam menanggani pasien,dalam hal ini


perawatan pasien obstruksi usus, karena penyakit nyeri abdomen  dari tahun ke
tahun angka kesakitan terus meningkat di lihat secara Global, Nasional maupun
lokal (Relatorio Annual Ministerio Saude 2010 - 2012 dan catatan medik HNGV
2010 – 21012 ).
Pada tahun 2010 – 2012 menurut data statistik kementrian
kesehatan  mengenai obstruksi usus jumlah total 46 orang yang meliputih umur
dari daftar tabel di bahwa ini :

N U Frekue Presentasi
o mur nsi (f) (%)

1 1 31 67 %
5 – 45

2 > 15 33 %
45

Total 46 100 %
       

     Bersdasarkan tabel yang  telah diuraikan di atas ternyata penyakit


obstruksi usus sangat tinggi dideirta pada umur 15 – 45  tahun karena
frekuensinya lebih tinggi dibandingkan dengan umur 45 tahun ke atas dan
perbandingannya 3:1 dengan presentasinya umur 15 – 45 tahun sebanyak  67 %,
umur 45 tahun ke atas senyak  33%

       Sedangkan di HNGV DILI  Ruangan rawat inap “ bedah ” Pada


tahun 2012 bulan januari sampai pada bulan desember, menurut data stastitik
hospital tentang ruangan bedah, jumlah pasien yang pernah menderita obstruksi
usus dan merawat inap total 21 orang yang meliputih jenis kelamin dari daftar
tabel di bawah ini.
N Jenis kelamin Freku Present
0 ensi (f) asi (%)

1 Laki – laki 14 67 %

2 Perempuan 7 33 %

3 Total 21 100 %

                  Berdasarkan tabel yang di uraikan diatas ternyata pasien yang


menderita penyakit obstruksi usus yang merawat inap di ruang bedah lebih
banyak yang diderita oleh laki – laik, karen frekunsinya lebih tinggi
dinbandingkan dengan perempuang, perbandingan 2 : 1 dengan presentasinya
jenis kelamin, laki – laki sebanyak  67 %, perempuang sebanyak  33%.

B.     Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas, maka rumusan masalah
dalam studi kasus ini adalah “bagaimana cara memberikan asuhan keperawatan
pada pasien dengan penyakit obstruksi usus di HNGV (Hospital Nasional Guido
Valadares)  ruangang bedah
C.    Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah :

1.      Tujuan Umum

Yaitu, untuk mengetahui asuhan keperawatan secara nyata apda pasien dengan
obstruksi usus

2.      Tujuan Khusus

a)         Untuk mengetahui pengkajian secara nyata pada pasien

        dengan penyakit obstruksi usus.

b)      Untuk mengetahui diagnosa keperawatan secara nyata pada

       pasien dengan obstruksi usus

c)         Untuk mengetahui intervensi keperawata secara nyata pada

        pasien dengan obstruksi usus

d)        Untuk mengetahui implementasi  keperawatan secara nyata

        pada pasien dengan obstruksi usus

e)         Untuk mengetahui cara mengevaluasi secara nyata pada

        pasien dengan obstruksi usus

D.    Manfaat Penulisan

Adapun manfaat yang diharapkan dalam studi kasus ini bagi:

1.      Bagi Rumah Sakit Nasional Guido Valadares Dili

Hasil studi kasus ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi Kepala Lider
penanggung jawab, dan sebagai bahan pertimbangan dalam meningkatkan mutu
pelayanan di Rumah Sakit salah satunya upaya peningkatan program  Pelayanan
kesehatan mengenai pencegahan, perawatan, dan penatalaksanan penyakit
Obstruksi Usus, guna menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit
obstruksi usus di Hospital Nasional Guido Valadares Dili.

2.      Bagi Institusi Pendidikan

Hasil studi kasus ini di harapkan menjadi bahan masukan bagi disiplin ilmu
keperawatan dalam mengembangkan keilmuan khususnya asuhan keperawatan,
agar para mahasiswa dapat mengetahui Asuhan Keperawatan tentang
penyakit Obstruksi usus pada pasien yang menderita penyakit serta perannya
sebagai seorang perawat yaitu memberikan pelayanan kesehatan (pendidikan
kesehatan), Promotif Preventif Kuratif dan Rehablitatif untuk penyakit Obstruksi
usus.

3.   Bagi Penulis

Hasil studi kasus ini dapat dijadikan sebagai dasar untuk studi lebih lanjut
mengenai asuhan keperawatan pada penyakit Obstruksi usus dalam rangka
menurunkan angka kesakitan dan kematian.

E.     Ruang Lingkup Permasalahan

Ruang lingkup dalam studi kasus ini yaitu penulis hanya menguraikan Asuhan
Keperawatan Pada pasien dengan masalah Obstruksi usus. Sasaran dalam studi
kasus ini adalah Pasien dengan masalah Obstruksi usus

F.     Metode Penulisan dan Teknik Pengumpulan Data

Penulisan karya tulis ini menggunakan metode deskriptif paada studi kasus
dengan pendekatan pada proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian,
diagnosa, perencanaan tindakan keperawatan, implementasi keperawatan dan
evaluasi keperawatan. Deskriptif yaitu memberikan gambaran tentang
pengelolaan kasus pasien dengan operasi.
      Pengambilan data yang digunakan dalam penulisan karya tulis ilmiah ini
adalah sebagai berikut :

1.      Observasi partisipatif

Observasi partisipatif adalah: Suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan


dengan mengadakan pengamatan dan melaksanakan asuhan  keperawatan pada
klien selama di rumah sakit dan  lebih bersifat obyektif yaitu, dengan melihat
respon klien setelah dilakukan tindakan (Efendy, 1995).

2.      Interview

Interview  adalah : Suatu teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara


mengadakan tanya jawab dengan  klien, keluarga dan tenaga kesehatan  lain untuk
mendapatkan keterangan  tentang masalah yang terjadi pada penyakit obstruksi
usus.

3.      Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik adalah : Suatu teknik pengumpulan data dengan melakukan


pemeriksaan mulai dari kepala hinga sampai kaki dengan cara inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi untuk mendapatkan data fisik klien secara keseluruhan
(Talbot, 1997).

4.      Studi Dokumenter

Studi Dokumenter adalah : Suatu teknik pengumpulan data yang diperoleh dengan
mempelajari catatan medik dan catatan perawatan serta hasil pemeriksaan
diagnosik yang ada. Dalam hal ini penulis mempelajari buku laporan, catatan
keperawatan dan catatan medik serta hasil diagnostic          ( Januari, 2010 ).
5.      Studi Pustaka

Yaitu mempelajari buku-buku referensi tentang penyakit obstrukis usus yang


berhubungan dengan keperawatan  pada klien yang mengalami obstruksi usus.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep penykit

1.      Definisi  

Obstruksi usus adalah gangguan pada aliran normal isi usus


sepanjang  traktus intestinal (Nettina, 2001). Obstruksi terjadi ketika ada
gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran isi usus ke depan tetapi
peristaltiknya normal (Reeves, 2001).

Obstruksi usus merupakan suatu blok saluran usus yang menghambat


pasase cairan, flatus dan makanan dapat secara mekanis atau fungsional
(Tucker,1998). Obstruksi usus dapat disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk
fekal impaction, hernia, pelekatan, tumor, ileus paralitik, intususepsi, enteritis,
volvulus, batu empedu, abses, atau hematoma. Obstruksi mekanik primer atau
obstruksi sekunder dapat disebabkan oleh inflamasi atau gangguan sistem nervus.
Komplikasi segera yang dapat terjadi dari obstruksi usus adalah dehidrasi. Potensi
komplikasi lain adalah perforasi usus, dan infeksi. (Lorenne, 2005).

Obstruksi usus adalah kerusakan parsial atau komplit aliran isi usus ke
arah ke depan. Yang kebanyakan terjadi di usus halus khususnya di ileum (Ester,
M, 2002:49). Gangguan yang terjadi ketika terdapat rintangan terhadap aliran
normal dari isi usus, bisa juga karena hambatan terhadap rangsangan syaraf untuk
terjadinya peristaltik atau karena adanya blokkage pada ileus mekanik/organik.
(Long B.C,1996:242).

Ileus paralitik (adinamik) merupakan bentuk fisiologis dari obstruksi


intestinal yang bisa terjadi di usus kecil setelah pasien menjalani pembedahan
abdominal dan juga akan menyababkan mortalitas intestinal berukurang atau tidak
ada, yang biasanya akan sembuh secara spontan setelah 2 sampai 3 hari. ( Buku
nursing, Pranata puri. 2011. Hal. 318 )

Obstruksi usus adalah sumbatan total atau parsial yang mencegah aliran
normal melalui saluran pencernaan.(Brunner and Suddarth,2001).

Obstruksi usus adalah gangguan isi usus di sepanjang saluran usus. (Price
dan Wilson,1994). Obstruksi usus adalah keadaan dimana usus gagal/tidak
mampu melakukan  kontraksi peristaltic untuk menyalurkan isinya.

Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya
obstruksi usus akut yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan .
(Dermawan, dkk. 2010.Hal.72).              

         Dari pengertian di atas dapat disimpulkan, obstruksi usus adalah gangguan


pada aliran normal atau suatu blok saluran usus yang menghambat pasase cairan,
flatus dan makanan dapat secara mekanis atau fungsional yang segera
memerlukan pertolongan atau tindakaan

2.   JENIS-JENIS OBSTRUKSI

Terdapat 2 jenis obstruksi :

1)    Obstruksi paralitik (ileus paralitik atau paralitic ileus)

Suatu keadaan dimana otot-otot usus tak dapat mendorong isi usus ke
bawah (gangguan peristaltik). Peristaltik usus dihambat sebagian akibat pengaruh
toksin atau trauma yang mempengaruhi kontrol otonom pergerakan usus.
Peristaltik tidak efektif, suplai darah tidak terganggu dan kondisi tersebut hilang
secara spontan setelah 2 sampai 3 hari.

2)      Obstruksi mekanik

Obstruksi atau sumbatan yang terjadi di intraluminal atau  intramural


akibat tekanan pada dinding usus. Obstruksi mekanik digolongkan sebagai
obstruksi mekanik simpleks ( satu tempat obstruksi ) dan obstruksi lengkung
tertutup (paling sedikit 2 obstruksi). Karena lengkung tertutup tidak dapat
didekompresi, tekanan intralumen meningkat dengan cepat, mengakibatkan
penekanan pebuluh darah, iskemia dan infark(strangulasi). Sehingga
menimbulkan obstruksi strangulata yang disebabkan obstruksi mekanik yang
berkepanjangan.

3.  ETIOLOGI

Obstruksi usus dapat disebabkan oleh tiga macam faktor (Ester, M,


2002:49) yaitu: 

1)      Faktor Mekanis

Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik  

a.    Perlekatan atau adhesi, yaitu lengkung usus menjadi melekat pada area  yang
sembuh secara lambat atau pada jaringan parut setelah pembedahan abdomen
(Brunner & Suddarth, 2002 : 1121). Pada perlekatan usus halus adhesi pita-pita
jaringan ikat mungkin terbentuk dari organ ke organ ke dinding peritoneum
sebagai hasil penyembuhan dari peritonitis atau setelah setiap operasi abdominal
(Robbins & Kumar, 1995:266).

b.      Hernia : Protrusi usus melalui area yang lemah dalam usus atau dinding dan
otot abdomen

c.       Volvulus yaitu usus memutar dan kembali kekeadaan, akibatnya lumen usus
menjadi tersumbat, menunjukkan adanya pemelintiran (pemutaran) dari saluran
usus, kira-kira pada dasar pelekatan mesenterik. Hal ini sering terjadi pada usus
halus, tapi saluran sigmoid yang sangat berlebihan munkin dapat terkena.
Obstruksi dan infrak sering terjadi pada kasus ini (Robbins dan Kumar,
1995:266).
d.      Tumor yang ada dalam dinding usus meluas ke lumen usus atau tumor diluar
usus menyebabkan tekanan pada dinding usus.

2)      Faktor Neurogenik/Fungsional : Obstruksi yang terjadi karena suplai saraf


otonom mengalami paralisis dan peristaltik usus terhenti sehingga tidak mampu
mendorong isi sepanjang usus.

           Intususepsi atau invaginasi adalah bagian dari usus menyusup ke dalam


bagian lain yang ada di bawahnya akibat penyempitan lumen usus. Pada gangguan
ini satu segmen dari usus halus dikerutkan oleh suatu gelombang peristaltik, serta
masuk mengalami invaginasi ke dalam segmen distal dari usus tersebut. Sekali
terjebak, segmen yang masuk tersebut oleh gerakan peristaltik didorong ke dalam
segmen bagian distal, ikut menarik mesenterium dibelakangnya (Robbins dan
Kumar, 1995:266).

3)      Faktor vaskuler yaitu obstruksi aliran darah yang dapat timbul sebagai
akibat dari okulasi komplet (infark mesentrika) atau oklusi proksimal (angina
abdominal).

4.   MANIFESTASI KLINIK OBSTRUKSI USUS

a)         Obstruksi Usus Halus

1)            Gejala awal biasanya nyeri abdomen sekitar umbilicus atau bagian


epigastrium yang cenderung bertambah berat sejalan dengan beratnya obstruksi
dan bersifat intermitten. Jika obstruksi terletak di bagian tengah atau letak tinggi
dari usus halus maka nyeri bersifat konstan.

2)            Klien dapat mengeluarkan darah dan mucus, tetapi bukan materi fekal
dan tidak terdapat flatus.

3)            Umumnya gejala obstruksi usus berupa konstipasi, yang berakhir pada


distensi abdomen, tetapi pada klien dengan obstruksi parsial biasa mengalami
diare.
4)            Pada obstruksi komplet, gelombang peristaltic pada awalnya menjadi
sangat keras dan akhirnya berbalik arah dan isi usus terdorong kearah mulut.

5)            Apabila obstruksi terjadi pada ileum maka muntah fekal dapat terjadi.
Semakin kebawah obstruksi dibawah area gastrointestinal yang terjadi, semakin
jelas adanya distensi abdomen.

6)            Jika obstruksi usus berlanjut terus dan tidak diatasi maka akan terjadi
shock hipovolemia akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma, dengan
manifestasi klinis takikardi dan hipotensi. Suhu tubuh biasanya normal tapi
kadang-kandang dapat meningkat. Demam menunjukkan obstruksi strangulate.

7)            Pada pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen tampak distensi dan


peristaltic meningkat. Pada tahap lanjut dimana obstrusi terus berlanjut, peristaltic
akan menghilang dan melemah. Adanya feces bercampur darah pada pemeriksaan
rectal toucher dapat dicurigai adanya keganasan dan intususepsi.

b)         Obstruksi Usus Besar

1)         Nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama dengan obstruksi
pada usus halus tetapi intensitasnya jauh lebih rendah.

2)         Muntah muncul terakhir terutama bila katup ileosekal kompeten. Pada


klien dengan obstruksi di sigmoid dan rectum, konstipasi dapat menjadi gejala
satu-satunya dalam satu hari.

3)         Akhirnya abdomen menjadi sangat distensi, loop dari usus besar menjadi
dapat dilihat dari luar melalui dinding abdomen.
4)         Klien mengalami kram akibat nyeri abdomen bawah. (suratun & lusianah,
2010. Hal. 339 )

c)      Obstruksi usus kecil parsial

1)      Distensi abdominal

2)      Peri diabdomen disertai distensi sedang

3)      Borborigmi, dan bunyi ramai ketika dikakukan auskultasi

(kadang-kadang  cukup keras sehingga bisa didengar tanpa stesoskop)

4)      Nyeri hebat

5)      Konstipasi

6)      Dehidrasi

7)      Syok hipovolemik (stadiium atas)

8)      Mual

9)      Peri yang melompat kembali (jika obstruksi menyebabkan

      strangulasi dan iskemia).

10)     Muntah

d)     Obstruksi usus kecil menyeluruh

1)         Konstipasi

2)         Perih ringan dan keluarnya sedikit mukus dan darah

3)         Distensi abdominal yang besar

4)         Bunyi peristaltik ramai dan hebat, serta bunyi kerincing


nyaring, yang menyertai paroksisma nyeri epigastrik atau periumbilikal;
peristalsis yang mendorong konteng usus menuju mulut, bukannya rektum, bisa
terjadi 3-5 menit dan masing-masing berlangsung selama 1 menit.

5)      Muntah ( lebih dini dan lebih parah jika obstruksi lebih berat)

e)      Obstrksi usus besar parsial

1)   Distensi abdominal

2)   Nyeri abdominal dan hipogastrik yang parah

3)   Kebocoran tinja cair disekitar obsruksi parsial

f)       Obstruksi usus-besar menyeluruh

1)      Konstipasi ( bisa merupakan satu-satunya gejala dalam

beberapa hari )

2)      Nyeri abdominal parah

3)      Nyeri hipogastrik dan mual kontinu ( biasanya tanpa muntah)

4)      Abdomen mengalmi distensi secaara dramatis ( linngkarang usus besar bisa


terlihat di abdomen )

5)      Kebocoran tinja cair disekitar obsrtuksi

6)      Serangan gejala yang lebih lambat dari pada gejala obstruksi usus kecil
(Buku nursing pranata puri. 2001. Hal. 318 – 319)
Manifestasi Klinik

a.    Mekanika sederhana – usus halus atas

Kolik (kram) pada abdomen pertengahan sampai ke atas, distensi, muntah empedu
awal, peningkatan bising usus (bunyi gemerincing bernada tinggi terdengar pada
interval singkat), nyeri tekan difus minimal.

b.   Mekanika sederhana – usus halus bawah

Kolik (kram) signifikan midabdomen, distensi berat,muntah sedikit atau tidak


ada  kemudian mempunyai ampas, bising usus dan bunyi “hush” meningkat, nyeri
tekan difus minimal.

c.       Mekanika sederhana – kolon

Kram (abdomen tengah sampai bawah), distensi yang muncul terakhir, kemudian
terjadi muntah (fekulen), peningkatan bising usus, nyeri tekan difus minimal.

d.      Obstruksi mekanik parsial

Dapat terjadi bersama granulomatosa usus pada penyakit Crohn.     Gejalanya


kram nyeri abdomen, distensi ringan dan diare.

e.       Strangulasi Gejala berkembang dengan cepat; nyeri parah, terus menerus


dan terlokalisir; distensi sedang; muntah persisten; biasanya bising usus menurun
dan nyeri tekan terlokalisir hebat. Feses atau vomitus menjadi berwarna gelap atau
berdarah atau mengandung darah samar.
5.   ANATOMI DAN FISIOLOGI

a)      Usus halus

Merupakan bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada


pylorus dan berakhir pada sekum, merupakan saluran paling panjang tempat
proses pencernaan dan absorbsi hasil pencernaan yang terdiri dari lapisan usus
halus, lapisan mukosa, lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang, dan
lapisan serosa.

1)   Duodenum

Disebut juga usus duabelas jari panjangnya kira-kira 25 cm. bagian kanan
duodenum terdapat selaput lender yang membukit disebut papilla vateri. Pada
papilla vateri ini bermuara saluran empedu (duktus koleidoktus) dan saluran
pankreas (duktus pankreatikus).

2)   Yeyenum dan ileum

Yeyenum dan ileum mempunyai panjang sekitar 6 meter. Dua perliam


bagian adalah yeyenum dengan panjang 2-3 meter, dan ileum dengan panjang 4-5
meter. Lekukan yeyenum dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior
dengan perantara lipatan peritonium yang berbentuk kipas yang dikenal dengan
mensentrium. Ujung bawah ileum berhubungan dengan sekum dengan adanya
perantara lubang yang bernama orifisium ileoseeikalis, orifisum ini diperkuat oleh
spingter ileosekalis dan pada bagian ini terdapat katub vulvula seikali atau vulvula
baukini yang berfungsi untuk mencegah cairan dalam kolon asenden masuk
kembali ke ileum.
b)      Usus besar

Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar


1,5 meter, terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter usus besar ± 6,5
cm, tetapi makin dekat anus diameternya makin kecil. Usus besar dibagi menjadi
sekum, kolon (asenden, transversum, desenden, sigmoid) dan rektum. Pada sekum
terdapat katub ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum.\

6.   PATOFISIOLOGI 

Peristiwa patofisiologi yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama,


tanpa memandang apakah obstruksi usus tersebut diakibatkan oleh penyebab
mekanik atau fungsional. Perbedaan utamanya adalah obstruksi paralitik, paralitik
dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanis peristaltik mula-
mula diperkuat kemudian intermiten akhirnya hilang. Limen usus yang tersumbat
profesif akan terenggang oleh cairan dan gas. Akumulasi gas dan cairan didalam
lumen usus sebelah proksimal dari letak obstruksi mengakibatkan distensi dan
kehilangan H2O dan elektrolit dengan peningkatan distensi maka tekanan
intralumen meningkat, menyebabkan penurunan tekanan vena dan kapiler arteri
sehingga terjadi iskemia dinding usus dan kehilangan cairan menuju ruang
peritonium akibatnya terjadi pelepasan bakteri dan toksin dari usus, bakteri yang
berlangsung cepat menimbulkan peritonitis septik ketika terjadi kehilangan cairan
yang akut maka kemungkinan terjadi syok hipovolemik. Keterlambatan dalam
melakukan pembedahan atau jika terjadi stranggulasi akan menyebabkan
kematian. ( Pice and Wilson, hal 404 ).

Ileus obstruktif merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi


karena adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus
sehingga menyebabkan penyempitan/penyumbatan lumen usus. Hal tersebut
menyebabkan pasase lumen usus terganggu. Akan terjadi pengumpulan isi lumen
usus yang berupa gas dan cairan, pada bagian proximal tempat penyumbatan,
yang menyebabkan pelebaran dinding usus (distensi).
Sumbatan usus dan distensi usus menyebabkan rangsangan terjadinya
hipersekresi kelenjar pencernaan. Dengan demikian akumulasi cairan dan gas
makin bertambah yang menyebabkan distensi usus tidak hanya pada tempat
sumbatan tetapi juga dapat mengenai seluruh panjang usus sebelah proximal
sumbatan. Sumbatan ini menyebabkan gerakan usus yang meningkat
(hiperperistaltik) sebagai usaha alamiah. Sebaliknya juga terjadi gerakan anti
peristaltik. Hal ini menyebabkan terjadi serangan kolik abdomen dan muntah-
muntah.

Patofiologi usus halus yaitu Kondisi obstruksi mekanik pada usus halus
akan meningkatkan di latasi usus proksimal serta akan memberikan manifestasi
akumulasi sekresi dan udara pada saluran gastrointestinal. Di latasi usus ini
merangsang aktivitas sel-sel sekretorit untuk menghasilkan lebih banyak
akumulasi cairan. Kondisi ini akan meningkatkan peristaltik baik di atas dan di
bawah lesi obstuksi. (khan,2009). Respon muntah merupakan kondisi awal terjadi
jika tingkat obstruksi pada bagian proksimal, kondisi meningkatkan distensi usus
halus menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal. Hal ini dapat menyebabkan
kompresi mukosa limfatik menjadi limfedema pada dinding usus.ketika tekanan
hidrostatik intralumen tinggi, maka akan meningkatkan tekanan hidrostatik
kapiler  dan akan menghasilkan peningkatan ruang ketiga, air, elektrolit, dan
protein masuk ke dalam lumen intestinal. Kehilangan cairan dan kondisi dehidrasi
yang bterjadi kemudian bisa bertambah berat dan berkonstribusi terhadap resiko
morbiditas dan kematian. (shieds 1965). Patofisiologi usus besar yaitu obstruksi
mekanis dan pseudo-obstruksi dari usus besar menyebabkan pelebaran usus di
bagian proksimal dari lesi obstruksi. Hal ini menyebabkan edema mukosa dan
gangguan aliran darah vena dan arteri ke usus. Edema dan iskemia usus
meningkatkan permebilitas mukosa usus, yang dapat mengakibatkan translokasi
bakteri, sepsis ,dehidrasi, dan gangguan elekrolit. Iskemia yang berlanjut pada
nekrosis dinding usus akan meningkatkan resiko perforas dan peristonitis.

7. PATHWAY
8.      Pemeriksaan Diagnostik Pada Obstruksi Usus Halus
a)       Pemeriksaan Laboratorium
Pada tahap awal ditemukan hasil laboratorium yang sanagt  normal.
Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukosiosis, dan nilai elektrolit
yang abnormal. Peningkatan serum amylase sering didapatkan. Leukositosis
menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi, tetapi hanya terjadi pada 38%
sampai 50% obstruksi strangulate dibandingkan 27% - 44%  pada obstruksi non
strangulate. Hematokrit yang meningkat dapat timbul pada dehidrasi. Selain itu
ditemukan adanya gangguan elektrolit. Analisa gas darah mungkin terganggu,
dengan alkalosis metabolic bila muntah berat, dan metabolic asidosis bila ada
tanda-tanda shock, dehidrasi dan ketosis.
b)      Pemeriksaan Foto Polos Abdomen
Pada pemeriksaan ini dapat memperlihatkan dilatasi  lengkung usus halus
disertai adanya batas anatara air dan udara atau gas yang membentuk pola
bagaikan tangga, terutama pada obstruksi bagian distal. Foto polos abdomen
mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus, sedangkan
sensitivitas 84% pada obstruksi kolon. Pada kolon bias saja tidak Nampak gas.
Jika terjadi stangulasi dan nekrosis maka akan terlihat gambaran berupa hilangnya
mukosa yang regular dan adanya gas dalam dinding usus. Udara bebas pada foto
toraks tegak menunjukkan adanya perforasi usus. Penggunaan kontras tidak
dianjurkan karena dapat menyebabkan peritonitis akaibat adanya perforasi.
c)      Pemeriksaan CT-Scan
Pemeriksaan ini dikerjakan jika secara klinis dan foto polos abdomen dicurigai
adanya strangulasi. CT-Scan akan menunjukkan secara lebih teliti adanya
kelainan pada dinding usus, kelainan pada mesenterikus, dan peritoneum. CT-
Scan harus dilakukan dengan memasukkan zat kontras kedalam pembuluh darah.
Pada pemeriksaan ini dapat diketahui derajat dan lokasi dari obstruksi.
d)     Pemeriksaan Radiologi dengan Barium Enema
Pemeriksaan ini mempunyai suatu peran terbatas pada klien dengan obstruksi usus
halus. Pengujian Enema Barium terutama sekali bermanfaat jika suatu obstruksi
letak rendah yang tidak dapat pada pemeriksaan foto polos abdomen. Pada anak-
anak dengan intussuscepsi, pemeriksaan enema barium tidaklah hanya sebagai
diagnostic tetapi memungkinkan juga sebagai terapi.
e)      Pemeriksaan USG
Pemeriksaan ini akan mempertunjukkan gambaran dan penyakit dari obstruksi
f)       Pemeriksaan MRI
Teknik ini digunakan untuk mengevaluasi iskemia mesenterikus kronis.
g)      Pemeriksaan Angiografi
Angiografi mesenterika superior telah digunakan untuk mendiagnosis adanya
herniasi internal, intususepsi, vovulus, malrotation dan adhesi.   ( Suratun &
lusianah, 2010. Hal.340- 341)  

9.      PENATALAKSANAAN MEDIS/BEDAH


1)      Rehidrasi IV dengan ringer laktat atau normal saline
2)      Terapi Na+, K+, komponen darah
3)      Nasogastrik tube untuk suction intermiten
4)      Pertahankan NPO status
5)      Antibiotik, Implementasikan pengobatan untuk syok dan peritonitis.
6)      Kateter urine
7)      Rektal tube
8)      Pembedahan, reseksi usus dengan anastomosis dari ujung ke ujung.
9)      Dekstrosa dan air untuk memperbaiki kekurangan cairan intraseluler
10)  Dekompresi selang nasoenteral yang panjang dari proksimal usus ke area
penyumbatan; selang dapat dimasukkan dengan lebih efektif dengan pasien
berbaring miring ke kanan.
Edukasi untuk keluarga/ pasien :
-             Diet tinggi serta dengan air yang cukup
-          Perhatikan infeksi setelah proses pembedahan

10.  KOMPLIKASI
Akibat dari obstruksi usus dapat terjadi:
a)   Peritonitis, hal ini di karenakan akibat absorbs toksin dalam rongga peritoneum
sehingga terjadi peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen terutama
pada obstruksi usus yang berlangsung cepat.
b)   Perforasi, dikarenakan obstruksi yang terjadi sudah terlalu lama pada organ intra
abdomen.
c)    Sepsis, infeksi akibat peritonitis yang tidak tertangani dengan baik dan cepat.
d)  Syok hipovolemik, hal ini terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
(http://harnawati.wordpress.com
B.        Konsep Dasar Keperawatan
           Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam
keperawatan. Hal ini bisa disebut sebagai pendekatan problem solving
(pemecahan masalah) yang memerlukan ilmu, tehnik dan keterampilan,
interpersonal dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan klien atau keluarga
dengan memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan lima tahap proses
keperawatan yaitu: pengkajian, perumusan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan,
dan evaluasi. (Nursalam,2001).
           Prosedur pemberian asuhan keperawatan terhadap pada klien pre dan post
laparatomi dilaksanakan melalui proses keperawatan. Teori dan konsep
keperawatan dilakukan secara terpadu dalam tahapan yang terorganisisr melalui : 
1.      Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu
proses yang sistematis dalam pengumpulan status kesehatan klien.
(Nursalam,2001). Dalam tahap ini dilakukan pengumpulan data dengan cara
anamnesa yang diperoleh dengan wawancara, observasi, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang, serta mempelajari status klien. Adapun data pengkajian
pencernaan ( Dx. Obstruksi usus) meliputi:
a)      Identitas
1)      Identitas klien
 Data yang terdapat berupa nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor registrasi, diagnosa
medik.
2)      Identitas penanggung jawab
Mencakup nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,
hubungan dengan klien. 
b)      Riwayat kesehatan sekarang Riwayat penyakit sekarang yang ditemukan ketika
dilakukan pengkajian yang dijabarkan dari keluhan utama dengan menggunakan
teknik PQRST.
               Pasien ileus obstruktif sering ditemukan nyeri kram, rasa ini  lebih
konstan apalagi bila bergerak akan bertambah nyeri dan menyebar pada distensi,
keluhan ini mengganggu aktivitas klien, nyeri ini bisa ringan sampai berat
tergantung beratnya penyakit dengan skala 0 sampai 10. Klien post laparatomi
pun mengeluh nyeri pada luka operasi, nyeri tersebut akan bertambah apabila
klien bergerak dan akan berkurang apabila klien diistirahatkan, sehingga klien
biasanya hanya berbaring lemas. Nyeri yang dirasakan klien seperti disayat-sayat
oleh benda tajam letaknya disekitar luka operasi, dengan skala nyeri lebih dari 5
(0-10).
c)      Riwayat kesehatan dahulu
Klien dengan obstruksi usus laparatomi mempunyai riwayat pernah dioperasi
pada bagian abdomen, yang mengakibatkan terjadinya adhesi. Klien post
laparatomi biasanya mempunyai riwayat penyakit pada sistem pencernaan.
d)     Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat dalam keluarga sedikit sekali kemungkinan mempunyai obstruksi usus
karena kelainan ini bukan merupakan kelainan genetik, ada kemungkinan pada
keluarga dengan ileus obstruktif dan post laparatomi mempunyai riwayat penyakit
kanker dan dapat pula mempunyai riwayat cacingan pada keluarga. 
e)      Riwayat sosial
Ada perubahan peran, pekerjaan, atau aktivitas, klien akan merasa tergantung dan
membutuhkan bantuan orang lain.
f)       Riwayat psikologi
Timbul kecemasan pada klien dengan obstruksi usus, pada klien post laparatomi
pun biasanya mengalami kecemasan karena keadaannya yang sakit.       
g)      Riwayat spiritual
Bagian yang menjelaskan tentang kepribadian, keyakinan, harapan, serta
semangat dalam diri klien yang merupakan aspek penting untuk kesembuhan
penyakit. Ditemukan keparahan klien dalam menerima kondisi penyakitnya.
h)      Pola kebiasaan sehari-hari
Adanya kesulitan dalam melakukan aktivitas, adanya gangguan dalam nutrisi
biasanya tidak mampu makan dan minum karena mual dan muntah, gangguan
dalam tidur/istirahat, kesulitan BAB (konstipasi atau obstipasi), personal hygiene
kurang terpenuhi.
i)        Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan teknik inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi terhadap beberapa sistem tubuh secara head to toe:

1)    Keadaan umum


Penderita obstruksi usus mengalami nyeri abdomen dari ringan hingga berat
dengan skala 0-10, perubahan tanda-tanda vital (peningkatan suhu, takikardi,
hipotensi).
           Klien post laparatomi akan mengalami badan yang lemas, tanda-tanda vital
tidak stabil, kadang kesadarannya akan menaglami penurunan.
2)      Sistem pernafasan
Distensi abdomen menimbulkan tekanan diafragma, menghambat pengembangan
rongga dada sehingga sering ditemukan sesak nafas pada pasien dengan obstruksi
usus. Pasien dengan post laparotomi dapat menunjukan hipoksia sekunder karena
inefektif ventilasi sebagai komplikasi dari reseksi intestinal.
3)    Sistem kardiovaskuler
Adanya sianosis, diaporesis, takikardi pada pasien obstruksi usus dan pasien post
laparotomi dapat menunjukan pucat, mukosa bibir kering dan pecah-pecah,
tekanan darah dan nadi meningkat.
4)   Sistem pencernaan 
Keadaan pencernaan pada pasien dengan obstruksi usus terdapat anoreksia dan
malaise, peningkatan bising usus, kegagalan dalam mengeluarkan feses atau flatus
secara rectal atau per ostomi. Klien yang mengalami distensi abdomen berat dapat
terjadi kehilangan bising usus.
Klien post laparotomi terdapat keadaan mulut dan lidah kotor akibat puasa dan
terpasang NGT, peristaltic usus meningkat atau menurun bahkan sampai tidak
ada, penurunan berat badan serta adanya konstipasi.
5)   Sistem genitourinaria
Terdapat retensi perkemihan pada pasien obstruksi usus dan terpasang kateter
setelah laparotomi.
6)   Sistem musculoskeletal
Pasien obstruksi usus tidak terdapat keluhan pada system ini sedangkan pasien
post laparotomi dapat ditemukan penurunan aktivitas karena nyeri.
7)   Sistem endokrin
Tidak terdapat keluhan mengenai komponen ini pada pasien obstruksi usus dan
post laparotomi
8)   Sistem integumen
Obstruksi usus dan laparotomi dapat menimbulkan turgor kulit menurun apabila
terjadi kekurangan cairan
9)   Sistem neurosensori
Pengkajian tentang tingkat kesadaran dan pemeriksaan nervus cranial. Tidak
terdapat gangguan pada pasien ileus obtruktif dan post laparotomi.
10)  Sistem genetalia
Sistem ini mencakup penyebaran rambut pubis, palpasi adanya nyeri. Biasanya
klien terpasang kateter urin.
11)  Sistem penglihatan
Penglihatan diperiksa dengan inspeksi, palpasi dan pemeriksaan fungsi
penglihatan. Ileus obstruktif dan laparotomi tidak mengalami gangguan sistem
penglihatan. 
12)  Sistem pendengar
Pasien tidak mengalami kelainan dalam fungsi pendengaran
j)        Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien obstruksi usus sebagai berikut :
1)   Laboratorium : BUN, hematokrit, berat jenis urin meningkat, penurunan kadar
serum natrium, klorida dan kalium, leukosit meningkat, terdapat penurunan
sodium dan potassium.
2)    Enema barium membantu menentukan bila obstruksi didalam kolon. 
3)   Pemeriksaan radiologis abdomen, foto rontgen bisa menunjukan lingkaran usus
yang melebar, yang menunjukkan lokasi dari penyumbatan dan juga bisa
menunjukkan adanya udara di sekitar usus di dalam perut yang merupakan tanda
adanya perforasi. 
4)   Skan CT, MRI (magnetic resonance imaging), atau ultrasound membantu
memastikan diagnosis.
5)   Proktosigmoidoskopi membantu menentukan penyebab obstruksi bila didalam
kolon.
klien setelah laparotomi dibutuhkan pemeriksaan penunjang antara lain :
a.       Laboratorium : elektrolit, hemoglobin, dan hematokrit.
b.       Kultur urine setelah pemasangan kateter dilepaskan.

2.      Diagnosa keperawatan


            Kemungkinan diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien ileus
obstrutif menurut Judith M. Wilkinson (2005) dan Susan Martin Tucker, et al
(1998) sebagai berikut :
a)      Inefektif pola napas berhubungan dengan nyeri akut, distensi abdomen.
b)      Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen pembedahan.
c)      Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah abnormal,
kehilangan cairan abnormal, status puasa, mual dan muntah.
d)     Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan , mual dan
muntah. 
e)      Nuasea berhubungan dengan nyeri, distensi abdomen, obstruksi
f)     Gangguan body image berhubungan dengan efek dari kondisi atau pembedahan
tubuh. Perubahan diet.
g)      Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kemungkinan nekrosis. 
h)      Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status nutrisi,
luka pembedahan.
i)      Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan.
j) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
3.      Intervansi Keperawatan
            Intervansi keperawatan pada ileus obstruktif menurut Judith M. Wilkinson
(2005) dan Susan Martin Tucker, et al (1998) : 
a)      Inefektif pola napas berhubungan dengan nyeri akut, distensi abdomen.
Criteria hasil : 
-           Menunjukkan pernapasan yang dalam dan dangkal.
-          Memiliki pola nafas dan frekuensi dalam batas normal 
-          Kepatenan jalan nafas adekuat
-          Status tanda-tanda vital dalam batas normal
             Intervensi Rasional
1)      Fasilitasi kepatenan jalan nafas
2)       Kaji pucat dan sianosis
3)      Pemberian oksigen sesuai kebutuhan
4)      Auskultasi suara nafas, ada/tidaknya bunyi nafas tambahan
5)      Posisikan pasien dengan semi fowler
6)      Suction sesuai kebutuhan
7)      Pantau terapi oksigen.
8)      Kaji dan ajarkan pasien untuk membalik dan batuk setiap setiap 4 jam dan napas
dalam setiap jam.

b)      Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen pembedahan.


Criteria hasil:
-          Mempertahankan level nyeri pada skala nyeri yang dapat ditoleransi (skala 0-
10)
-          Menunjukan rileks
-          Pasien akan menunjukan teknik relaksasi individu yang efektif dalam
mencapai kenyamanan
-          Melaporkan keadaan fisik dan piskis sudah membaik
-          Penggunaan analgesik dan analgesik untuk menghilangkan nyeri
             Intervensi Rasional
1)      Pemberian anlgesik sesuai indikasi 
2)      Kaji skala nyeri atau ketidaknyamanan dengan skala 0 – 10.
3)      Ajarkan teknik manajemen nyeri : nafas dalam, guide imagery, relaksasi,
visualisasi dan aktivitas terapeutik.
4)      Kaji secara komprehensif kondisi nyeri termasuk lokasi, karakteristik, onset,
durasi, frekuensi, kuantitas atau kualitas nyeri, dan faktor presipitasi/pencetus.
5)      Observasi secara verbal atau nonverbal ketidaknyamanan.
6)      Instruksikan pasien untuk melaporkan nyeri bila sangat hebat.
7)      Informasikan pasien prosedur yang dapat meningkatkan nyeri dan tawarkan
koping adaptif.
8)      Pertahankan tirah baring dalam posisi yang nyaman, seperti semifowler.
9)      Kaji dan ajarkan melakukan latihan rentang gerak aktif atau pasif setiap 4 jam.
Dorong ambulasi dini.
10)  Ubah posisi dengan sering dan berikan gosokan punggung dan perawatan kulit

c)      Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah abnormal,


kehilangan cairan abnormal, status NPO, mual dan muntah.
Criteria hasil :
-          Pasien menunjukan tanda vital stabil : sistolik tekanan darah 90 – 140 mmHg,
diastolic 50 -90 mmHg, nadi = 60 -100/menit
-          Urine output adekuat > 60 ml/jam
-          Membrane mukosa baik, turgor kulit baik
-          Menunjukan level elektrolit, BUN, hematokrit dan serum osmolalitas dalam
keadaan normal.
             Intervensi Rasional
1)      Monitor dan perbaiki intake output, antara setiap jam dan perbandingkan. Ukur
dan dokumentasikan output urine setiap 1-4 jam.
2)      Monitor hasil laboratorium sesuai indikasi.
3)      Monitor ECG dan tekanan hemodinamika secara periodic.
4)      Berikan terapi sesuai indikasi, biasanya cairan isotonic dengan penambahan
potassium klorida jika serum potassium rendah. Pantau akses IV , antisipasi
peningkatan pemberian cairan jika hipertermia atau adanya infeksi.
5)      Pantau tanda-tanda vital dan observasi kesadaran serta gejala syok.
6)      Pertahankan puasa, kaji tingkat hidrasi
7)      Pantau cairan perenteral dengan elektrolit, antibiotic, dan vitamin
8)      Kaji keadaan kulit sebagai tanda-tanda dehidrasi, turgor kulit jelek, kulit dan
membrane mukosa kering, pucat. Kaji juga kehausan, khususnya pada lansia. 
9)      Kaji dan laporkan adanya perubahan tingkat kesadaran, kelemahan otot dan
koordinasi.
10)  Siapkan untuk pembedahan sesuai indikasi
11)  Timbang berat badan setiap hari bila memungkinkan

d)     Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan , mual dan
muntah.
Criteria hasil : 
-          Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
-          Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
Intervensi:
1)      Kaji adanya alergi makanan
2)      Kaji jenis makanan yang disukai
3)      Pantau berat badan pasien
4)      Tentukan program diet dan pola makan pasien
5)      Monitor kadar elektrolit
6)      Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
7)      Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana
memenuhinya
8)      Libatkan keluarga dalam perencanaan sesuai indikasi
9)      Berikan multivitamin
e)      Nausea berhubungan dengan nyeri, distensi abdomen, obstruksi.
Criteria hasil :
-          Pasien akan menunjukan muntah tidak ada
-          Menunjukan hidrasi adekuat (mukosa membrane lembab, tidak ada haus
berlebihan/abnormal, tidak terjadi demam, kemapuan prespirasi)
                  Intervensi Rasional
1)      Pantau tanda subjektif nausea pada pasien
2)      Manajemen nutrisi :
3)      Ajarkan untuk makan dengan pelan
4)      Berikan antiemetik sesuai indikasi
5)       Jaga klien dan sekeliling saat terjadi muntah
6)       Berikan perawatan mulut setelah muntah

f)    Gangguan body image berhubungan dengan efek dari kondisi atau pembedahan
tubuh. Perubahan diet.
Criteria hasil : 
-          Pasien akan dapat mengidentifikasikan kekuatan personal
-           Mengetahui situasi dan hubungan personal dan gaya hidup
-          Mempertahankan interaksi social dan hubungan personal 
-          Pengetahuan actual dalam perubahan anggota tubuh
              Intervensi Rasional
1)      Kaji dan dokumentasikan respon verbal dan non verbal mengenai tubuhnya.
2)      Bantu pasien untuk adaptasi mempersepsikan stressor, perubahan, atau
menangani bila ada konflik antara peran dan gaya hidup.
3)      Siapkan pasien untuk antisipasi krisis perkembangan atau situasi.
4)      Dorong persepsi dan tingkah laku positif terhadap tubuh
g)   Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kemungkinan nekrosis.
Criteria hasil :
-          Temperature tubuh normal
-          Menunjukan tidak ada tanda-tanda infeksi.
                  Intervensi Rasional
1)      Awasi dan laporkan indikasi infeksi, yaitu : tanda-tanda vital, temperature
tubuh, bising usus, suara nafas, karakter urin, adanya abses dalam distensi
abdomen dan ikterus.
2)      Berikan antibiotic sesuai indikasi
3)      Sediakan kultur untuk dan testing sensitivitas sesuai indikasi, lakukan sebelum
terapi antibiotic.
4)      Gunakan prosedur teknik septic dan aseptic selama proses tindakan

h)       Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status nutrisi,
luka pembedahan.
Criteria hasil :
-          Pasien akan menunjukan perwatan optimal kulit dan luka secara rutin.
-          Intgritas kulit dan membrane mukosa adekuat (temperature jaringan,
elastisitas, hidrasi, pigmentasi, dan warna).
              Intervensi Rasional
1)      Monitor karakteristik luka meliputi lokasi, ada/tidaknya dan karakter eksudat,
ada/tidaknya jaringan nekrotik, ada/tidaknya tanda-tanda infeksi (nyeri, bengkak,
kemerahan, peningkatan sushu, penurunan fungsi).
2)      Bersihkan dan ganti balutan (wound care) luka dengan teknik steril.
3)      Minimalisir penekanan pada bagian luka.
4)      Evaluasi factor yang meningkatkan kerusakan kulit seperti, deficit nutrisi,
diabetes mellitus, infeksi, penurunan sensasi.

i)  Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan.
Criteria hasil :
-          Pasien mengungkapkan pemahaman tentang penyakit saat ini
-          Mendemonstrasikan ketrampilan koping positif dalam menghadapi ansietas
            Intervensi Rasional
1)      Kaji prilaku koping baru dan anjurkan penggunaan ketrampilan yang berhasil
pada waktu lalu.
2)      Dorong dan sediakan waktu untuk mengungkapkan ansietas dan rasa takut,
berikan umpan balik.
3)      Jelaskan prosedur atau tindakan dan beri penguatan penjelasan dokter tentang
penyakit, tindakan, prognosis.
4)      Pertahankan lingkungan yang tenang tanpa stress
5)      Dorong dukungan keluarga dan orang terdekat.
j)        Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Kriteria Hasil :
-          Klien dan keluarga tahu tentang penyakit yang klien derita dan penyebabnya
-          Klien dapat melakukan pencegahan agar tidak terjadi penyakit berulang.
Intervensi:
1)      Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit klien
2)      Berikan penjelasan tentang proses penyakit
3)      Berikan informasi kepada keluarga klien tentang bagaimana pencegahannya
4)      Tanyakan dan dengarkan apa yang disampaikan keluarga tentang informasi
yang di dapatnya sehubungan dengan penyakit klien.
4.      Pelaksanaan
         Penatalaksanaan atau implementasi merupakan aplikasi dari perencanaan
keperawatan oleh perawat dan klien. Hal-hal yang harus kita perhatikan ketika
akan melakukan implementasi adalah intervensi yang dilakukan sesuai dengan
rencana. Setelah itu lakukan validasi, pengasahan keterampilan interpersonal,
intelektual dan psikologi individu. Terakhir melakukan pendokumentasian
keperawatan berupa pencatatan dan pelaporan. (Nursalam,2001)

5.   Evaluasi
Evaluasi terdiri dari dua jenis, yaitu: evaluasi formatif dan evaluasi
         sumatif.
Evaluasi formatif disebut juga sebagai evaluasi proses, evaluasi jangka
pendek atau evaluasi berjalan, dimana evaluasi dilakukan sampai tujuan tercapai.
Sedangkan evaluasi sumatif bisa disebut juga evaluasi hasil, evaluasi akhir,
evaluasi jangka panjang. Evaluasi ini dilakukan pada akhir tindakan keperawatan
paripurna dan menjadi suatu metode dalam memonitor kualitas dan efisiensi
tindakan yang diberikan. Bentuk evaluasi ini lazimnya menggunakan format
SOAP. (Nursalam,2001). Tujuan evaluasi adalah untuk mendapatkan umpan balik
rencana keperawatan, nilai serta meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui
hasil perbandingan standar yang telah ditentukan sebelumnya.

Perencanaan Pulang
Pada klien dengan Obstruksi Usus perlu adanya penyuluhan terhadap faktor-
faktor penyebab yang perlu dihindari yaitu makanan yang pedas-pedas, emosi
tinggi, stres, penggunaan obat yang sembarangan. Untuk menghindari komplikasi
lebih berat hendaknya klien segera untuk periksa ke petugas kesehatan atau rumah
sakit bila mendapat nyeri di epigastrium. Rasa panas di bagian perut rasa terbakar,
mual dan muntah. Karena gejala ini merupakan gejala yang khas pada klien
dengan Obstruksi Usus. Untuk mempertahankan keselamatan setelah pulang dari
rumah sakit hendaknya klien tetap beristirahat dan mengkonsumsi makanan yang
banyak mengandung vitamin. Kontrol ulang secara teratur dan segera datang ke
rumah sakit atau instansi kesehatan terdekat jika tanda-tanda kembali kambuh.
(Doenges, 1999,hal 310).
Beberapa informasi penyuluhan pendidikan yang harus diberikan kepada pasien
ini adalah:
1)      Harus cukup banyak istirahat untuk mencapai pemulihan dan kesembuhan pasca
operasi.
2)      Beritahu klien dan keluarga tentang komplikasi dan gejala-gejala yang
memperbesarkan penyakitnya dan jika itu terjadi hubungi bagian kesehatan.
3)      Diet banyak minum air putih.
4)      Penjelasan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan selama
dirumah/ perawatan mandiri.

Anda mungkin juga menyukai