Anda di halaman 1dari 25

REFERAT

SAKIT PERUT BERULANG

Disusun Oleh

Ismiyati Tanjung

2016730053

Pembimbing

dr. Tammy Utami Dewi, Sp.A

SMF ILMU KESEHATAN ANAK

KEPANITERAAN KLINIK RSUD SAYANG CIANJUR

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2020
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim,

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan anugrah dari-Nya saya
dapat menyelesaikan Tugas Referat tentang “Sakit Perut Berulang”.

Sholawat serta Salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kepada
Nabi Muhammad SAW yang telah membawakan kita dari jaman jahiliyah ke jaman yang
modern ini dan selalu menjadi anugerah terbesar bagi seluruh alam semesta alam di muka
bumi.

Penulis sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan tugas referat yang menjadi
tugas kepaniteraan SMF Kesehatan Anak di RSUD Sayang Cianjur.

Disamping itu, saya mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu selama pembuatan tugas referat ini berlangsung sehingga dapat terealisasikan.

Sekiranya tinjauan pustaka ini dapat bermanfaat bagi pembaca terutama bagi
penyusun. Apabila ada kesalahan baik yang disengaja maupun tidak disengaja, penulis
memohon maaf yang sebesar-besarnya. Penyusun menerima apabila ada saran dan kritik yang
membangun.

Penulis,

Jakarta, Juli 2020


DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

Sakit perut pada bayi dan anak merupakan gejala umum dan sering dijumpai dalam
praktik sehari-hari. Tidak semua sakit perut berpangkal dari lesi yang ada dalam abdomen,
tetapi mungkin pula dari daerah diluar abdomen.

Sebagian kasus yang disebabkan oleh gangguan organ datang dalam keadaan akut dan
memerlukan pembedahan. Oleh karena itu tindakan pertama dalam menangani sakit perut
ialah menentukan apakah penyakit tersebut membutuhkan tindakan bedah segera atau tidak.
Disamping sakit perut akut dikenal pula sakit perut berulang.

Adapun yang dimaksud dengan sakit perut berulang pada anak ialah serangan sakit
perut yang berulang sekurang-kurangnya 3 kali dalam jangka waktu 3 bulan dan
mengakibatkan aktivitas sehari-hari terganggu. Sakit perut berulang biasanya terjadi pada
anak yang berusia antara 4 sampai 14 tahun, sedangkan frekuensi terbanyak pada usia 5-10
tahun. Sakit perut berulang dilaporkan terjadi pada 10-12% anak usia sekolah di negara maju.
Studi epidemiologis di Asia, juga melaporkan prevalensi yang sama. Sebagian besar studi
menyebutkan wanita lebih sering terkena dibandingkan dengan pria.

Sakit perut berulang merupakan gejala yang paling sering dialami oleh anak-anak
diseluruh dunia dan menyebabkan tingginya tingkat absensi anak di sekolah serta
penggunaan sumber daya kesehatan. Kondisi yang tidak kunjung membaik dan mengganggu
menimbulkan ketidakpastian diagnosis, kronisitas dan tingginya kecemasan orang tua. Hal
inilah yang menyebabkan manajemen oleh dokter umum maupun spesialis anak menjadi
sangat sulit, menghabiskan banyak waktu dan mahal.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sakit Perut Berulang

1. Definisi
Pada akhir 1950-an Apley dan Naish memperkenalkan istilah nyeri perut berulang pada
anak-anak untuk rasa sakit yang meningkat dan berkurang, terjadi setidaknya selama tiga
episode dalam tiga bulan, dan dapat mengganggu aktivitas anak (Boediarso, 2010).

Sakit perut mendadak (akut) pada anak lebih sering dihubungkan dengan kelainan
organ, sedangkan sakit perut yang berlangsung kronis atau berulang lebih merupakan
suatu kelainan non organik. Sakit perut berulang adalah Rasa sakit atau tidak nyaman yang
dirasakan selama paling sedikit 12 minggu, tidak perlu berurutan, dalam kurun waktu 12
bulan terakhir [ CITATION Heg14 \l 2057 ].

Sakit perut berulang merupakan masalah yang sering ditemukan pada anak terutama
dalam hal pendekatan diagnosis dan tatalaksana. Pada sebagian anak, rasa nyeri dapat
timbul setiap hari, sedangkan pada anak yang lain timbul secara episodic (Yohmi et al.,
2016).

2. Epidemiologi
Sakit perut berulang, biasanya terjadi pada anak berusia antara 4 sampai 14 tahun,
sedangkan frekuensi tertinggi pada usia 5 – 10 tahun dan turun setelah usia itu. Anak
perempuan cenderung lebih sering menderita sakit ini dibandingkan anak laki-laki
(perempuan : laki-laki = 5 : 3) (Boediarso, 2010).

Angka kejadian sakit perut berulang pada anak sekolah dasar di Inggris sebesar 10-15%
dan di negara berkembang sebesar 10-12%. Komunitas di Amerika dan Eropa mencatat
angka kejadian sakit perut berulang bervariasi antara 0,5% dan 19% sedangkan penelitian
di Malaysia mendapatkan angka kejadian sebesar 10,2%. Kelainan organik sebagai
penyebab sakit perut berulang terdapat pada 5-15,6% kasus, 90-95% kasus disebabkan
kelainan fungsional saluran cerna [ CITATION Jur14 \l 2057 ].

Kelainan organik sebagai penyebab sakit perut berulang terdapat pada 5%-10% kasus
sedangkan 90%-95% kasus disebabkan kelainan fungsional saluran cerna. Dengan
bertambah majunya ilmu pengetahuan dan alat-alat kedokteran diagnostik, maka
diperkirakan makin banyak kelainan organik yang dapat ditemukan. Pada anak dibawah
usia 4 tahun kelainan organik saluran pencernaan merupakan penyebab yang terbanyak
(Boediarso, 2010).

3. Etiologi
Konsep pertama yaitu konsep klasik membagi sakit perut berulang ke dalam dua
golongan, organik dan psikogenik (fungsional atau psikosomatik). Pada anak di bawah
umur 2 tahun, gejalanya sering dikaitkan dengan penyebab organik; namun pada anak
yang lebih besar hanya 10% kasus yang disebabkan oleh penyebab organik. Pendekatan
diagnostik yang dilakukan adalah dengan mencari dulu penyebab organik, apabila tidak
ditemukan baru dipikirkan kemungkinan penyebab psikogenik. Cara pendekatan seperti
ini memerlukan waktu dan biaya yang besar (Boediarso, 2010).
Konsep kedua oleh Barr. Sakit perut berulang digolongkan atas 3 kelompok, yaitu:
Nyeri organik disebabkan oleh suatu penyakit, misalnya infeksi saluran kemih; Nyeri
disfungsional disebabkan oleh berbagai variasi fisiologi normal dan dibagi dalam 2
kategori, yaitu sindrom nyeri spesifik (mekanisme penyebab nyerinya diketahui, misalnya
defisiensi laktase dan konstipasi) dan sindrom nyeri nonspesifik (mekanisme penyebab
nyeri tidak jelas atau tidak diketahui); Nyeri psikogenik disebabkan oleh tekanan
emosional atau psikososial tanpa adanya kelainan organic (Boediarso, 2010).
Konsep ketiga oleh Levine dan Rappaport yang menekankan adanya penyebab
multifaktorial. Sakit perut berulang merupakan resultan dari 4 faktor, yaitu: (1)
predisposisi somatik, disfungsi atau penyakit, (2) kebiasaan dan cara hidup, (3) watak dan
pola respons, dan (4) lingkungan dan peristiwa pencetus. Faktor-faktor tersebut berperan
meningkatkan atau meredakan rasa sakit. Dengan demikian dapat diterangkan mengapa
beberapa anak menderita konstipasi tanpa sakit perut berulang. Demikian pula halnya
dengan kondisi psikososial yang buruk akan menimbulkan sakit perut berulang pada anak
tertentu, tetapi tidak pada anak yang lain (Boediarso, 2010).
Penyebab sakit perut berulang yang terbanyak adalah faktor psikofisiologi, sedangkan
kelainan organik sebagai penyebab sakit perut berulang dahulu hanya dilaporkan pada 5%-
10% kasus, namun sekarang mencapai 30%-40%. Van der Meer dkk (1993) menemukan
42% kelainan organik pada 106 anak usia diatas 5 tahun yang mengalami keluhan sakit
perut berulang, yaitu malabsorpsi laktosa (15%), duodenitis/gastritis (13%), infeksi H.
pylori (7%), refluks gastroesofageal (4%) dan alergi makanan (3%) (Boediarso, 2010).
Penelitian Iqbal dkk. pada anak usia 2-15 tahun mendapatkan penyebab sakit perut
berulang adalah infeksi protozoa (33%), H. pylori (31%) dan infeksi cacing (Ascaris,
Giardia, E. hystolityca) sebanyak 13% [ CITATION Jur14 \l 2057 ].
Pada garis besarnya kelainan organik penyebab sakit perut berulang dapat dibagi
intraabdominal dan ekstraabdominal. Penyebab intraabdominal diklasifikasikan menurut
penyebab dari dalam saluran cerna, ginjal dan lain-lain. Kelainan organik sebagai
penyebab sakit perut dapat dilihat pada Tabel 1 (Boediarso, 2010).
Intraabdominal Ekstrabdominal Lain-lain
Saluran Cerna Diluar Saluran
Cerna
Maltorasi Hati, limpa, Hematologi Keracunan timbal
Duplikasi pankreas Leukemia Porfiria
Gastritis Pankreatitis kronis Limfoma Epilepsi perut
Hernia inguinalis Kolelitiasis Sickle cell anemia Migrain
Volvulus Kolesistitis Talasemia Hiperlipidemia
Ulkus peptikum Hepatitis Purpura Henoch – Edema
Kolitis ulseratif Splenomegali masif Schönlein angioneurotik
Malabsorbsi - Saluran kemih
laktosa dan
Refluks kandungan
gastroesofagal Pielonefritis
Helicobacter Hidronefrosis
pylori Batu ginjal
Apendisitis kronis Infeksi di daerah
Divertikulum pelvis
Meckeli Dismenore
Tuberkulosis Kista ovarium
abdomen Endometriosis
Peritonitis Kehamilan ektopik
Konstipasi kronis
Bezoar
Askariasis
Persepsi tentang sakit perut berulang adalah sumasi dari masukan sensorik, emosi, dan
kognitif. Kornu dorsalis medulla spinalis mengatur konduksi impuls dari reseptor
nosiseptif perifer ke medulla spinalis dan otak, dan perasaan nyeri selanjutnya dipengaruhi
oleh pusat kognitif dan pusat emosi. Nyeri perifer kronis dapat menyebabkan naiknya
aktivitas saraf di pusat-pusat SSS yang lebih tinggi sehingga menyebabkan nyeri terus-
menerus. Stres psikososial dapat mempengaruhi intensitas dan kualitas nyeri melalui
mekanisme ini. Perbedaan dalam sensasi viseral dapat juga menyebabkan perbedaan
dalam persepsi nyeri. Respons anak terhadap nyeri dapat dipengaruhi oleh stres, jenis
kepribadian, dan dukungan perilaku sakit dalam keluarga (Boediarso, 2010).

4. Patofisiologi
Berasal dari 7 sumber:

1. Distensi viseral
2. Iskemia
3. Radang intraabdominal
4. Kelainan pada dinding abdomen
5. Kelainan ekstraabdominal
6. Kelainan metabolik
7. Kelainan pada susunan saraf

Traktus gastrointestinal dan organ di sekitarnya berdasarkan vaskularisasi dan


persarafannya secara embriologi berasal dari foregut (Orofaring, esofagus, gaster,
sebagian duodenum, pankreas, hati, kandung empedu dan limpa), midgut (Duodenum
bagian distal, jejunum, ileum, apendiks, kolon asenden serta sebagian kolon transversum)
dan hindgut (Kolon transversum bagian distal, kolon desenden, sigmoid dan rectum).
Rangsang sakit dari ketiga segmen tersebut dapat tercermin dari letak sakit perut di bagian
atas, tengah dan bawah.
Peritoneum berasal dari mesoderm. Peritoneum terdiri dari dua lapis, yaitu peritoneum
viseralis dan peritoneum parietalis. Peritoneum viseralis dipersarafi bilateral oleh sistem
saraf otonom (simpatis dan para simpatis), sedangkan peritoneum parietalis oleh saraf
somatis dari medula spinalis. Rasa sakit dari peritoneum viseralis dirasakan di garis tengah
perut. Rasa sakit dari peritoneum parietalis terlokalisasi dengan baik, dirasakan di daerah
organ itu berada dan sakitnya bertambah bila digerakkan (perut ditekan atau penderita
disuruh batuk). Sakitnya dirasakan seperti disayat pisau atau ditusuk-tusuk.
Reseptor rasa sakit di dalam traktus digestivus terletak pada saraf yang tidak bermielin
yang berasal dari sistem saraf otonom pada mukosa usus. Jaras saraf ini disebut sebagai
serabut saraf C yang dapat meneruskan rasa sakit lebih luas dan lebih lama dari rasa sakit
yang dihantarkan oleh serabut saraf A yang terdapat di kulit, otot dan peritoneum
parietalis. Reseptor nyeri pada perut terbatas di submukosa, lapisan muskularis dan serosa
dari organ di abdomen. Serabut C ini bersama dengan saraf simpatis menuju ke ganglia
pre dan paravertebra dan memasuki ganglia akar dorsal. Impuls aferen akan melewati
medula spinalis pada traktus spinotalamikus lateralis menuju ke talamus, kemudian ke
konteks serebri.
Impuls aferen dari visera biasanya dimulai oleh regangan atau akibat penurunan hebat
ambang nyeri pada jaringan yang meradang. Nyeri ini khas bersifat tumpul, pegal dan
berbatas tidak jelas serta sulit dilokalisasi. Impuls nyeri dari visera abdomen atas
(lambung, duodenum, pankreas, hati dan sistem empedu) mencapai medula spinalis pada
segmen thorakalis 6, 7, 8 serta dirasakan di daerah epigastrium.
Impuls nyeri yang timbul dari segmen usus yang meluas dari ligamentum Treitz sampai
fleksura hepatika memasuki segmen th 9 dan 10, dirasakan di sekitar umbilikus. Dari
kolon distalis, ureter, kandung kemih dan traktus genitalis perempuan, impuls nyeri
mencapai segmen th 11 dan 12 serta segmen lumbalis pertama. Nyeri dirasakan pada
daerah suprapubik dan kadang-kadang menjalar ke labium atau skrotum. Jika proses
penyakit meluas ke peritoneum parietalis maka impuls nyeri dihantarkan oleh serabut
aferen somatis ke radiks spinalis segmentalis dan sakit dirasakan di daerah dimana organ
itu berada. Penyebab metabolik seperti pada keracunan timah dan porfirin belum jelas
patofisiologi dan patogenesisnya[ CITATION Jur14 \l 2057 ], [ CITATION MUl96 \l 2057 ], (Barr,
1983).
Patofisiologi sakit perut berulang yang fungsional (tidak berhubungan dengan kelainan
organik) masih sulit dimengerti. Diperkirakan ada hubungan antara sakit perut berulang
fungsional dengan penurunan ambang rangsang nyeri. Berbagai faktor psikologis dapat
berperan sebagai mediator atau moderator dari sakit perut berulang fungsional, pada Tabel
II (Boediarso, 2010).
Psikologis Fisiologis
Faktor stres Intoleransi
Depresi Laktosa
Ikatan keluarga Dismotilitas usus
Operant conditioning Konstipasi
Somatisasi Ketidakstabilan otonam

5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang diperlihatkan bervariasi cukup luas, baik dalam hal frekuensi,
waktu, intensitas, lokasi maupun gejala yang mengikuti. Keluhan mual, berkeringat
dingin, muntah, pusing, pucat dan palpitasi sering menyertai sakit perut berulang.
Serangan biasanya berlangsung kurang dari 1 jam dan diselingi periode bebas serangan.
Etiologi sakit perut berulang yang disebabkan oleh kelainan organik mempunyai tanda
peringatan (alarm symptoms) seperti yang terlihat pada Tabel I (Boediarso, 2010).
Sakit perut berulang yang disebabkan oleh kelainan organik mempunyai tanda
peringatan (alarm symptoms) seperti terlihat pada Tabel III (Barr, 1983).
 Nyeri terlokalisir, jauh dari umbilikus
 Nyeri menjalar (punggung, bahu, ekstremitas bawah)
 Nyeri sampai membangunkan anak pada malam hari
 Nyeri timbul tiba-tiba
 Disertai muntah berulang terutama muntah kehijauan
 Disertai gangguan motilitas (diare, obstipasi, inkontinensia)
 Disertai perdarahan saluran cerna
 Terdapat disuria
 Berhubungan dengan menstruasi
 Terdapat gangguan tumbuh kembang
 Terdapat gejala sistemik: demam, nafsu makan turun
 Terjadi pada usia <4 tahun
 Terdapat organomegali
 Terdapat pembengkakan, kemerahan dan hangat pada sendi
 Kelainan perirektal: fisura, ulserasi
Manifestasi klinis yang diperlihatkan bervariasi cukup luas, baik dalam hal
frekuensi, waktu, intensitas, lokasi maupun gejala yang mengikuti. Keluhan mual,
berkeringat dingin, muntah, pusing, pucat dan palpitasi sering menyertai sakit perut
berulang. Serangan biasanya berlangsung kurang dari 1 jam dan diselingi periode bebas
serangan (Boediarso, 2010).
Gejala klinis sakit perut berulang yang klasik dapat dilihat pada tabel. Sakit perut
berulang dengan gambaran klasik ini, pada Tabel IV (Barr, 1983).

 Paroksismal
 Daerah perilumbilikus atau suprapubis
 Nyeri berlangsung kurang satu jam
 Nyeri tidak menjalar, kram atau tajam, tak membangunkan anak malam hari
 Nyeri tidak berhubungan dengan makanan, aktivitas, kebiasaan buang air besar
 Mengganggu aktivitas
 Di antara dua episode terdapat masa bebas gejala
 Pemeriksaan fisik normal, kecuali kadang-kadang sakit perut di kiri bawah
 Nilai laboratorium normal

6. Diagnosis

6.1 Anamnesis
1. Usia : Sakit perut berulang biasanya terjadi pada usia 4 – 14 tahun.

Pada usia tertentu insiden sakit perut akut yang memerlukan tindakan bedah
cukup tinggi. Misalnya: 6 bulan – 3 tahun: Intususepsi, 5 tahun – 14 tahun:
apendisitis.

2. Jenis kelamin.

3. Rasa sakit perut : Lokalisasi, sifat dan faktor yang menambah / mengurangi rasa
sakit, waktu timbulnya, lama sakit perut, frekuensi.

a. Lokalisasi
Sakit yang disebabkan gangguan saluran pencernaan bagian atas biasanya dirasakan
di daerah epigastrium. Gangguan di ileum distal dan appendiks dirasakan di daerah
perut kanan bawah. Rasa sakit yang disebabkan oleh infeksi usus lokalisasinya sukar
ditentukan. Perubahan lokalisasi sakit perlu ditanyakan pada anak. Bila rasa sakit
mula-mula ada di daerah periumbilikus dan kemudian pindah ke daerah perut kanan
bawah, ini adalah tanda apendisitis,
b. Sifat dan faktor yang menambah/ mengurangi rasa sakit
Sakit yang berasal dari spasme otot polos (usus, traktus urinarius, traktus biliaris)
biasanya berupa kolik yang sukar ditentukan lokalisasinya dengan tepat dan tidak
dipengaruhi oleh adanya batuk atau penekanan abdomen. Sakit yang berasal dari
iritasi peritoneum akan terasa menetap di tempat iritasi dan menghebat bila
penderita batuk atau ditekan perutnya. Apakah sakit menetap, bertambah hebat atau
berkurang dan adakah faktor-faktor yang dapat menambah atau mempengaruhi rasa
sakit. Adakah penyebaran rasa sakit.
c. Lama sakit dan pernahkah timbul rasa sakit seperti ini sebelumnya. Bila sakit
perut berlangsung lebih dari 24 jam perlu perhatian serius.
d. Gejala yang mengiringi: anoreksia, muntah, diare dan panas. Muntah yang
berwarna kuning atau hijau merupakan tanda adanya obstruksi usus, begitu pula
muntah yang berlangsung 12 – 24 jam atau lebih memerlukan perhatian serius
4. Pola defekasi : obstipasi, diare

5. Pola kencing

6. Siklus haid

7. Akibat sakit perut pada anak :

a. Apakah terdapat kemunduran kesehatan pada anak tersebut?

b. Bagaimana nafsu makan anak?

8. Gejala/gangguan traktus respiratorius

9. Trauma: trauma tumpul dapat menyebabkan hematoma subserosa

10. Pola makan : banyak mengkonsumsi susu atau produk susu

11. Gangguan muskuloskeletal

12. Aspek psikososial

13. Riwayat pengobatan

14. Penyakit yang pernah diderita dalam keluarga

 Adakah diantara keluarga yang menderita cystic fibrosis, pankreatitis, ulkus


peptikum, kolon iritabel?
 Adakah faktor stres dalam keluarga?
6.2 Pemeriksaan Fisik
Perhatikan keadaan umum pasien, apakah tampak sakit ringan, sedang, atau berat.
Pada waktu berjalan atau waktu tidur di tempat periksa. Jika ia terbaring diam dan
kesakitan bila berubah posisi maka ini mungkin tanda abdomen akut.

6.3 Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang


 Endoscopy
 Ultrasound
 Ureum, creatinine
 Routine ( urine, blood, feces)
 Foto Thorax
 Barium meal/follow through
 Barium enema
 Intravenous pyelography

Pemeriksaan ini dibagi atas 3 tahap, yaitu:

Tahap 1. Dilakukan pada seluruh anak dengan sakit perut berulang

Tahap 2. Dilakukan bila pada pemeriksaan tahap 1 ditemukan kelainan atau bila
didapatkan beberapa tanda peringatan seperti yang tertera pada tabel III atau bila
tidak memenuhi kriteria gejala klinis sakit perut berulang klasik

Tahap 3. Dilakukan bila masih diperlukan Tabel V:

Tahap 1 Darah tepi lengkap


Laju endap darah
Biokimia darah (ureum, kreatinin, transaminase, kolesterol,
trigliserida, protein total, kalsium dan fosfor)
Urin
Biakan urin dan tinja (termasuk parasit)
Uji serologis untuk Helicobacter pylori
Foto polos abdomen
USG abdomen
Tahap 2 Uji hidrogen nafas dengan laktosa
Amilase urin dan darah
Test benzidin
Gastroskopi
Tahap 3 Enema barium
Voiding cystourethrogram
EEG
7. Kriteria
Kriteria diagnosis gangguan fungsional gastrointestinal pada anak menurut kriteria
Rome III [ CITATION Jur14 \l 2057 ].
FUNCTIONAL DISORDERS: NEONATES AND TODDLERS
1. Infant regurgitation, kriteria diagnosis:
Harus memenuhi semua kriteria di bawah ini pada anak sehat yang berumur 3
minggu-12 bulan:
 Regurgitasi 2 kali atau lebih per hari selama 3 minggu atau lebih
 Tidak ada retching, hematemesis, aspirasi, apnoe, gagal tumbuh, kesulitan
makan dan menelan, atau postur tubuh abnormal
2. Infant rumination syndrome, kriteria diagnosis:
Harus memenuhi semua kriteria selama paling sedikit 3 bulan:
 Kontraksi berulang otot-otot abdominal, diafragma, dan lidah
 Memuntahkan makanan dari lambung ke mulut, dikunyah-kunyah dan
ditelan kembali
 3 atau lebih dari 4 kriteria berikut:
 Onset antara 3–8 bulan
 Tidak respons dengan pegobatan pada gastroesophageal refl ux disease
atau obat antikolinergik, hand restrain (kontrol paksa dengan
pengekangan tangan untuk memasukkan makanan), mengubah formula
makanan, gavage (pemberian makanan secara paksa melalui pipa yang
dimasukkan ke lambung), dan pemberian makan melalui gastrostomy
 Tidak disertai tanda nausea atau distress
 Tidak muncul selama tidur dan ketika anak berinteraksi dengan seseorang
di sekitarnya
3. Cyclic vomiting syndrome, kriteria diagnosis:
Harus memenuhi semua kriteria di bawah ini:
 Mual dan mutah-muntah hebat terjadi di antara kondisi sehat yang muncul 2
kali atau lebih atau retching yang berlangsung selama berjam-jam bahkan
sampai berhari-hari
 Kembali sehat selama beberapa minggu sampai beberapa bulan
4. Infant colic, kriteria diagnosis:
Harus memenuhi semua kriteria di bawah ini sejak lahir sampai umur 4 bulan:
 Anak tiba-tiba menjadi iritable, rewel, dan menangis yang muncul dan
berhenti tanpa sebab yang jelas
 Berlangsung selama 3 jam atau lebih per hari dan muncul minimal 3 hari
dalam satu minggu
 Tidak ada gagal tumbuh
5. Functional diarrhea, kriteria diagnosis:
Harus memenuhi semua kriteria di bawah ini:
 Buang air besar 3 kali atau lebih dengan konsistensi cair tanpa rasa sakit
 Berlangsung selama lebih 4 minggu
 Onset antara umur 6 – 36 bulan
 Diare muncul selama waktu terjaga
 Tidak terdapat gagal tumbuh jika kalori yang masuk mencukupi
6. Infant Dyschezia, kriteria diagnosis:
Harus memenuhi kedua kriteria di bawah ini untuk anak kurang dari 6 bulan:
 Anak biasanya menangis dan mengejan selama kurang lebih 10 menit
sebelum berhasil buang air besar yang tidak keras
 Tidak ada masalah kesehatan yang lain
7. Functional Constipation, kriteria diagnosis:
Harus memenuhi sekurang-kurangnya 2 dari 6 kriteria berikut selama 1 bulan
untuk anak lebih dari 4 tahun:
 Buang air besar 2 kali atau kurang setiap minggu
 Sekurang-kurangnya 1 kali setiap minggu mengalami inkontinensia
 Riwayat menahan buang air besar berlebihan
 Riwayat nyeri saat buang air besar dan feses yang keras
 Teraba banyak massa feses di dalam rektum
 Riwayat feses dengan diameter besar sehingga dapat menyumbat lubang
toilet
FUNCTIONAL DISORDERS: CHILDREN AND ADOLESCENTS
1. Vomiting dan Aerophagia
a. Adolescent rumination syndrome, kriteria diagnosis:
Semua kriteria di bawah ini harus dialami oleh pasien sekurang-kurangnya 1 kali
seminggu selama setidaknya 2 bulan sebelum diagnosis ditegakkan:
 Regurgitasi dan muntah berulang tanpa rasa sakit: segera setelah makan,
tidak muncul selama tidur, tidak responsif terhadap pengobatan standar
refluks gastroesofageal
 Tidak ada retching
 Tidak ada bukti adanya inflamasi, kelainan anatomi, kelainan metabolik,
atau neoplasma
b. Cyclic vomiting syndrome, kriteria diagnosis:
Harus memenuhi semua kriteria di bawah ini:
 Mengalami mual hebat dan muntah tidak berhenti-henti selama 2 kali atau
lebih atau retching selama berjam-jam sampai berhari hari
 Kembali ke keadaan sehat yang berlangsung selama beberapa minggu
sampai beberapa bulan
c. Aerophagia, kriteria diagnosis:
Harus memenuhi sekurang-kurangnya dua kriteria berikut yang dialami
setidaknya 1 kali seminggu selama setidaknya 2 bulan sebelum diagnosis
ditegakkan:
 Menelan banyak udara
 Distensi abdomen karena adanya udara intralumen
 Sendawa berulang atau peningkatan frekuensi flatus
2. Abdominal pain-related Functional GastroIntestinal Disorders (FGIDs)
a. Functional dyspepsia, kriteria diagnosis:
Harus memenuhi semua kriteria di bawah ini yang dialami sekurang-kurangnya 1
kali seminggu selama minimal 2 bulan sebelum diagnosis ditegakkan:
 Nyeri persisten atau berulang atau perasaan tidak nyaman berasal dari perut
bagian atas (di atas umbilikus).
 Nyeri tidak berkurang dengan defekasi atau tidak berhubungan dengan suatu
perubahan frekuensi buang air besar atau konsistensi feses.
 Tidak ada bukti adanya proses infl amasi, kelainan anatomis, kelainan
metabolik, atau neoplasma.
b. Irritable bowel syndrome, kriteria diagnosis:
Harus memenuhi semua kriteria di bawah ini yang dialami sekurang-kurangnya 1
kali seminggu selama minimal 2 bulan sebelum diagnosis ditegakkan:
 Perasaan tidak nyaman di bagian perut (tidak dideskripsikan sebagai rasa
sakit) atau nyeri yang berhubungan dengan 2 atau lebih kriteria berikut:
 Nyeri berkurang dengan defekasi
 Onset berhubungan dengan perubahan frekuensi buang air besar
 Onset berhubungan dengan perubahan bentuk feses
 Tidak ada bukti adanya proses infl amasi, kelainan anatomis, kelainan
metabolik, atau neoplasma
c. Abdominal migraine, kriteria diagnosis:
Harus memenuhi semua kriteria di bawah ini yang dialami sebelumnya 2 kali
atau lebih selama 12 bulan:
 Serangan nyeri akut tiba-tiba di sekitar umbilikus yang berlangsung selama 1
jam atau lebih
 Terdapat periode sehat selama beberapa minggu sampai beberapa bulan
 Nyeri berkurang dengan aktivitas normal
 Nyeri berhubungan dengan 2 atau lebih kriteria berikut : Anoreksia, nausea,
muntah, sakit kepala, photophobia, pucat
 Tidak ada bukti proses infl amasi, kelainan anatomis, kelainan metabolik,
atau neoplasma
d. Childhood functional abdominal pain, kriteria diagnosis:
Harus memenuhi semua kriteria di bawah ini yang dialami sekali seminggu
selama 2 bulan sebelum diagnosis ditegakkan:
 Nyeri abdomen yang hilang timbul atau terus menerus
 Tidak mencukupi kriteria FGIDs lain
 Tidak ada bukti adanya proses infl amasi, kelainan anatomis, kelainan
metabolik, atau neoplasma
3. Constipation dan Incontinence
a. Functional constipation, kriteria diagnosis:
Harus memenuhi 2 atau lebih kriteria berikut pada anak minimal umur 4 tahun
yang tidak memenuhi kriteria yang cukup untuk IBS, dialami minimal 1 kali
seminggu selama setidaknya 2 bulan sebelum diagnosis ditegakkan:
 Buang air besar 2 kali seminggu atau kurang
 Mengalami setidaknya 1 kali inkontinensia feses per minggu
 Riwayat retensi feses
 Riwayat nyeri saat buang air besar atau feses yang keras
 Terdapat massa feses yang besar di rektum
 Riwayat diameter feses yang besar sehingga dapat menyumbat toilet
b. Nonretentive fecal incontinence, kriteria diagnosis:
Harus memenuhi semua kriteria di bawah ini yang dialami minimal 2 bulan
sebelum diagnosis ditegakkan pada anak sekurang-kurangnya berumur 4 tahun:
 Defekasi di tempat yang tidak sesuai dengan konteks sosial minimal 1 kali
sebulan
 Tidak ada bukti adanya proses infl amasi, kelainan anatomis, kelainan
metabolik, atau neoplasma
 Tidak ada retensi feses
Diagnosis nyeri perut yang banyak digunakan saat ini adalah Kriteria Rome yang
membagi keluhan nyeri perut non-organik menjadi 5 kategori diagnosis, yaitu
1) Functional dyspepsia
Dispepsia adalah rasa sakit atau tidak nyaman (discomfort) pada perut bagian atas
(di atas umbilikus). Keluhan telah dirasakan selama paling sedikit 12 minggu, tidak
perlu berurutan, dalam kurun waktu 12 bulan terakhir. Rasa sakit tidak berhubungan
dengan pola defekasi dan bentuk tinja.
Berdasarkan gejala klinis, Functional dyspepsia dibagi menjadi 3 bentuk, yaitu
(1) Ulcer like dyspepsia, bila yang dirasakan adalah rasa sakit,
(2) Dysmotility like dyspepsia, bila yang dirasakan adalah rasa tidak nyaman, dan
(3) Unspecified (non specific) dyspepsia, bila keluhan yang disampaikan pasien
tidak memenuhi kriteria ulcer atau dysmotility dyspepsia. Rasa tidak nyaman dapat
berupa rasa penuh, cepat kenyang, sering sendawa, mual, retching, atau muntah.
Semua keluhan di atas mencerminkan gangguan pada saluran cerna atas.
2) Irritable bowel syndrome
Sakit perut atau rasa tidak nyaman yang berhubungan dengan perubahan pola
defekasi dan bentuk tinja. Anak telah cukup matang untuk menjelaskan rasa sakit
yang dialami selama paling sedikit 12 minggu, tidak perlu berurutan, dalam kurun
waktu 12 bulan terakhir. Keluhan akan hilang setelah defekasi. Kemungkinan
adanya kelainan organik perlu dipikirkan bila ditemukan rasa sakit pada malam hari,
diare, perdarahan per rektum, demam atau penurunan berat badan dan riwayat
Irritable bowel syndrome dalam keluarga.
3) Childhood functional abdominal pain
Sakit dirasakan di daerah periumbilikus berlangsung secara terus menerus pada anak
usia sekolah atau remaja, tidak berhubungan dengan keadaan fisiologis seperti
makan, defekasi, atau menstruasi, beberapa kasus mengganggu aktivitas sehari-hari.
Episode berlangsung kurang dari 1 jam, bahkan kadangkala hanya berlangsung
beberapa menit. Rasa sakit umumnya tidak sampai membangunkan anak pada saat
tidur, tetapi sakit yang dirasakan pada malam hari seringkali menyebabkan anak
tidak dapat tidur. Anak umumnya mempunyai masalah emosi, sifat perfeksionis,
kesulitan belajar, dan orangtua mempunyai harapan yang terlalu besar kepada anak.
Anak sering pula mengeluh sakit kepala, mual (tanpa muntah), dan letih. Faktor
psikologis berupa kecemasan atau depresi, gejala somatisasi, serta fobia sekolah
perlu dipikirkan.
4) Abdominal migraine
Sakit perut timbul secara paroksismal pada daerah garis tengah perut, non-kolik,
berlangsung selama beberapa jam sampai beberapa hari dan diselingi periode tidak
sakit selama beberapa minggu hingga beberapa bulan.
Keluhan lain (minimal 2 keluhan) seperti sakit kepala, takut terhadap cahaya,
riwayat migren di dalam keluarga, sakit kepala pada satu sisi, dan aura sebagai
prodomal serangan sakit (visual, sensorik, atau motorik) juga ditemukan pada anak
dengan migren perut. Keluhan telah berlangsung dalam kurun waktu 12 bulan
dengan minimal 3 kali serangan.
5) Aerophagia
Udara yang tertelan dapat menyebabkan distensi perut secara berlebihan sehingga
mengganggu masukan minum/makan anak. Keluhan berlangsung selama minimal 12
minggu, tidak perlu berurutan, dalam kurun waktu 12 bulan terakhir. Pada
anamnesis dan pemeriksaan fisis terlihat distensi perut akibat adanya udara di dalam
lumen usus, sendawa berulang kali, dan sering flatus.
Aerophagia seringkali tidak terlalu diperhatikan oleh orangtua. Aerophagia perlu
dipikirkan apabila pada saat pemeriksaan fisis ditemukan suara menelan berulang
kali yang disertai keluhan tersebut di atas. Keluhan dan gejala klinis akan hilang
pada saat tidur. Kecemasan yang dialami oleh seorang anak dapat menyebabkan
perilaku menelan secara berlebihan (Markum, 1999).
8. Pendekatan Diagnosis

9. Tata Laksana
Pengobatan diberikan sesuai etiologi. Pada sakit perut berulang fungsional pengobatan
ditujukan kepada penderita dan keluarganya, bukan hanya mengobati gejala. Secara
khusus, mereka membutuhkan ketentraman bahwa tidak ada bukti adanya kelainan dasar
yang serius (Boediarso, 2010).
Tujuan pengobatan ialah memberikan rasa aman serta edukasi kepada penderita dan
keluarga sehingga kehidupan keluarga menjadi normal kembali dan dapat mengatasi rasa
sakit sehingga efeknya terhadap aktivitas sehari-hari dapat menjadi seminimal mungkin
(Boediarso, 2010).
Kadang-kadang diperlukan pula konsultasi ke psikolog dan/atau psikiater anak.
Pemberian obat seperti antispasmodik, antikolinergik, antikonvulsan dan antidepresan
tidak bermanfaat (Boediarso, 2010).
Ringkasan pengobatan sakit perut berulang fungsional, pada Tabel VI:
 Menyakinkan bahwa penyakitnya ringan
 Menerangkan masalah berdasarkan pada temuan positif maupun negatif
 Menemukan stres dan kecemasan yang mencetuskan rasa sakit
 Mengidentifikasi pengaruh keluarga/sosial yang mencetuskan sakit
 Menghindari gejala sakit yang berkepanjangan dan mengembalikan anak dalam
kehidupan normal
 Tatalaksana penyebab yang didapat: kurangi laktosa, diet tinggi serat, dll
 Follow-up teratur untuk mengetahui perubahan gejala, meningkatkan rasa percaya
diri dan mendorong keluarga serta anak untuk mengatasi masalahnya
 Hasil pengobatan jangan dipakai untuk membuat diagnosis

8.1 Intervensi Diet memperbanyak Konsumsi Serat


Serat mengurangi waktu transit di usus dan lebih bermanfaat pada pasien konstipasi.
Penelitian randomized controlled trial pada anak recurrent abdominal pain (RAP)
mengevaluasi efek pemberian diet tinggi serat. Penelitian pertama menambahkan 10g
jagung ke dalam makanan kecil selama 6 minggu, penelitian kedua diet serat dalam
bentuk sereal sebanyak 165 g selama 7 minggu. Hasil analisis penelitian tersebut bahwa
diet tinggi serat sangat menguntungkan anak. Serat tidak larut dapat diperoleh dari sereal,
produk gandum, buah-buahan, sayuran, dan kacang-kacangan untuk mencapai jumlah
serat 10 g/hari. Selain itu perlu membatasi laktosa, lemak dan kafein.

8.2 Farmakoterapi
1. Bergantung pada etiologi

2. Obat penenang dan analgesik

3. Proton Pump Inhibitor (PPI)

a. Omeprazol, >1 tahun 5-10 kg: 5 mg; 10-20 kg: 10 mg; lebih dari 20 kg: 20 mg

b. Lansoprazol, 15-30 mg/kgBB, 1 kali sehari selama 8-12 minggu.

4. Probiotik
Probiotik adalah mikroorganisme, ketika dicerna dapat diperkirakan untuk efek pada
seseorang. Penelitian sedang berlangsung ke dalam penggunaan probiotik untuk
pengobatan berbagai penyakit gastrointestinal termasuk gangguan peradangan
patologis, gangguan fungsional, dan gangguan kronis non-patologis. Penggunaan
mikroorganisme dapat mengubah komposisi koloni bakteri dalam usus dan
mengurangi peradangan, serta mempromosikan fisiologi usus normal dan dengan
demikian mengurangi fungsional gejala. Beberapa probiotik dapat memengaruhi
motilitas kolon melunakkan tinja, mengubah sekresi dan penyerapan air dan elektrolit,
memodifikasi kontraksi sel otot polos, meningkatkan produksi asam lemak laktat dan
rantai pendek, dan menurunkan pH intraluminal (Gordon et al., 2017). Bahwa
probiotik spesifik memiliki efek langsung pada inang proses fisiologis yang
melibatkan pencernaan dan fungsi penghalang usus, respon imun, metabolisme,
nosisepsi dan perilaku. Oleh karena itu tidak mengherankan bahwa probiotik ada
dalam beberapa uji klinis menunjukkan manfaat klinis dalam mengurangi risiko
penyakit seperti infeksi saluran pernapasan atau otitis media (Pärtty, Rautava and
Kalliomäki, 2018).

8.3 Terapi Pelengkap


Pasien nyeri perut tidak sedikit yang memilih terapi alternatif seperti terapi herbal,
akupuntur atau massage. Penelitian umumnya pada pasien dewasa. Peppermint cukup
sering digunakan, menthol di dalamnya akan merelaksasi otot gastrointestinal dengan
menghambat saluran kalsium. Jahe juga sering digunakan untuk mengurangi nausea,
dispepsia atau diare. Efek prokinetik pada jahe menyebabkan spasmolitik. Sejauh ini,
belum ditemukan penelitian terkontrol pada pasien anak dengan nyeri perut berulang.
[ CITATION Yus14 \l 1057 ]

8.4 Terapi Psikologis


Faktor psikologis sebagai pencetus keluhan perlu diketahui. Apabila faktor stres
psikologis sangat menonjol, maka diperlukan kerjasama antara dokter dan keluarga
dalam menyusun strategi mengurangi faktor stres tersebut. Penjelasan kepada anak dan
orangtua tentang penyakitnya sangat diperlukan, meskipun keluhan yang dirasakan
sangat mengganggu, anak perlu tahu bahwa hal tersebut bukanlah sesuatu yang serius.
Pencatatan harian tentang keluhan yang diderita sangat membantu dalam proses
penyembuhan.

10. Prognosis
Sebagian besar anak-anak dengan sakit perut fungsional memiliki gejala yang relatif
ringan dan dikelola dalam perawatan primer. Di Belanda, kurang dari 2% anak dengan
nyeri perut fungsional dirujuk ke perawatan sekunder (Berger, Gieteling and Benninga,
2007).
Banyak faktor yang mempengaruhi sakit perut pada anak:
1) Anak dari keluarga yang banyak menderita sakit perut cenderung mengalami sakit
perut berulang dibanding keluarga yang normal.
2) Anak perempuan mempunyai kemungkinan lebih besar untuk sembuh dari sakit
perutnya daripada anak laki-laki tetapi mempunyai kemungkinan lebih besar untuk
berkembang menjadi gejala lain.
3) Lebih muda anak yang menderita sakit perut (sebelum usia 6 bulan) mempunyai
kemungkinan lebih besar untuk sembuh sempurna.
BAB III

KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Barr, R. G. (1983) ‘Abdominal Pain in the Female Adolescent’, Pediatrics in Review. doi:
10.1542/pir.4-9-281.

Berger, M. Y., Gieteling, M. J. and Benninga, M. A. (2007) ‘Chronic abdominal pain in


children’, British Medical Journal. doi: 10.1136/bmj.39189.465718.BE.

Boediarso, A. (2010) ‘Sakit Perut pada Anak’, Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi, pp.
149–165.

Gordon, M. et al. (2017) ‘Probiotics for management of functional abdominal pain disorders
in children’, Cochrane Database of Systematic Reviews, 2017(11). doi:
10.1002/14651858.CD012849.

Hegar, B., 2014. IDAI (Online). [Online]


Available at: http://www.idai.or.id/artikel/klinik/keluhan-anak/sakit-perut-berulang-pada-
anak-2.
[Accessed 16 Juli 2020].

Pärtty, A., Rautava, S. and Kalliomäki, M. (2018) ‘Probiotics on pediatric functional


gastrointestinal disorders’, Nutrients. doi: 10.3390/nu10121836.

Jurnalis YD, F. L., 2014. Sakit Perut Berulang. Sakit Perut Berulang Pada Anak, Volume
41 , pp. 589-94.

M, U., 1996. Major Symptoms and Signs of Digestive Tract Disorders. In: Nelson Textbook
of Pediatrics Edisi ke 15. Philadelphia: Elsevier, pp. 1032-7

Yohmi, E. et al. (2016) ‘Intoleransi Laktosa pada Anak dengan Nyeri Perut Berulang’, Sari
Pediatri. doi: 10.14238/sp2.4.2001.198-204.

Anda mungkin juga menyukai