Anda di halaman 1dari 36

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT ULKUS

PEPTIKUM DAN GASTROENTERITIS

DISUSUN OLEH KELOMPOK 4 :

DIKI WAHYUDI PO7220121 1749

MELA YUNITA SARI PO7220121 1757

NUR FAIZAH PO7220121 1762

SOFIA SHANDRA YANI PO7220121 1774

THASYA TANIA PUTRI PO7220121 1775

KELAS : 2B KEPERAWATAN

DOSEN PEMBIMBING : Ns. RIMA NOVIA PUTRI, S.Kep

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES TANJUNGPINANG

PRODI DIII KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN

2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami hadiahkan untuk Tuhan Yang Maha Esa dimana berkat rahmat
serta hidayah-Nya kami akhirnya dapat menyelesaikan makalah tentang “Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Dengan Penyakit Ulkus Peptikum Dan Gastroenteritis”. Kami
sangat berterimakasih kepada ibu Ns. Rima Novia Putri, S.Kep dimana dengan bimbingan
dan arahannya kami berhasil membuat suatu makalah.

Kami juga berterimakasih kepada semua orang yang ikut berpartisipasi dalam
pembuatan makalah ini. Kami menyadari bahwa terdapat banyak kata-kata maupun kalimat
yang belum sempurna kiranya para pembaca sekalian dapat meberikan kritik, saran dan
masukan yang membangun untuk kami agar kami dapat menyempurnakan makalah ini.
Sekian saja dari kata pengantar yang kami buat sekiranya para pembaca sekalian dapat
memberikan saran serta masukannya.

Tanjungpinang, Oktober 2022

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan kebutuhan bagian dari manusia yang sangat mendasar oleh
karena itu setiap individu berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan bagi dirinya
secara maksimal (Depkes RI, 2012). Tanda tubuh yang sehat adalah memiliki pencernaan
yang sehat. Ini terjadi di karenakan apa yang kita konsumsi setiap hari menjadi penentu
kesehatan tubuh. Ketika makanan yang dikonsumsi kurang bernutrisi, maka yang paling
awal terkena dampaknya adalah sistem pencernaan (Sulaeman, 2018).

Sistem pencernaan terdiri atas sejumlah organ berawal di rongga mulut kemudian
berlanjut ke esophagus dan lambung, usus halus, usus besar, dan berakhir di rektum
(anus). Makanan disimpan sementara di lambung sampai disalurkan ke usus halus.
Pencernaan dan penyerapan makanan berlangsung di usus halus, makanan kemudian
masuk ke usus besar. Mukus di sekresikan di sepanjang usus. Tanpa produksi mukus,
integritas dinding usus akan terganggu sehingga akan menyebabkan ulkus peptikum
(Corwin, 2009).

Ulkus peptikum adalah keadaan terputusnya kontinuitas mukosa yang meluas di


bawah epitel atau kerusakan pada jaringan mukosa, sub mukosa hingga lapisan otor dari
suatu daerah saluran cerna yang langsung berhubungan dengan cairan lambung asam-
pepsin (Sanusi, 2011).

Penyakit ini terjadi dengan frekuensi paling besar pada individu antara usia 40 dan 60
tahun. Tetapi, relative jarang pada wanita menyusui, meskipun telah di observasi pada
anak-anak dan bahkan pada bayi. Pria terkenal lebih sering dari pada wanita, karna dari
faktor gaya hidup pria seperti kebiasaan minum-minuman yang mengandung kafein,
merokok dan stress tapi terdapat beberapa bukti bahwa insiden pada wanita hampir sama
dengan pria. Setelah menopause, insiden ulkus peptikum pada wanita hampir sama
dengan pria. Diperkirakan bahwa 5% sampai 15% dari populasi di Amerika Serikat
mengalami ulkus, tetapi hanya kira-kira setengahnya yang diketahui. Insiden ini telah
menurun sebanyak 50% selama 20 tahun terakhir (Smeltzer, 2013).
Badan Penelitian dan pengembangan Kesehatan (BPPK) Depkes (2008) menyatakan
bahwa pada tahun 2005-2008, ulkus peptikum di Indonesia menempati urutan ke-10
dalam kategori penyebab kematian pada kelompok umur 45-54 tahun pada laki-laki
(2,7%). Prevalensi ulkus peptikum di Indonesia sebanyak 14% (Akil, 2009).

Dampak dari ulkus peptikum dapat terjadi perdarahan jika ulkus menyebabkan erosi
arteri atau vena di usus. Hal ini dapat menyebabkan hematemesis (muntah darah), atau
melena (keluarnya darah dari saluran gastrointestinal atas melalui feses). Apabila
perdarahannya hebat dan mendadak, dapat timbul gejala syok. Apabila perdarahannya
lambat, dapat terjadi anemia (Corwin, 2009).

Penanganan pada ulkus peptikum biasanya dengan menghindari makanan yang dapat
menyebabkan sekresi asam hidroklorida berlebih, menghindari minum-minuman alkohol
dan kafein dapat meredakan gejala serta meningkatan proses penyembuhan ulkus yang
sudah ada. Penderita ulkus akibat helicobacter pylori dapat ditangani dengan penambahan
antibiotik. Penatalaksanaan stress, teknik relaksasi, atau dapat digunakan untuk mnegatasi
pengaruh psikologis (Corwin, 2009).

Meskipun angka kejadian kecil namun penyakit tukak peptik perlu mendapat
perhatian serius karna bila tidak di tangani dengan benar dapat menyebabkan
kekambuhan, komplikasi pendarahan pada saluran cerna, kanker bahkan dapat
menyebabkan kematian. Di harapkan dengan adanya evaluasi pengobatan tukak peptik
dapat menjadi pertimbangan penting bagi kesehatan untuk memberikan pengobatan
kepada pasien sehingga tercapai keberhasilan terapi yang optimal (Putri, 2010).Hal ini
menjadi sangat penting mengingat tingginya angka kekambuhan paska pengobatan ulkus
peptikum dengan memberikan edukasi yang tepat adalah mengenai perubahan gaya hidup
yang mampu mengurangi faktor resiko ulkus peptikum di kemudian hari. Sebagai contoh
perawat dapat melakukan tindakan teknik relaksasi atau sedative dapat di gunakan untuk
mengatasi pengaruh psikologis.

Peran perawat sangat penting dalam pemberian asuhan keperawatan pasien. dengan
ulkus peptikum secara komprehensif dan profesional Asuhan keperawatan yang di
berikan pada pasien dengan ulkus peptikum bertujuan untuk mengatasi masalah
keperawatan yang di alami klien melalui lima tahapan asuhan keperawatan meliputi
pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan
keperawatan, evaluasi keperawatan (Smeltzer, 2013).Dibutuhkan peran perawat dalam
proses penyembuhan dengan perawatan yang tepat seperti mengajarkan teknik
manajemen nyeri, mengatur posisi, memberikan edukasi tentang pengobatan ulkus
peptikum, menganjurkan pasien untuk makan sedikit tapi sering, dan makan secara
perlahan.

Membahas tentang ulkus peptikum adapun peradangan yang terjadi pada lambung
dan usus yang ditandai dengan gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah, dan
seringkali disertai peningkatan suhu tubuh yaitu disebut dengan gastroenteritis (Suratun,
2010). Menurut WHO (1980) gastroenteritis adalah buang air besar encer atau cair lebih
dari tiga kali sehari. Gastronteritis dapat dibagi dalam gastroenteritis akut dan kronis
( Setiawan, 2006; Talley, 1998).

Gastroenteritis bias disebabkan karena infeksi dan non-infeksi. Penyebab


gastroenteritis terbesar adalah karena infeksi. Gastroenteritis infeksi bias disebabkan oleh
organisme bakteri, virus, dan atau parasit. Gastroenteritis akut disebabkan oleh 90%
adanya infeksi bakteri dan penyebab lainnya anttara lain obat-obatan, bahan-bahan toksis,
iskemik dan sebagainya.

Gastroenteritis ini masih menjadi salah satu masalah kesehatan, jutaan kasus
dilaporkan setiap tahun diperkirakan sekitar 4-5 juta orang meninggal karena
gastroenteritis akut. WHO memperkirakan empat milyar kasus terjadi di dunia pada tahun
2000 dan 2,2 juta diantaranya meninggal, sebagian besar anak-anak di bawah umur 5
tahun (Adisasmito, 2007).

Indonesia mencatat angka kejadian gastroenteritis atau diare yaitu sekitar 120-130
kejadian per 1000 penduduk, dan sekitar 60% kejadian tersebut terjadi pada balita.
Kejadian luar biasa setiap tahun terjadi sekitar 150 kejadian dengan jumlah kasus sekitar
20.000 orang dan angka kematian sekitar 2% (Irianto et al., 1994). Gastroenteritis
merupakan salah satu penyakit endemik di Indonesia terutama gastroenteritis akut. Angka
kejadian gastroenteritis akut di sebagian besar wilayah Indonesia hingga saat ini masih
tinggi termasuk angka morbiditas dan mortalitasnya. Menurut Departemen Kesehatan
Republik Indonesia (Depkes RI), WHO menyebutkan angka kematian karena diare di
Indonesia sudah menurun, tapi angka penderitanya tetap tinggi, terutama di negara
berkembang. Penyebaran penyakit gastroenteritis ini juga tersebar ke semua wilayah di
Indonesia dengan penderita terbanyak adalah bayi dan balita. Pada umumnya
gastroenteritis akut di Indonesia disebabkan oleh masalah kebersihan lingkungan,
kebersihan makanan, dan juga infeksi mikroorganisme (bakteri, virus, dan jamur)
(Diastyrini, 2009).

Terapi pertama bagi penderita gastroenteritis akut tanpa dehidrasi, dan dehidrasi
ringan-sedang adalah dengan pemberian CRO (cairan rehidrasi oral). Pemberian CRO
yang tepat dengan jumlah yang memadai merupakan modal yang utama mencegah
dehidrasi. Terapi lain yang dapat diberikan adalah adsorben (attapulgit dan pektin), dan
antiemetik (metoklopramid, domperidon, dan ondansentron). Pemberian antibiotik
diindikasikan pada keadaan tertentu seperti gastroenteritis yang terindikasi infeksi
patogen serta gastroenteritis pada bayi dan anak dengan keadaan immunocompro-mised
(FKUI, 2007).

Antibiotik adalah obat atau zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi,
yang dapat menghambat mikroba lain (jasad renik/bakteri), khususnya mikroba yang
merugikan manusia yaitu mikroba penyebab infeksi pada manusia. Terapi antibiotik
diindikasikan untuk gastroenteritis yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Hal ini
dikarenakan antibiotika merupakan obat andalan untuk terapi infeksi bakteri. Antibiotik
sebagai terapi infeksi merupakan salah satu obat yang hingga saat ini paling banyak
diresepkan dan diperkiraan sepertiga pasien rawat inap mendapat antibiotik dengan biaya
mencapai 50% dari anggaran untuk obat di rumah sakit (Munaf, 1994).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas
adalah mengenai bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Penyakit Ulkus
Peptikum Dan Gastroenteriti?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah mampu memberikan asuhan
keperawatan pada pasien dengan penyakit ulkus peptikum dan gastroenteritis.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan penyakit Ulkus Peptikum dan
Gastroenteritis
b. Mampu merumuskan diagnose pada pasien dengan penyakit Ulkus Peptikum dan
Gastroenteritis
c. Mampu menyusun intervensi pada pasien dengan penyakit Ulkus Peptikum dan
Gastroenteritis
d. Mampu mengimplementasi keperawatan pada pasien dengan penyakit Ulkus
Peptikum dan Gastroenteritis
e. Mampu mengevaluasi asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit Ulkus
Peptikum dan Gastroenteritis

D. Manfaat
1. Bagi Institut Pendidikan diharapkan asuhan keperawatan dengan penyakit Ulkus
Peptikum dan Gastroenteritis ini dapat menambah wawasan bagi mahasiswa dan
sebagai referensi.  
2. Bagi pembaca diharapkan dapat menambah informasi, pengetahuan, dan
pemahaman dalam memahami asuhan keperawatan dengan penyakit Ulkus
Peptikum dan Gastroenteritis
3. Bagi penulis diharapkan dapat menambah pengetahuan yang lebih mendalam
dalam   memahami asuhan keperawtan dengan penyakit Ulkus Peptikum dan
Gastroenteritis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Ulkus Peptikum
1. Defenisi
Istilah ulkus peptikum digunakan untuk erosi lapisan mukosa di bagian mana
saja di saluran GI, tetapi biasanya di lambung atau duo denum. Ulkus peptikum atau
tukak lambung adalah istilah untuk ulkus di lambung. (Corwin, 2010).

Ulkus Peptikum adalah keadaan terputusnya kontinuitas mukosa yang meluas


di bawah epitel atau kerusakan pada jaringan mukosa, sub mukosa hingga lapisan otot
dari suatu daerah saluran cerna yang langsung berhubungan dengan cairan lambung
asam/pepsin (Sanusi, 2011).

Ulkus peptikum merupakan putusnya kontinuitas mukosa lambung yang


meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai di
bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah epitel di sebut
sebagai erosi, Walaupun sering dianggap sebagai “ulkus” (misalnya ulkus karena
stress). Menurut defenisi, ulkus peptikum dapat terletak pada setiap bagian saluran
cerna yang terkena getah asam labung, yaitu esofagus, lambung, duodenum, dan
setelah gastroenterostomi, juga jejenum (Sylvia A. Price, 2006).

Ulkus Peptikum didefenisikan sebagai suatu defek atau mukosa atau


submukosa yang berbatas tegas yang dapat menembus lapisan serosa sehingga terjadi
perforasi (Akil, 2006).

2. Etiologi
Pada umumnya penyebab dari ulkus peptikum adalah ketidakseimbangan antar
sekresi cairan lambung dan derajat perlindungan yang diberikan mukosa
gastroduodenal dan netralisasi asam lambung oleh cairan duodenum (Arif Mutaqqin,
2011). Ada 2 penyebab utama terjadinya ulkus (tukak):
a. Penurunan produksi mucus sebagai penyebab ulkus
Kebanyakan ulkus terjadi jika sel-sel mukosa usus tidak menghasilkan produksi
mucus yang adekuat sebagai perlindungan terhadap asam lambung. Penyebab
utama penurunan produksi mucus berhubungan dengan infeksi bacterium H.
pylori membuat kolom pada sel-sel penghasil mucus di lambung dan duodenum,
sehingga menurunkan kemampuan sel memproduksi mucus.
b. Kelebihan asam sebagai penyebab ulkus
Pembentukan asam di lambung penting untuk mengaktifkan enzim pencernaan
lambung. Asam hidroklorida (HCL) dihasilkan oleh sel-sel parietal sebagai respon
terhadap makanan tertentu, obat, hormone. Makanan dan obat seperti kafein dan
alkohol menstimulasi sel-sel parietal untuk menhasilkan asam.

3. Klasifikasi
a. Ulkus gaster / Ulkus lambung
Ulkus gester tipe I merupakan yang paling umum dan sering terjadi pada
kurvatura minor pada penghubung antara mukosa fundus dan antrum, tipe ini
sering dikaitkan dengan hiposekresi asam, ulkus tipe ini diperkirakan merupakan
konsekuensi dari ketidakmampuan defensive mukosa dibandingkan hipersekresi
asam. Ulkus gaster tipe II ditemukan pada badan gaster yang merupakan
sambungan dari ulkus duodenum, sementara tipe III terjadi pada region prepilori.
Ulkus tipe II dan III berhubungan dengan peningkatan sekresi asam lambung.
Ulkus gaster tipe hampir sama dengan tipe IV namun lokasi terletak pada area
kurvatura minor yang lebih tinggi hampir mendekati gastroesophagel junction.
b. Ulkus duodenum
Meski infeksi H. Pylori merupakan penyebab tersering dari ulkus duodenum,
mekanisme pasti bagaimana bakteri ini dapat menyebabkan ulkus masih belum
jelas. Ulserasi duodenum sangat berhubungan dengan hipersekresi asam namun
hal ini bukan pathogrnesis satu satunya. Sepertinya ada ketidakseimbangan antara
asam pada duodenum, faktor defensive mukosa dan kapasitas penyangga dari
duodenum yang kemudian menyebabkan terajadinya ulserasi pada duodenum.
c. Ulkus stress
Gangguan mukosa yang berhubungan dengan stress pada saluran pencernaan
merupakan masalah umum sebagai hasil dari stress fisiologis yang berat pada
pasien sakit kritis, dimana 75%-100% pasien menunjukan adanya kerusakan
mukosa dalam 24 jam perawatan di ruang perawatan intensif (ICU). Penurunan
aliran darah gaster mungkin menjadi faktor utama pada lesi mukosa yang
berhubungan dengan stress.

4. Manifestasi Klinis (Supriadi-Medicallisty, 2013)


a. Langsung dari ulkus lambung atau dari kerusakan esofagus dari muntah yang
parah, maag dapat menyebabkan perforasi lambung atau duodenum, yang
menyebabkan peritonitis akut. Hal ini sangat menyakitkan hematemesis (muntah
darah), hal ini dapat terjadi karena pendarahan dan membutuhkan operasi segera.
Melena (tinggal, tinja berbau busuk karena teroksidasi besi dari hemoglobin).
b. Pada sebagian besar kasus, gejalanya amat ringan bahkan asimptomatis. Keluhan-
keluhan itu misalnya nyeri timbul pada ulu hati. Biasanya ringan dan tidak dapat
ditunjuk dengan tepat lokasinya
c. Kadang-kadang disertai dengan mual-mual dan muntah.
d. Pada kasus yang amat ringan perdarahan bermanifestasi sebagai darah samar pada
tinja dan secara fisik akan dijumpai tanda-tanda anemia defisiensi dengan etiologi
yang tidak jelas.
e. Pada pemeriksaan fisik biasanya tidak ditemukan kelainan kecuali mereka yang
mengalami perdarahan yang hebat sehingga menimbulkan tanda dan gejala
gangguan hemodinamik yang nyata seperti hipotensi, pucat, keringat dingin,
takikardia sampai gangguan kesadaran.
f. Perut nyeri, epigastrium klasik dengan keparahan yang berkaitan dengan makan,
setelah sekitar 3 jam untuk mengambil makan (ulkus duodenum klasik oleh
makanan, sedangkan ulkus lambung diperburuk oleh itu).
g. Perut kembung dan kepenuhan
h. Waterbrash (terburu-buru air liur setelah episode regurgitasi untuk mengencerkan
asam dalam esofagus).
i. Kehilangan nafsu makan dan penurunan berat badan.
j. Gejala tukak duodenum sering kali disamakan dengan gejala tukak lambung.
Untuk membedakannya, maka perlu untuk mengetahui kapan dan dimana gejala
tersebut muncul
k. Gejala tukak duodenum cenderung mengikuti pola. Nyeri biasanya hilang pada
saat bangun tidur dan muncul kembali pada pertengahan pagi hari. Minum susu
atau makan atau mengonsumsi obat antasida akan meredakan rasa sakit, tetapi
biasanya akan timbul kembali 2 sampai 3 jam kemudian. Rasa sakit yang
menyebabkan orang terbangun pada malam hari adalah kondisi yang umum
dialami. Seringkali rasa sakit dirasakan satu kali atau lebih dalam satu hari, dalam
periode satu sampai beberapa minggu, dan dapat menghilang tanpa perawatan.

5. Patofisiologi
Ulkus peptikum terjadi pada mukosa gastroduodenal karena jaringan ini tidak
dapat menahan kerja asam lambung pencernaan (asam hidroklorida dan pepsin). Erosi
yang terjadi berkaitan dengan peningkatan konsentrasi dan kerja asam pepsin, atau
berkenaan dengan penurunan pertahanan normal dari mukosa. Mukosa yang rusak
tidak dapat mensekresi mucus yang cukup bertindak sebagai barrier terhadap asam
klorida. Sekresi lambung terjadi pada 3 fase serupa:
a. Sefalik
Fase pertama dimulai dengan rangsangan seperti pandangan, bau atau rasa
makanan yang bekerja pada reseptor kortikal serebral yang pada gilirannya
merangsang saraf vagal. Intinya, makanan yang tidak menimbulkan nafsu makan
menimbulkan sedikit efek pada sekresi lambung. Inilah yang menyebabkan
makanan sering secara konvensional diberikan pada pasien dengan ulkus
peptikum. Saat ini banyak ahli gastroenterology menyetujui bahwa diet saring
mempunyai efek signifikan pada keasaman lambung atau penyembuhan ulkus.
Namun, aktivitas vagal berlebihan selama malam hari saat lambung kosong adalah
iritan yang signifikan.
b. Fase lambung
Fase ini asam lambung dilepaskan sebagai akibat dari rangsangan kimiawi dan
mekanis terhadap reseptor di dinding lambung. Pemicu stres menyebabkan sekresi
asam sebagai respon terhadap distensi lambung oleh makanan.
c. Fase usus
Dalam usus halus terdapat makanan yang menyebabkan pelepasan hormon
(dianggap menjadi gastrin) yang pada waktunya akan merangsang sekresi asam
lambung. Sekresi lambung pada manusia adalah campuran mukopolisakarida dan
mukoprotein yang disekresikan secara kontinu melalui kelenjar mukosa. Mukus
ini mengabsorpsi pepsin dan melindungi mukosa terhadap asam. Asam
hidroklorida disekresikan secara kontinu, tetapi sekresi meningkat karena
mekanisme neurogenik dan hormonal yang dimulai dari rangsangan lambung dan
usus (Mitchell, Richard N., 2008).
6. WOC
Penyebab dan faktor:
Asam dalam lumen, empedu, alkohol, NSAIDs, H. pillory, stress, hereditor,
makanan/minuman yang dapat mengiritasi lambung

Peningkatan permeabilitas sawar lambung

Asam lambung kembali berdifusi ke mukosa

Pengeluaran histamin

Mual
Merangsang sekresi asam sehingga
meningkat Anoreksia

Merusak mukosa lambung


Intake makanan
tidak adekuat

Ulkus peptikum
Defisit nutrisi

Perubahan status Kerusakan barrier Fungsis sawar mukosa Kerusakan


kesehatan lambung lambung menurun mukosa lambung

Destruksi kapiler dan Reaksi radang


Kurang informasi Peningkatan asam
vena
tentang penyakit lambung
Pelepasan
Perdarahan terus hormone
Muntah menerus bradikinin,
Kurang
serotonin
pengetahuan
Penurunan vol.
Resiko kekurangan
darah
volume cairan
Merangsang
hipotalamus
Penurunan Hb
pada pusat nyeri
Perfusi jaringan
Anemia
gastrointestinal tidak
efektif Nyeri akut
7. Komplikasi (Corwin, 2009)
a. Kadang-kadang ulkus menembus semua lapisan mukosa sehingga terjadi perforasi
usus. Karena ini usus tidak steril, hal ini dapat menyebabkan infeksi rongga
abdomen. Nyeri pada perforasi sangat hebat dan menyebar. Nyeri ini tidak hilang
dengan makan.
b. Obstruksi lumen saluran gastrointestinal dapat terjadi akibat episode cedera,
inflamasi, dan pembentukan jaringan parut yang berulang. Obstruksi paling sering
terjadi di saluran sempit antara lambung, usus halus dan di pylorus. Obstruksi
menyebabkan perasaan distensi lambung dan epigastrium, perasaan penuh, mual
dan muntah.

8. Pemeriksaan Penunjang (Corwin, 2009)


Diagnosis ulkus terutama berdasarkan pengkajian riwayat kesehatan dan
endoskopi. Dengan endoskopi, tidak hanya lapisan usus yang dapat terlihat, tetai juga
dapat mengambil sampel jaringan untuk biopsy dan dapat menentukan ada atau
tidaknya H. pylori. Infeksi H. pylori juga dapat didiagnosis dengan pemeriksaan darah
untuk antibody dan pemeriksaan napas yang mengukur produksi sampah metabolic
mikroba.

9. Penatalaksanaan (Corwin, 2009)


a. Identifikasi dan anjurkan pasien menghindari makanan yang menyebabkan sekresi
asam hidroklorida (HCL) berlebihan dapat meredakan gejala.
b. Pendidikan kesehatan tentang menghindari alkohol dan kafein dapat meredakan
gejala dan meningkatakan proses penyembuhan ulkus peptikum.
c. Menghentikan atau mengurangi penggunaan obat anti inflamasi nonsteroid
(NSAID), sering kali dapat mengurangi gejala pada kasus ringan.
d. Mendorong individu untuk berhenti merokok yang dapat mengiritasi usus dan
memperlambat penyembuhan.
e. Peresapan anti histamine untuk menetralisir asam lambung dan untuk meredakan
gejala ulkus.
f. Penderita ulkus dapat ditangani dengan penambahan antibiotic selain terapi
antasik standart yang telah digunakan.
g. Penatalaksanaan stress, teknik relaksasi, atau sedative dapat digunakan untuk
mengatasi pengaruh psikologis.
h. Asuhan post operasi (segera setelah operasi) harus dilakukan di ruang pemulihan
tempat adanya akses yang cepat ke oksigen, pengisap, peralatan resusitasi,
monitor, bel panggil emergensi, dan staf terampil dalam jumlah dan jenis yang
memadai.

B. Konsep Masalah Keperawatan Ulkus Peptikum


1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan atau upaya untuk pengumpulan
data secara lengkap dan sistematis mulai dari pengumpulan data, identitas dan
evaluasi status kesehatan klien. Hal-hal yang perlu dikaji antara lain ialah:
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku
bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
b. Keluhan utama
Biasanya pasien dengan ulkus mengeluh nyeri tumpul, seperti tetusuk atau sensasi
terbakar di epigastrium tengah atau di punggung. epigastrium atau sedikit di
sebelah kanan garis tengah. Beberapa gejala menurun dengan memberikan
tekanan lokal pada epigastrium. Menurut Mutaqqin (2011) keluhan utama yang
lazim didapatkan adalah nyeri pada pinggang. Untuk lebih komprehensifnya,
pengkajian nyeri dapat dilakukan dengan PQRST.
c. Riwayat kesehatan klien
a) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien dengan ulkus mengeluh nyeri tumpul, seperti tertusuk atau
sensasi terbakar di epigastrium tengah atau
di punggung. Nyeri dapat dikaji dengan menggunakan PQRST :
P : Klien mengeluh nyeri
Q : Nyeri dirasakan seperti tertusuk
R: Penyebaran nyeri terasa di perut
S: Skala nyeri 4-7
T: Nyeri timbul terutama saat klien melakukan aktifitas berat
b) Riwayat kesehatan dahulu
Kemungkinan klien memiliki riwayat gastritis, infeksi saluran kemih,
osteoporosis dengan pemakaian pengobatan kalsium, bekerja dilingkungan
panas dan olah ragawan. Memiliki riwayat ketergantungan terhadap makanan
atau minuman, zat dan obat-obatan. Kemungkinan klien sering mengkonsumsi
minuman kafein.
c) Riwayat penyakit keluarga
Kemungkinan anggota keluarga yang mempunyai penyakit yang sama dengan
penyakit yang diderita klien saat ini. Memiliki riwayat penyakit gastritis, ulkus
peptikum, infeksi saluran kemih.
d) Riwayat psikososial
Biasanya klien memiliki perasaan cemas yang berlebihan akibat pekerjaan
yang terhambat, dan akan sulit melakukan ibadah karena proses perjalan
penyakit ulkus peptikum yang diderita klien.
e) Aktivitas sehari-hari
Riwayat pekerjaan, aktivitas fisik rendah, lebih banyak duduk. Riwayat
bekerja pada lingkungan bersuhu tinggi. Keterbatasan mobilitas fisik akibat
penyakit sistemik lainnya (cedera serebrovaskuler, tirah baring lama) sehingga
menyebabkan penyakit ulkus peptikum.
d. Pola nutrisi dan cairan
Gejalanya mual/muntah, nyeri tekan abdomen, riwayat diet tinggi purin, kalsium
oksalat dan atau fosfat, hidrasi yang tidak adekuat, tidak minum air dengan cukup
sehingga klien sering mengalami dehidrasi. Dengan tanda distensi abdomen,
penurunan/tidak ada bising usus, muntah sehinga pola nutrisi dan cairan
terganggu.
e. Pola eliminasi
Gejala dan tanda meliputi riwayat perdarahan, perubahan pola defekasi,
perubahan karakteristik feses, nyeri tekan abdomen, distensi, bising otot
meningkat, karakteristik feses (terdapat darah, berbusa, bau busuk), konstipasi
(perubahan diet dan penggunaan antasida).
f. Pola personal hygiene
Biasanya klien akan sulit untuk melakukan mandi, mengganti pakaian sehingga
membutuhkan bantuan keluarga atau orang lain dalam memenuhi personal
hygiene klien.
g. Pola istirahat tidur
Biasanya pola istirahat tidur klien akan terganggu karena nyeri yang dirasakan.
h. Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas dan latihan klien akan terganggu, karena klien mengalami nyeri perut.
i. Pola seksualitas dan reproduksi
Biasanya klien yang menderita ulkus peptikum mengalami gangguan reproduksi
dan seksualnya akibat dari nyeri, sehingga ia tidak dapat memenuhi kebutuhan
seksualnya.
j. Persepsi diri dan konsep diri
Biasanya klien sering merasa cemas akan penyakitnya.
k. Sirkulasi
Terjadi peningkatan tekanan darah, nadi meningkat atau takikardi, kulit terasa
hangat, kemerahan dan klien nampak pucat.
l. Eliminasi
Gejala dan tanda meliputi riwayat perdarahan, perubahan pola defekasi,
perubahan karakteristik feses, nyeri tekan abdomen, distensi, bising otot
meningkat, karakteristik feses (terdapat darah, berbusa, bau busuk), konstipasi
(perubahan diet dan penggunaan antasida).
m. Nyeri atau kenyamanan
Gejala dan tanda meliputi nyeri yang sangat, seperti rasa terbakar, nyeri hilang
setelah makan, nyeri epigastrik kiri dapat menjalar ke punggung.
n. Pemeriksaan Fisik
Menurut (Mutaqqin, 2011) pada pemeriksaan fisik, fokus ulkus peptikum
didapatkan adanya perubahan tanda-tanda vital sekunder dari nyeri. Pasien terlihat
sangat kesakitan atau merasa nyeri, pucat, dan lemah. Pemeriksaan fisik terdiri
dari:
a) Kepala
Pasien pernah mengalami trauma kepala, adanya hematoma, mengkaji warna
rambut, kebersihan rambut.
b) Mata
Penglihatan adanya kekaburan, akibat adanya gangguan nervus optikus
(nervus II), gangguan dalam mengangkat bola mata (nervus III), gangguan
dalam memutar bola mata (nervus IV) dan gangguan dalam menggerakkan
boal mata kalateral (nervus VI).
c) Hidung
Mengkaji adanya polip, bersih atau kotor. Adanya gangguan pada penciuman
atau tidak.
d) Mulut dan faring
Mengkaji klien apakah ada kesulitan menelan, kesulitan mengunyah, adanya
gangguan pengecapan (lidah) akibat kerusakan nervus vagus adanya kesulitan
dalam menelan. Dikaji keadaan bibir, keadaan gusi dan gigi, keadaan lidah,
palatum/ langit- langit, orofaring.
e) Leher
Dikaji posisi trakea, tiroid, suara, kelenjar limpe, vena jugularis, dan denyut
nadi karotis.
f) Dada
Inspeksi kesimetrisan bentuk, dan kembang kempis dada, palpasi ada tidaknya
nyeri tekan, perkusi mendengar bunyi hasil perkusi, auskultasi untuk
mengetahui suara nafas, cepat dan dalam.
g) Abdomen
Inspeksi bentuk, ada tidaknya pembesaran, auskultasi bising usus terkadang
tidak terdengar, perkusi dengar bunyi hasil perkusi, palpasi terdapat nyeri
tekan pada abdomen kiri.
h) Ekstermitas
Biasanya klien dengan ulkus peptikum akan terjadi penurunan kekuatan otot
akibat nyeri yang dirasakan, dan bengkak pada tungkai.
i) Pemeriksaan neurologis
Dikaji tingkat kesadaran, tanda rangsangan otak, dan pemeriksaan saraf otak
(NI- NXII).

2. Diagnosa Keperawatan
a. Pengertian masalah keperawatan
Masalah keperawatan atau diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian
klinis mengenai respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan
yang dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu, keluarga,
dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (Tim Pokja
SDKI DPP PPNI, 2017).
b. Komponen masalah keperawatan
Diagnosis keperawatan memiliki dua komponen utama yaitu masalah (problem)
atau label diagnosis dan indicator diagnosis. Masing-masing komponen diagnosis
diuraikan sebagai berikut:
a) Masalah (problem)
Masalah merupakan label diagnosis keperawatan yang menggambarkan inti
dari respons klien terhadap kondisi kesehatan atau penjelas dan fokus
diagnostik.
b) Indikator diagnostik
Indikator diagnostik terdiri atas penyebab, tanda/gejala, dan faktor resiko
dengan uraian sebagai berikut:
1 Penyebab (etiologi) merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi
perubahan status kesehatan. Etiologi dapat mencakup empat kategori
yaitu:
a) Fisiologis, biologis atau psikologis;
b) Efek terapi/tindakan;
c) Situasional (lingkungan atau personal),
d) Maturasional.
2 Tanda (Sign) dan gejala (symptom). Tanda merupakan data objektif yang
diperoleh dari hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan
prosedur diagnostik, sedangkan gejala merupakan data subyektif yang
diperoleh dari hasil anamnesis. Tanda/gejala dikelompokkan menjadi dua
kategori yaitu:
a) Mayor: Tanda/gejala ditemukan sekitar 80%-100% untuk validasi
diagnosis.
b) Minor: Tanda/gejala tidak harus ditemukan, namun jika ditemukan
dapat mendukung penegakan diagnosis.
3 Faktor resiko merupakan kondisi atau situasi yang dapat meningkatkan
kerentanan klien mengalami masalah kesehatan.
c) Kriteria Mayor dan Minor
Menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017) menyatakan kriteria mayor
merupakan tanda atau gejala yang ditemukan 80%-100% pada klien untuk
validasi diagnosis. Sedangkan kriteria minor merupakan tanda atau gejala
yang tidak harus ditemukan, namun jika ditemukan dapat mendukung
penegakkan diagnosis.

3. Intervensi Keperawatan

DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL


NO KEPERAWATAN KRITERIA HASIL (SIKI)
(SDKI) (SLKI)

1 Defisit Nutrisi Status Nutrisi Manajemen Kaji


(D.00919) (L.03030) Nutrisi (I.03119) pemenuhan
kebutuhan
Definisi: Asupan Definisi: Definisi: nutrisi klien
nutrisi tidak cukup Keadekuatan asupan Mengidentifikasi
untuk memenuhi nutrisi untuk dan mengelola Rasional:
kebutuhan memenuhi asupan nutrisi Mengetahui
metabolisme. kebutuhan yang seimbang kekurangan
metabolisme. Tindakan: nutrisi klien
Penyebab:
1.ketidakmampuan Tujuan: Setelah 2.Kaji
menelan makanan dilakukan tindakan Observasi: penurunan
2.ketidakmampuan keperawatan selama 1. Identifikasi nafsu makan
mencerna makanan 1x24 jam klien status nutrisi klien
3.ketidakmampuan mampu 2. Identifikasi
mengabsorbsi menunjukkan alergi dan Rasional:
nutrient dengan kriteria hasil: intoleransi agar dapat
4.peningkatan makanan dilakukan
kebutuhan Kriteria hasil 3. Identifikasi intervensi
metabolism 1. Porsi makanan makanan yang dalam
5.faktor yang dihabiskan disukai pemeberian
ekonomi(mis.finan 2. Kekuatan otot 4. Identifikasi makanan
sial tidak pengunyah kebutuhan pada klien
mencukupi) 3. Kekuatan otot kalori dan
menelan jenis nutrien 3.Jelaskan
4. Serum albumin 5. Identifikasi pentingnya
5. Verbalisasi perlunya makanan bagi
keinginan untuk penggunaan proses
meningkatkan selang penyembuha
nutrisi nasogastrik n
6. Pengetahuan 6. Monitor
tentang pilihan Rasional:
asupan
minuman yang dengan
makanan
sehat pengetahuan
7. Monitor berat
7. Pengetahuan yang baik
badan
tentang standar tentang
8. Monitor hasil
asupan nutrisi nutrisi akan
pemeriksaan
yang tepat memotivasi
laboratorium
8. Penyiapan dari untuk
penyimpangan Teraupetik: meningkatka
makanan yang 1. Lakukan oral n pemenuhan
aman hygiene nutrisi
9. Penyiapan dan sebelum
4.Ukur tinggi
penyimpangan makan,jika
dan berat
minuman yang perlu
badan klien
aman 2. Fasilitas
10. Sikap terhadap menentukan Rasional:
makanan/minum pedoman membantu
an sesuai dengan diet(mis.piram dalam
tujuan kesehatan ida makanan) identifikasi
11. Perasaan cepat 3. Sajikan malnutrisi
kenyang makanan protein-
12. Nyeri abdomen secara kalori,khusus
13. Sariawan menarik dan nya bila berat
suhu yang
14. Rambut rontok sesuai badan kurang
15. Diare 4. Berikan dari normal
16. Berat badan makanan yang
indeks massa tinggi serat 5.Dokumenta
tubuh(IMT) untuk sikan
17. Frekuensi makan mencegah masukan oral
18. Nafsu makan konstipasi selama 24
19. Bising usus 5. Berikan jam,riwayat
20. Tebali lipatan makanan makanan,jum
kulit trisep tinggi kalori lah kalori
21. Membran dan tinggi dengan
mukosa protein tepat(intake)
6. Berikan
suplemen Rasional:
makanan,jika mengidentifi
perlu kasi
7. Hentikan ketidakseimb
pemberian angan
makan kebutuhan
melalui selang nutrisi
nasogatrik
6.Ciptakan
jika asupan
suasana
oral dapat
makan yang
ditoleransi
menyenangka
Edukasi: n
1. Anjurkan
Rasional:
posisi
membuat
duduk,jika
waktu makan
mampu
lebih
2. Ajarkan diet
menyenangka
yang
n,yang dapat
diprogramkan
meningkatka
Kolaborasi: n nafsu
1. Kolaborasi makan
pemberian
7.Berikan
medikasi
makanan
sebelum
selagi hangat
makan
(mis.pereda Rasional:
nyeri,antiemet untuk
ik)jika perlu meningkatka
n nafsu
2. Kolaborasi makan
dengan ahli
gizi untuk 8.Berikan
menetukan makanan
jumlah kalori dengan
dan jenis jumkah kecil
nutrien yang dan bertahap
dibutuhkan,jik
a perlu Rasional:
untuk
memudahkan
proses makan

9.Menyarank
an kebiasaan
untuk oral
hygiene
sebelum dan
sesudah
makan

Rasional:
meningkatka
n selera
makan klien

10.Kolaboras
i dengan ahli
gizi untuk
membantu
memilih
makanan
yang dapat
memenuhi
kebuhan gizi
selama sakit

Rasional:
ahli gizi
adalah
spesialisasi
dalam ilmu
gizi yang
membantu
klien memilih
makanan
sesuai dengan
kedaan
sakitnya,usia,
tinggi dan
berat
badannya

2 Defisit Tingkat Pengetahuan Edukasi 1.Kaji


Pengetahuan (L.12111) Kesehatan(I.1238 pengetahuan
(D.0111) 3) tentang klien
Definisi: Kecukupan tentang
Definisi: Ketiadaan informasi kognitif Definisi: penyakitnya
atau kurangnya yang berkaitan Mengajarkan
informasi kognitif dengan topik pengelolaan
yang berkaitan tertentu. faktor risiko Rasional:
dengan topik Tujuan: Setelah penyakit dan Mempermud
tertentu dilakukan tindakan perilaku hidup ah dalam
keperawatan selama bersih serta sehat. memberikan
Penyebab: 1x24 jam klien penjelasan
1. Keteratasan mampu Observasi: kepada klien
kognitif menunjukkan 1. ldentifikasi
2. Gangguan dengan kriteria hasil: kesiapan dan
2.Jelaskan
fungsi kognitif kemampuan
tentang
3. Kekeliruan Kriteria hasil: menerima
proses
mengikuti 1. Perilaku sesuai infomas
penyakit
anjuran anjuran 2. ldentifkasi
(tanda dan
4. Kurang 2. Verbalisasi minat faktor-faktor
gejala).
terpapar dalam belajar yang dapat
Identifikasi
informasi 3. Kemampuan meningkatkan
kemungkinan
5. Kurang minat menjelaskan dan
penyebab.
dalam belajar pengetahuan menurunkan
Jelaskan
6. Kurang mampu tentang suatu motivasi
kondisi
mengingat topic perilaku hidup
tentang klien
7. Ketidaktahuan 4. Kemampuan bersih dan
menemukan menggambarkan sehat
sumber pengalaman Rasional:
informasi sebelumnya yang Teraupetik: meningkatka
sesuai dengan 1. Sediakan
n
Gejala dan tanda topic materi dan
pengetahuan
mayor: 5. Perilaku sesuai media
dan
Subjektif dengan pendidikan
mengurangi
-(Tidak tersedia) pengetahuan kesehatan
cemas
6. Pertanyaan 1. Jadwalkan
Objektif tentang masalah pendidikan 3.Jelaskan
1. Menunjukan yang dihadapi kesehatan tentang
perilaku tidak 7. Persepsi yang sesuai pengobatan
sesuai anjuran keliru terhadap kasepakatan dan
2. Menunjikan masalah 2. Berikan alternative
presepsi yang 8. Menjalani kesempatan pengobatan
keliru terhadap pemeriksaan untuk
masalah yang tidak tepat bertanya
Rasional:
Gejala dan tanda Edukasi: mempermuda
minor: 1. Jekaskan h intervensi
1. Menjalani faktor risiko
pemeriksaan yang dapat
4.Diskusikan
yang tepat mempengaruh
perubahan
2. Menunjikan i kesehatan
gaya hidup
perilaku 2. Ajarkan
yang
berlebihan perilaku hidup
mungkin
(mis. apatis, bersih dan
digunakan
bermusuhan, sehat
untuk
agitasi,histeria) 3. Ajarkan
mencegah
strategi yang
komplikasi
Kondisi klinis dapat
terkait: digunakan
1. Kondisi klinis untuk Rasional:
yang baru meningkatkan mencegah
dihadapi oleh perilaku hidup keparahan
klien bersih dan penyakit
2. Penyakit akut sehat
3. Penyakit kronis
5.Diskusikan
tentang terapi
dan
pilihannya

Rasional:
memberi
gambaran
tentang
pilihan terapi
yang akan
digunakan

6.Tanyakan
kembali
pengetahuan
klien tentang
penyakit,
prosedur
perawatan
dan
pengobatan

Rasional:
mengulang
atau
mereview
kembali
tentang
penyakit
yang diderita
oleh klien

3 Risiko Status Cairan Manajemen 1.Kaji


Hipovolemia (L.03028) Hipovolemia tekanan
(D.0034) (I.03115) darah, nadi
Definisi: Kondisi perifer,
Definisi: Beresiko volume cairan Definisi: turgor kulit,
mengalami intravaskukar,intersti Mengidentfikasi dan membran
penurunan volume siel,dan atau dan mengelola mukosa
cairan intraseluler. penurunan
intravaskuler, volume cairan Rasional :
interstisial, Tujuan: Setelah intravaskuler. pada keadaan
dan/atau dilakukan tindakan Observasi: dehidrasi
intraselular. keperawatan selama 1. Periksa tanda tekanan darah
1x24 jam klien dan gejala akan
Faktor risiko mampu hipovolemia menurun,
1. Kehilangan menunjukkan (mis. nadi teraba
cairan secara dengan kriteria hasil: frekuensi nadi lemah, turgor
aktif meningkat, kulit tidak
2. Gangguan Kriteria hasil: nadi,nadi segera
absorbsi cairan 1. Kekuatan kulit terasa kembali,
3. Usia lanjut 2. Tugor kulit lemah,tekanan membran
4. Kelebihan 3. Output urine darah mukosa
beraat badan 4. Pengisian vena menurun, kering/pucat
5. Status 5. Ortopnea tekanan nadi
hipermetabolik 6. Dispnea menyempit,
6. Kegagalan 7. Paroxysmal turgor kulit 2.Awasi
mekanisme nocturnal menurun,mem masukan dan
regulasi dyspnea(PND) bran mukosa keluaran.
7. Evaporasi 8. Ederna anasarka kering,volume Catat
8. Kekurangan 9. Edema perifer urine kehilangan
intake cairan 10. Berat badan menurun,hem cairan
9. Efek agen 11. Distensi vena atokirt melalui
farmakologis jugularis meningkat,ha muntah
12. Suara napas us,lemah)
Kondisi klinis tambahan 2. Monitor Rasional :
terkait: 13. Kongesti paru intake dan mengetahui
1. Penyakit 14. Perasaan lemah output cairan jumlah cairan
Addison 15. Keluhan haus masuk dan
2. Trauma/ 16. Konsentrasi Teraupetik: keluar
perdarahan urine 3.Observasi
1. Hitung
3. Luka bakar 17. Frekuensi nadi tanda
kebutuhan
4. AIDS 18. Tekanan darah perdarahan
cairan
5. Penyakit Crohn 19. Tekanan nadi 2. Berikan posisi
6. Muntah 20. Membran Rasional :
modified
7. Diare mukosa memantau
Trendelenbur
8. Kolitis ulseratif 21. Jugular venous pengeluaran
g
pressure(JVP) elektrolit
3. Berikan
22. Kadar Hb berlebih
asupan cairan
23. Kadar Ht oral
24. Cental venous
pressure Edukasi:
25. Refluks
1. Anjurkan
hepatojugular
memperbanya
26. Berat badan
k asupan
27. Hepatomegall
cairan oral
28. Oliguria
2. Anjurkan
29. Intake cairan
menghindari
30. Status mental
perubahan
31. Suhu tubuh
posisi
mendadak

Kolaborasi:

1. Kolaborasi
pemberian
cairan IV
isotonis (mis,
NaCI, RL)
2. Kolaborasi
pemberian
caliran IV
hipotonis
(mis. glukosa
2,5%,
NaCl0,4%)
3. Kolaborasi
pemberian
cairan koloid
(mis. albumin,
Plasmanate)
4. Kolaborasi
pemberian
produk darah

4 Risiko Perfusi Perfusi Konseling Nutrisi 1.Kaji TTV


Gastrointestinal Gastrointestinal (I.03094) (tekanan
Tidak Efektif (L.02010) darah, nadi,
(D.0013) Definisi: suhu,
Definisi: Memberikan pernapasan)
Definisi: Berisiko Keadekuatan aliran bimbingan dalam
mengalami darah pada melakukan Rasional:
penurunan sirkulasi gastrointestinal modifikasi asupan mengetahui
gastrointestinal. untuk nutrisi. perkembanga
mempertahankan n status
Faktor risiko: fungsi organ. Observasi: kesehatan
1. Perdarahan 1. Identifikasi
gastrointetinal Tujuan: Setelah kebiasaan 2.Memantau
akut dilakukan tindakan makan dan hasil
2. Trauma keperawatan selama perilaku laboratorium.
abdomen 1x24 jam klien makan yang
3. Sindroma mampu akan diubah Rasional :
kompartemen menunjukkan 2. Identifikasi mengetahui
abdomen dengan kriteria hasil: kemajuan hemoglobin
4. Aneurisma modifikasi meningkat
aorta abdomen Kriteria hasil: diet secara atau
5. Varises 1. Nafsu makan reguler menurun.
gastroesofagus 2. Mual 3. Monitor
6. Penurunan 3. Muntah intake dan
kinerja vertikel 4. Nyeri abdomen output cairan,
kiri 5. Asites nilai
7. Koagulopati 6. Konstipasi hemoglobin,
(mis. anemia 7. Diare tekanan darah,
sel sabit, 8. Bising usus kenaikan berat
koagulopati badan, dan
intravaskuler 4. kebiasaan
diseminata) membeli
8. Penurunan makanan
konsentrasi
hemoglobin Teraupetik:
9. Keabnormalan 1. Bina
masa hubungan
protombin terapeutik
dan/atau masa 2. Sepakati lama
tromboplastin waktu
parsial pemberian
10. Disfungsi hati konseling
(mis. sirosis, 3. Tetapkan
hepatitis) tujuan jangka
11. Disfungsi ginjal pendek dan
(mis. ginjal jangka
polikistik, panjang yang
stenosis arteri realistis
ginjal, gagal 4. Gunakan
ginjal) standar nutrisi
12. Disfungsi sesuai
gastrointestinal program diet
(mis. ulkus dalam
duodenum atau mengevaluasi
ulkus lambung, kecukupan
kolitis iskemik, asupanmakan
pankreatitis an
iskemik) 5. Pertimbangka
13. Hiperglikemia n faktor-faktor
14. Ketidakstabilan yang
hemodinamik mempengaruh
15. Efek agen i pemenuhan
farmakologis kebutuhan
16. Usia >60 tahun gizi (mis.
17. Efek samping usia,tahap
tindakan pertumbuhan
(cardiopulmuna dan
ry bypass, perkembanga
anastesi, n, penyakit)
pembedahan
lambung)
Edukasi:
Faktor klinis
terkait: 1. Informasikan
1. Varises perlunya
gastroesofagus modifikasi
2. Aneurisma diet (mis
aorta abdomen penurunan
3. Diabetes atau
mellitus penambahan
4. Sirosis hepatis berat
5. Perdarahan badan,pembat
gastrointestinal asan natrium
akut atau cairan,
6. Gagal jantung pengurangan
kongesif kolesterol)
7. Koagulasi 2. Jelaskan
intravaskuler program gizi
diseminita dan persepsi
8. Ulkus pasien
duodenum atau terhadap diet
ulkus lambung yang
9. Kolistik iskemi diprogramkan
10. Pankreatitis
Kolaborasi:
iskemik
11. Ginjal 1. Rujuk
polikistik pada ahli
12. Stenosis arteri gizi,jika
ginjal perlu
13. Gagal ginjal
14. Sindroma
kompartemen
abdomen
15. Trauma
abdomen
16. Anemia
17. Pembedahan
Jantung

5 Nyeri Akut Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri 1.Kaji secara


(D.0077) (L.08066) (I.08238) komprehensif
Definisi: terhadap
Definisi: Definisi: mengidentifikasi nyeri
Pengalaman Pengalaman sensorik dan mengelola termasuk
sensorik atau atau emosional yang pengalaman lokasi,
emosional yang berkaitan dengan sensorik atau karakteristik,
berkaitan dengan kerusakan jaringan emosional yang durasi,
kerusakan jaringan aktual atau berkaitan dengan frekuensi,
aktual atau fungsional,dengan kerusakan kualitas,
fungsional, dengan onset mendadak atau jaringan atau intensitas
onset mendadak lambat dan fungsional dengan nyeri dan
atau lamat dan berintesitas ringan onset mendadak faktor
berintensitas ringan hingga berat dan atau lambat dan presipitasi
hingga berat yang konstan. berintensitas
berlangsung kurang ringan hingga Rasional:
3 bulan. Tujuan: Setelah berat dan konstan. untuk
dilakukan tindakan mengetahui
Penyebab: keperawatan selama Observasi: tingkat nyeri
1. Agen 1x24 jam klien 1. Identifikasi pasien
pencedera mampu lokasi,
fisiologis (mis. menunjukkan karakteristik. 2.Observasi
infarmasi, dengan kriteria hasil: durasi, reaksi
lakemia, frekuensi, ketidaknyam
neoplasma) Kriteria hasil: kualitas, an secara
2. Agen 1. Kemampuan intensitas nonverbal
pencedera menuntaskan nyeri
kimiawi (mis. aktivitas 2. Identifkasi Rasional:
terbakar, bahan 2. Keluhan nyeri skala nyeri untuk
kimia iritan) 3. Meringis 3. ldentifikasi mengetahui
3. Agen 4. Sikap protektif respon nyeri tingkat
pencedera fisik 5. Gelisah non verbal ketidaknyam
(mis.abses, 6. Kesulitan tidur 4. Identifikasi anan
amputasi, 7. Menarik diri faktor yang dirasakan
terbakar, 8. Berfokus pada memperberat oleh pasien
terpotong, diri sendiri dan
mengangkat 9. Diaforesis memperingan 3.Gunakan
berat, prosedur 10. Perasaan nyeri strategi
operasi, trauma, depresi(tertekan) 5. Identifikasi komunikasi
latihan fisik 11. Perasaan takut pengetahuan terapeutik
berlebihan) mengalami dan kelainan untuk
cedera berulang tentang nyeri mengungkap
Gejala dan tanda 12. Anoreksia 6. Identifikasi kan
mayor: 13. Perineum terasa pengaruh pengalaman
Subjektif: tertekan budaya nyeri dan
-(tidak tersedia) 14. Uterus teraba terhadap penerimaan
membulat respon nyeri klien
Objektif 15. Ketegangan otot 7. Identifikasi terhadap
1. Tampak 16. Pupil dilatasi pengaruh respon nyeri
nyeri pada
meringis 17. Muntah kualitas hidup
2. Bersikap 18. Mual 8. Monitor Rasional:
protektif (mis. 19. Frekuensi nadi keberhasilan untuk
waspada, posisi 20. Pola napas terapi mengalihkan
menghindari 21. Tekanan darah komplementer perhatian
nyeri) 22. Proses berfikir yang sudah pasien dari
3. Gelisah 23. Fokus diberikan rasa nyeri
4. Frekuensi nadi 24. Fungsi berkemih 9. Monitor efek
meningkat 25. Perilaku samping 4.Tentukan
5. Sulit tidur 26. Nafsu makan penggunaan faktor yang
27. Pola tidur analgesik dapat
Gejala tanda memperburu
minor: Teraupetik: k nyeri.
Subjektif: Lakukan
1. Berikan
-(tidak tersedia) evaluasi
teknik
Objektif dengan klien
nonfarmakolo
1. Tekanan darah dan tim
gis untuk
meningkat kesehatan
mengurangi
2. Pola napas lain tentang
rasa nyeri
berubah ukuran
(mis. TENS,
3. Nafsu makan pengontrolan
hipnosis,akupr
berubah nyeri yang
esur, terapi
4. Proses berpikir telah
musik,
terganggu dilakukan
biofeedback,te
5. Menarik diri
rapi pijat,
6. Berfokus pada Rasional:
aroma terapi,
diri sendiri untuk
teknik
7. Diaforesis mengurangi
imajinasi
faktor yang
terbimbing,ko
Kondisi klinis dapat
mpres
terkait: memperburu
hangat/dingin,
1. Kondisi k nyeri yang
terapi
pembedahan dirasakan
bermain)
2. Cedera klien
2. Kontrol
traumatis
lingkungan 5.Berikan
3. Infeksi
yang informasi
4. Sindrom
memperberat tentang nyeri
koroner akut
rasa nyeri termasuk
5. Glaukoma
(mis. suhu penyebab
ruangan. nyeri, berapa
pencahayaan, lama nyeri
kebisingan) akan hilang,
3. Fasilitasi antisipasi
istirahat dan terhadap
tidur ketidaknyam
4. Pertimbangka anan dari
n jenis dan prosedur
sumber nyeri
dalam Rasional:
pemilihan pemberian
strategi “health
meredakan education”
nyeri dapat
mengurangi
Edukasi: tingkat
kecemasan
1. Jelaskan
dan
penyebab,
membantu
periode, dan
klien dalam
pemicu nyeri
membentuk
2. Jelaskan
mekanisme
strategi
koping
meredakan
terhadap rasa
nyeri
nyeri
3. Anjurkan
memonitor
6.Kontrol
nyeri secara
lingkungan
mandiri
yang dapat
4. Anjurkan
mempengaru
menggunakan
hi respon
analgetik
secara tepat
7.ketidaknya
5. Ajarkan
manan klien
teknik
(suhu
nonfarmakolo
ruangan,
gis untuk
cahaya dan
mengurangi
suara)
rasa nyeri

Kolaborasi: Rasional:
untuk
1. Kolaborasi mengurangi
pemberian tingkat
analgetik, jika ketidaknyam
perlu anan yang
dirasakan
klien.
7.Hilangkan
faktor
presipitasi
yang dapat
meningkatka
n
pengalamann
yeri klien
(ketakutan,
kurang
pengetahuan)

Rasional:
agar nyeri
yang
dirasakan
klien tidak
bertambah.

8.Ajarkan
cara
penggunaan
terapi non
farmakologi
(relaksasi)

Rasional:
agar klien
mampu
menggunaka
n teknik
nonfarmakol
ogi dalam
memanajeme
n nyeri yang
dirasakan.
9.Kolaborasi
pemberian
analgetik

Rasional:
pemberian
analgetik
dapat
mengurangi
rasa nyeri
pasien

4. Implementasi Keperawatan
Menurut (Potter & Perry, 2011) dalam buku Konsep & Penulisan Asuhan
Keperawatan, implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari
rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. OIeh karena itu, jika
intenvensi keperawatan yang telah dibuat dalam perencanaan dilaksanakan atau
diaplikasikan pada pasien, maka tindakan tersebut disebut implementasi keperawatan
Komponen yang terdapat pada implementasi adalah :
a. Tindakan observasi
Tindakan observasi adalah tindakan yang ditujukan untuk mengumpulkan dan
menganalisis data status kesehatan klien.
b. Tindakan terapeutik
Tindakan terapeutik adalah tindakan yang secara lansung dapat berefek
memulihkan status kesehatan klien atau dapat mencegah perburukan masalah
kesehatan klien.
c. Tindakan edukasi
Tindakan edukasi adalah tindakan yang ditujukan untuk meningkatkan
kemampuam pasien merawat dirinya dengan membantu pasien memperoleh
perilaku baru yang dapat mengatasi masalah.
d. Tindakan kolaborasi
Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang membutuhkan kerjasama baik dengan
perawat lainnya maupun dengan profesi kesehatan lainnya.

5. Evaluasi Keperawatan
Menurut (Potter & Perry, 2011). dalam buku Konsep & Penulisan Asuhan
Keperawatan, tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan
terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan
dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan klien, keluarga, dan tenaga
kesehatan lainnya. Komponen catatan perkembangan, antara lain sebagai berikut :
Kartu SOAP (data subjektif, data objektif, analisis/assessment, dan perencanaan/plan)
dapat dipakai untuk mendokumentasikan evaluasi dan pengkajian ulang.
a. S (Subjektif): data subjektif yang diambil dari keluhan klien, kecuali pada klien
yang afasia.
b. O (Objektif): data objektif yang diperoleh dari hasil observasi perawat, misalnya
tanda-tanda akibat penyimpanan fungsi fisik, tindakan keperawatan, atau akibat
pengobatan.
c. A (Analisis/assessment): berdasarkan data yang terkumpul kemudian dibuat
kesimpulan yang meliputi diagnosis, antisipasi diagnosis atau masalah potensial,
dimana analisis ada 3, yaitu (teratasi, tidak teratasi, dan sebagian teratasi)
sehingga perlu tidaknya dilakukan tindakan segera. Oleh karena itu, sering
memerlukan pengkajian ulang untuk menentukan perubahan diagnosis, rencana,
dan tindakan.
d. P (Perencanaan/planning): perencanaan kembali tentang pengembangan tindakan
keperawatan, baik yang sekarang maupun yang akan datang (hasil modifikasi
rencana keperawatan) dengan tujuan memperbaiki keadaan kesehatan klien.
Proses ini berdasarkan kriteria tujuan yang spesifik dan periode yang telah
ditentukan.

C. EVIDENCE BASE NURSING (EBN)


D. Konsep Penyakit Gastroenteritis
1. Defenisi

Anda mungkin juga menyukai