Anda di halaman 1dari 34

TUGAS KHUSUS

PEMANTAUAN TERAPI OBAT PADA PASIEN GASTROENTRITIS AKUT


DI RUANG RAWAT INAP ABU DZAR 1
RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA SUKAPURA
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat
Memperoleh Gelar Apoteker (Apt)
Program Studi Profesi Apoteker

Disusun Oleh
MUHAMMAD ADI FIRDAUS, S.Farm (1543700265)
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945
JAKARTA
2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Berdasarkan Permenkes no 58 tahun 2014, Rumah Sakit adalah institusi
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan
secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat
darurat. Standar pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit merupakan suatu
pelayanan

langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan

dengan sediaan farmasi untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Tujuan dari
standar pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit yaitu untuk untuk meningkatkan
mutu pelayanan kefarmasian, menjamin kepastian hukum bagi tenaga
kefarmasian dan melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang
tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).
1.2 Gastroenteritis Akut
Epidemiologi Penyakit Gastroenteritis Akut ( GEA )
Diperkirakan tiga sampai lima miliar kasus gastroenteritis terjadi di seluruh
dunia setiap tahun, terutama menjangkiti anak-anak dan orang di negara
berkembang. Ini mengakibatkan sekira 1,3 juta kematian pada anak-anak di
bawah usia lima tahun sejak 2008, sebagian besar kasus terjadi di negara-negara
paling miskin di dunia. Lebih dari 450.000 kematian tersebut disebabkan oleh
rotavirus pada anak di bawah usia 5 tahun.Kolera menyebabkan sekira tiga hingga
lima juta kasus penyakit dan membunuh sekira 100.000 orang setiap tahun. Di
negara berkembang anak-anak di bawah usia dua tahun sering mengalami infeksi

enam kali atau lebih setiap tahun sehingga mengakibatkan tingginya


gastroenteritis secara klinis.Ini lebih jarang terjadi pada orang dewasa, sebagian
karena berkembangnya kekebalan dapatan.
Pada tahun 1980, gastroenteritis dengan semua penyebabnya mengakibatkan 4,6
juta kematian pada anak-anak, dengan mayoritas kasus terjadi di negara
berkembang. Tingkat kematian berkurang secara signifikan (menjadi sekitar 1,5
juta kematian setiap tahun) sejak tahun 2000, terutama karena pengenalan dan
penggunaan luas terapi rehidrasi oral. Di AS, infeksi yang menyebabkan
gastroenteritis adalah infeksi paling umum kedua (setelah selesma), dan
menyebabkan 200 hingga 375 juta kasus diare akut dan sekira sepuluh ribu
kematian setiap tahun, 150 hingga 300 kematian ini terjadi pada anak-anak di
bawah usia lima tahun.

Sejarah Penyakit Gastroenteritis - Istilah "gastroenteritis" pertama kali


digunakan pada 1825.Sebelumnya penyakit ini secara khusus dikenal antara lain
sebagai demam tifoid atau "kolera morbus", atau lebih umum disebut "keluhan
usus", "kekenyangan", "fluks", "kolik", "masalah usus", atau beberapa nama kuno
lain untuk diare akut.

BAB II

TINJAUAN KASUS

A. Kasus Pasien
Gastroenteritis Akut
1. DEFINISI
Gastroenteritis atau diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya
frekuensi defekasi lebih dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi
tinja (menjadi cair), dengan/tanpa darah dan/atau lendir (Prof. Sudaryat, dr.SpAK,
2007). Gastroenteritis atau diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang
tidak normal atau tidak seperti biasanya, dimulai dengan peningkatan volume,
keenceran serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan pada neonatus lebih dari 4 kali
sehari dengan atau tanpa lendir dan darah (Hidayat AAA, 2006).
Dapat disimpulkan Gastroenterits atau diare akut adalah inflamasi lambung dan usus
yang disebabkan oleh berbagai bakteri, virus, dan pathogen,yang di tandai dengan
bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan
konsistensi tinja (menjadi cair), Diare juga dapat terjadi pada bayi dan anak yang
sebelumnya sehat dan pada neonatus lebih dari 4 kali sehari dengan atau tanpa lendir
dan darah.

2. EPIDEMIOLOGI

Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2008, menyatakan bahwa
secara global setiap tahun ada 2 miliar kasus gastroenteritis. Di Negara ASEAN,
anak-anak balita mengalami rata-rata 3-4 kali kejadian gastroenteritis pertahun atau
hampir 15-20% waktu hidup anak dihabiskan untuk gastroenteritis (Soebagyo, 2008).
Pada tahun 2008, di Indonesia episode gastroenteritis pada balita berkisar 40 juta per
tahun dengan kematian sebanyak 200.000 - 400.000 balita . (Soebagyo, 2008).
Gastroenteritis merupakan masalah kesehatan terutama pada balita dimana tingkat
global,

gastroenteritis

menyebabkan

16%

kematian,

sedikit

lebih

rendah

dibandingkan dengan pneumonia, sedangkan pada tingkat regional (Negara


berkembang), gastroenteritis menyumbang sekitar 18% kematian balita dari 3.070
balita. Di Indonesia, penyebab utama kematian pada balita, yaitu 25,2%, lebih tinggi
dibanding pneumonia, 15,5% (Riskesdas, 2010). Hal ini tentu menjadi masalah yang
serius untuk Indonesia dalam rangka mencapai tujuan keempat dari pembangunan
millennium (Millenium Development Goals/MDGs) yaitu menurunkan angka
kematian bayi menjadi 2/3 dalam kurun waktu 25 tahun (1990-2015).
3. ETIOLOGI
Ditinjau dari sudut patofisiologisnya, maka penyebab gastroenteritis akut (diare akut)
ini dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
a. Diare Sekresi (secretory diarrhoea), disebabkan oleh:
1) Infeksi virus, kuman-kuman patogen dan apatogen:

a) Infeksi bakteri misalnya Escherichia coli, Shigella dysentriae.


b) Infeksi virus misalnya Rotavirus, Norwalk.
c) Infeksi Parasit misalnya Entamoeba hystolitica, Giardiosis lambia.
2) Hiperperistaltik usus halus yang dapat disebabkan oleh bahan-bahan kimia,
makanan, gangguan psikis (ketakutan, gugup), gangguan saraf, hawa dingin, alergi.
b. Diare Osmotik (Osmotic diarrhoea), disebabkan oleh :
1) Malabsorbsi makanan (karbohidrat, lemah, protein, vitamin dan mineral).
2) KKP (Kekurangan Kalori Protein).
3) BBLR (Bayi Berat Badan Lahir Rendah) dan bayi baru lahir. (Suharyono
dkk.,1994 dalam Wicaksono, 2011)
4. PATOFISIOLOGI
Gastroenteritis adalah peningkatan keenceran dan frekuensi tinja. Gastroenteritis
dapat terjadi akibat adanya zat terlarut yang tidak dapat diserap dalam tinja, yang
disebut diare osmotik, atau karena iritasi saluran cerna. Penyebab tersering iritasi
adalah infeksi virus atau bakteri diusus halus distal atau usus besar. Gastroenteritis
dapat ditularkan melalui rute rektal oral dari orang ke orang beberapa fasilitas
keperawatan harian juga meningkatkan resiko diare. Transpor aktif akibat rangsangan
toksin bakteri terhadap elektrolit kedalam usus halus, sel mukosa intestinal
mengalami iritasi dan meningkatkan sekresi cairan dan elektrolit.
Mikroorganisme yang masuk akan merusak sel mukosa intestinal sehingga
menurunkan area permukaan intestinal. Iritasi usus oleh suatu patogen mempengaruhi

lapisan mukosa usus, sehingga terjadi peningkatan produk-produk sekretorik,


termasuk mukus. Iritasi oleh mikroba juga mempengarhi lapisan oto sehingga terjadi
peningkatan motilitas. Peningkatan motilitas menyebabkan banyak air dan elektrolit
terbuang karena waktu yang tersedia untuk penyerapan zat-zat tersebut dikolon
berkurang.
Individu yang mengalami diare berat dapat meninggal akibat syok hivopolemik dan
kelainan elektrolit. Toksin colera yang ditularkan melalui bakteri kolera adalah
contoh dari bahan yang sangat merangsang motilitas dan secara langsung dapat
menyebabkan sekresi air dan elektrolit kedalam usus besar sehingga unsur-unsur
plasma yang penting ini terbuang dalam jumlah yang besar.
Gangguan absorpsi cairan dan elektrolit dapat menyebabkan peradangan dan
menurunkan kemampuan intestinal untuk mengabsorpsi cairan dan elektrolit . Hal ini
terjadi karena sindrom malabsorpsi meningkatkan motilitas usus intestinal.
Meningkatnya motilitas dan cepatnya pengosongan pada intestinal merupakan
gangguan dari absorpsi dan sekresi cairan elektrolit yang berlebihan. Cairan
sodiumpotasium dan bikarbonat berpindah dari rongga ekstraseluler ke dalam tinja
sehingga menyebabkan dehidrasi, kekurangan elektrolit dapat mengakibatkan
asidosis metabolik.
Gastroenteritis akut ditandai dengan muntah dan diare terkait kehilangan cairan dan
elektrolit yang menimbulkan dehidrasi dan gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit. Penyebab utama diare adalah virus (Adenovirus enterik dan robavirus)
sertaparasit (biardia lambiachristopodium) patogen ini menimbulkan penyakit dengan

menginfeksi sel-sel menghasilkan enteroksin


pada dinding

usus.

Alat

pencernaan

atau

yang

kristotoksin

terganggu

pada

yang

melekat

pasien

yang

mengalami gastroenteritis akut adalah usus halus (Corwin, 2000 : 520

5. PENATALAKSANAAN TERAPI
Terapi untuk GEA merupakan terapi untuk diare akut sebagai manifestasinya.
a. Terapi Cairan dan Elektrolit.
Semua pasien yang mengalami diare membutuhkan evaluasi medik, terapi cairan dan
elektroli harus menjadi bagian dari penanganan.Terapi ini merupakan yang paling
penting untuk mencegah atau menghindari dehidrasi. Cairan elektrolit mengandung
Na 60-90 mEq/L, K 20 mEq/L, Cl 80 mEq/L, Sitrat 30 mEq/L, dan glukosa 20
g/L.Diet yang tepat harus dibeikan sebagai pengganti energi yang terbuat dan
memfasilitasi perbaruan enterosit. Pemberian susu dihindari untuk menghindari lebih
parahnya diare karena intoleransi laktosa.

b. Terapi Non Spesifik


Obat yang digunakan pada terapi ini digunakan untuk mengatasi simptomatik diare,
tidak mengatasi penyebab diare.Obat antimotilitas seperti Loperamide merupakan
pilihan untuk diare pada dewasa (4-6mg/ hari). Loperamide menghambat peristaltik

usus. Loperamide tidak dapat digunakan pada inflamatory diarrhea. Obat anti sekresi
seperti Bismuth subsalisilat digunakan untuk pasien yang mengalami diare dengan
keluhan mual dan muntahPenggunaan adsorben seperti Kaolin-Pectin, Karbon aktif,
dan Attapulgite terbukti kurang kuat untuk mengatasi diare akut pada dewasa.
c. Terapi Antimikroba
Antimikroba digunakan untuk membunuh kuman yang telah dibuktikan

dari sampel

feses.
1) Kolera. Terapi pilihan pertama: Doxycycline 300mg sekali atau Tetrasiklin 500 mg
sekali sehari selama 3 hari. Alternatif dapat digunakan Azithromycin atau
Ciprofloxacin
2) Shigellosis. Terapi pilihan pertama Ciprofloxacin 500mg 2dd1 selama 3 hari.
Alternatif dapat digunakan Pivmecillinam 400mg 4dd1 selama 5 hari.
3) Amoebiasis. Metronidazole 750mg 3dd1 selama 5 hari, dapat diperpanjang selama
10 hari bila parah.
4) Giardiasis. Metronidazole 250mg 3dd1 selama 5 hari.
5) Campylobacter. Digunakan Azithromycin.

BAB III

TINJAUAN KASUS II
3.1 Identitas Pasien
1. No Rekam Medis

: 00.23.XX.XX

2. Nama Pasien

: Ny. Yul

3. Umur

: 49 tahun

4. Tinggi Badan : 5. Berat Badan : 75 Kg


6. Tanggal Masuk RS :
a. 04 November 2016 Jam 16.20 Masuk IGD
b. 04 November 2016 Jam 19.10 Masuk Rawat Inap Abu Dzar 1
7. Riwayat Penyakit Dahulu : Diabetes Militus Tipe II & Riwayat Cad
8. Riwayat Pengobatan :
a. Gludepatic 500mg (Metformin) (Terkontrol)
b. Latibet 5mg (Glibenclamide)
9. Riwayat Penyakit Keluarga : 10. Ketergantungan : -

11. Riwayat Alergi : Tidak Ada Alergi Obat


12. Anamnesa :
Pasien datang dengan keluhan buang air besar sejak 1 hari yang lalu, kemarin
(03-11-2016) kurang lebih 6 kali dalam 1 hari dan 5 kali (04-11-2016)
berlendir, demam, mual, dan muntah.
13. Diagnosa : Gastroentritis Akut ( GEA )
3.2 Data Subjektif Pasien
Perkembangan Keluhan Pasien

Keluhan Pasien

Diare
Mual
Muntah
Demam
Pusing

04-Nov 05-Nov 06-Nov 07-Nov 08-Nov 09-Nov


16.20
12.00
18.00
12.00
18.00
12.00

Keterangan :
() ada keluhan
(-) tidak ada keluhan

3.3 Data Objektif Pasien


Pemeriksaan Vital Di IGD
1) Tekanan Darah : 110/70 mmHg
2) Suhu

: 38,8 0C

3) Nadi

: 100x / menit

4) Pernapasan : 22x / menit

3.3.1 Data Fisiologi

Parameter
TD
Nadi (x/menit)
Pernafasan
(x/menit)
Suhu c

Perkembangan Tanda-tanda Vital Pasien


04/11
05/11
06/11
07/11
08/11
09/11
16.20
12.00
18.00
12.00
18.00
12.00
140/90 130/80 110/80 130/90
110
22
38,8

3.3.2 Data Laboratorium Kimia Klinik


Pemeriksaa
n

Nilai
Rujukan

Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit

P : 11,3-17,0
P : 4,3-10,4
P :36,0-46,0

Trombosit

P :132.000

Ureum
Creatinin
Asam Urat
Glukosa
Darah
Per/jam
Elektrolit Na
Kalium
Calcium
Fosfor (P)

P: 15-40
P: 0,6-1,1
P:2,6-6,0
P:70-150
P:135-147
P:3,5-5
P:8,8-10,2
P:2,5-4,8

Satuan

04/11
Hematologi
g/d
14,9
/
10,9
%
42
329.00
/
0
Faal Ginjal
mg/dl
88
mg/dl
2,4
mg/dl
3,4
277
mg/dl
jam
16.00
Mmol/L
135
mEg/L
2,8
mg/dl
7,2
mg/dl
2,6

Hasil dan Tanggal


05/11
06/11
07/11
12,6
9,8
40
50
2,0
4,2
275
jam
11.00

223
jam
06.00

Rabu, Tgl 04-11-2016


Faeses lengkap (mikroskopik)
Warna

Hasil
Coklat

Nilai Rujukan
Coklat / kuning

Konsistensi
Lendir
Darah
Mikroskopik
Amuba
Kista
Leukosit
Eritrosit
Cacing
Telur cacing
Lain lain
Bakteri
Yeast
Sisa makanan
Amylum
Lemak (fat)
Kristal asam lemak
Sisa sayuran
Serabut otot

Lembek
Negatif
Negatif
3 -5 /LPB
0 1 /LBP
Negatif
Negatif

Lembek
Negatif
Negatif
14
02
Negatif
Negatif

2+
1+
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif

Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif

3.3.3 Profil Pengobatan


Nama Obat

Kekuatan

Rute

New Diatabs

600 mg

Oral

Sanmol

500 mg

Oral

Enzymplex
Ranitidine

150 mg

Metformin
Glibenclami
d
Sulcolon
Codipront
Syr
Ondansetron
Ceftriaxone
Primperan

Aturan
Pakai

04/11
P

Oral
Oral

3x1
3x1
(k/p)
3x1
2x1

500 mg

Oral

2x1

5 mg

Oral

1x1

500 mg
15 mg/
5 ml
4 mg
1 gr
10mg/
2ml

Oral

Oral
i.v

2x1
3x1
(k/p)
2x1
2x1

i.v

1x1

Oral

05/11
M

06/11
M

07/11
M

Obat Pulang
Nama obat
Ondansetron 4 mg
Enzymplex Tab
New Diatabs Tab
Metformin 500 mg
Ranitidine 150 mg

Aturan Pakai
2x1 ac
3x1 pc
3x1
2x1 ac
2x1

Rute
Oral
Oral
Oral
Oral
Oral

A. ANALISA TERAPI PENGOBATAN


Uraian Profil Obat
a. New Diatabs
Komposisi
: Activated attapulgite 600 mg.
Indikasi

: Untuk pengobatan simtomatik pada diare nonspesifik.

Dosis

:Dewasa dan anak-anak 12 tahun atau lebih : 2 tablet setelah

buang air besar, maksimum penggunaan 12 tablet New Diatabs dalam waktu 24 jam.
Kontra indikasi
Efek samping

: Gagal ginjal atau hati berat.


:-

b. Sanmol tablet
Komposisi
: Paracetamol 500 mg
Indikasi
: Nyeri ringan sampai sedang dan demam
Dosis
: Dewasa & anak >12 thn; oral 650 mg atau 1 g tiap 4-6 jam
bila perlu, maksimum 4 g per hari. Oral : Anak untuk tiap 4-6 jam (maksimum 5 dosis
per 24 jam), < 4 bulan (2.7 5 kg) 40 mg, 4 11 bulan ( 5 8 kg) 80 mg, 12 23
bulan ( 8 11kg) 120 mg, 2 3 tahun (11 16 kg) 160 mg.
Kontraindikasi

: gangguan fungsi hati berat, hipersensitivitas

Efek samping : efek samping dalam dosis terapi jarang; kecuali ruam kulit, kelainan
darah, pankreatitis akut pernah dilaporkan setelah penggunaan jangka panjang
c. Enzymplex tablet
Komposisi

: Amylase 10,000 u, protease 9,000 u, lipase 240 u,

desoxycholic acid 30 mg, dimethylpolysiloxane 25 mg, vit B1 10 mg, vit B2 5 mg,


vit B6 5 mg, vit B12 5 mcg, niacinamide 10 mg, Ca pantothenate 5 mg.
Indikasi

: Gangguan pencernaan yang termanifestasi (ditandai) oleh

kembung & rasa tidak enak pada perut.


Dosis

: 1-2 tablet pada saat makan atau sesudah makan.

Kontraindikasi

:-

Efek samping

:-

d. Ranitidine 150 mg tablet


Komposisi

: Ranitidine 150 mg

Indikasi

: Terapi jangka pendek dan pemeliharaan untuk tukak lambung,

tukak duodenum, tukak ringan aktif. Terapi jangka pendek dan pemeliharaan untuk
refluks gastroesofagus dan esofagitis erosif. Terapi jangka pendek dan pemeliharaan
kondisi hipersekresi patologis. Sebagai bagian regimen multiterapi eradikasi H. Pylori

untuk mengurangi resiko kekambuhan tukak. Meringankan heartburn, acid


indigestion, dan lambung asam.
Dosis

: Tukak lambung dan duodenum anak (1 bulan 16 bulan) oral

2-4mg/kg/hari di bagi menjadi 2 kali sehari ; dosis terapi maksimum: 300 mg/hari.
Dosis pemeliharaan 2-4 mg/kg sekali sehari. Tukak duodenum dewasa : oral 150mg
2 kali sehari atau 300 mg sekali sehari setelah makan malam atau sebelum tidur
malam. Dosis pemeliharaan 150 mg sekali sehari sebelum tidur malam. Tukak
lambung ringan dewasa oral : 150mg 2 kali sehari; dosis pemeliharaan 150mg sekali
sehari sebelum tidur malam. Refluks gastroesofagus dan esofagus erosif : anak 1
bulan 6 tahun: oral 5-10mg/kg/hari dibagi menjadi 2 kali sehari, dosis maksimum
refluks gastroesofagus 300mg/kg/hari.
Kontraindikasi

: penderita yang diketahui hipersensitif terhadap ranitidin

Efek samping : terbatas dan tidak berbahaya : aritmia, vaskulitis, pusing, halusinasi,
sakit kepala, mengantuk, vertigo, pankreatitis, trombositopenia, gagal hati,
anakfilaksis, reaksi hipersensitivitas.
e. Metformin Tablet 500 mg
Komposisi

: Metformin HCL 500mg

Indikasi

: Diabetes Melitus Tipe II yang gagal dikendalikan dengan diet

dan OHO (obat hipogikemik oral) golongan sulfonilurea, terutama pada pasien yang
gemuk
Dosis

: Sebagaimana aturan umum pemberian OHO, harus

dimulai dari dosis rendah, dan ditingkatkan sesuai respon terhadap terapi. Untuk
metformin dalam bentuk tablet, dosis awal dimulai dari 2 kali sehari @ 250-500 mg
diberikan pada saat sarapan/makan, sedangkan untuk tablet lepas lambat (Ss) 500 mg
per hari diberikan satu kali sehari pada saat makan malam. ntuk metformin dalam
bentuk tablet dosis yang dianjurkan 250-500 mg tiap 8 jam atau 850 mg tiap 12 jam
bersama/sesaat sesudah makan. Dosis maksimal yang dianjurkan untuk anak-anak
2000 mg perhari, untuk orang dewasa 2550 mg perhari, namun bila diperlukan dapat
ditingkatkan sampai maksimal 3000 mg per hari.
Kontraindikasi

: Gangguan fungsi ginjal atau hati, Predisposisi asidosis laktat,

gagal jantung, infeksi trauma berat, dehidrasi, alkoholisme, hamil dan menyusui.
Efek samping : Gangguan pencernaan, antara lain mual, muntah, diare ringan.
Anoreksia. Asidosis laktat, terutama terjadi pada penderita gangguan ginjal dan/atau
hati, atau pada peminum alkohol. Gangguan penyerapan vitamin B12

f. Glibenclamide tablet 5mg

Komposisi

: Glibenclamid 5mg

Indikasi

: Diabetes tipe 2 dimana kadar gula darah tidak dapat dikontrol

hanya dengan diet saja.


Dosis

: Dosis awal 5 mg 1 kali sehari; segera setelah makan pagi (dosis

lanjut usia 2.5 mg, tetapi hindari- lihat keterangan di atas) disesuaikan berdasarkan
respon: dosis maksimum 15 mg sehari).
Kontraindikasi

: pasien usia lanjut, gangguan hati dan ginjal, wanita hamil dan

menyusui.
Efek samping

: hipoglikemia yang dapat terjadi secara terselubung dan

adakalanya tanpa gejala yang khas, agak terjadi gangguan lambung-usus (mual,
muntah, diare), sakit kepala, pusing, merasa tidak enak di mulut, gangguan kulit
alergis.
g. Sulcolon tablet 500 mg
Komposisi
Indikasi

: Sulfasalazine 500 mg
: Untuk pengobatan ulseratif kolitis; obat salut enterik dapat

digunakan untuk rheumatoid arthritis (termasuk juvenile rheumatoid arthritis) pada


pasien yang tidak cukup merespon terhadap analgetika maupun NSAIDs.

Dosis

: Dosis penggunaan oral : Anak > 2 tahun : ulseratif kollitis :

dosis awal 40-60 mg/kg/hari dalam 3-6 dosis terbagi; untuk dosis pemeliharaan 20-30
mg/kg/hari dalam 4 dosis terbagi. Anak > 6 tahun: juvenil reumathoid artritis: tablet
salut enterik dosis: 30-50 mg/kg/hari dalam 2 dosis terbagi; dosis awal: dimulai
dengan sampai 1/3 hingga dicapai dosis pemeliharaan; dosis dapat ditingkatkan
tiap minggu; maksimal 2 g/hari. Dewasa: Ulseratif kollitis: dosis awal: 1 g 3-4
kali/hari, dosis pemeliharaan: 2 g/hari dalam dosis terbagi. Dosis awal juga dapat
dimulai dengan 0.5-1 g/hari. Reumatoid artritis: tablet salut enterik: dosis awal 0.5 -1
g/hari ditingkatkan setiap minggu, sebagai dosis pemeliharaan 2 g/hari dalam 2 dosis
terbagi; maksimal 3 g/hari (jika 2 g/hari selama 12 minggu belum memberikan hasil
yang cukup baik).
Kontraindikasi

: Hipersensitif terhadap sulfasalazin, golongan sulfa lainya,

salisilat, atau dengan komponen lain dalam obat; pasien tenderita porfiria; kerusakan
saluran pencernaan dan saluran urin; wanita hamil.
Efek samping

: SSP : Sakit kepala (33%). Dermatologi : Fotosensitivitas.

Saluran cerna : Anoreksia, mual, muntah, diare (33%), gastric distress. Genitauria :
Oligosperma reversible (33%). Alopecia, anafilaksis, anemia aplastik, ataksia,
kristaluria, depresi, nekrosis epidermal , dermatitis exfoliatif , granulositopenia,
halusinasi, anemia hemolitik, hepatitis, interstisial nephritis, jaundice, leukopenia,
lyells sndrome, myelodespatik sindrom, nephropaty (akut), enterocolitis neutropeni,
pancreatitis, neuropati perifer, fotosensitisasi, pruritos rabdolimilisis, kejang,

perubahan warna kulit, sndrom stevens-johnson, trombositopenia, gangguan fungsi


tiroidperubahan warna urine, urtikaria, vasculitis, vertigo.
h. Codipront sirup
Komposisi

: Per 5ml Codeine 11,11 mg phenyltoloxamie 3,67 mg

Indikasi

: Pengobatan simptomatik batuk kering (non produktif) selama

bronkhitis, flu, radang saluran pernafasan karena alergi atau infeksi


Dosis

: Dewasa dan anak berusia diatas 14 tahun : 2 kali sehari 3

sendok teh. Anak berusia 6-14 tahun : 2 kali sehari 2 sendok teh. Anak berusia 4-6
tahun : 2 kali sehari 1 sendok teh. Anak berusia 2-4 tahun : 2 kali sehari sendok teh.
Kontra indikasi

: Insufisiensi pernafasan, serangan asmatis akut, koma,

hipertropi prostat dengan residu formasi urine, glaukoma, bayi berusia 1 tahun atau
kurang.
Efek samping : mual, muntah, susah buang air besar, sakit kepala yang bersifat
ringan, agak mengantuk, keadaan eksitasi pada bayi (pada kasus overdosis),
perubahan jumlah darah (sangat jarang) dan gangguan buang air kecil, gatal-gatal,
reaksi hipersensitif berat (sangat jarang).
i. Ondansetron 4mg tablet
Komposisi
: Ondansetron 4 mg
Indikasi
: Mual dan muntah akibat kemoterapi dan radioterapi,
pencegahan mual dan muntah pasca operasi.

Dosis

: Dewasa, kemoterapi dan radioterapi yang menyebabkan

muntah tingkat sedang: oral: 8 mg, 1-2 jam sebelum terapi, dilannjutkan dengan 8
mg oral tiap 12 jam sampai dengan 5 hari, muntah berat karena kemoterapi: oral: 24
mg, 1-2 jam sebelum terapi, kemudian diikuti 8 mg oral tiap 12 jam sampai 5 hari,
kemudian diikuti 8 mg oral tiap 12 jam sampai 5 hari, pencegahan mual dan muntah
setelah pembedahan: oral: 8 mg 1 jam sebelum anestesi diikuti dengan 8 mg interval
4 jam untuk 2 dosis berikutnya, kemudian dilanjutkan oral untuk berat badan 10 kg,
2 mg setiap 4 jam sampai 5 hari, untuk berat badan > 10 kg 4 mg setiap 4 jam sampai
5 hari (maksimal dosis per hari maksimal 32 mg), pengobatan mual dan muntah
setelah pembedahan: (1 bulan-18 tahun)
Kontraindikasi
: hipersensitivitas, sindroma perpanjangan interval QT bawaan
Efek samping : Biasanya terjadi adalah sakit kepala, sensasi kemerahan atau hangat
pada kepala dan epigastrium, konstipasi pada beberapa penderita.

j. Ceftriaxone 1 gram injeksi


Komposisi : Ceftriaxone 1 gr
Indikasi
: Pengobatan infeksi saluran nafas bagian bawah, otitis media
bakteri akut, infeksi kulit dan struktur kulit, infeksi tulang dan sendi, infeksi intra
abdominal, infeksi saluran urine, penyakit inflamasi pelvic (PID), gonorrhea,
bakterial septicemia dan meningitis.
Dosis

: Dewasa dan anak > 12 tahun dan anak BB > 50 kg 1 - 2 gram

satu kali sehari. Pada infeksi berat yang disebabkan organisme yang moderat sensitif,

dosis dapat dinaikkan sampai 4 gram satu kali sehari. Bayi 14 hari : 20 - 50 mg/kg
BB tidak boleh lebih dari 50 mg/kg BB, satu kali sehari. Bayi 15 hari -12 tahun : 20 80 mg/kg BB, satu kali sehari. Dosis intravena > 50 mg/kg BB harus diberikan
melalui infus paling sedikit 30 menit.
Kontraindikasi

: Hipersensitif terhadap cephalosporin dan penicillin (sebagai

reaksi alergi silang)


Efek samping : Gangguan pencernaan : diare, mual, muntah, stomatitis,glositis.
Reaksi kulit : dermatitis, pruritus, urtikaria, edema, eritema multiforma, dan reaksi
anafilaktik. Hematologi : eosinofil, anemia hemolitik, trombositosis, leukopenia,
granulositopenia. Gangguan sistem syaraf pusat : sakit kepala. Efek samping lokal :
iritasi akibat dari peradangan dan nyeri pada tempat yang diinjeksi.
k. Primperan 10mg tablet
Komposisi
: Metoclorpamide HCL 10 mg
Indikasi
: Gangguan motilitas lambung, khususnya stasis lambung,
refluks

gastroesofagus,

unlabelled/investigational

use:pencegahan

dan/atau

pengobatan mual dan muntah karena penggunaan obat-obat kemoterapi, terapi


radiasi, atau setelah pembedahan, unlabelled/investigational use:pemasangan enteralfeeding tube post-pyloric.
Dosis

: Hipomotilitas gastrointestinal dewasa : oral:10 mg 30

menit sebelum makan dan sebelum tidur malam selama 2-8 minggu. IV:10 mg selama
1-2 menit (untuk gejala yang parah); pemberian terapi IV selama 10 hari dapat
diperlukan untuk memperoleh respon terbaik. Dosis lansia:oral:dosis awal 5 mg 30
menit sebelum makan dan sebelum tidur malam selama 2-8 minggu;dinaikkan bila

perlu sampai dengan dosis 10 mg. IV:dosis awal 5 mg selama 1-2 menit, dinaikkan
sampai dengan 10 mg bila perlu. Refluks gastroesofagus: dewasa:oral:10-15 mg/dosis
sampai dengan 4 kali/hari 30 menit sebelum makan dan sebelum tidur malam; dosis
tunggal 20 mg kadang-kadang diperlukan untuk situasi mendesak.Lansia:oral:dosis
awal:5 mg 4 kali sehari (30 menit sebelum makan dan sebelum tidur malam), dosis
dinaikkan menjadi 10 mg 4 kali per hari bila tidak ada respon pada dosis yang lebih
rendah. Unlabelled/investigational use:pencegahan dan/atau pengobatan mual dan
muntah karena penggunaan obat-obat kemoterapi, terapi radiasi, atau setelah
pembedahan. Dosis antiemetik anak:IV:1-2 mg/kg 30 menit sebelum kemoterapi dan
tiap 2-4 jam, untuk dosis total 5-10 mg/kg/hari. Dosis antiemetik dewasa:IV:12mg/kg 30 menit sebelum kemoterapi dan tiap 2-4 jam, untuk dosis total 5-10
mg/kg/hari. Dosis mual muntah setelah operasi:IM,IV:10 mg saat mendekati akhir
operasi; dosis 20 mg dapat digunakan.
Efek samping
: Efek samping yang lebih umum/parah:terjadi pada dosis yang
digunakan untuk profilaksis emetik kemoterapi. >10%:efek pada sistem saraf
pusat:kelelahan, mengantuk, gejala ekstrapiramidal (sampai dengan 34% pada dosis
tinggi,0,2% pada dosis 30-40 mg/hari); efek gastrointestinal:diare (mungkin bersifat
dose-limiting); neuromuskular dan skeletal:kelemahan. 1-10%:efek pada sistem saraf
pusat:insomnia,

depresi,

kebingungan,

sakit

kepala;dermatologis:kemerahan;

endokrin dan metabolik:rasa sakit dan panas pada payudara (breast tenderness),
stimulasi prolaktin; gastrointestinal:mual, xerostemia. <1%(dari terbatas sampai
penting/berbahaya):agranulositosis, reaksi alergi, amenorrhea, angioedema, AV block,
bronkospasme, CHF, galactorrhea, ginekomastia, hepatotoksik, hiper/hipotensi,

jaundice, edema larinz, methemoglobinemia, neuroleptic malignant syndrome


(NMS), porfiria, kejang, ide bunuh diri, sulfhemoglobinemia, takikardia, tardive
dyskinesia, urtikaria.

B. ASSESMENT AND PLAN (IDENTIFIKASI, MANAJEMEN, DAN PLAN DRP)


OBAT
NAMA
OBAT
Primperan dan
Sanmol

Codipront dan
New Diatabs

RUTE
Oral

Oral dan
Oral

Assesment (Identifikasi DRP)


ATURAN
PAKAI
2x1

3x1

PROBLEM

CAUSES

INTERVENSI

OUTCOME

P.1.2. Efek
pengobatan
tidak optimal

C.5.1.
Waktu
penggunaan dan/atau
interval dosis yang
tidak tepat

I.1.1Mengajukan
intervensi kepada
dokter

O.1.0.
Masalah
terselesaikan
seluruhnya

P.2.3. Reaksi
toksisitas
Adanya
interaksi

Ranitidine dan
Glibenclamide

Oral

Plan atau Rekomendasi

1x1
P.3.2 Terapi
obat yang
tidak perlu.

C.1.3 Kombinasi
obat-obat yang tidak
tepat

C.1.2
Penggunaan
obat tanpa indikasi
Tidak ada hasil lab
yang menunjukkan
pasien
memiliki
gangguan pada lipid

KET

Berdiskusi tentang
aturan penggunaan
obat
I.1.1Mengajukan
intervensi kepada
dokter

Untuk
penggunaan
berikutnya diberikan
pada pagi dan sore.
O.1.0.
Masalah
terselesaikan
seluruhnya
-

Berdiskusi tentang
waktu penggunaan
obat
I.1.1Mengajukan
intervensi kepada
dokter

O.1.0.
Masalah
terselesaikan
seluruhnya
-

Berdiskusi dengan
dokter
tentang
penggunaan obat
dan
pengecekan
lipid pasien

BAB IV
PEMBAHASAN

Pembahasan penanganan diare akut, termasuk gastroentritis, adalah pencagahan atau


penggantian cairan elektrolit yang hilang. Hal ini penting khususnya pada bayi dan
lansia. Kehilangan cairan dan elektrolit yang berat memerlukan perawatan segera
rumah sakit dan penggantian cairan dan elektrolit segera. Obat anti motilitas
meringkankan gejala diare akut. Obat obatan ini di gunakan dalam penanganan diare
akut tanpa komplikasi pada orang dewasa, penggantian cairan dan elektrolit mungkin
diperlukan pada kasus dehidrasi, namun obat anti motiltas tidak di perlukan untuk
anak di bawah 12 tahun.
Ny. YL datang ke RS Islam Jakarta Sukapura dengan keluhan buang air besar
sejak 1 hari yang lalu, kemarin (03-11-2016) kurang lebih 6 kali dalam 1 hari dan
hari ini 5 kali (04-11-2016), berlendir, demam, mual, muntah. Lini pertama
pengobatan diare akut, seperti pada gastroentritis, ialah mencegah atau mengatasi
kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan, terutama pada bayi dan lansia.
Dehidrasi adalah suatu keadaan dimana tubuh kekurangan cairan yang dapat
berakibat kematian terutama pada anak/bayi bila tidak segera diatasi. Pasien dengan
dehidrasi berat perlu segera di tunjuk ke rumah sakit untuk mendapatkan pergantian
cairan dan elektrolit. Larutan dehidrasi oral tidak menghentikan diare tetapi
mengganti cairan tubuh yang hilang bersama feses. Dengan mengganti cairan tubuh
tersebut, dehidrasi dapat dihindarkan. Kadar Kalium (K) Darah 2,8 mEq/L (3.5-5.0

mEq/L) dan Kalsium (Ca) Darah 7,8 mg/dL (8.8 10.3mg/dL) di bawah normal
menunjukkan pasien kekurangan keseimbangan cairan dan elektrolit. Oleh karena itu
pasien Ny. YL DM di berikan cairan elektrolit berupa infus ringer lactat, ringer lactat
berfungsi untuk mengembalikan keseimbangan elektrolit pada keadaan dehidrasi.
Diare akut merukapan salah satu kesehatan yang paling banyak di temukan,
gejala utamanya yaitu dehidrasi dan banyak kehilangan cairan tubuh sehingga
menyebabkan penurunan volume ekstraselular yang menyebabkan berkurangnya
perfusi jaringan memicu gangguan fungsi organ tubuh salah satunya penurunan
fungsi ginjal, hal ini bisa di lihat dari nilai labolatorium tingginya nilai ureum 88
mg/dL (10-50 mg/dL) dan kreatinin 2,4 mg/dL (0,6-11 mg/dL) yang memingkat. Hal
ini menyebabkan dehidrasi akibat perfusi jaringan berkurang.
Untuk menghentikan diare Ny, YL di berikan New Diatabs adalah obat yang
digunakan untuk mengatasi diare. Obat ini bekerja dengan memperlambat aktivitas
usus besar sehingga usus akan menyerap lebih banyak air dan tinja akan menjadi
lebih padat. Ceftriaxone adalah golongan antibiotik cephalosporin yang dapat
digunakan untuk mengobati beberapa kondisi akibat infeksi bakteri. Ceftriaxone
merupakan golongan sefalosporin. Ceftriaxone mempunyai spektrum luas dan waktu
paruh eliminasi 8 jam. Ceftriaxone efektif terhadap mikroorganisme gram positif dan
gram negatif. Ceftriaxone juga sangat stabil terhadap enzim beta laktamase yang
dihasilkan oleh bakteri. Pada kasus ini pasien di terapi ceftriaxone injeksi. Hasil lab
Ny, YL menunjukan hasil mikroskopik faeses positif bakteri 2+ dan jamur 1+.
Untuk mencegah rasa kembung di perut pasien akibat mengkonsumsi New Diatabs

Ny, YL diberikan enzymplek. Enzyplex yang merupakan suplemen enzim pencernaan


akan melegakan gangguan pencernaan berupa rasa kembung, jumlah gas berlebihan
dalam perut, bloating, buang gas, rasa penuh dalam perut karena makan berlebihan,
sendawa karena gangguan pencernaan atau cara makan yang salah, dan gejala
gangguan pencernaan yang lain akibat makan dan minum berlebihan. Dengan
Enzyplex, pencernaan akan berlangsung lebih efisien dan terjadi perbaikan
metabolisme dalam tubuh . Pada hari pertama masuk rumah sakit pasien
mengeluhkan demam, oleh karena itu pasien di berikan panadol tablet, panadol tablet
di berikan bila perlu.
Ondansetron di berikan untuk mengatasi rasa mual dan muntah pasien. Mual dan
muntah bisa di sebabkan karena terjadinya iritasi dan peradangan dalam perut.
Pemberian ranitidne berfungsi untuk mencegah terjadinya iritasi dan peradangan
dalam lambung. Ranitidin juga dapat digunakan untuk mencegah munculnya gejalagejala gangguan pencernaan .
Pada tanggal 05 November 2016 pasien mengalami cegukan dan mengeluhkan batuk
Oleh karena itu pasien di berikan Primperan ampul untuk . Primperan berfungsi untuk
mengatasi mual (nausea), muntah-muntah (vomiting); perasaan kenyang (sensation of
heaviness), kembung (meteorism), tidak enak pada ulu hati (epigastric discomfort)
batau kehilangan nafsu makan (anorexia), perut merasa tidak enak atau sakit
(abdominal discomfort or pain), ceklukan (hiccup) dan sakit kepala karena gangguan
pencernaan. Pasien di berikan codipront sirup untuk mengatasi batuk. Codipront sirup

akan mengurangi batuk dengan penekanan sentral pada pusat batuk, dan merupakan
antihistamin yang mempunyai efek pada alergi. Sulcolone digunakan untuk
mengobati peradangan usus, diare, pendarahan rectal, sakit perut dengan ulseratif
colitis (kondisi dimana usus meradang) tablet di berikan untuk induksi dan
pemeliharaan remisi pada kolitis ulceratif. Kolitis ulseratif adalah penyakit kronis
dimana usus besar atau kolon mengalami inflamasi dan ulserasi menghasilkan
keadaan diare berdarah, nyeri perut, dan demam.
Untuk pemeriksaan gula darah di hari pertama menunjukkan adanya peningkatan gula
darah sewaktu pada jam 06.00 233 mg /dL (70-150 mg/dL), jam 11.00 275 mg/dL
(70-150 mg/dL) dan jam 16.00 277 mg/dL (70-150 mg/dL) menunjukan nilai di atas
normal. Pada pemeriksaan glukosa darah sewaktu 169 mg/dL (70-150 mg/dL)
Peningkatan gula darahsewaktu menunjukkan pasien menderita DM (Sutedja, 2007).
Ny, YL DM mempunyai riwayat diabetes tipe 2. Sebelumnya pasien rutin
mengkonsumsi 2 obat diabetes gludepatic dan latibet.
Kombinasi ini sangat cocok digunakan untuk penderita diabetes melitus tipe 2 pada
pasien yang hiperglikemianya tidak bisa dikontrol dengan single terapi (metformin
atau glibenklamid saja), diet, dan olahraga. Di samping itu, kombinasi ini saling
memperkuat kerja masing-masing obat, sehingga regulasi gula darah dapat terkontrol
dengan lebih baik. Kombinasi ini memiliki efek samping yang lebih sedikit, apabila
dibandingkan dengan efek samping apabila menggunakan monoterapi (metformin
atau glibenklamid saja). Metformin dapat menekan potensi glibenklamid dalam

menaikkan berat badan pada pasien diabetes melitus tipe 2, sehingga cocok untuk
pasien diabetes melitus tipe 2 yang mengalami kelebihan berat badan (80% dari
semua pasien diabetes melitus tipe 2 adalah terlalu gemuk dengan kadar gula tinggi.

11. Identifikasi DRP (Drug Related Problem)


Drug Related Problems (DRPs) adalah kejadian yang tidak diharapkan, berupa
pengalaman pasien yang melibatkan atau diduga melibatkan terapi obat dan pada
kenyataannya atau potensial mengganggu keberhasilan penyembuhan yang
diharapkan. Drug Related Problem merupakan maslah yang terkait obat dapat
mempengaruhi morbiditas dan mortalitas kualitas hidup pasien serta berdampak juga
terhadap ekonomi dan sosial pasien.
Menurut Cipolle (2004), Drug Related Problem (DRP) diklasifikasikan sebagai
berikut
a. Terapi obat yang tidak perlu
Pasien mendapatkan terapi pengobatan yang tidak di perlukan pasien, karena pasien
tidak memiliki indikasi klinis saat ini.
b.

Perlu terapi obat tambahan

Pasien perlu mendapatkan terapi obat tambahan untuk mencegah atau mengobati
kondisi medis atau berkembangnya penyakit pasien.

c. Obat tidak efektif


Obat yang di dapatkan pasien

tidak efektif untuk menghasilkan respon yang

diinginkan.
d. Dosis terlalu rendah
Pasien di berikan dosis yang terlalu rendah untuk menghasilkan respon yang
diinginkan.
e. Reaksi obat yang merugikan
Pasien mempunyai masalah kesehatan yang merupakan akibat dari reaksi obat yang
tidak dikehendaki. Obat menyebabkan reaksi yang merugikan.
f. Dosis terlalu tinggi
Pasien mendapatkan dosis yang terlalu tinggi, sehingga efek yang diinginkan dalam
terapi pengobatan tidak tercapai.
g. Ketidakpatuhan
Pasien yang tidak patuh dalam menjalankan penggunaan obat yang diberikan
sehingga tidak mendapatkan efek yang diinginkan dari penggunaan obat tersebut.
Pada kasus ini di temukanya DRP yaitu :
1) Terapi obat yang tidak perlu

: Tidak ditemukan.

1) Perlu terapi obat tambahan

: Tidak di temukan

2) Obat tidak efektif


3) Dosis terlalu rendah

: Tidak ditemukan.
: Ada

Pada kasus ini penggunaan obat new diatabs yang di gunakan untuk mengatasi diare.
Obat ini bekerja dengan memperlambat aktivitas usus besar sehingga usus akan
menyerap lebih banyak air dan tinja akan menjadi lebih padat. Dosis new diatab yang
harus di berikan untuk dewasa yaitu 2 tablet setelah buang air besar, maksimum
penggunaan 12 tablet New Diatabs dalam waktu 24 jam. Sedangkan pasien
mendapatkan new diatabs 3 kali sehari 1 tablet.
4) Reksi yang merugikan
5) Dosis terlalu tinggi

: Tidak ditemukan
: Ada

Pada kasus ini penggunaan codipront sirup pada tanggal 04 November 2016 sebanyak
3 x sehari 1 sendok makan. Sedangkan dosis yang dianjurkan untuk penggunaan
codipront sirup untuk dewasa 2 x sehari 3 sendok teh.
6) Ketidak patuhan

: Tidak ditemukan.

12 . Interaksi obat
a. Ranitidine dan Metformin
Ranitidne akan meningkatkan efek metformin dengan cara mengurangi klirens ginjal.
Kemungkinan dapat terjadi interaksi yang berbahaya. Gunakan dengan hati hati
dengan cara memonitoring penggunaanya.
b. Primperan (metoclorpamide) dan Sanmol (paracetamol)

Metoclorpamide meningkatkan kadar paracetamol, dengan meningkatkan penyerapan


di gastrointestinal. Hanya berlaku untuk pemakaian oral, tidak berefek secara
signifikan.
c. Codipront (codein) dan Primperan (metoclorpamide)
Obat sakit narkotik seperti codein dapat menurunkan

efek

dari

metoclorpamide, kadar metoclorpamid dalam darah akan berkurang. Penggunaan dari


kedua obat ini juga akan meningkatkan reaksi efek samping seperti pusing,
mengantuk dan sulit berkonsentrasi. Dalam penggunaan kedua obat ini perlu di
lakukan monitoring.
d. Codipront (codein) dan New Diatabs ( attapulgit)
Menggunakan attapulgit bersama sama dengan kodien akan meningkatkan
dan menambah efek samping dari obat seperti denyut jantung yang lambat, denyut
nadi lemah, pusing, kram perut yang parah serta muntah. Dalam penggunaan kedua
obat ini perlu dilakukanya monitoring obat.
e. Ranitidine dan Glibenclamide
Menggunakan ranitidine bersama-sama

dengan

glibenclamide

dapat

meningkatkan efek dari glibenclamide, kadar glibenclamide dalam plasma darah akan
meningkat, menyebabkan gula darah menjadi terlalu rendah. Perlu penyesuain dalam
penggunaan obat dan monitoring obat.
f. Sulcolone (sulfasalazine) dan Glibenclamide
Menggunakan sulfasalazine bersama glibenclamide dapat meningkatkan efek
dari glibenclamide, kadar glibenclamide dalam plasma darah akan meningkat,
menyebabkan gula darah menjadi terlalu rendah. Perlu penyesuain dalam penggunaan
obat dan monitoring obat.
13. Kesimpulan.

Berdasarkan hasil prakek kerja di RS Islam Jakarta Sukapura pada bangsal S


maka dapat di tarik kesimpulan bahwa pada terapi pengobatan pasien NY. YL DM di
temukan DRP ( Drug Realeted Probelem) dan interaksi obat. DRP (Drug Realeted
Problem) meliputi di perlukan, dosis yang diberikan terlalu rendah, dosis yang
diberikan terlalu tinggi dan interaksi obat.
14. Saran apoteker
a. Monitor tekanan darah dan kadar gula pasien selama melakukan pengobatan.
b. Terapi non farmakologi : Diet rendah kadar gula dan lemak, serta melakukan
aktivitas fisik secara teratur.

Anda mungkin juga menyukai