Anda di halaman 1dari 11

TUGAS AKHIR

”ASUHAN KEPERAWATAN KLINIK REJOSARI HUSADA pada Tn.S”

Disusun oleh :

Nama : Novia Indah Pratiwi

Nomer : 22

Kelas : XII Keperawatan 1

SMK KESEHATAN
CITRA MEDIKA
SUKOHARJO 2016/2017
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan keperawatan Tn.S bangsal sadewa kamar no.2 klinik rejosari husada

Mengetahui:

Nama pembimbing Nama Sisawa

(Indra Ruswanti S.Kep) (Novia indah pratiwi )

Kepala SMK Kesehatan Kepala Kaprodi

Citra Medika Sukoharjo

(H.Supardi S,Pd.I M.Pd) (Luluk Faizati Sholikhah S.Kep.Ns )


KERANGKA TEORI
A.      PENGERTIAN
Gastroenteritis atau diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi
defekasi lebih dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair),
dengan/tanpa darah dan/atau lendir (Prof. Sudaryat, dr.SpAK, 2007).
Gastroenteritis atau diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal
atau tidak seperti biasanya, dimulai dengan peningkatan volume, keenceran serta frekuensi lebih
dari 3 kali sehari dan pada neonatus lebih dari 4 kali sehari dengan atau tanpa lendir dan darah
(Hidayat AAA, 2006).
Dapat disimpulkan Gastroenterits atau diare akut adalah inflamasi lambung dan usus
yang disebabkan oleh berbagai bakteri, virus, dan pathogen,yang di tandai dengan bertambahnya
frekuensi defekasi lebih dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja
(menjadi cair), Diare juga dapat terjadi pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat dan pada
neonatus lebih dari 4 kali sehari dengan atau tanpa lendir dan darah.

B.       ETIOLOGI
1.    Faktor infeksi
A.  Infeksi internal adalah infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama
diare pada anak, infeksi internal, meliputi:
1).      Infeksi bakteri
Vibrio, E. Coli, salmonella, shigella, campylobacter, yersinia, aeromonas dan sebagainya.
2).      Infeksi virus
entrovirus (virus ECHO), coxsackie, poliomyelitis, adenovirus, rotavirus, astovirus dan lain-lain.
3).      Infeksi parasit
Cacing, protozoa, dan jamur.
2.    Faktor malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat: disakarida, monosakarida pada bayi dan anak, malabsorbsi lemak,
malabsorbsi protein.
3.    Faktor makanan
Makanan basi beracun dan alergi makanan.
4.    Faktor kebersihan
Penggunaan botol susu, air minum tercemar dengan bakteri tinja, tidak mencuci tangan sesudah
buang air besar, sesudah membuang tinja atau sebelum mengkonsumsi makanan.
5.    Faktor psikologi
Rasa takut dan cemas dapat menyebabkan diare karena dapat merangsang peningkatan peristaltik
usus.

C.       PATOFISIOLOGI
Sebagian besar diare akut di sebabkan oleh infeksi. Banyak dampak yang terjadi karena
infeksi saluran cerna antara lain: pengeluaran toksin yang dapat menimbulkan gangguan sekresi
dan reabsorbsi cairan dan elektrolit dengan akibat dehidrasi,gangguan keseimbangan elektrolit
dan gangguan keseimbangan asam basa. Invasi dan destruksi pada sel epitel, penetrasi ke lamina
propia serta kerusakan mikrovili yang dapat menimbulkan keadaan maldigesti dan
malabsorbsi,dan apabila tidak mendapatkan penanganan yang adekuat pada akhirnya dapat
mengalami invasi sistemik.
Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotavirus, Adenovirus enteris,
Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter, Salmonella, Escherichia coli, Yersinia dan
lainnya), parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme patogen ini
menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau sitotoksin dimana merusak
sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada Gastroenteritis akut. Penularan Gastroenteritis bisa
melalui fekal-oral dari satu penderita ke yang lainnya.
Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan dan minuman yang
terkontaminasi. Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotic (makanan
yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meningkat
sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus,isi rongga usus berlebihan
sehingga timbul diare).
Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi
air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan moltilitas usus yang
mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah
kehilangan air dan elektrolit (Dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (Asidosis
Metabolik dan Hipokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia
dangangguan sirkulasi darah.

D.      TANDA DAN GEJALA


1.    Diare.
2.    Muntah.
3.    Demam.
4.    Nyeri abdomen
5.    Membran mukosa mulut dan bibir kering
6.    Fontanel cekung
7.    Kehilangan berat badan
8.    Tidak nafsu makan
9.    Badan terasa lemah

E.       KLASIFIKASI
Diare dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1.    Ditinjau dari ada atau tidaknya infeksi, diare dibagi menjadi dua golongan:
a.       Diare infeksi spesifik : tifus dan para tifus, staphilococcus disentri basiler, dan Enterotolitis
nektrotikans.
b.      Diare non spesifik : diare dietetis.
2.    Ditinjau dari organ yang terkena infeksi diare :
a.       Diare infeksi enteral atau infeksi di usus, misalnya: diare yang ditimbulkan oleh bakteri, virus
dan parasit.
b.      Diare infeksi parenteral atau diare akibat infeksi dari luar usus, misalnya: diare karena
bronkhitis.
3.    Ditinjau dari lama infeksi, diare dibagi menjadi dua golongan yaitu:
a.       Diare akut : Diare yang terjadi karena infeksi usus yang bersifat mendadak, berlangsung cepat
dan berakhir dalam waktu 3 sampai 5 hari. Hanya 25% sampai 30% pasien yang berakhir
melebihi waktu 1 minggu dan hanya 5 sampai 15% yang berakhir dalam 14 hari.
b.      Diare kronik, ádalah diare yang berlangsung 2 minggu atau lebih (Sunoto, 1990).

F.        PATHWAYS
G.      PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.    Pemeriksaan laboratorium.
2.    Pemeriksaan tinja.
3.    Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah astrup,bila memungkinkan dengan
menentukan PH keseimbangan analisa gas darah atau astrup,bila memungkinkan.
4.    Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui pungsi ginjal.
5.    Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum (EGD) untuk mengetahui jasad renik atau parasit
secara kuantitatif,terutama dilakukan pada penderita diare kronik.
6.    Pemeriksaan radiologis seperti sigmoidoskopi, kolonoskopi dan lainnya biasanya tidak
membantu untuk evaluasi diare akut infeksi.

H.      PENATALAKSANAAN
1.    Terapi Cairan
Untuk menentukan jumlah cairan yang perlu diberikan kepada penderita diare, harus
diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a.    Jumlah cairan : jumlah cairan yang harus diberikan sama dengan
1).      Jumlah cairan yang telah hilang melalui diare dan/muntah muntah PWL (Previous Water
Losses) ditambah dengan banyaknya cairan yang hilang melalui keringat, urin dan pernafasan
NWL (Normal Water Losses).
2).      Cairan yang hilang melalui tinja dan muntah yang masih terus berlangsung CWL (Concomitant
water losses) (Suharyono dkk., 1994 dalam Wicaksono, 2011)
Ada 2 jenis cairan yaitu:
1).      Cairan Rehidrasi Oral (CRO) : Cairan oralit yang dianjurkan oleh WHO-ORS, tiap 1 liter
mengandung Osmolalitas 333 mOsm/L, Karbohidrat 20 g/L, Kalori 85 cal/L. Elektrolit yang
dikandung meliputi sodium 90 mEq/L, potassium 20 mEq/L, Chloride 80 mEq/L, bikarbonat 30
mEq/L (Dipiro et.al., 2005). Ada beberapa cairan rehidrasi oral:
a).    Cairan rehidrasi oral yang mengandung NaCl, KCL, NaHCO3 dan glukosa, yang dikenal dengan
nama oralit.
b).    Cairan rehidrasi oral yang tidak mengandung komponen-komponen di atas misalnya: larutan
gula, air tajin, cairan-cairan yang tersedia di rumah dan lain-lain, disebut CRO tidak lengkap.
2).      Cairan Rehidrasi Parenteral (CRP) Cairan Ringer Laktat sebagai cairan rehidrasi parenteral
tunggal. Selama pemberian cairan parenteral ini, setiap jam perlu dilakukan evaluasi:
a).    Jumlah cairan yang keluar bersama tinja dan muntah
b).    Perubahan tanda-tanda dehidrasi (Suharyono, dkk., 1994 dalam Wicaksana, 2011).
2.    Antibiotik
Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi, karena 40%
kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian anti biotik. Pemberian antibiotik
di indikasikan pada : Pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi seperti demam, feses
berdarah,, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan, persisten atau
penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada pelancong, dan pasien immunocompromised.
Contoh antibiotic untuk diare Ciprofloksasin 500mg oral (2x sehari, 3 – 5 hari), Tetrasiklin 500
mg (oral 4x sehari, 3 hari), Doksisiklin 300mg (Oral, dosis tunggal), Ciprofloksacin 500mg,
Metronidazole 250-500 mg (4xsehari, 7-14 hari, 7-14 hari oral atauIV).

3.    Obat Anti Diare


Loperamid HCl serta kombinasi difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil). Penggunaan kodein
adalah 15-60mg 3x sehari, loperamid 2 – 4 mg/ 3 – 4x sehari dan lomotil 5mg 3 – 4 x sehari.
Efek kelompok obat tersebut meliputi penghambatan propulsi, peningkatan absorbsi cairan
sehingga dapat memperbaiki konsistensi feses dan mengurangi frekwensi diare.Bila diberikan
dengan cara yang benar obat ini cukup aman dan dapat mengurangi frekwensi defekasi sampai

80%. Bila diare akut dengan gejala demam dan sindrom disentri obat ini tidak dianjurkan.

I.         KOMPLIKASI
1.    Dehidrasi
2.    Renjatan hipovolemik
3.    Kejang
4.    Bakterimia
5.    Malnutrisi
6.    Hipoglikemia
7.    Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.

DAFTAR PUSTAKA

Dochterman, Bulecheck. 2004. Nursing Intervention Classification. United States of America : Mosby.
Guyton & Hall. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (terjemahan). Jakarta:EGC
Moorhead S, Johnson M, Maas M, Swanson, E. 2006. Nursing Outcomes Classification. United States
of America : Mosby
North American Nursing Diagnosis Association (NANDA). 2010. Diagnosis Keperawatan 2009-2011.
Jakarta : EGC.
Nurmasari, Mega. 2010. Pola Pemilihan Obat dan Outcome Terapi Gastroenteritis Akut (GEA) Pada
Pasien Pediatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta Januari -
Juni Tahun 2008. Jawa Tengah. Universitas Muhammadiyah. (Diakses 12 Desember 2011 :
http://etd.eprints.ums.ac.id/7681/)
Ratnawati, Dwi. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Ny. J Dengan Gastroenteritis di Bangsal Anggrek
RSUD Sukoharjo. Jawa Tengah. Universitas Muhammadiyah Surakarta. (Diakses 12 Desember
2011 : etd.eprints.ums.ac.id/2886/1/J200050055.pdf)
Wicaksono, Arridho D. 2011. Pemilihan Obat dan Outcome Terapi Gastroenteritis Akut Pada Pasien
Pediatri di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Tahun 2009. Jawa
Tengah. Universitas Muhammadiyah Surakarta. (Diakses 12 Desember 2011 :
etd.eprints.ums.ac.id/12642/1/COVER%2B_BAB_1.pdf).
Winarsih, Biyanti D. 2011. Efektivitas Mutu Berbasis Praktek, Intervensi Peningkatan Multimodal Untuk
Gastroenteritis Pada Anak. Jakarta. Universitas Indonesia. (Diakses 12 Desember 2011 :
www.fik.ui.ac.id/pkko/files/Tugas%20SIM%20UTS.pdf).

LATAR BELAKANG

Berdasarkan data profil kesehatan 2011, jumlah kasus diare di jawa tengah berdasarkan laporan
puskesmas sebanyak 420.587 sedangkan kasus gastroenteritis di rumah sakit sebanyak 7.648
sehingga jumlah keseluruhan penderita yang terdeteksi adalah 428.235 dengan jumlah kematian
adalah sebanyak 54 orang. Dari laporan surveilan terpadu tahun 2010. Jumlah kasus dire
didapatkan 15,3% di puskesmas di rumah sakit didapat 0,20% pada penderita rawat inap dan
0,05% pasien rawat jalan (Haryawan,2011)
Dari data Dinas Kesehatan provinsi jawa tengah cakupan penemuan dan penanganan di provinsa jawa
tengah tahun 2013 sebesar 51,32% lebih tinggi dibandingkan tahun 2012 (42,66%). Pada tingkat
kabupaten atau kota diketahui bahwa cakupan penemuan dan penanganan diare tertinggi adalah
kota pekalongan (106,85%). Dan terendah adalah kabupaten boyolali (16,42%). (Dinkes
Jateng,2014)

Anda mungkin juga menyukai