Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN KASUS GEA (GASTROENTERITIS AKUT)

PADA BY. A DI RUANGAN PERAWATAN PENYAKIT DALAM

RSUD PRATAMA TAMBU

Nama : Niluh Sukma Juniari

Nim : PO7120318011

Pembimbing Akademik CI Ruangan

……………………………… …………………………..

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU

PRODI DIV KEPERAWATAN JURUSAN KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2020/2021


A. Definisi
Gastroenteritis atau diare adalah penyakit yang ditandai dengan
bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai
perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan/tanpa darah dan/atau lendir
(Prof. Sudaryat, dr.SpAK, 2007).
Gastroenteritis atau diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja
yang tidak normal atau tidak seperti biasanya, dimulai dengan peningkatan
volume, keenceran serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan pada neonatus
lebih dari 4 kali sehari dengan atau tanpa lendir dan darah (Hidayat AAA,
2006).
Dapat disimpulkan Gastroenterits atau diare akut adalah inflamasi
lambung dan usus yang disebabkan oleh berbagai bakteri, virus, dan
pathogen,yang di tandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari
biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair),
Diare juga dapat terjadi pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat dan pada
neonatus lebih dari 4 kali sehari dengan atau tanpa lendir dan darah.

B. Etiologi
1. Faktor infeksi
a. Infeksi internal adalah infeksi saluran pencernaan makanan yang
merupakan penyebab utama diare pada anak, infeksi internal, meliputi:
a) Infeksi bakteri : Vibrio, E. Coli, salmonella, shigella,
campylobacter, yersinia, aeromona, dan sebagainya.
b) Infeksi virus : Entrovirus (virus ECHO), coxsackie, poliomyelitis,
adenovirus, rotavirus, astovirus dan lain-lain.
c) Infeksi parasit : Cacing, protozoa, dan jamur.
2. Faktor malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat: disakarida, monosakarida pada bayi dan anak,
malabsorbsi lemak, malabsorbsi protein.
3. Faktor makanan : Makanan basi beracun dan alergi makanan.
4. Faktor kebersihan
Penggunaan botol susu, air minum tercemar dengan bakteri tinja, tidak
mencuci tangan sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja.
5. Faktor psikologi
Rasa takut dan cemas dapat menyebabkan diare karena dapat merangsang
peningkatan peristaltik usus.

C. Patofisiologi
Sebagian besar diare akut di sebabkan oleh infeksi. Banyak dampak
yang terjadi karena infeksi saluran cerna antara lain: pengeluaran toksin yang
dapat menimbulkan gangguan sekresi dan reabsorbsi cairan dan elektrolit
dengan akibat dehidrasi,gangguan keseimbangan elektrolit dan gangguan
keseimbangan asam basa. Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya
virus (Rotavirus, Adenovirus enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin
(Compylobacter, Salmonella, Escherichia coli, Yersinia dan lainnya).
Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel,
memproduksi enterotoksin atau sitotoksin dimana merusak sel-sel, atau
melekat pada dinding usus pada Gastroenteritis akut. Penularan
Gastroenteritis bisa melalui fekal-oral dari satu penderita ke yang lainnya.
Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan
dan minuman yang terkontaminasi. Mekanisme dasar penyebab timbulnya
diare adalah gangguan osmotic Selain itu menimbulkan gangguan sekresi
akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat
kemudian terjadi diare. Gangguan moltilitas usus yang mengakibatkan
hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah
kehilangan air dan elektrolit (Dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam
basa (Asidosis Metabolik dan Hipokalemia), gangguan gizi (intake kurang,
output berlebih), hipoglikemia dangangguan sirkulasi darah.
D.
E. Manifestasi Klinis
Gejala gastrointestinal bisa berupa diare, kram perut dan muntah.
Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya.
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah
ion natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini
bertambah bila ada muntah dan kehilangan air juga meningkat bila ada panas.
Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik dan hipokalemia.
Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat
menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kematian bila tidak
diobati dengan tepat. Gejala neurologik dari infeksi usus bisa berupa
paresthesia.
Manifestasi immun mediated ekstraintestinal biasanya terjadi setelah
diarenya sembuh. Panas badan umum terjadi pada penderita dengan
inflammatory diare. Nyeri perut yang lebih hebat dan tenesmus yang terjadi
pada perut bagian bawah serta rektum menunjukkan terkenanya usus besar.
Mual dan muntah adalah simptom yang non spesifik akan tetapi muntah
mungkin disebabkan oleh karena organisme yang menginfeksi saluran cerna
bagian atas seperti: enterik virus, bakteri yang memproduksi enterotoksin,
Giardia, dan Cryptosporidium. Muntah juga sering terjadi pada non
inflammatory diare.

F. Penatalaksanaan
1. Terapi Cairan
Untuk menentukan jumlah cairan yang perlu diberikan kepada penderita
diare, harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
Jumlah cairan : jumlah cairan yang harus diberikan sama dengan
a. Jumlah cairan yang telah hilang melalui diare dan/muntah muntah
PWL (Previous Water Losses) ditambah dengan banyaknya cairan
yang hilang melalui keringat, urin dan pernafasan NWL (Normal
Water Losses).
b. Cairan yang hilang melalui tinja dan muntah yang masih terus
berlangsung CWL (Concomitant water losses) (Suharyono dkk., 1994
dalam Wicaksono, 2011)

Ada 2 jenis cairan yaitu:

a. Cairan Rehidrasi Oral (CRO) : Cairan oralit yang dianjurkan oleh


WHO-ORS, tiap 1 liter mengandung Osmolalitas 333 mOsm/L,
Karbohidrat 20 g/L, Kalori 85 cal/L. Elektrolit yang dikandung
meliputi sodium 90 mEq/L, potassium 20 mEq/L, Chloride 80 mEq/L,
bikarbonat 30 mEq/L (Dipiro et.al., 2005). Ada beberapa cairan
rehidrasi oral:
a) Cairan rehidrasi oral yang mengandung NaCl, KCL, NaHCO3 dan
glukosa, yang dikenal dengan nama oralit.
b) Cairan rehidrasi oral yang tidak mengandung komponen-
komponen di atas misalnya: larutan gula, air tajin, cairan-cairan
yang tersedia di rumah dan lain-lain, disebut CRO tidak lengkap.
b. Cairan Rehidrasi Parenteral (CRP) Cairan Ringer Laktat sebagai
cairan rehidrasi parenteral tunggal. Selama pemberian cairan
parenteral ini, setiap jam perlu dilakukan evaluasi:
a) Jumlah cairan yang keluar bersama tinja dan muntah
b) Perubahan tanda-tanda dehidrasi (Suharyono, dkk., 1994 dalam
Wicaksana, 2011).
2. Antibiotik

Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare


akut infeksi, karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari
tanpa pemberian anti biotik. Pemberian antibiotik di indikasikan pada :
Pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi seperti demam, feses
berdarah,, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi
lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare
pada pelancong, dan pasien immunocompromised. Contoh antibiotic untuk
diare Ciprofloksasin 500mg oral (2x sehari, 3 – 5 hari), Tetrasiklin 500 mg
(oral 4x sehari, 3 hari), Doksisiklin 300mg (Oral, dosis tunggal),
Ciprofloksacin 500mg, Metronidazole 250-500 mg (4xsehari, 7-14 hari, 7-
14 hari oral atauIV).

3. Obat Anti Diare

Loperamid HCl serta kombinasi difenoksilat dan atropin sulfat


(lomotil). Penggunaan kodein adalah 15-60mg 3x sehari, loperamid 2 – 4
mg/ 3 – 4x sehari dan lomotil 5mg 3 – 4 x sehari. Efek kelompok obat
tersebut meliputi penghambatan propulsi, peningkatan absorbsi cairan
sehingga dapat memperbaiki konsistensi feses dan mengurangi frekwensi
diare.Bila diberikan dengan cara yang benar obat ini cukup aman dan
dapat mengurangi frekwensi defekasi sampai 80%. Bila diare akut dengan

gejala demam dan sindrom disentri obat ini tidak dianjurkan.

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya
tidak diperlukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya
penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut
atau pada penderita dengan dehidrasi berat. Pemeriksaan laboratorium yang
kadang-kadang diperlukan pada diareakut :
1. Darah : darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah,
kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika.
2. Urine : urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika.
3. Tinja :
a. Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua
penderita dengan diare meskipun pemeriksaan laboratorium tidak
dilakukan. Tinja yang watery dan tanpa mukus atau darah biasanya
disebabkan oleh enterotoksin virus, protozoa atau disebabkan oleh
infeksi diluar saluran gastrointestinal.
b. Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya lekosit dapat
memberikan informasi tentang penyebab diare, letak anatomis serta
adanya proses peradangan mukosa. Lekosit dalam tinja diproduksi
sebagai respon terhadap bakteri yang menyerang mukosa kolon.
Lekosit yang positif pada pemeriksaan tinja menunjukkan adanya
kuman invasif atau kuman yang memproduksi sitotoksin. Tidak semua
penderita kolitis terdapat lekosit pada tinjanya, pasien yang terinfeksi
dengan E. histolytica pada umumnya lekosit pada tinja minimal.

H. Komplikasi
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik atau hipertonik).
2. Renjatan hipovolemik.
3. Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah,
bradikardi, perubahan elektrokardiogram).
4. Hipoglikemia.
5. Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi
enzim laktosa.
6. Kejang yang terjadi pada dehidrasi hipertonik.
7. Malnutrisi energi protein akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik
I. Diagnosa keperawatan yang mugkin mucul

1. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan

permukaan kulit

2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan masukan cairan tidak

cukup dan kehilangan cairan berlebih

3. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme dan

proses penyakit

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan masukan nutrient yang tidak adekuat

J. Intervensi keperawatan

1. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan

permukaan kulit

NOC

 Tissue integrity : skin and mucous

 Wound healing : primary and secondary

Kriteria hasil

 Pefusi jaringan normal

 Tidak ada tanda-tanda infeksi

 Ketebalan dan struktur jaringan normal


NIC

 Jaga kulit agar tetap bersih dan kering

 Mobilisasi pasien

 Monitor kulit akan adanya kemerahan

 Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah yang tertekan

 Monitor status nutrisi pasien

2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan masukan cairan tidak

cukup dan kehilangan cairan berlebih

NOC

 Fluid balance

 Hydration

 Nutritional Status: food and fluid

 Intake

Kriteria Hasil

 Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine

normal, HT normal

 Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal

 Tidak ada tanda-tanda dehidrasi

 Elestisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada

rasa haus yang berlebihan


NIC

 Mempertahankan catatan intake dan output yang akurat

 Monitor tanda-tanda vital

 Dorong keluarga untuk membantu pasien makan

 Kolaborasi dengan dokter

3. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme dan

proses penyakit

NOC

 Thermoregulation

Kriteria Hasil

 Suhu tubuh dalam rentang normal

 Nadi dan RR dalam rentang normal

 Tidak ada perubahan warna kulit

NIC

 Monitor suhu sesering mungkin

 Monitor tanda-tanda vital

 Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam

 Kolaborasi pemberian cairan intravena

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan masukan nutrient yang tidak adekuat


NOC

 Nutrional status : flood anf fluid

 Nutrional status : nutrient intake

 Weight control

Kriteria hasil

 Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan

 Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi

 Tidak ada tanda-tanda malnutrisi

 Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti

NIC

 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah nutrisi yang

dibutuhkan pasien

 Anjurkan pasien untuk mningkatkan Fe

 Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi

 Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang

dibutuhkan
DAFTAR PUSTAKA

Capartion 20017.Diagnosa Keperawatan edisi 8 Jakarta : EGC

Hidayat, AAA. 2006. Buku suku keperawatan edisi 2.Jakarta. EGC

Nurarif H.A, Kusuma.H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa

Medis dan Nanda. Mediaction. Yogyakarta

Weley wongs, 2015. Fisiologi manusia dan mekanisme penyakit Ed.3 Jakarta EGC

Anda mungkin juga menyukai