Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sampai saat ini masalah gastroenteritis atau infeksi pada saluran pencernaan masih
menjadi masalah kesehatan yang sering terjadi bukan hanya di Negara berkembang tetapi
juga di Negara maju. Gastroenteritis atau infeksi pada saluran pencernaan merupakan
penyebab kedua kematian anak di dunia 15 juta anak meninggal setiap tahunnya (Utami &
Wulandari, 2015 dalam Yeni 2016). Gastroenteritis merupakan peradangan pada lambung,
usus kecil dan usus besar dengan tanda dan gejalanya adalah diare yang merupakan
peningkatan frekuensi, konsistensi feses yang lebih cair, feses dengan kandungan air yang
banyak, dan feses bisa disertai dengan darah atau lendir (Muttaqin, 2013).
Berdasarkan data di Amerika Serikat lebih dari 3,5 juta bayi mengalami diare setiap
tahun, menyebabkan lebih dari 500.000 kunjungan ke klinik dokter dan 55.000 hospitalisasi
(Tablang, Grupka, & Wu 2009 dalam Kyle & Carman, 2014). Tiap tahun, diare menjadi
penyebab kematian bagi 760.000 anak-anak usia <5 tahun dan penyebab terbanyak kasus
malnutrisi pada anak-anak <5 tahun. Kematian anak akibat diare ini berhubungan dengan
terjadinya dehidrasi pada anak-anak tersebut dan komplikasi. Penyebab yang paling sering
adalah rotavirus, yang mengakibatkan 527.000 anak-anak <5 tahun meninggal tiap tahun,
terutama yang tinggal di negara-negara berpendapatan rendah (AloDokter, 2019).
Menurut hasil Riskerdas 2007, diare merupakan penyebab kematian nomor satu pada
bayi dan balita, sedangkan pada semua kelompok umur menempati nomor empat. Kejadian
luar biasa diare masih sering terjadi, dengan case fatality rate yang masih tinggi. Data
Riskerdas 2013, menunjukan insiden diare untuk semua kelompok umur di Indonesia adalah
3,5%, di mana kelompok umur balita adalah yang paling tinggi menderita diare (AloDokter,
2019).
Gastroentritis terjadi akibat masuknya mikroorganisme hidup ke dalam usus setelah
berhasil melewati rintangan asam lambung. Mikroorganisme tersebut berkembang biak,
kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang
selanjutnya akan menimbulkan diare dan muntah. Mikroorganisme memproduksi toksin.
Enterotoksin yang diproduksi agen bakteri (seperti E. Coli dan Vibria cholera) akan
memberikan efek langsung dalam peningkatan pengeluaran sekresi air ke dalam lumen
gastrointestinal. Beberapa agen bakteri bisa memproduksi sitotoksin (seperti Shigella
dysenteriae, Vibrio parahaemolyticus, Clostridium difficile, enterohemorrhagic E. coli) yang
menghasilkan kerusakan sel-sel mukosa, serta menyebabkan feses bercampur darah dan
lendir bekas sisa sel-sel yang terinflamsi. Invasi enterovasif E.coli yang menyebabkan
terjadinya destruksi, serta inflamasi (Muttaqin, 2013 dalam Tresnaningati 2019).
Klien dengan masalah keperawatan gastroentritis jika tidak ditangani secara tepat dapat
menyebabkan kegawatan, untuk mencegah kegawatan tersebut dilakukan tindakan antara lain
menganjurkan klien untuk mengonsumsi minum yang banyak, ajari klien cara penggunaan
obat mual secara tepat, dan memberikan edukasi dan dukungan kepada keluarga klien untuk
membantu dalam pemberian makan dengan baik dan bersih, jika tindakan tidak segera
dilakukan maka akan menimbulkan komplikasi-komplikasi di antaranya adalah dehidrasi
berat, ketidakseimbangan elektrolit, syok hipovolemik yang terdekompensasi, kejang
demam, bakteremia, hipokalemi, intoleransi sekunder, hipoglikemia, malnutrisi energi
protein dan sebagainya. Oleh karena itu, peneliti ingin mengeksplorasi asuhan keperawatan
pada anak dengan gastroenteritis di Rumah Sakit Kesdam Jaya Cijantung pada 15 Desember
2020.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan rumusan masalah dari penulisan ini adalah “Bagaimana asuhan keperawatan
pada anak dengan gastroenteritis di Rumah Sakit Kesdam Jaya Cijantung?”

1.3 Tujuan Studi Kasus


1.3.1 Tujuan Umum
Memperoleh gambaran nyata bagaimana asuhan keperawatan pada pasien anak
dengan gastroenteritis di Rumah Sakit.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mendapatkan gambaran mengenai pengkajian pada anak dengan
gastroenteritis di rumah sakit.
1.3.2.2 Mendapatkan gambaran mengenai diagnosa keperawatan pada anak dengan
gastroenteritis di rumah sakit.
1.3.2.3 Mendapatkan gambaran mengenai intervensi keperawatan pada anak dengan
gastroenteritis di rumah sakit.
1.3.2.4 Mendapatkan gambaran mengenai implementasi keperawatan pada anak
dengan gastroenteritis di rumah sakit.
1.3.2.5 Mendapatkan gambaran mengenai evaluasi pada anak dengan gastroenteritis
di rumah sakit.

1.4 Ruang Lingkup


1.4.1 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Keperawatan khususnya Keperawatan Anak.
1.4.2 Ruang Lingkup Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian di lakukan di Rumah Sakit Kesdam Jaya Cijantung pada tanggal 15
Desember 2020-17 Desember 2020.

1.5 Manfaat Studi Kasus


1.5.1 Masyarakat
Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat khususnya pasien dan
keluarga dalam mengatasi masalah gastroenteritis pada anak.
1.5.2 Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan
Menambah keluasan ilmu dan teknologi terapan bidang keperawatan baik di
dalam maupun di luar Rumah Sakit dalam mengatasi masalah gastroenteritis pada
anak.
1.5.3 Penulis
Meningkatkan pengalaman dan pengetahuan dalam mengimplementasikan asuhan
keperawatan, khususnya studi kasus tentang gastroenteritis pada anak.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Kasus
2.1.1 Definisi
Gastroenteritis (flu lambung) adalah penyakit umum yang menyebabkan
muntah dan diare. Penyakit ini biasanya terjadi akibat infeksi oleh virus-
virus yang membuat lapisan usus meradang. Jamur, parasit, dan bakteri
juga dapat menyebabkan penyakit ini (DocDoc, 2020).

Gastroenteritis adalah peradangan pada lambung, usus kecil dan usus


besar dengan berbagai kondisi patologis dari saluran gastrointestinal
dengan manifestasi diare, dengan atau tanpa disertai muntah, serta
ketidaknyamanan abdomen. (Muttaqin, 2013).

Gastroenteritis didefinisikan sebagai inflamasi membran mukosa


lambung dan usus halus. Penyebab utama gastroenteritis adalah virus
(rotavirus, adenovirus enterik, virus Norwalk dan lain-lain), bakteri atau
toksinnya (Campylobacter, Salmonella, Shigella, Escchericchia coli,
Yersinia, dan lain-lain), serta parasit (Giardhia lamblia,
Cryptosporidium). Patogen-patogen ini menimbulkan penyakit dengan
menginfeksi sel-sel, menghasilkan enterotoksin atau sitotoksin yang
merusak sel, atau melekat pada dinding usus. Pada gastroenteritis akut,
usus halus adalah alat pencernaan yang paling sering terkena (Betz, 2009).

2.1.2 Etiologi

Beberapa virus, bakteri, parasit, dan jamur dapat menyebabkan penyakit


ini. Di antaranya, yang paling umum adalah rotavirus (pada anak-anak) dan
norovirus (pada orang dewasa). Ini juga dapat disebabkan oleh bakteri
tertentu, seperti Escherichia coli (E. coli) dan Campylobacter. Risiko
infeksi lebih tinggi pada lansia dan anak yang masih sangat kecil karena
sistem kekebalan tubuh mereka yang lemah (DocDoc, 2020).

Menurut Arif Muttaqin (2011) dan Suriadi (2010), penyebab dari


gastroenteritis sangat beragam , antara lain sebagai berikut :

a. Faktor infeksi :

1) Infeksi berbagai macam bakteri yang disebabkan oleh kontaminasi


makanan maupun air minum (enteropathogenic, escherichia coli,
salmonella, shigella, V. Cholera, dan clostridium).

2) Infeksi berbagai macam virus :enterovirus, echoviruses, adenovirus,


dan rotavirus. Penyebab diare terbanyak pada anak adalah virus Rotavirus.

3) Jamur : kandida

4) Parasit (giardia clamblia, amebiasis, crytosporidium dan cyclospora)

b. Faktor non infeksi/ bukan infeksi :

1) Alergi makanan, misal susu, protein

2) Gangguan metabolik atau malabsorbsi : penyakit

3) Iritasi langsung pada saluran pencernaan oleh makanan

4) Obat-obatan : Antibiotik, Laksatif, Quinidine, Kolinergik, dan Sorbital.

5) Penyakit usus : colitis ulcerative, crohn disease, enterocolitis

6) Emosional atau stress

7) Obstruksi usus
2.1.3 Patofisiologi dan Pathway
Patofisiologi gastroenteritis yang paling banyak adalah melalui infeksi rotavirus.
Zat enterotoksin yang dikeluarkan virus ini akan menyebabkan terjadinya lisis sel
enterosit traktus gastrointestinal (Riawati dalam Alodokter, 2019).
Aktifitas muntah ditandai adanya siklus retching yang diikuti ekpulsi kuat isi
lambung keluar melalui mulut. Diafragma turun, kontraksi otot pernafasan (intercostals
respiratory muscle) dan glottis tertutup. Esofagus dilatasi sebagai respon terhadap
tekanan intratorakal yang menurun. Lambung sementara tetap atoni yang terisi material
refluk dari usus halus. Otot abdomen mulai kontraksi menekan lambung dan memeras isi
lambung kefundus dan bagian bawah esophagus. Pada fase ini fundus dapat herniasi
kedalam kavum torak sehingga dapat menghilangkan mekanisme barier anti refluk yang
dihasilkan oleh tekanan abdominal pada LES. Dengan relaksasi kontraksi abdomen dan
berhentinya kontraksi otot pernafasan dan esophagus mengosongkan isinya kembali
kedalam lambung. Beberapa siklus retching terjadi, menjadi lebih pendek lebih ritmis
dengan kekuatan tinggi sehingga esophagus tidak sempat lagi mengosongkan isi kembali
kelambung. Terakhir kontraksi abdomen dalam siklus tersebut memicu keluarnya isi
lambung, kejadian ini sudah terjadi dimana esophagus masih penuh dan terkait dengan
elevasi diafragma yang membuat tekanan positif di kavum torak dan abdomen. Kejadian
ini diikuti fleksi spinal, mulut terbuka lebar, elevasi palatum mole, relaksasi spingter
esophagus atas dan menyemprotnya isi lambung (Spesialisi FK, 2016).
Pathway

2.1.4 Manifestasi Klinis

Anda mungkin juga menyukai