Anda di halaman 1dari 67

Visi :

Pada tahun 2028, menghasilkan perawat yang unggul dalam penerapan keterampilan
keperawatan lansia berbasis Iptek keperawatan

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN


THYPOID ABDOMINALIS

Program Studi : Program D III Keperawatan


Mata Kuliah : Keperawatan Medikal Bedah 1
Kelas : 2 Reguler A
PJMK : Suratun, SKM., M.Kep.
Dosen Pembimbing : Suhana Haeriyanto, SKM., M.Kes.
Nama Mahasiswa : 1. Annisa Bredarani Putri (P3.73.20.1.20.011)
2. Farahdiba Putri Fudholi (P3.73.20.1.20.022)
3. Oryza Sativa (P3.73.20.1.20.029)
4. Tiara Meiliani (P3.73.20.1.20.042)

POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III


PRODI DIII KEPERAWATAN JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT. Yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami bisa menyelesaikan pembuatan makalah ini dengan judul “Asuhan Keperawatan
Gastroenteritis”

Makalah ini dibuat bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah 1. Dalam penyusunan makalah ini penulis banyak mendapat bimbingan dan
petunjuk dari dosen pembimbing,buku referensi, dan berbagai situs web mengenai topik
makalah. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Suratun, SKM., M.Kep., sebagai dosen penanggung jawab mata kuliah Keperawatan
Medikal bedah 1
2. Suhana Haeriyanto, SKM., M.Kes., sebagai dosen pembimbing mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah 1

Tak ada gading yang tak retak, maka terdapat kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena
itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Bekasi, 07 Agustus 2021

Penulis
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Data World Health Organisation (WHO) memperkirakan angka insidensi di
seluruh dunia sekitar 17 juta jiwa per tahun, angka kematian akibat Thypoid Abdominalis
mencapai 600.000 dan 70% nya terjadi di Asia. Di Indonesia sendiri, penyakit Thypoid
Abdominalis bersifat endemik, menurut WHO angka penderita Thypoid Abdominalis di
Indonesia mencapai 81% per 100.000 (WHO, 2013).
Typus abdominalis merupakan penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh
bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi. Bakteri ini ditularkan melalui
makanan dan minuman yang tekontaminasi oleh kotoran atau tinja dari penderita typus
abdominalis. Penyakit ini banyak ditemukan dinegaranegara berkembang seperti di
Indonesia. Penyakit ini dianggap serius karena dapat disertai berbagai penyakit dan juga
mempunyai angka kematian yang cukup tinggi, yaitu 1-5 % dari penderita (Darmawati,
2009).
Typus merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia. Sebanyak 22 juta
kasus tifoid yang di temukan pertahun dan menyebabkan 216.000 -600.000 kematian di
dunia. Studi yang dilakukan di beberapa negara Asia pada anak usia 5-15 tahun
menunjukkan bahwa insidensi dengan biakan darah positif mencapai 180-194 per
100.000 anak, di Asia Selatan pada usia 5-15 tahun sebesar 400-500 per 100.000 anak, di
Asia Timur Laut kurang dari 100 kasus per 100.000 anak dan di Asia Tenggara 100-200
per 100.000 anak.
Penyebab dari typus abdominalis adalah bakteri Salmonella typhi. Penyebaran
typus abdominalis terjadi melalui makanan dan air yang telah tercemar atau
terkontaminasi oleh tinja atau urin penderita typus abdominalis. Bakteri patogen ini
disebarkan salah satunya oleh lalat. Dari tempat yang kotor lalat akan hinggap pada
makanan yang terbuka, peralatan makan seperti sendok, garpu, piring dan perkakas
makan lainnya. Disini lalat akan meninggalkan bakteri patogen yang terbawa oleh
tubuhnya terutama pada bagian kakinya. Seekor lalat dapat membawa 6.500.000 jasad
renik (Maryantuti, 2008).
Tanda dan gejala typus abdominalis akan muncul setelah terinfeksi dan
menyebabkan masalah keperawatan bagi penderitanya. Umumnya gejala klinis timbul 8-
14 hari setelah infeksi yang ditandai dengan demam yang tidak turun selama lebih dari 1
minggu terutama sore hari,pola demam yang khas adalah kenaikan tidak langsung tinggi
tetapi bertahap seperti anak tangga (stepladder), sakit kepala hebat, nyeri otot, kehilangan
selera makan, mual, muntah, sering sukar buang air besar (konstipasi) dan sebaliknya
dapat terjadi diare. Menurut thomas dalam Sucipto (2015) masa inkubasi penyakit 7-14
hari dengan rentang 3- 30 hari, tergantung jumlah bakteri yang masuk gejala yang
muncul tergantung usia penderita. Gejala klinis bervariasi mulai yang ringan seperti
demam ringan, lemas, batuk ringan hingga berat berupa keluhan abdomen hingga
komplikasi multipel.
Komplikasi pada pasien typus abdominalis biasanya muncul pada minggu ke 2.
Penanganan dan pengobatan yang terlambat akan menimbulkan masalah komplikasi
typus abdominalis mulai dari yang ringan sampai berat bahkan kematian. Beberapa
komplikasi yang sering terjadi pada typus abdominalis adalah perdarahan usus dan
perforasi, pembengkakan dan peradangan pada otot jantung, pneumonia, pankreatitis,
infeksi ginjal atau kandung kemih, meningitis (Rezeki, 2011). Menurut susilaningrum
(2013) komplikasi yang terjadi antara lain: perdarahan usus, perforasi usus, peritonitis.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis berupa demam, gangguan
gastrointestinal dan gangguan lain yang muncul. Penentuan diagnosis yang tepat akan
menentukan intervensi keperawatan yang sesuai sehingga masalah keperawatan akan
teratasi. Salah satu intervensi keperawatan terhadap pasien dengan masalah keperawatan
hipertermi adalah melakukan tindakan keperawatan dengan pemberian kompres,
pemberian makanan yang mengandung cukup cairan, rendah serat dan tinggi protein,
istirahat total selama demam, pemberian terapi sesuai progam dokter, memakaikan pasien
pakaian tipis menyerap keringat, memberikan rehidrasi berupa minum, sayuran berkuah
dan buah yang boleh di konsumsi pasien (Ngastiah, 2005).
Peran perawat dalam hal penanganan masalah kesehatan ini mencakup 4 peranan
yaitu upaya peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),
penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang
dilaksanakan secara menyeuruh, hal-hal yang bias dilakukan adalah seperti memberikan
penyuluhan mengenai masalah kesehatan, memberikan pendidikan kesehatan kepada
pasien maupun masyarakat seperti memberikan informasi bagaimana melakukan
pencegahan secara dini terhadap masalah Thypoid Abdominalis dan upaya
penyembuhannya. Serta peran kita yang terakhir adalah bagaimana cara kita memberikan
pelayanan yang baik sebagai seorang perawat dalam pemulihan kesehatan pasien atau
masyarakat (Syaiful, 2015).

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan umum
Mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada penderita Typus Abdominalis.

1.2.2 Tujuan khusus

1. Menentukan pengkajian keperawatan pada penderita typus abdominalis.

2. Menentukan diagnosa keperawatan pada penderita typus abdominalis.

3. Menentukan intervensi keperawatan pada penderita typus abdominalis.

4. Melaksanakan implementasi keperawatan pada penderita typus abdominalis.

5. Melaksanakan evaluasi dan dokumentasi keperawatan pada penderita typus


abdominalis.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA KONSEP DASAR PENYAKIT THYPOID


ABDOMINALIS

2.1.1 Definisi
Thypoid Abdominalis ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
cerna dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna dan
gangguan kesadaran (Wijayaningsih, 2013).
Thypoid Abdominalis ialah penyakit sistemik akut yang di sebabkan oleh infeksi
bakteri negatif, genus salmonella yaitu salmonella typhi yang masuk ke dalam
makanan, minuman atau bahan-bahan lain yang dicemari bakteri tersebut (Yudi,
2008). Thypoid Abdominalis adalah penyakit infeksi bakteri pada usus halus dan
terkadang pada aliran darah, yang di sebabkan oleh kuman salmonella typhi atau
salmonella paratyphi A, B dan C, yang terkadang juga dapat menyebabkan
gastroenteritis (keracunan makanan) dan septikemia (tidak menyerang usus).
(Ardiansyah, 2012).
Demam typhoid atau Typhoid Fever ialah suatu sindrom sistemik terutama
disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam merupakan jenis terbanyak dari
salmonelosis. Jenis lain dari demam enterik adalah demam paratifoid yang
disebabkan oleh S. paratyphi A, S. schottmuelleri (semula S. paratyphi B), dan S.
hirschfeldii (semula S. paratyphi C). Thypoid Abdominalis memperlihatkan gejala
lebih berat dibandingkan demam enterik yang lain (Widagdo, 2011).
Beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa penyakit Thypoid
Abdominalis adalah suatu penyakit infeksi akut yang menyerang manusia khususnya
pada saluran pencernaan yaitu pada usus halus yang disebabkan oleh kuman
salmonella typhi yang masuk melalui makanan atau minuman yang tercemar dan
ditandai dengan demam berkepanjangan lebih dari satu minggu, gangguan pada
saluran pencernaan, dan lebih di perburuk dengan gangguan penurunan kesadaran.

2.1.2 Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan

Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus)
adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya
menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang
bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.
Saluran pencernaan terdiri atas:

a. Mulut
Mulut atau oris terdiri atas dua bagian yaitu 1. Bagian luar yang sempit atau vestibula dimana
terdapat didalamnya gusi, gigi, bibir dan pipi ; 2. Bagian rongga mulut dalam yaitu rongga
mulut yang dibatasi sisinya oleh tulang maksilaris,platum dan mandubularis di sebelah
belakang bersambung dengan faring. Diluar mulut ditutupi oleh kulit dan didalamnya
ditutupi oleh selaput lendir (mukosa). Didalam rongga mulut terdapat gigi, kelenjar ludah,
dan lidah
1) Gigi
Fungsi gigi seri untuk memotong makanan, gigi taring untuk memutuskan makanan yang
keras dan liat dan gigi geraham untuk mengunyah makanan yang sudah dipotong-potong.
Gigi terdapat 2 macam yaitu:
a) Gigi sementara atau gigi susu mulai tumbuh pada umur 6-7 bulan dan lengkap pada
umur 2 ½ tahun jumlahnya 20 buah terdiri atas: 8 buah gigi seri (dens insisivus),4
buah gigi taring (dens kaninus), 8 buah gigi geraham (molare)
b) Gigi tetap (permanen) tumbuh pada umur 6-18 tahun jumlahnya 32 buah terdiri atas:
8 buah gigi susu (dens insisivus),
1) Kelenjar Ludah
Kelenjar ludah dihasilkan didalam rongga mulut. Disekitar rongga mulut terdapat 3
buah kelenjar ludah yaitu:
a) Kelenjar parotis terdapat di bawah depan telinga diantara prosesus mastoid kiri
dan kanan os mandibular,duktus stensoni. Duktus ini keluar dari glandula parotis
menuju ke rongga mulut melalui pipi (muskulus buksinator)
b) Kelenjar submaksilaris terletak di bawah rongga mulut bagian belakang,duktus
wartoni, bermuara di rongga mulut dekat dengan frenulum lingua.
c) Kelenjar sublingualis terletak di bawah selaput lendir dasar rongga mulut.
d) Lidah
Fungsi Lidah
Untuk membersihkan gigi serta rongga mulut antara pipi dan gigi
4. Mencampur makanan dengan ludah
5. Untuk menolak makanan dan minuman kebelakang
6. Untuk berbicara
7. Untuk mengecap manis, asin dan pahit
8. Untuk merasakan dingin dan panas.

b. Tenggorokan (faring)

Faring atau tekak terletak di belakang hidung, mulut dan laring (tenggorokan). Faring
berupa saluran berbentuk kerucut dari bahan membran berotot (maskulo membranosa) dengan
bagian terlebar di sebelah atas dan berjalan dari dasar tengkorak sampai di ketinggian vertebra
servikal ke enam, yaitu ketinggian tulang rawan krikoid tempat faring bersambung dengan
esofagus. Esofagus adalah sebuah tabung berotot yang panjangnya dua puluh sampai dua puluh
lima sentimeter, di atas di mulai dari faring sampai pintu trakea dan di depan tulang punggung.
Setelah melalui torax menembus diafragma untuk masuk ke dalam abdomen dan menyambung
dengan lambung. Esofagus berdinding empat lapis. Di sebelah luar terdiri atas lapisan jaringan
ikat yang renggang, sebuah lapisan otot yang terdiri atas dua lapis serabut otot, yang satu
berjalan longitudinal dan yang lain sirkuler, sebuah lapisan submukosa dan di paling dalam
terdapat selaput lendir mukosa (Pearce Evelyn, 2009).

c. Kerongkongan (Esofagus)

Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu
makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan melalui
kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Sering juga disebut esofagus(dari bahasa
Yunani: oeso – “membawa”, dan phagus – “memakan”).

d. Lambung.

Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk
mencampur makanan dengan enzim-enzim. Lambng terdiri dari 3 bagian:

1) Kardia. Kardia adalah bagian lambung yang berhubungan langsung dengan


esofagus. Bagian ini berbentuk seperti tabung kecil yang sempit.
2) Fundus. Fundus merupakan bagian yang berada di atas badan la,bung dan
berbentuk kubah.
3) Pilorus. Pilorus adalah terowongan yang menghubungkan lambung dengan usus
halus.
Di dalam lambung terjadi pencernaan kimiawi dengan bantuan enzim yaitu:
1) Amylase saliva melanjutkan pencernaan amilum di bagian fundus
2) Pepsin membantu pemecahan protein
4) Lipase membantu pemecahan lipid susu (terutama pada bayi dan anak)
5) Rennin membantu pencernaan susu pada bayi. Rennin dan kalsium menyebabkan
koagulasi susu, sehingga lebih lama berada di lambung untuk dicerna.

e. Usus halus

Usus halus adalah tabung yang kira-kira sekitar dua setengah meter panjang dalam
keadaan hidup. Angka yang biasa di berikan enam meter adalah penemuan setelah mati bila otot
telah kehilangan tonusnya. Usus halus memanjang dari lambung sampai katup ileokolika
tembang bersambung dengan usus besar. Usus halus terletak di daerah umbilicus dan di kelilingi
oleh usus besar. Usus halus terdiri dari 3 bagian yaitu :

1) Duadenum adalah bagian pertama usus halus yang 25 cm panjangnya, berbentuk


sepatu kuda, dan kepalanya mengelilingi kepala prankeas. Satu lubang yaitu di sebut
ampula hepatoprankeatika atau ampula pateri, sepuluh sentimeter dari vilorus.
2) Yeyunum menempati dua per lima sebelah atas dari usus halus yang selebihnya.
3) Ileum menempati tiga per lima akhir. Fungsi usus halus adalah mencerna dan
mengabsorsi khime dari lambung. Isinya yang cair (khime) di jalankan oleh
serangkaiaan gerakan peristaltik yang cepat. Setiap gerakan lamanya satu second dan
antara dua gerakan ada istirahat beberapa second.

Terdapat juga dua jenis gerakan lain seperti berikut :


1) Gerakan segmental ialah gerakan yang memisahkan beberapa segmen usus yang
satu dengan yang lain karena diikat oleh gerakan konstriksi serabut sikuler. Hal ini
memungkinkan isi yang cair ini sementara bersentuhan dengan dinding.
2) Gerakan penduluan atau ayunan menyebabkan isi usus bercampuran dua cairan
pencerna masuk duodenum melalui saluran-saluran mereka yaitu empedu melalui
hati dan getah prankeas.

f. Usus besar (colon)

Usus besar atau kolon yang kira-kira satu setengah meter panjangnya adalah sambungan dari
usus halus dan mulai di katup ilekolik atau ileosekal yaitu tempat sisa makanan lewat. Fungsi
utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Terdiri dari beberapa bagian, yaitu:
1. Usus Buntu (sekum)
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah anatomi adalah suatu
kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus
besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian besar
herbivora memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang
kecil, yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.
2. Kolon asendens (kanan)
Panjangnya sekitar 13 cm terletak di bawah abdomen sebelah kanan, membujur keatas dari
dari ileum ke bawah hati.
3. Kolon transversum
Panjangnya sekitar 38 cm,membujur dari kolon desendens berada dibawah abdomen,
sebelah kanan terdapat fleksura hepatica dan sebelah kiri terdapat fleksura lienalis.
4. Kolon desendens (kiri)
Panjangnya sekitar 25 cm ,terletak di bawah abdomen bagian kiri membujur dari atas ke
bawah dan fleksura lienalis sampai ke depan ileum kiri bersambung dengan kolon sigmoid
5. Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)
Kolon sigmoid merupakan lanjutan kolon desendens, terletak miring dalam rongga pelvis
sebelah kiri,bentuknya menyerupai huruf S, ujung bawahnya berhubungan dengan rectum.

g. Rektum

Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah sebuah ruangan yang
berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi
sebagai tempat penyimpanan sementara feses.
Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada
kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul
keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan
material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk
melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus
besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode
yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.
Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang
lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda buang
air besar.

h. Anus.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari
tubuh. Anus terletak di dasar pelvis, dindingnya diperkuat oleh 3 sfingter.
1) Sfingter ani internus (sebelah atas), bekerja tidak menuruti kehendak.
2) Sfingter levator ani , bekerja juga tidak menuruti kehendak
3) Sfingter ani eksternus ( sebelah bawah), bekerja menuruti kehendak.
Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagiannya lagi dari usus.
Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui
proses defekasi (buang air besar) , yang merupakan fungsi utama anus.
2.1.3 Etiologi Thypoid Abdominalis

Etiologi typus abdominalis adalah salmonella typhi, salmonella paratyphiA,


salmonella paratyphi B, salmonella paratyphi C (Arif Mansjoer, 2003), sedangkan menurut
Rampengan (2007) menyatakan bahwa penyakit ini disebabkan oleh infeksi kuman
salmonella typhosa/Eberthella typosa yang merupakan kuman gram negatif, tidak berkapsul,
mempunyai flagella, dan tidak membentuk spora. Kuman ini dapat hidup baik sekali pada
suhu tubuh manusia maupun suhu yang sedikit lebih rendah, serta mati pada suhu 700C
ataupun oleh antiseptik. Sampai saat ini, diketahui bahwa kuman ini hanya menyerang
manusia. Salmonella typhosa mempunyai tiga macam antigen, yaitu:

a. Antigen O= Ohne Hauch= antigen somatik (tidak menyebar).


b. Antigen H= Hauch (menyebar), terdapat pada flagella dan bersifat termolabil.
c. Antigen V1= Kapsul = merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan melindungi
antigen O terhadap fagositosis.

Ketiga jenis antigen tersebut di dalam tubuh manusia akan menimbulkan


pembentukan tiga macam antibody yang lazim disebut aglutinin.

2.1.4 Patofisiologi
Bakteri salmonella typhi masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan air yang
tercemar. Sebagian kuman dihancurkan oleh asam lambung, dan sebagian masuk ke usus
halus, mencapai plague peyeri di ileum terminalis yang hipertrofi. Salmonella typhi
memiliki fimbria khusus yang dapat menempel ke lapisan plague peyeri, sehingga bakteri
dapat di fagositosis. Setelah menempel, bakteri memproduksi protein yang mengganggu
brush bonder usus dan memaksa sel usus untuk membentuk kerutan membran yang akan
melapisi bakteri dalam vesikel. Bakteri dalam vesikel akan menyebrang melewati
sitoplasma sel usus dan di presentasikan ke makrofag (Wibisono et al, 2014). Kuman
memiliki berbagai mekanisme sehingga dapat terhindar dari serangan system imun
seperti polisakarida kapsul Vi. Penggunaan makrofag sebagai kendaraan dan gen
Salmonella patogencity Island 2 (SPI2) (Wibisono et al, 2014). Setelah sampai kelenjar
getah bening mensenterika, kuman kemudian masuk ke aliran darah melalui duktus
torasikus sehingga terjadi bakteremia pertama yang asimtomatik. Salmonella typhi juga
bersarang dalam sistem retikuloendotelial terutama hati dan limpa, dimana kuman
meninggalkan sel fagosit berkemang biak dan masuk sirkulasi darah lagi sehingga terjadi
bakteremia kedua dengan gejala sistemik. Salmonella typhi menghasilkan endotoksin
yang berperan dalam inflamasi lokal jaringan tempat kuman berkembang biak
merangsang pelepasan zat pirogendan leukosit jaringan sehingga muncul demam dan
gejala sistemik lain. Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah
sekitar plague peyeri. Apabila proses patologis semakin berkembang, perorasi dapat
terjadi (Wibisono et al, 2014).
2.1.5 Tanda dan Gejala Thypoid Abdominalis
Gejala Tifus

Secara umum, berikut ini adalah gejala-gejala penyakit tipes:

 Demam yang meningkat secara bertahap tiap hari hingga mencapai 39°C–40°C dan
biasanya akan lebih tinggi pada malam hari
 Nyeri otot
 Sakit kepala
 Merasa tidak enak badan
 Sakit perut
 Berat badan menurun
 Anoreksia
 Bradikardi Relatif
 Diare

Menyusul gejala klinis yang lain:

1. Demam (> 39 OC)


Demam berlangsung 3 minggu
a. Minggu I: Demam remiten, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore
dan malam hari
b. Minggu II: Demam terus
c. Minggu III: Demam mulai turun secara berangsur – angsur
2. Gangguan pada saluran pencernaan
a. Lidah kotor yaitu ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi kemerahan, jarang
disertai tremor
b. Hati dan limpa membesar yang nyeri pada perabaan
c. Terdapat konstipasi atau diare
3. Gangguan kesadaran
a. Kesadaran yaitu apatis – somnolen
b. Gejala lain “ROSEOLA” (bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler
kulit)
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik
Menurut Suriadi & Yuliani (2006) pemeriksaan penunjang Thypoid Abdominalis
adalah :
1. Pemeriksaan darah tepi Leokopenia, limfositosis, aneosinofilia, anemia,
trombositopenia.
2. Pemeriksaan sum-sum tulang Menunjukkan gambaran hiperaktif sumsum tulang.
3. Biakan empedu Terdapat basil salmonella typosa pada urin dan tinja. Jika pada
pemeriksaan selama dua kali berturut-turut tidak didapatkan basil salmonella typosa
pada urin dan tinja, maka pasien dinyatakan betul-betul sembuh.
4. Pemeriksaan widal Didapatkan titer terhadap antigen 0 adalah 1/200 atau lebih,
sedangkan titer terhadap antigen H walaupun tinggi akan akan dapat tetap tinggi
setelah dilakukan imunisasi atau bila penderita telah lama sembuh. Tujuan dari uji
widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutitnin dalam serum klien yang
disangka menderita typhoid.

2.1.7 Penatalaksaan
Menurut Ngastiyah (2005) & Ranuh (2013) pasien yang di rawat dengan
diagnosis observasi Thypoid Abdominalis harus dianggap dan diperlakukan langsung
sebagai pasien Thypoid Abdominalis dan di berikan pengobatan sebagai berikut:
1. Isolasi pasien, desinfeksi pakaian dan ekskreta
2. Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat sakit yang
lama, lemah, anoreksia, dan lain-lain
3. Istirahat selama demam sampai 2 minggu setelah suhu normal kembali
(istirahat total), kemudian boleh duduk, jika tidak panas lagi boleh berdiri
kemudian berjalan diruangan
4. Diet makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein.
Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang dan
tidak menimbulkan gas.dianjurkan minum susu 2 gelas sehari. Apabila
kesadaran pasien menurun di berikan makanan cair, melalui sonde lambung.
Jika kesadaran dan nafsu makan anak baik dapat juga di berikan makanan
lunak.
5. Pemberian antibiotik Dengan tujuan menghentikan dan mencegah penyebaran
bakteri. Obat antibiotik yang sering di gunakan adalah :
a. Chloramphenicol dengan dosis 50 mg/kg/24 jam per oralatau dengan dosis
75 mg/kg/24 jam melalui IV dibagi dalam 4 dosis. Cloramhenicol dapat
menyembuhkan lebih cepat tetapi relapse terjadi lebih cepat pula dan obat
tersebut dapat memberikan efek samping yang serius
b. Ampicillin dengan dosis 200 mg/kg/24 jam melalui IV di bagi dalam 6
dosis. Kemampuan obat ini menurunkan demam lebih rendah dibandingkan
dengan chloramphenicol
c. Amoxicillin dengan dosis 100mg/kg/24 jam per os dalam3 dosis
d.Trimethroprim-sulfamethoxazol masing-masing dengan dosis 50 mg
SMX/kg/24 jam per os dalam 2 dosis,merupakan pengobatan klinik yang
efisien
e. Kotrimoksazol dengan dosis 2x 2 tablet (satu tablet mengandung 400mg
sulfamethoxazole dan 800 mg trimetroprim.Efektifitas obat ini hampir sama
dengan cloromphenicol.

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA KONSEP DASAR ASKEP

3.1. Pengkajian
Proses keperawatan adalah rangkaian tindakan asuhan keperawatan yang harus di
lakukan perawat secara sistematis, sinambung, terencana, dan profesional. Mulai dari
mengidentifikasi masalah kesehatan klien, merencanakan tindakan, mengurangi atau mencegah
terjadinya masalah baru, melaksanakan tindakan keperawatan, hingga mengevaluasi keberhasilan
dari tindakan tersebut.
Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan. Fase proses
keperawatan ini cukup dua langkah: Pengumpulan data dari sumber primer (klien) dan sumber
sekunder (keluarga, tenaga kesehatan), dan analisis data sebagai dasar untuk diagnosa
keperawatan (Rohmah, 2009).
1.Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah kegiatan untuk menghimpun informasi tentang status kesehatan
klien (Rohmah,2009).
a. Identitas klien Meliputi : nama, umur , jenis kelamin, suku/bangsa, agama,
pendidikan, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa medis,
status dan alamat.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utaman Pada penyakit Thypoid Abdominalis harus dikaji gejala dan
tanda meningkatnya suhu tubuh yang intermiten dan nyeri perut serta penurunan
kesadaran. Gejala tersebut sebagai data penunjang untuk menegakan diagnose
infeksi kuman salmonella pada tubuh.
2) Riwayat kesehatan sekarang Meliputi pengembangan dari pengaruh utama
yang terdiri dari :
a) Provokative /palliative yaitu faktor penyebab keluhan pada Thypoid
Abdominalis kuman salmonella masuk ke dalam tubuh melalui makanan atau
minuman yang tercemar kemudian setelah masa inkubasi akan muncul gejala dan
biasanya gejala dirasakan semakin berat apabila kondisi tubuh dalam keadaan
lemah.
b) Qualitative /quantity bagaimana gejala dirasakan? Apakah menyebar atau
lokal, berapa kali gejala dirasakan?
c) Region Dibagian mana gejala dirasakan , apakah gejala dirasakan menyebar
kebagian lain? Adanya nyeri perut biasanya akan terasa pada daerah perut bagian
atas.
d) Skala Seberapa parah gejala dirasakan, apakah masih dalam batas normal atau
terasa nyeri hebat?
e) Time Kapan gejala timbul , seberapa sering gejala timbul ?
3) Riwayat Kesehatan Dahulu Jenis penyakit apakah yang dideritanya? apakah
pernah dirawat di RS? Apakah mempunyai riwayat alergi? Apakah pernah
sebelumnya penyakit sekarang di derita di masa lalu.
4) Riwayat kesehatan keluarga Apakah ada anggota keluarga yang sama
penyakitnya dengan pasien? Apakah keluarga mempunyai herediter seperti
diabetes melitus? di dalam riwayat kesehatan keluarga perlu dikaji secara spesifik
karena Thypoid Abdominalis merupakan penyakit menular yang hanya
memerlukan vektor yang sangat mudah yaitu air (Priharjo, 2006).
5) Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik dilakukan dengan melakukan inspeksi,
auskultasi, palpasi, dan perkusi. Adapun pengkajian fisik tersebut di lakukan
secara sistematis mulai dari kepala sampai ujung kaki.
1. Sistem pernafasan Tanda : respirator rate normal kecuali bila terjadi infeksi
sekunder yaitu bronkopneumonia, penggunaan obat bantu pernafasan
kemungkinan terjadi karena tirah baring yang lama, mukosa mulut kering.
2. Sistem Kardiovaskuler Tanda : takikardi, respon terhadap demam, proses
inflamasi dan nyeri.
3. Sistem pencernaan Tanda : pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir
kering dan pecah-pecah lidah ditutupi selaput putih kotor, ujung dan tepinya
kemerahan, pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan
limpa di sertai nyeri pada perabaan. Gejala : lidah kotor biasanya didapat
konstipasi bahkan dapat terjadi diare.
4. Sistem persyarafan Tanda : kesadaran penderita menurun walaupun tidak
seberapa dalam, yaitu apatis sampai samnolen , jarang terjadi sopor , coma,
gelisah. 5. Sistem penglihatan Komplikasi Thypoid Abdominalis tidak mengenai
system penglihatan . Apabila ada merupakan manifestasi dari gejala penyerta.
6. Sistem Genitourinaria Pada biakan urine di dapatkan bakterimia, pada
genetalia, eksternal tidak di dapatkan kelainan. Produksi urine normal, warna
jernih dan tidak di dapatkan hematuria. Frekuensi menurun, kandung kemih
kosong.
7. Sistem musculoskeletal Gejala : merasa lemah, kekuatan otot normal.
8. Sistem integument Kulit hangat , warna kulit normal . Suhu tubuh meningkat,
turgor kulit buruk.
9. Pola kebiasaan sehari-hari Pola makan akan berubah karena adanya mual dan
muntah, adanya penurunan berat badan , pola tidur pada pasien Thypoid
Abdominalis akan berubah karena adanya nyeri pada perut dan kecemasan,
personal hygiene kurang terawat, pola BAB pada pasien Thypoid Abdominalis
berubah kemungkinan adanya diare atau konstipasi, pola BAK mungkin terjadi
anuria karena dehidrasi karena diare yang berat. Demikian pula dengan pola
aktivitas dan kebiasaan akan mengalami perubahan dikarenakan adanya gangguan
pada pola-pola tersebut diatas (Nursalam, 2008)
2. Analisa Data
Analisa data merupakan tahap penting yang kita lakukan setelah data klien terkumpul
sehingga berguna untuk menegakkan masalah atau kebutuhan klien (Prihardjo, 2006).

3.2.2 Fokus Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan yang menjelaskan respons manusia (status
kesehatan atau risiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara
akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga
status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah, dan mengubah (Nurarif .A.H, 2015).
Diagnosa yang mungkin muncul pada klien typhus abdominalis berdasarkan prioritas masalah
adalah :

Tabel 3.2.2 Diagnosa Keperawatan


NO Diagnosa Keperawatan Batasan Karakteristik

1. Hipertermi Batasan Karakteristik:


Definisi : suhu tubuh naik di atas rentang a.kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal
normal b. serangan atau konvulsi (kejang)
c. kulit kemerahan
d. pertambahan RR
e. takikardi
f. saat disentuh tangan terasa hangat Faktor
faktor yang berhubungan :
a. penyakit/ trauma
b. peningkatan metabolisme
c. aktivitas yang berlebih
d. pengaruh medikasi/anastesi
e. ketidakmampuan/penurunan kemampuan
untuk berkeringat
f. terpapar dilingkungan panas
g. dehidrasi
h. pakaian yang tidak tepat

2. Devisit volume cairan Batasan Karakteristik :


Definisi : Penurunan cairan intravaskuler, a. Kelemahan
interstisial, dan/atau intrasellular. Ini b. Haus
mengarah ke dehidrasi, kehilangan cairan c. Penurunan turgor kulit/lidah
dengan pengeluaran sodium d. Membran mukosa/kulit kering
e. Peningkatan denyut nadi, penurunan
tekanan darah, penurunan volume/tekanan
nadi
f. Pengisian vena menurun
g. Perubahan status mental
h. Konsentrasi urine meningkat
i. Temperatur tubuh meningkat
j. Hematokrit meninggi
k. Kehilangan berat badan seketika (kecuali
pada third spacing) Faktor yang berhubungan:
Kehilangan volume cairan secara aktif,
Kegagalan mekanisme pengaturan.

3. Nyeri akut Batasan karakteristik :


Definisi : Sensori yang tidak menyenangkan a. Laporan secara verbal atau non verbal
dan pengalaman emosional yang muncul b. Fakta dari observasi
secara aktual atau potensial kerusakan c. Posisi antalgic untuk menghindari nyeri
jaringan atau menggambarkan adanya d. Gerakan melindungi
kerusakan (Asosiasi Studi Nyeri e. Tingkah laku berhati-hati
Internasional): serangan mendadak atau f. Muka topeng
pelan intensitasnya dari ringan sampai g. Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek,
berat yang dapat diantisipasi dengan akhir sulit atau gerakan kacau, menyeringai)
yang dapat diprediksi dan dengan durasi h. Terfokus pada diri sendiri
kurang dari 6 bulan. i. Fokus menyempit (penurunan persepsi
waktu, kerusakan proses berpikir, penurunan
interaksi dengan orang dan lingkungan)
j. Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan,
menemui orang lain dan/atau aktivitas,
aktivitas berulang-ulang)
k. Respon autonom (seperti diaphoresis,
perubahan tekanan darah, perubahan nafas,
nadi dan dilatasi pupil)
l. Perubahan autonomic dalam tonus otot
(mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku)
m. Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah,
merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)
n. Perubahan dalam nafsu makan dan minum
Faktor yang berhubungan : Agen injuri (biologi,
kimia, fisik, psikologis)
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari Batasan karakteristik :
kebutuhan tubuh a. Berat badan 20 % atau lebih di bawah ideal
Definisi : Intake nutrisi tidak cukup untuk b. Dilaporkan adanya intake makanan yang
keperluan metabolisme tubuh. kurang dari RDA (Recomended Daily
Allowance) c. Membran mukosa dan
konjungtiva pucat
d. Kelemahan otot yang digunakan untuk
menelan/mengunyah
e. Luka, inflamasi pada rongga mulut
f. Mudah merasa kenyang, sesaat setelah
mengunyah makanan
g. Dilaporkan atau fakta adanya kekurangan
makanan
h. Dilaporkan adanya perubahan sensasi rasa
i. Perasaan ketidakmampuan untuk mengunyah
makanan
j. Miskonsepsi
k. Kehilangan BB dengan makanan cukup
l. Keengganan untuk makan
m. Kram pada abdomen
n. Tonus otot jelek
o. Nyeri abdominal dengan atau tanpa patologi
p. Kurang berminat terhadap makanan
q. Pembuluh darah kapiler mulai rapuh
r. Diare dan atau steatorrhea
s. Kehilangan rambut yang cukup banyak
(rontok)
t. Suara usus hiperaktif
u. Kurangnya informasi, misinformasi
Faktor yang berhubungan : Ketidakmampuan
pemasukan atau mencerna makanan atau
mengabsorpsi zat-zat gizi berhubungan dengan
faktor biologis, psikologis atau ekonomi.
5. Intoleransi aktivitas Batasan karakteristik :
Definisi: Ketidakcukupan energi secara a. Melaporkan secara verbal adanya kelelahan
fisiologis maupun psikologis untuk atau kelemahan.
meneruskan atau menyelesaikan aktifitas b. Respon abnormal dari tekanan darah atau
yang diminta atau aktifitas sehari hari. nadi terhadap aktifitas
c. Perubahan EKG yang menunjukkan aritmia
atau iskemia
d. Adanya dyspneu atau ketidaknyamanan saat
beraktivitas.
Faktor yang berhubungan :
a. Tirah Baring atau imobilisasi
b.Kelemahan menyeluruh
c. Ketidakseimbangan antara suplei oksigen
dengan kebutuhan
d. Gaya hidup yang dipertahankan.
6. Devisit perawatan diri : mandi Batasan karakteristik :
Definisi : Gangguan kemampuan untuk a. Ketidakmampuan untuk membasuh tubuh
melakukan ADL pada diri b. Ketidakmampuan mengakses kamar mandi
c. Ketidakmampuan mengambil perlengkapan
mandi
d. Ketidakmampuan mengatur air mandi
e. Ketidakmampuan menjangkau sumber air
f. Ketidakmampuan mengeringkan tubuh
Faktor yang berhubungan : ansietas,
kelemahan, nyeri, penurunan motivasi,
gangguan kognitif, gangguan muskuloskeletal,
kendala lingkungan, gangguan fungsi kognitif,
ketidakmampuan merasakan bagian tubuh.
3.2.3 Fokus Intervensi Keperawatan
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang telah dirumuskan, penulis menyusun kriteria
hasil yang berpedoman pada SMART yaitu S (Specific) dimana tujuan harus spesifik dan tidak
menimbulkan arti ganda, M (Measurable) dimana tujuan keperawatan harus dapat diukur
khususnya tentang perilaku pasien (dapat dilihat, didengar, diraba, dirasakan), A (Achievable)
dimana harus dapat dicapai, R (Reasonable) dimana tujuan harus dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah, T (Time) dimana mempunyai batasan waktu yang jelas (Nursalam, 2008).
Pembuatan kriteria hasil dan intervensi atau perencanaan tindakan adalah tahap ketiga
dari proses keperawatan. Setelah penulis mengkaji kondisi pasien menetapkan diagnosa
keperawatan, penulis perlu membuat rencana tindakan dan tolak ukur yang akan digunakan
untuk mengevaluasi perkembangan pasien (Debora, 2011).
Intervensi keperawatan adalah panduan untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari
klien atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat. Intervensi dilakukan dengan ONEC yaitu
(Observasi) adalah rencana tindakan mengkaji atau melaksanakan observasi terhadap kemajuan
klien untuk memantau secara langsung yang dilakukan secara kontinue, (Nursing) adalah
rencana tindakan yang dilakukan untuk mengurangi, memperbaiki dan mencegah perluasan
masalah, (Education) adalah rencana tindakan yang berbentuk pendidikan kesehatan, dan
(Colaboration) adalah tindakan medis yang dilimpahkan pada perawat (Rohman, 2012).

Tabel 3.2.3 Intervensi Keperawatan


Diagnosa Keperawatan Nursing Outcome Nursing Intervention
Classification (NOC) Classification (NIC)
Hipertermia NOC : Fever treatment
Thermoregulation 1. Monitor suhu sesering
Kriteria Hasil : mungkin
1. Suhu tubuh dalam rentang
2. Monitor IWL
normal
3. Monitor warna dan suhu kulit
2. Nadi dan RR dalam rentang
4. Monitor tekanan darah, nadi
normal
dan RR
3. Tidak ada perubahan warna
kulit dan tidak ada pusing, merasa
5. Monitor penurunan tingkat

nyaman kesadaran
6. Monitor WBC, Hb, dan Hct
7. Monitor intake dan output
8. Berikan anti piretik
9. Berikan pengobatan untuk
mengatasi penyebab demam
10. Selimuti pasien
11. Lakukan tapid sponge
12. Berikan cairan intravena
13. Kompres pasien pada lipat
paha dan aksila
14. Tingkatkan sirkulasi udara
15. Berikan pengobatan untuk
mencegah terjadinya menggigil
Temperature regulation
16. Monitor suhu minimal tiap 2
jam 17. Rencanakan monitoring
suhu secara kontinyu
18. Monitor TD, nadi, dan RR
19. Monitor warna dan suhu kulit
20. Monitor tanda-tanda
hipertermi dan hipotermi
21. Tingkatkan intake cairan dan
nutrisi
22. Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya kehangatan
tubuh
23. Ajarkan pada pasien cara
mencegah keletihan akibat panas
24. Diskusikan tentang
pentingnya pengaturan suhu dan
kemungkinan efek negatif dari
kedinginan
25. Beritahukan tentang indikasi
terjadinya keletihan dan
penanganan emergency yang
diperlukan
26. Ajarkan indikasi dari
hipotermi dan penanganan yang
diperlukan 27. Berikan anti
piretik jika perlu Vital sign
Monitoring
28. Monitor TD, nadi, suhu, dan
RR 29. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
30. Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau berdiri
31. Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
32. Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
33. Monitor kualitas dari nadi
34. Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
35. Monitor suara paru
36. Monitor pola pernapasan
abnormal
37. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
38. Monitor sianosis perifer
39. Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
40. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
Devisit volume cairan NOC: Fluid management
1. Fluid balance 1. Pertahankan catatan intake dan
2. Hydration output yang akurat
3. Nutritional Status : Food and 2. Monitor status hidrasi
Fluid Intake ( kelembaban membran mukosa,
Kriteria Hasil : nadi adekuat, tekanan darah
1. Mempertahankan urine output ortostatik ), jika diperlukan
sesuai dengan usia dan BB, BJ 3. Monitor hasil lab yang sesuai
urine normal, HT normal dengan retensi cairan (BUN , Hmt ,
2. Tekanan darah, nadi, suhu osmolalitas urin )
tubuh dalam batas normal 4. Monitor vital sign
3. Tidak ada tanda tanda 5. Monitor masukan makanan /
dehidrasi, Elastisitas turgor kulit cairan dan hitung intake kalori
baik, membran mukosa lembab, harian
tidak ada rasa haus yang 6. Kolaborasi pemberian cairan IV
berlebihan 7. Monitor status nutrisi
8. Berikan cairan
9. Berikan diuretik sesuai interuksi
10. Berikan cairan IV pada suhu
ruangan
11. Dorong masukan oral
12. Berikan penggantian nesogatrik
sesuai output
13. Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
14. Tawarkan snack ( jus buah, buah
segar )
15. Kolaborasi dokter jika tanda
cairan berlebih muncul meburuk
16. Atur kemungkinan tranfusi
17. Persiapan untuk tranfusi
Nyeri akut NOC 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
1. Pain Level komprehensif termasuk lokasi,
2. Pain control karakteristik, durasi, frekuensi,
3. Comfort level kualitas dan faktor presipitasi
Kriteria Hasil : 2. Observasi reaksi nonverbal dari
1. Mampu mengontrol nyeri ketidaknyamanan
(tahu penyebab nyeri, mampu 3. Gunakan teknik komunikasi
menggunakan tehnik terapeutik untuk mengetahui
nonfarmakologi untuk pengalaman nyeri pasien
mengurangi nyeri, mencari 4. Kaji kultur yang mempengaruhi
bantuan) respon nyeri
2. Melaporkan bahwa nyeri 5. Evaluasi pengalaman nyeri masa
berkurang dengan menggunakan lampau
manajemen nyeri 6. Evaluasi bersama pasien dan tim
3. Mampu mengenali nyeri kesehatan lain tentang
(skala, intensitas, frekuensi dan ketidakefektifan kontrol nyeri masa
tanda nyeri) lampau
4. Menyatakan rasa nyaman 7. Bantu pasien dan keluarga untuk
setelah nyeri berkurang 5. Tanda mencari dan menemukan dukungan
vital dalam rentang normal 8. Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
9. Kurangi faktor presipitasi nyeri
10. Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologi, non farmakologi
dan inter personal)
11. Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan intervensi
12. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
13. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
14. Evaluasi keefektifan kontrol
nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan dokter
jika ada keluhan dan tindakan nyeri
tidak berhasil 1
7. Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri
Ketidakseimbangan NOC : Weight Management
nutrisi kurang dari 1. Nutritional Status : food and 1. Diskusikan bersama pasien
kebutuhan tubuh Fluid Intake mengenai hubungan antara intake
2. Nutritional Status : nutrient makanan, latihan, peningkatan BB
Intake dan penurunan BB
3. Weight control 2. Diskusikan bersama pasien
Kriteria Hasil : mengani kondisi medis yang dapat
2. Mengerti factor yang mempengaruhi BB
meningkatkan berat badan 3. Diskusikan bersama pasien
3. Mengidentfifikasi tingkah laku mengenai kebiasaan, gaya hidup
dibawah kontrol klien dan factor herediter yang dapat
4. Memodifikasi diet dalam mempengaruhi BB
waktu yang lama untuk 4. Diskusikan bersama pasien
mengontrol berat badan mengenai risiko yang berhubungan
5. Penurunan berat badan 1-2 dengan BB berlebih dan penurunan
pounds/mgg BB
6. Menggunakan energy untuk 5. Dorong pasien untuk merubah
aktivitas sehari hari kebiasaan makan 6. Perkirakan BB
badan ideal pasien Nutrition
Management 1. Kaji adanya alergi
makanan 2. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
pasien 3. Anjurkan pasien untuk
meningkatkan intake Fe
4. Anjurkan pasien untuk
meningkatkan protein dan vitamin
C 5. Berikan substansi gula
6. Yakinkan diet yang dimakan
mengandung tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
7. Berikan makanan yang terpilih
( sudah dikonsultasikan dengan ahli
gizi)
8. Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan harian.
9. Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
10. Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
11. Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan
Intoleransi aktivitas NOC : Energy Management
1. Energy conservation 1. Observasi adanya pembatasan
2. Self Care : ADLs klien dalam melakukan aktivitas
Kriteria Hasil : 2. Dorong anal untuk
1. Berpartisipasi dalam aktivitas mengungkapkan perasaan terhadap
fisik tanpa disertai peningkatan keterbatasan
tekanan darah, nadi dan RR 3. Kaji adanya faktor yang
2. Mampu melakukan aktivitas menyebabkan kelelahan
sehari hari (ADLs) secara mandiri 4. Monitor nutrisi dan sumber
energi tangadekuat
5. Monitor pasien akan adanya
kelelahan fisik dan emosi secara
berlebihan
6. Monitor respon kardivaskuler
terhadap aktivitas
7. Monitor pola tidur dan lamanya
tidur/istirahat pasien
Activity Therapy
1. Kolaborasikan dengan Tenaga
Rehabilitasi Medik dalam
merencanakan progran terapi yang
tepat
2. Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas yang
mampu dilakukan
3. Bantu untuk memilih aktivitas
konsisten yangsesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi dan
sosial
4. Bantu untuk mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
5. Bantu untuk mendpatkan alat
bantuan aktivitas seperti kursi roda
6. Bantu untu mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
7. Bantu klien untuk membuat
jadwal latihan diwaktu luang
8. Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
9. Sediakan penguatan positif bagi
yang aktif beraktivitas
10. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi diri dan
penguatan
11. Monitor respon fisik, emoi,
social dan spiritual
Devisit perawatan diri NOC : Self Care assistane : ADLs
Self care : Activity of Daily Living 1. Monitor kemampuan klien untuk
(ADLs) perawatan diri yang mandiri
Kriteria Hasil : 2. Monitor kebutuhan klien untuk
1. Klien terbebas dari bau badan alatalat bantu untuk kebersihan
2. Menyatakan kenyamanan diri, berpakaian, berhias, toileting
terhadap kemampuan untuk dan makan
melakukan ADLs 3. Pertimbangkan usia klien jika
3. Dapat melakukan ADLS dengan mendorong pelaksanaan aktivitas
bantuan sehari-hari
4. Sediakan bantuan sampai klien
mampu secara utuh untuk
melakukan self-care
5. Dorong klien untuk melakukan
aktivitas sehari-hari yang normal
sesuai kemampuan yang dimiliki
6. Dorong untuk melakukan secara
mandiri, tapi beri bantuan ketika
klien tidak mampu melakukannya.
7. Ajarkan klien/ keluarga untuk
mendorong kemandirian, untuk
memberikan bantuan hanya jika
pasien tidak mampu untuk
melakukannya.
8. Berikan aktivitas rutin sehari- hari
sesuai kemampuan
9. Berikan peralatan kebersihan
pribadi (seperti: deodorant, sikat
gigi dan sabun mandi )
10. Ciptakan rutinitas aktivitas
perawatan diri

3.2.4 Implementasi
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-aktivitas yang telah dicatat
dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi/ pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat
waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan mencatat
respon pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan intervensi
keperawatan (Rohman, 2012).
Implementasi, yang merupakan komponen dari proses keperawatan, adalah kategori dari
perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang
diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan (Wijayaningsih, 2013).

1. Tindakan Keperawatan Mandiri Tindakan yang dilakukan tanpa pesanan Dokter.


Tindakan keperawatan mendiri dilakukan oleh perawat. Misalnya menciptakan
lingkungan yang tenang, mengompres hangat saat klien demam.

2. Tindakan Keperawatan Kolaboratif Tindakan yang dilakukan oleh perawat apabila


perawata bekerja dengan anggota perawatan kesehatan yang lain dalam membuat
keputusan bersama yang bertahan untuk mengatasi masalah klien.
3.2.5 Evaluasi
Langkah evaluasi dari proses keperawatan mengukur respon klien terhadap tindakan
keperawatan dan kemajuan klien kearah pencapaian tujuan. Evaluasi terjadi kapan saja perawat
berhubungan dengan klien. Penekanannya adalah pada hasil klien. Perawat mengevaluasi apakah
perilaku klien mencerminkan suatu kemunduran atau kemajuan dalam diagnosa keperawatan
(Wijayaningsih, 2013).
Evaluasi merupakan suatu proses kontinyu yang terjadi saat melakukan kontak dengan klien dan
penulis menggunakan metode sesuai teori (SOAP) yaitu S (Subyektif) berisi data dari pasien melalui
anamnesis atau wawancara yang merupakan ungkapan langsung, O (Obyektif) analisa dan interpretasi, A
(Asesment) berdasarkan data yang terkumpul kemudian dibuat kesimpulan yang meliputi diagnosis,
antisipasi atau laboratorium serta potensial perlu tidaknya dilakukan tindakan segera, P (Planing)
merupakan rencana dari tindakan yang akan diberikan termasuk asuhan mandiri, kolaborasi, diagnosis,
atau laboratorium serta konseling untuk tindak lanjut (Potter dan Perry, 2009).
Pada saat akan melakukan pendokumentasian, menggunakan SOAP, yaitu :
S : Data subyektif merupakan masalah yang diutarakan klien
O : Data obyektif merupakan tanda klinik dan fakta yang berhubungan dengan diagnosa
keperawatan.
A : Analisis dan diagnosa.
P : Perencanaan merupakan pengembangan rencana untuk yang akan datang dari intervensi.
BAB IV
TINJAUAN KASUS

Pada BAB ini penulis akan membahas tentang Tinjauan hasil Studi Kasus dari
pelaksanaan asuhan keperawatan dengan gangguan Thypoid Abdominalis pada Tn, S di
ruang Bougenville kelas I rumah sakit abadi Padang. Dalam mengulas kasus ini penulis
menggunakan pendekatan dengan proses Asuhan Keperawatan yang dimulai dari
pengkajian sampai evaluasi. Adapun proses Asuhan Keperawatan itu sebagai berikut :

4.1 Pengkajian
Tanggal Pengkajian : 8 Agustus 2021
Tanggal masuk klien : 7 Agustus 2021
Ruang / Kelas : Bougenville / I
Diagnosa Medis : Thypoid Abdominalis
4.1.1 Identitas Pasien

Nama Klien : Tn. S

Jenis kelamin/ Umur : Laki-laki / 30 tahun

Status Perkawinan : Kawin

Agama : Islam

Suku bangsa : Jawa

Pendidikan : D3

Bahasa yg digunakan : Bahasa Indonesia

Pekerjaan : Karyawan Swasta

Alamat : Grand City, Jakarta Timur

Sumber Informasi (Klien / Keluarga) : Klien dan Keluarga

4.1.2 Pengkajian

1. Riwayat kesehatan sekarang

a. Keluhan utama Klien mengatakan badannya panas

b. Riwayat keluhan utama Klien mengatakan sudah demam dua hari sebelum di rawat di
Puskesmas Lepo-Lepo. Bersifat turun naik demam yang dirasakan disertai pusing, sakit
kepala, mual, anoreksia, demam yang dirasakan terjadi pada sore hari menjelang malam
dan berkurang apabila klien beristirahat dan minum obat, namum berkurang hanya
sementara.

c. Upaya yang telah dilakukan Klien mengatakan hanya meminum obat paracetamol 1
kali sehari dan tidak ada perubahan yang dirasakan.

d. Terapi/operasi yang pernah dilakukan Klien mengatakan tidak pernah mendapatkan


tindakan operasi.
2. Riwayat kesehatan masa lalu Klien mengatakan belum pernah mengalami penyakit
berat yang diderita, belum pernah di rawat di RS, klien belum pernah operasi. Klien
mengatakan tidak ada alergi pada obat-obatan ataupun pada makanan, klien mengatakan
perokok aktif.

3. Riwayat kesehatan keluarga Klien mengatakan keluarga dari ayahnya ada yang pernah
menderita dengan penyakit yang sama dan tidak ada anggota keluarga yang serumah
menderita penyakit yang sama dengan klien saat ini.

4. Observasi dan pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum Keadaan umum lemah

b. Kesadaran Tingkat kesadaran composmentis

c. Tanda-tanda vital TD : 90/70 mmHg N : 82x/menit

S : 39ºC P : 20x/menit

d. Berat badan: 54 kg tinggi badan: 160 cm

e. Pemeriksaan body systems

1) Pernafasan (B1: Breathing) Hidung terlihat simetris, tidak ada secret atau
cairan dan tidak ada polip, fungsi penciuman baik, serta dapat membedakan bau
minyak angin dan parfum. Bentuk dada simetris, palpasi dada tidak ada massa,
suara nafas vesikuler dan tidak terdapat suara tambahan, perkusi redup.

Klien mengatakan tidak ada keluahan pada pernafasan.

2) Cardiovaskuler (B2: Bleeding)

Tidak ada nyeri tekan ictus cordis teraba jelas tiga jari dibawah putting susu.
Perkusi dada redup. Suara jantung : normal S1 dan S2 tunggal regular.

Klien mengatakan tidak ada keluhan pada jantung.

3) Persyarafan (B3: Brain)


Glasgow Coma Scale (GCS) :15

E:4 V:5 M:6

Kepala dan wajah simetris, gerakan wajah normal, sklera putih, konjungtiva
anemis, pupil sama besarnya kiri dan kanan, kornea bening, bola mata simetris,
kelopak mata dapat membuka dan menutup secara spontan, kemampuan
penglihatan baik dan tatapan terlihat lemah dan sayu. Telinga simetris tanpa
adanya serumen. Lidah kotor berselaput putih, bibir kering dan pecah-pecah. tidak
ada caries gigi. Leher dan bahu terlihat simetris, tidak ada pembengkakan, tidak
ada pembesaran kelenjar tiroid. klien dapat menelan dengan baik. Persepsi
Sensori pendengaran telinga kiri dan kanan fungsi pendengaran baik, fungsi
penciuman baik, serta dapat membedakan bau minyak angin dan parfum,
pengecapan baik dengan mampu membedakan manis asin dan pahit, penglihatan
kiri dan kanan melihat secara normal, klien mampu membedakan panas, dingin
atau ada nyeri. Klien tidak ada disorientasi baik pada waktu, tempat dan orang.

4) Perkemihan-Eliminasi (B4: Bladder)


Produksi urine : ± 1000 ml/hari, frekuensi BAK klien 3-4x/hari, urine warna
kuning bening dengan bau khas amoniak. Klien mengatakan tidak ada
gangguan pada pola eliminasi urine.
5) Pencernaan-Eliminasi (B5: Bowel)
Tidak ada radang pada mulut, gigi terlihat kotor, tidak ada nyeri tekan, tidak
ada nyeri saat menelan dan tidak ada peradangan pada tenggorokan. Pada
abdomen tidak ada nyeri, kembung pada perut, peristaltik usus 14 x/menit.
Klien mengatakan dalam dua hari hanya satu kali BAB. Klien mengatakan
mual tanpa disertai muntah.
6) Tulang-Otot-Integumen (B6: Bone)
Pergerakan sendi klien terbatas dengan kekuatan otot kiri dan kakan 5/5,
tonus ototnya baik. Ekstremitas atas tidak ada nyeri otot, tidak ada kaku pada
persendian, tidak ada nyeri persedian pada bahu, tidak ada fraktur dan tidak
menggunakan alat bantu. Ekstremitas bawah tidak ada nyeri otot, tidak ada
nyeri persedian pada daerah lutut dan sendi kaki, tidak ada fraktur dan tidak
menggunakan alat bantu. Klien terlihat merah, tidak ada ikterik, sianosis,
kemerahan dan pigmentasi pada kulit, Kulit teraba hangat, turgor kulit cukup
kembali dalam waktu ≤ 3 detik dan tidak ada jaringan parut, laserasi, ulserasi,
ekimosis dan lepuh, kulit bersih.
7) Sistem endokrin
Tidak ada masalah pada hormon.
8) Sistem reproduksi
Tidak ada keluhan pada reproduksi.

5. Pola Aktivitas

a. Makan Frekuensi makan klien 3x/hari dengan porsi tidak dihabiskan, jenis menu, nasi,
ikan, sayur yang disediakan Puskesmas klien tidak ada alergi pada makanan.

b. Minum Frekuensi minum klien 6-7 gelas/hari, jenis minuman air putih klien tidak ada
pantangan atau alergi minuman

c. Kebersihan perorangan

Klien mengatakan selama sakit belum pernah mandi, klien mengatakan selama sakit
belum pernah sikat gigi, klien hanya mengganti pakaian dan dibantu keluarga.

d. Istrahat dan aktivitas

Klien tidur siang selama 1 jam mulai jam 13.00 s/d jam 14.00 dan tidur malam selama 7
jam : jam 22.00 s/d jam 05.00, tidak ada gangguan pada tidur. Klien mengatakan di bantu
keluarga saat ke kamar mandi.

6. Psikososial
a. Sosial/interaksi Klien mengatakan mendapat dukungan penuh dari keluarga, klien
kooperatif saat berinteraksi kepada perawat dan keluarga. Tidak ada konflik yang terjadi
baik berupa konflik peran, nilai dan lainnya.

b. Psikologis Klien mengatakan paham sedikit tentang penyakit yang dideritanya namun
tidak mengerti cara pengobatan yang diberukan untuk penyembuhan penyakitnya dan
klien mengatakan berharap bias cepat sembuh dan bisa beraktivitas seperti biasanya.

c. Spiritual Tidak ada masalah dalam beribadah. Klien aktif dalam beribadah
menjalankan kewajibannya.

7. Terapi yang diberikan saat ini

IVFD RL 20 Tpm

Cholorampenicol 4x500 mg/hari

Ranitidine inj/IV/12 jam

Paracetamol 3x500 mg/hari

8. Data pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Hematologi tanggal 5 juni 2018:

Hemoglobin : 14,5 (L 14-16)

Leukosit : 7.100 (4.000-10.000)

Eritrosit : 4,92 (4,5-5,5)

Trombosit : 265.000 (250.000-450.000)

HT : 40% (37-43%)

Pemeriksaan Imunoserologi 5 juni 2018:

Widal/Typhi
S. Typhi O : pos. 1/160 (1/80)

S. TyphiH : pos. 1/160 (1/80)

S. Paratyphi AH : pos. 1/160 (1/80)

S. Paratyphi BH : pos. 1/160 (1/80)

4.1.3 Data Fokus

Nama pasien : Tn. S

Ruang Rawat : Bougenvile

Tabel. 4.1.3 Data Fokus Pengkajian Keperawatan

DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF


1. Klien mengatakan badannya panas 1. Keadaan umum lemah

2. Klien mengatakan sudah demam dua hari 2. Kulit teraba hangat


dan bersifat turun naik demam yang
3. Widal/Typhi S. Typhi O: pos. 1/160 S.
dirasakan
TyphiH: pos. 1/160 S. Paratyphi AH: pos.
3. Klien mengatakan di bantu keluarga saat 1/160 S. Paratyphi BH: pos. 1/160
ke kamar mandi
4. Klien terlihat merah
4. Klien mengatakan selama sakit belum
5. Gigi kotor
pernah sikat gigi
6. Lidah : kotor berselaput putih
5. Klien mengatakan selama sakit belum
pernah mandi 7. TTV: TD : 90/70 mmHg, N: 82x/menit, S:
39ºC, P: 20x/menit

4.1.4 Rumusan Masalah

Nama pasien : Tn. S

Ruang Rawat : Bougenvile

Tabel. 4.1.4 Perumusan Masalah

No Data Kemungkinan Penyebab Masalah


(Pohon Masalah)
1. DS: Salmonella thyposa Hipetermi

Klien mengatakan badannya


panas Klien mengatakan
masuk saluran pencernaan
sudah demam dua hari dan
lambung, di serap oleh usus
bersifat turun naik demam
halus
yang dirasakan

DO:
Masuk peredaran darah
1. Keadaan umum lemah
kelenjar limfoid
2. Kulit teraba hangat

3. Klien terlihat merah


reaksi inflamasi
4. Widal/Typhi

S. Typhi O: pos. 1/160


reaksi inflamasi
S. TyphiH: pos. 1/160 parasimpatik

S. Paratyphi AH: pos. 1/160

S. Paratyphi BH: pos. 1/160 pelepasan zat piragen

5. TTV: TD : 90/70 mmHg,


N: 82x/menit, S: 39ºC,
P:20x/menit meningkatkan set. Point

suhu dihipotalamus

Demam

Hipertermi
2. DS: Salmonella thyposa Devisit perawatan diri :
mandi
Klien mengatakan selama
sakit belum pernah sikat gigi
masuk saluran pencernaan
Klien mengatakan selama
lambung, di serap oleh usus
sakit belum pernah mandi
halus
Klien mengatakan di bantu
keluarga saat ke kamar mandi
DO: Masuk peredaran darah

1. Keadaan umum lemah kelenjar limfoid

2. Gigi terlihat kotor.

3. Lidah : kotor berselaput reaksi inflamasi

putih

reaksi inflamasi
parasimpatik

gangguan pencernaan

Mual muntah

Anoreksia

Kelemahan
ADL terganggu

Devisit perawatan diri :


mandi

4.1.5 Diagnosa Keperawatan

1. Hipertermi berhubungan dengan penyakit, ditandai dengan :

DS: Klien mengatakan badannya panas Klien mengatakan sudah demam dua hari dan
bersifat turun naik demam yang dirasakan

DO: Keadaan umum lemah Kulit teraba hangat Klien terlihat merah

Widal/Typhi

S. Typhi O: pos. 1/160

S. TyphiH : pos. 1/160

S. Paratyphi AH: pos. 1/160

S. Paratyphi BH: pos. 1/160

TTV: TD : 90/70 mmHg, N: 82x/menit, S: 39ºC, P: 20x/menit

2. Devisit perawatan diri : mandi berhubungan dengan kelemahan, ditandai dengan :


DS: Klien mengatakan selama sakit belum pernah sikat gigi Klien mengatakan selama
sakit belum pernah mandi Klien mengatakan di bantu keluarga saat ke kamar mandi
DO: Keadaan umum lemah
Gigi terlihat kotor.
Lidah : kotor berselaput putih

4.1.6 Rencana Tindakan Keperawatan


RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

No Diagnosa Keperawatan Nursing Outcome Classification Nursing Intervention Classification


(NOC) (NIC)
Hipertermi berhubungan Setelah dilakukan tindakan Fever treatment
dengan penyakit, ditandai keperawatan selama 3x24 jam
1. Monitor suhu sesering mungkin
dengan : diharapkan suhu tubuh normal,
dengak kriteria hasil : 2. Monitor warna dan suhu kulit 3.
DS:
Monitor tekanan darah, nadi dan
1. Suhu tubuh dalam rentang
Klien mengatakan RR
normal
badannya panas Klien
4. Monitor penurunan tingkat
mengatakan sudah demam 2. Nadi dan RR dalam rentang
kesadaran
dua hari dan bersifat turun normal
naik demam yang 5. Berikan anti piretik
3. Tidak ada perubahan warna
dirasakan
kulit dan tidak ada pusing, 6. Berikan pengobatan untuk
DO: merasa nyaman mengatasi penyebab demam

1. Keadaan umum lemah 7. Kompres pasien pada lipat paha


dan aksila
2. Kulit teraba hangat
8. Tingkatkan sirkulasi udara
3. Klien terlihat merah
Temperature regulation

9. Monitor suhu minimal tiap 2 jam

10. Monitor warna dan suhu kulit


4. Widal/Typhi
11. Tingkatkan intake cairan dan
S. Typhi O: pos. 1/160 nutrisi

S. TyphiH: pos. 1/160 12. Identifikasi penyebab dari


perubahan vital sign
S. Paratyphi AH: pos.
1/160

S. Paratyphi BH: pos.


1/160

5. TTV: TD : 90/70
mmHg, N: 82x/menit, S:
39ºC,

P: 20x/menit

2. Devisit perawatan diri : Setelah dilakukan tindakan Self Care assistane : ADLs
mandi berhubungan keperawatan selama 3x24 jam
1. Monitor kemampuan klien untuk
dengan kelemahan, diharapkan Self care : Activity
perawatan diri yang mandiri
ditandai dengan : of Daily Living (ADLs), dengan
Kriteria hasil : 2. Monitor kebutuhan klien untuk
DS:
alat-alat bantu untuk kebersihan
1. Keadaan umum baik
Klien mengatakan selama diri, berpakaian, berhias, toileting
sakit belum pernah sikat 2. Klien tampak rapih dan bersih dan makan
gigi Klien mengatakan
3. Klien merasa nyaman 3. Pertimbangkan usia klien jika
selama sakit belum pernah
mendorong pelaksanaan aktivitas
mandi Klien mengatakan
sehari-hari
di bantu keluarga saat ke
kamar mandi 4. Sediakan bantuan sampai klien
mampu secara utuh untuk
DO:
melakukan self-care
1. Keadaan umum lemah
5. Dorong klien untuk melakukan
2. Gigi terlihat kotor. aktivitas sehari-hari yang normal
sesuai kemampuan yang dimiliki
3. Lidah : kotor berselaput
putih 6. Dorong untuk melakukan secara
mandiri, tapi beri bantuan ketika
klien tidak mampu melakukannya.

7. Ajarkan klien/ keluarga untuk


mendorong kemandirian, untuk
memberikan bantuan hanya jika
pasien tidak mampu untuk
melakukannya.

8. Berikan aktivitas rutin sehari-


hari sesuai kemampuan

9. Berikan peralatan kebersihan


pribadi (seperti: deodorant, sikat
gigi dan sabun mandi )

10. Ciptakan rutinitas aktivitas


perawatan diri

4.1.7 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

HARI, IMPLEMENTASI PARAF HARI, EVALUASI (SOAP) PARAF


DIAGNOSA
TANGGAL TANGGAL CI
KEPERAWAT
DAN JAM DAN JAM
A
8/8/2021 1. Memonitor suhu 9/8/2021 S:
09.30 sesering mungkin 09.30
1. Klien mengatakan
Hasil: Observasi perawat suhu tubuhnya
setiap 2 jam sekali, S : meningkat saat sore
39ºC hari. Klien
mengatakan setalah
2. Memonitor warna dan
minum obat suhu
suhu kulit
tubuh berangsur
Hasil : kulit teraba hangat, menurun
klien terlihat merah
O:
3. Memonitor tekanan
Keadaan umum
darah, nadi dan RR
cukup Tingkat
Hasil : TTV: TD 90/70 kesadaran
mmHg, N 82x/menit, P composmentis Kulit
20x/menit teraba hangat Klien

4. Memonitor penurunan nampak tenang

tingkat kesadaran Frekuensi minum 5-7


kali/ hari Frekuensi
Hasil : Keadaan umum
makan 3 kali/ hari
lemah, tingkat kesadaran
dengan porsi makan
composmentis
pagi di habiskan
TTV: TD 100/70
mmHg, N 80x/menit,
S 37,9ºC, P
5. Pemberian anti piretik
20x/menit
Hasil : Paracetamol 3x500
A: masalah belum
mg/hari
teratasi
6. Berikan pengobatan
P: intervensi 1, 2, 3,
untuk mengatasi penyebab
4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11
demam dan 12 di lanjutkan

Hasil : Pemberian obat anti


biotik 4x1 tablet/hari
(Cholorampenicol 4x500
mg/hari)

7. Mengompres pasien
pada lipat paha dan aksila

Hasil : Kompres hangat


pada aksila dan frontal

8. Meningkatkan sirkulasi
udara

Hasil : Sirkulasi udara


cukup

9. Memonitor suhu
minimal tiap 2 jam

Hasil : Observasi rutin


perawat S: 37,9ºC

10. Memonitor warna dan


suhu kulit

Hasil : kulit teraba hangat,


klien terlihat merah

11. Meningkatkan intake


cairan dan nutrisi

Hasil : Frekuensi minum


klien 6-7 gelas/hari,
Frekuensi makan klien
3x/hari dengan porsi tidak
dihabiskan

12. Identifikasi penyebab


dari perubahan vital sign

Hasil : peningkatan suhu


tubuh saat sore hari
menjelang malam
2. 8/8/2021 1. Memonitor kemampuan 9/8/2021 S:
09.45 klien untuk perawatan diri 09.45
Klien mengatakan ke
yang mandiri
kamar mandi untuk
Hasil : Klien hanya toileting masih di
mampu beraktivitas di bantu keluarga Klien
tempat tidur, makan secara mengatakan sudah
mandiri, ke kamar mandi mandi dengan cara
di bantu oleh keluarga, mengelap basah
klien belum mandi dan badan dan
menggosok gigi selama di menggosok gigi
rawat di Puskesmas sendiri Klien
mengatakan makan
2. Memonitor kebutuhan
dilakukan secara
klien untuk alat-alat bantu
mandiri.
untuk kebersihan diri,
berpakaian, berhias,
toileting dan makan.
O:
Hasil : Kebutuhan klien di
Keadaan umum
bantu keluarga dalam
cukup Klien nampak
mengganti pakaian setiap
tenang Klien terlihat
hari, aktivitas toileting di
bersih dan rapi Kulit
bantu keluarga, kebersihan
lembab sehabis mandi
klien masih kurang seperti
mandi gosok gigi, makan A : Masalah belum
dilakukan secara mandiri. teratasi
3. Pertimbangkan usia
P : Intervensi 1, 2, 4,
klien jika mendorong
5 , 6, 7, 8, 9, dan 10
pelaksanaan aktivitas
di lanjutkan
sehari-hari

4. Menyediakan bantuan
sampai klien mampu
secara utuh untuk
melakukan self-care

Hasil : Perawat dan


keluarga membantu klien
dalam proses pemenuhan
kebutuhan sehari-hari
klien

5. Dorong klien untuk


melakukan aktivitas
sehari-hari yang normal
sesuai kemampuan yang
dimiliki

Hasil : Saat ini klien


masih banyak di bantu
oleh keluarga dan perawat,
terlihat upaya klien untuk
bisa mandiri

6. Dorong untuk
melakukan secara mandiri,
tapi beri bantuan ketika
klien tidak mampu
melakukannya
Hasil : Motivasi
kemandirian klien

7. Ajarkan klien/ keluarga


untuk mendorong
kemandirian, untuk
memberikan bantuan
hanya jika pasien tidak
mampu untuk
melakukannya

Hasil : Motivasi
kemandirian klien untuk
memenuhi kebutuhannya

8. Berikan aktivitas rutin


sehari- hari sesuai
kemampuan.

Hasil : Membuat jadwal


aktivitas klien mandi dan
gosok gigi di bantu oleh
perawat dan kelurga

9. Berikan peralatan
kebersihan pribadi
(seperti: deodorant, sikat
gigi dan sabun mandi )

Hasil : Keluarga
menyiapkan kebutuhan
kebersihan klien

10. Ciptakan rutinitas


aktivitas perawatan diri
Hasil : Pelaksanaan
jadwal perawatan diri
klien pagi dan sore mandi
dan gosok gigi
1. 9/8/2021 1. Memonitor suhu 10/8/2021 S:
09.50 sesering mungkin 09.50
Klien mengatakan
Hasil: Observasi perawat tidak demam lagi
setiap 2 jam sekali, S : Klien mengatakan
37,9ºC suhu tubuhnya tidak
meningkat di sore
2. Memonitor warna dan
hari lagi
suhu kulit
O:
Hasil : kulit teraba hangat
Keadaan umum baik
3. Memonitor tekanan
Tingkat kesadaran
darah, nadi dan RR
composmentis Kulit
Hasil : TTV: TD 100/70 teraba hangat Klien
mmHg, N 80x/menit, S nampak tenang
37,9ºC, P 20x/menit Frekuensi minum 5-7

4. Memonitor penurunan kali/ hari Frekuensi

tingkat kesadaran makan 3 kali/ hari


dengan porsi makan
Hasil : Keadaan umum
pagi di habiskan
cukup, tingkat kesadaran
composmentis TTV: TD 100/80
mmHg, N 80x/menit,
5. Pemberian anti piretik
S 37,1ºC, P
Hasil : Paracetamol 3x500 18x/menit
mg/hari
A: masalah teratasi
6. Berikan pengobatan sebagian
untuk mengatasi penyebab
demam P: intervensi di
pertahankan
Hasil : Pemberian obat anti
biotik 4x1 tablet/hari
(Cholorampenicol 4x500
mg/hari)

7. Mengompres pasien
pada lipat paha dan aksila

Hasil : Kompres hangat


pada aksila dan frontal saat
merasa demam

8. Meningkatkan sirkulasi
udara

Hasil : Sirkulasi udara


cukup

9. Memonitor suhu
minimal tiap 2 jam

Hasil : Observasi rutin


perawat S: 37,2ºC

10. Memonitor warna dan


suhu kulit

Hasil : kulit teraba hangat

11. Meningkatkan intake


cairan dan nutrisi

Hasil : Frekuensi minum


klien 6-7 gelas/hari,
Frekuensi makan klien
3x/hari dengan porsi tidak
dihabiskan

12. Identifikasi penyebab


dari perubahan vital sign

Hasil : peningkatan suhu


tubuh saat sore hari
menjelang malam
2. 9/8/2021 1. Memonitor kemampuan 10/8/2021 S:
10.05 klien untuk perawatan diri 10.05
Klien mengatakan
yang mandiri
sudah mampu mandi
Hasil : klien mengatakan sendiri tanpa bantuan
makan, mengganti pakain lagi Klien
dilakukan secara mandiri, mengatakan sudah
mandi dan toileting masih mampu kekamar
perlu bantuan perawat dan mandi sendri Klien
keluarga mengatakan kadang
berjalan keluar
2. Memonitor kebutuhan
kedepan kamar
klien untuk alat-alat bantu
dirawat untuk
untuk kebersihan diri,
berjalan-jalan
berpakaian, berhias,
toileting dan makan. O:

Hasil : Kebutuhan klien di Keadaan umum baik


bantu keluarga dalam Kesadaran
aktivitas toileting dan composmentis Klien
mandi terlihat rapi Klien
tenang dan
3. Menyediakan bantuan
berkomunikasi
sampai klien mampu
dengan baik Aktivitas
secara utuh untuk
melakukan self-care klien dilakukan
secara mandiri
Hasil : Perawat dan
keluarga membantu klien A : masalah teratasi
dalam proses pemenuhan Sebagian
kebutuhan sehari-hari
P: intervensi di
klien
pertahankan
4. Dorong klien untuk
melakukan aktivitas
sehari-hari yang normal
sesuai kemampuan yang
dimiliki

Hasil : Klien terlihat


mulai mandiri dalam
beraktivitas dan sedikit
memerlukan bantuan

5. Dorong untuk
melakukan secara mandiri,
tapi beri bantuan ketika
klien tidak mampu
melakukannya

Hasil : Motivasi
kemandirian klien

6. Ajarkan klien/ keluarga


untuk mendorong
kemandirian, untuk
memberikan bantuan
hanya jika pasien tidak
mampu untuk
melakukannya

Hasil : Motivasi
kemandirian klien untuk
memenuhi kebutuhannya

7. Berikan aktivitas rutin


sehari- hari sesuai
kemampuan.

Hasil : Membuat jadwal


aktivitas klien mandi dan
gosok gigi di bantu oleh
perawat dan kelurga

8. Berikan peralatan
kebersihan pribadi
(seperti: deodorant, sikat
gigi dan sabun mandi )

Hasil : Keluarga
menyiapkan kebutuhan
kebersihan klien

9. Ciptakan rutinitas
aktivitas perawatan diri

Hasil : Pelaksanaan
jadwal perawatan diri
klien pagi dan sore mandi
dan gosok gigi
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah mempelajari teori-teori dari pengalaman langsung di lahan praktek melalui studi
kasus serta kesenjangan yang terjadi antara teori dan praktek tentang teori penyakit thypoid
abdominalis, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Umumnya klien thypoid abdominalis yang berkunjung ke Puskesmas setelah ada keluhan :
demam tinggi biasanya suhu tubuh meningkat pada malam hari dan menurun pagi hari, nyeri
kepala, lemah, lesu, nyeri otot pada minggu pertama, gangguan pada saluran cerna : halitosis
(bau nafas yang menusuk), bibir kering dan pecah-pecah lidah di tutupi selaput putih kotor
(coated tongue), metorismus, mual, tidak nafsu makan, hepatomegali, splenomegali yang disertai
nyeri perabaan. Gangguan kesadaran : penurunan kesadaran (apatis, somnolen) yang sama
ditemukan keluhan Tn. S saat pengkajian adanya, demam, bibir kering dan pecah-pecah lidah di
tutupi selaput putih kotor (coated tongue), dan lemah.

2. Diagnosa keperawatan pada kasus Tn. S masih sama terdapat pada teori antara lain adalah
hipertermi berhubungan dengan penyakit dan devisit perawatan diri : mandi berhubungan dengan
kelemahan.
3. Perencanaan tindakan keperawatan dilakukan secara komprehensif terstruktur masalah
keperawatan tersebut. Mulai degiatan intervensi ini meliputi: memprioritaskan masalah,
merumuskan tujuan, kriteria hasil serta tindakan keperawatan, pelaksanaan implementasi
keperawatan yang akan dilaksanakan sesuai rencana intervensi keperawatan, dan tidak adanya
kesenjangan antara teori dengan studi kasus untuk implementasi keperawatan.

4. Implementasi ini akan merumuskan respon terhadap implementasi yang diberikan kepada
klien untuk melanjutkan proses keperawatan yang telah ada. Seperti ditemukan pada respon di
hari pertama tindakan keperawatan pada tanggal 8 Agustus 2021 yang belum menunjukan
perubahan dalam tindakan keperawatan sehingga intervensi keperawatan tetap dilaksanakan dan
pada tanggal 9 Agustus 2021 sampai 10 Agustus 2021 terjadi perubahan kesehatan pada klien
dan implementasi keperawatan tetap dipertahankan.

5. Evalusi dari tindakan keperawatan yang dilakukan selama 3 hari terhitung mulai tanggal 8
Agustus 2021 sampai 10 Agustus 2021 selama 3x24 jam. Pada teori maupun kasus dalam
membuat evaluasi berdasarkan tujuan dan kriteria hasil yang dicapai. Dimana pada kasus penulis
memerlukan evalusi dari tindakan keperawatan yang dilakukan selama 3 hari terhitung mulai
tanggal 8 Agustus 2021 sampai 10 Agustus 2021 selama 3x24 jam. Ke dua diagnosa
keperawatan pada studi kasus taratasi sebagian dan intervensi tetap dipertahankan.

B. Saran

1. Untuk Klien dan Keluarga

Penyakit thypoid abdominalis merupakan gangguan pada sistem pencernaan yang


disebabkan oleh “Salmonella Typhi” dan masih merupakan penyakit yang terdapat baik secara
endemik maupun diberbagai negara dengan keadaan seperti ini untuk mengidentifikasi keadaan
dirinya. Pendidikan/penyuluhan kesehatan perlu ditingkatkan dan dilaksanakan secara intensif
kepada; individu, keluarga, kelompok, masyarakat, tentang cara penularan dan cara pencegahan,
pemberantasan, penanggulangan, pengobatan penyakit thypoid abdominalis, agar masyarakat
dapat berperan serta aktif untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatannya serta dapat
segera memeriksakan kesehatannya.

2. Untuk Petugas di Ruangan


Tingkatkan kerjasama dan komunikasi yang baik antara perawat dengan perawat, perawat
dengan klien, dalam melaksanakan Asuhan Keperawatan, sebab dengan adanya kerjasama dan
komunikasi yang baik akan memperlancar dalam tindakan perawatan. Selain itu perlu juga di
berikan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang baik , karena dalam hal ini manusia harus di
pandang sebagai makhluk bio-psiko-sosial dan spiritual.

DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah. Muhamad. 2012. Medikal Bedah untuk mahasiswa. DIVA Press: Jogjakarta

Dinas Kesehatan Kota Kendari, 2016. Laporan Data Angka Kesakitan 2016. Dinas
Kesehatan Kota Kendari: Kendari.

Dinas Kesehatan Kota Kendari, 2017. Laporan Data Angka Kesakitan 2017. Dinas
Kesehatan Kota Kendari: Kendari.

Dinas Kesehatan Provinsi Sultra, 2014. Laporan Data Angka Kesakitan 2015. Dinas
Kesehatan Provinsi Sultra: Kendari.

Debora. 2011. Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisisk. Jakarta: Salemba medika.

Inawati, 2017. Demam Tifoid. Artikel Kesehatan Departemen Patologi Anatomi Dosen
Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.

Kemenkes RI, 2011. Laporan Data Angka Demam Thypoid. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia Dinas: Jakarta.

Librianty, 2014. Gangguan Metabolisme Hipertermia. Artikel kesehatan diakses di


http://www.kerjanya.net padatanggal 10 Juni 2018 pukul 20.15 WIB.
Nelwan, 2012. Tata Laksana Terkini Demam Tifoid. Jurnal penelitian CDK-192/vol. 39
no. 4 Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam,
FKUI/RSCM-Jakarta.

Ngastiyah. (2006). Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC.

Nursalam. (2008). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak( Untuk Perawat dan Bidan).
Jakarta : Selemba Medika Pearce.

Pearce, Evelyn C.( 2009). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta :Gramedia.

Purba, dkk, (2017). Program Pengendalian Demam Tifoid di Indonesia: tantangan dan
peluang. Jurnal Penelitian Media Litbangkes, Vol. 26 No. 2, Juni 2016, 99 –
108.

Potter & Perry. 2009. Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Konsep, Proses dan Praktik
Volume 1 Edisi 4. EGC : Jakarta.

Priharjo, Robert. (2006). Pengkajian Fisik Keperawatan. Jakarta : EGC Republik


Indonesia, Ranuh, IG.N. Gde, 2013, Beberapa Catatan Kesehatan Anak,
Jakarta: CV Sagung Seto.

Rohmah, Nikmatur (2009). Proses Keperawatan Teori dan Aplikasi. Jakarta :Ar.Ruzz
media.

Rohman. 2012. Pedoman Praktik Keperawatan. EGC : Jakarta.

Suriadi dan Yulianni. (2006). Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2. Jakarta :Sagung
Seto Taylor.

Syaiful. (2015). Fungsi dan Peran Perawat dalam Menyelenggarakan Praktik Mandiri
di Kota Makassar. Makassar: Universitas Hasanuddin.

Wibisono Elita et al. (2014). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius.

Widagdo, (2012). Masalah Dan Tatalaksana Penyakit Anak Dengan Demam. Jakarta :
Sagung Seto.
Widoyono, (2011), Penyakit Tropis Epidimologi, Penuluran, Pencegahan &
pemberantasannya. Jakarta: Erlangga.

Wijayaningsih, Kartika sari. (2013). Standar Asuhan Keperawatan. Jakarta : CV. Trans
Info Media.

Yudi,G. (2008). Tinjauan umum Anamnesis Pediatri. Jakarta : FKUI.

http://repository.poltekkes-kdi.ac.id/761/1/Asuhan%20Keperawatan%20Pada%20Tn.%20A
%20dengan%20Gangguan%20Sistem%20Pencernaan%20Thypoid%20Abdominalis%20di
%20Ruang%20Bougenvile%20~0.pdf

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-iistaurita-5371-2-babii.pdf

https://123dok.com/document/z3lp5wdz-lp-thypoid.html

http://perpustakaan.poltekkes-malang.ac.id/assets/file/kti/P17210176028/11_BAB_1.pdf

Anda mungkin juga menyukai