Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN TYPOID

Dosen :

Brigita Ayu, S.Kep., Ns., M. Kep

Kelompok 6 :

Anggun Putri Zulkarnaen (3220213859)


Bella Septiani (3220213876)
Elma Riski Aprilia (3220213875)
Hilmi Fadhlurrohman Akbar (3220213880)
Inggi Ramaielda Kasteliana P (3220213882)
Nadya Zhafira Salsabila (3220213887)
Prita Ayu Ratna Kartika (3220213888)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NOTOKUSUMO YOGYAKARTA

2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
Keperawatan Medikal Bedah I tentang “Asuhan Keperawatan pada Pasien Typoid”.
Makalah Keperawatan Medikal Bedah I ini telah disusun dengan maksimal dan
dengan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Oleh karena itu, kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah
ikut serta membantu dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari itu semua, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak
kekurangan, baik dari segi kesehatan, susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu, dengan senang hati kami dapat menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar dapat
dilakukan perbaikan pada makalah ini sehingga menjadi lebih sempurna. Akhir kata, kami
harap semoga makalah Keperawatan Medikal Bedah I tentang “Asuhan Keperawatan pada
Pasien Typoid” ini dapat memberikan manfaat maupun pengetahuan terhadap pembaca
sekalian.

Yogyakarta, September 2022

Kelompok 6
BAB I

PENDAHULUAN
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tanda dan Gejala

Gejala demam tifoid sangat bervariasi, dari gejala ringan yang tidak memerlukan
perawatan hingga gejala berat yang memerlukan perawatan. Masa inkubasi demam tifoid
berlangsung antara 10-14 hari. Pada awal periode penyakit ini, penderita demam tifoid
mengalami demam. Sifat demam adalah meningkat perlahan- lahan terutama pada sore
hingga malam hari (Widodo et al 2014:551). Pada saat demam tinggi, dapat disertai dengan
gangguan system saraf pusat, seperti kesadaran menurun, penurunan kesadaran mulai dari
apatis sampai koma.
Gejala sistemik lain yang menyertai adalah nyeri kepala, malaise, anoreksia, nausea,
myalgia, nyeri perut dan radang tenggorokan. Gejala gastrointestinal pada kasus demam
tifoid sangat bervariasi. Pasien dapat mengeluh diare, obtipasi, atau optipasi kemudian
disusul dengan diare, lidah tampak kotor dengan warna putih ditengah, hepatomegaly dan
splenomegaly (Sumarno ed. et al 2008:341).

B. Patofisiologi

Penularan salmonella thypi dapat juga ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal
dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat),
dan melalui Feses. Feses dan muntah pada penderita thypoid dapat menularkan kuman
salmonella typhi kepada orang lain, kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat,
dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikosumsi oleh orang yang sehat. Apabila
makanan tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan
makanan yang tercemar salmonella tyhpi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut.
Kemudian kuman masuk ke dalam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian
distal dan mencapai jaringan limpoid. Didalam jaringan limpoid ini kuman akan berkembang
biak, lalu masuk ke aliran darah untuk mencapai sel-sel retikuloendotetial. Sel-sel
retikuleondetial ini kemudian akan melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan
menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus, dan kandung ampedu
(Padila, 2013).
Demam dan gejala pada thypoid ini disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi
berdasarkan penelitian sperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan penyebab utama
pada demam thypoid. Endotoksemia berperan pada patogenis thypoid, karena akan
membantu pasien inflamasi lokal pada usus halus. Demam ini disebabkan salmonella thypi
dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepsan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan
yang meradang (Padila,2013).

C. Pemeriksaan Diagnostik & Penunjang


1. Pemeriksaan darah perifer lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit normal.
Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh.
Peningkatan SGOT dan juga SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus
3. Pemeriksaan uji widal
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap bakteri salmonella
typhi. Ujiwidal dimaksudkan untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita
demam tifoid. Akibat adanya infeksi oleh salmonella typhi maka penderita membuat
antibody (agglutinin).
4. Kultur
a. Kultur darah : bisa positif pada minggu pertama
b. Kultur urine : bisa positif pada akhir minggu kedua
c. Kultur feses : bisa positif dari minggu kedua hingga minggu ketiga
5. Anti salmonella typhi igM
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi akut salmonella typhi,
karena antibody igM muncul pada hari ke3 dan 4 terjadinya demam (Nurarif & Kusuma,
2015).

D. Cara Penularan

Sumber penularan demam typhoid atau tifus tidak selalu harus penderita tifus. Ada
penderita yang sudah mendapat pengobatan dan sembuh, tetapi di dalam air seni dan
kotorannya masih mengandung bakteri. Penderita ini disebut sebagai pembawa (carrier).
Walaupun tidak lagi menderita penyakit typhoid, orang ini masih dapat menularkan penyakit
typhoid pada orang lain. Penularan dapat terjadi di mana saja dan kapan saja, biasanya terjadi
melalui konsumsi makanan dari luar, apabila makanan atau minuman yang dikonsumsi
kurang bersih (Addin, 2009).
Salmonella typhi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F
yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan kotor), Fomitus (muntah), Feces (lalat), Fly.
Pertama, food, makanan yang dikonsumsi dan didapati dari tempat yang kurang bersih dapat
menjadi media penularan penyakit terlebih jika makanan tersebut terkontaminasi akibat dari
pengolahan makanan yang tidak benar. Kedua, finger, jari-jari pada tangan dapat juga
menjadi media penularan. Penularan dapat terjadi jika jari tangan tidak dicuci secara bersih
setelah buang air kecil ataupun air besar. Ketiga, fomitus, muntahan dari penderita demam
tifoid dapat menjadi media lain untuk menularkan demam tifoid. Keempat, feces,
kotoran/feces yang dibuang oleh penderita demam tifoid banyak mempunyai bakteri
penyebab typhus. Kelima, fly,lalat yang suka hingap di tempat/benda kotor di mana tempat
tersebut dapat menjadi sarang bagi bakteri Salmonella typhi, lalat yang hinggap di makanan
dan akhirnya menimbulkan kontaminasi (Lepi, 2015).

E. Pengobatan di Rumah Sakit

Pada pasien yang dirawat di rumah sakit, dokter akan memberikan antibiotik dalam
bentuk suntikan. Bila diperlukan, dokter juga dapat memberikan asupan cairan dan nutrisi ke
dalam pembuluh darah melalui infus. Perlu diketahui, antibiotik harus terus digunakan hingga
hasil tes terhadap bakteri penyebab tipes benar-benar bersih. Dokter juga dapat memberikan
infus cairan untuk mencegah dehidrasi, jika pasien mengalami muntah terus-menerus dan
diare parah. Meski jarang terjadi, operasi dapat dilakukan jika terjadi komplikasi yang
berbahaya, seperti perdarahan saluran pencernaan. Umumnya, pasien tipes akan berangsur-
angsur membaik setelah dirawat sekitar 3–5 hari, kemudian pulih secara bertahap dalam
beberapa minggu.

Untuk membantu pengobatan, lakukan langkah-langkah di bawah ini agar tubuh segera
pulih dan risiko kambuhnya tipes dapat dicegah:

 Beristirahat yang cukup


 Makan yang teratur dengan porsi sedikit, tetapi dalam frekuensi yang cukup sering
 Minum air putih yang cukup
 Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir secara rutin, untuk mencegah penyebaran
infeksi

F. Komplikasi

Sebagai suatu penyakit sistemik maka hampir semua organ tubuh dapat diserang dan berbagai
komplikasi serius dapat terjadi. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada demam tifoid
yaitu (Setiati et al., 2015):

1. Komplikasi intestinal : Perdarahan, perforasi, ileus paralitik, dan pankreatitis


2. Komplikasi ekstra-intestinal
a. Komplikasi kardiovaskular: gagal sirkulasi perifer, miokarditis, tromboflebitis.
b. Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia, koagulasi intravaskuler
diseminata (KID), trombosis.
c. Komplikasi paru: pneumonia, empiema, pleuritis.
d. Komplikasi hepatobilier: hepatitis, kolesistitis.
e. Komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis, perinefritis.
f. Komplikasi tulang: osteomielitis, periostitis, spondylitis, artritis.
g. Komplikasi neuropsikiatrik/tifoid toksik.

G. Kebijakan Pemerintah Mengenai Tifoid

Menurut keputusan menteri kesehatan no.365/Menkes/Sk/v/2006 Tanggal 19 Mei


2006: Demam tifoid (selanjutnya disebut tifoid saja)/tifus abdominalis banyak ditemukan
dalam kehidupan masyarakat kita, baik diperkotaan maupun di pedesaan. Penyakit ini sangat
erat kaitanya dengan kualitas yang mendalam dari hygiene pribadi dan sanitasi lingkungan
kumuh, kebersihan tempat-tempat umum (rumah makan, restoran) yang kurang serta perilaku
masyarakat yang tidak mendukung untuk hidup sehat. Sering dengan terjadinya krisis
ekonomi yang berkepanjangan akan menimbulkan peningkatan kasus—kasus penyakit
menular, termasuk tifoid ini. Di Indonesia penyakit ini bersifat endemic dan merupakan
masalah kesehatan masyarakat.
Dewasa ini penyakit tifoid harus mendapat perhatian yang serius karena
permasalahanya yang makin kompleks sehingga menyulitkan upaya pengobatan. Permasalah
tersebut adalah:

1. Gejala-gejala klinik bervariasi dari sangat ringan sampai berat dengan komplikasi yang
berbahaya.
2. Komorbird atau koinfeksi dengan penyakit lain.
3. Resistensi yang meningkat terhadap obat-obat yang lazim dipakai. WHO melaporkan
bahwa resistensi telah berkembang di Mexico dan Vietnam sejak awal 1970an dan
hanya dalam beberapa tahun, 75% dari kasus telah resisten. Saat ini dilaporkan banyak
kasus resisten dengan banyak obat (multidrug resistance). Angka resistensi di negara
kita belum ada laporan yang pasti.
4. Meningkatnya kasus-kasus karier atau relaps. Hal ini menunjukan bahwa metode
pengobatan belum efketif. Sebuah studi di Chile oleh Leviene dkk (1992)
menggemukan bahwa 690 karier dari 100.000 penduduk.
5. Sampai saat ini, sangat sulit dibuat vaksin yang efektif, terutama untuk masyarakat kita
yang tinggal didaerah-daerah yang bersifat endemic.

Berdasarkan kajian diatas, dirasakan sangat perlu suatu upaya terpadu dan saling
memahami pada kegiatan pengobatan atau pencegahan oleh seluruh tenaga kesehatan yang
terlibat dalam pengendalian penyakit. Sebagai langkah pertama diperlukan sebuah buku
pedoman yang lengkap, mudah untuk dipahami atau dimengerti dan kondusif untuk
dilaksanakan dinegara kita pada semua unit pelayanan.
Tujuan umum pendomam pengendalian demam tifoid yaitu untuk meningkatkan upaya
pencegahan, penemuan dini, serta pengobatan dan perawatan tifoid secara tepat, akurat dan
berkualitas, sehingga mendatangkan angka kesembuhan yang tinggi serta dapat menekan
derajad endemisitas serendah mungkin. Tujuan khusus dari pedoman pengendalian demam
tifoid yaitu:
1. Tersusunnya langkah-langkah kemitraan dalam pencegahan, dengan melibatkan
masyarakat, stake holders dan unit pelayanan kesehatan.
2. Meningkatnya penemuan penderita secara dini.
3. Meningkatnya mutu pengobatan dan perawatan dengan angka kesembuhan yang
tinggi.
4. Suksesnya penanggulangan komplikasi dan karier.
5. Terlaksananya kegiatan pengobatan dan pencegahan menurut pedoman yang sama,
pada semua unit pelayanan kesehatan.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. A DENGAN DIAGNOSA MEDIS DEMAM
TYPOID

Gambaran Kasus

Pasien datang dengan keluhan utama panas tinggi sejak 7 hari sebelum masuk rumah
sakit. Panas timbul mendadak tinggi hingga 39º C, bersifat naik turun dan panas mulai
meninggi ketika sore menjelang malam hari, panas tidak disertai kejang. Saat panas
pasien sempat menggigil, mengigau dan tidak mengalami penurunan kesadaran. Keluarga
pasien mengatakan bahwa sudah sempat dibawa ke dokter dan diberi obat puyer penurun
panas namun belum ada perbaikan dan panas kembali meninggi.
Saat dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan hasil keeadaan umum pasien tampak
sakit sedang, kesadaran klien compos metis, TD 120/80 mmHg, respirasi 24x/menit, nadi
124 x/menit. Pasien tidak mengeluh nyeri sendi, tidak ada mimisan ataupun
gusi berdarah dan tidak timbul bintik merah pada kulit. Pasien juga kadang-kadang batuk
berdahak sejak sakit tetapi tidak ada darah namun disertai sedikit sesak napas.
Hari pertama panas, pasien mengeluh mual, tidak nafsu makan, nyeri pada ulu hati dan
ada muntah 3 kali cair ada sisa makanan, ada lendir, tidak ada darah, kira-kira sebanyak
½ gelas aqua (±100 cc) setiap kali muntah. Pasien juga mengeluh belum BAB ± 3 hari
SMRS. BAK normal.
Pasien mengatakan belum pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya.
Di keluarga dan lingkungan keluarga pasien tidak ada yang menderita demam berdarah
ataupun mengalami sakit serupa. Pasien memiliki riwayat alergi terhadap debu, dingin.
Biasanya berupa bersin-bersin dan sesak pada dada. Dan pada umur < 1 tahun alergi
terhadap susu sapi. Ada riwayat asma, riwayat penyakit flek paru dan sudah dilakukan
pengobatan selama 6 bulan. Pasien mengatakan selama sakit aktivitas sehari-hari dibantu
keluarga.
1. Pengkajian
A. Identitas Pasien
Nama : An.A
Umur : 6 Tahun 3 Bulan
Alamat : Jl.Cimpaeun Rt.4/05 no.03
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Tanggal Masuk RS : 24 Desember 2010

B. Riwayat Penyakit
Keluhan Utama
Panas tinggi sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit

Riwayat Penyakit Sekarang


Panas timbul mendadak tinggi hingga 39º C, bersifat naik turun dan panas
mulai meninggi ketika sore menjelang malam hari, panas tidak disertai kejang.
Saat panas pasien sempat menggigil, mengigau dan tidak mengalami penurunan
kesadaran. Pasien sudah sempat dibawa ke dokter dandiberi obat puyer penurun
panas namun belum ada perbaikan dan panas kembali meninggi . Pasien tidak
mengeluh nyeri sendi, tidak ada mimisan ataupun gusi berdarah dan tidak timbul
bintik merah pada kulit. Pasien mengatakan kadang-kadang batuk berdahak sejak
sakit tetapi tidak ada darah namun disertai sedikit sesak napas. Hari pertama
panas, pasien mengeluh mual, nyeri pada ulu hati dan ada muntah 1 kali, cair, ada
sisa makanan, ada lendir, tidak ada darah, kira-kira sebanyak ½ gelas aqua (±100
cc). Pasien juga mengeluh belum BAB ± 3 hari SMRS. BAK normal. Pasien
mengatakan belum pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya.
Sebelum sakit pasien makan banyak 3 kali sehari atau lebih, porsi cukup dan
bervariasi. Kadang-kadang pasien suka jajan makanan dan minuman di luar
rumah, seperti burger dan chiki-chikian. Namun saat sakit, nafsu makan pasien
berkurang.
Riwayat Penyakit Sebelumnya
Ada riwayat alergi terhadap debu, dingin. Biasanya berupa bersin-bersin dan sesak
pada dada. Dan pada umur < 1 tahun alergi terhadap susu sapi. Ada riwayat asma,
riwayat penyakit flek paru dan sudah dilakukan pengobatan selama 6 bulan.

Riwayat Penyakit Dalam Keluarga


Di keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit tertentu. Sekarang tidak ada
yang menderita penyakit serupa dengan pasien.

C. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Metis
Tanda-Tanda Vital
Frekuensi nadi : 120x/menit
Tekanan Darah : 120/80mmHg
Frekuensi Nafas : 24x/menit
Suhu Tubuh : 390C

Data Antropometri
Berat Badan : 44 Kg
Tinggi Badan : 110 Cm
Lingkar Kepala : 54 Cm
LILA : 29 Cm

Pemeriksaan Head To Toe


Kepala
Bentuk dan ukuran :Normocephal
Rambut dan kulit kepala :Hitam terdistribusi merata, tidak mudah dicabut
mata :Palpebra superior tidak edema, mata tidak cekung,
konjungtiva tidak anemis, sklera tidak anemis, pupil
bulat isokor, diameter 3 mm, refleks cahaya +/+
Telinga :Bentuk normal, liang tellinga lapang, tidak ada sekret
Hidung :Bentuk normal, tidak ada septum deviasi, tidak ada
sekret,tidak ada pernafasan cuping hidung.
Mulut :Betuk normal, bibir tidak kering, tidak ada sianosis,
tidak keluar darah dari mulut, ditemukan adanya
setomatitis, lidah kotor dibagian tengah, tepi lidah
hiperemis, tidak ada tremor lidah.
Tenggorokan :Faring tidak hiperemis, tonsil T1 tenang
Leher :Trakea ditengah, kelenjar tiroid tidak teraba, kelenjar
submandibula, supra infra clavicula dan cervical tidak
teraba.

Thorak
 Paru
1. Inspeksi: pergerakan dada simetris dalam keadaan statis dandinamis, tidak
terdapat retraksi intercostae dan suprasternal.
2. Palpasi: stem fremitus kanan-kiri dan depan-belakang sama kuat.
3. Perkusi: sonor pada kedua lapang paru batas paru-hepar di ICS VIMCL dektra.
4. Auskultasi: suara pernapasan vesikuler, ronkhi, wheezing

 Jantung
1. Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
2. Palpasi : iktus kordis teraba di sela iga V midklavikula kiri
3. Perkusi : redup, batas atas jantung kiri : sela iga V linea midclavicula sinistra
kanan : parasternal
atas : sela iga II linea parastrnal sinistra
4. Auskultasi : BJ I dan II murni, murmur, gallop

Abdomen
Inspeksi :Tampak datar
Palpasi :Hepar teraba 2cm dibawah arcus costea dextra, konsistensi kenyal,
tepi tajam, permukaan licin, nyeri tekan, klien tidak teraba defans
muscular.
Perkusi :Timpani, shifting dullness, meteorismus
Auskultasi :Bising usus, normal

Genitalia :Bentuk normal


Anus Rectum :Tidak tampak kelainan dari luar
Ekstremitas :Akral hangat, tidak sianosis, tidak ada edema, tidak ada
deformitas
Kulit :Turgor kulit baik

D. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Hematologi
Hemoglobin 13,2 gr% 11,7-15,5
Hematocrit 40 vol% 35-47
Trombosit 279.000 150.000-440.000
Leuklosit 6.300 3.600-11.000

Serologi Widal
Salmonella typhi O (+) 1/320

Salmonella paratyphi H (-)

Salmonella paratyphi AO (-)

Salmonella paratyphi AH (-)

Salmonella paratyphi BO (-)

Salmonella paratyphi BH (-)

Salmonella paratyphi CO (+) 1/320

Salmonella paratyphi CH (-)

2. Analisa Data
Pengelompokan Data Senjang

Data Subjektif Data Objektif

1. Pasien sudah sempat dibawa ke N : 124 x/ menit


dokter dan diberi obat puyer penurun T : 39 0C
panas namun belum ada perbaikan
dan panas kembali meninggi.
2. Hari pertama panas, pasien
mengeluh mual, nyeri pada ulu
hati dan ada muntah 1 kali, cair, ada
sisa makanan, ada lendir, tidak ada
darah, kira-kira sebanyak ½ gelas
aqua (±100 cc).
3. Pasien mengatakan kadang-
kadang batuk berdahak sejak sakit
tetapi tidak ada darah namun disertai
sedikit sesak napas.
4. Pasien juga mengeluh belum BAB ±
3 hari SMRS.

Analisa Data Senjang

No Data Penyebab Masalah

1. DS: Pola pernafasan tidak Hambatan pertukaran gas


Pasien mengatakan kadang- efektif
kadang batuk berdahak sejak sakit
tetapi tidak ada darah namun
disertai sedikit sesak napas.

DO:
Auskultasi (paru): suara
pernapasan vesikuler, ronkhi,
wheezing.

RR : 24 x/menit.

2. DS: Kurang suplai Ketidakseimbangan


1.Hari pertama panas, pasien makanan nutrisi kurang dari
mengeluh mual, tidak nafsu kebutuhan
makan,  nyeri pada ulu hati dan
ada muntah 3 kali, cair, ada sisa
makanan, ada lendir, tidak ada
darah, kira-kira sebanyak ½ gelas
aqua (±100 cc) setiap sekali
muntah.

2. Pasien juga mengeluh belum


BAB ± 3 hari SMRS.

DO: -
3. DS: Dehidrasi Hipertermi
1. Pasien sudah sempat dibawa
ke dokter dan diberi obat
puyer penurun panas namun
belum ada perbaikan dan
panas kembali meninggi.
2. Hari pertama panas, pasien
mengeluh mual, tidak nafsu
makan, nyeri pada ulu hati dan
ada muntah 3 kali, cair, ada
sisa makanan, ada lendir, tidak
ada darah, kira-kira sebanyak
½ gelas aqua (±100 cc) setiap
sekali muntah.
DO
T: 390C
3. Diagnosa Keperawatan
a. Hambatan pertukaran gas berhubungan dengan pola pernafasan tidak efektif.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kurang
suplai makanan.
c. Hipertermia berhubungan dengan dehidrasi.
Perencanaan
No Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi
Tujuan Intervensi Rasional

1. Hambatan pertukaran gas Setelah dilakukan 1. posisikan 1. membantu Kamis, 25 april 2019 Kamis, 25 April 2019
berhubungan dengan pola tindakan 2x24 jam, pasien untuk pasien untuk
jam 09.00 WIB jam 09.15 WIB
pernafasan tidak efektif. masalah hambatan memaksimalkan memaksimalkan
pertukaran gas ventilasi ventilasi agar dapat 4. memposisikan S : Pasien mengatakan
DS:
berhubungan bernafas dengan pasien untuk mampu melakukan posisi
Pasien mengatakan kadang- 2. lakukan
dengan pola normal dan memaksimalkan Fowler
kadang batuk berdahak fisioterapi dada
pernafasan tidak nyaman ventilasi
sejak sakit tetapi tidak ada sebagaimana O : Pasien tampak kooperatif
efektif dapart
darah namun disertai sedikit mestinya 2. mengetahui
teratasi dengan
sesak napas. adanya suara jam 10.00 WIB
kriteria hasil : 3. motivasi jam 10.10 WIB
tambahan atau
DO: pasien untuk 5. melakukan
1. frekuensi tidak s: pasien mengatakan mau
Auskultasi (paru): suara bernafas pelan, fisioterapi dada
pernafasan normal melakukan fisioterapi dada
pernapasan vesikuler, dalam, berputar sebagaimana
sebagaimana mestinya
ronkhi, wheezing. 2. Irama pernafasan dan batuk mestinya
normal o: -
RR : 24 x/menit. 4. Instruksikan
bagaimana agar
jam 11.00 WIB
bisa melakukan jam 11.14 WIB
batuk efektif 6. memotivasi pasien
untuk bernafas S : pasien mengatakan dapat
5. auskultasi pelan, dalam, memahami dan melakukan
suara nafas, berputar dan batuk anjuran yang disarankan.
catat area yang
O : pasien tampak mengerti
ventilasinya
jam 11.30 WIB
menurun atau
tidak ada dan 7. menginstruksikan jam 11.35 WIB
adanya suara bagaimana agar bisa
s: pasien mengatakan mampu
tambahan melakukan batuk
melakukan batuk efektif
efektif
o: -

Jam 14.00 WIB


jam 14.12 WIB
5. mengetahui adanya suara
tambahan atau tidak s:-

o: tidak ada suara tambahan

2. Ketidakseimbangan nutrisi Setelah dilakukan -Tentukan -Menentukan status Jumat, 26 April 2019 Jumat, 26 April 2019
kurang dari kebutuhan indakan 2x24 jam, status gizi gizi pasien dan
Jam 08.40 WIB Jam 09.00 WIB
berhubungan dengan kurang masalah pasien dan kemampuan pasien
suplai makanan. Ketidakseimbangan kemampuan untuk memenuhi 1.Menentukan status gizi S : Pasien mengatakan alergi

nutrisi kurang dari pasien untuk kebutuhan gizi. pasien dan kemampuan susu sapi
DS:
kebutuhan memenuhi pasien untuk memenuhi
O : Pasien terlihat memahami
Hari pertama panas, pasien berhubungan kebutuhan gizi. -Mengidentifikasi kebutuhan gizi. kebutuhan gizi yang
mengeluh mual, tidak nafsu dengan kurang adanya alergi atau diperlukan.
-Identifikasi 2.Mengidentifikasi adanya
makan,  nyeri pada ulu suplai makanan intoleransi
adanya alergi alergi atau intoleransi
hati dan ada muntah 3 kali, dapat teratasi makannan yg
atau intoleransi makannan yg dimiliki
cair, ada sisa makanan, ada dengan kriteria dimiliki pasien.
makannan yg pasien.
lendir, tidak ada darah, kira- hasil: Jam 10.30 WIB
dimiliki pasien. -Membantu pasien
kira sebanyak ½ gelas aqua Jam 10.20 WIB
1. Asupan gizi dalam menentukan S : Pasien mengatakan
(±100 cc) setiap sekali -Bantu pasien
tercukupi pedoman atau 3. Membantu pasien dalam mengerti makanan yang
muntah. dalam
piramida makanan menentukan pedoman atau mengandung kalori dan
2. Aasupan menentukan
DO: - yg paling cocok piramida makanan yang nutrisi yang cukup untuk
makanan terpenuhi pedoman atau
dalam memenuhi paling cocok dalam memenuhi gizi
piramida
3. Asupan cairan kebutuhan nutrisi memenuhi kebutuhan nutrisi
makanan yg O : Keluarga dan pasien
cukup dan preferensi. dan preferensi.
paling cocok tampak paham tentang
dalam -menentukan 4. menentukan jumlah kalori makanan yang cocok untuk

memenuhi jumlah kalori dan dan jenis nutrisi yg pemulihan.


kebutuhan jenis nutrisi yg dibutuhkan untuk memenuhi

nutrisi dan dibutuhkan untuk persyaratan gizi.

preferensi. memenuhi Jam 12.10 WIB


persyaratan gizi. Jam 13.30 WIB
-Tentukan 5. Menganjurkan keluarga
jumlah kalori -Menganjurkan untuk membawa makanan S:-
dan jenis nutrisi keluarga untuk favorit pasien sementara O : Keluarga pasien terlihat
yg dibutuhkan membawa (pasien) berada di rumah membawakan makanan
untuk makanan favorit sakit atau fasilitas favorit dari rumah
memenuhi pasien sementara perawatan yg sesuai.
persyaratan (pasien) berada di
gizi. rumah sakit atau
fasilitas perawatan
-Anjurkan
yg sesuai.
keluarga untuk
membawa
makanan favorit
pasien
sementara
(pasien) berada
di rumah sakit
atau fasilitas
perawatan yg
sesuai.

3. Hipertermia berhubungan setelah dilakukan 1. monitor 1. mengetahui jumat 26 april 2019 jumat 26 april 2019
dengan dehidrasi. tindakan 2x24jam tanda-tanda tanda-tanda vital
jam 14.00 jam 14.15
masalah hipertemi vital
2. Agar pasien
berhubungan 1. Memonitor tanda-tanda
dengan dehidrasi 2. berikan tidak dehidrasi vital S:-
dapat teratasi cairan rehidrasi
3. suhu tubuh O : TD :120/80mmHg
dengan kriteria oral (misal,
kembali normal
jam 16.00 S : 36,5
hasil : cairan olahraga)
atau cairan 4. memberikan
2. memberikan cairan RR : 22x/menit
- Suhu tubuh
dingin lain kenyamanan pada
rehidrasi oral (misal, cairan
menurun menjadi N : 100x/menit
pasien
olahraga) atau cairan dingin
36,5 3. basahi
lain
permukaan
- Tidak mual dan
tubuh dan jam 16.10
muntah
kipasi pasien S : pasien mengatakan lebih
jam 17.00
- Nafsu makan
4. berikan baik setelah diberikan cairan
meningkat 3. membasahi permukaan
metode rehidrasi oral
tubuh dan kipasi pasien
pendinginan O:-
eksternal
(misalnya, jam 18.00
kompres dingin jam 17.15
4. berikan metode
pada leher,
pendinginan eksternal S : pasien tampak lebih
abdomen, kulit
(misalnya, kompres dingin nyaman
kepala, ketiak,
pada leher, abdomen, kulit O:-
dan
kepala, ketiak dan
selangkangan,
selimut dingin), selangkangan, selimut A : masalah teratasi
sesuai dingin) sesuai kebutuhan
P : hentikan intervensi
kebutuhan

5. longgarkan
jam 19.00
atau lepaskan
5. melonggarkan atau
pakaian
lepaskan pakaian
DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes. 2006. Pedoman pengendalian demam tifoid.

Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.

Nurarif.A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa.

Padila. (2013). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.

Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. 2015. h. 2014 -1134.

Setiati Siti, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam . 6th rev. Jakarta : Internal.

Sumarno ed. et al 2008 : 341. Buku Ajar Infeksi dan pediatri topis, Badan Penerbit IDAI, Jakarta.

Widodo. 2014. Demam Tifoid dalam Buku Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta : Interna

Publishing.

Anda mungkin juga menyukai