Disusun Oleh :
MUHAMMADIYAH GOMBONG
2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Than Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan laporan mengenai “Penyakit Efusi
Pleura” ini dengan tepat waktu tanpa suatu halangan apapun.
Penyusun mengucapkan terima kasih pada orang tua dan teman-teman yang suah
memberikan dukungan sehingga kami tetap berupaya untuk menghasilkan hasil yang terbaik
dalam laporan ini.
Laporan ini jauh dari kata sempurna, maka kritik saran yang membangun sangat kami
harapkan demi kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua
kalangan dan dapat dijadikan sebagai dasar untuk membuat makalah yang lebih baik
penyusun
LAPORAN PENDAHULUAN
TYPOID
A. PENGERTIAN
Thypoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi.
Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses
dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella (Smeltzer & Bare. 2012. Keperawatan
Medikal Bedah II. Jakarta: EGC). Thypoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang
disebabkan oleh kuman salmonella Thypi (Mansjoer, Arif. 2009. Kapita Selekta Kedokteran,
Jakarta : Media Aesculapius.).
Demam thypoid adalah suatu penyakit infeksi oleh bakteri salmonella thypi dan bersifat
endemic yang termasuk dalam penyakit menular ( Cahyono,2010). Sedangkan menurut Elsevier
2013, demam thypoid adalah infeksi sistemik yang disebabkan oleh salmonella thypi.
Jadi, demam thypoid merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri gram
negative (bakteri salmonella thypi) yang merupakan sistem pertahan tubuh dan masuk melalui
makanan dan minuman yang terkontaminasi.
B. ETIOLOGI
Penyebab utama demam thypoid ini adalah bakteri salmonella thypi. Bakteri salmonella
thypi adalah berupa basil gram negative, bergerak rambut getar, tidak berspora, dan mempunyai
tiga antigen yaitu O ( Somatik yang terdiri atas zat kompleks lipopolisakarida), antigen H
(flagella), dan antigen VI. Dalam serum penderita terdapat zat (agglutinin) terhadap ketiga
macam antigen tersebut. Kuman tubuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15-
41 oc (optimum 37oc) dan pH pertumbuhan 6-8. Faktor pencetus lainnya adalah lingkungan,
sistem imun yang rendah, feses, urin, makanan atau minuman yang terkontaminasi, fomitus dan
lain sebagainya.
Penyebab penyakit thypoid adalah kuman salmonella thyposa salmonella parathypi A,B,
dan C memasuki saluran pencernaan. Penularan salmonella thypi dapat ditularkan berbagai cara,
yang dikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah),
Fly (lalat), dan melalui Feses.
Penyebab lain dari penyakit thypoid adalah :
1. Makanan dan minuman yang terkontaminasi bakteri salmonella thypi
2. Makanan mentah atau belum masak
3. Kurangnya sanitasi dan higienitas
4. Daya tahan tubuh yang menurus
Menurut ngastiyah (2007:237), demam thypoid pada anak biasanya lebih ringan
daripada orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui
makanan, sedangkan jika memelalui minuman yang terlama 30 hari. Selama inkubasi mungkin
ditemukan gejala prodromal, perasaan tidak enak badan, nyeri, lesu, nyeri kepala, pusing dan
tidak bersemangat, kemudian gejala klinis yang biasanya ditemukan, yaitu :
1. Demam
pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remitten dan suhu
tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari,
menurun pada pagi hari dan mreningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu
ketiga suhu tubuh berangsur-angsur turun dan normal kembali.
2. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah ( ragaden).
lidah tertutup selaput putih kotor ( coated tongue ), ujungnya dan tepinya kemerahan.
Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan Limpa membesar
disertai nyeri dan peradangan.
3. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai samnolen. Jarang terjadi
supor, koma atau gesilah (kecuali penyakit berat dan terhambat mensapatkan
pengobatan). Gejala lain yang juga dapat ditemukan pada punggung dan anggota gerak
dapat ditemukan reseol, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil dari kapiler
kulit, yang ditemukan pada minggu pertama demam, kadang-kadang ditemukan pula
trakikardi dan epistaksis.
4. Relaps
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam thypoid, akan tetap
berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua setalah suhu badan
normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps terjadinya karena
terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat
maupun obat zat anti.
Komplikasi
D. PATOFISIOLOGI
Bakteri salmonella thypi bersama makanan atau minuman masuk kedalam tubuh melalui
mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam (pH < 2) banyak bakteri yang mati.
keadaan-keadaan seperti alkorhidiria,gastrektomi, pengobatan dengan antagonis reseptor
histamine H2, inhibitor pompa proton atau antasida dalam jumlah besar, akan mengurangi dosis
infeksi. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus. Di usus halus, bakteri melekat
pada sel-sel mukosa dan kemudian menginvasi sel mukosa dan menembus dinding usus,
tepatnya di ileum dan jejunum. sel-sel M, sel epitel khusus yang melapisi peyer’s patch,
merupakan tempat internalisasi salmonella thypi. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus,
mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesentrika bahkan ada yang melewati sirkulai sistemik
sampai kejaringan RES di organ hati dan limpa. salmonella thypi mengalami multiplikasi di
dalam sel fagosit mononuclear di dalam folikel limfe, kelenjar limfe mesentrika, hati dan limfe
(Soedarmo,Suwarmo S Poorwo,dkk.2012.Buku Ajar Infeksi & Pediatric Tropics. Jakarta :
IDAI).
Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi) yang lamanya ditentukan oleh
jumlah dan virulansi kuman serta respon imun pejamu maka salmonella thypi akan keluar dari
habitnya dan melalui duktus torasikus masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini
organisme dapat mencapai organ manapun, akan tetapi tempat yang disukai oleh salmonella
thypi adalah hati, limpa, sumsum tulang belakang, kandung empedu dan peyer’s patch dari
ileum terminal. Kandung empedu dapat terjadi baik secara langsung dari darah dan penyebaran
retrograde dari empedu. Ekskresi organisme di empedu dapat menginvasi ulang dinding usus
atau dikeluarkan oleh tinja. Peran endotoksin dalam pathogenesis demam thypoid tidak jelas,
hal tersebut terbukti dengan tidak terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi penderita melalui
pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin dari salmonella thypi menstimulasi magrofag di dalam
hati, limpa, folikel, limfoma usus halus dan kelenjar limfe mesenterika untuk memproduksi
sitokinin dan zat-zat lain. Produk dari magrofag inilah yang dapat menimbulkan nekrosis sel,
sistem vascular tidak stabil, demam, depresi sumsum tulang belakang, kelainan pada darah dan
menstimulasi sistem imunologik (Soedarmo,Suwarmo S Poorwo,dkk.2012.Buku Ajar Infeksi &
Pediatric Tropics. Jakarta : IDAI).
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan
limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan
kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal
bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder.
Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
2. Pemeriksaan SGOT Dan SGPT
SGOT Dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali
normal setelah sembuhnya typhoid.
3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah
negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil
biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
a. Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini
disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah
yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
b. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan
berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif
kembali.
c. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam
darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
d. Pengobatan dengan obat anti mikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan
kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.
e. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin).
Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid
juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal
adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji
widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka
menderita tthypoid.
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap kuman Salmonella
typhi. Uji widal dikatakan bernilai bila terdapat kenaikan titer widal 4 kali lipat (pada
pemeriksaan ulang 5-7 hari) atau titer widal O > 1/320, titer H > 1/60 (dalam sekali
pemeriksaan) Gall kultur dengan media carr empedu merupakan diagnosa pasti demam tifoid
bila hasilnya positif, namun demikian, bila hasil kultur negatif belum menyingkirkan
kemungkinan tifoid, karena beberapa alasan, yaitu pengaruh pemberian antibiotika, sampel yang
tidak mencukupi. Sesuai dengan kemampuan SDM dan tingkat perjalanan penyakit demam
tifoid, maka diagnosis klinis demam tifoid diklasifikasikan atas:
1. Possible Case dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan gejala
demam,gangguan saluran cerna, gangguan pola buang air besar dan hepato/splenomegali.
Sindrom demam tifoid belum lengkap. Diagnosis ini hanya dibuat pada pelayanan kesehatan
dasar.
2. Probable Case telah didapatkan gejala klinis lengkap atau hampir lengkap, serta didukung
oleh gambaran laboraorium yang menyokong demam tifoid (titer widal O > 1/160 atau H >
1/160 satu kali pemeriksaan).
3. Definite Case Diagnosis pasti, ditemukan S. Thypi pada pemeriksaan biakan atau positif
S.Thypi pada pemeriksaan PCR atau terdapat kenaikan titerWidal 4 kali lipat (pada pemeriksaan
ulang 5-7 hari) atau titer widal O> 1/320, H > 1/640 (pada pemeriksaan sekali) (Widodo, D.
2007. Buku Ajar Keperawatan Dalam. Jakarta: FKUI.
G. PENATALAKSANAAN
A. Medis
a. Anti Biotik (Membunuh Kuman) :
1) Klorampenicol
2) Amoxicilin
3) Kotrimoxasol
4) Ceftriaxon
5) Cefixim
b. Antipiretik (Menurunkan panas) :
1) Paracetamol
B. Keperawatan
a. Observasi dan pengobatan
b. Pasien harus tirah baring absolute sampai 7 hari bebas demam atau kurang lebih dari
selam 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi
perforasi usus.
c. Mobilisasi bertahap bila tidak panas, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.
d. Pasien dengan kesadarannya yang menurun, posisi tubuhnya harus diubah pada waktu-
waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia dan dekubitus.
e. Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang terjadi konstipasi
f. Diet
o Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.
o Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
o Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim
o Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari
(Smeltzer & Bare. 2010. Keperawatan Medikal Bedah III. Jakarta: EGC).
DAFTAR PUSTAKA
1. Aru W. Sudoyo.(2009) Buku ajar ilmu penyakit dalam. Ed V.Jilid III. Jakarta: Interna
Publishing.
2. Departemen Kesehatan RI. (2009). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008. Depkes RI,
Jakart.
6. Smeltzer & Bare. (2012). Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: EGC.
7. Soedarmo, Sumarmo S Poorwo, dkk. (2012). Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta:
IDAI).
KASUS
Tn.A berusia 40 tahun di rawat di RS kebumen dengan keluhan demam selama 4 hari dan
merasa nyeri di perut , nafsu makan menurun dan klien juga mengeluh mual muntah. klien
merasa gelisah serta lemas . Hasil pemeriksaan TTV menunjukan TD : 110/80 mmHg, S : 38.5 ,
RR :28x/menit, N: 90x/menit, spo2 : 90%.
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Identitas Pasien
Nama : Tn.A
Umur : 40 Tahun
Tanggal Lahir : 02 Mei 1981
Alamat : Desa Silihwangi Rt 02 Rw 04
Status : Menikah
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Tanggal Masuk : 20 September 2021
Nama : Ny B
Umur : 38 Tahun
Alamat : Desa Silihwangi Rt 02 Rw 04
Status : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Hub Dg Pasien : Istri
2. Keluhan Pasien
a. Keluhan Utama : Demam sejak 4 hari yang lalu
b. Keluhan Tambahan : Nafsu makan menurun serta mual muntah
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit yang sama
b. Riwayat Penyakit keluarga
Pasien mengatakan dikeluarganya tidak ada yang menderita penyakit kronis
5. Pemeriksaan Fisik
a. Kondisi Kesadaran
Compos Mentis
B. ANALISA DATA
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Menggigil 3 5
Suhu tubuh 2 5
Suhu kulit 3 5
Pucat 3 5
Nyeri abdomen 3 5
Nafsu makan 2 5
Frekuensi makan 2 5
Terapeutik :
- Longgarkan atau lepaskan pakaian
- Basahi dan kipasi permukaan
tubuh
- Berikan cairan oral
- Lakukan pendinginan eksternal
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian Ciaran dan
elektrolit intravena, jika perlu
Terapeutik :
- Sajikan makanan yang menarik
dan suhu yang sesuai
- Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
- Berikan suplemen makanan jika
perlu
Kolabirasi :
- Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan (mis. Pereda
nyeri, antimetik) jika perlu
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrient yang dibutuhkan,
jika perlu
E. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
20 I,II Kel 3
September
2021
- Hasil TTV
11.00 WIB - Melakukan menunjukan
pemeriksaan TTV TD: 110/80
mmHg, S: 38,5,
RR: 28x/menit,
N: 90x/menit,
Spo2: 90%
13.30 WIB
- Klien
kooperatif dan
- Pemberian cairan merasa sedikit
elektrolit kesakitan
- Klien
14.00 WIB mengatakan
lemas karena
perutnya belum
- Identifikasi status
terisi makanan
nutrisi
14.30 WIB
- Klien tampak
meminum
- Pemberian obat oral
15.00 WIB sesuai anjuran
(Pereda nyeri)
- Klien
mengatakan
makanya tidak
- Monitor asupan
selera karena
makan
terus merasa
18.00 WIB mual
- Klien tampak
- Sajikan makanan memakan dua
yang menarik dan sendok makan
suhu yang sesuai - Klien
mengatakan
suka makanan
19.00 WIB yang berkuah
dan gurih
21 I, II
September
2021
- Klien
07.00 WIB - Mengobservasi mengatakan
keluhan nyeri perut
berkurang dan
merasa lebih
baik
- Melakukan - TD : 130/80
7.30 IB pemeriksaan TTV mmHg, S :
36.5, RR :
24x/menit , N :
80x/menit ,
- Monitor suhu tubuh spo2 : 90%
08.00WIB
- Suhu tubuh
klien menurun
- Longgarkan pakaian yaitu 36.5
klien
09.30 WIB
- Klien bisa
mengganti
pakaian sendiri
dan ada
bantuan dari
keluarga
22
September - Mengobservasi
2021 keluhan
- Klien
mengatakan
07.00 WIB nyeri perut
berkurang dan
- Melakukan merasa lebih
pemeriksaan TTV baik
- TD : 130/80
mmHg, S :
7.31 IB - Monitor suhu tubuh 36.5, RR :
24x/menit , N :
80x/menit ,
spo2 : 90%
- Longgarkan pakaian
klien - Suhu tubuh
08.00WIB
klien menurun
yaitu 36.5
- Klien bisa
09.30 WIB
mengganti
pakaian sendiri
dan ada
bantuan dari
- Monitor asupan keluarga
makan
- Klien
menghabiskan
- Identifikasi status porsi makan
10.00 WIB nutrisi yang di
sediakan
- Klien
mengatakan
mual sudah
11.30 WIB
berkurang dan
sudah ada rasa
berselera untuk
- Monitor kadar makan
elektrolit
- Kadar elektrolit
- Pemberial obat oral klien normal
(antibiotic)
11.00 WIB
- Klien
meminum
sesuai anjuran
13.30 WIB
F.EVALUASI