PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Types abdominalis adalah infeksi akut pada saluran pencernaan yang disebabkan
oleh salmonella typihi. Demam paratifoid adalah penyakit sejenis yang disebabkan oleh
salmonella parathipy A, B, dan C, tanda dan gejala penyakit tersebut hampir sama tetapi
manifestasi klinis paratipoid lebih ringan (Firdaus, 2012, hal. 67).
Penelitian yang dilakukan oleh khan, dkk 2013 menyatakan bahwa demam typoid
endemik di india, asia tenggara, afrika, timur tengah, amerika selatan, dan amerika tengah
disebabkan oleh pasokan air bersih yang adekuat. Pakistan merupakan negara endemik
demam typoid dan penyakit ini merupakan penyebab kematian nomor 4, sebanyak 573,2
per 100.000 penduduk terserang demam typoid, yang sebagian besar menyerang anak usia
pra sekolah (1-5 tahun), sedangakan di india di laporkan sebanyak 340,1 per 100.000
penduduk menderita demam typoid. CDC melaporkan kejadian demam typoid pada warga
amerika serikat terjadi karena warganya mengunjungi negara india. Di indonesia, kejadian
demam typoid mencapai 148,7 per 100.000 penduduk (Marni, 2016, hal. 14).
Penyakit demam typoid dikenal dengan nama lain tifus abdominalis, typoid fever,
atau enterik fever. Penularan penyakit ini biasanya terjadi karena kontaminasi makanan
dan minuman denagn rute fekal-oral. Penyakit ini banyak terjadi dimasyarakat yang
kumuh, lingkungan padat, penyediaan air bersih yang tidak adekuat, dan sanitasi yang
buruk, serta hygine masing-masing penduduknya kurang memadai dan tidak memenuhu
syarat kesehatan (Marni, 2016, hal. 14).
Penyakit typhus abdominallis sangat cepat penularanya yaitu melalui fekal-oral. Oleh
karena itu kita harus memperhatikan pentingya mencuci tangan setelang buang air besar
dan sebelum memegang makanan dan minuman. Hal ini terutama penting bagi orang yang
pekerjaannya sebagai penjamah makanan. Bukan dari segi harga, tapi dari susunan menu,
kehigienisan dan sanitasi makanan (Firdaus, 2012, hal. 71).
B. Batasan Masalah
Pada pembahasan ini hanya membatasi konsep teori penyakit dan konsep asuhan
keperawatan pada klien Typoid.
C. Rumusan Masalah
D. Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian demam typoid.
b. Untuk mengetahui dan memahami etiologi demam typoid.
c. Memahami manisfestasi klinis demam typoid.
d. Memhami dan mengetahui patofisiologi dan pathway demam typoid.
e. Untuk mengetahui komplikasi demam typoid.
f. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari demam typoid.
g. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari demam typoid.
h. Untuk mengetahui asuhan keperawatan demam typoid.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Penyakit tipes atau typoid adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
bernama Salmonella Typhii. Salmonella Typhii hidup didalam badan manusia, dimana
kuman ini dtemukan didalam pembuluh darah dan saluran pencernaan penderita tersebut
(Khrisna, 2015, hal. 47).
Menurut (Muttaqin & Sari, 2011, hal. 488) demam tifoid atau sering disebut dengan
tifus abdominalis adalah infeksi akut pada saluran pencernaan yang berpotensi menjadi
penyakit multisistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi.
B. Etiologi
Penyebab penyakit typoid adalah Salmonella Typhosa, yang mempunyai ciri basil
negatif yang bergerak dengan bulu getar tidak bersepora, mempunyai sekurang-kurangnya
tiga macam antigen yaitu antigen O (somatik, terdiri zat kompleks lipoposakarida), antigen
H (flgella), dan antigen Vi. Dalam serum pasien, terdapat zat anti (aglutinin) terhadp
ketiga macam antigen tersebut (Susilaningrum dkk, 2013, p. 152).
C. Manifestasi klinis
Demam thypoid pada anak biasanya lebih ringan daripada orang dewasa. Masa tunas
10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika
melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala
prodromal, perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri, nyeri kepala, pusing dan tidak
bersemangat, kemudian menyusul gejala klinis yang biasanya di temukan, yaitu: (Lestari
Titik, 2016)
1. Demam
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remitten dan
suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari,
menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu
ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali.
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah
(ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor, ujung dan tepinya kemerahan. Pada
abdomen dapat di temukan keadaan perut kembung. Hati dan limpa membesar disertai
nyeri dan peradangan.
3. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai samnolen. Jarang terjadi
supor, koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan terlambat mendapatkan
pengobatan). Gejala yang juga dapat ditemukan pada punggung dan anggota gerak
dapat ditemukan reseol, yaitu bintik- bintik kemerahan karena emboli hasil dalam
kapiler kulit, yang ditemukan pada minggu pertama demam, kadang-kadang ditemukan
pula trakikardi dan epistaksis.
4. Relaps
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam thypoid, akan tetap
berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadinya pada minggu kedua setelah suhu
badan normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps terjadi karena
terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat
maupun oleh zat anti.
D. Patofisiologi
Proses perjalanan penyakit kuman masuk ke dalam mulut melalui makanan dan
minuman yang tercemar oleh salmonella (biasanya ˃10.000 basil kuman). Sebagian
kuman dapat dimusnahkan oleh asam hcl lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus.
Jika respon imunitas humoral mukosa (igA) usus kurang baik, maka basil salmonella akan
menembus sel- sel epitel (sel m) dan selanjutnya menuju lamina propia dan berkembang
biak di jaringan limfoid plak peyeri di ileum distal dan kelenjar getah bening
mesenterika. (Lestari Titik, 2016).
Jaringan limfoid plak peyeri dan kelenjar getah bening mesenterika mengalami
hiperplasia. Basil tersebut masuk ke aliran darah (bakterimia) melalui duktus thoracicus
dan menyebar ke seluruh organ retikulo endotalial tubuh, terutama hati, sumsum tulang,
dan limfa melalui sirkulasi portal dari usus. (Lestari Titik, 2016).
Hati membesar (hepatomegali) dengan infiltasi limfosit, zat plasma, dan sel
mononuclear. Terdapat juga nekrosis fokal dan pembesaran limfa (splenomegali). Di
organ ini, kuman salmonella thhypi berkembang biak dan masuk sirkulasi darah lagi,
sehingga mengakibatkan bakterimia ke dua yang disertai tanda dan gejala infeksi sistemik
(demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskuler dan gangguan
mental koagulasi). (Lestari Titik, 2016).
Perdarahan saluran cerna terjadi akibat erosi pembuluh darah di sekitar plak
peyeriyang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia. Proses patologis ini dapat
berlangsung hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan mengakibatkan perforasi. Endotoksin
basil menempel di reseptor sel endotel kapiler dan dapat mengakibatkan komplikasi,
seperti gangguan neuropsikiatrik kardiovaskuler, pernafasan, dan gangguan organ lainnya.
Pada minggu pertama timbulnya penyakit, terjadi hiperplasia plak peyeri, di susul
kembali, terjadi nekrosis pada minggu ke dua dan ulserasi plak peyeri
pada mingu ke tiga. selanjutnya, dalam minggu ke empat akan terjadi proses
penyembuhan ulkus dengan meninggalkan sikatriks (jaringan parut).
leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah
leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-
kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh
karena itu, pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam
typhoid.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali
normal setelah sembuhnya typhoid.
3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah
negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan
hasil biakan darahtergantung dai beberapa faktor :
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal
ini disebabkan oleh perbedaan tehnik dan media biakan yang digunakan. Waktu
pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat
bakteremia berlangsung.
Biakan darah terhadap salmonella typhi terutama positif pada minggu pertama dan
berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah
dapat positif kembali.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin
negatif.
5)Uji widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi. Aglutinin yang
spesifik terhadap salmonella typhi terdapat dalam serum klien dengan demam
typhoid juga terdapat pada orang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan
pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di
laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin
dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh
salmonella typhi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu:
Kultur urin bisa positif pada minggu pertama, kultur urin bisa positif pada akhir
minggu kedua, dan kultur feses bisa positif pada minggu kedua hingga minggu ketiga.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi akut Salmonella
Typhi, karena antibodi IgM muncul pada hari ke-3 dan 4 terjadinya demam.
G. Penatalaksanaan
Perawatan
2) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada
komplikasi perdarahan.
Die
3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
4) Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
Obat-obatan
4) Kotrimoksasol dengan dosis 8 mg/kgBB/hari terbagi dalam 2-3 kali pemberian, oral,
selama 14 hari.
5) Pada kasus berat, dapat diberi ceftriakson dengan dosis 50 m/kgBB/hari dan diberikan
2 kali sehari atau 80 mg/kgBB/hari, sehari sekali, intravena selama 5-7 hari
6) Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotika adalah
meropenem, azithromisin, dan fluoroquinolon.
Bila tak terawat, demam typhoid dapat berlangsung selama tiga minggu sampai
sebulan. Kematian terjadi antara 10% dan 30 % dari kasus yang tidak terawat.
Pengobatan penyulit tergantung macamnya. Untuk kasus berat dan dengan manifestasi
nerologik menonjol, diberi deksamethason dosis tinggi dengan dosis awal 3
mg/kgBB, intravena perlahan (selama 30 menit). Kemudian disusul pemberian dengan
dosis 1 mg/kg BB dengan tenggang waktu 6 sampai 7 kali pemberian.
Tatalaksanaan bedah dilakukan pada kasus-kasus dengan penyulit perforasi usus.
KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas klien
b. Dapat terjadi pada anak laki-laki dan perempuan, kelompok umur yang terbanyak
adalah diatas umur lima tahun. Faktor yang mendukung terjadinya demam thypoid
adalah iklim tropis social ekonomi yang rendah sanitasi lingkungan yang kurang.
c. Keluhan utama
Pada pasien typus abdominalis keluhan utamanya adalah demam.
d. Riwayat penyakit sekarang
Demam yang naik turun remiten, demam dan mengigil lebih dari satu minggu.
e. Riwayat penyakit dahulu
Tidak didapatkan penyakit sebelumnya.
f. Riwayat penyakit keluarga
Keluarga ada yang karier
g. Riwayat psiko social dan spiritual
Kelemahan dan gangguan interaksi sosial karena bedrest serta terjadi kecemasan.
h. Riwayat tumbuh kembang
Tidak mengalami gangguan apapun, terkadang hanya sakit batuk pilek biasa
i. Activity Daily Life
1) Nutrisi : pada klien dengan demam tifoid didapatkan rasa mual, muntah,
anoreksia, kemungkinan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
2) Eliminasi : didapatkan konstipasi dan diare
3) Aktifitas : badan klien lemah dan klien dianjurkan untuk istirahat dengan
tirah baring sehingga terjadi keterbatasan aktivitas.
4) Istirahat tidur : klien gelisah dan mengalami kesulitan untuk tidur karena
adanya peningkatan suhu tubuh.
5) Personal hygiene : klien dianjurkan bedrest sehingga mengalami gangguan
perawatan diri. Perlu kaji kebiasaan klien dalam personal hygiene seperti
tidak mencuci tangan sebelum makan dan jajan di sembarang tempat.
j. Pemeriksaan fisik
1) Mata : kelopak mata cekung, pucat, dialtasi pupil, konjungtifa pucat kadang
di dapat anemia ringan.
2) Mulut : Mukosa bibir kering, pecah-pecah, bau mulut tak sedap. Terdapat
beslag lidah dengan tanda-tanda lidah tampak kering dilatasi selaput tebal
dibagian ujung dan tepi lidah nampak kemerahan, lidah tremor jarang terjadi.
3) Thorak : jantung dan paruh tidak ada kelainan kecuali jika ada komplikasi.
Pada daerah perangsang ditemukan resiola spot.
4) Abdomen : adanya nyeri tekan, adanya pembesaran hepar dan limpa, distensi
abdomen, bising usus meningkat
5) Ekstrimitas : Terdapat rosiola dibagian fleksus lengan atas.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses inflamasi kuman
salmonella thypi.
b. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat, mual, muntah dan anoreksia.
c. Resiko devisit volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat,
kehilangan cairan berlebih akibat muntah dan diare.
d. Gangguan pola eliminasi BAB berhubungan dengan konstipasi
e. Ansietas berhubungan dengan proses hospitalisasi, kurang pengetahuan tentang
penyakit dan kondisi anaknya
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1 Peningkatan suhu Tujuan : ü Observasi tanda- ü Tanda-tanda vital
tubuh Setelah diberikan tanda vital berubah sesuai
(Hipertermi) tindakan tingkat
berhubungan keperawatan perkembangan
dengan proses selama 3 x penyakit dan
infeksi
24 jam, suhu menjadi indikator
Salmonella
tubuh normal. untuk melakukan
Typhi.
ü Beri kompres pada intervensi
Kriteria hasil : selanjutnya
- TTV dalam daerah dahi ü Pemberian kompres
batas normal dapat menyebabkan
- TD : 80- peralihan panas
120/60-80 secara konduksi dan
mmhg membantu tubuh
untuk menyesuaikan
- N : 120-140
terhadap panas
x/i (bayi), ü Anjurkan untuk ü Peningkatan suhu
100-120 banyak minum tubuh
(anak) air putih mengakibatkan
- S : 36,5-370C penguapan sehingga
- P : 30-60 x/i perlu diimbangi
(bayi), 15-30 dengan asupan
x/i (anak) cairan yang banyak
ü Mempercepat proses
penyembuhan,
ü Kolaborasi menurunkan demam.
pemberian Pemberian antibiotik
antiviretik, menghambat
antibiotik pertumbuhan dan
proses infeksi dari
bakteri
2 Resiko Tujuan : ü Kaji kemampuan ü Untuk mengetahui
pemenuhan Setelah dilakukan makan klien perubahan nutrisi
nutrisi kurang tindakan klien dan sebagai
dari kebutuhan keperawatan indikator intervensi
tubuh selama 3 x 24 jam ü Berikan makanan selanjutnya
berhubungan dalam porsi kecil
kekurangan ü Memenuhi
dengan intake tapi sering
nutrisi tidak kebutuhan nutrisi
yang tidak
adekuat, mual, terjadi. dengan
muntah dan ü Beri nutrisi dengan meminimalkan
anoreksia. Kriteria hasil : diet lunak, tinggi rasa mual dan
- Nafsu makan kalori tinggi muntah
meningkat, protein ü Memenuhi
- Tidak ada ü Anjurkan kepada kebutuhan nutrisi
keluhan orang tua adekuat
anoreksia, klien/keluarga
nausea, untuk
- Porsi makan memberikan ü Menambah selera
dihabiskan makanan yang makan dan dapat
disukai menambah asupan
ü Anjurkan kepada nutrisi yang
orang tua
dibutuhkan klien
klien/keluarga
untuk
menghindari
makanan yang
mengandung
ü dapat meningkatkan
gas/asam, pedas asam lambung
ü Kolaborasi. yang dapat memicu
Berikan mual dan muntah
antiemetik, dan menurunkan
antasida sesuai asupan nutrisi
indikasi
ü Mengatasi
mual/muntah,
menurunkan asam
lambung yang
dapat memicu
mual/muntah
3 Resiko defisit Tujuan : ü Kaji tanda dan ü Hipotensi,
volume cairan Setelah dilakukan gejala dehidrasi takikardia, demam
berhubungan tindakan hypovolemik, dapat
dengan intake keperawatan riwayat muntah, menunjukkan
yang tidak selama 3x24 kehausan dan respon terhadap
adekuat, turgor kulit
jam, tidak terjadi dan atau efek dari
kehilangan cairan ü Observasi adanya
defisit volume kehilangan cairan
berlebih akibat tanda-tanda
muntah dan diare. cairan syok, tekanan ü Agar segera
darah menurun, dilakukan
Kriteria hasil : nadi cepat dan tindakan/
- Tidak terjadi lemah penanganan jika
tanda-tanda ü Berikan cairan terjadi syok
dehidrasi, peroral pada
- Keseimbanga klien sesuai
n intake dan kebutuhan ü Cairan peroral akan
output dengan ü Anjurkan kepada membantu
urine normal orang tua klien memenuhi
dalam untuk kebutuhan cairan
mempertahankan ü Asupan cairan secara
konsentrasi
asupan cairan adekuat sangat
jumlah secara dekuat
diperlukan untuk
ü Kolaborasi
pemberian cairan
menambah volume
intravena cairan tubuh
ü Pemberian intravena
sangat penting bagi
klien untuk
memenuhi
kebutuhan cairan
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Nama : Ny. S
Usia : 33 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Alamat : Semarang, Jawa Tengah
2. Penanggung jawab
Nama : Tn.W
Umur : 35 tahun
Hubungan dg pasien : suami
Suku : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : wiraswasta
B. KELUHAN UTAMA
Demam
Pada tanggal 18 Agustus 2020 Pasien datang ke IGD dengan keluhan demam sejak
6 hari yang lalu. Pasien kemudian dianjurkan untuk dirawat inap diruang perawatan. Saat
di kaji pasien mengatakan mengalami penurunan nafsu makan. Pasien mengatakan terjadi
demam pada malam hari dan mengatakan berat badan pasien menurun, pasien
mengatakan sulit tidur. Pasien mengatakan jarang minum. Pasien terlihat lemas, mukosa
bibir terlihat kering, akral teraba hangat, pasien terlihat berbaring saja ditempat tidur.
D. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit keturunan dalam keluarganya.
1.
3. a. Kepala Rambut berwarna hitam, rambut pasien tidak
mudah patah, tidak bercabang, tidak kusam,
dan tidak ada kelainan.
c. Hidung
Tidak ada pernapasan cuping hidung, posisi
septum nasal simetris, lubang hidung bersih,
tidak ada kelainan.
d. Mulut
Mukosa bibir kering, lidah kotor, tonsil normal,
letak uvula simetris ditengah.
e. Telinga
Daun telinga sama antara kiri dan kanan,
kanalis telinga bersih tidak ada serumen.
f. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening,
dan tiroid.
4. Thorax
a. Keluhan Pasien tidak ada keluhan sesak napas, nyeri
waktu bernapas dan batuk.
b. Inspeksi
Bentuk dada simetris, frekuensi nafas 21
kali/menit, irama nafas teratur, pernafasan
cuping
hidung tidak ada, penggunaan otot bantu nafas
tidak ada, pasien tidak menggunakan alat
bantu nafas.
c. Palpasi
Vokal premitus teraba diseluruh lapang paru,
Ekspansi paru simetris, pengembangan sama
di paru kanan dan kiri Tidak ada kelainan.
d. Perkusi
Sonor, batas paru hepar ICS 5 dekstra
6. Sistem pencernaan
a. Abdomen Inspeksi
Dan Status nutrisi - Bentuk : Bulat
- Tidak ada bayangan vena
- Tidak terlihat adanya benjolan
- Tidak ada luka operasi pada
abdomen
- Tidak terpasang drain
Auskultasi
- Peristaltik 11 kali/menit
Palpasi
- Tidak ada nyeri tekan
- Tidak teraba adanya massa
Tidak ada hepar dan lien
Perkusi
- Shifting Dullness (-)
Tidak ada nyeri pada pemeriksaan
perkusi ginjal
widal
Typhi – O : 1/320
11. Terapi yang diterima Sanpicilin 3x600 mg
Paracetamol 3x200 mg
Rl 500 ml/21 tpm
F. ANALISA DATA
2. Ds:
Do :
- Pasien mengatakan - A
nafsu makan Lila : 19 cm BB : 55 kg TB : 158 cm
berkurang
- Pasien mengatakan -B
pasien makan hanya Hb : 10, 3 mg/dl
7 sendok Ht : 33,1%
Dan pasien -C :
mengalami Pasien terlihat lemas
penurunan berat - D : makanan lunak 1600 kkal, protein
badan 359, lemak 69 gr, KH
220 gr.
3. Ds :
Do :
- Pasien - pasien terlihat lemas
mengatakan sulit
pasien terlihat berbaring saja ditempat tidur
tidur
4. Ds : Do :
pasien mengatakan
- mukosa bibir pasien kering
pasien jarang mau
minum - pasien terlihat lemas
- terlihat pasien terpasang IVFD
- RL 500 ml/21
tpm.
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipertermi b/d proses penyakit.
2. Defisit nutrisi b/d ketidakmampuan mengabsorbsi nutrisi
3. Ganguan pola tidur b/d peningkatan suhu tubuh
4. Resiko kekurangan volume cairan b/d ntake yang tidak adekuat dan peningkatan
suhu tubuh
H. INTERVENSI
NO Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
(SLKI)
1. I Setelah dilakukan tindakan 1.Kaji warna kulit
keperawatan selama 3x 7 jam 2.Monitor suhu tubuh
diharapan demam dapat teratasi 3.Monitor TD, N dan RR.
dengan kriteria hasil : 4.Identifikasi adanya
1.Suhu tubuh dalam rentang penurunan tingkat kesadaran.
normal, antara 36,5 - 37,5 5. Tingkatkan intake cairan dan
derajat celsius. nutrisi.
2.Nadi dan pernafasan dalam 6. Beri kompres hangat pada
rentang normal. sekitar axilla dan lipatan
3.Tidak ada perubahan warna paha.
kulit 7. Beri pakaian yang tipis dan
menyerap keringat.
Kolaborasi pemberian obat
antiperetik
2. II Setelah dilakuakn tindakan 1. Kaji adanya alergi
keperawatan selama3x7 jam makanan.
diharapakan nutrisi dapat 2. Monitor adanya
terpenuhi dengan kriteria hasil: penurunan berat
1. Mampu mengidentifikasi badan.
kebutuhan nutrisi, tidak 3. Monitor interaksi anak
ada tanda malnutrisi. dengan orang tua.
2. Tidak terjadi penurunan berat 4. Monitor kulit kering,
badan berarti turgor kulit.
5. Catat jika ada mual dan
muntah.
6. Anjurkan makan sedikit
tapi sering
Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan
3. III Setelah dilakukan 1. Kaji pola tidur pasien
tindakankeperawatan selama 2. Anjurka
3x7 jam diharapan ilmu n tehnik
pengetahuan bertambah distraksi sebelum
dengan kriteria hasil: tidur.
1. Jumlah jam tidur dalam 3. Ciptakan
batas normal 6-8 jam lingkungan yang
2. Pola tidur, kualitas dalam nyaman
batas normal 4.Kolaborasi pemberian obat
3. Perasaan segar sesudah tidur jika perlu
tidur atau istirahat
I. IMPLEMENTASI
Hari/tgl Dx Implementasi Respon TTD
jam
selasa,11 1.1. Melihat warna DS : - Rianty
Agustus kulit DO : Terlihat tidak
2020 kemerahan dan akral teraba
08.00 hangat
Ds : -
11.00 5.5Melihat cairan Do : Terlihat pasien
IV yang terpasang infus RL 400 ml/21
diberikan tpm
J. EVALUASI
III S :
-Ibu mengatakan pasien hanya 5 jam tidur
-Ibu mengatakan pasien sulit tidur
O:
-Pasien terlihat lemas
-Pasien terlihat berbaring saja ditempat tidur
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
Kaji pola tidur pasien
Rianty
IV S :
- Ibu mengatakan pasien susah untuk disuruh minum
- Pasien hanya minum 400 ml air putih
O:
- Bibir terlihat kering
- Terlihat pasien terpasang infus RL 500ml/21 tpm
- BC : 2298- 2216
= + 82
A : masalah belum teratasi
P : lanjutksn intervensi
Monitor status dehidrasi (kelembaban membran
mukosa).
Kolaborasi pemberian berikan cairan IV
BAB IV
APLIKASI JURNAL EVIDENCE BASED NURSING RISET
A. Identitas
Nama : Ny. S
Usia : 33 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Reaksi inflamasi
Suhu tubuh
Demam thypoid
Panas berkurang
2. Kekurangan
Terapi ini ketika diterapkan pada anak kecil sering kali rewel.
3. Hambatan
Tidak dalam pengawasan 24 jam, sehingga tidak mengetahui apakah pasien benar-
benar menerapkan terapi tersebut ketika suhu tubuh meningkat.
BAB VI
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan penerapan Evidence Based terapi tepid sponge water yang telah dilakukan
pada pasien dengan diagnosa medis typoid mengalami penurunan suhu tubuh. Hal ini
membuktikan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya sehingga dapat diaplikasikan
sebagai terapi nonfarmakologis untuk menurunkan suhu tubuh, dan dapat diterapkan untuk
menurunkan suhu tubuh lainnya bukan hanya untuk menurunkan suhu pada pasien typoid
saja, serta penerapan ini dapat dilakukan baik di rumah sakit maupun di rumah pasien.
B. SARAN
1. Bagi mahasiswa
Digunakan untuk menambah ilmu dan pengalaman untuk diterapakan di lapangan saat
bertemu langsung dengan pasien dengan keluhan hipertermi.
2. Bagi perawat
Bagi perawat dapat diaplikasikan sebagai terapi nonfarmakologis untuk menurunkan
suhu tubuh yang meningkat.