MAKALAH
( KEPERAWATAN ANAK )
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DEMAM THYPOID
DISUSUN OLEH :
1.
JULIS MUHARAM
2.
ZUMRATUL AINI
3.
YUPITA DAMAYANTI
4.
YUNI DARTIANA
5.
TATI
6.
ANGGI JULIUS
7.
ADARIATNO MEIQI
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah. SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayahnya serta memberikan perlindungandan kesehatan sehingga penulis
dapat menyusun makalah dengan judul Asuhan Keperawatan Pada Pasien Demam
Typoid .
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selama penyusunan makalah ini masih
banyak menemui kesulitan dikarenakan keterbatasan referensi dan keterbatasan
penulis sendiri. Dengan adanya kendala dan keterbatasan yang dimiliki penulis
maka penulis berusaha semaksimal mungkin untuk menyusun makalah dengan
sebaik-baiknya.
Sebagai manusia penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak demi perbaikan yang lebih baik dimasa yang akan
datang.
Akhirnya semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya, Amin.
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.......................................................................................................... i
Daftar Isi.................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1
1.
Latar Belakang............................................................................................ 1
2.
Rumusan Masalah........................................................................................ 1
3.
Tujuan ......................................................................................................... 2
4.
KONSEP MEDIK...................................................................................... 3
Definisi ................................................................................................ 3
B.
Etiologi ................................................................................................ 3
C.
Patofisiologi ......................................................................................... 3
D.
E.
F.
Penatalaksanaan ................................................................................... 5
G.
Komplikasi ........................................................................................... 6
Pengkajian ........................................................................................... 6
B.
C.
Implementasi ....................................................................................... 12
D.
Evaluasi ............................................................................................... 12
Kesimpulan ................................................................................................... 13
Saran.............................................................................................................. 13
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Demam thypoid merupakan salah satu penyakit infeksi endemis di Asia, Afrika,
Amerika latin, Karibia, Oceania dan jarang terjadi di Amerika Serikat dan Eropa.
Menurut data WHO, terdapat 16 juta hingga 30 juta kasus thypoid di seluruh dunia
dan diperkirakan sekitar 500,000 orang meninggal setiap tahunnya akibat penyakit
ini. Asia menempati urutan tertinggi pada kasus thypoid ini, dan terdapat 13 juta
kasus dengan 400,000 kematian setiap tahunnya.
Kasus thypoid diderita oleh anak-anak sebesar 91% berusia 3-19 tahun dengan
angka kematian 20.000 per tahunnya. Di Indonesia, 14% demam enteris
disebabkan oleh Salmonella Parathypii A. Demam tifoid pada masyarakat dengan
standar hidup dan kebersihan rendah,cenderung meningkat dan terjadi secara
endemis. Biasanya angka kejadian tinggi pada daerah tropik dibandingkan daerah
berhawa dingin. Penyakit ini banyak diderita oleh anak-anak, namun tidak menutup
kemungkinan untuk orang dewasa. Penyebabnya adalah kuman sallmonela thypi
atau sallmonela paratypi A, B dan C.
Penyakit typhus abdominallis sangat cepat penularanya yaitu melalui kontak
dengan seseorang yang menderita penyakit typhus, kurangnya kebersihan pada
minuman dan makanan, susu dan tempat susu yang kurang kebersihannya menjadi
tempat untuk pembiakan bakteri salmonella, pembuangan kotoran yang tak
memenuhi syarat dan kondisi saniter yang tidak sehat menjadi faktor terbesar
dalam penyebaran penyakit typhus.
Dalam masyarakat, penyakit ini dikenal dengan nama thypus, tetapi didalam dunia
kedokteran disebut dengan Tyfoid fever atau thypus abdominalis, karena pada
umumnya kuman menyerang usus, maka usus bisa jadi luka dan menyebabkan
pendarahan serta bisa mengakibatkan kebocoran usus.
2.
Rumusan Masalah
Apa konsep medik dan asuhan keperawatan pada penyakit demam thypoid ?
3.
a.
Tujuan
Tujuan umum :
Tujuan khusus :
Mengetahui konsep medik dan asuhan keperawatan pada penyakit Demam Thypoid
4.
a.
Manfaat Penulisan
Mendapatkan pengetahuan tentang penyakit Demam Thypoid
b.
Mendapatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan
Demam Thypoid
BAB II
PEMBAHASAN
I.
A.
KONSEP MEDIK
DEFINISI
Demam Tifoid (entric fever) adalah infeksi sistemik yang disebabkan oleh
Salmonella Enterica, khususnya turunannya yaitu Salmonella Thypii, parathypii A, B,
C pada saluran pencernaan. (Suratum, 2010)
Penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna, dengan gejala demam
kurang lebih dari 1 minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran.
Penyakit infeksi dari Salmonella (Salmonellosis) ialah segolongan penyakit infeksi
yang disebabkan oleh sejumlah besar spesies yang tergolong dalam genus
Salmonella, biasanya mengenai saluran pencernaan (Hasan dan Atlas, 1991).
Pertimbangkan demam tifoid pada anak yang demam dengan dan memiliki salah
satu tanda seperti diare (konstipasi), muntah, nyeri perut, dan sakit kepala (batuk).
Hal ini terutama bila demam telah berlangsung selama 7 hari atau lebih dan
penyakit lain sudah disisihkan (WHO,2005).
B.
ETIOLOGI
C.
PATOFISIOLOGI
1.
Kuman masuk ke dalam mulut melalui makanan atau minuman yang tercemar
oleh Salmonella (biasanya >10.000 basil kuman). Sebagian kuman dapat
dimusnahkan oleh asam HCL lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus. Jika
respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik, maka basil Salmonella
akan menembus sel-sel epitel (sel M) dan selanjutnya menuju lamina propia dan
berkembang biak di jaringan limfoid plak peyeri di ileum distal dan kelejar getah
bening mesenterika.
2.
Jaringan limfoid plak peyeri dan kelenjar getah bening mesenterika mengalami
hiperplasia. Basil tersebut masuk ke aliran darah (bakterimia) melalui ductus
thoracicus dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotalial tubuh, terutama hati,
sumsum tulang, dan limfa melalui sirkulasi portar dari usus.
3.
Hati membesar (hepatomegali) dengan infiltrasi limfosit, zat plasma, dan sel
mononuclear. Terdapat juga nekrosis fokal dan pembesaran limfa (splenomegali). Di
organ ini, kuman S. Thypi berkembang biak dan masuk sirkulasi darah lagi,
sehingga mengakibatkan bakterimia kedua yang disertai tanda dan gejala infeksi
sistemik (demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskuler,
dan gangguan mental koagulasi).
4.
Pendarahan saluran cerna terjadi akibat erosi pembuluh darah di sekitar plak
peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia. Proses patologis ini dapat
berlangsung hinga ke lapisan otot, serosa usus, dan mengakibatkan perforasi usus.
Endotoksin basil menempel di reseptor sel endotel kapiler dan dapat
mengakibatkan komplikasi, seperti gangguan neuropsikiatrik kardiovaskuler,
pernapasan, dan gangguan organ lainnya. Pada minggu pertama timbulnya
penyakit, terjadi jyperplasia (pembesaran sel-sel) plak peyeri. Disusul kemudian,
terjadi nekrosis pada minggu kedua dan ulserasi plak peyeri pada minggu ketiga.
Selanjutnya, dalam minggu ke empat akan terjadi proses penyembuhan ulkus
dengan meninggalkan sikatriks (jaringan parut).
D.
MANIFESTASI KLINIK
Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibandingkan
dengan penderita dewasa. Masa tunas rata-rata 10-20 hari. Masa tunas tersingkat
adalah empat hari, jika infeksi terjadi melalui makanan. Sedangkan, masa tunas
terlama berlangsung 30 hari, jika infeksi melalui minuman. Selama masa inkubasi,
mungkin ditemukan gejala prodomal, yaitu perasaan tidak enak badan, nyeri
kepala, lesu, pusing, dan tidak bersemangat, yang kemudian disusul dengan gejalagejala klinis seperti demam, gangguan pada saluran pencernaan seperti napas
berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah, lidah putih kotor (coated tongue)
ujung dan tepi kemerahan, perut kembung, hati dan limpa membesar, disertai nyeri
pada perabaan dan terjadi gangguan kesadaran seperti apatis sampai somnolen.
E.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.
Tubex TF, spesifik mendeteksi Ig M antibody S thypiii 09 LPS antigen Sthypii
dan salmonella sero group D bakteri
2.
3.
Pemeriksaan darah tepi : untuk melihat tingkat leukosit dalam darah, adanya
leukopenia, etc
4.
Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya bakteri Salmonella Thypi dan
leukosit
5.
Pemeriksaan feses : untuk melihat adanya lendir dan darah yang dicurigai
akan bahaya perdarahan usus dan perforasi
6.
7.
Serologis : untuk mengevaluasi reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin)
8.
9.
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali
normal setelah sembuhnya typhoid.
F.
PENATALAKSANAAN
1.
Perawatan
a)
b)
c)
Posisi tubuh harus diubah setiap 2 jam sekali untuk mencegah decubitus
2.
Diet
Dimasa lampau, penderita diberi makan diet yang terdiri dari bubur saring,
kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan
penderita. Beberapa peneliti menganjurkan makanan padat dini yang wajar sesuai
dengan keadaan penderita. Makanan disesuaikan baik kebutuhan kalori, protein,
elektrolit, vitamin maupun mineralnya serta diusahakan makan yang rendah/bebas
selulose, menghindari makanan yang iritatif. Pada penderita gangguan kesadaran
maka pemasukan makanan harus lebih di perhatikan
3.
Obat-obatan
Ampisilin
b)
Amoxicillin
G.
KOMPLIKASI
1.
Perdarahan usus
2.
Miokarditis
3.
Peritonitis biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi
usus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding
abdomen tegang.
4.
Meningitis ensefalopati
5.
Bronkopneumonia
6.
Anemia
II.
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
1.
Identitas
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, no. registrasi, status
perkawinan, agama, pekerjaan, TB, BB, dan tanggal masuk RS.
2.
a.
Riwayat Keperawatan
Keluhan utama
Demam lebih dari 1 minggu, gangguan kesadaran : apati sampai somnolen, dan
gangguan saluran cerna seperti perut kembung atau tegang dan nyeri pada
perabaan, mulut bau, konstipasi atau diare, tinja berdarah dengan atau tanpa
lendir, anoreksia dan muntah.
b.
Ingesti makanan yang tidak dimasak misalnya daging, telur, atau terkontaminasi
dengan minuman.
c.
d.
Tifoid kongenital didapatkan dari seorang ibu hamil yang menderita demam tifoid
dan menularkan kepada janin melalui darah. Umumnya bersifat fatal.
e.
f.
Demam tifoid saat ini terutama ditemukan di negara sedang berkembang
dengan kepadatan penduduk tinggi serta kesehatan lingkungan yang tidak
memenuhi syarat kesehatan. Pengaruh cuaca terutama pada musim hujan
sedangkan dari kepustakaan barat dilaporkan terutama pada musim panas.
3.
a.
Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama sakit, lidah kotor, dan
rasa pahit waktu makan sehingga dapat mempengaruhi status nutrisi berubah.
c.
Pasien akan terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan fisik serta pasien akan
mengalami keterbatasan gerak akibat penyakitnya.
d.
Pola eliminasi
Kebiasaan dalam buang BAK akan terjadi refensi bila dehidrasi karena panas yang
meninggi, konsumsi cairan yang tidak sesuai dengan kebutuhan.
e.
Pada pola reproduksi dan sexual pada pasien yang telah atau sudah menikah akan
terjadi perubahan.
f.
Pemeriksaan Fisik
a.
Keadaan umum
Biasanya pada pasien typhoid mengalami badan lemah, panas, puccat, mual, perut
tidak enak, anorexia.
b.
Kepala tidak ada bernjolan, rambut normal, kelopak mata normal, konjungtiva
anemia, mata cowong, muka tidak odema, pucat/bibir kering, lidah kotor, ditepi dan
ditengah merah, fungsi pendengran normal leher simetris, tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid.
c.
Dada normal, bentuk simetris, pola nafas teratur, didaerah abdomen ditemukan
nyeri tekan.
d.
Sistem respirasi
Apa ada pernafasan normal, tidak ada suara tambahan, dan tidak terdapat cuping
hidung.
e.
Sistem kardiovaskuler
Biasanya pada pasien dengan typoid yang ditemukan tekanan darah yang
meningkat akan tetapi bisa didapatkan tachiardi saat pasien mengalami
peningkatan suhu tubuh.
f.
Sistem integument
Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral hangat.
g.
Sistem eliminasi
Pada pasien typoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk kemih pasien bisa
mengalami penurunan (kurang dari normal). N -1 cc/kg BB/jam.
h.
Sistem muskuloskolesal
Apakah ada gangguan pada extrimitas atas dan bawah atau tidak ada gangguan.
i.
Sistem endokrin
Apakah di dalam penderita thyphoid ada pembesaran kelenjar toroid dan tonsil.
j.
Sistem persyarafan
Apakah kesadarn itu penuh atau apatis, somnolen dan koma, dalam penderita
penyakit thypoid.
B.
1.
Intervensi :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Anjurkan pasien untuk banyak minum (sirup, teh manis, atau apa yang disukai
anak).
g.
h.
2.
Perubahan nutrisi atau cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh
sehubungan dengan mual muntah.
Tujuan : Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi yang adekuat.
Kriteria hasil : Nafsu makan meningkat, Pasien mampu menghabiskan makanan
sesuai dengan porsi yang diberikan
Intervensi :
a.
b.
Berikan makanan yang mengandung cukup cairan, rendah serat, tinggi
protein, dan tidak menimbulkan gas.
c.
Jika kesadaran klien masih membaik Berikan makanan lunak dengan lauk
pauk yang dicincang (hati dan daging), dan sayuran labu siam/wortel yang dimasak
lunak sekali. Boleh juga diberikan tahu, telur setengah matang atau matang yang
direbus. Susu diberikan 2 x 1 gelas/lebih, jika makanan tidak habis berikan susu
extra.
d.
Jika kesadaran klien menurun, berikan makanan cair per sonde dan berikan
kalori sesuai dengan kebutuhannya. Pemberiannya diatur setiap 3 jam termasuk
makanan ekstra seperti sari buah atau bubur kacang hijau yang dihaluskan. Jika
kesadaran membaik, makanan dialihkan secara bertahap dari cair ke lunak.
e.
Pasang infus dengan cairan glukosa dan NaCl jika kondisi pasien payah
(memburuk), seperti menderita delirium. Jika keadaan sudah tenang berikan
makanan per sonde, disamping infus masih diteruskan. Makanan per sonde
biasanya merupakan setengah dari jumlah kalori, sementara setengahnya lagi
masih perinfus. Secara bertahap dengan melihat kemajuan pasien, bentuk makanan
beralih ke makanan biasa.
f.
3.
Intervensi :
a.
b.
c.
Bantu pasien dalam melakukan aktivitas fisik , kognitif, social dan spiritual
yang spesifik.
d.
e.
f.
Berikan aktivitas hiburan yang tepat contoh menonton tv, radio dan
membaca.
g.
Ajarkan keluarga atau orang terdekat pasien tentang tehnik perawatan diri.
h.
Dapatkan bantuan dari keluarga dalam usaha mendukung dan mendorong
pasien dalam menyelesaikan aktivitas.
i.
j.
4.
Kurangnya pengetahuan orang tua tentang penyakitnya sehubungan dengan
kurang informasi.
Tujuan : pengetahuan klien dan orang tua klien bertambah dengan adanya
informasi.
Kriteria hasil : klien akan menyatakan pemahaman proses penyakit, pengobatan,
mengidentifikasi situasi stres dan tindakan khusus untuk menerimanya dan
berpartisipasi dalam program pengobatan serta melakukan perubahan pola hidup
tertentu.
Intervensi :
a.
b.
Dorong penggunaan tehnik relaksasi dan manajemen stress lain, mis.
Visualisasi, bimbingan imajinasi, umpan balik biologi.
c.
Berikan penyuluhan kepada orang tua tentang hah-hal sebagai berikut :
pasien tidak boleh tidur dengan anak-anak lain, pasien harus istirahat mutlak,
pemberian obat dan pengukuran suhu dilakukan seperti dirumah sakit, feses dan
urin harus dibuang kedalam lubang WC dan di siram air sebanyak-banyaknya.
5.
Kriteria hasil :
Intervensi :
a.
R/: Posisi yang nyaman akan membuat klien lebih rileks sehingga merelaksasikan
otot-otot.
b.
dalam
R/: Tehnik nafas dalam dapat merelaksasi otot-otot sehingga mengurangi nyeri
c.
Ajarkan kepada orang tua untuk menggunakan tehnik relaksasi misalnya
visualisasi, aktivitas hiburan yang tepat
R/: Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian
d.
R/: Dengan obat analgetik akan menekan atau mengurangi rasa nyeri
6.
c.
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti biotik sesuai indikasi.
d.
C.
IMPLEMENTASI
teknik komunikasi terapi serta penjelasan untuk setiap tindakan yang diberikan
kepada klien.
Dalam melakukan tindakan keperawatan menggunakan tiga tahap yaitu
independen, dependen, interdependen. Tindakan keperawatan secara independen
adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk dan perintah
dokter atau tenaga kesehatan lainnya, dependen adalah tindakan yang sehubungan
dengan tindakan pelaksanaan rencana tindakan medis dan interdependen adalah
tindakan keperwatan yang menjelaskan suatu kegiatan yang memerlukan suatu
kerjasama dengan tenaga kesehatan lainnya, misalnya tenaga sosial, ahli gizi dan
dokter, keterampilan yang harus perawat punya dalam melaksanakan tindakan
keperawatan yaitu kongnitif dan sifat psikomotor.
D.
EVALUASI
A.
Kesimpulan
Demam tifoid adalah suatu infeksi akut pada usus kecil yang disebabkan oleh
bakteri Salmonella typhi. Di Indonesia penderita demam tifoid cukup banyak
diperkirakan 800/100.000 penduduk per tahun, tersebar dimana-mana, dan
ditemukan hampir sepanjang tahun.
Demam tifoid dapat ditemukan pada semua umur, tetapi yang paling sering pada
anak besar, umur 5-9 tahun. Dengan keadaan seperti ini, adalah penting melakukan
pengenalan dini demam tifoid, yaitu adanya 3 komponen utama : Demam yang
berkepanjangan (lebih dari 7 hari), Gangguan susunan saraf pusat / kesadaran.
B.
Saran
Dari uraian makalah yang telah disajikan maka kami dapat memberikan saran untuk
selalu menjaga kebersih lingkungan , makanan yang dikonsumsi harus higiene dan
perlunya penyuluhan kepada masyarakat tentang demam tifoid.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Prince and Willson.2005.Patofisiologi Vol. 2.Penerbit Buku Kedokteran
ECG:Jakarta
2.
3.
Arif Muttaqin dan Kumala Sari.2011.Gangguan Gastrointestinal.Penerbit
Salemba Medika:Jakarta
4.
Suddarth & Brunner.2002. Keperawatan Medikal Bedah.Edisi 8 Vol. 2.Suzanne
C. Smeltzer.Penerbit Buku Kedokteran ECG:Jakarta
5.
Sodikin.2011.Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Gastrointestinal &
Hepatobilier.Penerbit Salemba Medika.Jakarta
6.
Doenges Marylin E.2000.Rencana Asuhan Keperawatan.Penerbit Buku
Kedokteran
EGC:Jakarta.
7.
DEMAM TIFOID http://easthomas.blogspot.com/2010/05/demamtifoid.html#ixzz2DmHaeKW8
8.
Judith M. Wilkinson .2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan
Intervensi Nic dan Kriteria Hasil Noc. EGC : Jakarta.
9.
Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik
yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi
secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer
Orief.M. 1999).
Dari beberapa pengertian diatasis dapat disimpulkan sebagai berikut, Typhoid
adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A. B
dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang
terkontaminasi.
2. Etiologi
Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. ada dua
sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien
dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih
terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1
tahun.
3. Patofisiologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal
dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus (muntah),
Fly(lalat), dan melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella
thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat,
dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang
sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti
mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke
tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung,
sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk
ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan
limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai selsel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke
dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk
limpa, usus halus dan kandung empedu.
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh
endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa
endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid.
Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses
inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan
endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada
jaringan yang meradang.
4. Manifestasi Klinik
2) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada
komplikasi perdarahan.
b. Diet.
1) Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.
2) Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
4. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7
hari.
c. Obat-obatan.
1) Klorampenikol
2) Tiampenikol
3) Kotrimoxazol
4) Amoxilin dan ampicillin
7. Pencegahan
Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci tangan setelah
dari toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan, hindari
minum susu mentah (yang belum dipsteurisasi), hindari minum air mentah, rebus
air sampai mendidih dan hindari makanan pedas
8. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan
laboratorium, yang terdiri dari :
a. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia
dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai.
Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi
berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun
tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah
leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
b. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali
normal setelah sembuhnya typhoid.
c. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan
darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini
dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
1) Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini
disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu
pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat
bakteremia berlangsung.
2) Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan
berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah
dapat positif kembali.
3) Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi
dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah
negatif.
4) Pengobatan dengan obat anti mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin
negatif.
d. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin).
Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien
dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen
yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan
dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan
adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat
infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh
kuman).
2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel
kuman).
3) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai
kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya
untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.
Faktor faktor yang mempengaruhi uji widal :
a. Faktor yang berhubungan dengan klien :
1. Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi.
2. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam
darah setelah klien sakit 1 minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5
atau ke-6.
3. Penyakit penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat menyertai
demam typhoid yang tidak dapat menimbulkan antibodi seperti
agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma lanjut.
4. Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan obat anti mikroba
dapat menghambat pembentukan antibodi.
5. Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat tersebut dapat
menghambat terjadinya pembentukan antibodi karena supresi sistem
retikuloendotelial.
6. Vaksinasi dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi dengan kotipa
atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang
setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahanlahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H pada orang yang
pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik.
7. Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya : keadaan ini
dapat mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer yang
rendah.
8. Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap
salmonella thypi karena penyakit infeksi dengan demam yang bukan typhoid pada
seseorang yang pernah tertular salmonella di masa lalu.
b. Faktor-faktor Teknis
1. Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat mengandung antigen O
dan H yang sama, sehingga reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat menimbulkan
reaksi aglutinasi pada spesies yang lain.
2. Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan mempengaruhi hasil uji widal.
3. Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada penelitian yang
berpendapat bahwa daya aglutinasi suspensi antigen dari strain salmonella
setempat lebih baik dari suspensi dari strain lain.
9. Tumbuh kembang pada anak usia 6 12 tahun
Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran berbagai organ fisik
berkaitan dengan masalah perubahan dalam jumlah, besar, ukuran atau dimensi
tingkat sel. Pertambahan berat badan 2 4 Kg / tahun dan pada anak wanita sudah
mulai mengembangkan cirri sex sekundernya.
Perkembangan menitik beratkan pada aspek diferensiasi bentuk dan fungsi
termasuk perubahan sosial dan emosi.
a. Motorik kasar
1) Loncat tali
2) Badminton
3) Memukul
4) motorik kasar di bawah kendali kognitif dan berdasarkan secara bertahap
meningkatkan irama dan keleluasaan.
b. Motorik halus
1) Menunjukan keseimbangan dan koordinasi mata dan tangan
2) Dapat meningkatkan kemampuan menjahit, membuat model dan bermain alat
musik.
c. Kognitif
1) Dapat berfokus pada lebih dan satu aspek dan situasi
2) Dapat mempertimbangkan sejumlah alternatif dalam pemecahan masalah
3) Dapat membelikan cara kerja dan melacak urutan kejadian kembali sejak awal
4) Dapat memahami konsep dahulu, sekarang dan yang akan datang
d. Bahasa
1) Mengerti kebanyakan kata-kata abstrak
2) Memakai semua bagian pembicaraan termasuk kata sifat, kata keterangan, kata
penghubung dan kata depan
3) Menggunakan bahasa sebagai alat pertukaran verbal
bila klien makan tidak teratur. Faktor predisposisinya adalah minum air mentah,
makan makanan yang tidak bersih dan pedas, tidak mencuci tangan sebelum dan
sesudah makan, dari wc dan menyiapkan makanan.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul pada klien typhoid adalah :
a. Resti ketidakseimbangan volume cairan dan elektrolit b.d hipertermi dan muntah.
b. Resti gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake
yang tidak adekuat.
c. Hipertermi b.d proses infeksi salmonella thypi.
d. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan
kelemahan fisik.
e. Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang
informasi atau informasi yang tidak adekuat.
3. Perencanaan
Berdasarkan diagnosa keperawatan secara teoritis, maka rumusan perencanaan
keperawatan pada klien dengan typhoid, adalah sebagai berikut :
Diagnosa. 1
Resti gangguan ketidak seimbangan volume cairan dan elektrolit, kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan hipertermia dan muntah.
Tujuan
Ketidak seimbangan volume cairan tidak terjadi
Kriteria hasil
Membran mukosa bibir lembab, tanda-tanda vital (TD, S, N dan RR) dalam batas
normal, tanda-tanda dehidrasi tidak ada
Intervensi
Kaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir kering, turgor kulit tidak elastis dan
peningkatan suhu tubuh, pantau intake dan output cairan dalam 24 jam, ukur BB
tiap hari pada waktu dan jam yang sama, catat laporan atau hal-hal seperti mual,
muntah nyeri dan distorsi lambung. Anjurkan klien minum banyak kira-kira 20002500 cc per hari, kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, K, Na, Cl) dan
kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan tambahan melalui parenteral
sesuai indikasi.
Diagnosa. 2
Resiko tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat
Tujuan
Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi
Kriteria hasil
Nafsu makan bertambah, menunjukkan berat badan stabil/ideal, nilai bising
usus/peristaltik usus normal (6-12 kali per menit) nilai laboratorium normal,
konjungtiva dan membran mukosa bibir tidak pucat.
Intervensi
Kaji pola nutrisi klien, kaji makan yang di sukai dan tidak disukai klien, anjurkan
tirah baring/pembatasan aktivitas selama fase akut, timbang berat badan tiap hari.
Anjurkan klien makan sedikit tapi sering, catat laporan atau hal-hal seperti mual,
muntah, nyeri dan distensi lambung, kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian
diet, kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium seperti Hb, Ht dan Albumin dan
kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antiemetik seperti (ranitidine).
Diagnosa 3
Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi
Tujuan
Hipertermi teratasi
Kriteria hasil
Suhu, nadi dan pernafasan dalam batas normal bebas dari kedinginan dan tidak
terjadi komplikasi yang berhubungan dengan masalah typhoid.
Intervensi
Observasi suhu tubuh klien, anjurkan keluarga untuk membatasi aktivitas klien, beri
kompres dengan air dingin (air biasa) pada daerah axila, lipat paha, temporal bila
terjadi panas, anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap
keringat seperti katun, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti piretik.
Diagnosa 4
Ketidak mampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan
kelemahan fisik
Tujuan
Kebutuhan sehari-hari terpenuhi
Kriteria hasil
Mampu melakukan aktivitas, bergerak dan menunjukkan peningkatan kekuatan
otot.
Intervensi
Berikan lingkungan tenang dengan membatasi pengunjung, bantu kebutuhan
sehari-hari klien seperti mandi, BAB dan BAK, bantu klien mobilisasi secara
bertahap, dekatkan barang-barang yang selalu di butuhkan ke meja klien, dan
kolaborasi dengan dokter dalam pemberian vitamin sesuai indikasi.
Diagnosa 5
Resti infeksi sekunder berhubungan dengan tindakan invasive
Tujuan
Infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil
Bebas dari eritema, bengkak, tanda-tanda infeksi dan bebas dari sekresi
purulen/drainase serta febris.
Intervensi
Observasi tanda-tanda vital (S, N, RR dan RR). Observasi kelancaran tetesan infus,
monitor tanda-tanda infeksi dan antiseptik sesuai dengan kondisi balutan infus, dan
kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti biotik sesuai indikasi.
Diagnosa 6
Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang informasi atau
informasi yang tidak adekuat
Tujuan
Pengetahuan keluarga meningkat
Kriteria hasil
Menunjukkan pemahaman tentang penyakitnya, melalui perubahan gaya hidup dan
ikut serta dalam pengobatan.
Intervensinya
Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga klien tentang penyakit anaknya,
Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan klien, beri kesempatan
keluaga untuk bertanya bila ada yang belum dimengerti, beri reinforcement positif
jika klien menjawab dengan tepat, pilih berbagai strategi belajar seperti teknik
ceramah, tanya jawab dan demonstrasi dan tanyakan apa yang tidak di ketahui
klien, libatkan keluarga dalam setiap tindakan yang dilakukan pada klien
4. Evaluasi
Berdasarkan implementasi yang di lakukan, maka evaluasi yang di harapkan untuk
klien dengan gangguan sistem pencernaan typhoid adalah : tanda-tanda vital stabil,
kebutuhan cairan terpenuhi, kebutuhan nutrisi terpenuhi, tidak terjadi hipertermia,
klien dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari secara mandiri, infeksi tidak terjadi
dan keluaga klien mengerti tentang penyakitnya.
TYPHOID ABDOMINALIS
A. Pengertian
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman
salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah
Typhoid dan paratyphoid abdominalis, ( Syaifullah Noer, 1998 ).
Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna,
gangguan kesadaran, dan lebih banyak menyerang pada anak usia 12 13 tahun
( 70% - 80% ), pada usia 30 - 40 tahun ( 10%-20% ) dan diatas usia pada anak 1213 tahun sebanyak ( 5%-10% ). (Mansjoer, Arif 1999).
Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan pencernaan
dan gangguan kesadaran (FKUI. 1999).
B. Etiologi
a) Salmonella thyposa, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak
bersepora mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu:
antigen O (somatic, terdiri darizat komplekliopolisakarida)
antigen H(flagella)
C. Patofisiologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal
dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly
(lalat), dan melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella
thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat,
dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang
sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti
mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke
tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung,
sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk
ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan
limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai selsel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke
dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk
limpa, usus halus dan kandung empedu.
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh
endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa
endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid.
Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses
inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan
endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada
jaringan yang meradang.
D. Gejala Klinis
Masa tunas 7-14 (rata-rata 3 30) hari, selama inkubasi ditemukan gejala
prodromal (gejala awal tumbuhnya penyakit/gejala yang tidak khas) :
E. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium
F. Penatalaksanaan
Terdiri dari 3 bagian, yaitu :
1) Perawatan
Tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih
selama 14 hari.
2 jam untuk mencegah dekubitus. Posisi tubuh harus diubah setiap
Mobilisasi sesuai kondisi.
2) Diet
Makanan diberikan secara bertahap sesuai dengan keadaan penyakitnya (mulamula air-lunak-makanan biasa)
Makanan mengandung cukup cairan, TKTP.
Makanan harus menagndung cukup cairan, kalori, dan tinggi protein, tidak boleh
mengandung banyak serat, tidak merangsang maupun menimbulkan banyak gas.
3) Obat
Antimikroba
Kloramfenikol
Tiamfenikol
Co-trimoksazol (Kombinasi Trimetoprim dan Sulkametoksazol)
Obat Symptomatik
Antipiretik
G. Komplikasi
Komplikasi dapat dibagi dalam :
1. Komplikasi intestinal
Perdarahan usus
Perforasi usus
Ileus paralitik
H. Pencegahan
1. Usaha terhadap lingkungan hidup :
MANAJEMEN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
Didalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, no.
Registerasi, status perkawinan, agama, pekerjaan, tinggi badan, berat badan,
tanggal MR.
2. Keluhan Utama
pada pasien Thypoid biasanya mengeluh perut merasa mual dan kembung, nafsu
makan menurun, panas dan demam.
1. Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit Thypoid, apakah tidak pernah,
apakah menderita penyakit lainnya.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya penyakit pada pasien Thypoid adalah demam, anorexia, mual,
muntah, diare, perasaan tidak enak di perut, pucat (anemi), nyeri kepala pusing,
nyeri otot, lidah tifoid (kotor), gangguan kesadaran berupa somnolen sampai koma.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita Thypoid atau sakit
yang lainnya.
4. Riwayat Psikososial
Psiko sosial sangat berpengaruh sekali terhadap psikologis pasien, dengan timbul
gejala-gejala yang dalami, apakah pasien dapat menerima pada apa yang
dideritanya.
5. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola pesepsi dan tatalaksana kesehatan
Perubahan penatalaksanaan kesehatan yang dapat menimbulkan masalah dalam
kesehatannya.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama sakit, lidah kotor, dan
rasa pahit waktu makan sehingga dapat mempengaruhi status nutrisi berubah.
3) Pola aktifitas dan latihan
Pasien akan terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan fisik serta pasien akan
mengalami keterbatasan gerak akibat penyakitnya.
4) Pola tidur dan aktifitas
Kebiasaan tidur pasien akan terganggu dikarenakan suhu badan yang meningkat,
sehingga pasien merasa gelisah pada waktu tidur.
5) Pola eliminasi
Kebiasaan dalam buang BAK akan terjadi refensi bila dehidrasi karena panas yang
meninggi, konsumsi cairan yang tidak sesuai dengan kebutuhan.
6) Pola reproduksi dan sexual
Pada pola reproduksi dan sexual pada pasien yang telah atau sudah menikah akan
terjadi perubahan.
7) Pola persepsi dan pengetahuan
Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan mempengaruhi pengetahuan
dan kemampuan dalam merawat diri.
8) Pola persepsi dan konsep diri
Didalam perubahan apabila pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah
penyakitnya.
9) Pola penanggulangan stress
Stres timbul apabila seorang pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah
penyakitnya.
6. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Biasanya pada pasien typhoid mengalami badan lemah, panas, puccat, mual, perut
tidak enak, anorexia.
2) Kepala dan leher
Kepala tidak ada bernjolan, rambut normal, kelopak mata normal, konjungtiva
anemia, mata cowong, muka tidak odema, pucat/bibir kering, lidah kotor, ditepi dan
ditengah merah, fungsi pendengran normal leher simetris, tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid.
3) Dada dan abdomen
Dada normal, bentuk simetris, pola nafas teratur, didaerah abdomen ditemukan
nyeri tekan.
4) Sistem respirasi
Apa ada pernafasan normal, tidak ada suara tambahan, dan tidak terdapat cuping
hidung.
5) Sistem kardiovaskuler
Biasanya pada pasien dengan typoid yang ditemukan tekanan darah yang
meningkat akan tetapi bisa didapatkan tachiardi saat pasien mengalami
peningkatan suhu tubuh.
6) Sistem integumen
Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral hangat.
7) Sistem eliminasi
Pada pasien typoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk kemih pasien bisa
mengalami penurunan (kurang dari normal). N -1 cc/kg BB/jam.
8) Sistem muskuloskolesal
Apakah ada gangguan pada extrimitas atas dan bawah atau tidak ada gangguan.
9) Sistem endokrin
Apakah di dalam penderita thyphoid ada pembesaran kelenjar toroid dan tonsil.
10) Sistem persyarafan
Apakah kesadarn itu penuh atau apatis, somnolen dan koma, dalam penderita
penyakit thypoid.
B. Diagnosa keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi Salmonella Typhii
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan anoreksia
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/bedrest.
4. Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan
pengeluaran cairan yang berlebihan (diare/muntah).
R/ untuk menjaga agar klien merasa nyaman, pakaian tipis akan membantu
mengurangi penguapan tubuh.
Batasi pengunjung
R/ agar klien merasa tenang dan udara di dalam ruangan tidak terasa panas.
Observasi TTV tiap 4 jam sekali
R/ tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien
2,5 liter / 24 jam Anjurkan pasien untuk banyak minum, minum
R/ peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga
perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak
Memberikan kompres dingin
R/ untuk membantu menurunkan suhu tubuh
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian tx antibiotik dan antipiretik
R/ antibiotik untuk mengurangi infeksi dan antipiretik untuk menurangi panas.
D. Evaluasi
Dari hasil intervensi yang telah tertulis, evaluasi yang diharapkan :
Dx : peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi salmonella typhii
Evaluasi : suhu tubuh normal (36 o C) atau terkontrol.
Dx : gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan anoreksia.
Evaluasi : Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi adekuat.
DAFTAR PUSTAKA
Dangoes Marilyn E. 1993. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. EGC, Jakarta.
Lynda Juall, 2000, Diagnosa Keperawatan, EGC, Jakarta.
Mansjoer, Arif 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Media Aesculapis, Jakarta.
Rahmad Juwono, 1996, Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3, FKUI, Jakarta.
Sjaifoellah Noer, 1998, Standar Perawatan Pasien, Monica Ester, Jakarta.
1. Pengertian
Demam typoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna
dengan gejala demam lebih dari tujuh hari, gangguan pada saluran cerna dan
gangguan kesadaran. (Mansjoer, 2000: 432).
Demam typoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan
bakteremia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus,
pembentukan mikroabses dan ulserasi nodus peyer di distal ileum. Disebabkan
salmonella thypi, ditandai adanya demam 7 hari atau lebih, gejala saluran
pencernaan dan gangguan kesadaran. (Soegijanto, 2002: 1).
Demam typoid adalah penyakit infeksi bakteri hebat yang di awali di selaput lendir
usus, dan jika tidak di obati secara progresif akan menyerbu jaringan di seluruh
tubuh. (Tambayong, 2000: 143).
Demam typoid adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh infeksi
salmonella typhi. ( Ovedoff, 2002: 514).
2. Etiologi
Menurut Lewis, Et al (2000: 192) Penyakit demam typoid disebabkan oleh infeksi
kuman Salmonella typhi.
Sedangkan menurut Arif Mansjoer, dkk (1999: 421) etiologi dari demam typoid
adalah Salmonella typhi, sedangkan demam paratipoid disebabkan oleh organisme
yang termasuk dalam spesies salmonella enteretidis bioseratife para typhi B,
salmonella enteretidis bioseratife C. Kuman-kuman ini lebih dikenal dengan nama
salmonella paratyphi A, salmonella schottmueller dan salmonella hirscfeldii.
Menurut Ruth F, Craven dan Constance J, Hirni (2002: 1011) tentang penyebab dari
demam typoid adalah bakteri Salmonella typhi.
3. Patofisiologi
Kuman salmonella thypi masuk bersama makanan/ minuman setelah berada di
dalam usus halus mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus (terutama plak
peyer) dan jaringan limfoid mesenterika. Setelah menyebabkan keradangan dan
nekrosis setempat kuman lewat pembuluh darah limfe masuk ke darah (bakterimia
primer) menuju organ retikuloendotelial system (RES) terutama hati dan limfa. Di
tempat ini kuman difagosit oleh sel-sel fagosit RES dan kuman yang tidak difagosit
berkembang biak. Pada akhir masa inkubasi 5-9 hari kuman kembali masuk ke
darah menyebar keseluruh tubuh (bakteremia sekunder) dan sebagian kuman
masuk ke organ tubuh terutama limpa, kandung empedu yang selanjutnya kuman
tersebut di keluarkan kembali dari kandung empedu ke rongga usus dan
menyebabkan reinfeksi di usus.
Dalam masa bakteremia ini kuman mengeluarkan endotoksin yang susunan kimia
nya sama dengan somatik antigen (lipopolisakarida), yang semula diduga
bertanggung jawab terhadap terjadinya gejala-gejala dari demam typoid. (Suriadi,
2001: 281).
Gejala-gejala yang timbul bervariasi. Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala
serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya, yaitu demam, nyeri kepala,
pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak
enak di perut, batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan
peningkatan suhu badan.
Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi
relatif, lidah typoid (kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta tremor),
hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan kesadaran berupa samnolen
koma, sedangkan reseolae jarang ditemukan pada orang Indonesia. (Mansjoer,
1999: 422).
Menurut Ngastiyah (2005: 237), demam typoid pada anak biasanya lebih ringan
daripada orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika infeksi
terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari.
Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, perasaan tidak enak
badan, lesu, nyeri, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, kemudian menyusul
gejala klinis yang biasanya ditemukan, yaitu:
a. Demam
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remitten dan
suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap
hari, menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam
minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali.
c. Gangguan Kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai samnolen. Jarang terjadi
supor, koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan terlambat mendapatkan
pengobatan). Gejala lain yang juga dapat ditemukan, pada punggung dan anggota
gerak dapat ditemukan reseol, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil
dalam kapiler kulit, yang ditemukan pada minggu pertama demam, kadang-kadang
ditemukan pula trakikardi dan epistaksis.
d. Relaps
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam typoid, akan tetapi
berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua setelah suhu
badan normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps terjadi
karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik
oleh obat maupun oleh zat anti.
5. Komplikasi
Menurut Ngastiyah (2005: 241), komplikasi pada demam typoid dapat terjadi pada
usus halus, umumnya jarang terjadi bila terjadi sering fatal diantaranya adalah:
a. Perdarahan Usus, bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja
dengan benzidin. Bila perdarahan banyak terjadi melena dan bila berat dapat
disertai perasaan nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.
b. Perforasi Usus, timbul biasanya pada minggu ke-3 atau setelah itu dan terjadi
pada bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat
ditemukan bila terdapat udara dirongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang
dan terdapat udara diantara hati dan diafragma. Pada foto rontgen abdomen yang
dibuat dalam keadaan tegak.
c. Peritonitis, biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus
halus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding
abdomen tegang (defense musculair) dan nyeri tekan.
6. Pemeriksaan Penunjang
Menurut David Ovedoff (2002: 514), pemeriksaan khusus yang diperiksa adalah:
a. Jumlah leukosit (biasanya terdapat leukopenia).
b. Selama minggu pertama, biakan darah positif pada 90% penderita.
c. Biakan tinja menjadi positif pada minggu kedua dan ketiga.
d. Biakan sum-sum tulang sering berguna bila biakan darah negatif.
e. Titer agglutinin (tes widal terhadap antigen somatic (O) dan flagel (A) meningkat
selama minggu ketiga, positif semua dan kadang-kadang negatif semua bisa
mungkin terjadi pada tes widal).
Menurut Arif Mansjoer, dkk (1999: 421), biakan darah positif memastikan demam
typoid, tetapi biakan darah negatif tidak menyingkirkan demam typoid. Peningkatan
uji titer widal empat lipat selama 2-3 minggu memastikan diagnosis demam typoid.
3. Biakan darah
Biakan darah positif memastikan demam typoid, tetapi biakan darah negatif tidak
menyingkirkan demam typoid.
4. Uji widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin).
Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella typhi terdapat dalam serum pasien
demam typoid, juga pada orang yang pernah ketularan salmonella typhi dan juga
para orang yang pernah divaksinasi terhadap demam typoid.
Dari pemeriksaan widal, titer antibodi terhadap antigen O yang bernilai > 1/200
atau peningkatan > 4 kali antara masa akut dan konvalensens mengarah kepada
demam typoid, meskipun dapat terjadi positif maupun negatif palsu akibat adanya
reaksi silang antara spesies salmonella. Diagnosis pasti ditegakkan dengan
menemukan kuman salmonella typhi pada biakan empedu yang diambil dari darah
klien. (Mansjoer, 2000: 433).
Akibat infeksi oleh kuman salmonella typhi pasien membuat antibodi (aglutinin),
yaitu:
a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen (berasal dari tubuh kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya
untuk diagnosis, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typoid.
c. Pengobatan dini dengan antibiotika: pengobatan dini dengan obat anti mikroba
dapat menghambat pembentukan antibodi.
e. Vaksinasi dengan kotipa atau tipa: seseorang yang divaksinasi dengan kotipa
atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang
setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahanlahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H pada orang yang
pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik.
f. Infeksi klien dengan klinis/ subklinis oleh salmonella sebelumnya: keadaan ini
dapat mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer yang
rendah.
7. Penatalaksanaan Medis
Menurut Copstead, et al (2000: 170) Pilihan pengobatan mengatasi kuman
Salmonella typhi yaitu ceftriaxone, ciprofloxacin, dan ofloxacin. Sedangkan alternatif
lain yaitu trimetroprin, sulfametoksazol, ampicilin dan cloramphenicol.
2. Diet
Di masa lampau, pasien demam typoid diberi bubur saring, kemudian bubur kasar
dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Pemberian bubur
saring tersebut dimaksudkan untuk menghindari komplikasi perdarahan usus atau
perforasi usus, karena ada pendapat bahwa usus perlu di istirahatkan. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini, yaitu nasi dengan
lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan selai kasar) dapat diberikan
dengan aman pada pasien demam typoid.
3. Obat
Obat-obatan antimikroba yang sering dipergunakan, ialah:
a. Kloramfenikol, dosis hari pertama 4 kali 250 mg, hari kedua 4 kali 500 mg,
diberikan selama demam dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam, kemudian dosis
diturunkan menjadi 4 kali 250 mg selama 5 hari kemudian.
b. Tiamfenikol
Dosis dan efektifitas tiamfenikol pada demam typoid sama dengan kloramfenikol.
Komplikasi hematologis pada penggunaan tiamfenikol lebih jarang dari pada
kloramfenikol. Dengan tiamfenikol demam pada demam typoid turun setelah ratarata 5-6 hari.
f. Fluorokinolon
Fluorokinolon efektif untuk demam typoid, tetapi dosis dan lama pemberian yang
optimal belum diketahui dengan pasti.
Selain dengan pemberian antibiotik, penderita demam typoi d juga diberikan obatobat simtomatik antara lain:
a. Antipiretika tidak perlu diberikan secara rutin setiap klien demam typoid karena
tidak berguna.
b. Kortikosteroid
Klien yang toksit dapat diberikan kortikosteroid oral atau parenteral dalam
pengobatan selama 5 hari. Hasilnya biasanya sangat memuaskan, kesadaran klien
menjadi baik, suhu badan cepat turun sampai normal, tetapi kortikosteroid tidak
boleh diberikan tanpa indikasi, karena dapat menyebabkan perdarahan intestinal
dan relaps. (Sjaifoellah, 1996: 440).
8. Prognosis
Prognosis demam typoid tergantung dari umur, keadaan umum, derajat kekebalan
tubuh, jumlah dan virulensi salmonella, serta cepat dan tepatnya pengobatan.
Angka kematian pada anak-anak 2,6% dan pada orang dewasa 7,4% rata-rata 5,7
%. (Sjaifoellah, 1996: 441).
Sedangkan menurut Ngastiyah (2005: 236), umunya prognosis demam typoid pada
anak baik, asal pasien cepat berobat. Mortalitas pada pasien yang dirawat adalah
6%. Prognosis menjadi tidak baik bila terdapat gambaran klinis yang berat seperti:
a. Demam tinggi (hiperpireksia) atau febris continue.
b. Kesadaran sangat menurun (supor, koma atau delirium).
c. Terdapat komplikasi yang berat misalnya dehidrasi dan asidosis perforasi.
b. Sirkulasi
Tanda: Takikardi (respon demam, proses inflamasi dan nyeri), bradikardi relatif,
hipotensi termasuk postural, kulit/membran mukosa turgor buruk, kering, lidah
kotor.
c. Integritas Ego
Gejala: Ansietas, gelisah, emosi, kesal misal perasaan tidak berdaya/ tidak ada
harapan.
Tanda: Menolak, perhatian menyempit.
d. Eliminasi
Gejala: Diare/konstipasi.
Tanda: Menurunnya bising usus/tak ada peristaltik meningkat pada
konstipasi/adanya peristaltik.
e. Makanan/cairan
Gejala: Anoreksia, mual dan muntah.
Tanda: Menurunnya lemak subkutan, kelemahan, tonus otot dan turgor kulit buruk,
membran mukosa pucat.
f. Hygiene
Tanda: Ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri, bau badan.
g. Nyeri/ kenyamanan
h. Keamanan
C, penglihatan kabur, gangguan mental delirium/ psikosis.C-40Gejala:
Peningkatan suhu tubuh 38
i. Interaksi Sosial
Gejala: Menurunnya hubungan dengan orang lain, berhubungan dengan kondisi
yang di alami.
j. Penyuluhan/ Pembelajaran
Gejala: Riwayat keluarga berpenyakit inflamasi usus.
2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis Keperawatan yang muncul menurut NANDA (2001-2002) yaitu:
3. Perencanaan Keperawatan
Intervensi:
1) Monitor suhu tubuh minimal tiap 2 jam.
Rasional: Mengetahui perubahan suhu, suhu 38,9-41,1C menunjukkan proses
inflamasi.
2) Jelaskan upaya untuk mengatasi hipertermi dan bantu klien/ keluarga dalam
melaksanakan upaya tersebut, seperti: dengan memberikan kompres dingin pada
daerah frontal, lipat paha dan aksila, selimuti pasien untuk mencegah hilangnya
kehangatan tubuh, tingkatkan intake cairan dengan perbanyak minum.
Rasional: Membantu mengurangi demam.
3) Observasi tanda-tanda vital (Tekanan darah, Suhu, Nadi dan Respirasi) setiap 2-3
jam.
Rasional: Tanda-tanda vital dapat memberikan gambaran keadaan umum klien.
5) Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian obat antipiretik dan antibiotik.
Rasional: Obat antiperitik untuk menurunkan panas dan antibiotik mengobati infeksi
basil salmonella typhi.
Intervensi:
1) Berikan bantuan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari berupa makanan,
minuman, ganti baju dan perhatikan kebersihan mulut, rambut, genetalia dan kuku.
Rasional: Pemberian bantuan pada klien dapat menghindari timbulnya komplikasi
yang berhubungan dengan pergerakan yang melanggar program tirah baring.
c. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pemasukan yang kurang, mual,
muntah/ pengeluaran yang berlebihan, diare, panas tubuh.
Intervensi:
1) Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, turgor kulit, nadi adekuat,
tekanan darah ortostatik) jika diperlukan.
Rasional: Perubahan status hidrasi, membran mukosa, turgor kulit menggambarkan
berat ringannya kekurangan cairan.
Intervensi:
1) Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.
Rasional: Mengetahui penyebab pemasukan yang kurang sehingga dapat
menentukan intervensi yang sesuai dan efektif.
8) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien.
Rasional: Membantu dalam proses penyembuhan.
Intervensi:
5) Anjurkan pasien untuk makan makanan rendah serat, tinggi protein dan tinggi
kalori jika memungkinkan.
Rasional: Makanan rendah serat dan tinggi protein dapat membantu mengatasi
diare.
Intervensi:
1) Kaji tingkat nyeri, lokasi, lamanya, intensitas dan karakteristik nyeri.
Rasional: Perubahan pada karakteristik nyeri dapat menunjukkan penyebaran
penyakit/ terjadi komplikasi.
Intervensi:
1) Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga klien tentang penyakit anaknya.
Rasional: Mengetahui pengetahuan ibu tentang penyakit demam typoid.
3) Beri kesempatan keluarga untuk bertanya bila ada yang belum dimengerti.
Rasional: Supaya keluarga lebih memahami tentang penyakit tersebut.
4. Evaluasi
Evaluasi adalah usaha untuk menilai keefektifan asuhan keperawatan yang telah
diberikan kepada klien dengan demam typoid.
c. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pemasukan yang kurang, mual,
muntah/ pengeluaran yang berlebihan, diare, panas tubuh.
Evaluasi: