Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Demam typhoid abdominalis atau demam tifoid masih merupakan
masalah besar di Indonesia. Penyakit ini di Indonesia bersifat sporadik
endemik dan timbul sepanjang tahun. Kasus demam tifoid di Indonesia,
masih cukup tinggi berkisar antara 354-810 / 100.000 penduduk pertahun. Di
Palembang dari penelitian retrospektif selama periode 5 tahun (2003-2007)
didapatkan sebanyak 83 kasus (21,5%) penderita demam tifoid dengan hasil
biakan darah salmonella positif dari penderita yang dirawat dengan klinis
demam tifoid.
Sekarang ini penyakit typhus abdominalis masih merupakan masalah
yang penting bagi kesehatan anak dan masih menduduki masalah yang
penting dalam prevalensi penyakit menular. Hal ini dsebabkan oleh faktor
kebersihan dan sanitasi yang kurang, masih memegang peranan yang tidak
boleh diabaiakan. Penyakit typhus abdominalis banyak menyerang anak
diatas umur satu tahun, maka memerlukan perawatan yang khusus karena
anak masih dalam taraf perkembangan dan pertumbuhan. Perawatan di rumah
sakit sangat dianjurkan untuk mendapatkan perawatan isolasi dan
menghindari komplikasi yang dapt berakibat kematian.
Typhus abdominalis adalah penyakit infeksi akut pada fraktus intestinal
yang di sebabkan oleh kuman salmonella typhosa seperti panas (demam
400C), sakit kepala, mual, muntah, anoreksia,perasan tidak enak di perut.
Komplikasi sering terjadi pada keadaan hipertermi, toksemia berat dan
kelemahan umum agar kematian akibat komplikasi dapat dihindari.
Mengingat banyak masalah yang dihadapi, maka perlu perawatan dan
pengawasan yang

intensif serta tindakan pelayanan perawatan secara

komprehensif melalui proses keperawatan, sehingga diharapkan masalah ini


dapat terpecahkan dan teratasi.

B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan konsep dasar thypoid abdominalis!
a. Apa pengertian dari thypoid abdominalis?
b. Apa saja etiologi thypoid abdominalis?
c. Bagaimana patofisiologi thypoid abdominalis?
d. Bagaimana pathway yang dapat digunakan pada penyakit ini?
e. Apa saja manifestasi klinis pada thypoid abdominalis?
f. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk
mengidentifikasi thypoid abdominalis?
Apa saja komplikasi dari thypoid abdominalis?
Apa saja definisi kasus typhoid abdominalis?
Bagaimana penatalaksanaan pada thypoid abdominalis?
Bagaimana pencegahan supaya tidak terkena thypoid abdominalis?

g.
h.
i.
j.

2. Jelaskan asuhan keperawatan pada anak dengan thypoid abdominalis!


a. Bagaiman cara melakukan pengkajian pada pasien anak dengan thypid
abdominalis?
b. Diagnosa apa saja yang biasanya diterapkan pada anak dengan thypoid
abdominalis?
c. Bagaimana intervensi sesuai dengan diagnosa-diagnosa tersebut?

C. Tujuan
1. Untuk menjelaskan konsep dasar thypoid abdominalis, yaitu sebagai
berikut:
a. Untuk memahami pengertian dari thypoid abdominalis.
b. Untuk mengetahui apa saja etiologi thypoid abdominalis.
c. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi thypoid abdominalis.
d. Untuk mengetahui pathway yang dapat digunakan.
e. Untuk

mengetahui

apa

saja

manifestasi

klinis

pada

thypoid

abdominalis.
f. Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan untuk mengidentifikasi thypoid abdominalis.
g. Untuk mengetahui apa saja komplikasi dari thypoid abdominalis.

h. Untuk mengetahui apa saja definisi kasus typhoid abdominalis.


i. Untuk

mengetahui

bagaimana

penatalaksanaan

pada

thypoid

abdominalis.
j. Untuk mengetahui agaimana pencegahan supaya tidak terkena thypoid
abdominalis.
2. Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan pada anak dengan
thypoid abdominalis!
a.

Untuk mengetahui bagaiman cara melakukan pengkajian pada pasien


anak dengan thypid abdominalis.

b.

Untuk mengetahui diagnosa apa saja yang biasanya diterapkan pada


anak dengan thypoid abdominalis.

c.

Untuk mengetahui bagaimana intervensi sesuai dengan diagnosadiagnosa tersebut.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Typhoid Abdominalis


1. Definisi
Typhoid abdominalis atau yang lebih dikenal dengan demam tifoid
adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh bakteri
Salmonella thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman
yang sudah terkontaminasi oleh feses dan urine dari orang yang terinfeksi
kuman salmonella. (Brunner, Sudhart, 2002).
Pada sumber lain disebutkan bahwa demam typhoid adalah suatu
penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang
disebabkan oleh Salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan
terjadi secara fecal, oral melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi.
2. Etiologi
a. Sebanyak 96% penyakit typhoid disebabkan oleh Salmonella typhosa.
b. Salmonella paratyphi A.
c. Salmonella paratyphi B.
d. Salmonella paratyphi C
3. Patofisiologi
Masuknya kuman Salmonella typhi (S.Typhi) dan Salmonella
parathypi (S.Parathypi) ke dalam tubuh manusia terjadi melalui
mekanisme makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman
dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan
selanjutnya berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa (IgA)
usus kurang baik, maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel
M) dan selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria kuman
berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag.
Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan
selanjutnya dibawa ke plak Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar
getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikum kuman
yang terdapat pada makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah

(mengakibatkan bakterimia pertama yang asimptomatik) dan menyebar ke


seluruh organ retikuloendothelial tubuh terutama di hati dan limfa. Di organ
ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di
luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah
lagi sehingga mengakibatkan bakterimia kedua kalinya dengan disertai
tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.
Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang
biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermiten ke lumen
usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke
dalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali,
berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis
kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang
selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti
demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskuler,
gangguan mental, dan koagulasi.
Di dalam plak Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi
hiperplasia jaringan. Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi
pembuluh darah sekitar plak Peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan
hiperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear di dinding usus. Proses
patologi jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot,
serosa usus, dan dapat menghasilkan perforasi. Endotoksin dapat menempel
di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti
gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernafasan, dan gangguan organ
lainnya.
4.

Pathway
Terlampir.

5.

Manifestasi Klinis.
Menifestasi klinis demam tifoid sangat luas dan bervariasi, dari manifestasi
yang atipikal hingga klasik, dari yang ringan hingga complicated. Penyakit ini
memiliki kesamaan dengan penyakit demam yang lainnya terutama pada
minggu pertama sehingga sulit dibedakan. Beberapa faktor mempengaruhi
derajat dan gambaran klinis penyakit yang timbul, yaitu durasi penyakit
selama belum diberikan pengobatan yang tepat, pemilihan antibiotik yang
sesuai, usia, kuantitas inokulum yang tertelan, dan faktor daya tahan tubuh
dari pasien.
Manifestasi klinis berdasarkan masa tunas bakteri typhoid adalah selama 10
14 hari dan berkisar 6-30 hari.
a.

Minggu I
Demam
Demam yang berangsur naik, yaitu dapat mencapai hingga 40 oC,
terutama sore hari dan malam hari.
Nyeri otot
Nyeri kepala
Anorexia dan mual
Bakteri Salmonella typhi berkembang biak di hati dan limpa akibatnya
terjadi pembengkakan dan akhirnya menekan lambung sehingga terjadi
rasa mual. Dikarenakan mual yang berlebihan, akhirnya makanan tidak
dapat masuk secara sempurna dan biasanya keluar lagi lewat mulut.
Namun jika nyeri terletak pada abdomen sebelah kiri, hal ini bisa juga
terjadi karena bagian kiri merupakan bentuk manifestasi dari
terinfeksinya usus duabelas jari oleh bakteri salmonella tersebut.
Batuk (bronchitic cough)
Pada sebagian besar kasus didapatkan batuk, biasanya bersifat ringan
dan disebabkan oleh bronkitis, pneumonic bisa merupakan infeksi
sekunder dan dapat timbul dan dapat timbul pada awal sakit atau fase

akut lanjut.
Epitaksis
Masalah BAB

Gejala yang dapat pula menyertai anak dengan typhoid adalah adanya
gangguan pada pola buang air besar, hal ini dapat berupa konstipasi
ataupun diare.
Perasaan tidak enak di perut.
Rose spots
Selama periode demam, sampai dengan 25% pasien menunjukkan
eksantema (rose spots) pada dada, perut dan punggung. Rose spots
merupakan suatu ruam makulopapular berwarna pucat seperti salmon yang
biasanya terletak pada dada dan batang tubuh, ruam ini terdapat pada
sekitar 30% pasien pada akhir minggu pertama perjalanan penyakit dan
menghilang dalam 2-5 hari tanpa meninggalkan bekas. Rose spots ini
terjadi terutama pada penderita golongan kulit putih dan jarang ditemukan
b.

di Indonesia.
Minggu II
Demam
Bradikardi relatif
Pada penderita tifoid peningkatan denyut nadi tidak sesuai dengan
peningkatan suhu, dimana seharusnya peningkatan 10oC diikuti oleh
peningkatan denyut nadi sebanyak 8kali/menit. Bradikardi relatif adalah
keadaan dimana peningkatan suhu10oC diikuti oleh peningkatan nadi 8
kali/menit
Lidah kotor yang khas yaitu bagian tengah berwarna putih dan pinggirnya
hiperemi, dan tremor apabila dijulurkan. Biasanya anak akan merasa
lidahnya pahit dan cenderung ingin makan yang asam-asam atau pedas.
Hepatosplenomegali
Bakteri typhoid menginfeksi saluran pencernaan yaitu usus halus.
Kemudian mengikuti peredaran darah, bakteri ini mencapai hati dan limpa
sehingga berkembang biak sehingga terjadi nyeri pada daerah abdomen
region kanan dan kiri bawah.
Penurunan kesadaran
Penderita umumnya merasakan nyaman dengan berbaring tanpa banyak
pergerakab, namun dengan kondisi yang parah seringkali terjadi gangguan
kesadaran.
Tanda dan gejala lain yang terkadang juga menyertai adalah sebagai berikut:
Abdominal tenderness

6.

Agitasi
Kedinginan
Fatigue berat
Gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, halusinasi, fluctuating

mood, delirium, atau psikosis.


Pemeriksaan Penunjang
Menurut Corwin (2000), pemeriksaan diagnostik yang dapat digunakan
untuk dapat mendiagnosis typhoid adalah sebagai berikut:.
a. Pemeriksaan darah tepi
Dalam 15-25% kasus, akan ada gambaran jumlah darah putih yang
berkurang (leukopenia). Kemudian jumlah limfosis yang meningkat,
osinofilia, aneosinofilia, limfositosis relatif, trombositopenia (pada demam
tifoid berat).
b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat dan kembali
normal setelah typhoid sembuh.
c. Biakan Darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila
biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam
typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa
faktor:
1) Teknik pemeriksaan laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang
lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang
digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat
demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
2) Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu
pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu
kambuh biakan darah dapat positif kembali.
3) Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan
antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga
biakan darah negatif.

4) Pengobatan dengan obat anti mikroba


Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan
mungkin negatif.
d. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin).
Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella thypi terdapat dalam serum klien
dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen
yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah
dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk
menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita
typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau
aglutinin yaitu:
1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh
kuman).
2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel
kuman).
3) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai
kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan
titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita
typhoid.
Selain itu ada beberapa faktor yang mempengaruhi uji widal, yaitu sebagai
berikut:
1) Faktor yang berhubungan dengan klien
a) Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi.
b) Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai
dalam darah setelah klien sakit 1 minggu dan mencapai puncaknya pada
minggu ke-5 atau ke-6.

c) Penyakit penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat menyertai


demam

typhoid

yang

tidak

dapat

menimbulkan

antibodi

seperti

agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma lanjut.


d) Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan obat anti
mikroba dapat menghambat pembentukan antibodi.
e) Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat tersebut dapat
menghambat terjadinya pembentukan antibodi karena supresi sistem
retikuloendotelial.
f) Vaksinasi dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi dengan
kotipa atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O
biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer
aglutinin H
menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin
H pada orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik.
g) Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya : keadaan
ini dapat mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil
titer yang rendah.
h) Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin
terhadap salmonella thypi karena penyakit infeksi dengan demam yang
bukan typhoid pada seseorang yang pernah tertular salmonella di masa lalu.
2) Faktor-faktor Teknis
a) Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat mengandung antigen
O dan H yang sama, sehingga reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat
menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies yang lain.
b) Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan mempengaruhi hasil
uji widal.
c) Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada
penelitian yang berpendapat bahwa daya aglutinasi suspensi antigen
dari strain salmonella setempat lebih baik dari suspensi dari strain lain.
7. Definisi Kasus Demam Typhoid
a. Confirmed Case

10

Pasien dengan demam (suhu 38o C atau lebih) yang telah berlangsung
sedikitnya selama 3 hari, dengan hasil laboratorium kultur positif S.typhi
(confirmed) dari darah, sumsum tulang, cairan gaster/usus.
b. Probable Case
pasien dengan demam (38o C atau lebih) yang telah berlangsung sedikitnya
selama 3 hari, dengan serodiagnosis atau tes deteksi antigen positif, tetapi
tanpa dilakukan isolasi kuman S.typhi.
c. Karier Kronik
Ekskresi S. typhi pada tinja atau urin (atau kultur empedu atau duodenal
ulangan yang positif) yang lebih dari 1 tahun sejak onset dari demam tifoid
akut. Karier jangka pendek juga ada, tetapi peranannya kurang begitu
penting

dibandingkan

karier

kronik.

Beberapa

pasien

yang

mengekskresikan S.typhi bisa tidak memiliki riwayat demam tifoid


sebelumnya.
8.

Penatalaksanaan
Menurut Soedarto (2007) penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk
mengatasi pasien dengan typhus abdominalis adalah sebagai berikut:
a. Secara fisik
1) Mengawasi kondisi pasien dengan:
Pengukuran suhu secara berkala setiap 4 6 jam. Perhatikan apakah
anak tidur gelisah, sering terkejut atau mengigau. Perhatikan pula
apakah mata anak cenderung melirik ke atas atau apakah anak
mengalami kejang-kejang. Demam yang disertai kejang yang terlalu
lama akan berbahaya bagi perkembengan otak, karena oksigen tidak
mampu mencapai otak. Terputusnya suplai oksigen ke otak akan berakibat
rusaknya sel-sel otak, dalam keadaan demikian, cacat seumur hidup dapat
terjadi berupa rusaknya fungsi intelektual tertentu.
2) Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk
mencegah komplikasi perdarahan usus.
3) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi
bila ada komplikasi perdarahan.
4) Bukalah pakaian dan selimut yang berlebihan
5) Memperhatikan aliran udara di dalam ruangan

11

6) Jalan napas harus terbuka untuk mencegah terputusnya suplai oksigen ke


otak yang akan berakibat rusaknya sel-sel otak.
7) Berikan caian melalui mulut, minum sebanyak-banyaknya.
Minuman yang diberikan dapat berupa air putih, susu (anak diare
menyesuaikan), air buah, atau air teh. Tujuannya adalah agar cairan
tubuh yang menguap akibat naiknya suhu tubuh memperoleh gantinya.
8) Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang
9) Kompres dengan air biasa pada dahi, ketiak, lipat paha. Tujuannya untuk
menurunkan suhu tubuh dipermukaan tubuh anak. Turunnya suhu tubuh di
permukaan tubuh ini dapat terjadi karena panas tubuh digunakan untuk
menguapkan air pada kain kompres.jangan menggunakan air es karena
justru akan membuat pembuluh darah menyempit dan panas tidak dapat
keluar. Menggunakan alkohol dapat menyebabkan iritasi dan intoksikasi
b.

(keracunan).
Diit
1) Cukup kalori dan tinggi protein.
2) Tidak mengandung banyak serat.
3) Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
4) Tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas.
5) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
6) Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam
c.

selama 7 hari.
Antibiotik
Antibiotika yang diberikan pada pasien dengan typhus abdominalis ini
adalah golongan chloramphenicol dengan dosis 3-4 x 500 mg/hari, pada
anak dosisnya adalah 50-100 mg/kg berat badan/hari. Jika hasilnya kurang
memuaskan dapat memberikan obat seperti:
Tiamfenikol, dosis dewasa 3x500 mg/hari, dosis anak: 30-50 mg/kg
berat badan/hari.
Ampisilin, dosis dewasa 4x500 mg, dosis anak 4x 50-100 mg/kg berat
badan/hari.
Kotrimoksasol (sulfametoksol 400 mg + trimetropin 80mg) diberikan

d.

dengan dosis 2x2 tablet/hari.


Obat-obatan antipiretik

12

Antipiretik bekerja secara sentral menurunkan suhu di pusat pengatur


sushu di hipotalamus. Antipiretik berguna untuk mencegah pembentukan
prostaglandin dengan jalan menghambat enzim cyclooxygenase sehingga
set point hipotalamus direndahkan kembali menjadi normal yang mana
diperintah memproduksi panas di atas normal dan mengurangi pengeluaran
9.

panas tidak ada lagi.


Prognosis
Tanda dan gejala biasanya akan membaik dalam 2 sampai 4 minggu dalam
penatalaksanaan yang baik. Kemungkinan sembuh akan tinggi jika
penatalaksanaan dilakukan dengan baik dan akan buruk jika adanya
komplikasi. Tanda dan gejala dapat kembali muncul jika tidak ditangani

hingga tuntas.
10. Komplikasi
a. Komplikasi intestinal
1) Perdarahan usus
Kebanyakan perdarahan internal yang terjadi pada demam tifoid tidak
mengancam jiwa. Gejala perdarahan usus meliputi:

Merasa lelah sepanjang waktu

Kulit pucat

Denyut jantung tidak beratur

Muntah darah

Melena

Transfusi darah mungkin diperlukan untuk mengganti darah yang hilang,


dan pembedahan dapat digunakan untuk memperbaiki lokasi perdarahan.
2) Perforasi usus
Perforasi berpotensi sebagai komplikasi yang sangat serius. Hal ini karena
bakteri yang hidup dalam sistem pencernaan dapat pindah dan menginfeksi
ke area lain di dalam abdomen, misalnya pada peritoneum yang disebut
peritonitis. Dalam kasus peritonitis, infeksi dapat cepat menyebar ke dalam
darah sebelum menyerang organ lain. Hal ini membawa risiko kegagalan
organ multiple dan jika tidak diobati secara agresif, hal ini dapat
menyebabkan kematian.

13

3) Peritonitis
4) Ilius paralitik
b.

Komplikasi extra intestinal


1) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis),
miokarditis, trombosis, tromboplebitis.
2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, dan syndroma
uremia hemolitik.
3) Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
4) Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
5) Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
6) Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan
arthritis.
7) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis,
polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.

14

11. Pencegahan
Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah:
a. Harus menyediakan air yang memenuhi syarat. Misalnya diambil dari
tempat yang higienis, seperti sumur dan produk minuman yang
terjamin. Jangan gunakan air yang tercemar. Apabila menggunakan air
yang harus dimasak terlebih dahulu maka dimasak harus 100oC.
b. Menjaga kebersihan tempat pembuangan sampah.
c. Upayakan tinja dibuang pada tempatnya dan jangan pernah
membuangnya secara sembarangan sehingga mengundang lalat karena
lalat akan membawa bakteri Salmonella typhi.
d. Bila di rumah banyak lalat, basmilah hingga tuntas.
e. Daya tahan tubuh juga harus ditingkatkan (gizi yang cukup dan
teratur, olahraga secara teratur, 3-4 minggu sekali). Hindarilah
makanan yang tidak bersih. Belilah makanan yang masih panas
sehingga menjamin kebersihannya. Jangan banyak jajan makanan atau
minuman di luar rumah.
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji pada anak dengan typhoid adalah adanya tandatanda sebagai berikut:
a. Aktivitas dan istirahat
Gejala:
Kelemahan
Fatigue, malaise
Kelelahan
Keterbatasan dalam melakukan aktivitas
b. Sirkulasi
Tanda:
Takikardia sebagai respon dari demam, dehidrasi, dan inflamasi.
Hipotensi
Turgor buruk jika terjadi dehidrasi, kulit kering, lidah kotor, dan bibir
c.

d.

pecah-pecah.
Integritas ego
Gejala:
Kecemasan, ketakutan, kesedihan emosional
Stres
Tanda:
Penolakan, perhatian berkurang, depresi.
Eliminasi

15

Gejala:
Adanya darah saat defekasi
Perdarahan pada rektal
Tanda:
Jika konstipasi maka suara peristaltik hampir tidak ada, tetapi jika terdapat

e.

f.

g.

2.

diare maka suara peristaltik meningkat.


Oliguria.
Nutrisi
Gejala:
Anoreksia, nausea, vomiting.
Kehilangan berat badan.
Lidah kotor.
Tanda:
Berkurangnya lemak pada subkutan atau masa otot
Kelemahan otot dan turgor yang buruk
Kebersihan
Tanda:
Ketidak mampuan untuk melakukan perawatan diri
Bau badan
Nyeri
Gejala:
Adanya nyeri dan tenderness pada kuadran kiri bawah abdomen.
Nyeri saat bergerak dan arthritis.
Nyeri pada mata.
Tanda:
Abdominal tenderness atau distensi.
h. Keamanan
Gejala:
Arthritis
Peningkatan temperatur 39oC-40oC
Pandangan kabur
Alergi terhadap makanan atau susu
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul pada klien typhoid adalah :
a. Resti ketidakseimbangan volume cairan dan elektrolit berhubungan
dengan hipertermi dan muntah.
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis berhubungan dengan
melaporkan nyeri, perubahan nafsu makan, perubahan TTV, diaforesis,
gangguan pola tidur, sensitif, perilaku melokalisir nyeri

16

c. Resti gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
d. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi.
e. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan
kelemahan fisik.
f. Resti infeksi sekunder berhubungan dengan tindakan invasive
g. Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang
informasi atau informasi yang tidak adekuat.
h. Konstipasi berhubungan dengan kurangnya aktivitas.
3. Intervensi Keperawatan
a. Resti gangguan ketidak seimbangan volume cairan dan elektrolit, kurang
dari kebutuhan berhubungan dengan hipertermia dan muntah.
Tujuan : ketidak seimbangan volume cairan tidak terjadi.
Kriteria hasil: membran mukosa bibir lembab, tanda-tanda vital (TD, S, N
dan RR) dalam batas normal, tanda-tanda dehidrasi tidak ada.
Intervensi
1) Kaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir kering, turgor kulit tidak
elastis dan peningkatan suhu tubuh.
2) Pantau intake dan output cairan dalam 24 jam, ukur BB tiap hari pada
waktu dan jam yang sama, catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah
nyeri dan distorsi lambung.
3) Anjurkan klien minum banyak kira-kira 2000-2500 cc per hari.
4) Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, K, Na, Cl).
5) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan tambahan melalui
parenteral sesuai indikasi.
b.

Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis d.d melaporkan nyeri,
perubahan nafsu makan, perubahan TTV, diaforesis, gangguan pola tidur,
sensitif, perilaku melokalisir nyeri.
Tujuan: nyeri teratasi.
Kriteria hasil: adanya penurunan intensitas nyeri,ketidaknayaman akibat nyeri
berkurang, tidak menunjukan tanda-tanda fisik dan perilaku dalam nyeri akut.

17

Intervensi :
1) Kaji nyeri.
2) Ajarkan tekhnik relaksasi kepada pasien.
3) Observasi TTV
4) Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian analgetik.

c.

Resti gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
Tujuan: resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi
Kriteria hasil: nafsu makan bertambah, menunjukkan berat badan stabil/ideal,
nilai bising usus/peristaltik usus normal (6-12 kali per menit) nilai
laboratorium normal, konjungtiva dan membran mukosa bibir tidak pucat.
Intervensi
Kaji pola nutrisi klien, kaji makan yang di sukai dan tidak disukai klien.
Anjurkan tirah baring/pembatasan aktivitas selama fase akut, timbang

berat badan tiap hari.


Anjurkan klien makan sedikit tapi sering, catat laporan atau hal-hal seperti

mual, muntah, nyeri dan distensi lambung.


Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet.
Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium seperti Hb, Ht dan albumin.
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antiemetik seperti

(ranitidine).
d.

Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi.


Tujuan : hipertermi teratasi
Kriteria hasil: suhu, nadi dan pernafasan dalam batas normal bebas dari
kedinginan dan tidak terjadi komplikasi yang berhubungan dengan masalah
typhoid.
Intervensi:
1) Observasi suhu tubuh klien.
2) Anjurkan keluarga untuk membatasi aktivitas klien.
3) Beri kompres dengan air dingin (air biasa) pada daerah axila, lipat paha,
temporal bila terjadi panas.

18

4) Anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap


keringat seperti katun.
5) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti piretik.
e.

Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan


kelemahan fisik.
Tujuan: kebutuhan sehari-hari terpenuhi
Kriteria hasil: mampu melakukan aktivitas, bergerak dan menunjukkan
peningkatan kekuatan otot.
Intervensi:
1) Berikan lingkungan tenang dengan membatasi pengunjung.
2) Bantu kebutuhan sehari-hari klien seperti mandi, BAB dan BAK, bantu
klien mobilisasi secara bertahap.
3) Dekatkan barang-barang yang selalu di butuhkan ke meja klien.
4) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian vitamin sesuai indikasi.

f.

Resti infeksi sekunder berhubungan dengan tindakan invasive


Tujuan: infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil: bebas dari eritema, bengkak, tanda-tanda infeksi dan bebas dari
sekresi purulen/drainase serta febris.
Intervensi:
1) Observasi tanda-tanda vital (S, N, RR dan RR).
2) Observasi kelancaran tetesan infus.
3) Monitor tanda-tanda infeksi dan antiseptik sesuai dengan kondisi balutan
infus.
4) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti biotik sesuai
indikasi.

g.

Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang informasi


atau informasi yang tidak adekuat
Tujuan: pengetahuan keluarga meningkat
Kriteria hasil: menunjukkan pemahaman tentang penyakitnya, melalui
perubahan gaya hidup dan ikut serta dalam pengobatan.
Intervensinya

19

1) Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga klien tentang penyakit


anaknya.
2) Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan klien.
Beri kesempatan keluaga untuk bertanya bila ada yang belum dimengerti.
3) Beri reinforcement positif jika klien menjawab dengan tepat.
4) Pilih berbagai strategi belajar seperti teknik ceramah, tanya jawab dan
demonstrasi dan tanyakan apa yang tidak di ketahui klien.
5) Libatkan keluarga dalam setiap tindakan yang dilakukan pada klien.
h.

Konstipasi berhubungan dengan kurangnya aktivitas.


Tujuan

: pasien dapat defekasi dengan teratur (setiap hari).

Kriteria hasil

Defekasi dapat dilakukan satu kali sehari


Konsistensi feses lembut
Eliminasi feses tanpa perlu mengejan berlebihan
4.

Evaluasi
Suhu tubuh dalam batas normal (36,6-37,5 C).
Klien tidak demam lagi.
Klien tidak gelisah.
Turgor kulit baik.
Kesadaran compos mentis
Kebutuhan mandi, makan, minum, eleminasi, ganti pakaian, kebersihan

mulut, rambut, kuku dan genetalia terpenuhi.


Klien mobilisasi secara bertahap.
Masukan dan haluaran cairan seimbang.
Turgor kulit baik, membran mukosa lembab.
Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Klien dapat menghabiskan makanan yang disediakan.
Klien tidak lagi mual, dan muntah.
Menunjukkan berat badan stabil atau peningkatan berat badan sesuai saran

dengan nilai laboratorium normal dan tidak ada tanda-tanda mal nutrisi.

20

Tidak mengalami diare.


nyeri hilang atau terkontrol.
Tampak rileks dan mampu tidur atau istirahat secara adekuat.
Keluarga klien mengerti tentang penyakit anaknya.

21

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Perawatan thypus abdominalis perlu dirawat di RS untuk dirawat secara
intensif dan pasien harus istirahat total minimal sampai 7 hari bebas demam.
Maksud dari istirahat total adalah untuk mencegah terjadinya perforasi usus.
Mobilisasi penderita dilakukan secara bertahap sesuai dengan pulihnya
kekuatan pasien yakni :
Duduk (waktu makan)
: Pada hari ke 2 bebas panas
Berdiri
: Pada hari ke 7 bebas panas
Berjalan
: Panas hari ke 16 bebas panas
Penderita dengan kesadaran menurun, posisi tubuh harus diubah-ubah pada
waktu tertentu untuk menghindari komplikasi dekubitus dan pneumonia
hipostatik.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi thypus abdominalis adalah :
Kesehatan lingkungan yang kurang memadai
Penyediaan air minum yang tidak memenuhi syarat kesehatan
Tingkat sosial ekonomi yang kurang
Tingkat pendidikan masyarakat yang rendah
B. Saran
Untuk lebih memahami bagaimana tindakan yang tepat untuk menangani
masalah klien dengan Thypus abdominalis, hendaknya kita sebagai perawat
lebih banyak mengetahui secara lengkap mengenai penyakit ini agar dapat
memberikan perawatan yang lebih baik.

22

DAFTAR PUSTAKA
Andriani,

N.

(2014).

In

https://id.scribd.com/doc/161144461/Typhus-

Abdominalis. Diakses pada 21 Januari 2015, 15.38.


Corwin. (2000). Hand Book of Pathofisiology. Jakarta: EGC.
Darwis, A. (2013). In https://www.abcmedika.com/2013/10/konsep-dasartypoid.html. Diakses pada 31 Januari 2015, 19.55.
Jevuska. (2013). In https://www.jevuska.com/2013/12/19/komplikasi-demamtifoid/. Diakses pada 25 Februari 2015, 23.53.
Lestari, A. T. (2014). In
https://www.academia.edu/8199256/ASUHAN_KEPERAWATAN_PADA
_ANAK_DENGAN_THYPOID. Diakses pada 21 Januari 2015, 15.41.
Paramita, L. (2011). In https://www.scribd.com/doc/58283760/DEMAMTHYPOID. Diakses pada 03 Maret 2015, 22.22.
Smeltzer C. S; Brunner; Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta: EGC.
Solochah, N. R. (2013). In https://id.scribd.com/doc/242902988/ASUHANKEPERAWATAN-PADA-ANAK-DENGAN-THYPOID-doc#download.
Diakses pada 21 Januari 2015, 15.47.
Viking, A. (2014). In https://id.scribd.com/doc/200876593/Asuhan-KeperawatanAnak-Dengan-Masalah-Penyakit-Thypus-Abdominalis#download. Diakses
pada 21 Januari 2015, 15.30.
Vyas,
J.

M.

(2013).

https://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001332.html.

In
Diakses

pada 26 Februari 2015, 00.29.

23

LAMPIRAN
Pathway

24

Anda mungkin juga menyukai