Anda di halaman 1dari 10

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.

D DENGAN GANGGUAN SISTEM


PENCERNAAN: TYPHOID DI RUANG CEMPAKA

RSUD Dr. SOEDIRMAN KEBUMEN

DISUSUN OLEH:

RHADZANI MUHAMMAD ADAMS

2021010063

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM DIPLOMA TIGA

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GOMBONG

2022/2023
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. D DENGAN GANGGUAN SISTEM


PENCERNAAN: TYPHOID DI RUANG CEMPAKA

RSUD Dr. SOEDIRMAN KEBUMEN

Telah Disyahkan

Pada tanggal:

Mengetahui:

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(……………………….) (……………………….)
BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Typhoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut
yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas
berkepanjangan, ditopang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur
endhotelia atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi
kedalam sel fagosit monocular dari hati, limpa, kelenjar limfe usus dan
peyer’s patch dan dapat menular pada orang lain melalui makanan atau air
yang terkontaminasi. (Amin Huda & Hardhi Kusuma, 2015).
Typhoid adalah penyakit infeksi bakteri pada usus halus, dan
terkadang pada aliran darah, yang disebabkan oleh kuman salmonella
typhi atau salmonella paratyphi A, B dan C, yang terkadang juga dapat
menyebabkan gastroenteritis (keracunan makanan) dan septicemia (tidak
menyerang usus).

B. ETIOLOGI
Typhoid disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella
thyposa/Eberthela thyposa yang merupakan mikroorganisme pathogen
yang berada di jaringan limfatik usus halus, hati, limpa, dan aliran darah
yang terinfeksi. Kuman ini berupa gram negative yang akan nyaman hidup
dalam suhu tubuh manusia. Kuman ini akan mati pada suhu 70o C dan
dengan pemberian antiseptic. Masa inkubasi penyakit ini antara 7-20 hari.
Namun, ada juga yang memiliki masa inkubasi paling pendek yaitu 3 hari,
dan paling panjang yaitu 60 hari. (Marni, 2016).
Salmonella thyphosa memiliki 3 macam antigen yaitu :
a. Antigen O: Ohne Hauch, yaitu somatic antigen (tidak menyebar)
b. Antigen H: Hauch (menyebar), terdapat pada flagella dan bersifat
termolabil.
c. Antigen V: Kapsul, merupakan kapsul yang menyelimuti tubuh
kuman dan melindungi antigen O terhadap fagositosis. (Marni, 2016)

Padila (2013) dalam buku yang di tulis Dewi dan Meira (2016)
menyampaikan bahwa Salmonella parathyphi terdiri dari 3 jenis yaitu A,
B, dan C. ada dua sumber penularan Salmonella thyphi yaitu pasien
dengan demam typhoid dan pasien carrier. Carrier adalah orang yang
sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekskresi Salmonella
typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari satu tahun. (Dewi &
Meira, 2016).

C. MANIFESTASI KLINIK
a. Demam
Demam khas (membentuk pelana kuda) berlangsung 3 minggu, sifat
febris remitten dan suhu tidak seberapa tinggi. Minggu pertama suhu
meningkat setiap hari, menurun pada pagi hari dan meningkat lagi
pada sore dan malam hari. Minggu kedua pasien terus berada dalam
keadaan demam. Minggu ketiga suhu tubuh berangsur turun dan
normal pada akhir minggu ketiga.
b. Gangguan pada saluran pencernaan
Napas berbau tidak sedap, bibir kering, dan pecah-pecah, lidah
tertutup selaput putih kotor, ujung dan tepi kemerahan, jarang disertai
tremor, anoreksia, mual, dan perasaan tidak enak di perut. Abdomen
kembung, hepatomegali, dan splenomegli, kadang normal, dapat
terjadi diare.
c. Gangguan kesadaran
1) Minggu 1
Pada umumnya demam berangsur naik, terutama pada sore hari
dan malam hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot,
nyeri kepala, anoreksia, dan mual, batuk, epistaksis, obstipasi atau
diare, perasaan tidak enak di perut.
2) Minggu 2
Pada minggu ke-2 gejala sudah jelas dapat berupa demam,
bradikardi, lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi),
hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran. (Dewi dan
Meira, 2016).

D. PATOFISIOLOGI
Istilah system fagosit makrofag, system sel histiosit, system
retikulo – histiosit dan system RES adalah istilah lama yang merupakan
sebutan kolektif untuk semua sel fagosit yang dapat hidup lama diseluruh
jaringan tubuh. Sekarang system itu disebut system fagosit makrofag.
Dalam hal ini system makrofag memiliki peran penting dalam penyebaran
dari kuman Salmonella typhi yang merupakan bakal penyakit typhoid.
(Baratawidjaja dan Iris, 2012).
Masuknya kuman Salmonella typhi ke dalam tubuh manusia terjadi
melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman
dimusnahkan dilambung dan sebagian lagi lolos masuk kedalam usus dan
selanjutnya berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa (IgA)
usus kurang baik maka kuman akan menembus sel sel epitel (terutama sel-
M) dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman
berkembang biak dan difagositkan oleh sel-sel fagosit terutama magrofag.
Kuman dapat hidup dan berkembang biak didalam magrofag dan
selanjutnya dibawa ke plak peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar
getah bening mesentrika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman
yang terdapat di makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah
(mengakibatkan bakterimia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke
seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan 17 limpa. Di
organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian
berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke
dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakterimia yang kedua kalinya
dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.
Kuman dapat masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak,
dan bersama cairan empedu di eksresikan secara intermitten ke dalam usus
halus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi
ke dalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang
kembali, karena makrofag yang telah teraktvasi, hiperaktif; maka saat
fogositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator
inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi
sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut,
gangguan vaskular, mental, dan koagulasi.
Didalam plak payeri makrofag hiperaktif menimbukan reaksi
hyperplasia jaringan (S. typhi intra makrofag menginduksi reaksi
hipersensitivitas tipe lambat, hyperplasia jaringan dan nekrosis organ).
Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar
plague peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hyperplasia akibat
akumulasi sel-sel mononuclear di dinding usus. Proses patologis jaringan
limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan
dapat mengakibatkan perforasi.
Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan
akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik,
kardiovaskular, pernapasan, dan gangguan organ lainnya. (Widodo Djoko,
2009).
Infeksi terjadi pada saluran pencernaan basil yang diserap di usus
halus. Melalui pembuluh limfe halus masuk kedalam peredaran darah
sampai di organ-organ terutama hati dan limpa. Basil yang tidak
dihancurkan berkembang biak dalam hati dan limpa sehingga organ –
organ tersebut akan membesar disertai nyeri pada perabaan. Kemudian
basil masuk kembali ke dalam darah (bakterimia) dan menyebar ke seluruh
tubuh terutama dalam kelenjar limfoid usus halus, menimbulkan tukak
berbentuk lonjong pada mukosa di atas plak peyeri. Tukak tersebut dapat
mengakibatkan perdarahan dan perforasi usus. Gejala demam disebabkan
oleh endotoksin sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan
oleh kelainan pada usus. (Arfiana & Arum, 2016).

E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon
individu, keluarga atau komunitas terhadap proses kehidupan/ masalah
kesehatan. Aktual atau potensial dan kemungkinan dan membutuhkan
tindakan keperawatan untuk memecahkan masalah tersebut.
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan
efusi pleura baik pre operasi maupun post operasi adalah sebagai berikut:
a) Hipertermia b.d proses penyakit (infeksi)
b) Nausea b.d aroma tidak sedap
c) Hipovolemia b.d kekurangan intake cairan

F. INTERVENSI KEPERAWATAN
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, maka intervensi dan
aktivitas keperawatan perlu ditetapkan untuk mengurangi, menghilangkan,
dan mencegah masalah keperawatan penderita. Tahapan ini disebut
perencanaan keperawatan yang meliputi penentuan prioritas, diagnosa
keperawatan, menetapkan sasaran dan tujuan, menetapkan kriteria evaluasi
dan merumuskan intervensi dan aktivitas keperawatan
a) Hipertermia b.d proses penyakit (infeksi).
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien dapat
mempertahankan suhu tubuh yang efektif.
Kriteria Hasil:
- Menggigil menurun
- Suhu tubuh membaik
- Suhu kulit membaik.
Rencana tindakan:
- Identifikasi penyebab hipertermia (dehidrasi,terpapar lingkungan
panas)
- Monitor suhu tubuh
- Longgarkan atau lepaskan pakaian
- Anjurkan tirah baring
- Pemberian cairan dan elektrolit, intravena jika perlu

b) Nausea b.d aroma tidak sedap.


Tujuan: rasa mual berkurang
Kriteria hasil:
- Nafsu makan meningkat
- Keluhan mual menurun
- Perasaan ingin muntah menurun
Rencana tindakan:
- Identifikasi karakteristik muntah
- Periksa volume muntah
- Monitor efek manajemen muntah secara menyeluruh
- Kontrol factor lingkungan penyebab muntah
- Kurangi atau hilangkan keadaan penyebab muntah
- Anjurkan membawa kantong plastic untuk menampung muntah
- Anjurkan memperbanyak istirahat
- pemberian antiemetik jika perlu

c) Hipovolemia b.d kekurangan intake cairan


Tujuan: untuk menambah asupan cairan.
Kriteria Hasil:
- Frekuensi nadi membaik
- Tekanan darah membaik
- Turgor meningkat.
Rencana tindakan:
- Identifikasi tanda dan gejala hipovolemia
- Monitor intake dan output cairan
- Hitung kebutuhan cairan
- Berikan asupan cairan oral
- Anjurkan memperbanyak asupan cairan
- Kolaborasi pemberian cairan isotonis NaCl atau RL

G. DAFTAR PUSTAKA
Ackley, B. J., Ladwig, G. B., & Makic, M. B. F. (2017). Nursing
Diagnosis Handbook, An Evidence-Based Guide to Planning Care.
11 Ed. St. Louis: Elsevier.
Carpenito, L. J., & Moyet. (2013). Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Ed
13 (13th ed.). Jakarta: EGC.
Dewi W. & Meira E. (2016). Buku Ajar Keperawatan Anak. Jogjakarta:
Pustaka pelajar.
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2014). Nursing Diagnosis Definitions
and Classification 2015-2017. 10 Ed. Oxford: Wiley Blackwell.
Marni. (2016). Asuhan keperawatan anak pada penyakit tropis. Semarang:
Erlangga
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan
berdasarkan diagnosa medis dan nanda. (hardi, Ed.) (2nd ed.).
jogjakarta: MediAction
Padila. (2013). Asuhan keperawatan penyakit dalam. Yogyakarta: Nuha
Medika
Zeleniková, R., Žiaková, K., Cap, J., & Jarošová, D. (2014). Content
validation of the nursing diagnosis acute pain in the Czech
Republic and Slovakia International Journal of Nursing
Knowledge, 25(3), 139-148. doi: 10.1111/2047-3095.12027.

Anda mungkin juga menyukai