Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

TYPUS ABDOMINALIS

OLEH :

1. Erta Agustin S 201501180


2. Jalaluddin Abdul G. 201501183
3. Risqon Nafia 201501189
4. Irfan Arif 201501212
5. Aprilia Dyah H. 201501216

STIKES BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO


PRODI S1 KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya
sehingga penulis berhasil menyelesaikan Laporan pendahuluan ini tepat pada waktunya yang
berjudul “Typus Abdominalis Pada Anak”.
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sistem
Pencernaan. Dengan dituliskannya laporan pendahuluan ini diharapkan mahasiswa maupun
tenaga kesehatan dapat memahami typus abdominalis dalam proses keperawatan. Laporan
pendahuluan ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari semua pihak demi
kesempurnaan penyusunan makalah selanjutnya. Penulis berharap semoga makalah ini dapat
memberikan kontribusi yang positif bagi perkembangan pendidikan khususnya keperawatan.
Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi segala usaha kita, Amin.

Mojokerto, 19 Maret 2017

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman Judul .........................................................................................................................


Kata Pengantar .........................................................................................................................
Daftar Isi ..................................................................................................................................
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ...........................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................
1.3 Tujuan ........................................................................................................................
Bab II Tinjauan Pustaka
2.1 Definisi ......................................................................................................................
2.2 Etiologi ......................................................................................................................
2.3 Manifestasi Klinis ....................................................................................................
2.4 Patofisiologi .............................................................................................................
2.5 Komplikasi ...............................................................................................................
2.6 Penatalaksanaan .......................................................................................................
2.7 Pemeriksaan Laboratorium ......................................................................................
2.8 Pencegahan ..............................................................................................................
Bab III Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
3.1 Pengkajian................................................................................................................
3.2 Diagnosa Keperawatan ............................................................................................
3.3 Intervensi dan Rasional ...........................................................................................
Bab IV Penutup
4.1 Kesimpulan .............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Typus Abdominalis masih merupakan penyakit endemik di Indonesia. Penyakit ini
termasuk penyakit menular yang dapat menular pada siapa saja dan menyerang banyak
orang sehingga dapat menimbulkan wabah.Typhus Abdominalis terdapat di seluruh dunia
dan penyebarannya tidak tergantung pada iklim, tetapi lebih banyak di jumpai pada
negara-negara berkembang di daerah tropis. Penyakit ini disebabkan oleh Salmonella
Thyphosa dan hanya didapatkan pada manusia, penularan penyakit ini hampir selalu
terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi, biasanya Thypus
Abdominalis dialami oleh seseorang yang kurang menjaga kebersihan diri dan lingkungan
sekitar (T.H. Rampengan, 46 : 2007). Beberapa literatur menyebutkan bahwa penyakit ini
dapat mengenai siapa saja, tidak ada perbedaan mengenai jenis kelamin antara laki-laki
dan perempuan. Umumnya penyakit ini sering di derita anak-anak. Sedangkan orang
dewasa sering mengalami dengan gejala yang tidak khas, kemudian menghilang dan
sembuh sendiri ( Depkes, 2007 )
Sebagai negara beriklim tropis, Indonesia merupakan salah satu negara yang
penduduknya rentan terhadap gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh penyakit-
penyakit tropis diantaranya demam thypoid. Ditambah dengan buruknya perilaku
masyarakat Indonesia yang tidak peduli terhadap keseimbangan ekosistem, terutama
lingkungan yang merupakan faktor pencetus meningkatnya intensitas angka kejadian
penyakit tropis yang berakibat pada ketidakstabilan derajat kesehatan masyarakat
Indonesia. Penyakit deman thypoid adalah penyakit infeksi akut yang mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam, sakit kepala, mual, muntah, tidak nafsu makan.
Masalah-masalah yang diakibatkan dari penyakit ini akan lebih kopleks apabila terjadi
pada anak seperti gangguan pemenuhan istirahat tidur, gangguan pemenuhan nutrisi, juga
anak tidak bisa bermain dengan teman sebayanya. Sedangkan bermain merupakan suatu
kegiatan yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan anak sekalipun anak dalam keadaan
sakit dan dirawat. Sehingga sangat perlu kiranya jenis penyakit ini untuk dibahas dan
dipahami oleh setiap tenaga kesehatan agar mampu memberikan asuhan guna
memperbaiki dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk memahami teoritis dan asuhan keperawatan dari typus abdominalis.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk memahami teoritis dari typus abdominalis (definisi, anatomi fisiologi,
etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, penatalaksanaan, obat-
obatan, pencegahan).
b. Untuk memahami dan mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan untuk
penderita typus abdominalis.
BAB II

KONSEP TEORI

THYPUS ABDOMINALIS

2.1 Definisi
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan
infeksi Salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang
sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi
kuman Salmonella ( Brunner and Sudart, 1994 ).
Typhus abdominalis atau demam typhoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya
mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada
saluran cerna, gangguan kesadaran, dan lebih banyak menyerang pada anak usia 12 – 13
tahun ( 70% - 80% ), pada usia 30 - 40 tahun ( 10%-20% ) dan diatas usia pada anak 12-
13 tahun sebanyak (5%-10%). (Mansjoer, Arif. 1999).
Demam typhoid atau Typhus abdominalis adalah suatu penyakit infeksi akut yang
biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu
minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran (Price A. Sylvia &
Lorraine M. Wilson, 1995).
Menurut Rampengan (2007), typhus abdominalis (Typhoid Fever, Enteric Fever)
adalah merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam satu
minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa
gangguan kesadaran.
Menurut Suriadi (2006), typhus abdominalis adalah penykit infeksi akut yang
biasanya terdapat pada saluran cerna dengan gejala demam lebih dari satu minggu dan
terdapat gangguan kesadaran.
Menurut Ngastiyah (1997), typhus abdominalis (demam typhoid, enteric fever) ialah
infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang
lebih dari satu minggu, gangguan pencernaan, dan gangguan kesadaran. Penyebab
penyakit ini adalah salmonella typhosa.

2.2 Etiologi
Etiologi demam tifoid adalah salmonella typhi yang berhasil diisolasi pertama kali
dari seorang pasien demam tifoid oleh Gaffkey di Jerman pada tahun 1884.
Mikroorganisme ini merupakan bakteri gram negatif yang motil, bersifat aerob dan tidak
membentuk spora. Salmonella tiphi dapat tumbuh dalam semua media, pada media yang
selektif bakteri ini memfermentasi glukosa dan manosa, tetapi tidak dapat
memfermentasi laktosa.
Bakteri ini mempunyai beberapa komponen antigen, yaitu:
1. Antigen dinding sel (O) yang merupakan lipopolisakarida dan bersifat spesifik
grup.
2. Antigen flagella (H) yang merupakan komponen protein berada dalam flagella
dan bersifat spesifik spesies.
3. Antigen virulen (Vi) merupakan polisakarida dan berada di kapsul yang
melindungi seluruh permukaan sel. Antigen Vi dapat menghambat proses
aglutinasi antigen O oleh anti O serum dan melindungi antigen O dari proses
fagositosis. Antigen Vi berhubungan dengan daya invasif bakteri dan efektivitas
vaksin. S. Tiphi menghasilkan endotoksin yang merupakan bagian terluar dari
dinding sel, terdiri dari antigen O yang sudah dilepaskan, lipopolisakardia dan
lipid A. Ketiga antigen diatas didalam tubuh akan membentuk antibodi aglutinin.
Outher Membran Protein (OMP). Antigen OMP S. Tiphi merupakan bagian dari
dinding sel terluar yang terletak diluar membran sitoplasma dan lapisan
peptidoglikan yang membatasi sel dengan lingkungan sekitarnya. OMP berfungsi
sebagai barier fisik yang mengendalikan masuknya zat dan cairan ke dalam
membran sitolasma. Selain itu OMP juga berfungsi sebagai reseptor untuk
bakteriofag dan bakteriosin. OMP sebagian besar terdiri dari protein purin,
berperan pada patogenesis demam tifoid dan merupakan antigen yang penting
dalam mekanisme respon imun penjamu. Sedangkan protein nonpurin hingga kini
fungsinya belum diketahui secara pasti. (Rahmad Juwono, 1996)

2.3 Manifestasi Klinik


Typhus Abdominalis yang tidak diobati seringkali merupakan penyakit berat yang
berlangsung lama dan terjadi selama 4 minggu atau lebih. Adapun manifestasi klinik
yang bisa ditemukan pada demam typhoid menurut. Nelson,(2001) dan Mansjoer (2000),
antara lain:
1. Demam
Demam biasanya berlangsung 3 minggu, bersifat febris remitten dan suhu
tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap
hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari.
Suhu tubuh meningkat dan dapat terjadi serangan kejang.
2. Gangguan Sistem Pencernaan
Mulut berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah. Lidah tertutup selaput
putih kotor (coated tongue).Ujung dan tepinya kemerahan jarang disertai tremor.
Pemeriksaan abdomen di temukan keadaan perut kembung (meteorismus), hati dan
limpa membesar di sertainyeri perabaan. Biasanya sering terjadi konstipasi,kadang
diare atau BAB tanpa kelainan. Pasien juga akan mengalami mual, muntah, dan
distensi abdomen, selain itu biasanya juga dijumpai ikterik.
3. Gangguan Kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak teraba demam yaitu
apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma ataugelisah (kecuali penyakit
berat dan terlambat mendapatkan pengobatan).
4. Gejala lain
Disamping gejala-gejala tersebut mungkin terdapat gejalalainnya. Pada
punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola,yaitu bintik-bitik kemerahan
karena emboli basil dalam kapiler kulit,yang dapat ditemukan pada minggu pertama
demam kadang-kadang ditemukan pula bradikardia dan epistaksis pada anak besar.

Manifestasi Klinis pada Anak di bawah 5 Tahun

Manifestasi klinis demam tifoid pada anak umur kurang dari 5 tahun, khususnya di
bawah satu tahun lebih sulit diduga daripada orang dewasa. Gejalanya sangat bervariasi
dan tidak khas, mulai dali infeksi ringan yang menyerupai infeksi virus sampai infeksi
berat dengan angka formalitas sampai 30%. Anak-anak ini sering mengalami diare,
muntah, dan 20% diantaranya mengalami kejang. Meningitis tifosa yang juga dilaporkan
pada anak besar dan anak dewasa, merupakan gambaran yang khas untuk penderita
dibawah usia 5 tahun. Sebanyak 40% penderita yang berumur kurang daari 5 tahun
mengalami bakteriemia.
2.4 Patofisiologi
2.5 Komplikasi
Kantong empedu dapat meradang dan membesar. Kuman dapat berkumpul dan
menetap pada penderita. Orang ini disebut mengenai daerah hati bahkan bisa berefek
pada kejiwaan. Yang paling berbahaya dari penyakit ini adalah apabila terjadi kebocoran
usus. Apabila terjadi maka yang harus dilakukan adalah mengoperasinya.
a. Komplikasi intestinal
 Perdarahan usus
 Perporasi usus
 Ilius paralitik
b. Komplikasi extra intestinal
 Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis),
miokarditis, trombosis, tromboplebitis.
 Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma
uremia hemolitik
 Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
 Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
 Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
 Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan
arthritis.
 Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis,
polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.
2.6 Penatalaksanaan
Menurut Rampengan (2007) dan Widoyono (2011), penatalaksanaan dari penyakit ini
dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Perawatan
Penderita demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi
serta pengobatan. Penderita harus istirahat 5-7 hari bebas panas, tetapi tidak harus
tirah baring sempurna seperti pada perawatan demam tifoid di masa lalu. Mobilisasi
dilakukan sewajarnya, sesuai dengan situasi dan kondisi penderita. Pada penderita
dengan kesadaran yang menurun harus diobservasi agar tidak terjadi aspirasi. Tanda
komplikasi demam tifoid yang lain termasuk buang air kecil dan buang air besar juga
perlu mendapat perhatian.
2. Diet
Agar tidak memperberat kerja usus, pada tahap awal penderita diberi makanan
berupa bubur sering. Selanjutnya penderita dapat diberi makanan yang lebih paat dan
akhirnya nasi biasa, sesuai dengan kemampuan dan kondisinya. Pemberian kadar gizi
dan mineral perlu dipertimbagkan agar dapat menunjang kesembuhan penderita
(Widoyono, 2011).
3. Obat-obatan
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi dengan angka kematian yang tinggi
sebelum adanya obat-obat antimikroba (10-15%). Sejak adanya obat antimikroba
terutama kloramfenikol angka kematian menurun secara drastis (1-4%). Obat-obat
antimikroba yang sering digunakan antara lain:
a. Kloramfenikol
b. Tiamfenikol
c. Kotrimoksasol
d. Ampisilin
e. Amoksisilin
f. Seftriakson
g. Sefotaksim
h. Siprofloksasin (usia > 10 tahun)
2.7 Pemeriksaan Laboratorium
Menurut Padila (2013), pemeriksaan laboratorium pada pasien dengan penyakit
typhus abdominalis adalah sebagai berikut
1. Pemeriksaan darah perifer lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositis atau kadar leukosit normal.
Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah
sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus.
3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila
biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid.
Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor, yaitu:
a. Teknik pemeriksaan laboratorium
b. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit
c. Vaksinasi di masa lampau
d. Pengobatan dengan obat anti mikroba.
4. Kultur
a. Kultur darah: Bisa positif pada minggu pertama
b. Kultur urine: Bisa positif pada akhir minggu kedua
c. Kultur feses: Bisa positif fari minggu kedua hingga minggu ketiga
5. Uji widal
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antbodi terhadap bakteri
Salmonella typhi. Uji widal dimaksudkan untuk menentukan adanya aglutini
dalam serum penderita demam typhoid. Akibat adanya infeksi oleh Salmonella
typhi maka penderita membuat antibodi (aglutinin) yaitu:
a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh
kuman)
b. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel
kuman)
c. Aglutinin Vi, yang dibuat karena ragsangan antigen Vi (berasal dari
saimpai kuman).
6. Anti salmonella typhi lgM
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi akut
Salmonella typhi, krena antibodi lgM muncul padahari ke-3 dan 4 terjadinya
demam.

2.8 Pencegahan
Menurut Widoyono (2011), strategi pencegahan demam tifoid mencakup hal-hal
berikut.
1. Penyediaan sumber air minum yang baik
2. Penyediaan jamban yang sehat
3. Sosialisasi budaya cuci tangan
4. Sosialisasi budaya merebus air sampai mendidih sebelum diminumPembrantasan
lalat
5. Pengawasan kepada para penjual makanan dan minuman
6. Sosialisasi pemberian ASI pada ibu menyusui
7. Imunisasi
Adapun jenis vaksin yang tersedia adalah:
a. Vaksin parenteral utuh
b. Vaksin oral Ty21a
c. Vaksin parenteral polisakarida
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Identitas pasien
Mencakup identitas pasien yaitu nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa,
agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, alamat, dan tanggal masuk rumah
sakit. Identitas penanggung jawab yaitu nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, agama, alamat, suku bangsa, hubungan dengan penderita/pasien.
2. Keluhan utama
Keluhan demam 4 hari yang lalu, demam pada sore hari, suhu tubuh 40°C,
disertai mual, muntah, dan tidak nafsu makan.
3. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan dahulu. Biasanya klien suka memakan makanan dan
minuman yang tidak terjaga kebersihan.
4. Riwayat kesehatan Sekarang
Pasien mengeluh badannya demam, terutama pada sore sampai malam,
perasaan tidak enak, lesu, nyeri kepala, pusing, tidak bersemangat, bibir kering dan
pecah -pecah, lidah kotor, perut kembung, BAB keras / diare.
5. Riwayat Kesehatan keluarga
Kemungkinan ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti diderita
klien.
6. Riwayat kesehatan lingkungan
Biasanya lingkungan tempat tinggal klien tidak terjaga, yang dapat
menimbulkan kuman ada dimakanan / minuman.
7. Pemeriksaan fisik
Tanda yang diketahui selama pemeriksaan fisik mencakup nyeri tekan
abdomen, identifikasi lamanya waktu dimana gejala hilang, identifikasi metode yang
digunakan untuk mengatasi gejala, dehidrasi (akibat dari mual dan muntah), dan
bukti adanya gangguan sistemik yang menyebabkan gejala typus abdominalis.
8. Psikologis
Kaji apakah penyakit ini berdampak pada psikologis pasien.
9. Pemenuhan kebutuhan dasar

Pola nutrisi
Pola tidur
Pola eliminasi
10. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan darah
 Pemeriksaan darah untuk kultur
Salmonella typhosa dapat ditemukan dalam darah penderita
pada minggu pertama sakit, lebih sering ditemukan dalam urine dan
feces dalam waktu yang lama.
 Pemeriksaan widal
Pemeriksaan widal merupakan pemeriksaan yang dapat
menentukan diagnosis thypoid abdominalis secara pasti. Pemeriksaan
ini perlu dikerjakan pada waktu masuk dan setiap minggu berikutnya.
(diperlukan darah vena sebanyak 5 cc untuk kultur dan widal)
b. Pemeriksaan sumsum tulang belakang
Terdapat gambaran sumsum tulang belakang berupa hiperaktif
Reticulum Endotel System (RES) dengan adanya sel makrofag.

3.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa yang mungkin muncul menurut Brunner & Suddarth :
a. Ketidakseimbangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan hipertermi dan
muntah.
b. Resiko tinggi gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
c. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi.
d. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kelemahan
fisik.
e. Resiko tinggi infeksi sekunder berhubungan dengan tindakan invasif
f. Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang informasi
atau informasi yang tidak adekuat.
g. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan infeksi virus salmonella thyposa di
tandai dengan nyeri abdomen.
3.3 Intervensi dan Rasional
a. Diagnosa 1
Gangguan ketidak seimbangan volume cairan dan elektrolit, kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan hipertermia dan muntah.
Tujuan : Ketidak seimbangan volume cairan tidak terjadi
Kriteria hasil :
 Membran mukosa bibir lembab
 Tanda-tanda vital (TD, S, N dan RR) dalam batas normal
 Tanda-tanda dehidrasi tidak ada.

Intervensi Rasional

1. Kaji tanda-tanda dehidrasi seperti 1. Mencegah ketidaknyamanan


mukosa bibir kering, turgor kulit tidak karena mulut kering.
elastis dan peningkatan suhu tubuh.
2. Pantau intake dan output cairan dalam 2. Terpenuhinya cairan dan elektolit
24 jam. dalam 24 jam.
3. Ukur BB tiap hari pada waktu dan jam 3. Mengidentifikasi kebutuhan diet.
yang sama, catat laporan atau hal-hal
seperti mual, muntah nyeri dan distorsi
lambung.
4. Anjurkan klien minum banyak kira-kira 4. Terpenuhinya cairan dan elektrolit.
2000-2500 cc per hari.
5. Kolaborasi dalam pemeriksaan 5. Terpenuhinya kebutuhan pasien.
laboratorium (Hb, Ht, K, Na, Cl) dan
kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian cairan tambahan melalui
parenteral sesuai indikasi.

b. Diagnosa 2
Resiko tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat.
Tujuan : Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi.
Kriteria hasil :
 Nafsu makan bertambah
 Menunjukkan berat badan stabil/ideal
 Nilai bising usus/peristaltik usus normal (6-12 kali per menit)
 Nilai laboratorium normal
 Konjungtiva dan membran mukosa bibir tidak pucat.

Intervensi Rasional

1. Kaji pola nutrisi klien, kaji makan yang 1. Membantu pasien dalam
di sukai dan tidak disukai klien. memenuhi kebutuhan makanan
2. Anjurkan berbaring/pembatasan dan protein.
aktivitas selama fase akut, timbang 2. Membantu pasien dalam
berat badan tiap hari. melakukan aktivitas selama di
3. Anjurkan klien makan sedikit tapi tempat tidur.
sering, catat laporan atau hal-hal seperti 3. Memberikan informasi tentang
mual, muntah, nyeri dan distensi keadekuatan masukan nutrisi
lambung. dan masukan diet.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan
infeksi Salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang
sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi
kuman Salmonella ( Brunner and Sudart, 1994 ).
Penyakit ini disebabkan oleh Salmonella Thyphosa dan hanya didapatkan pada
manusia, penularan penyakit ini hampir selalu terjadi melalui makanan dan minuman
yang terkontaminasi, biasanya Thypus Abdominalis dialami oleh seseorang yang kurang
menjaga kebersihan diri dan lingkungan sekitar (T.H. Rampengan, 46 : 2007)
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth, 2001, Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol. 2, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Hidayat Alimul Azis.A, 2006, Edisi I, Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, Jakarta,
Salemba Medika
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 2. MediaAesculapius:
Jakarta
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Padila. 2013. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.
Rampengan, T.H. 2007. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai