Anda di halaman 1dari 71

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

E DENGAN GANGGUAN
SISTEM PENCERNAAN POST OPERASI APENDIKTOMI
AKIBAT APENDIKSITIS DI RUANG PERAWATAN
GEDUNG C LANTAI 3 RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH CIBABAT CIMAHI

KARYA TULIS ILMIAH

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat


Guna memperoleh gelar Ahli Madya Keperawatan

Oleh:
Ahmad Rizal Jaelani
NPM. 3.01.05.14.002

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (D-III)


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BUDI LUHUR
CIMAHI
2017

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sehat dan sakit merupakan proses yang berkaitan dengan

kemampuan atau ketidakmampuan manusia beradaptasi dengan lingkungan

baik secara biologis, psikologis maupun sosio budaya. UU No.36 tahun 2014

tentang Kesehatan menyatakan bahwa: “Kesehatan adalah keadaan

sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif

secara sosial dan ekonomi”. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus

dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental

dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakan bagian integral

kesehatan (Kemenkes RI, 2014).

Kesehatan merupakan sesuatu hal yang sangat penting bagi

kehidupan manusia. Oleh karena itu sebagai petugas kesehatan, khususnya

perawat memiliki tanggungjawab untuk meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan guna menunjang dan memberikan pelayanan yang baik

kepada masyarakat. Perkembangan zaman saat ini dapat mempengaruhi

kesehatan dan gaya hidup atau pada kebiasaan sehari-hari. Salah satu

contohnya adalah kurangnya mengkonsumsi makanan berserat dalam menu

sehari-hari, hal ini diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya masalah

kesehatan yaitu apendiksitis (Wijaya, 2013).

Insiden apendiksitis di Negara maju lebih tinggi daripada Negara

berkembang. Hal ini diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan

1
2

makanan berserat dalam menu sehari-hari. World Health Organization

(WHO) menyebutkan insidensi apendiksitis di Asia dan Afrika pada tahun

2014 adalah 4,8% dan 2,6% penduduk dari total populasi. Di Indonesia

insiden apendiksitis cukup tinggi, terlihat dengan adanya peningkatan jumlah

pasien dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Departemen Kesehatan

Indonesia, kasus apendiksitis pada tahun 2013 sebanyak 65.755 orang dan

pada tahun 2014 jumlah pasien apendiksitis sebanyak 75.601 orang.

Apendiksitis merupakan salah satu penyebab dari akut abdomen dan

beberapa indikasi untuk dilakukan operasi kegawatdaruratan abdomen.

Insiden apendiksitis di Indonesia menempati urutan tertinggi di antara kasus

kegawatan abdomen lainya

Dinas Kesehatan Jawa Barat menyebutkan pada tahun 2014 jumlah

kasus apendiksitis sebanyak 5.980 penderita. Di RSUD Cibabat Cimahi

tercatat jumlah pasien apendiksitis yang mengalami apendiktomi pada bulan

Desember 2016 sampai dengan Februari 2017 tercatat sebanyak 44 kasus.

Dimana apendiktomi pada pasien apendiksitis merupakan salah satu kasus

bedah terbanyak pertama di RSUD Cibabat. Berdasarkan hasil wawancara

kepada salah seorang perawat di RSUD Cibabat Cimahi, biasanya hari

rawat pasien pasca operasi apendiktomi 3-5 hari pasca operasi.

Apendiks atau dikenal oleh masyarakat awam dengan sebutan usus

buntu adalah umbai cacing yaitu organ berbentuk tabung, panjangnya kira-

kira 10 cm (kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di

bagian proksimal dan melebar di bagian distal (Sjamsuhidajat, 2011).

Apendiksitis adalah infeksi pada apendiks karena tersumbatnya lumen oleh

fekalith (batu feses), hiperplasia jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi
3

lumen merupakan penyebab utama Apendiksitis. Erosi membran mukosa

apendiks dapat terjadi karena parasit seperti Entamoeba histolytica, Trichuris

trichiura, dan Enterobius vermikularis (Grace dan Borley, 2006).

Apendiksitis dapat terjadi pada setiap usia, perbandingan antara pria

dan wanita mempunyai kemungkinan yang sama menderita apendiks.

Namun penyakit ini paling sering dijumpai pada dewasa muda antar umur

10-30 tahun. Satu dari 15 orang pernah menderita apendiksitis dalam

hidupnya. Insiden tertinggi terdapat pada laki-laki usia 10-14 tahun dan

wanita usia 15-19 tahun. Laki-laki lebih banyak menderita apendiksitis dari

pada wanita pada usia pubertas dan pada usia 25 tahun. Apendiksitis jarang

terjadi pada bayi dan anak dibawah 2 tahun (Smeltzer, 2013).

Keluhan apendiksitis biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilikus

atau peri umbilikus yang disertai dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri akan

beralih ke kuadran kanan bawah, yang akan menetap dan diperberat bila

berjalan. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise dan demam. Biasanya

juga terdapat konstipasi, tetapi kadang-kadang juga terjadi diare, mual dan

muntah. Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen

yang menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen bawah akan

semakin progresif, dan dengan pemeriksaan seksama akan dapat

ditunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal. Perkusi ringan pada kuadran

kanan bawah dapat membantu menentukan lokasi nyeri. Nyeri lepas dan

spasme biasanya juga muncul. Bila tanda rovsing, psoas, dan obturator

positif, akan semakin meyakinkan diagnosa klinis (Mansjoer, 2007).

Bila apendiksitis dibiarkan maka akan menyebabkan komplikasi yang

sangat serius seperti perforasi apendiks yang dapat berkembang menjadi


4

peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah 10%-32%. Insiden lebih tinggi

adalah anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah

intensitas nyeri (Smeltzer, 2013).

Komplikasi utama apendiksitis adalah perforasi apendiks yang dapat

berkembang menjadi abses, peritonitis bahkan syok dan perforasi.

Peradangan akut apendiks memerlukan tindak bedah segera untuk

mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya dengan cara apendiktomi

untuk mengurangi resiko perforasi (Wijaya, 2013).

Apendiktomi merupakan pembedahan atau operasi pengangkatan

apendiks. Apendiktomi direncanakan pada infiltrate periapendikuler tanpa

pus yang telah ditenangkan. Sebelumnya pasien diberi antibiotik kombinasi

yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang

yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian dilakukan apendiktomi. Tindakan

apendiktomi akan menimbulkan beberapa permasalahan seperti nyeri pada

luka pasca operasi, resiko tinggi komplikasi, atelektasi, tromboflebitis, infeksi,

dan demam (Sjamsuhidajat, 2011).

Keluhan utama pasien apendiksitis setelah dilakukan apendiktomi

adalah klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke

perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin

beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan

dalam beberapa waktu lalu. Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-menerus,

dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang

menyertai biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas.

Peradangan pada apendiks selain mendapat intervensi farmakologi

juga memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi dan


5

memberikan implikasi pada perawat dalam bentuk asuhan keperawatan.

Perawat berperan penting dalam merawat pasien dengan masalah

pencernaan terutama dengan apendiktomi. Pengkajian memungkinkan

perawat mempunyai kesempatan untuk mendapatkan informasi dasar dan

memberikan kerangka kerja untuk mendeteksi beberapa intervensi yang

dapat menunjukkan perubahan/perbaikan status sistem pencernaan.

Berdasarkan uraian permasalahan pada latar belakang tersebut,

maka penulis tertarik mengambil topik dalam studi Karya Tulis Ilmiah dengan

judul “Asuhan Keperawatan pada Tn. E dengan Gangguan Sistem

Pencernaan Post Operasi Apendiktomi Akibat Apendiksitis di Ruang

Perawatan Gedung C Lantai 3 Rumah Sakit Umum Daerah Cibabat Cimahi”.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini adalah untuk

memahami pengelolaan dan menerapkan asuhan keperawatan pada

klien Tn. E yang menderita gangguan sistem pencernaan post operasi

apendiktomi akibat apendiksitis di ruang perawatan gedung C lantai 3

Rumah Sakit Umum Daerah Cibabat Cimahi.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan pengkajian pada klien Tn. E dengan gangguan

sistem pencernaan post operasi apendiktomi akibat apendiksitis

b. Mengidentifikasi masalah keperawatan yang terjadi pada klien Tn. E

dengan gangguan sistem pencernaan post operasi apendiktomi


6

akibat apendiksitis berdasarkan data-data yang diperoleh dan

merumuskannya dalam diagnosa keperawatan

c. Menggambarkan perencanaan keperawatan dalam mengelola klien

Tn. E gangguan sistem pencernaan post operasi apendiktomi akibat

apendiksitis.

d. Melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan diagnosa yang ada

pada klien Tn. E dengan gangguan sistem pencernaan post operasi

apendiktomi akibat apendiksitis.

e. Mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada klien

Tn. E dengan gangguan sistem pencernaan post operasi

apendiktomi akibat apendiksitis.

f. Mendokumentasikan semua asuhan keperawatan pada klien Tn. E

dengan gangguan sistem pencernaan post operasi apendiktomi

akibat apendiksitis.

C. Manfaat Penulisan

Beberapa manfaat yang dapat diambil dalam penulisan Karya Tulis

Ilmiah ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi penulis

Menambah pengetahuan dan informasi tentang asuhan

keperawatan dengan masalah apendiksitis dan menjadi salah satu cara

dalam mengaplikasikan ilmu yang diperoleh di dalam perkuliahan.

2. Bagi institusi pendidikan

Manfaat penulisan Karya Tulis Ilmiah ini sebagai masukan dan

tambahan wacana pengetahuan, menambah wacana bagi mahasiswa

STIKES Budi Luhur Cimahi tentang apendiksitis.


7

3. Bagi institusi rumah sakit

Bagi institusi rumah sakit diharapkan dapat bermanfaat sebagai

wacana dalam hal asuhan keperawatan pada klien apendiksitis

sehingga dapat meningkatkan mutu dari penerapan asuhan

keperawatan terutama pada klien apendiksitis.

D. Metode Penulisan dan Teknik Pengumpulan Data

Penulisan karya tulis ini menggunakan metode studi kasus dengan

pendekatan pemecahan masalah proses keperawatan yang terdiri dari

pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi. Adapun teknik

penulisan bersifat deskriptif yaitu memberikan gambaran tentang

pengelolaan kasus pasien dengan apendiktomi. Sedangkan teknik

pengambilan data yang digunakan dalam penulisan karya tulis ilmiah ini

adalah sebagai berikut:

a. Observasi Partisipatif

Observasi partisipatif adalah suatu teknik pengumpulan data

yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan melaksanakan

asuhan keperawatan pada klien selama di rumah sakit dan lebih bersifat

obyektif yaitu, dengan melihat respon klien setelah dilakukan tindakan

b. Wawancara (Interview)

Wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data dilakukan

dengan cara mengadakan tanya jawab dengan klien, keluarga dan

tenaga kesehatan lain untuk mendapatkan keterangan tentang

apendiktomi.
8

c. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik adalah suatu teknik pengumpulan data dengan

melakukan pemeriksaan mulai dari inspeksi, palpasi, perkusi dan

auskultasi untuk mendapatkan data fisik klien (Hidayat, 2009).

1) Inspeksi yaitu suatu proses pengumpulan data yang dilakukan

dengan cara melihat atau mengobservasi bagian tubuh pasien

2) Palpasi yaitu pemeriksaan menggunakan kedua tangan untuk

menyentuh bagian tubuh pasien sehingga didapatkan suatu

pengukuran sensitif terhadap tanda khusus fisik pasien

3) Perkusi yaitu suatu teknik pemeriksaan fisik dengan cara

memberikan ketukan pada bagian tubuh pasien tubuh menggunakan

ujung-ujung jari dengan tujuan untuk mengevaluasi ukuran, batasan,

dan konsistensi organ-organ tubuh

4) Auskultasi yaitu teknik pemeriksaan dengan cara mendengarkan

bunyi yang dihasilkan dari tubuh pasien.

d. Studi Dokumenter

Studi dokumenter adalah suatu teknik pengumpulan data yang

diperoleh dengan mempelajari catatan medik dan catatan perawatan

serta hasil pemeriksaan diagnostik yang ada. Dalam hal ini penulis

mempelajari buku laporan, catatan keperawatan dan catatan medik

serta hasil diagnostik

e. Studi Pustaka

Pada studi kasus ini penulis menggunakan dan mempelajari

buku-buku referensi tentang penyakit yang berhubungan dengan

keperawatan berkaitan sebagai sumber pengambilan kasus.


9

E. Sistematika Penulisan

Penulisan karya tulis ilmiah ini menggunakan sistematika penulisan

yang terdiri dari lima bab, yaitu:

BAB I

Berisi tentang pendahuluan yang meliputi latar belakang, tujuan

penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II

Berisi tentang konsep dasar yang meliputi pengertian, anatomi dan

fisiologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik, komplikasi,

penatalaksanaan, pengkajian fokus, pathways keperawatan, dan fokus

intervensi.

BAB III

Berisi tentang tinjauan kasus yang membahas kasus pasien, meliputi

pengkajian, pathways kasus, diagnosa keperawatan, intervensi,

implementasi dan evaluasi.

BAB IV

Berisi tentang pembahasan kasus yang bertujuan untuk menemukan

kesenjangan antara konsep teori dan fakta kasus yang ada mulai dari

pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.

BAB V

Berisi tentang kesimpulan dari temuan kasus dan saran yang dapat

diaplikasikan.

DAFTAR PUSTAKA
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Apendiksitis

1. Pengertian

Apendiksitis adalah inflamasi pada apendiks yang dapat terjadi

karena obstruksi apendiks oleh feses atau akibat terpuntirnya apendiks

dan pembuluh darahnya (Corwin, 2009). Apendiksitis merupakan infeksi

pada apendiks akibat sumbatan lumen apendiks, hiperplasia jaringan

limfa, fekalit, dan cacing askaris (Sjamsuhidajat, 2011). Apendiksitis

adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu. Bila infeksi

bertambah parah, usus buntu bisa pecah (Smeltzer, 2013).

Dapat disimpulkan apendiksitis adalah peradangan dari apendiks

vermiformis dan merupakan penyebab akut yang paling sering terjadi

pada kuadran kanan bawah abdomen.

Gambar 2.1 Apendiksitis


Sumber: Setiono (2014)

2. Anatomi Fisiologi

Apendiks atau usus buntu merupakan organ berbentuk tabung

yang ujungnya buntu dan menonjol terletak di perut kanan bawah,

10
11

panjangnya sekitar 10 cm (kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di sekum.

Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal.

Pertumbuhan dari sekum yang berlebih menjadi apendiks berpindah dari

medial menuju katup ileocaecal (Muttaqin dan Sari, 2013).

Apendiks terletak pada regio iliaca kanan. Dasar apendiks

terletak pada 1/3 atas garis yang menghubungkan spina iliaca anterior

superior dengan umbilikus (titik Mc.Burney) dan pangkal apendiks

vermiformis lebih ke dalam dari titik pada batas antara bagian sepertiga

lateral dan dua pertiga medial garis miring antara spina iliaca anterior

superior dan anulus umbilicalis (titik Mc.Burney). Posisi ujung apendiks

yang bebas sangat berbeda-beda. Letak apendiks berubah-ubah, tetapi

biasanya apendiks terletak retrosekal namun sering juga di temukan

pada posisi lain (Snell, 2006).

Gambar 2.2 Anatomi Apendiks


12

Sumber: Snell (2006) dan Setiono (2014)


Pada apendiks terdapat tiga tanea coli yang menyatu di

persambungan sekum dan berguna untuk mendeteksi posisi apendiks.

Posisi apendiks adalah retrocaecal (di belakang sekum) 65,28%, pelvis

(panggul) 31,01%, subcaecal (di bawah sekum) 2,26%, preileal (di

depan usus halus) 1%, dan postileal (di belakang usus halus) 0,4%,

seperti terlihat pada gambar dibawah ini (Snell, 2006).

Gambar 2.3 Anatomi Apendiks


Sumber: Snell (2006)

Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara

normal akan dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya akan mengalir

ke sekum. Apendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara

teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan

lumennya kecil, maka apendiks cenderung menjadi tersumbat dan

rentan terhadap infeksi. Hambatan aliran lendir di muara apendiks

tampaknya dapat berperan pada patogenesis atau terjadinya

Apendiksitis (Smeltzer, 2013).

3. Klasifikasi

Menurut Mansjoer (2007) klasifikasi dari apendiksitis terbagi atas

dua, yaitu:
13

a. Apendiksitis akut

1) Apendiksitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh

akan timbul striktur lokal.

2) Apendiksitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.

b. Apendiksitis kronis

1) Apendiksitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan

timbul striktur lokal.

2) Apendiksitis kronis obliteritiva yaitu apendiks miring, biasanya

ditemukan pada usia tua

4. Etiologi

Apendiksitis merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri.

Faktor pencetus dari kejadian ini yaitu sumbatan pada lumen yang

disebabkan oleh fekalit atau massa fekal padat karena konsumsi diet

rendah serat, tumor apendiks, hipertrofi limfoid atau hiperplasia jaringan

limfe, barium kering, biji atau cacing usus. Penyebab lain yang diduga

menimbulkan apendiksitis adalah erosi mukosa apendiks karena

disebabkan oleh parasit seperti E. Histolytica atau cacing ascaris

(Sjamsuhidajat, 2011).

Menurut Smeltzer (2013), faktor penyebab apendiksitis

diantaranya adalah obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks.

Obstruksi pada lumen apendiks ini biasanya disebabkan karena adanya

timbunan tinja yang keras (fekalit), hiperplasia jaringan limfoid, penyakit

cacing, parasit, benda asing dalam tubuh, cancer primer dan striktur.

Namun yang paling sering menyebabkan obstruksi lumen apendiks

adalah fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid.


14

5. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis apendiksitis menurut Mansjoer (2007) yaitu

keluhan apendiks biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilikus atau

periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri

akan beralih ke kuadran kanan bawah, yang akan menetap dan

diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia,

malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat

konstipasi, tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual, dan muntah. Pada

permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang

menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen bawah akan

semakin progresif, dan dengan pemeriksaan seksama akan dapat

ditunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal. Perkusi ringan pada

kuadran kanan bawah dapat membantu menentukan lokasi nyeri. Nyeri

lepas dan spasme biasanya juga muncul. Bila tanda Rovsing, psoas,

dan obturator positif, akan semakin meyakinkan diagnosa klinis.

Apendiksitis memiliki gejala kombinasi yang khas yaitu mual,

muntah dan nyeri hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara

mendadak mulai di perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul

mual dan muntah. Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri

berpindah ke perut kanan bawah. Jika menekan daerah ini, penderita

merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan dilepaskan, nyeri bisa

bertambah tajam. Demam bisa mencapai 37,8-38,8°C (Mansjoer, 2007).

Pada kasus apendiksitis, gejala awal adalah nyeri atau rasa tidak

enak di sekitar umbilikus. Gejala ini umunya berlangsung lebih dari 1-2

hari. Dalam beberapa jam nyeri bergeser ke kuadran kanan bawah


15

dengan disertai oleh anoreksia, mual dan muntah. Dapat juga terjadi

nyeri tekan di sekitar titik Mc Burney bila dilakukan tekanan. Kemudian,

dapat timbul spasme otot dan nyeri tekan lepas. Biasanya ditemukan

demam ringan dan leukositosis sedang. Nyeri tekan lepas (hasil atau

intensifikasi nyeri bila tekanan dilepaskan) mungkin dijumpai. Derajat

nyeri tekan, spasme otot, dan apakah terdapat konstipasi atau diare

tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi apendiks. Bila

apendiks melingkar di belakang sekum, nyeri tekan dapat terasa di

daerah lumbal. Nyeri pada defekasi menunjukkan ujung apendiks

berada dekat rektum. Nyeri saat berkemih menunjukkan apendiks dekat

dengan kandung kemih (Price dan Wilson, 2006).

6. Patofisiologi

Apendiksitis biasa disebabkan oleh adanya penyumbatan lumen

apendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur

karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Feses

yang terperangkap dalam lumen apendiks akan menyebabkan obstruksi

dan akan mengalami penyerapan air dan terbentuklah fekolit yang

akhirnya sebagai kausa sumbatan (Mansjoer, 2007).

Obstruksi yang terjadi pada apendiks tersebut menyebabkan

mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Semakin lama

mukus semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai

keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen.

Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan

edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukus (Sjamsuhidajat, 2011).


16

Pada saat ini terjadi apendiksitis akut fokal yang ditandai oleh

nyeri epigastrium. Sumbatan menyebabkan nyeri sekitar umbilikus dan

epigastrium, nausea, muntah. invasi kuman E Coli dan spesibakteroides

dari lumen ke lapisan mukosa, submukosa, lapisan muskularisa, dan

akhirnya ke peritoneum parietalis terjadilah peritonitis lokal kanan

bawah. Suhu tubuh mulai naik. Bila sekresi mukus terus berlanjut,

tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan

obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.

Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat

sehingga menimbulkan nyeri di area kanan bawah. Keadaan ini yang

kemudian disebut dengan apendiksitis supuratif akut (Mansjoer, 2007).

Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding

apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut apendiksitis

gangrenosa. Bila dinding rapuh dan pecah menyebabkan apendiksitis

perforasi (Sjamsuhidajat, 2011). Bila proses berjalan lambat, omentum

dan usus yang berdekatan akan bergerak mengelilingi ke arah apendiks

yang meradang atau perforasi hingga timbul suatu massa lokal disebut

infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut menyebabkan

abses (Mansjoer, 2007).

Pada anak karena omentum masih pendek dan tipis, apendiks

relatif lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis dan daya tahan tubuh

masih kurang, demikian juga pada orang tua karena telah ada gangguan

pembuluh darah, maka perforasi terjadi cepat. Bila apendiksitis ini

menyembuh dan kemudian gejalanya hilang timbul dikemudian hari

maka terjadi apendiksitis kronis (Sjamsuhidajat, 2011).


17

Kebiasaan diet rendah serat dan


Sumbatan
Konstipasi
oleh Fekolit, benda asing, tumor,
Hiperplasia
dll Limfoid Mukosa
Obstruksi Lumen Apendiks

Diapedesis Bakteri dan Ulserasi Mukosa


Peningkatan Tekanan Intra Lumen
Peningkatan Tekanan Intra Abdomen Aliran Limfe Tersumbat
Edema

Tekanan pada area Lambung Peningkatan Kongesti dan Penurunan DindingMerangsang


Apendiks tunika serosa dan peritoneum Visceral

Merangsang Nervus X (Vagus) Radang Meluas Menuju Peritoneum Parietalis


Nyeri Samar-samar di daerah Epigastrium di Sekitar Umbilikus

Medulla Oblongata (Trigerson)


Apendiksitis

Terputusnya Kontinuitas Jaringan


Tindakan Pembedahan (Apendiktomi)
Mual Muntah

Intake Tidak Adekuat


Pengaruh Anastesi
Risiko Tinggi Infeksi
Risiko Defisit/Kekurangan Volume Cairan

Menekan Resperitory

Pengeluaran Mediator Kimia oleh Sel-sel Radang (Histamin, Bradikinin)


Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Pola Nafas tidak Efektif

Konsistensi Feses Di Lumen Usus Menurun Merangsang Nociceptor


Perubahan Status Kesehatan

Medulla Spinalis
Feses lama di Lumen Kolon
Kurang Informasi
Corteks Cerebri

Konstipasi
Kurang Pengetahuan Tentang Kondisi, Prognosis dan Kebutuhan Pengobatan
Nyeri

Koping tidak Efektif

Kecemasan

Imobilisasi Intoleransi Aktivitas

Gambar 2.2 Pathways Apendiksitis


Sumber: Mansjoer (2007), Muttaqin dan Sari (2013),
dan Smeltzer (2013
18

7. Komplikasi

Apendiksitis adalah penyakit yang jarang mereda dengan

spontan, tetapi penyakit ini tidak dapat diramalkan dan mempunyai

kecenderungan menjadi progresif dan mengalami perforasi. Karena

perforasi jarang terjadi dalam 8 jam pertama, observasi aman untuk

dilakukan dalam masa tersebut (Mansjoer, 2007).

Komplikasi utama apendiksitis adalah perforasi apendiks, yang

dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi

adalah 10%-32%. Insiden lebih tinggi pada anak kecil dan lansia.

Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah nyeri. Gejala-gejalanya

termasuk demam dengan suhu 37,70C atau lebih tinggi, penampilan

toksik dan nyeri tekan abdomen yang berlanjut (Smeltzer, 2013).

8. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan darah rutin akan menunjukkan lekosilar ringan dan

hitung jenis yang bergeser pada purforasi terjadi lekositosis yang lebih

tinggi. Test diagnostik penunjang apendiksitis diantaranya: (Muttaqin dan

Sari, 2013)

a. Hitung darah lengkap (JDL) untuk menunjukan jumlah sel darah

putih diatas 10.000/mm3 () atau 10.000-20.000/ml (leukositosis) dan

neutrofil di atas 75%

b. Analisis urine dilakukan untuk menguji kandungan yang terdapat

pada urine. Pemeriksaan urine rutin penting untuk membedakan

apendiksitis dengan kelainan ginjal. Kadang ditemukan lekosit pada

urine penderita apendiksitis karena rangsangan apendiks pada

jaringan di sekitar termasuk ureter / vesika urinaria. Pemeriksaan


19

urine juga perlu dilakukan untuk membedakan dengan kelainan

pada ginjal dan saluran kemih.

c. Pemeriksaan USG dilakukan untuk menilai inflamasi dari apendiks

d. Ultrasonogram/ultasound abdomen untuk menunjukkan proses

inflamasi.

e. Enema barium dapat memperlihatkan tanda khas apendiksitis,

meliputi deformitas, spasme, dan perpindahan kolon.

f. Pemeriksaan CT-scan (Computed Tomograpy Scan) pada abdomen

untuk mendeteksi apendiksitis dan adanya kemungkinan perforasi

9. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan apendiksitis dapat dilakukan dengan terapi

obat-obatan dan operasi berupa apendiktomi. Pembedahan

diindikasikan bila diagnosa apendiksitis telah ditegakkan. Antibiotik dan

cairan intravena diberikan sampai pembedahan dilakukan. Analgesik

dapa diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendiksitis ringan sampai

sedang yang menurut perkiraan dokter tidak berisiko perforasi dan

komplikasi mungkin dapat disembuhkan dengan antibiotik. Namun,

pengobatan antibiotik ini tidak selalu efektif dan tidak menghilangkan

risiko kekambuhan (Sjamsuhidajat, 2011).

a. Obat-obatan

1) Pemberian infuse intravena untuk mengoreksi kehilangan cairan

dan elektrolit

2) Pengobatan antibiotika

a) Golongan penisilin: Piperacillin + tazobactam, Ampicillin +

sulbactam, Ticarcillin + clavulanate.


20

b) Golongan sefalosporin: Cefotetan, Cefoxitin, Cefepime.

c) Golongan aminoglikosida: Gentamicin.

d) Golongan karbapenem: Meropenem, Ertapenem.

e) Golongan kuinolon: Ciprofloxacin, Levofloxacin, Moxifloxacin.

f) Golongan lain: Seperti Metronidazole, Tigecycline.

b. Operasi Pembedahan

Operasi adalah satu-satunya pilihan untuk apendiksitis berat,

yang merupakan kedaruratan medis. Jika tidak segera dioperasi,

usus buntu akan pecah atau berlubang (perforasi) sehingga

menyebarkan bakteri dan infeksi ke seluruh perut. Hal ini dapat

mengakibatkan peradangan serius dari selaput rongga perut yang

bisa berakibat kematian. Apendektomi merupakan suatu intervensi

bedah untuk melakukan pengangkatan bagian apendiks yang

terinflamasi dengan menggunakan pendekatan endoskopi (Muttaqin

dan Sari, 2013). Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat

apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko

perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau

spinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi, yang

merupakan metode terbaru yang efektif (Sjamsuhidajat, 2011).

c. Tindakan Keperawatan

Dalam 8-12 jam setelah keluhan tanda dan gejala

apendiksitis sering kali masih belum jelas, dalam keadaan ini

observasi ketat perlu dilakukan pasien diminta melakukan tirah

baring dan dipuasakan. Pemeriksaan abdomen dan rektal serta

pemeriksaan darah (leukosit) diulang secara periodik. Foto abdomen


21

dan toraks tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya

penyakit lain.

Tujuan keperawatan paska operasi apendiktomi adalah

upaya meredakan nyeri, mencegah defisit volume cairan,

menurunkan ansietas, mengatasi infeksi yang disebabkan gangguan

potensial atau aktual pada saluran GI, mempertahankan integritas

kulit, dan mencapai nutrisi yang optimal. Setelah operasi, posisikan

pasien Fowler-tinggi, berikan analgesik narkotik sesuai program,

berikan cairan oral apabila dapat ditoleransi, berikan makanan yang

disukai pasien pada hari pembedahan (jika dapat ditoleransi). Jika

pasien dehidrasi sebelum pembedahan, berikan cairan IV. Jika drain

terpasang pada area insisi, pantau secara ketat adanya tanda-tanda

obstruksi usus halus, hemoragi sekunder, atau abses sekunder

(demam, takikardi, dan peningkatan leukosit) (Smeltzer, 2013).

Perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui

terjadinya peradangan di dalam, syok, hipertermia atau gangguan

pernafasan, pasien dikatakan baik dalam 12 jam tidak terjadi

gangguan, selama itu pasien dikatakan baik bila tindakan operasi

lebih besar contoh: pada perforasi atau peritonitis umum puasa

diteruskan sampai fungsi usus kembali normal. Kemudian minum

mulai 15 jam selama 4-5 jam lalu dinaikkan 30 jam. Satu hari pasca

operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak ditempat tidur selama 2

x 30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk diluar

kamar. Hari ke 7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan

pulang (Muttaqin dan Sari, 2013).


22

B. Asuhan Keperawatan pada Pasien Post Operasi Apendiktomi Akibat

Apendiksitis

1. Fokus Pengkajian

a. Identitas

1) Identitas pasien post apendiksitis yang menjadi dasar pengkajian

meliputi : nama, kebanyakan terjadi pada laki – laki, umur 20 –

30 tahun, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat, diagnosa

medis, nomor rekam medis, tanggal masuk rumah sakit, tanggal

pengkajian (Sjamsuhidajat, 2011).

2) Identitas penanggung jawab meliputi nama, umur, jenis kelamin,

pendidikan, pekerjaan, agama, alamat, hubungan dengan klien.

b. Riwayat kesehatan

1) Keluhan utama

Keluhan utama penderita apendiksitis adalah nyeri. Keluhan

utama pada pasien dengan post operasi appendisitis paling

sering ditemukan adalah nyeri. Nyeri yang dirasakan pasien

seperti diremas remas ataupun rasa nyeri seperti ditusuk tusuk.

2) Riwayat Kesehatan saat ini

Keluhan nyeri abdomen, nyeri pada luka post operasi

apendiktomi, mual muntah, peningkatan suhu tubuh,

peningkatan leukosit. Adanya takikardi, pernapasan cepat dan

dangkal, pucat

3) Riwayat Kesehatan masa lalu

Pengkajian adanya penyakit DM, hipertensi, tuberculosis, atau

kelainan hematologis.
23

4) Riwayat kesehatan keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama

seperti pasien, dikaji pula mengenai penyakit keturunan dan

menular lainnya.

5) Riwayat psikososial

Biasanya didapatkan kecemasan akan nyeri hebat atau akibat

respons pembedahan. Pada beberapa pasien juga didapatkan

mengalami ketidakefektifan koping berhubungan dengan

perubahan peran dalam keluarga.

c. Pengkajian Pola Gordon

Selanjutnya untuk pola kebutuhan sehari-hari dan aktivitas lainnya

menggunakan 11 pengkajian pola Gordon sebagai berikut:

1) Pola manajemen kesehatan – persepsi kesehatan

Pada pasien appendisitis akut dengan post appendiktomi

apabila sakit periksa ke dokter, periksa ke rumah sakit untuk

mendapatkan pengobatan yang tepat.

2) Pola metabolik nutrisi

Anoreksia (tidak nafsu makan), porsi makanan tidak habis, mual

mutah, dan kenaikan suhu tubuh.

3) Pola eliminasi

Konstipasi atau diare bisa terjadi. Konstipasi ditandai dengan

detensi abdomen berhubungan dengan kelemahan abdomen.

Pada pasien appendisitis dengan post appendiktomi BAK dan

BAB tidak mengalami gangguan.


24

4) Pola aktivitas – latihan

Depresi tidur ditandai dengan malaise yang berhubungan

dengan ketidaknyamanan dan takikardi pola RR lebih dari

100x/menit dan pernafasan dangkal. Pada pasien post

appendiktomi mudah berkeringat saat melakukan aktivitas,

mengalami gangguan melakukan aktivitas secara mandiri.

5) Pola istirahat – tidur

Pada pasien apendisitis dengan post appendiktomi pola istirahat

tidur dapat tidak terganggu ataupun merasa terganggu karena

gelisah, cemas dan merasa nyeri pada lukanya.

6) Pola persepsi – kognitif

Gejala nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus, yang

meningkat berat dan terlokalisasi pada titik McBurney (setengah

jarak antara umbilikus dan tulang ileum kanan), meningkat

karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam (nyeri berhenti

tiba-tiba diduga perforasi atau infark pada apendiks).

7) Pola konsep diri – persepsi diri

Pasien cemas tentang penyakitnya, pasien percaya diri, pasien

berharap penyakitnya segera sembuh dengan pengobatan.

8) Pola hubungan – peran

Pada pasien apendisitis dengan post appendiktomi interaksi

dalam rumah, lingkungan tidak mengalami gangguan.

9) Pola reproduksi – seksualitas

Pada pasien apendisitis dengan post appendiktomi fungsi

reproduksi dan seksualitas tidak ada gangguan.


25

10) Pola toleransi terhadap koping – stres

Pada pasien apendisitis dengan post appendiktomi emosi stabil,

sabar dalam proses pengobatan.

11) Pola keyakinan – nilai

Tidak terganggu dan dapat melaksanakan ibadah agamanya.

d. Pemeriksaan fisik

1) Tanda-tanda vital

Pada pemeriksaan fisik pasien apendiksitis, keadaan umum

penderita benar-benar terlihat sakit. Suhu tubuh naik ringan pada

apendiksitis sederhana dan suhu tubuh meninggi atau menetap

sekitar 37,5ºC atau lebih jika terjadi perforasi.

2) Sistem kardiovaskuler

Untuk mengetahui tanda-tanda vital, ada tidaknya distensi vena

jugularis, pucat, edema, dan kelainan bunyi jantung. Takikardi

dapat ditemukan pada pasien yang dilakukan apendiktomi

karena sirkulasi darah yang tidak teratur.

3) Sistem hematologi

Untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan leukosit yang

merupakan tanda adanya infeksi dan pendarahan, mimisan

splenomegali.

4) Sistem gastrointestinal

Abdomen didapatkan tanda-tanda rangsangan peritoneal

kuadran kanan bawah. Pada apendiksitis perforasi lebih jelas

seperti nyeri tekan. Tidak jarang dijumpai tanda-tanda obstruksi

usus paralitik akibat proses peritonitis lokal atau pun umum.


26

Distensi abdomen dan penurunan atau tidak adanya bising usus

dapat terjadi pada pasien post apendiktomi karena pasien dalam

efek anastesi sehingga aliran vena dan gerakan peristaltik usus

menjadi menurun. Dehidrasi disebabkan karena pembatasan

pemberian cairan dalam hal ini pasien dalam keadaan puasa,

pasien mendapatkan cairan hanya melalui pemasangan infus.

Mual dan muntah terjadi karena mucus yang diproduksi mukosa

terus menerus dan meningkatkan tekanan gastrointestinal

sehingga terjadi distensi abdomen yang menimbulkan rasa mual.

5) Sistem urogenital

Ada tidaknya ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit

pinggang.

6) Sistem muskuloskeletal

Untuk mengetahui ada tidaknya kesulitan dalam pergerakan,

sakit pada tulang, sendi dan terdapat fraktur atau tidak.

Kelemahan pada saat beraktivitas dapat terjadi karena pasien

dalam menjalankan operasi mendapatkan anastesi.

7) Sistem persyarafan

Nyeri pada luka insisi pembedahan.

8) Sistem kekebalan tubuh

Untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran kelenjar getah

bening.

e. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium yang meliputi pemeriksaan darah

dan ultrasonografi. Pemeriksaan darah rutin, untuk mengetahui


27

adanya peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi.

Hasil leukosit ringan umumnya pada apendiksitis sederhana. Apabila

jumlah leukosit lebih dari 13.000 mm³ umumnya terjadi pada

apendiksitis perforasi. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai

inflamasi dari apendiks. Pemeriksaan foto abdomen, untuk

mengetahui adanya komplikasi pasca pembedahan (Muttaqin dan

Sari, 2013).

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan

respon aktual atau potensial klien terhadap masalah kesehatan yang

perawat mempunyai izin dan berkompeten untuk mengatasinya. Respon

aktual dan potensial klien didapatkan dari data dasar pengkajian,

tinjauan literatur yang berkaitan, catatan medis klien masa lalu, dan

konsultasi dengan profesional lain. Diagnosa keperawatan yang

mungkin muncul pada pasien post operasi apendiktomi akibat

apendiksitis menurut Muttaqin dan Sari (2013) diantaranya:

a. Nyeri berhubungan dengan adanya agen cedera fisik/luka (tindakan

apendiktomi) yang menyebabkan pengeluaran histamin dan

bradikinin dan merangsang nociceptor, medulla spinalis, dan

corteks serebri.

b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kondisi paska anastesi

yang menekan sistem respiratory

c. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif

terputusnya kontinuitas jaringan akibat luka apendiktomi


28

d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan kurangnya asupan makanan yang adekuat.

e. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual

muntah dan efek anastesi

f. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik pasca

operasi

g. Kurang pengetahuan berhubungan dengan perubahan status

kesehatan dan kurang informasi tentang kondisi, prognosis dan

kebutuhan pengobatan.

h. Cemas berhubungan dengan koping tidak efektif akibat kurangnya

informasi dan tindakan pembedahan

3. Rencana Keperawatan

Pada rencana keperawatan meliputi kriteria, tujuan, tindakan,

rasional, penyusunan menyesuaikan dengan teori. Rencana atau

intervensi keperawatan yang akan dilakukan berdasarkan diagnosis

keperawatan yang muncul pada pasien post operasi apendiktomi akibat

apendiksitis menurut Muttaqin dan Sari (2013) diantaranya:

a. Nyeri berhubungan dengan adanya agen cedera fisik/luka (tindakan

apendiktomi) menyebabkan pengeluaran histamin dan bradikinin

dan merangsang nociceptor, medulla spinalis, dan corteks serebri.

Tujuan:

Dalam waktu 3x24 jam nyeri berkurang / hilang.

Kriteria Evaluasi:

Melaporkan nyeri hilang / terkontrol, tampak rileks, mampu

tidur/istirahat dengan tepat.


29

Intervensi:

1) Kaji nyeri, catat lokasi nyeri, karakteristik , beratnya (skala 0

sampai 10) selidiki dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat.

Rasional: Berguna dalam pengawasan keefektifan obat,

perubahan pada karakteristik nyeri menunjukan abses.

2) Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler

Rasional: Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam

abdomen bawah atau pelvis, menghilangkan tegangan

abdomen yang bertambah jika posisi terlentang.

3) Dorong ambulasi dini

Rasional: Meningkatkan normalisasi fungsi organ, seperti

merangsang peristaltik dan flatus, menurunkan

ketidaknyamanan abdomen.

4) Berikan teknik relaksasi

Rasional: Dapat menurunkan stimulus internal. Dengan

relaksasi nafas dalam, oksigen yang masuk dengan

konsentrasi tinggi dapat beredar ke pembuluh darah sehingga

merelaksasi daerah yang nyeri.

5) Berikan posisi yang nyaman

Rasional: Agar klien merasa nyaman dan nyeri berkurang.

6) Observasi tanda vital dan keadaan umum pasien

Rasional: Mengetahui keadaan umum pasien pada nyerinya.

7) Kolaborasi pemberian obat analgesik

Rasional: Untuk mengurangi rasa nyeri karena luka insisi.


30

b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kondisi paska anastesi

yang menekan sistem respiratory

Tujuan:

Dalam waktu 1x24 jam pola nafas menjadi efektif

Kriteria Evaluasi:

Keefektifan pola nafas saat pemulihan pasca pengaruh anastesi.

Intervensi:

1) Pertahankan jalan nafas dengan hiperekstensi rahang.

Rasional: Mencegah obstruksi jalan nafas.

2) Observasi frekuensi dan kedalaman pernafasan.

Rasional: Untuk memastikan efektifitas pernafasan.

3) Pantau tanda-tanda vital.

Rasional: Untuk mengetahui adanya tanda hipoksia.

c. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif

terputusnya kontinuitas jaringan akibat luka apendiktomi

Tujuan:

Dalam 3x24 jam tidak terjadi infeksi pada luka insisi.

Kriteria Evaluasi:

Meningkatkan penyembuhan luka sesuai waktu, tidak ada tanda-

tanda infeksi / inflamasi (Rubor, Kalor, Dolor, Tumor, Fungsiolesa),

drainase purulen dan demam.

Intervensi:

1) Memonitor vital sign dan kaji adanya peningkatan suhu

Rasional: Peningkatan suhu menunjukkan adanya infeksi.


31

2) Lakukan prinsip steril dalam perawatan luka.

Rasional: Untuk mencegah kontaminasi kuman masuk ke luka

insisi sehingga menurunkan resiko terjadinya infeksi.

3) Pantau hasil laboratorium pada pemeriksaan leukosit.

Rasional: Angka leukosit yang tinggi, melebihi batas normal

menunjukkan tanda-tanda terjadinya infeksi.

4) Kolaborasi dalam pemberian antibiotik sesuai advis dokter.

Rasional: Untuk menurunkan terjadinya penyebaran organisme.

d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan kurangnya asupan makanan yang adekuat.

Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan maka di harapkan

kebutuhan nutrisi terpenuhi

Kriteria Evaluasi:

Kebutuhan nutrisi terpenuhi, asupan makanan adekuat, dan mampu

mempertahankan berat badan dalam batas normal.

Intervensi:

1) Observasi mual muntah

Rasional: Mengetahui keadaan pasien

2) Mengkaji makanan kesukaan pasien

Rasional: Meningkatkan selera makan pasien

3) Menganjurkan makan porsi sedikt tapi sering

Rasional: Menjaga terpenuhinya asupan makanan pada tubuh

4) Memberikan informasi tentang kebutuhan nutrisi

Rasional: Mengetahui pentingnya kebutuhan nutrisi untuk tubuh


32

5) Kolaborasi dengan ahli gizi

Rasional: Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pada klien.

e. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual

muntah dan efek anastesi

Tujuan:

Tidak terjadi tanda-tanda kekurangan cairan dalam tubuh

Kriteria Evaluasi:

Mempertahankan keseimbangan cairan dengan tanda kelembaban

membran pada mukosa, turgor kulit baik, dan pengisian kapiler,

baik, tanda-tanda vital stabil dan secara individual keluaran urine

adekuat.

Intervensi:

1) Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran cairan.

Rasional: Untuk mengetahui tanda-tanda dehidrasi.

2) Catat adanya tanda mual dan muntah.

Rasional: Untuk mengetahui cairan yang keluar dalam tubuh.

3) Kolaborasi dalam pemberian cairan parental dan pemberian

cairan oral secara bertahap.

Rasional: Untuk menggantikan cairan yang hilang.

f. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik pasca

operasi

Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan maka diharapkan

terpenuhinya kebutuhan pasien secara mandiri


33

Kriteria Evaluasi:

Terpenuhinya kebutuhan pasien, pasien mampu melakukan

aktivitas, dan mentoleransi aktivitas yang bisa dilakukan.

Intervensi:

1) Kaji respon, emosi, sosial, spiritual

Rasional: Untuk mengetahui tingkat ketergantungan pasien

2) Membatu memenuhi kebutuhan pasien

Rasional: Untuk membatu memenuhi kebutuhan pasien

3) Menganjurkan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pasien

Rasional: Kebutuhan pasien terpenuhi

4) Hindari menjadwalkan aktivitas perawatan selama periode

istirahat

Rasional: Agar istirahat terpenuhi

5) Kolaborasi dengan ahli okupasi untuk membantu program

aktivitas

Rasional: Untuk memenuhi kebutuhan aktivitas

g. Kurang pengetahuan berhubungan dengan perubahan status

kesehatan dan kurang informasi tentang kondisi, prognosis dan

kebutuhan pengobatan.

Tujuan:

Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit, pengobatan dan

potensi komplikasi

Kriteria Evaluasi:

Berpartisipasi dalam pengobatan


34

Intervensi:

1) Kaji pengetahuan klien tentang perawatan luka post operasi.

Rasional: Untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien.

2) Beri pendidikan kesehatan tentang cara perawatan luka post

operasi

Rasional: Agar klien mengerti tentang cara perawatan luka

yang benar.

3) Evaluasi pemahaman klien tentang materi yang diberikan

Rasional: Melihat sejauh mana klien memahami informasi yang

telah diberikan.

h. Cemas berhubungan dengan koping tidak efektif akibat kurangnya

informasi dan tindakan pembedahan

Tujuan:

Secara subjektif melaporkan rasa cemas berkurang.

Kriteria Evaluasi:

1) Pasien dapat mendemonstrasikan keterampilan pemecahan

masalahnya dan perubahan koping yang digunakan sesuai

situasi yang dihadapi.

2) Pasien dapat mencatat penurunan kecemasan/ketakutan.

3) Pasien dapat rileks dan tidur/istirahat dengan baik.

Intervensi:

1. Monitor respons fisik, seperti: kelemahan, perubahan tanda

vital, gerakan yang berulang-ulang, catat kesesuaian respons

verbal dan nonverbal selama komunikasi.


35

Rasional: Digunakan dalam mengevaluasi derajat/tingkat

kesadaran/konsentrasi, khususnya ketika melakukan

komunikasi verbal.

2. Anjurkan pasien dan keluarga untuk mengungkapkan dan

mengekspresikan rasa takutnya.

Rasional: Memberikan kesempatan untuk berkonsentrasi,

kejelasan dari rasa takut, dan mengurangi cemas berlebihan.

3. Catat reaksi dari pasien/keluarga. Berikan kesempatan untuk

mendiskusikan perasaannya.

Rasional: Anggota keluarga dengan responsnya pada apa yang

terjadi dan kecemasannya dapat disampaikan kepada pasien.

4. Anjurkan aktivitas pengalihan perhatian sesuai kemampuan

individu, seperti: menulis, nonton TV, dan keterampilan tangan.

Rasional: Sejumlah aktivitas atau ketrampilan baik sendiri

maupun dibantu selama melakukan rawat inap dapat

menurunkan tingkat kebosanan yang dapat menjadi stimulus

kecemasan.

4. Implementasi Keperawatan

Merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan, dimana

rencana perawatan dilaksanakan pada tahap ini perawat siap untuk

menjelaskan dan melaksanakan intervensi dan aktifitas yang telah

dicatat dalam rencana keperawatan klien, agar implementasi

perencanaan ini tepat waktu dan efektif terhadap biaya, perlu

mengidentifikasi prioritas perawatan klien. Kemudian bila telah

dilaksanakan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap


36

intervensi dan mendokumentasikannya informasi ini kepada penyediaan

perawatan kesehatan keluarga (Muttaqin dan Sari 2013).

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan, umumnya telah

sesuai dengan rencana tindakan keperawatan yang telah disusun.

Asuhan Keperawatan yang diberikan secara berkesinambungan dan

terus-menerus. Pelaksanaan keperawatan merupakan tindakan

keperawatan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan pada rencana

tindakan keperawatan yang telah disusun. Prinsip dalam memberikan

tindakan keperawatan menggunakan komunikasi terapeutik serta

penjelasan setiap tindakan yang diberikan pada pasien (Muttaqin dan

Sari 2013).

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan.

Langkah dari evaluasi proses keperawatan adalah mengukur respon

klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien ke arah

pencapaian tujuan. Perawat mengevaluasi apakah perilaku atau respon

klien mencerminkan suatu kemunduran atau kemajuan dalam diagnosa

keperawatan atau pemeliharaan status yang sehat. Selama evaluasi,

perawat memutuskan apakah langkah proses keperawatan sebelumnya

telah efektif dengan menelaah respon klien dan membandingkannya

dengan perilaku yang disebutkan dalam hasil yang diharapkan (Muttaqin

dan Sari 2013).

Evaluasi yang digunakan evaluasi hasil mengacu pada tujuan

dan kriteria hasil yang telah ditetapkan dalam rencana keperawatan


37

terhadap pasien. Adapun evaluasi keperawatan yang dapat dicapai

pada klien post apendiktomi adalah: (Muttaqin dan Sari 2013)

a. Tidak terjadi infeksi dan menunjukkan proses penyembuhan luka

yang optimal.

b. Mempertahankan pola nafas efektif

c. Mempertahankan keseimbangan cairan.

d. Nyeri dapat berkurang/hilang.

e. Menyatakan pemahaman, proses penyakit, pengobatan, dan

potensi komplikasi.

f. Tidak adanya kecemasan terhadap kondisi pasien


BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian

1. Pengumpulan Data

a. Identitas

1) Identitas Klien

a) Nama : Tn. E

b) Umur : 59 Tahun

c) Jenis Kelamin : Laki-laki

d) Agama : Islam

e) Pendidikan : SMA

f) Pekerjaan : Tidak bekerja (Pensiunan)

g) Alamat : Jln. Cisurupan Citeureup RT 01/07

h) No. RM : 510600

i) Tanggal Masuk : 19 Februari 2017

j) Tanggal Pengkajian : 21 Februari 2017 Jam 09.00 Wib

k) Diagnosa Medis : Post Op Apendiktomi

l) Ruang Perawatan : Gedung C Lantai 3 RSUD Cibabat

2) Identitas Penanggung Jawa

a) Nama : Tn. A

b) Hubungan dengan Klien: Mertua

c) Alamat : Jln. Cisurupan Citeureup RT 01/07

d) No. Tlp : +62 812 900 1878

38
39

b. Riwayat Kesehatan

1) Alasan Masuk Rumah Sakit

Sejak 2 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit, klien merasa

nyeri perut kanan disertai dengan mual, keluhan dirasakan terus

menerus dan dirasakan tidak kunjung membaik dengan istirahat.

2) Keluhan Utama

Klien mengatakan nyeri perut kanan bahwa disertai mual.

3) Riwayat Kesehatan Sekarang (PQRST)

Klien mengatakan masuk rumah sakit pada tanggal 19 Februari

2017 dengan keluhan utama nyeri perut bagian kanan disertai

dengan mual. Saat dilakukan pengkajian tanggal 21 Februari

2017 pukul 09.00 Wib klien mengatakan nyeri pada bekas luka

operasi dan tidak mengetahui secara pasti penyebab dari

masalah penyakitnya tersebut serta cemas dengan keadaannya.

Nyeri dirasakan klien seperti ada yang ditusuk-tusuk dan tersayat.

Nyeri tersebut dirasakan pada daerah perut di bagian ulu hati

dan menjalar ke bawah kemudian ke perut kanan bagian bawah.

Nyeri yang dirasakan oleh klien pada skala 5 (skala antara 0-10).

Nyeri terasa bertambah bila melakukan aktivitas dan terasa

berkurang bila tidak melakukan aktivitas dan beristirahat serta

setelah diberikan obat.

4) Riwayat Kesehatan Dahulu

Klien mengatakan tidak pernah masuk Rumah Sakit

sebelumnya dan klien mengatakan hanya mengalami sakit

ringan seperti sakit kepala, pilek, dan batuk jika cuacanya tidak
40

mendukung. Klien mengatakan tidak mempunyai riwayat

penyakit menular atau yang lainnya seperti diabetes melitus,

jantung, hipertensi, TB paru dan lain-lain. Klien mengatakan

tidak atau belum pernah dioperasi sebelumnya.

5) Riwayat Kesehatan Keluarga

Klien menyatakan bahwa tidak ada keluarga yang mempunyai

penyakit yang sama yang diderita klien saat ini dan tidak ada

yang mempunyai penyakit menular atau yang lainnya seperti

diabetes melitus, jantung, hipertensi, TB paru dan lain-lain.

Keluarga klien pun mengatakan tidak mempunyai penyakit

apendiksitis atau usus buntu.

6) Data Psikososial, Sosial dan Spiritual

a) Data Psikososial

1) Status Emosi

Emosi klien stabil, komunikasi klien lancar dan mau

diajak bicara. Klien merasa cemas saat merasakan sakit

dan klien sering mengeluh tentang keadaan

penyakitnya.

2) Gaya Komunikasi

Klien mampu berkomunikasi dengan baik dengan orang

lain menggunakan bahasa daerah (Sunda) terbuka dan

mau menerima saran dari orang lain. Pola komunikasi

klien dalam keluarga baik, pembuat keputusan adalah

dirinya sendiri, kegiatan kemasyarakatan yang diikuti

adalah mengaji.
41

3) Konsep diri dan persepsi

(a) Body Image atau gambaran diri

Persepsi klien terhadap penyakitnya saat ini klien

memikirkan kelanjutan pengobatan, harapan setelah

menjalani pengobatan adalah sembuh, dan

perubahan yang di rasakan setelah sakit adalah

klien merasa takut penyakitnya tidak bisa sembuh.

(b) Ideal Diri

Harapan setelah menjalani perawatan adalah klien

dapat melakukan aktivitas seperti semula.

Perubahan yang dirasakan setelah jatuh sakit

adalah klien mengalami keterbatasan dalam

beraktivitas.

(c) Harga Diri

Dampak penyakit klien terhadap keluarga adalah

keluarga menjadi khawatir terhadap kondisi klien,

masalah yang mempengaruhi klien saat ini adalah

aktivitas klien terbatas. Hal yang sangat dipikirkan

saat ini adalah klien ingin cepat sembuh dari

sakitnya.

(d) Peran

Klien merasa perannya sebagai kepala keluarga

terganggu karena klien tidak dapat melakukan

aktivitas seperti biasa.


42

4) Pola Koping

Klien menerima dan menganggap kalau sakitnya

sekarang merupakan ujian dari tuhan, tapi klien tetap

berusaha untuk sembuh dengan mengikuti prosedur

tindakan yang dilakukan. Akan tetapi klien mengatakan

masih cemas terhadap kondisinya sekarang.

b) Data Sosial

Klien berpendidikan terakhir SMU dan berperan sebagai

kepala keluarga. Dari cara keluarga klien berpakaian terlihat

sederhana dan tidak seronoh serta tidak mewah. Klien dapat

berinteraksi dengan baik pada saudara, pasien di ruangan,

perawat, dokter dan petugas lainnya.

c) Data Spiritual

Tidak ada sistem nilai kepercayaan yang bertentangan

dengan kesehatan. Klien dan keluarganya beragama islam.

Aktivitas agama atau kepercayaan yang di lakukan klien

adalah Shalat dan berdoa dan klien beserta keluarga

berusaha untuk selalu taat beribadah dan berdoa. Klien

yakin dan percaya akan agama yang dianutnya dan

meskipun sakit klien tetap berdoa agar penyakitnya cepat

sembuh.

7) Pola Kesehatan Fungsional

Bila klien sakit, maka klien akan memeriksakan atau berobat ke

puskesmas, dokter praktik atau rumah sakit terdekat dari tempat

tinggalnya.
43

c. Pola Aktivitas Kebutuhan Sehari-hari

Tabel 3.1 Pola Aktivitas Kebutuhan Sehari-hari

No Pola Aktivitas/ Sebelum Masuk Rumah Setelah Masuk Rumah Sakit


Kegiatan Sakit
1 Pola Nutrisi
a. Makan (Sebelum Operasi)
 Frekuensi 3x/hari 3x/hari
 Jenis Nasi, sayur dan lauk Nasi, sayur dan lauk
 Nafsu makan 1 porsi habis ½ porsi habis
 Pantangan Tidak ada Makanan pedas dan keras
 Keluhan Tidak ada Adanya rasa mual

b. Minum
 Frekuensi 6 – 8 gelas/hari (± 2000 cc) 4 – 5 gelas/hari (± 1200 cc)
 Jenis Air putih, susu, teh, kopi Air putih
 Keluhan Tidak ada Tidak ada

(Setelah Operasi/Post Op)


Setelah post operasi, klien
dipuasakan sampai bising usus
positif.
Diet makan yang diberikan adalah
bertahap sampai bising usus
positif. Tidak ada keluhan mual
ataupun muntah
2 Pola Eliminasi
a. BAB
 Frekuensi 2x/hari 1x/hari
 Konsistensi lembek Encer
 Warna Kuning tengguling Kuning Tengguli
 Keluhan Tidak ada Tidak ada
b. BAK
 Frekuensi 6-7 x/hari 4-5 x/hari
 Warna Kuning jernih Kuning jernih
 Keluhan Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan, tidak ada
penggunaan alat bantu kateter.
3 Pola Istirahat dan tidur
a. Siang 1-2 jam (Pukul 1300 - 1500) 2-3 jam (Pukul 1300 - 1600)
b. Malam 6-7 jam (Pukul 2200 - 0500) 8-9 jam (Pukul 2000 - 0400)
c. Kualitas Pulas jarang terbangun Terkadang terbangun
d. Keluhan Tidak ada Perut terasa sakit
44

4 Personal Hygiene
 Mandi 2x/hari pakai sabun Diseka
 Gosok gigi 2x/hari pakai pasta gigi 1x/hari pakai pasta gigi
 Keramas 3x/minggu Belum pernah
e. Pemeriksaan Fisik

1) Pengukuran Fisiologis (Tanda-tanda Vital)

Tekanan Darah (TD) : 130/70 mmHg

Respirasi (R) : 30 x/menit

Suhu : 34,60 C

Nadi : 80 x/menit

2) Tingkat Kesadaran

Tingkat Kesadaran : Compos Mentis

GCS : E: 16 M: 4 V: 5

3) Pemeriksaan Fisik (Per Sistem)

a) Sistem Pancaindera

(1) Sistem Penglihatan (Mata)

Sisi mata tampak simetris baik kiri maupun kanan,

kelopak mata normal, pergerakan bola mata normal,

konjungtiva merah muda tidak anemis, kornea normal

tidak keruh/berkabut dan tidak terdapat perdarahan,

sklera tidak ikterik, pupil isokor, otot-otot mata tidak ada

kelainan, fungsi penglihatan baik, tidak terdapat tanda-

tanda radang, klien tidak menggunakan kacamata

ataupun lensa kontak, reaksi pupil terhadap cahaya

baik. palpebra tidak ada oedema.

(2) Sistem Pendengaran (Telinga)


45

Daun telinga normal, bentuk telinga simetris kanan-kiri,

kondisi telinga tengah normal, tidak terlihat adanya

cairan atau serumen yang keluar dari telinga dan tidak

ada perasaan penuh pada telinga, klien tidak mengalami

tinnitus, tidak ada benjolan atau masa, fungsi

pendengaran baik dapat menjawab dan mendengarkan

apa yang dikatakan perawat, klien tidak menggunakan

alat bantu pendengaran.

(3) Sistem Wicara (Mulut)

Klien tidak mengalami gangguan wicara, klien dapat

mengucapkan kata-kata dengan jelas.

(4) Sistem Penciuman (Hidung)

Bentuk simetris, mukosa lembab, septum di tengah.

Penciuman berfungsi baik dan dapat membedakan bau

parfum dengan minyak kayu putih dengan menutup

mata.

b) Sistem Pernafasan

Bentuk lubang hidung simetris kanan-kiri, tidak terdapat

sekret, tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada nyeri

pada sinus frontalis dan sinus maksilaris, trachea posisi

ditengah, bunyi nafas tubulec, dada simetris, tidur pada

penggunaan otot tambahan, tidak ada nyeri tekan pada

dada, ekspansi paru-paru sama kanan-kiri, frekuensi nafas

30x /menit, dada bronchis terdengar Brancho Veskuler,

Vokul Vemitus sama kanan-kiri, klien tidak batuk dan tidak


46

terdapat sputum. Perkusi pada resonan Wheezing (-)

Ronchi (-).

c) Sistem Kardiovaskuler

Nadi 80x /menit, irama teratur dengan denyut kuat, tekanan

darah 130/90 mmHg, tidak terjadi distensi vena jugularis

baik kanan maupun kiri, tidak ada pembesaran KGB,

temperatur kulit hangat, warna kulit kemerahan, pengisian

kapiler 2 detik, tidak terdapat edema, tidak ada masa atau

benjolan, irama teratur, bunyi jantung murni reguler, tidak

terdengar adanya kelainan pada bunyi jantung dan tidak

sakit dada.

d) Sistem Perkemihan dan Genital

Tidak ada distensi kandung kemih, saat dipalpasi tidak

terdapat nyeri tekan pada ginjal, dan tidak ada keluhan

nyeri pinggang, warna urine kuning jernih, tidak ada

oedema, nyeri pada saat BAK

e) Sistem Pencernaan

Bentuk bibir simetris, mukosa mulut kering dan berwarna

merah muda, tidak ada stomatitis, gigi tidak ada karies,

warna gigi putih kekuning-kuningan, tidak ada pembesaran

tonsil, lidah tidak kotor. Pengecapan baik, klien tidak

mengalami diare dan konstipasi, tidak teraba pembesaran

hepar (hepatomegali), dan abdomen tidak kembung.

Abdomen terlihat datar dan lembut namun terdapat bekas


47

luka post operasi apendiktomi, dimana luka masih tertutup

dan basah. Terdapat nyeri tekan pada abdomen kanan

bawah akibat luka bekas operasi apendiktomi.

f) Sistem Endokrin

Tidak teraba dan tampak adanya pembesaran kelenjar

getah bening dan tiroid.

g) Sistem Integumen

Tidak teraba adanya massa, turgor kulit baik, temperatur

kulit hangat dan lembab, suhu tubuh 360C, warna kulit

kemerahan, keadaan kulit baik dan tekstur kulit lembut,

rambut berwarna hitam, distribusi merata tekstur rambut

baik dan bersih. Terdapat insisi operasi lokasi di perut

kanan bawah dengan panjang luka ± 5 cm, kondisi luka

tertutup kassa steril. Tidak ada perdarahan pada luka dan

tidak ada pembengkakan. Tidak ada kelainan kulit, klien

terpasang infus IVFD RL 20 tetes/menit kondisi baik,

tetesan lancar, tidak ada tanda-tanda infeksi.

h) Sistem Persepsi Sensori

Klien memiliki persepsi yang baik dan klien tidak mengalami

halusinasi

i) Sistem Persyarafan

GCS (Glasgow Coma Scale) = 13

E (respon mata): 4 (Spontan)

V (respon verbal): 5 (Berorientasi)

M (respon motorik): 4 (Menarik area Nyeri)


48

(1) Nervus I (Olfaktorius)

Klien mampu membedakan antara parfum dengan

minyak kayu putih dengan menutup mata

(2) Nervus II (Optikus)

Penglihatan klien baik, klien dapat membaca papan

nama perawat pada jarak +30 cm dengan benar baik

dengan kedua mata terbuka atau dengan menutup

salah satu mata secara bergantian. Saat mata kiri klien

ditutup dapat melihat benda di arah kanan dan

sebaliknya.

(3) Nervus III (Okulomotoris)

Klien dapat membuka mata, refleks pupil (+) saat

diberi atau didekatkan cahaya, pergerakan bola mata

normal

(4) Nervus IV (Trochlearis)

Klien dapat menggerakan bola mata ke kiri-kanan

serta atas dan bawah dan pergerakan bola mata dapat

mengikuti arah jari ke kiri dan ke kanan, ke atas dan ke

bawah

(5) Nervus V (Trigeminus)

Ketika diusap dengan kapas, mata klien langsung

merespon mengedip dan saat ditutup matanya klien

menrasakan adanya usapan dari kapas di matanya.

Saat klien diperintahkan untuk mengunyah atau

menelan terdapat pergerakan otot tenporal.


49

(6) Nervus VI (Abdusen)

Klien dapat melihat benda (bolpoint) ke arah kiri atau

kanan tanpa menengok

(7) Nervus VII (fasialis)

Klien dapat tersenyum (simetris), mengerutkan dahi,

ekspresi wajah klien sesuai dengan stimulus dan tidak

ada gerakan tambahan.

(8) Nervus VIII (Acustikus)

Pendengaran klien baik tidak ada gangguan, klien

dapat mendengarkan suara detik jam tangan

(9) Nervus IX (Glososfaringus)

Pengecapan rasa klien baik dapat membedakan rasa

pahit (kopi) manis (gula) dan asin (garam)

(10) Nervus X (vagus)

Reflek menelan baik dan refleks muntah positif (+),

ketika klien diperintah mengucapkan “ah” ovula

simetris dan tertarik ke atas.

(11) Nervus XI (Assesorius)

Klien dapat menoleh ke arah kiri dan kanan dan dapat

menggerakan bahu dengan baik

(12) Nervus XII (Hipoglosus)

Klien dapat menjulurkan lidah dan menggerakannya ke

segala arah.

j) Sistem Muskuloskeletal
50

Klien mengalami kesulitan dalam pergerakan karena jika

melakukan pergerakan akan terasa nyeri pada luka post

apendiktomi, tidak terdapat fraktur. Pada ekstremitas atas

bentuk simetris kiri dan kanan, klien mampu flexi, eksetensi,

aduksi, abduksi, supinasi, pronasi, dan respon normal

dalam fleksi pada siku dan kontraksi biseps. Kekuatan otot

5 – 4. Pada ekstremitas bawah bentuk simetris kiri dan

kanan, klien, tidak terdapat Oedema, akral hangat, tidak

terdapat varises, reflek patela +/+, reflek babinski -/-, klien

mampu flexi, eksistensi, aduksi, abduksi, kekuatan otot 5 –

5. Pada pemeriksaan

f. Pemeriksaan Penunjang

No Tanggal Jenis Pemeriksaan Hasil Unit Normal Interprestasi

1. 19-02- Hematologi
2017 Hemoglobin 12,1 g/dl 13,0 – 16,0 Pectrophotent
Lekosit 10, 600 /mm3 4000 – 10,000 Impedance
Hematokrit 37 % 40 - 50 Impedance
Trombosit 160,000 /mm3 150,000 – 440,000 Impedance
2 19-02- Kimia Klinis
2017 Glukosa 75 mg% <140 God pap
Ureum 24 mg% 20 – 40 Enzimate Rate
Kroatirin 1,3 mg% 0,8 – 1,3 Jaffe
3 19-02- Kimia Urine
2017 Warna Urin Kuning Kuning Strip
Kejernihan Jernih Jernih
Berat Jenis Urin 1,015 1.015 – 1.025
pH Urin 5,5 4.8 – 7.4
Protein Urin Negatif Negatif
Glukosa Urin Negatif Negatif
Bilirubin Urin Negatif Negatif
Lekosit Estrase Negatif Negatif
Darah Samar urin Negatif Negatif
Nitrit Urin Negatif Negatif
Keton Urin Negatif Negatif
Urobilinogen Negatif UE Negatif
51

Mikroskopis Urin
Lekosit 4–6 /ipb < 10 Mikroskopis
Eritrotis 1–2 /ipb 0–2
Sel Epitel 0–1 /ipb Negatif
Kristal Negatif /ipb Negatif
Lian-lain Negatif

g. Penatalaksanaan Medis (Terapi Pengobatan)

Nama Cara
No Dosis Indikasi Kontra Indikasi
Obat Pemakaian
1 Ranitidin 2x1 Intra vena 1. Pengobatan Ranitidin
amp jangka kontraindikasi bagi
pendek tukak pasien yang yang
usus 12 jari hipersensitif atau
aktif, tukak alergi terhadap
lambung aktif, Ranitidin.
mengurangi
gejala refluks
esofagitis.
2. Terapi
pemeliharaan
setelah
penyembuhan
tukak usus 12
jari, tukak
lambung.
3. Pengobatan
keadaan
hipersekresi
patologis,
misal
sindroma
Zollinger
Ellison dan
mastositosis
sistemik.

2 Ceftriaxone 1x2 Intra vena 1. Infeksi Hipersensitif terhadap


grm saluran Ceftriaxone atau
(vial) pernapasan sefalosporin lainnya.
2. Infeksi
saluran kemih
3. Infeksi gonore
52

4. Sepsis
5. Meningitis
6. Infeksi tulang
dan jaringan
lunak
7. Infeksi kulit

Nama Cara
No Dosis Indikasi Kontra Indikasi
Obat Pemakaian
3 Ketorolac 3x1 Intra vena Penatalaksanaan 1. Hipersensitif
amp jangka pendek, terhadap ketorolac
nyeri akut sedang tromethamine dan
-berat setelah pernah
operasi prosedur menunjukkan
bedah. reaksi alergi
terhadap aspirin
atau obat AINS
lainnya.
2. Pasien dengan
atau yang
mempunyai
riwayat ulkus
peptikum akut,
perdarahan
saluran cerna atau
perforasi.
3. Penderita
gangguan ginjal
berat atau berisiko
menderita gagal
ginjal.
4. Pasien yang
diduga menderita
perdarahan
serebrovaskular,
diatesis
hemoragik.
5. Pasien yang
sedang
mengalami proses
persalinan.
6. Ibu menyusui.
7. Mendapatkan obat
AINS lainnya dan
53

probenecid.
8. Tidak boleh
diberikan secara
intratekal atau
epidural.

2. Analisa Data

Nama : Tn. E No. RM : 510600

Usia : 59 Tahun Diagnosa : Post Op Apendiktomi

No Analisis Data Etiologi Masalah


1 DO: Apendiksitis Risiko tinggi
 Terdapat luka post infeksi
operasi apendiktomi ± Tindakan Pembedahan
5 cm (Apendiktomi)
 Luka tertutup kasa
DS: Terputusnya kontinuitas
 Klien mengeluh nyeri jaringan
pada luka operasi di
abdomen Luka bekas operasi tertutup

Risiko tinggi infeksi

2 DO: Merangsang tunika serosa Nyeri


 TD : 130/70 mmHg dan peritoneum Visceral
 N : 80x/ menit
Pengeluaran Histamin,
 R : 30x/ menit
Bradikinin
 Terdapat luka post
operasi apendiktomi ±
Merangsang Nociceptor,
5 cm
Medulla Obongata dan
 Luka tertutup kasa
Corteks Cerebri
DS:
 Klien tampak Nyeri
meringis kesakitan
 Klien mengeluh nyeri
pada luka operasi di
abdomen
 Nyeri seperti ada
yang ditusuk-tusuk
dan tersayat.
 Nyeri yang dirasakan
54

oleh klien pada skala


5 (skala antara 0-10).
 Nyeri terasa
bertambah bila
melakukan aktivitas
dan berkurang bila
tidak melakukan
aktivitas dan
beristirahat serta
diberikan obat.
No Analisis Data Etiologi Masalah
3 DO: Intoleransi
Tampak terpasang IVFD Kelemahan fisik pasca aktifitas
RL 20 tetes/menit di operasi
tangan sebelah kiri
DS: Intoleransi Aktivitas
Klien mengalami
kesulitan dalam
pergerakan karena jika
melakukan pergerakan
akan terasa nyeri pada
luka post apendiktomi
4 DO: - Perubahan status kesehatan Kurang
DS: pengetahuan
 Klien klien tidak Kurang Informasi Tentang
mengetahui secara Kondisi, Prognosis dan
pasti penyebab dari Kebutuhan Pengobatan
masalah penyakitnya
tersebut serta cemas Kurang pengetahuan
dengan keadaannya
 Persepsi klien
terhadap penyakitnya
saat ini klien
memikirkan
kelanjutan
pengobatan
5 DO: - Koping tidak efektif Cemas
DS:
Klien mengeluh cemas Kecemasan
dengan kondisinya dan
penyakitnya
55

B. Diagnosa Keperawatan dan Daftar Masalah Prioritas

Nama : Tn. E No. RM : 510600

Usia : 59 Tahun Diagnosa : Post Op Apendiktomi

N Diagnosa Keperawatan Tanggal Tanggal Ttd


O Ditemukan Teratasi Perawat
1 Risiko tinggi infeksi berhubungan 21 Februari 21 Februari Ahmad
dengan prosedur invasif 2017 2017 Rizal
terputusnya kontinuitas jaringan
akibat luka apendiktomi
2 Nyeri berhubungan dengan 21 Februari 21 Februari Ahmad
adanya agen cedera fisik/luka 2017 2017 Rizal
(tindakan apendiktomi) yang
menyebabkan pengeluaran
histamin dan bradikinin dan
merangsang nociceptor, medulla
spinalis, dan corteks serebri
3 Intoleransi aktifitas berhubungan 21 Februari 21 Februari Ahmad
dengan kelemahan fisik pasca 2017 2017 Rizal
operasi
4 Kurang pengetahuan 21 Februari 21 Februari Ahmad
berhubungan dengan perubahan 2017 2017 Rizal
status kesehatan dan kurang
informasi tentang kondisi,
56

prognosis dan kebutuhan


pengobatan
5 Cemas berhubungan dengan 21 Februari 21 Februari Ahmad
koping tidak efektif akibat 2017 2017 Rizal
kurangnya informasi dan
tindakan pembedahan

Diagnosa Prioritas Masalah

1. Nyeri berhubungan dengan adanya agen cedera fisik/luka (tindakan

apendiktomi) yang menyebabkan pengeluaran histamin dan bradikinin

dan merangsang nociceptor, medulla spinalis, dan corteks serebri

ditandai dengan adanya luka post operasi apendiktomi, dan klien

mengeluh nyeri

2. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif terputusnya

kontinuitas jaringan akibat luka apendiktomi ditandai dengan adanya

luka post operasi apendiktomi, dan klien mengeluh nyeri dengan skala 5

dan bertambah saat bergerak dan berkurang saat istirahat

3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik pasca operasi

ditandai dengan klien mengalami kesulitan dalam pergerakan karena

jika melakukan pergerakan akan terasa nyeri pada luka post

apendiktomi

4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan perubahan status kesehatan

dan kurang informasi tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan

pengobatan ditandai dengan klien tidak mengetahui secara pasti

penyebab dari masalah penyakitnya tersebut serta cemas dengan


57

keadaannya dan klien memikirkan kelanjutan pengobatan

5. Cemas berhubungan dengan koping tidak efektif akibat kurangnya

informasi dan tindakan pembedahan ditandai dengan klien mengeluh

cemas dengan kondisinya dan penyakitnya


58

C. Rencana Keperawatan

Nama : Tn. E No. RM : 510600

Usia : 59 Tahun Diagnosa : Post Op Apendiktomi

Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa Perencanaan Keperawatan


TTD
No Keperawata
Tujuan Intervensi Rasional Perawat
n
1 Nyeri Setelah dilakukan 1. Kaji nyeri, catat lokasi nyeri, 1. Berguna dalam pengawasan Ahmad
asuhan keperawatan karakteristik, beratnya (skala 0 keefektifan obat, perubahan pada Rizal
1x24 jam diharapkan sampai 10) selidiki dan laporkan karakteristik nyeri menunjukan
keluhan nyeri klien perubahan nyeri dengan tepat. abses.
berkurang dengan 2. Pertahankan istirahat dengan 2. Gravitasi melokalisasi eksudat
kriteria: posisi semi fowler inflamasi dalam abdomen bawah
1. Klien melaporkan atau pelvis, menghilangkan
nyeri berkurang tegangan abdomen yang bertambah
sampai skala 1 jika posisi terlentang.
2. Dapat mengontrol 3. Dorong ambulasi dini 3. Meningkatkan normalisasi fungsi
nyeri organ, seperti merangsang
3. Klien tampak rileks peristaltik dan flatus, menurunkan
59

dan tidak meringis ketidaknyamanan abdomen.


4. Klien dapat 4. Berikan teknik relaksasi 4. Dapat menurunkan stimulus
beristirahat atau internal. Dengan relaksasi nafas
tidur dengan baik dalam, oksigen yang masuk dengan
tanpa terbangun konsentrasi tinggi dapat beredar ke
pembuluh darah sehingga
merelaksasi daerah yang nyeri.
5. Berikan posisi yang nyaman 5. Agar klien merasa nyaman dan
nyeri berkurang.
6. Observasi tanda vital dan 6. Mengetahui keadaan umum pasien
keadaan umum pasien pada nyerinya.
7. Kolaborasi pemberian obat 7. Untuk mengurangi rasa nyeri
analgesik karena luka insisi.

2 Risiko tinggi Setelah dilakukan 1. Memonitor vital sign dan kaji 1. Peningkatan suhu menunjukkan Ahmad
infeksi asuhan keperawatan adanya peningkatan suhu adanya infeksi. Rizal
1x24 jam diharapkan 2. Lakukan prinsip steril dalam 2. Untuk mencegah kontaminasi
tidak timbul infeksi perawatan luka. kuman masuk ke luka insisi
pada luka klien sehingga menurunkan resiko
dengan kriteria: terjadinya infeksi.
1. Tidak terjadi 3. Pantau hasil laboratorium pada 3. Angka leukosit yang tinggi, melebihi
60

tanda-tanda pemeriksaan leukosit. batas normal menunjukkan tanda-


infeksi pada luka tanda terjadinya infeksi.
(Rubor, Kalor, 4. Kolaborasi dalam pemberian 4. Untuk menurunkan terjadinya
Dolor, Tumor, antibiotik sesuai advis dokter. penyebaran organisme.
Fungsiolesa),
drainase purulen
dan demam.
2. Meningkatkan
penyembuhan
luka sesuai waktu
3 Intoleransi Setelah dilakukan 1. Kaji respon, emosi, sosial, 1. Untuk mengetahui tingkat Ahmad
aktivitas asuhan keperawatan spiritual ketergantungan pasien Rizal
1x24 jam diharapkan 2. Membatu memenuhi kebutuhan 2. Untuk membatu memenuhi
klien dapat pasien kebutuhan pasien
beraktivitas seperti 3. Menganjurkan keluarga untuk 3. Kebutuhan pasien terpenuhi
biasa tanpa bantuan memenuhi kebutuhan pasien
(mandiri) dengan 4. Hindari menjadwalkan aktivitas 4. Agar istirahat terpenuhi
kriteria: perawatan selama periode
1. Terpenuhinya istirahat
kebutuhan pasien 5. Kolaborasi dengan ahli okupasi 5. Untuk memenuhi kebutuhan
2. Pasien mampu untuk membantu program
61

melakukan aktivitas aktivitas


aktivitas
3. Mentoleransi
aktivitas yang bisa
dilakukan.
4. Melakukan
aktivitas dengan
dibantu atau tanpa
bantuan
4 Kurang Setelah dilakukan 1. Kaji pengetahuan klien tentang 1. Untuk mengetahui tingkat Ahmad
pengetahuan asuhan keperawatan perawatan luka post operasi. pengetahuan klien. Rizal
1x24 jam diharapkan 2. Beri pendidikan kesehatan 2. Agar klien mengerti tentang cara
klien mengetahui tentang cara perawatan luka perawatan luka yang benar.
tentang kondisinya post operasi
dan bagaimana cara 3. Evaluasi pemahaman klien 3. Melihat sejauh mana klien
mengatasinya dengan tentang materi yang diberikan memahami informasi yang telah
kriteria: diberikan.
1. Klien menyatakan
paham tentang
proses penyakit,
pengobatan dan
62

potensi komplikasi
2. Berpartisipasi
dalam pengobatan
3. Tidak terlihat
bingung, cemas
dan yang lainnya
5 Cemas Setelah dilakukan 1. Monitor respons fisik, seperti: 1. Digunakan dalam mengevaluasi Ahmad
asuhan keperawatan kelemahan, perubahan tanda derajat/tingkat Rizal
1x24 jam diharapkan vital, gerakan yang berulang- kesadaran/konsentrasi, khususnya
klien tidak merasa ulang, catat kesesuaian ketika melakukan komunikasi
cemas dengan respons verbal dan nonverbal verbal.
kriteria: selama komunikasi.
1. Secara subjektif 2. Anjurkan pasien dan keluarga 2. Memberikan kesempatan untuk
melaporkan rasa untuk mengungkapkan dan berkonsentrasi, kejelasan dari rasa
cemas berkurang. mengekspresikan rasa takut, dan mengurangi cemas
2. Pasien dapat takutnya. berlebihan
mendemonstrasik 3. Catat reaksi dari 3. Anggota keluarga dengan
an keterampilan pasien/keluarga. Berikan responsnya pada apa yang terjadi
pemecahan kesempatan untuk dan kecemasannya dapat
masalahnya dan mendiskusikan perasaannya. disampaikan kepada pasien.
perubahan koping 4. Anjurkan aktivitas pengalihan 4. Sejumlah aktivitas atau ketrampilan
63

yang digunakan perhatian sesuai kemampuan baik sendiri maupun dibantu


sesuai situasi individu, seperti: menulis, selama melakukan rawat inap
yang dihadapi nonton TV, dan keterampilan dapat menurunkan tingkat
3. Pasien dapat tangan. kebosanan yang dapat menjadi
rileks dan stimulus kecemasan.
tidur/istirahat
dengan baik.

D. Implementasi

Nama : Tn. E No. RM : 510600


64

Usia : 59 Tahun Diagnosa : Post Op Apendiktomi

Implementasi Asuhan Keperawatan

No.
No Tanggal Jam Implementasi Evaluasi Paraf
Dx
1 22 09.00 2 1. Memonitor vital sign dan kaji adanya TD: 130/70 Ahmad
0
Februari peningkatan suhu S: 36 C Rizal
2017 N: 80x/menit
R: 30x/ menit
2. Melakukan prinsip steril dalam Luka masih terlihat basah dengan
perawatan luka, mengganti balutan panjang luka ±5 cm, tidak ada push,
dan membersihkan luka dengan tidak ada granulasi, tidak ada luka
antiseptic. kemerahan dan demam
3. Melakukan kolaborasi dalam Pemberian antibiotic pada waktu yang
pemberian antibiotik sesuai advis ditentukan
dokter.

2 22 10.00 1 1. Mengkaji nyeri, mencatat lokasi nyeri, Nyeri masih dirasakan klien dengan Ahmad
Februari karakteristik, beratnya (skala 0 sampai skala 5 pada abdomen bawah bekas Rizal
2017 10) selidiki dan melaporkan perubahan luka operasi dan klien mengeluh masih
65

nyeri dengan tepat. merasa nyeri dan belum ada perubahan


2. Mempertahankan istirahat dengan Klien tampak tidur dengan posisi semi
posisi semi fowler fowler yang dirasa klien nyaman
3. Mendorong ambulasi dini Klien masih belum mau untuk duduk
ataupun turun dari tempat tidur
4. Memberikan teknik relaksasi nafas Klien dapat melakukan teknik relaksasi
dalam nafas dalam dan melakukannya di saat
nyeri dan klien terlihat tenang dan
nyaman
8. Memberikan posisi yang nyaman Klien nyaman dengan posisi tidur semi
fowlernya
9. Melakukan kolaborasi pemberian obat Pemberian analgesic ketorolak pada
analgesik waktu yang ditentukan

3 22 11.00 3 1. Mengkaji respon, emosi, sosial, Klien masih merasa takut untuk bergerak Ahmad
Februari spiritual namun mengatakan akan mencoba Rizal
2017 untuk melakukan mobilisasi
2. Membatu memenuhi kebutuhan pasien Klien dapat melakukan aktivitas sendiri
66

seperti BAB/BAK atau aktivitas lainnya dan dengan bantuan


6. Menganjurkan keluarga untuk Keluarga tampak membantu klien dalam
memenuhi kebutuhan pasien memenuhi aktivitasnya seperti
membenarkan posisi tidur klien
7. Menjadwalkan aktivitas perawatan Klien dianjurkan untuk melakukan
selama periode istirahat pergerakan miring kanan-kiri dan nafas
dalam juga latihan untuk duduk dan
turun dari tempat tidur
4 22 11.15 4 1. Mengkaji pengetahuan klien tentang Klien belum mengetahui mengenai Ahmad
Februari perawatan luka post operasi. penyebab penyakitnya dan apa yang Rizal
2017 2. Memberi pendidikan kesehatan harus dilakukan, akan tetapi setelah
tentang cara perawatan luka post diberikan pendidikan kesehatan dan
operasi pemahaman mengenai kondisinya, klien
3. Mengevaluasi pemahaman klien dan keluarga tampak mengerti dan
tentang materi yang diberikan mengetahui bahwa nyeri yang dirasakan
klien itu normal.
5 22 12.00 5 1. memonitor respons fisik, seperti: Tidak ada perubahan tanda-tanda vital, Ahmad
Februari kelemahan, perubahan tanda vital, klien masih belum bisa bergerak dengan Rizal
2017 gerakan yang berulang-ulang, catat leluasa karena masih merasa sakit
kesesuaian respons verbal dan
nonverbal selama komunikasi.
67

2. Menganjurkan pasien dan keluarga


untuk mengungkapkan dan Klien mengatakan takut jika bergerak
mengekspresikan rasa takutnya. terus akan nyeri dan takut tidak sembuh
3. Anjurkan aktivitas pengalihan
perhatian sesuai kemampuan individu, Klien tampak tiduran dikarenakan itu
seperti: menulis, nonton TV, dan merupakan posisi yang nyaman untuk
keterampilan tangan. mengurang nyeri dan klien mengobrol
dengan keluarga untuk mengalihkan
nyeri
E. Evaluasi

Nama : Tn. E No. RM : 510600

Usia : 59 Tahun Diagnosa : Post Op Apendiktomi

Evaluasi Asuhan Keperawatan

No Tanggal Jam Diagnosa Evaluasi Paraf

1 22 09.00 Nyeri S: Ahmad


Februari Klien masih mengeluh nyeri Rizal
2017 akan tetapi ketika diberikan
teknik relaksasi nyeri sedikit
berkurang.
Skala nyeri masih pada skala
5
O:
Klien masih tampak
kesakitan dan klien masih
tiduran
Klien tampak sedikit tenang
dan rileks
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
2 22 10.00 Risiko tinggi S: Ahmad
Februari infeksi O: Rizal
2017 TTV masih dalam batas
nornal
Luka masih terlihat basah
dengan panjang luka ±5 cm,
tidak ada push, tidak ada
granulasi, tidak ada luka
kemerahan dan demam
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
3 22 11.00 Intoleransi S: Ahmad
69

Februari aktivitas Rizal


2017 Klien masih dibantu
aktivitasnya oleh keluarga
Klien belum bisa melakukan
aktivitas turun dari tempat
tidur sendiri
O:
Klien terlihat tiduran di
tempat tidur
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
4 22 11.15 Kurang S: Ahmad
Februari pengetahua Klien dan keluarga sudah Rizal
2017 n paham dan mengerti tentang
kondisinya
O:
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
5 22 12.00 Cemas S: Ahmad
Februari Klien tidak terlalu cemas Rizal
2017 dengan keadaannya namun
masih merasa takut untuk
bergerak karena masih
merasa nyeri
O: -
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, E.J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.


Grace, Pierce A., dan Borley, Neil R. (2006). At a Glance, Ilmu Bedah. Edisi
Ketiga. Jakarta: Erlangga.
Hidayat, A.A. (2009). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Empat.
Kemenkes RI. (2014). UU No.36 tahun 2014 tentang Kesehatan.
Mansjoer, A. (2007). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 Jilid II. Jakarta: Media
Aesculapius.
Muttaqin, A., & Sari, K. (2013). Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal bedah. Jakarta: Salemba Medika
Price, S. A. dan Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, Edisi 6, Volume 1. Jakarta: EGC.
Setiono, W. (2014). Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Apendisitis.
Diakses dalam http://lpkeperawatan.co.id/2014/01/laporan-pendahuluan-
apendisitis.html#.WNy-5MCGPIU.
Sjamsuhidajat R, de Jong W. (2011). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Ke-3. Volume
3. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S.C. (2013). Keperawatan Medikal-Bedah (Handbook For Brunner &
Suddarth’s Textbook of Medical-Surgical Nursing). Pengarang: Suzanne
C. Smeltzer., Brenda G. Bare , Janice L. Hinkle., Kerry H. Cheever. Edisi
12th. revisi Bahasa Indonesia. Jakarta: EGC.
Snell, Richard. S. (2006). Anatomi Klinis untuk Mahasiswa. Edisi 6. Jakarta:
EGC.
Wijaya, S.A., Putri, Y,M. (2013). KMB 1 (Keperawatan Medikal Bedah).
Yogyakarta: Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai