Anda di halaman 1dari 59

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA Ny. Y DIAGNOSA MEDIS APENDIKS ABSES DENGAN


TINDAKAN LAPAROTOMI EKSPLORASI
RUANG IBS

DISUSUN OLEH :
Nama : I Wayan Cahyadi
NIM : 223221329

PROGRAM STUDI SARJANA


KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


WIRA MEDIKA BALI DENPASAR

2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berkat
limpahan rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan laporan
pendahuluan dan asuhan keperawatan dengan Judul “Laporan Pendahuluan Dan
Asuhan Keperawatan Pada Ny.Y Diagnosa Medis Periapendular Abses Dengan,
Tindakan Laparotomi Eksplorasi Ruang Ibs” Laporan pendahuluan dan asuhan
Keperawatan ini disusun guna melengkapi Praktik Praklinik Keperawatan
BAB 1
PENDAHULUAN
. Latar Belakang

Appendisitis merupakan penyakit yang menjadi perhatian oleh karena angka


kejadian appendisitis tinggi di setiap negara. Resiko perkembangan appendisitis
bisa seumur hidup sehingga memerlukan tindakan pembedahan. Appendicitis
dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun
jarang dilaporkan. Insiden tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah
itu menurun. Insiden pada laki-laki dan perempuan umumnya sebanding,
kecuali pada umur 20-30 tahun insiden laki-laki lebih tinggi (Sjamsuhidajat &
de jong, 2011).
Keluhan appendisitis biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilikus
atau periumbilikus yang disertai dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri akan
beralih ke kuadran kanan bawah, yang akan menetap dan diperberat bila
berjalan. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang tidak
terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi, tetapi kadang-kadang terjadi
diare, mual, dan muntah. Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada
keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen
bawah akan semakin progresif, dan dengan pemeriksaan seksama akan dapat
ditunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal. Perkusi ringan pada kuadran
kanan bawah dapat membantu menentukan lokasi nyeri. Nyeri lepas dan
spasme biasanya juga muncul (Mansjoer, 2011).
Appendisitis yang tidak segera ditatalaksana akan menimbulkan
komplikasi. Salah satu komplikasi yang paling membahayakan adalah perforasi.
Perforasi terjadi 24 jam setelah timbul nyeri. Gejalanya mencakup demam
dengan suhu 37,7°C atau lebih tinggi, dan nyeri abdomen atau nyeri tekan
abdomen yang kontinyu (RAdwan, 2013)
World Health Organization (WHO) menyebutkan insiden appendisitis di
dunia tahun 2012 mencapai 7% dari keseluruhan jumlah penduduk dunia
(Ambarwati, 2017) .
Di Asia insidensi appendisitis pada tahun 2013 adalah 4,8% penduduk
dari total populasi. Sedangkan dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) di Indonesia pada tahun 2013 jumlah penderita appendisitis di
Indonesia mencapai 591.819 orang dan meningkat pada tahun 2014 sebesar
596.132 orang (Soewito, 2017).
Berdasarkan data menurut DEPKES RI jumlah klien yang menderita
penyakit appendisitis berjumlah sekitar 26% dari jumlah penduduk di
Kalimantan Timur (Anas, Kadrianti, E., 2013).

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana asuhan keperawatan pada Ny.Y dengan diagnosa medis
Apendiks Abses di Rumah Sakit
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penulisan ini adalah adalah untuk mendapatkan gambaran dan
pengalaman langsung tentang bagaimana menerapkan asuhan
keperawatan pada Ny.Y dengan diagnosa medis Apendiks Abses di
Rumah Sakit
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mahasiswa mampu melengkapi asuhan keperawatan pada Ny.Y dengan
diagnosa medis Apendiks Abses di Rumah Sakit
1.3.2.2 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian asuhan keperawatan pada
Ny.Y dengan diagnosa medis Apendiks Abses di Rumah Sakit
1.3.2.3 Mahasiswa mampu menganalisa kasus dan merumuskan masalah
keperawatan pada asuhan keperawatan kepada Ny.Y dengan diagnosa
medis Apendiks Abses di Rumah Sakit
1.3.2.4 Mahasiswa mampu menyusun asuhan keperawatan yang mencakup
intervensi asuhan keperawatan kepada Ny.Y dengan diagnosa medis
Apendiks Abses di Rumah Sakit
1.3.2.5. Mahasiswa mampu melakukan implementasi atau pelaksanan tindakan
asuhan keperawatan pada Ny.Y dengan diagnosa medis Apendiks Abses
di Rumah Sakit
1..3.2.6 Mahasiswa mampu mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan kepada
Ny.Y dengan diagnosa medis Apendiks Abses di Rumah Sakit
1.3.2.7 Mahasiswa mampu mendokumentasikan hasil dari asuhan keperawatan
kepada Ny.Y dengan diagnosa medis Apendiks Abses di Rumah Sakit
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa mampu menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu
pengetahuan yang diperoleh selama menempuh pendidikan di Program Studi S1
Keperawatan Stikes Eka Harap Klungkung.
1.4.2 Bagi Institusi
1.4.3.1 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan tentang Penyakit Apendiks Abses dan Asuhan
Keperawatannya.
1.4.3.2 Bagi Institusi Rumah Sakit
Memberikan gambaran pelaksanaan Asuhan Keperawatan dan
Meningkatkan mutu pelayanan perawatan di Rumah Sakit kepada pasien
dengan diagnosa medis Penyakit Apendiks Abses melalui Asuhan Keperawatan
yang dilaksanakan secara komprehensif.
1.4.4 Bagi IPTEK
Sebagai sumber ilmu pengetahuan teknologi, apa saja alat-alat yang dapat
membantu serta menunjang pelayanan perawatan yang berguna bagi status
kesembuhan klien.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

.1 Konsep Penyakit
1.1 Pengertian
Abses apendiks adalah salah satu komplikasi dari apendisitis akut. Abses
apendiks merupakan kumpulan pus yang terletak di area peri-apendikular (fossa
illiaca kanan) yang merupakan akibat lanjutan dari apendisitis dan perforasinya.
Terbentuknya massa akibat inflamasi berupa phlegmon maupun abses terjadi
pada 2% - 6% penderita apendisitis. (Mulya, R. E. 2015).
Berbagai penyebab apendisitis seperti mucus dan feses yang mengeras
akan membentuk seperti batu (fecalith) yang akan menutup akses antara
apendiks dengan caecum. Obstruksi tersebut kemudian mnyebabkan gangguan
resistensi mukosa apendiks terhadap invasi mikroorganisme. Obstruksi ini akan
meningkatkan tekanan di dalam apendiks yang menghasilkan peningkatan
tekananan perforasi kapiler, gangguan pada drainase limfa dan vena yang dapat
menyebabkan iskemia. Iskemi dinding apendiks menyebabkan hilangnya
keutuhan epitel yang mempermudah invasi bakteri ke dinding apendiks. Bakteri
intestinal yang ada di dalam apendiks akan bermutiplikasi yang menyebabkan
rekruitmen leukosit, pembentukan pus dan tekanan intraluminal yang tinggi.
Dalam 24-36 jam, kondisi ini dapat makin parah karena thrombosis dari arteri
maupun vena apendiks mnyebabkan perforasi dan gangrene apendiks. (Mulya,
R. E. 2015).

1.2 Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan


Sistem pencernaan makanan pada manusia terdiri dari beberapa organ,
yaitu mulut, faring dan esophagus (kerongkongan), lambung (ventrikulus), usus
halus, usus besar, rektum dan anus (Pearce,2013).
Gambar 1. Sistem Pencernaan Manusia
1.2.1 Mulut
Mulut adalah rongga lonjong pada permulaan saluran pencernaan.
Rongga mulut merupakan jalan masuk menuju sistem pencernaan yang berisi
aksesori yang berfungsi dalam proses awal pencernaan. Di dalam rongga mulut,
terdapat gigi, lidah, dan kelenjar air liur (saliva). Gigi terbentuk dari tulang gigi
yang disebut dentin. Struktur gigi terdiri atas mahkota gigi yang terletak diatas
gusi, leher yang dikelilingi oleh gusi, dan akar gigi yang tertanam dalam
kekuatan-kekuatan rahang. Mahkota gigi dilapisi email yang berwarna putih.
Kalsium, fluoride, dan fosfat merupakan bagian penyusun email. Untuk
perkembangan dan pemeliharaan gigi yang bai, zat-zat tersebut harus ada di
dalam makanan dalam jumlah yang cukup. Akar dilapisi semen yang
melekatkan akar pada Ada tiga macam gigi manusia, yaitu gigi seri (insisor)
yang berguna untuk memotong makanan, gigi taring (caninus) untuk mengoyak
makanan, dan gigi geraham (molar) untuk mengunyah makanan (Gibson,
2013).
1.2.2 Faring dan Esofagus
Setelah melalui rongga mulut, makanan yang berbentuk bolus akan
masuk kedalam tekak (faring). Faring adalah saluran yang memanjang dari
bagian belakang rongga mulut sampai ke permukaan kerongkongan
(esophagus). Pada pangkal faring terdapat katup pernapasan yang disebut
epiglottis. Epiglotis berfungsi untuk menutup ujung saluran pernapasan (laring)
agar makanan tidak masuk ke saluran pernapasan. Setelah melalui faring, bolus
menuju ke esophagus; suatu organ berbentuk tabung lurus, berotot lurik, dan
berdinding tebal (Lihat Gambar 6). Esophagus mempunyai panjang kira-kira 25
cm dengan diameter 2,5 cm dan pH cairannya 5-6 serta tidak terdapat enzim di
dalamnya (Tim Penyusun, 2014). Otot kerongkongan berkontraksi sehingga
menimbulkan gerakan meremas yang mendorong bolus ke dalam lambung.
Gerakan otot kerongkongan ini disebut gerakan peristaltik (Pearce, 2011)
1.2.3 Lambung
Lambung adalah kelanjutan dari esophagus, berbentuk seperti kantung
dengan panjang 20 cm, diameter 15 cm, pH cairan 1-3,5 (Tim Penyusun, 2014).
Lambung dapat menampung makanan 1 liter hingga mencapai 2 liter. Dinding
lambung disusun oleh otot-otot polos yang berfungsi menggerus makanan
secara mekanik melalui kontraksi otot-otot tersebut (Lihat Gambar 7).
Lambung di bagi dalam 3 bagian, yakni bagian atas (fundus), bagian tengah
(corpus) dan bagian bawah (antrum) yang meliputi pelepasan lambung
(pylorus) (Tjay,2012). Ada 3 jenis otot polos yang menyusun lambung, yaitu
otot memanjang (Longitudinal), otot melingkar (sirkuler), dan otot menyerong
(oblik). Selain pencernaan mekanik, pada lambung terjadi pencernaan kimiawi
dengan bantuan senyawa kimia yang dihasilkan lambung. Senyawa kimiawi
yang dihasilkan lambung adalah (Pearce, 2009; Sloane, 20013) :
1) Asam HCl, mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin. Sebagai
disinfektan, serta merangsang pengeluaran hormon sekretin dan
kolesistokinin pada usus halus.
2) Lipase, memecah lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Namun lipase
yang dihasilkan sangat sedikit .
3) Renin, mengendapkan protein pada susu (kasein) dari air susu (ASI).
Hanya dimiliki oleh bayi.
4) Mukus, melindungi dinding lambung dari kerusakan akibat asam HCl.
Lambung memiliki fungsi sebagai penampung makanan dan
dilambunglah makanan diaduk secara intensif dengan getah lambung dan
terjadi absorpsi (minimal) dari bahan makanan (Tjay, 2017).
Otot lambung berkontraksi mengaduk-aduk bolus, memecahnya secara
mekanis, dan mencampurnya dengan getah lambung. Getah lambung
mengandung HCl, enzim pepsin, dan renin. HCl berfungsi untuk membunuh
kuman-kuman yang masuk berasama bolus akan mengaktifkan enzim pepsin.
Pepsin berfungsi untuk mengubah protein menjadi peptone. Renin berfungsi
untuk menggumpalkan protein susu. Setelah melalui pencernaan kimiawi di
dalam lambung, bolus menjadi bahan kekuningan yang disebut kim atau kimus
(bubur usus).
Kimus akan masuk sedikit demi sedikit ke dalam usus halus.. Di dalam
lambung terdapat beberapa kelenjar dalam mucus lamnung, yaitu (Tim
Penysun, 2014) :
1) Kelenjar mucus yang mensekresi mucus.
2) Sel-sel chief (sel zynogenik) yang mensekresi pepsin dan enzim.
3) Sel parietal yang mensekresi asam lambung.
1.2.4 Usus Halus
Usus halus memiliki panjang sekitar 6-8 meter. Usus halus terbagi
menjadi 3 bagian yaitu duodenum (± 25 cm), jejunum (± 2,5 m), serta ileum (±
3,6 m). Pada usus halus hanya terjadi pencernaan secara kimiawi saja, dengan
bantuan senyawa kimia yang dihasilkan oleh usus halus serta senyawa kimia
dari kelenjar pankreas yang dilepaskan ke usus halus. Suatu lubang pada
dinding duodenum menghubungkan usus 12 jari dengan saluran getah pancreas
dan saluran empedu. Pankreas menghasilkan enzim tripsin, amilase, dan lipase
yang disalurkan menuju duodenum. Tripsin berfungsi merombak protein
menjadi asam amino. Amilase mengubah amilum menjadi maltosa. Lipase
mengubah lemak menjadi asam lemakdan gliserol.
Getah empedu dihasilkan oleh hati dan ditampung dalam kantung
empedu. Getah empedu disalurkan ke duodenum. Getah empedu berfungsi
untuk menguraikan lemak menjadi asam lemak dan gliserol Selanjutnya
pencernaan makanan dilanjutkan di jejunum. Pada bagian ini terjadi pencernaan
terakhir sebelum zat-zat makanan diserap. Zat-zat makanan setelah melalui
jejunum menjadi bentuk yang siap diserap. Penyerapan zat-zat makanan terjadi
di ileum. Glukosa, vitamin yang larut dalam air, asam amino, dan mineral
setelah diserap oleh vili usus halus; akan dibawa oleh pembuluh darah dan
diedarkan ke seluruh tubuh. Asam lemak, gliserol, dan vitamin yang larut
dalam lemak setelah diserap oleh vili usus halus; akan dibawa oleh pembuluh
getah bening danakhirnya masuk ke dalam pembuluh darah. Senyawa yang
dihasilkan oleh usus halus adalah:
1) Disakaridase Menguraikan disakarida menjadi monosakarida
2) Erepsinogen Erepsin yang belum aktif yang akan diubah menjadi erepsin.
Erepsin mengubah pepton menjadi asam amino.
3) Hormon Sekretin Merangsang kelenjar pancreas mengeluarkan senyawa
kimia yang dihasilkan ke usus halus
4) Hormon CCK (Kolesistokinin) Merangsang hati untuk mengeluarkan
cairan empedu ke dalam usus halus.
Pencernaan makanan secara kimiawi pada usus halus terjadi pada suasana
basa. Prosesnya sebagai berikut (Pearce, 2012; Tjay, 2011; Sloane, 2013) :
1) Makanan yang berasal dari lambung dan bersuasana asam akan
dinetralkan oleh bikarbonat dari pancreas.
2) Makanan yang kini berada di usus halus kemudian dicerna sesuai
kandungan zatnya. Makanan dari kelompok karbohidrat akan dicerna oleh
amylase pancreas menjadi disakarida.
3) Disakarida kemudian diuraikan oleh disakaridase menjadi monosakarida,
yaitu glukosa. Glukosa hasil pencernaan kemudian diserap usus halus,
dan diedarkan ke seluruh tubuh oleh peredaran darah.
4) Makanan dari kelompok protein setelah dilambung dicerna menjadi
pepton, maka pepton akan diuraikan oleh enzim tripsin, kimotripsin, dan
erepsin menjadi asam amino. Asam amino kemudian diserap usus dan
diedarkan ke seluruh tubuh oleh peredaran darah.
5) Makanan dari kelompok lemak, pertama-tama akan dilarutkan
(diemulsifikasi) oleh cairan empedu yang dihasilkan hati menjadi
butiranbutiran lemak (droplet lemak). Droplet lemak kemudian diuraikan
oleh enzim lipase menjadi asam lemak dan gliserol. Asam lemak dan
gliserol kemudian diserap usus dan diedarkan menuju jantung oleh
pembuluh limfe.
1.2.5 Usus Besar (Kolon)
Bahan makanan yang sudah melalui usus halus akhirnya masuk ke dalam
usus besar Usus besar terdiri atas usus buntu (appendiks), bagian yang menaik
(ascending colon), bagian yang mendatar (transverse colon), bagian yang
menurun (descending colon), dan berakhir pada anus (Gibson, 2012).
Bahan makanan yang sampai pada usus besar dapat dikatakan sebagai
bahan sisa. Sisa tersebut terdiri atas sejumlah besar air dan bahan makanan
yang tidak dapat tercerna, misalnya selulosa. Usus besar berf ungsi mengatur
kadar air pada sisa makanan. Bila kadar iar pada sisa makanan terlalu banyak,
maka dinding usus besar akan menyerap kelebihan air tersebut. Sebaliknya bila
sisa makanan kekurangan air, maka dinding usus besar akan mengeluarkan air
danmengirimnya ke sisa makanan. Di dalam usus besar terdapat banyak sekali
mikroorganisme yang membantu membusukkan sisa-sisa makanan tersebut.
Sisa makanan yang tidak terpakai oleh tubuh beserta gas-gas yang berbau
disebut tinja(feses) dan dikeluarkan melalui anus (Gibson, 2012).
1.2.6 Rektum dan Anus
Rectum memiliki panjang 12 cm, rectum dimulai pada pertengahan
sacrum dan berakhir pada canalis analis (Gibson, 2012). Rektum merupakan
lubang tempat pembuangan feses dari tubuh. Sebelum dibuang lewat anus, feses
ditampung terlebih dahulu pada bagian rectum. Apabila feses sudah siap
dibuang maka otot spinkter rectum mengatur pembukaan dan penutupan anus.
Otot spinkter yang menyusun rektum ada 2, yaitu otot polos dan otot lurik.
1.3 Etiologi
Penyebab terbentuknya abses apendiks tentunya berhubungan dengan
penyebab terjadinya radang apendiks atau apendisitis. Akan tetapi
keterlambatan dalam mengetahui masih sering di laprokan.
1.3.1 Faktor biologis
1) Usia muda (10-30 tahun)
2) Memiliki riwayat penyakit imunitas
3) Orang dengan riwayat konstipasi
1.3.2 Faktor perilaku
1) Diet rendah serat
2) Ketidak ketahuan gejala awal abses apendiks
3) Keterlambatan membawa penderita ke tempat pelayanan kesehatan
1.3.3 Faktor lingkungan
1) Sanitasi lingkungan sekitar yang kurang baik
2) Lingkungan bermain yang kotor
1.4 Klafikasi
1.4.1 Apendisitis akut merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteria. Dan
faktor pencetusnya disebabkan oleh sumbatan lumen apendik. Selain itu
hyperplasia jaringan limfe, fikalit (tinja/batu), tumor apendiks, dan cacing
askaris yang dapat menyebabkan sumbatan dan juga erosi mukosa
apendiks karena parasit (E. Histolytica) .
1.4.2 Apendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan
bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara
makroskopik dan mikroskopik (fibrosis menyeluruh dingding apendiks,
sumbatan parsial atau lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus
lama dimukosa dan infiltasi sel inflamasi kronik).
1.4.3 Appendicitis Purulenta (Supurative Appendicitis). Tekanan dalam
lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan
trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada
apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam
dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa
menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan
mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat
eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal
seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler,
dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler
dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis
umum.
1.4.4 Apendisitis rekurens, Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika
ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah yang
mendorong dilakukan apeomi dan hasil patologi menunjukan
peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn apendisitis akut
pertama kali sembuh spontan. Namun, apendisitis tidak pernah
kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan parut.
Resiko untuk terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen. Insidens
apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi yang diperiksa
secara patologik. Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan
apendektomi karena sering penderita datang dalam serangan akut.
1.4.5 Mukokel Apendiks, Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari
apendiks yang berisi musin akibat adanya obstruksi kronik pangkal
apendiks, yang biasanya berupa jaringan fibrosa. Jika isi lumen steril,
musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun jarang,mukokel
dapat disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa
menjadi ganas. Penderita sering datang dengan keluhan ringan berupa
rasa tidak enak di perut kanan bawah. Kadang teraba massa
memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan
timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah apendiktomi.
1.4.6 Tumor Apendiks
1) Adenokarsinoma apendiks
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu
apendektomi atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis
ke limfonodi regional, dianjurkan hemikolektomi kanan yang akan
memberi harapan hidup yang jauh lebih baik dibanding hanya
apendektomi.
2) Karsinoid Apendiks Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks.
Kelainan ini jarang didiagnosis prabedah,tetapi ditemukan secara
kebetulan pada pemeriksaan patologi atas spesimen apendiks dengan
diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid berupa
rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karena
spasme bronkus, dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6%
kasus tumor karsinoid perut. Sel tumor memproduksi serotonin yang
menyebabkan gejala tersebut. Meskipun diragukan sebagai
keganasan, karsinoid ternyata bisa memberikan residif dan adanya
metastasis sehingga diperlukan opersai radikal. Bila spesimen
patologik apendiks menunjukkan karsinoid dan pangkal tidak bebas
tumor, dilakukan operasi ulang reseksi ileosekal atau hemikolektomi
kanan
1.5 Patofisiologi
Patofisiologi terbentuknya abses apendiks dimulai dari appendicitis. Appe
ndicitis sendiri disebabkan adanya obstruksi pada lumen apendiks. Obstruksi
tersebut menyebabkan peningkatan tekanan di dalam lumen apendiks. Jika
obstruksi apendiks berlanjut, tekanan intraluminal akhirnya meningkat
melampaui tekanan vena appendikularis, menyebabkan obstruksi aliran darah
vena. Sebagai akibatnya, iskemia dinding apendiks terjadi, mengakibatkan
hilangnya integritas epitel dan memungkinkan invasi bakteri pada dinding
apendiks. Dalam beberapa jam, kondisi terlokalisasi ini dapat memburuk karena
trombosis arteri dan vena appendikularis, yang menyebabkan perforasi dan
gangren pada apendiks. (Craig S 2018).
Abses apendiks sendiri merupakan suatu abses intraabdominal, yang
merupakan kumpulan nanah lokal terbatas pada rongga peritoneum oleh
penghalang inflamasi. Penghalang ini dapat mencakup omentum, adhesi
inflamasi, atau viscera yang berdekatan. Abses biasanya mengandung campuran
bakteri aerob dan anaerob dari saluran pencernaan. (Hasper.D 2012)
Bakteri di rongga peritoneum, khususnya yang timbul dari kolon dan
apendiks, merangsang masuknya sel-sel inflamasi akut. Omentum dan viscera
cenderung melokalisasi tempat infeksi, menghasilkan flegmon. Hipoksia di
daerah flegmon ini memfasilitasi pertumbuhan bakteri anaerob dan merusak
aktivitas bakterisida granulosit. Aktivitas fagositik sel-sel ini menurunkan
debris seluler dan bakteri, menciptakan lingkungan hipertonik yang
memperluas dan memperbesar rongga abses sebagai respons terhadap kekuatan
osmotik. (Naderan M,2016)
WOC APENDISITIS
2. infeksi kuman dari kolon (E. Coli dan
streptococuc)
Faktor predisposisi : 3. infeksi kuman IDIOPATIK
1. Obstruksi lumen : 4. jenis kelamin
a. Hiperplasia dari folikel limfoid
5. bentuk dari appendiks
b. Fekalit dalam lumen apendiks
c. Adanya benda asing (biji-bijian)
d. Striktura lumen

Inflamasi apendiks Edema Meningkatnya tekanan intraluinal Nyeri abdomen

Tersumbat fekolit atau benda asing


APENDISITIS ABSES

B1 B2 B3 B4 B5
B6
Peningkatan akumulasi pus
Iritasi Iritasi Respon Respon inflamasi Distensi abdomen Terputusnya
peradangan di apendiks
jalan N.vagus intergritas jaringan
jalan n.Vagus
Suplai oksigen Penurunan kecepatan dan Implus ke otak Oedema Spasmen abdomen Tempat masuknya kuman
menurun kekuatan kerja jantung Infeksi meluas ke
vesika urinaria
Nyeri difus di Peningkatan
Penurunan aliran Nyeri Reaksi antigen antibodi
Dyspanea epigastrium tekanan
darah sistemik Nyeri saat mikturisi
intra
abdomen Peningkatan suhu
Nyeri menjalar ke Monilisasi terbatas
MK :Pola napas Respon MK : Gangguan
abdomen
tidak Efektif MK : Gangguan perfusi hipotalamus eliminasi urin Mual dan muntah
Infeksi
jaringan
MK : Nyeri MK : Hipertemi MK: Gangguan
akut MK : Defisit Mobilitas fisik MK:
nutrisi Resiko
infeksi
Tindakan

Pre Operatif Intra Operatif Post Operatif

Prosedur tindakan pembedahan Ransangan saraf intercostalis dan Tindakan pembedahan Luka jahitan post operatif
segmen thorakalis

Sakit saat menarik napas Terputusnya kontinuitas


Kurang terpapar informasi Terputusnya
jaringan lunak
kontinuitas jaringan

Pembedahan meningkat
Koping pasien tidak MK : Nyeri akut
Hilangnya efek anestesi
efektif
Mk : Resiko Pendarahan

Stressor
meningkat MK: Nyeri Akut

Cemas

MK : Ansietas
1.6 Manifestasi Klinis
1.6.1 Nyeri
Biasa nyeri muncul di fosa iliaca kanan. Awalnya tidak begitu parah
namun akan melanjut menjadi nyeri yang lebih hebat secara bertahap. Nyeri
menjadi semakin berat saat abses terbentuk
1.6.2 Massa Fossa Illiaca Kanan
Terbentuk massa yang lembut atau empuk bila disentuh. Kulit yang
berada di atasnya biasanya normal. Suhu lokal bisa meningkat atau tidak.
Ukuran massa bisa membesar dan terasa lebih nyeri.
1.6.3 Demam
Demam terjadi berhubungan dengan gejala lain. Ini mempunyai pola yang
khas dimana terjadi peningkatanyang progresif saat temperature memuncak
(swinging temperature). Saat pasien dengan massa apendiks mengalami
kenaikan suhu dapat dipastikan bahwa abses apendiks juga terbentuk.
1.6.4 Massa yang empuk (Tenderness)
Massa menjadi terasa empuk tidak hanya saat disentuh tapi juga saat
terjadi gerakan respirasi. Saat pemeriksaan, palpasi yang lembut pun dapat
menimbulkan nyeri yang hebat.
1.6.5 Gangguan miksi
Gangguannya berupa kesulitan untuk kencing, frekuensi kencing, retensi
urin yang akut serta hematuria. Hal ini terjadi karena terbentuknya massa dan
abses dekat dengan ureter kanan bagian bawah serta vesica urinaria.
1.7 Komplikasi
1.7.1 Peritonitis
1.7.2 Ruptur Appendik
1.7.3 Syok Hipovolemik
1.7.4 Ileus
1.7.5 Sepsis
1.8 Pemeriksaan Penunjang
1.8.1 Pemeriksaan Laboratoriun
Kenaikan sel darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000-18.000/mm3 .
Jika terjadi peningkatan yang lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks
sudah mengalami perforasi (pecah).
1.8.2 Pemeriksaan Radiologi
1) Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit.
2) Ultrasonografi (USG) untuk menemukan fekalit non-klasifikasi, apendik
non-perforasi, abses apendik.
3) Pemeriksaan CT scan untuk mendeteksi apendisitis dan adanya
kemungkinan perforasi.
4) Kasus kronik dapat dilakukan rontgen foto abdomen, USG abdomen dan
apendikogram. (Nurarif&Kusuma, 2015)
1.8.3 Pemeriksaan Fisik
1) Inpeksi : adanya distensi pada abdomen
2) Auskultasi : jika terjadi peritonitis maka akan terjadi penurunan
peristaltik.
3) Perkusi : akan terasa nyeri jika sudah terjadi peritonitis
4) Palpasi : nyeri tekan pada parut kanan bagian bawah
5) Obturator : Fleksi panggul dan rotasi interna panggul
6) Uji psoad : hiperestensi sendi panggul
1.9 Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis pada apendisitis melipui penatalaksanaan pada
unit gawat darurat, terapi farmakologis dan terapi bedah.
1.9.1 Pemberian analgetik dan antibiotik
1.9.2 Terapi farmakologis
Perioperatif antibiotik untuk menurunkan resiko infeksi pasca bedah
1.9.3 Terapi bedah
Bila diagnosa klinis sudah jelas, maka tindakan paling tepat adalah
laparatomi dan merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik. Penundaan
tindakan bedah sambil pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses
atau perforasi. Laparatomi bisa dilakukan secara terbuka atapun dengan
cara laparaskopi. (Muttaqin, 2013)
.2 Konsep dasar Laparaotomi Eksplorasi
2.1 Pengertian

Laparatomi merupakan prosedur pembedahan yang melibatkan suatu


insisi pada dinding abdomen hingga ke cavitas abdomen (Sjamsurihidayat dan
Jong, 2013).
Laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah
abdomen yang dapat dilakukan pada bedah digestif dan obgyn. Adapun
tindakan bedah digestif yang sering dilakukan dengan tenik insisi laparatomi ini
adalah herniotomi, gasterektomi, kolesistoduodenostomi, hepatorektomi,
splenoktomi, apendektomi, kolostomi, hemoroidektomi dfan fistuloktomi.
Sedangkan tindakan bedah obgyn yang sering dilakukan dengan tindakan
laoparatomi adalah berbagai jenis operasi pada uterus, operasi pada tuba fallopi,
dan operasi ovarium, yang meliputi hissterektomi, baik histerektomi total,
radikal, eksenterasi pelvic, salpingooferektomi bilateral (Smeltzer, 2014).
2.2 Tujuan
Prosedur ini dapat direkomendasikan pada pasien yang mengalami nyeri
abdomen yang tidak diketahui penyebabnya atau pasien yang mengalami
trauma abdomen. Laparatomy eksplorasi digunakan untuk mengetahui sumber
nyeri atau akibat trauma dan perbaikan bila diindikasikan (Smeltzer, 2014).
2.3 Indikasi
2.3.1 Trauma abdomen (tumpul atau tajam)
Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang
terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul
atau yang menusuk (Ignativicus & Workman, 2016). Dibedakan atas 2
jenis yaitu :
1) Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga
peritonium) yang disebabkan oleh : luka tusuk, luka tembak.
2) Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga
peritoneum) yang dapat disebabkan oleh pukulan, benturan, ledakan,
deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (sit-belt)
2.4 Peritonitis
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membrane serosa rongga
abdomen, yang diklasifikasikan atas primer, sekunder dan tersier. Peritonitis
primer dapat disebabkan oleh spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat
penyakit hepar kronis. Peritonitis sekunder disebabkan oleh perforasi
appendicitis, perforasi gaster dan penyakit ulkus duodenale, perforasi kolon
(paling sering kolon sigmoid), sementara proses pembedahan merupakan
penyebab peritonitis tersier (Ignativicus & Workman, 2016)
2.5 Sumbatan pada usus halus dan besar (Obsruksi)
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabn
ya) aliran normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus biasanya
mengenai kolon sebagai akibat karsinoma dan perkembangannya lambat.
Sebagian dasar dari obstruksi justru mengenai usus halus. Obstruksi total usus
halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan
pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup. Penyebabnya dapat berupa
perlengketan (lengkung usus menjadi melekat pada area yang sembuh secara
lambat atau pada jaringan parut setelah pembedahan abdomen), Intusepsi (salah
satu bagian dari usus menyusup kedalam bagian lain yang ada dibawahnya
akibat penyempitan lumen usus), Volvulus (usus besar yang mempunyai
mesocolon dapat terpuntir sendiri dengan demikian menimbulkan penyumbatan
dengan menutupnya gelungan usus yang terjadi amat distensi), hernia (protrusi
usus) melalui area yang lemah dalam usus atau dinding dan otot abdomen), dan
tumor (tumor yang ada dalam dinding usus meluas kelumen usus atau tumor
diluar usus menyebabkan tekanan pada dinding usus) (Ignativicus & Workman,
2016).
2.6 Apendistis mengacu pada radang apendiks
Suatu tambahan seperti kantong yang tak berfungsi terletak pada bagian
inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah
obstruksi lumen oleh fases yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan
mengikis mukosa menyebabkan inflamasi
1) Tumor abdomend
2) Pancreatitis (inflammation of the pancreas)
3) Abscesses (a localized area of infection)
4) Adhesions (bands of scar tissue that form after trauma or surgery)
5) Diverticulitis (inflammation of sac-like structures in the walls of the
intestines)
6) Intestinal perforation
7) Ectopic pregnancy (pregnancy occurring outside of the uterus)
8) Foreign bodies (e.g., a bullet in a gunshot victim)
9) Internal bleeding (Sjamsurihidayat dan Jong, 2017).
2.7 Penatalaksanaan
Ada 4 cara insisi pembedahan yang dilakukan, antara lain: (Yenichrist,
2008):
2.7.1 Midline incision
Metode insisi yang paling sering digunakan, karena sedikit perdarahan,
eksplorasi dapat lebih luas, cepat di buka dan di tutup, serta tidak
memotong ligamen dan saraf. Namun demikian, kerugian jenis insis ini
adalah terjadinya hernia cikatrialis. Indikasinya pada eksplorasi gaster,
pankreas, hepar, dan lien serta di bawah umbilikus untuk eksplorasi
ginekologis, rektosigmoid, dan organ dalam pelvis (Yenichrist,2018)
2.7.2 Paramedian
Yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah (± 2,5 cm), panjang (12,5 cm).
Terbagi atas 2 yaitu, paramedian kanan dan kiri, dengan indikasi pada
jenis operasi lambung, eksplorasi pankreas, organ pelvis, usus bagian
bagian bawah, serta plenoktomi. Paramedian insicion memiliki
keuntungan antara lain : merupakan bentuk insisi anatomis dan fisiologis,
tidak memotong ligamen dan saraf, dan insisi mudah diperluas ke arah
atas dan bawah (Yenichrist, 2011).
2.7.3 Transverse upper abdomend incision
Yaitu ; insisi di bagian atas, misalnya pembedahan colesistotomy dan
splenektomy (Yenichrist, 2011).
2.7.4 Transverse lower abdomen incision
Yaitu; insisi melintang di bagian bawah ± 4 cm di atas anterior spinal
iliaka, misalnya; pada operasi appendectomy (Yenichrist, 2011).
2.8 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut (wong, 2011) sebagai berikut:
2.8.1 Pemeriksaan rektum : adanya darah menunjukkan kelainan pada usus
besar ; kuldosentesi, kemungkinan adanya darah dalam lambung ; dan
kateterisasi, adanya darah menunjukkan adanya lesi pada saluran kencing.
2.8.2 Laboratorium : hemoglobin, hematokrit, leukosit dan analisis urine.
2.8.3 Radiologik : bila diindikasikan untuk melakukan laparatomi.
2.8.4 IVP/sistogram : hanya dilakukan bila ada kecurigaan terhadap trauma
saluran kencing.
2.8.5 Parasentesis perut : tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul perut yang
diragukan adanya kelainan dalam rongga perut atau trauma tumpul perut
yang disertai dengan trauma kepala yang berat, dilakukan dengan
menggunakan jarum pungsi no 18 atau 20 yang ditusukkan melalui
dinding perut didaerah kuadran bawah atau digaris tengah dibawah pusat
dengan menggosokkan buli-buli terlebih dahulu.
2.8.6 Lavase peritoneal : pungsi dan aspirasi/bilasan rongga perut dengan
memasukkan cairan garam fisiologis melalui kanula yang dimasukkan
kedalam rongga peritonium.
.3 Manajemen Keperawatan
3.1 Pengkajian
2.2.1.1 Identitas pasien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin,
alamat rumah, agama, suku bangsa, status perkawinan, pendidikan
terakhir, nomor registrasi, pekerjaan pasien, dan nama penanggung jawab.
2.2.1.2 Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Klien mengatakan sudah 2 hari demam dan deman naik turun dan nyeri
pada bagian perut sejak 3 hari yang lalu
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Klien mengatakan sudah nyeri sejak 3 tahun yang lalu di bagian perut
sebelah kanan, seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri 6 nyeri yang dirasa
hilang timbul berdurasi 3 menit
3) Riwayat Kesehatan Lalu
Pasien menyatakan belum pernah mengalami gejala seperti ini
sebelumnya.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-
penyakit yang sama.
5) Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang
dilakukan terhadap dirinya
3.2 Aktivitas Dan istirahat
Gejala : Keletihan, kelemahan, malaise, ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernapas, ketidakmampuan
untuk tidur dalam posisi duduk tinggi, Dispnea pada saat istirahat atau
respon terhadap beraktivitas atau latihan
Tanda : Kelelahan, gelisah, kelemahan umum atau kehilangan masa otot
2.3.2.1 Sirkulasi
Gejala :tidak ada nyeri
Tanda : peningkatan frekuensi jantung atau takikardi, distensi vena leher
atau penyakit berat
2.3.2.2 Eliminasi
Gejala : konstipasi, mengalami kesulitan dalam defekasi
2.3.2.3 Integritas Ego
Gejala : peningkatan faktor, perubahan pola hidup
Tanda : Ansietas, ketakutan, peka rangsangan makanan atau cairan
2.3.2.4 Makanan atau cairan
Gejala : Mual atau muntah, Nafsu makan berkurang atau anoreksia,
Ketidakmampuan untuk makan karena nyeri
Tanda : Mual atau muntah, Nafsu makan berkurang atau anoreksia,
Ketidakmampuan untuk makan karena nyeri
2.3.2.5 Nyeri/Kenyamanan
Gejala : riwayat reaksi nyeri ketika di tekan dan saat menarik napas
adanya infeksi
2.3.2.6 Interaksi Sosial
Gejala : Hubungan ketergantungan, Kurang sistem pendukung
Tanda : Ketidakmampuan dukungan untuk membuat atau
mempertahankan suara karena nyeri, Keterbatasan mobilitas fisik,
Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain
3.3 Pemeriksaan fisik (B1-B6)
3.3.1 B1 (Breathing)
Adanya perubahan denyut nadi dan pernapasaan. Respirasi : Takipnoe,
pernapasaan dangkal
3.3.2 B2 (Blood)
Dapat ditemukan peningkatan nadi atau dalam batas normal, adanya
peningkatan tekanan darah, akral hangat
3.3.3 B3 (Brain)
Adanya perasaan takut, penampilan yang tidak tenan, data psikologis
klien nampak gelisah
3.3.4 B4 (Bladder)
Kaji perubahan pola berkemih inkontinensia urin, dysuria, distensi,
kandung kemih, warna dan bau urin, dan kebersihan
3.3.5 B5 (Bowel)
Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas.kekakuan atau tidak ada bising
usus. Nyeri/kenyamanan nyeri abdomend sekitar epigastrium dan
umbilicus yang menentukan pemberian obat, aktivitas/ istirahat eliminasi
konstipasi pada awitan awal dan kadang=kadang terjadi diare
3.3.6 B6 (Bone)
Nyeri pada kuadran kanan bawak karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi
duduk tegak
.4 Diagnosa Keperawatan
Pre Operatif
Nyeri akut berhubungan dengan agen pencederaan fisik SDKI (D.0077
Halaman 172)
Ansietas berhubungan dengan kurang terapapar informasi SDKI (D.0080
Halaman 180)
Intra Operatif
Resiko pendarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan (D.0012
Halaman 42
Post Operatif
Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedreaan fisik (prosedur operasi
SDKI (D.0077 Halaman 172)
.5 Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi
Keperawatan
Pre Operatif SLKI (L.08066 Hal. 145) Manajemen nyeri SIKI (I.08238 Hal.201)
1. Nyeri akut :Setelah dilakukan tindakan Observasi
berhubungan asuhan keperawatan selama 1 - Identifikasi lokasi, karakteristik, durrasi, frekuensi,
dengan Agen x 30 menit diharapkan rasa kualitas, insensitas nyeri
Pencidera fisiologis nyeri pasien teratasi - Identifikasi sekala nyeri
Kriteria Hasil - Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
1. Keluhan nyeri menurun. nyeri
2. Pasien meringis menurun. Terapeutik
3. Kesulitan tidur menurun - Berikaan teknik nonfarmakologis untuk mengirangi rasa
nyeri ( mis. TENS, hipnosis,akupresur, trapi musik,
biofeedback, trapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri ( mis.
Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan ).
- Pasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri.
Edukasi
- Jelasksan penyebab, periode,dan pemicu nyeri.
- Jelaskan strategi meredakan nyeri.
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri.
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat.
- Ajarkan tekniknonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri.
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik,jika perlu
2. Ansietas Setelah diberikan Asuhan Reduksi ansietas SIKI
berhubungan dengan Keperawatan selama 1 x 30 Observasi
kurang terapapar menit diharapkan nyeri klien - Indentifikasi saat tingkat ansietas berubah
informasi SDKI tetap kurang - Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
(D.0080 Halaman Kriteria Hasil SLKI - Monitor tanda-tanda ansietas
180). 1. Perilaku gelisah (5) Terapeutik
2. Khawatir akibat kondisi - Ciptakan suansana terapeutik untuk menumbuhkan
yang dihadapi (5) kepercayaan
3. Perilaku tegang (5) - Temani pasien untuk mengurangai kecemasan jika
memungkinkan
- Pahami situasi yang membuat ansietas
- Dengarkan dengan penuh perhatian
- Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
- Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu
kecemasan
Edukasi
- Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin
dialami
- Informasikan secara faktual mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
- Anjurkan keluarga untuk tetap bersama bersama pasien
- Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketenangan
- Latih teknik releksasi
Diagnosa Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi
Keperawatan
Intra operatif Tingkat pendarahan SLKI SIKI Pencegahan pendarahan (l.02067 Hal 283)
Resiko pendarahan L.02017 Hal 47 Observasi
berhubungan dengan Setelah diberikan Asuhan - Monitor tanda dan gejala pendarahan
tindakan pembedahan Keperawatan selama 1 x 1 - Monitor nilai hematorit/hemoglobin sebelum dan setelah
(D.0012 Halaman 42 Jam diharapkan kehilangan kehilangan darah
darah baik internal maupun - Monitor tanda-tanda vital ortostatik
eksterna; menurun dengan - Monitor koagulasi
Kriteria Hasil Teraputik
1. Hemoptisis (5) - Pertahankan bed rest selama pendarahan
2. Hematuria (5) - Batasi tindakan invasi, Jika Perlu
3. Distensi abdomen (5) - Gunakan kasur pencegah dekubitus
4. Pendarahan pasca operasi - Hindari pengukuran suhu rektal
(5) Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala pendarahan
- Anjurkan menggunakan kaus kaki saat ambulasi
- Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk menghindari
konstipasi
- Anjurkan menghindari aspirin atau antikoagulan
- Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan vitamin K
- Anjurkan segera melapor jika terjadi pendarahan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat pengontrol pendarahan,
Jika perlu
- Kolaborasi pemberian produk darah, Jika perlu
- Kolaborasi pemberian pelunak tinja, Jika perlu
Diagnosa Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi
Keperawatan
Post Operatif SLKI (L.08066 Hal. 145) Manajemen nyeri SIKI (I.08238 Hal.201)
Nyeri akut :Setelah dilakukan tindakan Observasi
berhubungan dengan asuhan keperawatan selama 1 - Identifikasi lokasi, karakteristik, durrasi, frekuensi,
Agen Pencidera x 30 menit diharapkan rasa kualitas, insensitas nyeri
fisiologis nyeri pasien teratasi - Identifikasi sekala nyeri
Kriteria Hasil - Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
4. Keluhan nyeri menurun. nyeri
5. Pasien meringis menurun. Terapeutik
6. Kesulitan tidur menurun - Berikaan teknik nonfarmakologis untuk mengirangi rasa
nyeri ( mis. TENS, hipnosis,akupresur, trapi musik,
biofeedback, trapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri ( mis.
Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan ).
- Pasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri.
Edukasi
- Jelasksan penyebab, periode,dan pemicu nyeri.
- Jelaskan strategi meredakan nyeri.
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri.
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat.
- Ajarkan tekniknonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri.
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik,jika perlu
2.2.5 Implentasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus
sehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.
2.2.6 Evaluasi
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam
pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau int
ervensi keperawatan ditetapkan
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa : Cahyadi


NIM : 223221329
Ruang Praktek : Ruang OK/IBS
Tanggal Praktek : 26-29 Juni 2023
Tanggal Pengkajian & Jam Pengkajian : 26 juni 2023 08:00 WITA

I PENGKAJIAN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny.Y
Umur : 31 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Dayak/Indonesia
Agama : Kristen
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SMA
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Jl. Pelatuk 1 no 65
Tgl MRS : 26 Juni 2023
Diagnosa Medis : Apendik Abses
a. RIWAYAT KESEHATAN /PERAWATAN
1. Keluhan Utama /Alasan di Operasi :
Pasien mengatakan “nyeri pada bagian perut bagian kanan bawah nyeri seperti
ditusuk-tusuk, nyeri seperti menjalar ke belakang, nyeri yang dirasakan terus menerus
dengan skala nyeri 6”
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengatakan nyeri pada bagian perut sebelah kanan sejak 3 hari yang lalu, pada
tanggal 26 Juni 2023klien di bawa oleh ke keluarganya ke RSUD dr Sylvanus
Klungkung, pasien juga mengatakan mual dan muntah pada saat di rumah sakit,
pasien mengatakan sudah 4 hari tidak BAB setelah itu pasien mengatakan perutnya
terasa padat dan sakit, setelah dilakukan pemeriksaan pada pasien di dapatkan hasil
diagnosa Apendik dengan rencana operasi Laparatomi Eksplorasi, operasi dilakukan
pada tanggal 26 Juni 2023 di ruang Ok/IBS
3. Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)
Pasien mengatakan sebelumnya tidak ada riwayat operasi
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Menurut keterangan dari keluarga Pasien dan dari Pasien, tidak ada dari anggota
keluarganya yang pernah di rawat di rumah sakit dan tidak ada dari keluarganya yang
menderita penyakit menular.
GENOGRAM KELUARGA :

Keterangan :
: Hubungan keluarga
: Tinggal serumah
: Laki-laki
: Perempuan
: pasien

b. PEMERIKASAAN FISIK
1. Keadaan Umum :
Kesadaraan pasien composmentis, pasien tampak meringis, pasien berbaring dengan
posisi supinasi, tampak infus NaCl, 0,9 % 20 tpm tangan sebelah kiri pasien, pasien
terpasang keteter
2. Tanda-tanda Vital :
a. Suhu/T : 36,7 0C  Axilla  Rektal  Oral
b. Nadi/HR : 98 x/mt
c. Pernapasan/RR : 22 x/tm
d. Tekanan Darah/BP : 120/80 mm Hg
a. Pre Operatif
Saat Ny.Y dari ruang perawatan Dahlia akan dilakukan serah terima ruangan operasi
OK pukul 08:00 WIB. Pada tanggal 26 Juni 2023dengan diagnosa medis Apendik
Abses dengan tindakan laparatomi eksplorasi, pada saat dilakukan TTV, TD:
120/80 mmhg, Suhu/T : 36,7 0C , Nadi/HR : 98 x/mt, Pernapasan/RR : 22 x/tm,
pasien mengatakan cemas dengan keadaannya, klien tampak meringis, klien tampak
tegang, persiapan operasi pasien puasa selama 8 jam sebelum dilakukan operasi
laparatomi ekslorasi. Pasien tampak terpasang keteter urine dan tersedia 1 kantong
darah , premediks injeksi Ceftriaxone 1 gr/IV
Masalah Keperawatan : Ansietas
b. Intra Operatif
Pasien sudah masuk ke ruang OK/IBS mulai dilakukan anastesi pukul 08:30 WIB,
kelengkapan tim operasi bedah, pasien di berikan injeksi sadakum (Bius total) 3 mg
dan akan diberikan injeksi fentanyl 50 mcg, posisi pasien dioperasi adalah supinasi
(terlentang), pembedahan dilakukan selama 1 jam, pasien tampak terpasang keteter,
pasien tidak ada riwayat penyakit asma dan sesak nafas, pasien tampak dilakukan
pembedahan Laparotomi eksplorasi, tindakan ini akan dilakukan sayatan atau insisi di
bagian abdomen hingga ke cavitas abdomen perdarahan sebanyak 100 CC dan di
sediakan 1 kantong darah , klien terpasang infus jalur pada tangan kiri dan kanan
jenis infus NaCl, 0,9 % 20 tpm terpasang di sebelah tangan kanan, klien terpasang
ventilator, pasien terpasang Drain TTV tekanan darah: 110/70 mmHg. Suhu tubuh
36,20C dan pernapasan/RR : 21 x/tm, Nadi 88 x/menit, tingkat kesadaraan pasien
Bius total (general anastesi) selesai operasi pukul 09:30 WIB perawat memastikan
infus pasien lancar kebutuhan oksigen terpenuhi dan tidak ada hambatan jalan nafas.
Masalah Keperawatan : Resiko Pendarahan
c. Post Operatif
Klien mengatakan nyeri pada bagian abdomend, muncul saat pasien berpindah posisi
saat berbaring maupun bergerak, seperti di tusus tusuk dan tertekan di bagian perut
pasien skala nyeri 7, nyeri yang dirasakan sewaktu-waktu atau kadang-kadang durasi
5-10 menit. Klien tampak meringis, terdapat drain dibagian kiri dan kanan pasien
tampak terpasang infus Kalnex 30 gm, dan tampak luka post operasi pada bagian
perut pasien TTV tekanan darah: 110/70 mmHg. Suhu tubuh 36,20C dan
pernapasan/RR : 21 x/tm, Nadi 88 x/menit, Dissabillty GCS : E2 V2 M3 total 7
(Samnolen) pasien keluar ruangan operasi 09:30 WIB
Observasi
 Airway
Jalan nafas paten tidak obstruksi jalan nafas
 Breathing
Gerakan dinding dada simetris, irama nafas teratur, pola nafas teratur, suara
nafas vesikuler, saturasi O2 98%, RR : 21 x/menit
 Circulation
tekanan darah: 110/70 mmHg. Suhu tubuh 36,20C dan pernapasan/RR : 21
x/tm, Nadi 88 x/menit, terpasang infus NaCl 500 cc 20 tpm
 Dissability
GCS : E2 V2 M3 total 7 (Samnolen)
 Exposure
Suhu : 36,20C
No Kriteria Score Score
.
1. Warna Kulit
1) Kemerahan/normal 2 2
2) Pucat 1
3) Sianosis 0
2. Aktifitas Mototrik
1) Gerak 4 anggota tubuh 2
2) Gerak 2 anggota tubuh 1 1
3) Tidak ada Gerakan 0
3. Pernafasan
1) Mampu untuk nafas dalam dan 2 2
batuk
2) Nafas dangkal dan adekuat 1
3) Apnea atau nafas tidak
adekuat 0
4. Tekanan Darah
1) ± 20 mmHg dari pre anestesi 2 2
2) 20-50 mmHg dari pre anestesi
3) ± 50 mmHg dari pre anestesi 1

0
5. Tingkat Kesadaran
1) Sadar penuh mudah dipanggil 2
2) Bangun jika dipanggil
3) Tidak ada respon 1 1
0
Jumlah 8

Masalah Keperawatan : Nyeri Akut


3. PENATALAKSANAAN MEDIS (Preoperatif, Premedikasi, Post Operatif)
Pre Operatif
No Nama Obat Dosis Rute Indikasi
1. Infus NaCl 500 cc IV Cairan ini mengandung natrium dan clorida.
0,9% 20 tpm Cairan infus ini digunakan untuk menggantikan
cairan tubuh yang hilang, mengoreksi
ketidakseimbangan elektrolit, dan menjaga tubuh
agar tetap terhidrasi dengan baik.
2. Ceftriaxone 1 mg IV Ceftriaxone bekerja dengan cara membunuh
Inj bakteri dan mencegah pertumbuhannya.
Namun obat ini tidak akan berfungsi untuk
pilek, flu atau infeksi virus lainnya.
Intra Operatif
No Nama Obat Dosis Rute Indikasi
1 Infus NaCl 500 cc IV Menambah elektrolit tubuh untuk
0,9% 20 tpm mengembalikan keseimbangan
tubuh.
2 Fentanyl 100 Revigell digunakan untuk mengatasi nyeri atau
mcg sebagai anestesi (obat bius) selama operasi,
IV seperti pembedahan dan prosedur melahirkan,
pembedahan abdomen bawah, bedah urologi, dan
bedah kaki bawah termasuk pinggang.
3 Sedacum 2 gm IV Sedacum adalah obat yang mengandung
midazolam HCl yang digunakan untuk anestesi
dalam pra medikasi, induksi dan pemeliharaan
anestesi umum (bius total), sedasi basal dalam
prosedur diagnostik dan anestesi lokal. Sedacum
bekerja dengan cara memperlambat kerja otak
dan sistem saraf.
Post Operatif
No Nama Obat Dosis Rute Indikasi
1 Kalnex 30 mg IV Ketorolac adalah obat anti inflamasi nonsteroid
(OAINS). Penggunaan katerolac adalah untuk
inflamasi akut jangka waktu pendek meredakan
nyeri dan peradangan dengan tigkat keparahan
dari nyeri sedang sampai berat.

Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 3 November 2021

No Parameter Hasil Nilai normal


1 Hemoglobin 13.2 (g/dl) 13.0-18.0 g/dl
2 Leukosit 8.7 10^3/uL 4.00-10.00 10^3/uL
3 Eritrosit 4,87 10^6/uL 40.0-54.0 10^6/uL
4 Hematokrit 40% 40.0-54.0%
5 Trambosit 278 10^3/uL
150-450 10^3/uL
Elektrolit darah
1 Kalsium 1.40 mmol/L 1.12-1.32 mmol
2 Natrium 134 mmol/L 136-146 mmol
3 Kalium 3.8 mmol/L 3.5-5.1 mmol
4 SGOT (AST) 16 U/L 40 U/L
5 SGPT (ALT) 40 U/L 41 U/L
6 Ureum darah 32.9 mg/dL 16.6-48.6 mg/dL
7 PCR NEGATIF NEGATIF

Klungkung, 26 Juni
2023Mahasiswa
ANALISIS DATA

DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN


MASALAH
DATA OBYEKTIF PENYEBAB
Pre Operatif Kurang terpapar informasi Ansietas
DS :
Klien mengatakan Kekawatiran mengalami
khawatir karena akan di kegagalan
operasi
DO : Ancaman terhadap diri
1 Pasien tampak gelisah sendiri
2 Pasien tampak tegang
3 Persiapan operasi pasien Cemas
puasa selama 8 jam
sebelum dilakukan Ansietas
operasi laparatomi
ekslorasi.
4 Tersedia 1 kantong darah
5 TTV:
TD: 120/80 mmhg,,
Suhu/T : 36,7 0C
Nadi/HR : 98 x/mt,
Pernapasan/RR : 22 x/tm
Intra Operatif Tindakan Resiko Pendarahan
DS : - pembedahan
DO:
1. Pasien dilakukan Terputusnya kontinuitas
pembedahan laparatomi jaringan lunak
eksplorasi
2. pasien di berikan injeksi
sadakum (Bius total) 3
Perdaraha
mg meningkat
3. Pasien diberikan injeksi
fentanyl 50 mcg
4. Bius total (general
anastesi)
5. Terjadi pendarahan 100
CC
6. Pembedahan dilakukan
selama 1 jam
7. Sedia 1 kantong darah
8. Ditangan kiri dan kanan
terpasang infus 0.9% 20
cc/ tpm.
9. Pasien terpasang kateter
Post Operatif Kondisi pembedahan Nyeri Akut
DS:

Pasien mengatakan nyeri
pada bagian operasi Saat trauma
berpindah posisi, nyeri
seperti ditusuk-tusuk, 
muncul saat pasien
Penekanan pada sarap
berpindah posisi, 5-10 menit
DO: 
1. Skala nyeri 7
2. GCS E2 V2 M3 total 7 Reseptor Nyeri
(Samnolen)
3. Pasien tampak meringis
4. luka post operasi pada
bagian perut pasien
5. TTV:
TD: 110/70 mmhg,,
Suhu/T : 36,7 0C
Nadi/HR : 88 x/mt
Pernapasan/RR : 21 x/tm
PRIORITAS MASALAH

Pre Operatif
1. Ansietas berhubungan dengan krisis situsional ditandai dengan, Klien mengatakan
khawatir karena akan di operasi, Pasien tampak gelisah, Pasien tampak tegang,
Persiapan operasi pasien puasa selama 8 jam sebelum dilakukan operasi laparatomi
ekslorasi. Tersedia 1 kantong darah, TTV: TD: 120/80 mmhg, Suhu/T : 36,7 0C,
Nadi/HR : 98 x/mt, Pernapasan/RR : 22 x/tm
Intra Operatif
2. Resiko pendarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan di tandai dengan.
Pasien dilakukan pembedahan laparatomi eksplorasi, pasien di berikan injeksi
sadakum (Bius total) 3 mg, Pasien diberikan injeksi fentanyl 50 mcg, Bius total
(general anastesi), Terjadi pendarahan 100 CCPembedahan dilakukan selama 1 jam,
Sedia 1 kantong darah , Ditangan kiri dan kanan terpasang infus 0.9% 20 cc/ tpm.
Pasien terpasang kateter.
Post Operatif
3. Nyeri aku berhubungan dengan agen pencidera fisik ditandai dengan Pasien
mengatakan nyeri pada bagian operasi Saat berpindah posisi, nyeri seperti ditusuk-
tusuk, muncul saat pasien berpindah posisi, 5-10 menit, Skala nyeri 7, GCS E2 V2
M3 total 7 (Samnolen), Pasien tampak meringis, luka post operasi pada bagian perut
pasien, TTV: TD: 110/70 mmhg, Suhu/T : 36,7 0
C Nadi/HR : 88 x/mt
Pernapasan/RR : 21 x/tm
RENCANA KEPERAWATAN
Nama Pasien : Ny.Y
Ruang Rawat :
Perioperatif
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional
Pre Operatif Tujuan : 1. Identifikasi saat tingkat ansietas 1. Mengidentifikasi masalah yang di
Ansietas berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan berubah (misalnya kondisi, alami pasien
krisis situsional ditandai dengan, keperawatan 1 x 30 menit waktu stressor) 2. Bina hubungan saling percaya
Klien mengatakan khawatir karena diharapkan tingkat ansietas 2. Ciptakan suasana terapeutik antara perawat dan pasien
akan di operasi, Pasien tampak menurun untuk menumbuhan 3. Memberikan rasa nyaman pada
gelisah, Pasien tampak tegang, Kriteria hasil : kepercayaan pasien
Persiapan operasi pasien puasa 1. Perilaku gelisah menurun 3. Dengarkan dengan penuh 4. Memberikan rasa empati pada
selama 8 jam sebelum dilakukan (5) perhatian pasien
operasi laparatomi ekslorasi. 2. khawatir akibat kondisi 4. Gunakan pendekatan yang 5. Memberikan motivasi kepada
Tersedia 1 kantong darah, TTV: yang dihadapi menurun (5) tenang dan meyakinkan pasien
TD: 120/80 mmhg, Suhu/T : 36,7 3. Konsentrasi membaik (5) 5. Motivasi mengidentifikasi 6. Mengedukasi pasien untuk
0
C, Nadi/HR : 98 x/mt, situasi yang memicu kecemasan mengurangi kecemasan
Pernapasan/RR : 22 x/tm 6. Jelaskan prosedur, termasuk
sensasi yang mungkin dialami
Intra operatif Tujuan : 1. Monitor tanda dan gejala 1. Untuk mengetahui gejala
Resiko pendarahan berhubungan Setelah dilakukan tindakan perdarahan perdarahan
dengan tindakan pembedahan di keperawatan 1 x 1 jam 2. Monitor nilai 2. Untuk memhetahui nilai
tandai dengan. Pasien dilakukan diharapkan tingkat perdarahan hematokrit/hemoglobin hematokrit/hemoglobin sebelum
pembedahan laparatomi menurun menurun sebelum dan setelah kehilangan dan setelah kehilangan darah
eksplorasi, pasien di berikan Kriteria hasil : darah 3. Supaya perdarahan dapat diatasi
injeksi sadakum (Bius total) 3 mg, 1. Tidak ada perdarahan 3. Batasi tindakan invasif, jika 4. Berkerja sama dengan dokter
Pasien diberikan injeksi fentanyl 2. Mampu mencegah perlu dalam pemberian obat
50 mcg, Bius total (general pendarahan 4. Kolaborasi pemberian obat 5. Berkerja sama dengan dokter
anastesi), Terjadi pendarahan 100 3. Perdarahan pasca operasi pengontrol perdarahan, jika dalam pemberian darah
CCPembedahan dilakukan selama menurun perlu
1 jam, Sedia 1 kantong darah , 4. Hemoglobin membaik 5. Kolaborasi pemberian produk
Ditangan kiri dan kanan terpasang darah, jika perlu
infus 0.9% 20 cc/ tpm. Pasien
terpasang kateter.
Post Operatif Tujuan : 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, 1. Selalu memantau perkembangan
Nyeri aku berhubungan dengan Setelah dilakukan intervensi 1 durasi, frekuensi, kualitas, nyeri
agen pencidera fisik ditandai x 1 jam maka nyeri klien intensitas nyeri 2. Mencari tahu faktor memperberat
2. Identifikasi faktor yang dan memperingan nyeri agar
dengan Pasien mengatakan nyeri menurun, dengan
memperberat dan memperingan mempercepat proses kesembuhan.
pada bagian operasi Saat Kriteria Hasil : nyeri 3. Memberikan kondisi lingkungan
berpindah posisi, nyeri seperti 1. Melaporkan nyeri 3. Kontrol lingkungan yang yang nyaman untuk membantu
ditusuk-tusuk, muncul saat pasien terkontrol cukup baik memperberat rasa nyeri. meredakan nyeri
berpindah posisi, 5-10 menit, 2. Kemampuan mengenali 4. Berikan teknik nonfarmakologis 4. Salah satu cara mengurangi nyeri
Skala nyeri 7, GCS E2 V2 M3 onset nyeri cukup baik 5. Ajarkan teknik 5. Agar klien atau keluarga dapat
total 7 (Samnolen), Pasien tampak 3. Kemampuan mengenali nonfarmakologis untuk melakukan secara mandiri ketika
mengurangi rasa nyeri nyeri kambuh
meringis, luka post operasi pada penyebab Nyeri baik
6. Kaloborasi dengan pemberian 6. Bekerja sama dengan dokter dalam
bagian perut pasien, TTV: TD: 4. Kemampuan analgetik, pemberian dosis obat
110/70 mmhg, Suhu/T : 36,7 0C menggunakan teknik non-
Nadi/HR : 88 x/mt Pernapasan/RR farmakologi baik
: 21 x/tm
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Hari/Tanggal Tanda tangan dan


Implementasi Evaluasi (SOAP)
Jam Nama Perawat
Pre operatif 1. Mengidentifikasi saat tingkat S: Pasien mengatakan cemas yang dirasakan mulai
ansietas berubah (misalnya berkurang
Hari/tanggal Rabu kondisi, waktu stressor) O:
3 November 2021 2. Menciptakan suasana terapeutik - Pasien tampak lebih tenang
08:00 WIB untuk menumbuhan kepercayaan - Konsentrasi pasien mulai membaik
3. Mendengarkan dengan penuh - Perilaku gelisah mulai menurun
perhatian - TTV
(Cahyadi)
4. Menggunakan pendekatan yang TD: 120/80 mmhg,,
tenang dan meyakinkan Suhu/T : 36,7 0C
5. Memotivasi mengidentifikasi Nadi/HR : 98 x/mt
situasi yang memicu kecemasan Pernapasan/RR : 22 x/tm
6. Menjelaskan prosedur, termasuk A: Masalah Teratasi Sebagian
sensasi yang mungkin dialami P: Lanjutkan Intervensi 2,3,4
Intra Operatif 1. Memonitor tanda dan gejala S: -
perdarahan O:
Hari/Tanggal Rabu 2. Memonitor nilai hematokrit/ - Terjadi perdarahan 100 CC
3 November 2021 hemoglobin sebelum dan setelah - Ditangan kiri dan kanan terpasang infus 0.9% 20
08:30 WIB kehilangan darah cc/ tpm.
3. Membatasi tindakan invasif, jika - Terpasang drain 2 jalur (Cahyadi)
perlu - Terpasang Ventilator
4. Berkolaborasi pemberian obat - Pasien terpasang keteter
pengontrol perdarahan, Kalnex 30 - Hemoglobin 12.1 (g/dl)
mg - Breathing
5. Berkolaborasi pemberian produk Gerakan dinding dada simetris, irama nafas
darah, jika perlu teratur, pola nafas teratur, suara nafas
vesikuler, saturasi O2 98%, RR : 21 x/menit
- Circulation
Tekanan darah: 110/70 mmHg. Suhu tubuh
36,20C dan pernapasan/RR : 21 x/tm, Nadi 88
x/menit, terpasang infus NaCl 500 cc 20 tpm
A : Masalah Belum Teratasi
P: Lanjutkan Intervensi 1,2,dan 3
Post operatif 1. Mengidentifikasi lokasi, S: Pasien mengatakan masih ada nyeri pada bagian Post
karakteristik, durasi, frekuensi, operasi
Hari/Tanggal Rabu kualitas, intensitas nyeri O:
3 November 2021 2. Mengidentifikasi faktor yang
- S: skala nyeri 6
memperberat dan memperingan
10:00 WIB nyeri - Pasien masih tampak gelisah
3. Mengkontrol lingkungan yang - Pasien masih tampak meringis
memperberat rasa nyeri. - Pasien mampu menggunakan teknik non-
(Cahyadi)
4. Memberikan teknik farkologi
nonfarmakologis - Pasien mampu mengenali penyebab nyeri
5. Mengajarkan teknik - TTV
nonfarmakologis untuk mengurangi
TD: 110/70 mmhg,,
rasa nyeri
6. Berkaloborasi dengan pemberian Suhu/T : 36,7 0C
analgetik Nadi/HR : 88 x/mt
Pernapasan/RR : 21 x/tm
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi 3,4,5 dan 6
BAB 4
KESIMPULAN

.1 Kesimpulan
Abses apendiks adalah salah satu komplikasi dari apendisitis akut. Abses
apendiks merupakan kumpulan pus yang terletak di area peri-apendikular (fossa
illiaca kanan) yang merupakan akibat lanjutan dari apendisitis dan perforasinya.
Terbentuknya massa akibat inflamasi berupa phlegmon maupun abses terjadi
pada 2% - 6% penderita apendisitis. (Mulya, R. E. 2015).
Berbagai penyebab apendisitis seperti mucus dan feses yang mengeras
akan membentuk seperti batu (fecalith) yang akan menutup akses antara
apendiks dengan caecum. Obstruksi tersebut kemudian mnyebabkan gangguan
resistensi mukosa apendiks terhadap invasi mikroorganisme. Obstruksi ini akan
meningkatkan tekanan di dalam apendiks yang menghasilkan peningkatan
tekananan perforasi kapiler, gangguan pada drainase limfa dan vena yang dapat
menyebabkan iskemia. Iskemi dinding apendiks menyebabkan hilangnya
keutuhan epitel yang mempermudah invasi bakteri ke dinding apendiks. Bakteri
intestinal yang ada di dalam apendiks akan bermutiplikasi yang menyebabkan
rekruitmen leukosit, pembentukan pus dan tekanan intraluminal yang tinggi.
Dalam 24-36 jam, kondisi ini dapat makin parah karena thrombosis dari arteri
maupun vena apendiks mnyebabkan perforasi dan gangrene apendiks. (Mulya,
R. E. 2015).
.2 Saran
Dalam melakukan perawatan Periapendicular abses hendaknya dengan
hati-hati, cermat dan teliti serta selalu menjaga kesterilan alat, maka akan
mempercepat proses penyembuhan. Perawat perlu mengetahui tanda gejala,
perawat harus mampu mengetahui kondisi pasien secara keseluruhan sehingga
intervensi yang diberikan bermanfaat untuk kemampuan fungsional pasien,
perawat harus mampu berkolaborasi dengan tim kesehatan lain dan keluarga
untuk mendukung adanya proses keperawatan serta dalam pemberian asuhan
keperawatan diperlukan pemberian pendidikan kesehatan pada keluarga tentang
penyakit, penyebab, pencegahan, dan penanganan.
DAFTAR PUSTAKA

Anas, Kadrianti, E., & I. (2013). Pengaruh Tindakan Mobilisasi


Terhadap Penyembuhan Luka Post Operasi Usus Buntu (Appendicitis) Di RSI
Faisal Makassar.
Arifin, D. S. (2014). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Post
Operatif Apendiktomy et cause Appendisitis Acute.
Ariska, D. W., & Ali, M. S. (2019). Pengaruh Kebiasaan Konsumsi Junk
Food Terhadap Kejadiaan Obesitas Remaja. Jurnal Kesehatan Surya Mitra
Husada, 1–7.
Bickley Lynn S & Szilagyi Peter G. (2018). Buku Saku Pemeriksaan
Fisik & Riwayat Kesehatan (p. 49). p. 49.
Burkitt, and R. (2017). Appendicitis. In: Essential Surgery Problems,
Diagnosis, & Management . (4th ed.). London: Elsevier Ltd. .
Kiik, S. M. (2018). Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Waktu
Pemulihan Peristaltik Usus Pada Ruang ICU BPRSUD Labuang Baji
Makassar. Kapita Selekta Kedokteran (ketiga jil). Jakarta.
Mulya, R. E. (2015). Pemberian Mobilisasi Dini Terhadap Lamanya
Penyembuhan Luka Post Operasi Apendiktomi.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis
Berdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai Kasus.
Jogjakarta: Mediaction.
Potter, P., & Perry, A. (2014). Fundamentals of Nursing (7th ed.).
Philadelphia: Elsevier Ltd. PPNI, T. P. S. D. (2017).
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Kriteria Hasil, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
SATUAN ACARA PENYULUHAN

DISUSUN OLEH :
Nama : I Wayan Cahyadi
NIM : 223221329

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2023
SATUAN ACARA PENYULUHAN

I. Tujuan Instruksional
a. Tujuan Instruksional Umum (TIU)
Setelah mendapatkan penyuluhan selama 1 x 30 menit, pasien dan
keluarga memahami dan mampu menjelaskan tentang Manajemen Nyeri
b. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
Setelah mendapatkan penyuluhan, peserta mampu :
1. Menyebutkan pengertian Nyeri
2. Menyebutkan tujuan Manajemen Nyeri
3. Menyebutkan cara-cara sederhana mengatasi nyeri
4. Mendemontrasikan cara – cara mengatasi nyeri
II. Metode dan Media
a. Ceramah dan Tanya jawab
b. Leaflet
III. Kegiatan

Langkah - Kegiatan Kegiatan


No Waktu
langkah Penyuluhan Sasaran
1 Pendahuluan 5 menit  Memberi salam dan  Menjawab
memperkenalkan salam
diri  Mendengarkan
 Menjelaskan  Menjawab
maksud dan tujuan pertanyaan
penyuluhan
 Melakukan Evaluasi
Validasi
2 Penyajian 15 menit Menjelaskan materi  Mendengarkan
penyuluhan dengan seksama
mengenai :  Mengajukan
 Pengertian nyeri pertanyaan
 Tujuan manajemen
nyeri non
pharmacologis
 Cara – cara
sederhana mengatasi
nyeri
 Mendemontrasikan
cara – cara
mengatasi nyeri
3 Evaluasi 5 menit  Memberikan  Menjawab
pertanyaan akhir  mendemonstrasi
sebagai evaluasi kan
4 Penutup 5 menit  menyimpulkan  mendengarkan
bersama-sama hasil  menjawab
kegiatan penyuluhan salam
 menutup
penyuluhan dan
mengucapkan salam
IV Tugas Pengorganisasian
1) Moderator :
Moderator adalah orang yang bertindak sebagai penengah atau pemimpin
sidang (rapat,diskusi) yang menjadi pengarahan pada acara pembicara atau
pendiskusi masalah
Tugas:
1. Membuka acara penyuluhan.
2. Memperkenalkan diri.
3. Menjelaskan kontrak dan waktu disampaikan.
4. Menjelaskan kontrak dan waktu presentasi
5. Mengatur jalan diskusi
2) Penyaji :
Penyaji adalah menyajikan materi diskusi kepada peserta dan
memberitahukan kepada moderator agar moderator dapat memberi arahan
selanjutnya kepada peserta-peserta diskusinya.
Tugas :
1. Menyampaikan materi penyuluhan.
2. Mengevaluasi materi yang telah disampaikan.
3. Mengucapkan salam penutup.
3) Fasilitator : Cahyadi
Fasilitator adalah seseorang yang membantu sekelompok orang,
memahami tujuan bersama mereka dan membantu mereka membuat rencana
guna mencapai tujuan tersebut tanpa mengambil posisi tertentu dalam diskusi.
Tugas :
1. Memotivasi peserta untuk berperan aktif selama jalannya kegaiatan.
2. Memfasilitasi pelaksananan kegiatan dari awal sampai dengan akhir.
4) Simulator : Cahyadi
Simulator adalah seseorang yang bertugas untuk menyimulasikan suatu
peralatan kepada audience.
Tugas :
1. Memperagakan macam-macam gerakan.
5) Dokumentator : Cahyadi
Dokumentator adalah orang yang mendokumentasikan suatu kegiatan
yang berkaitan dengan foto, pengumpulan data, dan menyimpan kumpulan
dokumen pada saat kegiatan berlangsung agar dapat disimpan sebagai arsip.
Tugas :
1. Melakukan dokumentasi kegiatan penyuluhan dalam kegiatan pendidikan
kesehatan.
6) Notulen : Cahyadi
Notulen adalah sebutan tentang perjalanan suatu kegiatan penyuluhan,
seminar, diskusi, atau sidang yang dimulai dari awal sampai akhir acara. Ditulis
oleh seorang Notulis yang mencatat seperti mencatat hal-hal penting. Dan
mencatat segala pertanyaan dari peserta kegiatan.
Tugas :
1. Mencatat poin-poin penting pada saat penyuluhan berlangsung.
2. Mencatat pertanyaan-pertanyaan dari audience dalam kegiatan
penyuluhan.
V. Materi
a. Pengertian
1. Nyeri adalah suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan maupun
berat
2. Nyeri merupakan suatu ketidaknyamanan yang meningkat dan
sensasinya sangat subyektif, serta menimbulkan gangguan dan
perubahan aktifitas fisik, psikis yang meliputi emosi, pola fikir dan
sebagainya
b. Tujuan manajemen nyeri
1. Menangani nyeri akut atau kronis
2. Memberikan rasa nyaman
3. Mengurangi ketergantungan pasien pada obat-obatan penghilang
rasa sakit.
c. Cara sederhana mengatasi nyeri
1. Distraksi (Pengalihan pada hal-hal lain sehingga lupa terhadap nyeri
yang sedang dirasakan)
Contoh :
 Membayangkan hal-hal yang indah
 Membaca buku, Koran sesuai yang di sukai
 Mendengarkan musik, radio, dan lain-lain
2. Relaksasi
Tiga hal penting dalam relaksasi adalah :
a. Posisi yang tepat
b. Pikiran tenang
c. Lingkungan tenang

Teknik relaksasi:

a. Menarik nafas dalam


b. Keluarkan perlahan-lahan dan rasakan
c. Nafas beberapa kali dengan irama yang normal
d. Ulangi nafas dalam dengan konsentrasi pikiran
e. Setelah rileks, nafas pelan
3. Stimulasi Kulit
Strategi penghilang nyeri tanpa obat yang sederhana, yaitu dengan
menggosok kulit. Masase adalah stimulasi kutaneus tubuh secara umum,
sering dipusatkan pada punggung dan bahu. Masase dapat membuat
pasien lebih nyaman karena masase membuat relaksasi otot.
IV. Evaluasi
1. Sebutkan pengertian nyeri
2. Tujuan manajemen nyeri non pharmacologis
3. Sebutkan cara sederhana mengatasi nyeri
4. Mendemonstrasikan cara-cara mengatasi nyeri

Anda mungkin juga menyukai