disusun guna memenuhi tugas pada Program Studi Pendidikan Profesi Ners
(PSP2N) Stase Keperawatan Bedah
Oleh
NIM. 202311101027
UNIVERSITAS JEMBER
2021
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Tugas Program Studi Profesi Ners Stase Keperawatan Bedah yang disusun
oleh:
NIM : 202311101027
Hari :
Tangga :
Mengetahui,
Kepala Ruang Edelweis
RSD dr. Soebandi Jember
b. Fisiologi Apendiks
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke caecum. Hambatan aliran
lender di muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis appendicitis.
Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid
tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA.
Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun
demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena
jumlah jaringan limfosit disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di
saluran cerna dan di seluruh tubuh. Disimpulkan bahwa apendiks dapat berfungsi
sebagai semacam “rumah aman” bakteri, yang memungkinkan kelangsungan
hidup simbiosis flora selama serangan diare yang parah. Diare karena virus
gastroenteritis (rotavirus) dan malnutrisi, lazim terjadi di negara berkembang
(Haryono dan Utami, 2019).
1.2. Definisi Penyakit
Appendisitis akut merupakan inflamasi atau peradangan akibat infeksi
mikroorganisme yang masuk ke lapisan submukosa apendiks dan akhirnya
melibatkan seluruh lapisan dindingnya. Peradangan akut dapat menimbulkan
sumbatan lumen apendiks, sehingga menyebabkan bendungan darah vena dan
penutupan arteri. Hal ini mengakibatkan terjadinya gangren bagian ujung atau tempat
sumbatan yang terjadi (Wibowo dkk., 2020).
Appendisitis paling sering merupakan penyakit dengan presentasi akut,
biasanya dalam waktu 24 jam, tetapi bisa juga muncul sebagai kondisi yang lebih
kronis (Bhangu dkk., 2015). Appendisitis akut merupakan penyakit yang selalu
memerlukan terapi pembedahan karena jika tidak dilakukan pengangkatan akan
menyebabkan perforasi dan menyebabkan kontaminasi peritoneal (Merdawati dan
Malini, 2019).
1.3. Epidemiologi
Apendisitis paling sering terjadi antara 5-45 tahun dengan usia rata-rata 28
tahun. Insidennya sekitar 233/ 100.000 orang dengan jenis kelamin laki-laki memiliki
kecenderungan yang sedikit lebih tinggi untuk mengembangkan apendisitis akut
dibandingkan dengan perempuan, dengan kejadian seumur hidup sebesar 8,6% untuk
pria dan 6,7% untuk wanita. Ada sekitar 300.000 kunjungan rumah sakit setiap tahun
di Amerika Serikat untuk masalah yang berhubungan dengan usus buntu (Jones,
2020).
1.4. Etiologi
Appendisitis akut dapat disebabkan oleh infeksi bakteri. Sumbatan pada lumen
appendiks merupakan faktor utama yang dapat mempengaruhi appendisitis. Sumbatan
tersebut diakibatkan karena adanya hiperplasia jaringan limfa, fekalit, tumor
apendiks, dan cacing askariasis (Merdawati dan Malini, 2019). Penyebab lain dari
appendicitis akut ialah erosi mukosa apendiks yang diakibatkan oleh parasite seperti
E. histolytica. Kebiasaan makan makanan rendah serat dan terjadinya konstipasi juga
dapat memicu timbulnya appendicitis. Konstipasi akan meningkatkan tekanan
intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatan
pertumbuhan parasite (James, 2017).
Apendisitis akut disebabkan oleh proses radang bakteria yang dicetuskan oleh
beberapa faktor pencetus. Ada beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang
apendiks, diantaranya :
4. Faktor Ras dan Diet Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola
makanan sehari – hari.
5. Faktor Infeksi Saluran Pernapasan Setelah mendapat penyakit saluran
pernapasan akut terutama epidemi influenza dan pneumonitis, jumlah kasus
appendiksitis ini meningkat.
2) Anoreksia.
3) Mual..
4) Muntah (tanda awal yang umum, kurang umum pada anak yang lebih besar).
6) Nyeri lepas.
8) Konstipasi.
9) Diare.
10) Disuria.
11) Iritabilitas.
12) Gejala berkembang cepat, kondisi dapat didiagnosis dalam 4 sampai 6 jam setelah
munculnya gejala pertama.
1.6. Patofisiologi
Peradangan
Obstruksi lumen
Efek anastesi apendiks, sekresi mukus
berlebih, koloni bakteri di Reseptor
apendiks syaraf nyeri
Kekuatan otot Peristaltik usus Intra-Operatif
Menurun menurun Infeksi pada apendiks Nyeri Akut
Apendisitis
Distensi Abdomen Gangguan
Risiko Jatuh pusat kontrol
suhu
Tekanan intralumen Tindakan invasif Lumen apendiks pecah
meningkat Pembedahan
Suhu naik
Aliran arteri terganggu
Pintu masuk
Mual/ muntah kuman Infark dinding apendiks Hipertermi
Nyeri Akut
1.7. Pemeriksaan Penunjang
Menururt (Diyono, 2016) adapun pemeriksaan penunjang untuk
menegakkan appendicitis akut adalah sebagai berikut :
1. Gejala appendicitis ditegakkan dengan anamnesa, ada 4 hal yang penting
adalah :
a. Nyeri mula – mula di epigastrium (nyeri visceral) yang beberapa waktu
kemudian menjalar ke perut kanan bawah.
b. Muntah oleh karena nyeri visceral.
c. Panas (karena kuman yang menetap di dinding usus).
d. Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak
sakit, menghindarkan pergerakan di perut terasa nyeri.
a. Lokalisasi. terdapat nyeri tekan pada titik Mc. Burney. Dimana ketika
dilakukan palpasi didapatkan nyeri tekan kuadran kanan bawah / titik Mc.
Burney.
b. Rebound tenderness (nyeri lepas tekan) adalah nyeri yang hebat pada
kuadran kanan bawah sesaat setelah diberikan tekanan yang perlahan dan
dalam kemudian dilepaskan secara tiba-tiba.
c. Rovsing sign adalah nyeri abdomen bagian kuadran kana bawah yang
dirasakan apabila dilakuka penekana pada bagian kiri bawah perut.
d. Psoas sign terjadi karena terdapat rangsang muskulus psoas oleh
peradangan yang terjadi di apendiks.
e. Obturator sign merupakan nyeri yang timbul ketika panggul serta lutut
difleksikan kemudian dirotasikan ke arah dalam dan luar secara pasif, hal
itu menunjukkan letak peradangan berada di hipogastrium.
f. Tes Rectal, pada pemeriksaan rectal tocher akan teraba benjolan dan penderita
merasa nyeri pada daerah prolitomi
3. Laboratorium
a. Pemeriksaan darah
1) Leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut terutama pada
kasus dengan komplikasi
2) Pasa appendicular infiltrat, LED akan meningkat.
b. Pemeriksaan urin untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di
dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan
diagnosis banding seperti, infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang
mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan appendicitis.
4. Radiologi
a. Foto polos abdomen
Pada appendicitis akut yang terjadi lambat dan telah terjadi komplikasi
(misalnya peritonitis) tampak :
1) Scoliosis ke kanan.
2) Psoas shadow tak tampak.
3) Bayangan gas usus kanan bawah tak tampak
4) Garis retroperitoneal fat sisi kanan tubuh tak tampak
5) 5% dari penderita menunjukkan fecalith radio-opak.
b. USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG,
terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat
dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik,
adnecitis dan sebagainya.
c. Barium enema
Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon
melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi – komplikasi
dari appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan
diagnosis banding.
d. CT-Scan
Dapat menunjukkan tanda – tanda dari appendicitis. Selain itu, juga dapat
menunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti bila terjadi abses.
e. Laparoscopi
Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang
dimasukkan dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara
langsung. Teknik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada
saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada appendix maka
pada saat itu juga dapat langsung dilakukan pengangkatan appendix
(appendectomy).
1.8. Penatalaksanaan
Menurut Ramon et al, (2016) manajemen apendisitis dibagi menjadi 3 yakni
sebelum operasi, saat operasi dan pasca operasi. adapun penatalaksanaan tersebut
adalah:
1. Pre-Operatif
a) Pemasangan sonde lambung untuk dekmopresi
b) Pemasangan kateter untuk control produksi urin.
c) Rehidrasi.
d) Berikan antibiotic dan cairan intravena sampai pembedahan dilakukan.
antibiotik telah diusulkan sebagai pengobatan tunggal untuk apendisitis
tanpa komplikasi. Sebagian besar protokol pengobatan termasuk rangkaian
awal antibiotik intravena selama 1-3 hari, diikuti dengan antibiotik oral
selama 7 hari. Biasanya, kombinasi dari sefalosporin dan tinidazol atau
penisilin spektrum luas yang dikombinasikan dengan betalaktam. Inhibitor
sedang diberikan.
e) Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil, largaktil
untuk membuka pembuluh – pembuluh darah perifer diberikan setelah
rehidrasi tercapai.
f) Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi.
g) Pengkajian dan Pemeriksaan lainnya
1. Pengkajian Skor Alvaradz Score untuk menentukan dugaan diagnostik
apendisitis
Tabel. Alvaradz Score
The Modified Alvarado Score Skor
Gejala Perpindahan nyeri ulu hati ke perut kanan bawah 1
Mual muntah 1
Anoreksia 1
Tanda Nyeri perut kanan bawah 2
Nyeri tepis 1
Demam diatas 37,5°C 1
Pemeriksaan Leukositosit 2
Laboratoriu Hitung jenis leukosit shift to the left 1
m
Total 10
Interpretasi
1-4 : sangat mungkin bukan apendisitis akut
5-7 : sangat mungkin apendisitis akut
8-10: pasti apendisitis akut
Sumber:
Liang MK et al. 2015. The Appendix in Schwartz’s Principles of Surgery, 10th
ed. New York United Stated: Mc Graw Hill education p:1241-1259
Interpretasi:
Total skor 4-8 : kecemasan ringan
Total skor 9-14 : kecemasan sedang
Total skor 15-20 : kecemasan berat
Referensi:
1. Moerman, N.; Oosting, H. 1996. The Amsterdam
Scale (APAIS). Anesth Analg. 82: 445–451.
2. Usnadi, Udi; U.Rahayu; A.Praptiwi. 2018. Kecemasan
Preoperasi pada Pasien di Unit One Day Surgery (ODS). JKA.
6(1): 75-87.
2. Intra Operatif.
a) Appendiktomi
b) Appendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas, maka abdomen
dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.
c) Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV, massanya mungkin mengecil
atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari.
Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif sesudah 6 minggu
sampai 3 bulan.
a. Pada fase intra-operatif dilakukan pengkajian mengenai 3 bagian penting
yakni Sign In (sebelum anastesi), Time Out (sebelum insisi) Sign Out
(sebelum meninggalkan kamar operasi) (Brunner & Suddarth, 2018). Dalam
hal ini WHO memiliki standar keselamatan pasien operasi yang dinamakan
Safety Surgery Checklist (SSC) (Klase dkk, 2016).
3. Post Operatif
a) Observasi TTV.
b) Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan
lambung dapat dicegah.
c) Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.
d) Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama
pasien dipuasakan.
e) Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi, puasa
dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal.
f) Berikan minum mulai15 ml/jam selama 4 – 5 jam lalu naikkan menjadi
30 ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari
berikutnya diberikan makanan lunak.
g) Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat
tidur selama 2×30 menit.
h) Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.
i) Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang
j) Pengkajian dan Pemeriksaan lainnya
Evaluasi setelah operasi, menilai dampak anestesi yang dilakukan
sebelumnya. Pemeriksaan/ penilaian tersebut antara lain adalah Aldrete
dan Bromage (Brunner & Suddarth, 2018).
1) Aldrete
Penilaian waktu pulih dari anestesi general/ umum selama
setiap 5 menit sampai tercapai minimal nilai 8. Selanjutnya
pasien akan dipindahkan ke ruang perawatan ketika nilai
mencapai >8.
3. Defisit pengetahuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Edukasi prosedur tindakan (1.12442):
(D.0111) b.d kurang selama 1x24 jam, defisit pengetahuan Definisi:
terpapar informasi terkait pada pasien dapat teratasi, dengan Memberikan informasi tentang tindakan yang akan
dilakukan kepada pasien, baik bertujuan untuk
prosedur operasi kriteria hasil: diagnostik maupun untuk terapi
No. Masalah Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
Intra Operatif (SDKI)
1. Risiko infeksi (D.0142) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencegahan Infeksi (1.14539):
b.d efek prosedur invasive selama 1x24 jam, resiko infeksi pada Definisi:
pasien dapat teratasi, dengan kriteria Mengidentifikasi dan menurunkan risiko terserang
hasil: organisme patogenik.
Tindakan:
Kontrol resiko (L.14128): 1) Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
sistemik
Indikator Skor Skor 2) Batasi jumlah pengunjung
saat yang 3) Cuci tangan sebelum dan sesudan kontak dengan
ini dicapai pasien dan lingkungan pasien
4) Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko
Mengidentifikasi 2 5 tinggi
faktor resiko 5) Anjurkan peningkatan asupan nutrisi
infeksi 6) Anjurkan peningkatkan asupan cairan
Kemampuan 2 5
melakukan
strategi kontrol
resiko
Kemampuan 2 5
merubah perilaku
Menghindari 2 5
faktor resiko
terkait infeksi
No. Masalah Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
Post Operatif
1. Nyeri akut (D0077) b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nyeri (1.08238):
agen pecedera fisik: proses selama 2x24 jam nyeri akut pada pasien Definisi:
penyembuhan luka, dapat berkurang, dengan kriteria hasil: Mengidentifikasi dan mengolah pengalaman sensorik
atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
prosedur operasi
Kontrol nyeri (L.08063): jaringan aktual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan
hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
Tindakan:
1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri, skala nyeri, respon nyeri
non verbal dan faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
2) Ajarkan teknik nonfarmakologis ((mis. TENS,
hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback,
terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi
bermain dan teknik massase punggung)
3) Fasilitasi istirahat dan tidur
4) Edukasi penyebab, periode dan pemicu nyeri
Indikator Skor Skor
saat yang
ini dicapai
Melaporkan nyeri 2 5
terkontrol
Kemampuan 2 5
mengenali
penyebab nyeri
Kemampua 2 5
n
penggunaan
teknik non
farmakologi
Keluhan nyeri 4 1
Terapi Relaksasi (1.09326):
Tingkat Nyeri (L.08066): Definisi:
Menggunakan teknik peregangan untuk mengurangi
Indikator Skor Skor tanda dan gejala ketidaknyamanan seperti nyeri,
saat yang ketegangan otot dan kecemasan.
ini dicapai
Keluhan nyeri 2 5 Tindakan:
Frekuensi nafas 2 5 1) Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif
Tekanan darah 2 5 digunakan
2) Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan jenis,
relaksasi yang tersedia (mis. music, meditasi,
napas dalam, relaksasi otot progresif)
3) Anjurkan sering mengulang atau melatih teknik
yang dipilih
4) Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi (mis.
napas dalam, pereganganm atau imajinasi
terbimbing)
2. Risiko infeksi (D.0142) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan area insisi (1.14558):
b.d luka efek prosedur selama 1x24 jam, resiko infeksi pada Definisi:
invasive pasien dapat teratasi, dengan kriteria Mengidentifikasi dan meningkatkan penyembuhan
luka yang ditutup dengan jahitan, klip atau staples.
hasil:
Tindakan:
Kontrol resiko (L.14128): 1) Periksa lokasi insisi adanya kemerahan, bengkak
atau tanda dehisen atau eviserasi
2) Monitor proses penyembuhan area insisi
3) Monitor tanda dan gejala infeksi
Indikator Skor Skor
saat yang
ini dicapai 4) Jelaskan kepada pasien dengan menggunakan alat
Mengidentifikasi 2 5 bantu
faktor resiko 5) Bersihkan area insisi denan pembersih yang tepat
infeksi 6) Usapkan area insisi dari area yang bersih menuju
Kemampuan 2 5 area yang kurang bersih
melakukan 7) Berikan salep antiseptik
strategi kontrol 8) Ganti balutan luka sesuai jadwal
resiko 9) Ajarkan cara merawat area insisi
Kemampuan 2 5 10) Ajarkan meminimalkan tekanan pada daerah
merubah perilaku insisi.
Menghindari 2 5
faktor resiko
terkait infeksi
3. Gangguan intregritas Setelah diberikan asuhan keperawatan Perawatan area insisi (1.14558):
jaringan (D.0129) b.d selama ... x24 jam, integritas kulit dapat Definisi:
tindakan pembedahan Mengidentifikasi dan meningkatkan penyembuhan
membaik. luka yang ditutup dengan jahitan, klip atau staples.
Tindakan:
Kriteria Hasil: 1. Periksa lokasi insisi adanya kemerahan, bengkak
atau tanda dehisen atau eviserasi
2. Monitor proses penyembuhan area insisi
Integritas jaringan (L.14125)
3. Monitor tanda dan gejala infeksi
4. Jelaskan kepada pasien dengan menggunakan alat
bantu
5. Bersihkan area insisi denan pembersih yang tepat
6. Usapkan area insisi dari area yang bersih menuju
area yang kurang bersih
Kerusakan 1 5
jaringan 7. Berikan salep antiseptik
Kemerahan 2 5 8. Ganti balutan luka sesuai jadwal
Nyeri 2 5 9. Ajarkan cara merawat area insisi
10. Ajarkan meminimalkan tekanan pada daerah
Perfuji jaringan 1 5
insisi.
Suhu kulit 1 5
2.4. Evaluasi
Evaluasi keperawatan dilakukan secara sistematis dan periodik setelah klien
diberikan intervensi dengan berdasarkan pada berdasarkan pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi keperawatan, dan implementasi keperawatan. Evaluasi
keperawatan ditulis dengan format SOAP, yaitu:
1. S (subjektif) yaitu respon klien setelah dilakukan tindakan keperawatan.
2. O (objektif) yaitu data klien yang diperoleh oleh perawat setelah dilakukan
tindakan keperawatan.
3. A (analisis) yaitu masalah keperawatan pada klien apakah sudah teratasi,
teratasi sebagian, belum teratasi, atau timbul masalah keperawatan baru
4. P (planning) yaitu rencana intervensi dihentikan, dilanjutkan, ditambah, atau
dimodifikasi
Di Saverio, S., dkk. 2016. WSES jerusalem guidelines for diagnosis and treatment
of acute appendicitis. World Journal of Emergency Surgery. 11(1):1–25.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI) Edisi 1. Jakarta: Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI) Edisi 1. Jakarta: Persatuan Perawat Nasional Indonesia.