Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN PENDAHULUAN

APENDIKSITIS

OLEH:

NI PUTU TRI PRAMANA SANDI SUANDA, S.Kep


NIM. C2221130

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES BINA USADA BALI
2021
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA PASIEN DENGAN APENDIKSITIS DI RUANG
WARD II RUMAH SAKIT BIMC KUTA
TANGGAL 17 – 20 MEI 2021

Diajukan Oleh:

NI PUTU TRI PRAMANA SANDI SUANDA,S.Kep


NIM. C2221130

Preseptor Klinik Preseptor Akademik

Ns. Ni Made Sarastini, S.Kep Ns. Ni Made Ririn Sri Wulandari, S.Kep., M.Kep
NIP: 1220900003 NIDN: 0809119002

Mengetahui,
STIKES Bina Usada Bali
Ka. Prodi Profesi Ners

Ns. I Putu Artha Wijaya, S.Kep., M.Kep


NIDN: 0821058603
LAPORAN PENDAHULUAN
APENDIKSITIS

A. LAPORAN PENDAHULUAN (TINJAUAN TEORI)


1. DEFINISI
Appendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau
umbai cacing ( apendiks ). Usus buntu sebenarnya adalah sekum (caecum).
Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan
tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya
berbahaya ( Wim de Jong et al, 2010). Apendisitis merupakan inflamasi
akut pada apendisitis verniformis dan merupakan penyebab paling umum
untuk bedah abdomen darurat (Brunner & Suddarth, 2014).
Peradangan apendiks yang mengenai semua lapisan dinding organ,
dimana patogenis utamanya diduga karena obstruksi pada lumen yang
disebabkan oleh fekalit (feses keras yang terutama disebabkan oleh serat).
Usus buntu atau apendis merupakan bagian usus yang terletak
dalam pencernaan. Untuk fungsinya secara ilmiah belum diketahui secara
pasti, namun usus buntu ini terkadang banyak sekali sel-sel yang berfungsi
untuk mempertahankan atau imunitas tubuh. Dan bila bagian usus ini
mengalami infeksi akan sangat terasa sakit yang luar biasa bagi
penderitanya (Saydam Gozali, 2011).
Jadi, dari referensi diatas yang di maksud dengan
apendisitismerupakan suatu peradangan pada bagian usus (Caecum) yang
disebabkan karena ada obstruksi yang mengharuskan dilakukannya
tindakan bedah.

2. ANATOMI FISIOLOGI
a. Anatomi
Appendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan
panjang kira-kira 10 cm dan berpangkal pada sekum. Appendiks pertama
kali tampak saat perkembangan embriologi minggu ke delapan yaitu
bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat antenatal dan postnatal,
pertumbuhan dari sekum yang berlebih akan menjadi appendiks yang
akan berpindah dari medial menuju katup ileocaecal.
Pada bayi appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkal
dan menyempit kearah ujung. Keadaan ini menjadi sebab rendahnya
insidens Apendisitis pada usia tersebut. Appendiks memiliki lumen
sempit di bagian proksimal dan melebar pada bagian distal. Pada
appendiks terdapat tiga tanea coli yang menyatu dipersambungan sekum
dan berguna untuk mendeteksi posisi appendiks. Gejala klinik
Apendisitis ditentukan oleh letak appendiks. Posisi appendiks adalah
retrocaecal (di belakang sekum) 65,28%, pelvic (panggul) 31,01%,
subcaecal (di bawah sekum) 2,26%, preileal (di depan usus halus) 1%,
dan postileal (di belakang usus halus) 0,4%, seperti terlihat pada gambar
dibawah ini.

Appendiks pada saluran pencernaan (Gambar 2.1)


           Posisi Appendiks (Gambar 2.2)
b. Fisiologi
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu
secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke
sekum. Hambatan aliran lendir di muara appendiks tampaknya berperan
pada patogenesis Apendisitis. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan
oleh Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang terdapat disepanjang
saluran cerna termasuk appendiks ialah Imunoglobulin A (Ig-A).
Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi yaitu
mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus, serta mencegah penetrasi
enterotoksin dan antigen intestinal lainnya. Namun, pengangkatan
appendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan
sedikit sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan
seluruh tubuh. (Tsamsuhidajat & Wim de jong, 2010).

3. ETIOLOGI/ PREDISPOSISI
Penyebab terjadinya apendisitis dapat terjadi karena adanya
makanan keras yang masuk ke dalam usus buntu dan tidak bisa keluar lagi.
Setelah isi usus tercemar dan usus meradang timbulah kuman-kuman yang
dapat memperparah keadaan tadi (Saydam Gozali, 2011).
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri. Berbagai hal sebagai
faktor pencetusnya:
a. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai
faktor pencetus disamping hyperplasia jaringan limfe, tumor apendiks
dan cacing askaris.
b. Penyebab lain penyebab apendiks karena parasit seperti E. hystolitica.
c. Penelitian Epidemiologi mengatakan peran kebiasaan makan makanan
yang rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya
apendisitis. Konstipasi akan menarik bagian intrasekal, yang berakibat
timbulnya tekanan intrasekal dan terjadi penyumbatan sehingga
meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon (R Tsamsuhidajat & Wim
De jong, 2010).
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi
ada factor prediposisi yaitu:
a. Factor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi
ini terjadi karena:
1) Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
2) Adanya fekolit dalam lumen appendiks
3) Adanya benda asing seperti biji-bijian
4) Striktur lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
b.Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
Streptococcus..
c. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30
tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan
limpoid pada masa tersebut.
d. Tergantung pada bentuk apendiks:
1) Appendiks yang terlalu panjang
2) Massa appendiks yang pendek
3) Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
4) Kelainan katup di pangkal appendiks (Nuzulul, 2009).
Jadi, berdasarkan referensi diatas yang menyebabkan terjadinya
apendisitis yaitu disebabkan oleh adanya obstruksi yang diakibatkan juga
karena gaya hidup manusia yang kurang dalam mengkonsumsi makanan
tinggi serat.

4. MANIFESTASI KLINIS/ TANDA DAN GEJALA


Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang di dasari
dengan radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat,
disertai maupun tidak disertai rangsang peritoneum lokal. Gejala klasik
apendisitis adalah:
a. Nyeri visceral epigastrium.
b. Nafsu makan menurun.
c. Dalam beberapa jam nyeri pindah ke kanan bawah ke titik Mc Burney.
d. Kadang tidak terjadi nyeri tapi konstipasi.
e. Pada anak biasanya rewel, nafsu makan turun karena focus pada
nyerinya, muntah-muntah, lemah, latergik, pada bayi 80-90% apendisitis
terjadi perforasi (Tsamsuhidajat & Wong de jong, 2010).
Manisfestasi klinis lainya adalah:
a. Nyeri dikuadran kanan bawah disertai dengan demam ringan, dan
terkadang muntah kehilangan nafsu makan kerap dijumpai konstipasi
dapat terjadi.
b. Pada tiik Mc Burney (terletak diantara pertengahan umbilicus dan spina
anterior ileum), terasa nyeri tekan local dan kekakuan otot bagian bawah
rektus kanan.
c. Nyeri pantul dapat dijumpai lokasi apendiks menentukan kekuatan nyeri
tekan, spasme otot dan adanya diare atau konstipasi.
d. Jika apendiks pecah, nyeri lebih menyebar abdomen menjadi lebih
terdistensi akibat ileus paralitik dan kondisi memburuk.
(Brunner&Suddarth, 2014)
Jadi berdasarkan referensi diatas, manisfestasi yang sering
muncul pada kasus apendisitis adalah nyeri namun kadang bisa juga tanpa
nyeri namun terjadinya konstipasi. Pada anak-anak biasanya ditemukan data
yaitu nafsu makan menurun, terjadinya penurunan kesadaran hingga
terjadinya perforasi.

5. PATOFISIOLOGI
Apendiktomi biasanya disebabkan adanya penyumbatan lumen
apendiks yang dapat diakibatkan oleh fekalit/atau apendikolit, hiperplasia
limfoid, benda asing, parasit, mioplasma atau striktur karena fibrosir akibat
peradangan sebelumnya. Obstruksi lumen yang terjadi mendukung
perkembangan bakteri dan sekresi mukus sehingga menyebabkan distensi
lumen dan peningkatan tekanan dinding lumen. Tekanan yang meningkat
akan menghambat aliran limfe sehinngga menimbulkan edema, diapedesis
bakteri dan pulserasi mukosa. Pada saat tersebut, terjadi apendisitis akut fokal
yang ditandai oleh nyeri periumbilikal. Sekresi mukus yang terus berlanjut
dan tekanan yang terus meningkat menyebabkan obsruksi vena, peningkatan
edema, dan pertumbuhan bakteri yang menimbulkan radang. Peradangan
yang timbul meluas dan mengenai pritoneum sehingga timbul nyeri daerah
kanan bawah. ( Saditya 2014 )

6. PATHWAY
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG/ DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi: Akan tampak adanya tanda pembengkakan (swelling), rongga
perut dimana dinding perut tampak mengencang (distensi).
2) Palpasi: Dibagian perut kanan bawah akan terasa nyeri (Blumbeng
Sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis apendsitis akut.
3) Dengan tindakan tungkai dan paha kanan ditekuk kuat / tungkai di
angkat tingi-tinggi, maka rasa nyeri akan semakin parah (Psoas Sign).
4) Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin parah apabila
pemeriksaan dubur dan vagina terasa nyeri.
5) Suhu dubur atau rectal yang lebih tinggi dari suhu ketiak, lebih
menunjang lagi adanya radang usus buntu.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Kenaikan dari sel darah putih hingga sekitar 10.000-18.000/mm3 jika
terjadi peningkatan lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks telah
mengalami perforasi (pecah). SDP:Leukositosis diatas 12.000/mm3,
Neutrofil meningkat sampai 75%, Urinalisis: Normal, tetapi
eritrosit/leukosit mungkin ada.
c. Pemeriksaan Radiologi
1) Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit (jarang
membantu).
2) Ultrasonografi/USG
3) CT-Scan.
Berdasarkan referensi diatas, yang menjadi kunci tata laksana penentuan
diagnosa apendisitis yaitu dengan dilakukan pemeriksaan fisik yaitu salah
satunya dengan mempalpasi bagian perut bagian kanan bawah akan terjadi
blumbeng sign, lalu dengan memeriksa laboratorium dengan melihat
peningkatan leukosit dan pemeriksaan USG.
8. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan Medis
1) Pembedahan (konvensional atau laparaskopi) apabila diagnose
apendisitis telah ditegakan dan harus segera dilakukan untuk
mengurangi risiko perforasi.
2) Berikan obat antibiotik dan cairan IV sampai tindakan pemebedahan
dilakukan.
3) Agen analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakan.
4) Operasi (apendiktomi), bila diagnosa telah ditegakkan yang harus
dilakukan adalah operasi membuang apendiks (apendiktomi).
Penundaan apendiktomidengan cara pemberian antibiotik dapat
mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses apendiks dilakukan
drainage. (Brunner&Suddarth, 2014).
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Tujuan keperawatan mencakup upaya meredakan nyeri, mencegah
defisit volume cairan, mengatasi ansietas, mengurangi risiko infeksi
yang disebabkan oleh gangguan potensial atau aktual pada saluran
gastrointestinal, mempertahankan integritas kulit dan mencapai nutris
yang optimal.
2) Sebelum operasi, siapkan pasien untuk menjalani pembedahan, mulai
jalur Intra Vena berikan antibiotik, dan masukan selang nasogastrik
(bila terbukti ada ileus paralitik), jangan berikan laksatif.
3) Setelah operasi, posisikan pasien fowler tinggi, berikan analgetik
narkotik sesuai program, berikan cairan oral apabila dapat ditoleransi.
4) Jika drain terpasang di area insisi, pantau secara ketat adanya tanda-
tanda obstruksi usus halus, hemoragi sekunder atau abses sekunder.
(Brunner&Suddarth, 2014).
c. Penatalaksaan Keperawatan
Tatalaksana apendisitis pada kebanyakan kasus adalah
apendiktomi. Keterlambatan dalam tatalaksana dapat meningkatkan
kejadian perforasi. Teknik laparoskopi sudah terbukti menghasilkan nyeri
pasca bedah yang lebih sedikit, pemulihan yang lebih cepat dan angka
kejadian infeksi luka yang lebih rendah. Akan tetapi terdapat peningkatan
kejadian abses intra abdomen dan pemanjangan waktu operasi.
Laparoskopi itu dikerjakan untuk diagnosa dan terapi pada pasien dengan
akut abdomen, terutama pada wanita. (Rahayuningsih dan Dermawan,
2010).
Jadi berdasarkan pembahasan diatas, tindakan yang dapat
dilakukan terbagi dua yaitu tindakan medis yang mengacu pada tindakan
pembedahan/apendictomydan pemberian analgetik, dan tindakan
keperawatan yang mengacu pada pemenuhan kebutuhan klien sesuai
dengan kebutuhan klien untuk menunjang proses pemulihan.

B. KONSEP POST OP APPENDIKTOMI


1. Pengertian
Perawatan post operasi merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre dan
intra operatif yang dimulai saat klien diterima di ruang pemulihan/pasca
anastesi dan bearkhir sampai evaluasi selanjutnya
2. Patofisiologi

Mual & muntah Appendiks terinflamasi

Resiko tinggi Meningkatkan tekanan


kekurangan volume intraluminal
cairan
Menghambat aliran limfe

Ulserasi pada dinding mukosa

Gangren dan perforasi

appendektomy

Luka post op

Resiko tinggi infeksi Nyeri akut


C. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
Dalam proses keperawatan, ada lima tahap dimana tahap terebut
tidak dapat dipisahkan dan saling berhubungan. Tahap-tahap tersebut secara
bersama-sama membentuk pola pemikiran dan tindakan yang kontinu, yang
mengulangi kontak dengan pasien (Tarwoto & Wartonah, 2011).
Tahap-tahap dalam proses keperawatan tersebut adalah:
1. PENGKAJIAN
Merupakan tahap dinamis yang terorganisasi, dan meliputi tiga
aktivitas dasar, yang pertama mengumpulkan data secara sistematis; kedua
memilah dan mengatur data yag dikumpulkan dan ketiga
mendokumentasikan data dalam bentuk format yang dibuka kembali.
Data data diperoleh dari riwayat keperawatan, keluhan utama
pasien, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang atau tes diagnostic.
Dalam melakukan pengkajian diperlukan keahlian-keahlian seperti
wawancara, pemeriksaan fisik dan observasi. Hasil pengkajian tersebut
dikelompokan kembali menjada data subjektif dan objektif.
Ada beberapa cara dalam pengelompokan data, yaitu:
a. Berdasarkan sistem tubuh.
b. Berdasarkan kebutuhan dasar.
c. Berdasarkan teori keperawatan.
d. Berdasarkan pola kesehatan fungsional.
Jadi yang dimaksuk dengan pengkajian adalah tahap terorganisir
untuk mendapatkan sejumlah data berdasarkan hasil pemeriksaan fisik,
menanyakan keluhan dan berdasarkan dengan hasil pemeriksaan penunjang.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas mengenai
status kesehatan atau masalah actual atau risiko mengidentifikasi dan
menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi, mencegah atau
menghlangkan masalah kesehatan klien yang ada pada tanggung jawabnya
(Carpenito,1983 dalam Tarwoto & Wartonah, 2011).
Dilihat dari status kesehatan klien, diagnosa dapat dibedakan
menjadi actual, potensial, risiko dan kemungknan.
a. Aktual: Diagnosa keperawatan yang menggambarkan penilaian klinik
yang harus di validasi perawat karena ada batasan mayor. Contoh: Jalan
nafas tidak efektif karena adanya akumulasi secret.
b. Potensial: Diagnosa keperawatan yang menggambarkan kondisi klien ke
arah yang lebih positif (kekuatan pasien). Contoh: potensial peningkatan
status kesehatan klien berhubungan dengan intake nutrisi yang adekuat.
c. Risiko: Diagnosa keperawatan yang mengambarkan kondisi klinis
individu lebih rentan mengalami masalah. Contoh: Risiko infeksi
berhubungan denngan efek pembedahan.
d. Kemungkinan: Diagnosa keperawatan yang mengambarkan kondisi
klinis individu yang memerlukan data tambahan sebagai sebagai faktor
pendukung yang lebih akurat.
Jadi yang dimaksud dengan diagnosa keperawatan adalah
pernyataan yang jelas yang berkaitan dengan masalah yang didapat pada
pasien baik itu secara aktual, potensial, risiko atau kemungkinan.

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
Terdapat 4 hal yang harus diperhatikan:
a. Menentukan prioritas masalah
1) Berdasarkan hirarki Maslow, yaitu: Fisiologis,
keamanan/keselamatan, mencintai, harga diri dan aktualisasi diri.
2) Berdasarkan Griffith-Kenney, dengan urutan:
a) Ancaman kehidupan kesehatan.
b) Sumber daya dan dana tersedia.
c) Peran serta klien.
d) Prinsip ilmiah dan praktik keperawatan.
b. Menentukan tujuan
Dalam menentukan tujuan, digambarkan kondisi yang diharapkan
disertai jangka waktu.
c. Menentukan kriteria hasil
Terdapat hal-hal berikut yang diperhatikan:
1. Bersifat spesifik dalam hal isi dan waktu.
2. Bersifat realistic, dalam menentukan tujuan harus dipertimbangkan
faktor fisiologi/patologis.
3. Dapat diukur, pasien dapat menyebutkan tujuan dan dapat
mendemonstrasikan.
4. Mempertimbangkan keinginan dan keadaan pasien.
d. Merumuskan intervensi
Dengan mengacu pada Nursing Interventions Clasifikation (NIC) dan
Nursing Outcomes Clasification (NOC).
Jadi, yang dimaksud dengan intervensi keperawatan adalah
rencana tindakan untuk menghilangkan atau mencegah permasalahan
kesehatan yang dihadapi klien dengan berdasarkan prioritas masalah, tujuan
dan kriteria hasil dengan melihat acuan teori kebutuhan dasar
manusia/hirarki Maslow.

4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan
dalam rencana keperawatan. Tindakan mencakup tindakan mandiri dan
tindakan kolaborasi.
a. Tindakan mandiri (independen)
Adalah aktivitas perawatan yang didasarkan pada kesimpulan dan
keputusan sendiri bukan merupakan petunjuk atau perintah petugas
kesehatan lain.
b. Tindakan kolaborasi
Adalah tindakan yang dilakukan atas dasar hasil keputusan bersama,
seperti dokter dan petugas kesehatan lain.
Berdasarkan referensi diatas, implementasi merupakan tindakan
nyata yang dilakukan terhadap klien sesuai dengan intervensi yang telah
dibuat baik itu secara mandiri (independen) atau kolaborasi.
5. EVALUASI
Tujuan dari evaluasi adalah untuk mengetahui sejauh mana
perawatan dapat dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan
keperawatan yang diberikan.
langkah-langkah evaluasi sebagai berikut:
a. Daftar tujuan-tujuan pasien.
b. lakukan pengkajian apakah pasien dapat melakukan sesuatu.
c. Bandingkan antara tujuan dengan kemampuan pasien.
d. Diskusikan dengan pasien, apakah tujuan dapat tercapai atau tidak.
Melihat dari bahasan diatas, yang dimaksud dengan evaluasi
merupakan hasil pencapaian yang telah dilakukan dengan berdasarkan
kriteria hasil dan tujuan.

D. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN APPENDIKTOMI


1. PENGKAJIAN
Data yang diperoleh haruslah mampu menggambarkan status
kesehatan klien ataupun masalah utama yang dialami oleh klien. Dalam
melakukan pengkajian, diperlukan teknik khusus dari seorang perawat,
terutama dalam menggali data, yaitu dengan menggunakan komunikasi yang
efektif dan teknik terapeutik. (Tarwoto & Wartonah, 2011).
Adapun pemeriksaan yang dilakukan pada kasus apendisitis
berdasarkan NANDA (North American Nursing Diagnosis Association),
2015:
a. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi: Akan tampak adanya tanda pembengkakan (swelling),
rongga perut dimana dinding perut tampak mengencang (distensi).
Normal: Tidak tampak terjadinya distensi atau penegangan pada
abdomen.
2) Palpasi: Dibagian perut kanan bawah akan terasa nyeri (Blumbeng
Sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis apendsitis akut.
Normal: Tidak teraba atau klien tidak memberikan respon nyeri.
3) Dengan tindakan tungkai dan paha kanan ditekuk kuat / tungkai di
angkat tingi-tinggi, maka rasa nyeri akan semakin parah (Psoas Sign).
Normal: Jika dilakukan pemeriksaan ini, klien tidak akan merasa
nyeri.
4) Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin parah apabila
pemeriksaan dubur dan vagina terasa nyeri.
Normal: Jika dilakukan pemeriksaan ini, klien tidak akan merasa
nyeri.
5) Suhu dubur atau rectal yang lebih tinggi dari suhu ketiak, lebih
menunjang lagi adanya radang usus buntu.
Normal: Suhu ketiak lebih tinggi dibandng dengan suhu dubur ata
vagina.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Di lihat dari kenaikan leukosit 10.000-18.000/mm3, bila lebih maka
sudah terjadi perforasi.
Normal: Tidak terjadinya peningkatan leukosit melebihi batas normal.
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan USG
Normal: Tidak tampak ada peradangan pada bagian Mc. Burney.
2) Foto polos
Normal: Tidak tampak ada kelainan pada organ.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan diagnosa Apendiktomi yang menggunakan
pendekatan (NANDA, 2015):
a. Nyeri berhubungan dengan peradangan pada apendiks/post apendiks.
b. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi secret.
c. Hipertermi berhubungan dengan penyakit atau trauma insisi.
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksia.
e. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan Distensi abdomen.
f. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan terputusnya ujung
saraf.
g. Defisit perawatan diri berhubungan dengan adanya rasa nyeri post op.
h. Ansietas berhubungan dengan ketidaktahuan pasien terhadap
tindakan/penyakit.
i. Risiko infeksi berhubungan dengan adanya jalan masuk kuman melalui
luka insisi.
j. Risiko kekurangan cairan berhubungan dengan mual dan muntah.
k. Risiko ketidakefektifan gastrointestinal berhubungan dengan adanya
perforasi
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada apendiks/post apendiks.

NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1 Nyeri berhubungan dengan NOC: NIC
peradangan pada a. Pain level a. Pain management
apendiks/post apendiks. b. Pain Control 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
c. Comfort level komperehensif termasuk lokasi,
Batasan karakteristik: Kriteria Hasil: karakteristtik, durasi, frekuensi, kualitas dan
a. Perubahan selera makan a. Mampu mengontrol nyeri faktor presipitasi
b. Perubhana tekanan darah (tahu penyebab nyeri, mampu 2. Gunakan komunikasi terapeutik untuk
c. Perubahan frekuensi menggunakan tekhnik mengetahui pengalaman nyeri pasien,
jantung nonfarmakologis, mencari 3. Observasi reaksi nonverbal dari
d. Perubahan frekuensi bantuan), ketidaknyamanan
pernapasan b. Melaporkan nyeri berkurang 4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
e. Diaforesis dengan menggunakan 5. Evaluasi respon nyeri masa lampau
f. Perilaku distraksi manajemen nyeri, 6. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari
g. Mengekspresikan c. Mampu mengenali nyeri dan menemukan dukungan
perilaku (merengek, (skala, intensitas, frekuensi 7. Kontrol lingkungan yang dapat
menagis) dan tanda), mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
h. sikap tubuh melindungi d. Menyatakan rasa nyaman pencahayaan, dan kebisingan,
i. Gangguan tidur setelah nyer berkurang 8. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
j. Melaporkan nyeri secara menentukan intervensi
verbal 9. Ajarkan tekhnik non farmakologis (relaksasi
k. Perubahan posisi genggam jari)
b. Analgesik Admistration
1. Tentukan karakteristik, lokasi kualitas dan
derajat nyeri sebelum pemberian obat
2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis
dan frekuensi
3. Pilih analgesic yang diperlukan atau
kombinasi dari analgetik ketika pemberian
lebih dari satu
4. Tentukan pilihan anlgesik tergantung tipe
dan berat nyerinya
5. Tentukan anlgesik pilihan, rute pemberian
dan dosis optimal,
6. Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian anlgesik pertama kali
7. Berikan analgesic tepat waktu terutama
ketika nyeri.
8. Evaluasi efektivitas analgesic, tanda dan
gejala.

b. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi secret.


No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
2 Ketidakefektifan jalan NOC NIC
nafas berhubungan dengana. Respiratory status: Ventilation a. Airway Suction
akumulasi secret. b. Respiratory status: Airway 1. Pastikan kebutuhan oral dan trakeal
patency suctioning
Batasan karakteristik: Kriteria Hasil: 2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah
a. Tidak ada batuk a. Mendemonstrasikan batuk suction
b. Suara nafas tambahan efektif dan suara nafas yang 3. Informasikan ada pasien dan keluarga
c. Perubahan irama nafas bersih, tidak ada sianosis dan tentang suctioning
d. Sianosis dyspneu (mampu 4. Minta klien untuk nafas dalam sebelum
e. Kesulitan berbicara mengeluarkan sputum, mampu suctioning
f. Penurunan bunyi nafas bernafas dengan mudah, tidak 5. Berikan O2 melalui nasal untuk
g. Dispnea ada pursed lips) memfasilitasi suction nasotrakeal
h. Sputum dalam jumlah b. Menunjukan jalan nafas paten 6. Gunakan alat yang steril setiap melakukan
yang berlebih (klien tidak merasa tercekik, tindakan
i. Batuk tidak efektif irama nafas, frekuensi nafas 7. Anjuran klien untuk istirahat dan nafas
j. Ortopneu dalam rentag normal, tidak ada dalam setelah kateter dikeluarkan dari
k. Gelisah suara nafas abnormal) nasotrakeal
l. Mata terbuka lebar c. Mampu mengidentifikasi dan 8. Monitor status oksigen pasien
mencegah faktor yang dapat 9. Ajarkan keluarga cara melakukan suction
menghambatjalan nafas. b. Airway management
1. Buka jalan nafas, gunakan tekhnik chin lift
atau jaw trust
2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi
3. Identifikasi pasien bila perlunya
menggunakan alat bantu nafas buatan
4. Pasang mayo bila perlu
5. Lakukan fisioterapi dada bila perlu
c. Hipertermia berhubungan dengan penyakit atau trauma insisi
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi
3. Hipertermia berhubungan NOC : NIC
dengan penyakit atau trauma Thermoregulation a. Fever Treattment
insisi. 1. Monitor suhu sesering mungkin
Kriteria Hasil : 2. Monitor IWL
Batasan karakteristik : a. Suhu tubuh dalam rentang 3. Monitor warna dan suhu kulit
a. Konvulsi normal 4. Monitor tekanan darah, RR dan nadi
b. Kulit kemerahan b. Nadi dan RR dalam rentang 5. Monitor penurunan tingkat kesadaran
c. Peningkatan suhu tubuh normal 6. Monitor WBC, Hb, dan Hct
diatas kisaran normal c. Tidak ada perubahan warna 7. Monitor intake dan output
d. Kejang kulit dan tidak ada pusing 8. Berikan anti piretik
e. Takikardi 9. Berikan pengobatan untuk mengatasi
f. Takipnea demam
g. Kulit terasa hangat 10. Selimuti pasien
a. Temperature regulation
1. Monitor suhu minimal 2 jam
2. Rencanakan monitor suhu secara
kontinyu
3. Monitor TD, nadi dan RR
4. Monitor warna dan suhu kulit
5. Monitor tanda-tanda hipertermi dan
hipotermi
6. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
7. Selimuti pasien untuk mencegah
hilangnya kehangatan tubuh
8. Ajarkan kepada pasien untuk cara
mencegah keletihan akibat panas
9. Diskusikan tentang pentingnya
pengaturan suhu dan kemungkinan efek
negatif dari kedinginan
10. Beritahukan tentang indikasi terjadinya
keletihan dan penanganan emergency
yang diperlukan
11. Berikan anti piretik jika perlu
b. Vital sign monitor
1. Monitor TD, nadi, RR dan suhu
2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
3. Auskultasi TD pada kedua lengan lalu
bandingkan
4. Monitor TD, nadi, RR sebelum, selama
dan sesudah aktivitas
5. Monitor kualitas dari nadi
6. Monitor frekuensi dan irama dan
pernafasan
7. Monitor suara paru

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia


No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
4. Ketidakseimbangan nutrisi NOC NIC
kurang dari kebutuhan a. Nutritional status a. Nutrition management
berhubungan dengan b. Nutritional status : food and 1. Kaji adanya alergi makanan
anoreksia. fluid intake 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
c. Nutritional status : nutrient menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
Batasan karakteristik : intake weight control. dibutuhkan pasien
a. Kram abdomen 3. Anjurkan pasien untuk
b. Nyeri abdomen Kriteria hasil : meningkatkanprotein dan vitamin C
c. Menghindari makanan a. Adanya peningkatan berat 4. Berikan substansi gula
d. Berat badan 20% atau badan sesuai dengan tujuan 5. Yakinkan diet yang dimakan mengandung
lebih dibawah berat badan b. Berat badan sesuai dengan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
ideal tinggi badan 6. Berikan makanan yang terpilih (sudah
e. Kerapuhan kapiler c. Mampu mengidentifikasi dikonsultasikan dengan ahli gizi)
f. Diare kebutuhan nutrisi 7. Ajarkan pasien bagaimana membuat
g. Kehilangan rambut d. Tidak ada tanda-tanda mal catatan makanan harian
berlebihan nutrisi 8. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan
h. Bising usus hiperaktif e. Menunjukkan peningkatan kalori
i. Kurang makanan fungsi pengecapan dari 9. Kaji kemampuan pasien untuk
j. Kurang informasi menelan mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
k. Kurang minat pada f. Tidak terjadi penurunan berat b. Nutrition monitoring
makanan badan yang berarti 1. BB pasien dalam batas normal
l. Penurunan berat badan 2. Monitor adanya penurunan berat badan
dengan asupan makanan 3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang
adekuat biasa dilakukan
m. Tonus otot menurun 4. Monitor turgor kulit
n. Cepat kenyang setelah 5. Monitor kulit kering dan perubahan
makan pigmentasi
o. Sariawan rongga mulut 6. Jadwalkan pengobatan dan dan tindakan
tidak dilakukan pada saat jam makan
7. Monitor mual dan muntah
8. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
9. Monitor kemerahan, pucat dan kekeringan
jaringan konjungtiva
10. Monitor kalori dan intake nutrisi

e. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan Distensi abdomen.


No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
5 Gangguan rasa nyaman NOC NIC
berhubungan dengan Distensi a. Sleep deprivation a. Anxiety reduction
abdomen. b. Comort, readlines or enchanced. 1. Gunakan pendekatan yang menenangkan
2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap
Batasan karakteristik : Kriteria hasil : pelaku pasien
a. Ansietas a. Mampu mengontrol kecemasan 3. Jelaskan semua prosedur dan apa yang
b. Menangis b. Status lingkungan yang nyaman dirasakan selama prosedur
c. Gangguan pola tidur c. Mengontrol nyeri 4. Pahami perspektif pasien terhadap situasi
d. Takut d. Kualitas tidur dan istirahat stres
e. Ketidakmampuan untuk adekuat 5. Temani pasien untuk memberikan
rileks e. Agresi pengendalian diri keamanan dan mengurangi takut
f. Iritabilitas f. Respon terhadap pengobatan 6. Berikan obat untuk mengurangi kecemasan
g. Merintih g. Kontrol gejala
h. Melaporkan merasa dingin h. Status kenyamanan meningkat
i. Melaprkan merasa panas i. Support sosial
j. Melaporkan perasaan j. Keinginan untuk hidup
tidak nyaman
k. Melaporkan geja distress
l. Melaporkan rasa gatal
f.Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan terputusnya ujung saraf.
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
6 Kerusakan integritas jaringan NOC NIC
berhubungan dengan a. Tissue integrity: skin and a. Pressure ulcer prevention wound care
terputusnya ujung saraf. muccous 1. Anjurkan pasien untuk memakai pakaian
b. Wound healing: Primary and longgar
Batasan Karakteristik: secondary intention. 2. Jaga kulit agar tetap kering dan bersih
a. Kerusakan jaringan 3. Mobilisasi pasien setap 2 jam sekali
(Misal: kornea, membrane 4. leskan lotion atau minyak/baby oil pada
mukosa, integument, dan Kriteria Hasil: daerah yang tertekan
subkutan) a. Perfusi jaringan normal 5. Monitor kulit adanya kemerahan atau tidak
b. Kerusakan jaringan b. Tidak ada tanda-tanda infeksi 6. Monitor status nutrisi pasien
c. Ketebalan dan tekstur jaringan 7. Observasi luka
normal 8. Ajarkan keluarga tentang luka dan
d. Menunjukan pemahaman dalam perawatan luka
proses perbaikan kulit dan 9. Cegah kontaminasi feses dan urin
mencegah terjadinya cedere 10.Lakukan tekhik perawatan luka dengan
e. Menunjukan proses prinsip steril
penyembuhan luka 11.Berikan posisi yang mengurangi tekanan
pada luka
12.Hindari kerutan pada tempat tidur
13.Mandikan pasien dengan air hangat.

g. Defisit perawatan diri berhubungan dengan adanya rasa nyeri post op.
No Diagnosa Tujuan dan Kriteri Hasil Intervensi
7 Defisit perawatan diri NOC NIC
berhubungan dengan adanya a. Activity tolerenrancy a. Self Care Assistence: Bathing/Hygiene
rasa nyeri post op. b. mobility: physical impaired 1. Pertimbangkan budaya ketika
c. Self care deficit hygiene mempromosikan perawatan diri
Batasan Karakterisik: d. Sensory perception: auditory 2. Tempat handuk, deodorant dan
a. Ketidakmampuan dalam disturbed. kebutuhan mandi ditaruh disamping
mengakses kamar mandi Kriteria hasil tempat tidur atau kamar mandi.
b. Ketidakmampuan a. Perawatan diri ostomi: tindakan 3. Pertimbangkan usia pasien ketika
mengeringkan tubuh pribadi dalam mempertahan memromisan perawatan diri
c. Ketidakmampuan dalam ostomi untuk eliminasi 4. Menyediakan lngkungan yang
merasakan bagian tubuh b. Perawatan diri: aktivitas terapeutik dengan memastikan hangat,
d. Ketidakmampuan dalam perawatan fisik dan pribadi santai, dan personal
merasakan hubungan spasial secara mandiri 5. Memfasilitasi alat untuk menyikat gigi
e. Ketidakmampuan dalam c. Peawatan diri mandi: mampu klien
menjangkau sumber air untuk membersihkan diri sendiri 6. Memfasilitasi alat yang dibutuhkan
f. Ketidakampuan dalam secara mandiri untuk mandi
mengatur air mandi d. Perawatan diri hygiene 7. Memfasilitasi pemeliharaan rutin yang
g. Ketidkmampuan dalam e. Perawatan diri oral hygiene biasa pasien tidur, isyarat sebelum tidur
membasuh tubuh f. kebersihan. 8. Memberikan bantuan sampai pasien
sepenuhnya dapat mengansumsikan
perawatan diri.
h. Ansietas berhubungan dengan ketidaktahuan pasien terhadap tindakan/penyakit.
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
8 Ansietas berhubungan dengan NOC NIC
ketidaktahuan pasien terhadap a. Ansiety self-control a. Anxiety Reduction
tindakan/penyakit. b. Coping. 1. Gunakan pendekatan yang
Batasan karalteristik : Kriteria hasil : menenangkan
a. Perilaku : a. Klien mampu mengidentifikasi 2. Nyatakan dengan jelas harapan
1. Penurunan produktivitas dan mengungkapkan gejala terhadap pelaku pasien
2. Gerakan yang ireleven cemas 3. Jelaskan semua prosedur dan apa yang
3. Gelisah b. Mengidentifikasi, dirasakan selama prosedur
4. Melihat sepintas mengungkapkan dan 4. Temani pasien untuk memberikan
5. Insomnia menunjukkan teknik untuk ketenangan, keamanan dan mengurangi
6. Kontak mata yang buruk mengontrol cemas rasa takut
7. Mengekspresikan c. Vital sign dalam batas normal 5. Berikan obat untuk mengurangi
kekhawatir d. Postur tubuh, ekspresi wajah, kecemasan.
8. Tampak waspada bahasa tubuh dan aktivitas
menunjukkan
b. Affektif :
1. Gelisah
2. Kesedihan yang
mendalam
3. Ketakutan
4. Perasaan tidak adekuat
5. Berfokus pada diri sendiri
6. Peningkatan
kewaspadaan
7. Iritabilitas
8. Khawatir
Risiko infeksi berhubun

i. Risiko infeksi berhubungan dengan adanya jalan masuk kuman melalui luka insisi.
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
9 Risiko infeksi berhubungan NOC NIC
dengan adanya jalan masuk a. Imune status a. Infection control(kontrol infeksi)
kuman melalui luka insisi. b. Knowledge : infection control 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai
c. Risk control. pasien lain
Faktor-faktor resiko : 2. Pertahankan teknik isolasi
1. Penyakit kronis Kriteria hasil : 3. Batasi pengunjung bila perlu
2. Diabetes mellitus a. Klien bebas dari tanda dan 4. Gunakan sabun antimikrobia untuk
3. Obesitas gejala infeksi cuci tangan
4. Pengetahuan yang tidak cukup b. Mendeskripsikan proses 5. Cuci tangan setiap sebelum dan
untuk menghindari penularan penyakit, faktor yang sesudah tindakan keperawatan
pemanjanan patogen mempengaruhi penularan serta 6. Gunakan baju, sarung tangan sebagai
5. Pertahanan tubuh primer yang penatalaksanaannya alat pelindung
tidak adekuat c. Menunjukkan kemampuan 7. Pertahankan lingkungan aseptik selama
6. Ketidakadekuatan pertahanan untuk mencegah timbulnya pemasangan alat.
sekunder infeksi 8. Monitor tanda dan gejala infeksi
7. Imunosepresi (imunitas yang d. Jumlah leukosit dalam batas sistemik dan lokal
didapat tidak adekuat) normal 9. Monitor terhadap kerentanan infeksi
8. Penurunan haemoglobin e. Menunjukkan perilakku hidup 10. Batasi pengunjung
sehat 11. Dorong klien untuk mengonsumsi
antibiotic sesuai resep
12. Ajarkan pasein dan keluarga akan
tanda dan gejala infeksi
13. Ajarkan cara menghndari infeksi
14. Laporkan kecurigaan infeksi.

j. Risiko kekurangan cairan berhubungan dengan mual dan muntah.

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


10 Risiko kekurangan cairan NOC NIC
berhubungan dengan mual dan a. Fluid balance a. Fluid management
muntah. b. Hydration 1. Timbang popok atau pembalut jika
Batasan Karakteristik: c. Nutritional status : food and memungkinkan
a. Perubahan status mental fluid intake 2. Pertahankan catatan intake atau output
b. Penurunan tekanan darah yang akurat
c. Penurunan tekanan nadi 3. Monitor status hidrasi (kelembaban,
d. Penurunan volume nadi membran mukosa, nadi adekuat,
e. Penurunan turgor kulit Kriteria hasil : tekanan darah ortostatik), jika
f. Penurunan turgor lidah a. Mempertahankan urine output diperlukan
g. Penurunan haluaran urin sesuai dengan usia dan BB, BJ 4. Monitor vital sign
h. Penurunan pengisian vena urine normal, HT normal 5. Monitor masukan makanan/cairan dan
i. Membran mukosa kering b. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh hitung intake kalori harian
j. Kulit kering dalam batas normal 6. Kolaborasi cairan IV
k. Peningkatan hematokrit c. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, 7. Monitor status nutrisi
elastisitas turgor kulit baik, 8. Berikan cairan IV pada suhu ruangan
membran mukosa lembab, tidak 9. Dorong masukan oral
ada rasa haus yang berlebihan. 10. Berikan penggantian nasogastrik
sesuai output
b. Hypovolemia Management
1. Monitor status cairan termasuk intake
dan output cairan
2. Pelihara IV line
3. Monitor tingkat Hb dan hematokrit
4. Monitor tanda vital
5. Monitor respon pasien terhadap
penambahan cairan

k. Risiko ketidakefektifan gastrointestinal berhubungan dengan adanya perforasi.


No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
11 Risiko ketidakefektifan NOC NIC
gastrointestinal berhubungan a. Circulation status a. Tube care gastrointestinal
dengan adanya perforasi. b. Electrolite and acid 1. Monitor TTV
Faktor resiko : base balance 2. Monitor cairan dan elektrolit
a. Anemia c. Fluid balance 3. Monitor bising usus
b. Usia >60 tahun d. Hidration 4. Monitor irama jantung
c. Diabetes melitus e. Tissue perfusion : 5. Catat intake dan output secara akurat
d. Jenis kelamin wanita abdominal organs 6. Kaji tanda-tanda gangguan keseimbangan cairan
e. Varises gastroesofagus. Kriteria hasil : dan elektrolit sesuai instruksi dokter
a. Jumlah, warna, 7. Monitor diare
konsistensi, dan bau b. Bledding reduction gastrointestinal
feses dalam batas 1. Pantau tanda-tanda shock
normal 2. Ukur lngkar perut
b. Tidak ada nyeri perut 3. Memantau status cairan, termasuk inpu dan output
c. Bising usus normal 4. Hindari pemberian antikoagulan
d. Tekanan systole dan 5. Memantau studi koagulan, termasuk waktu
dyastole dalam protrombin
rentang normal 6. Berikan obat (missal: vasopressin)
e. Gangguan mental, 7. Menilai status gizi pasien
orientasi pengetahuan 8. Anjurkan pada keluarga atau klien menghindari
dan kekuatan otot penggunaan obat anti inflamasi (missal: aspirin,
normal ibuprofen)
f. Na, K, Cl, Ca, Mg, 9. Mengkoordinasikan konseling untuk pasien dan
dan biknat dalam batas keluarga (pendetaa, pecandu alcohol)
normal c. Bowel irrigation
g. Tidak ada bunyi naas d. Medication administration
tambahan
h. Intake output
seimbang
i. Membran mukosa
lembab
4. IMPLEMENTASI
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam
rencana keperawatan. Tindakan mencakup tindakan mandiri dan tindakan
kolaborasi. (Tarwoto & Wartonah, 2011).
Pada tahap ini perawat menggunakan semua kemampuan yang dimiliki
dalam melaksanakan tindakan keperawatan terhadap klien baik secara umum
maupun secara khusus pada klien post appendictomy pada pelaksanaan ini perawat
melakukan fungsinya secara independen. Interdependen dan dependen.

5. EVALUASI
Tujuan dari evaluasi adalah untuk mengetahui sejauh mana perawatan
dapat dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang
diberikan. (Tarwoto & Wartonah, 2011).
Untuk menentukan masalah teratasi, teratasi sebagian, tidak teratasi atau
muncul masalah baru adalah dengan cara membandingkan antara SOAP dengan
tujuan, kriteria hasil yang telah di tetapkan. Format evaluasi mengguanakan :
S : subjective adalah informasi yang berupa ungkapan yang didapat dari klien
setelah tindakan diperbaiki
O : objective adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian,
pengukuran, yang dilakukan oleh perawat setelah dilakukan tindakan
A : analisa adalah membandingkan antara inormasi subjektif dan objektif dengan
tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah teratasi,
masalah belum teratasi, masalah teratasi sebagian, atau muncul masalah baru.
P : planning adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan
berdasarkan hasil analisa, baik itu rencana diteruskan, dimodifikasi, dibatalkan
ada masalah baru, selesai (tujuan tercapai).
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Dermawan, Deden & Titik Rahayuningsih. 2010.Keparawatan Medikal Bedah (Sistem


Pencernaan). Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Doengoes, Marilynn E, Marry frances Moorhaose. 2014.Rencana asuhan Keperawatan.


Jakarta: EGC.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010.MetodologiPenelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Jurnal Kesehatan Keperawatan Vol 8, No. 1, Februari 2012.

Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogja: Mediaction
Publishing.

Prasetyo, Sigit Nian. 2010.Konsep Dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta: Graha
Ilmu.

Saydam, Gouzali, 2011. Memahami Berbagai Penyakit (Penyakit pernafasan dan


Gangguan Pencernaan). Bandung: Alfabeta.

T. Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru ; alih bahasa, Budi Anna Keliat. 2015.
Diagnosa Keperawatan; Definisi & klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC.

Tarwoto & Wartonah. 2011.Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.


Jakarta: Salemba Medika.

Tsamsuhidajat & Wim De jong.2010. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai