APENDIKSITIS
OLEH:
Diajukan Oleh:
Ns. Ni Made Sarastini, S.Kep Ns. Ni Made Ririn Sri Wulandari, S.Kep., M.Kep
NIP: 1220900003 NIDN: 0809119002
Mengetahui,
STIKES Bina Usada Bali
Ka. Prodi Profesi Ners
2. ANATOMI FISIOLOGI
a. Anatomi
Appendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan
panjang kira-kira 10 cm dan berpangkal pada sekum. Appendiks pertama
kali tampak saat perkembangan embriologi minggu ke delapan yaitu
bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat antenatal dan postnatal,
pertumbuhan dari sekum yang berlebih akan menjadi appendiks yang
akan berpindah dari medial menuju katup ileocaecal.
Pada bayi appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkal
dan menyempit kearah ujung. Keadaan ini menjadi sebab rendahnya
insidens Apendisitis pada usia tersebut. Appendiks memiliki lumen
sempit di bagian proksimal dan melebar pada bagian distal. Pada
appendiks terdapat tiga tanea coli yang menyatu dipersambungan sekum
dan berguna untuk mendeteksi posisi appendiks. Gejala klinik
Apendisitis ditentukan oleh letak appendiks. Posisi appendiks adalah
retrocaecal (di belakang sekum) 65,28%, pelvic (panggul) 31,01%,
subcaecal (di bawah sekum) 2,26%, preileal (di depan usus halus) 1%,
dan postileal (di belakang usus halus) 0,4%, seperti terlihat pada gambar
dibawah ini.
3. ETIOLOGI/ PREDISPOSISI
Penyebab terjadinya apendisitis dapat terjadi karena adanya
makanan keras yang masuk ke dalam usus buntu dan tidak bisa keluar lagi.
Setelah isi usus tercemar dan usus meradang timbulah kuman-kuman yang
dapat memperparah keadaan tadi (Saydam Gozali, 2011).
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri. Berbagai hal sebagai
faktor pencetusnya:
a. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai
faktor pencetus disamping hyperplasia jaringan limfe, tumor apendiks
dan cacing askaris.
b. Penyebab lain penyebab apendiks karena parasit seperti E. hystolitica.
c. Penelitian Epidemiologi mengatakan peran kebiasaan makan makanan
yang rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya
apendisitis. Konstipasi akan menarik bagian intrasekal, yang berakibat
timbulnya tekanan intrasekal dan terjadi penyumbatan sehingga
meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon (R Tsamsuhidajat & Wim
De jong, 2010).
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi
ada factor prediposisi yaitu:
a. Factor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi
ini terjadi karena:
1) Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
2) Adanya fekolit dalam lumen appendiks
3) Adanya benda asing seperti biji-bijian
4) Striktur lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
b.Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
Streptococcus..
c. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30
tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan
limpoid pada masa tersebut.
d. Tergantung pada bentuk apendiks:
1) Appendiks yang terlalu panjang
2) Massa appendiks yang pendek
3) Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
4) Kelainan katup di pangkal appendiks (Nuzulul, 2009).
Jadi, berdasarkan referensi diatas yang menyebabkan terjadinya
apendisitis yaitu disebabkan oleh adanya obstruksi yang diakibatkan juga
karena gaya hidup manusia yang kurang dalam mengkonsumsi makanan
tinggi serat.
5. PATOFISIOLOGI
Apendiktomi biasanya disebabkan adanya penyumbatan lumen
apendiks yang dapat diakibatkan oleh fekalit/atau apendikolit, hiperplasia
limfoid, benda asing, parasit, mioplasma atau striktur karena fibrosir akibat
peradangan sebelumnya. Obstruksi lumen yang terjadi mendukung
perkembangan bakteri dan sekresi mukus sehingga menyebabkan distensi
lumen dan peningkatan tekanan dinding lumen. Tekanan yang meningkat
akan menghambat aliran limfe sehinngga menimbulkan edema, diapedesis
bakteri dan pulserasi mukosa. Pada saat tersebut, terjadi apendisitis akut fokal
yang ditandai oleh nyeri periumbilikal. Sekresi mukus yang terus berlanjut
dan tekanan yang terus meningkat menyebabkan obsruksi vena, peningkatan
edema, dan pertumbuhan bakteri yang menimbulkan radang. Peradangan
yang timbul meluas dan mengenai pritoneum sehingga timbul nyeri daerah
kanan bawah. ( Saditya 2014 )
6. PATHWAY
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG/ DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi: Akan tampak adanya tanda pembengkakan (swelling), rongga
perut dimana dinding perut tampak mengencang (distensi).
2) Palpasi: Dibagian perut kanan bawah akan terasa nyeri (Blumbeng
Sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis apendsitis akut.
3) Dengan tindakan tungkai dan paha kanan ditekuk kuat / tungkai di
angkat tingi-tinggi, maka rasa nyeri akan semakin parah (Psoas Sign).
4) Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin parah apabila
pemeriksaan dubur dan vagina terasa nyeri.
5) Suhu dubur atau rectal yang lebih tinggi dari suhu ketiak, lebih
menunjang lagi adanya radang usus buntu.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Kenaikan dari sel darah putih hingga sekitar 10.000-18.000/mm3 jika
terjadi peningkatan lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks telah
mengalami perforasi (pecah). SDP:Leukositosis diatas 12.000/mm3,
Neutrofil meningkat sampai 75%, Urinalisis: Normal, tetapi
eritrosit/leukosit mungkin ada.
c. Pemeriksaan Radiologi
1) Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit (jarang
membantu).
2) Ultrasonografi/USG
3) CT-Scan.
Berdasarkan referensi diatas, yang menjadi kunci tata laksana penentuan
diagnosa apendisitis yaitu dengan dilakukan pemeriksaan fisik yaitu salah
satunya dengan mempalpasi bagian perut bagian kanan bawah akan terjadi
blumbeng sign, lalu dengan memeriksa laboratorium dengan melihat
peningkatan leukosit dan pemeriksaan USG.
8. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan Medis
1) Pembedahan (konvensional atau laparaskopi) apabila diagnose
apendisitis telah ditegakan dan harus segera dilakukan untuk
mengurangi risiko perforasi.
2) Berikan obat antibiotik dan cairan IV sampai tindakan pemebedahan
dilakukan.
3) Agen analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakan.
4) Operasi (apendiktomi), bila diagnosa telah ditegakkan yang harus
dilakukan adalah operasi membuang apendiks (apendiktomi).
Penundaan apendiktomidengan cara pemberian antibiotik dapat
mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses apendiks dilakukan
drainage. (Brunner&Suddarth, 2014).
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Tujuan keperawatan mencakup upaya meredakan nyeri, mencegah
defisit volume cairan, mengatasi ansietas, mengurangi risiko infeksi
yang disebabkan oleh gangguan potensial atau aktual pada saluran
gastrointestinal, mempertahankan integritas kulit dan mencapai nutris
yang optimal.
2) Sebelum operasi, siapkan pasien untuk menjalani pembedahan, mulai
jalur Intra Vena berikan antibiotik, dan masukan selang nasogastrik
(bila terbukti ada ileus paralitik), jangan berikan laksatif.
3) Setelah operasi, posisikan pasien fowler tinggi, berikan analgetik
narkotik sesuai program, berikan cairan oral apabila dapat ditoleransi.
4) Jika drain terpasang di area insisi, pantau secara ketat adanya tanda-
tanda obstruksi usus halus, hemoragi sekunder atau abses sekunder.
(Brunner&Suddarth, 2014).
c. Penatalaksaan Keperawatan
Tatalaksana apendisitis pada kebanyakan kasus adalah
apendiktomi. Keterlambatan dalam tatalaksana dapat meningkatkan
kejadian perforasi. Teknik laparoskopi sudah terbukti menghasilkan nyeri
pasca bedah yang lebih sedikit, pemulihan yang lebih cepat dan angka
kejadian infeksi luka yang lebih rendah. Akan tetapi terdapat peningkatan
kejadian abses intra abdomen dan pemanjangan waktu operasi.
Laparoskopi itu dikerjakan untuk diagnosa dan terapi pada pasien dengan
akut abdomen, terutama pada wanita. (Rahayuningsih dan Dermawan,
2010).
Jadi berdasarkan pembahasan diatas, tindakan yang dapat
dilakukan terbagi dua yaitu tindakan medis yang mengacu pada tindakan
pembedahan/apendictomydan pemberian analgetik, dan tindakan
keperawatan yang mengacu pada pemenuhan kebutuhan klien sesuai
dengan kebutuhan klien untuk menunjang proses pemulihan.
appendektomy
Luka post op
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas mengenai
status kesehatan atau masalah actual atau risiko mengidentifikasi dan
menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi, mencegah atau
menghlangkan masalah kesehatan klien yang ada pada tanggung jawabnya
(Carpenito,1983 dalam Tarwoto & Wartonah, 2011).
Dilihat dari status kesehatan klien, diagnosa dapat dibedakan
menjadi actual, potensial, risiko dan kemungknan.
a. Aktual: Diagnosa keperawatan yang menggambarkan penilaian klinik
yang harus di validasi perawat karena ada batasan mayor. Contoh: Jalan
nafas tidak efektif karena adanya akumulasi secret.
b. Potensial: Diagnosa keperawatan yang menggambarkan kondisi klien ke
arah yang lebih positif (kekuatan pasien). Contoh: potensial peningkatan
status kesehatan klien berhubungan dengan intake nutrisi yang adekuat.
c. Risiko: Diagnosa keperawatan yang mengambarkan kondisi klinis
individu lebih rentan mengalami masalah. Contoh: Risiko infeksi
berhubungan denngan efek pembedahan.
d. Kemungkinan: Diagnosa keperawatan yang mengambarkan kondisi
klinis individu yang memerlukan data tambahan sebagai sebagai faktor
pendukung yang lebih akurat.
Jadi yang dimaksud dengan diagnosa keperawatan adalah
pernyataan yang jelas yang berkaitan dengan masalah yang didapat pada
pasien baik itu secara aktual, potensial, risiko atau kemungkinan.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
Terdapat 4 hal yang harus diperhatikan:
a. Menentukan prioritas masalah
1) Berdasarkan hirarki Maslow, yaitu: Fisiologis,
keamanan/keselamatan, mencintai, harga diri dan aktualisasi diri.
2) Berdasarkan Griffith-Kenney, dengan urutan:
a) Ancaman kehidupan kesehatan.
b) Sumber daya dan dana tersedia.
c) Peran serta klien.
d) Prinsip ilmiah dan praktik keperawatan.
b. Menentukan tujuan
Dalam menentukan tujuan, digambarkan kondisi yang diharapkan
disertai jangka waktu.
c. Menentukan kriteria hasil
Terdapat hal-hal berikut yang diperhatikan:
1. Bersifat spesifik dalam hal isi dan waktu.
2. Bersifat realistic, dalam menentukan tujuan harus dipertimbangkan
faktor fisiologi/patologis.
3. Dapat diukur, pasien dapat menyebutkan tujuan dan dapat
mendemonstrasikan.
4. Mempertimbangkan keinginan dan keadaan pasien.
d. Merumuskan intervensi
Dengan mengacu pada Nursing Interventions Clasifikation (NIC) dan
Nursing Outcomes Clasification (NOC).
Jadi, yang dimaksud dengan intervensi keperawatan adalah
rencana tindakan untuk menghilangkan atau mencegah permasalahan
kesehatan yang dihadapi klien dengan berdasarkan prioritas masalah, tujuan
dan kriteria hasil dengan melihat acuan teori kebutuhan dasar
manusia/hirarki Maslow.
4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan
dalam rencana keperawatan. Tindakan mencakup tindakan mandiri dan
tindakan kolaborasi.
a. Tindakan mandiri (independen)
Adalah aktivitas perawatan yang didasarkan pada kesimpulan dan
keputusan sendiri bukan merupakan petunjuk atau perintah petugas
kesehatan lain.
b. Tindakan kolaborasi
Adalah tindakan yang dilakukan atas dasar hasil keputusan bersama,
seperti dokter dan petugas kesehatan lain.
Berdasarkan referensi diatas, implementasi merupakan tindakan
nyata yang dilakukan terhadap klien sesuai dengan intervensi yang telah
dibuat baik itu secara mandiri (independen) atau kolaborasi.
5. EVALUASI
Tujuan dari evaluasi adalah untuk mengetahui sejauh mana
perawatan dapat dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan
keperawatan yang diberikan.
langkah-langkah evaluasi sebagai berikut:
a. Daftar tujuan-tujuan pasien.
b. lakukan pengkajian apakah pasien dapat melakukan sesuatu.
c. Bandingkan antara tujuan dengan kemampuan pasien.
d. Diskusikan dengan pasien, apakah tujuan dapat tercapai atau tidak.
Melihat dari bahasan diatas, yang dimaksud dengan evaluasi
merupakan hasil pencapaian yang telah dilakukan dengan berdasarkan
kriteria hasil dan tujuan.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan diagnosa Apendiktomi yang menggunakan
pendekatan (NANDA, 2015):
a. Nyeri berhubungan dengan peradangan pada apendiks/post apendiks.
b. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi secret.
c. Hipertermi berhubungan dengan penyakit atau trauma insisi.
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksia.
e. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan Distensi abdomen.
f. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan terputusnya ujung
saraf.
g. Defisit perawatan diri berhubungan dengan adanya rasa nyeri post op.
h. Ansietas berhubungan dengan ketidaktahuan pasien terhadap
tindakan/penyakit.
i. Risiko infeksi berhubungan dengan adanya jalan masuk kuman melalui
luka insisi.
j. Risiko kekurangan cairan berhubungan dengan mual dan muntah.
k. Risiko ketidakefektifan gastrointestinal berhubungan dengan adanya
perforasi
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada apendiks/post apendiks.
g. Defisit perawatan diri berhubungan dengan adanya rasa nyeri post op.
No Diagnosa Tujuan dan Kriteri Hasil Intervensi
7 Defisit perawatan diri NOC NIC
berhubungan dengan adanya a. Activity tolerenrancy a. Self Care Assistence: Bathing/Hygiene
rasa nyeri post op. b. mobility: physical impaired 1. Pertimbangkan budaya ketika
c. Self care deficit hygiene mempromosikan perawatan diri
Batasan Karakterisik: d. Sensory perception: auditory 2. Tempat handuk, deodorant dan
a. Ketidakmampuan dalam disturbed. kebutuhan mandi ditaruh disamping
mengakses kamar mandi Kriteria hasil tempat tidur atau kamar mandi.
b. Ketidakmampuan a. Perawatan diri ostomi: tindakan 3. Pertimbangkan usia pasien ketika
mengeringkan tubuh pribadi dalam mempertahan memromisan perawatan diri
c. Ketidakmampuan dalam ostomi untuk eliminasi 4. Menyediakan lngkungan yang
merasakan bagian tubuh b. Perawatan diri: aktivitas terapeutik dengan memastikan hangat,
d. Ketidakmampuan dalam perawatan fisik dan pribadi santai, dan personal
merasakan hubungan spasial secara mandiri 5. Memfasilitasi alat untuk menyikat gigi
e. Ketidakmampuan dalam c. Peawatan diri mandi: mampu klien
menjangkau sumber air untuk membersihkan diri sendiri 6. Memfasilitasi alat yang dibutuhkan
f. Ketidakampuan dalam secara mandiri untuk mandi
mengatur air mandi d. Perawatan diri hygiene 7. Memfasilitasi pemeliharaan rutin yang
g. Ketidkmampuan dalam e. Perawatan diri oral hygiene biasa pasien tidur, isyarat sebelum tidur
membasuh tubuh f. kebersihan. 8. Memberikan bantuan sampai pasien
sepenuhnya dapat mengansumsikan
perawatan diri.
h. Ansietas berhubungan dengan ketidaktahuan pasien terhadap tindakan/penyakit.
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
8 Ansietas berhubungan dengan NOC NIC
ketidaktahuan pasien terhadap a. Ansiety self-control a. Anxiety Reduction
tindakan/penyakit. b. Coping. 1. Gunakan pendekatan yang
Batasan karalteristik : Kriteria hasil : menenangkan
a. Perilaku : a. Klien mampu mengidentifikasi 2. Nyatakan dengan jelas harapan
1. Penurunan produktivitas dan mengungkapkan gejala terhadap pelaku pasien
2. Gerakan yang ireleven cemas 3. Jelaskan semua prosedur dan apa yang
3. Gelisah b. Mengidentifikasi, dirasakan selama prosedur
4. Melihat sepintas mengungkapkan dan 4. Temani pasien untuk memberikan
5. Insomnia menunjukkan teknik untuk ketenangan, keamanan dan mengurangi
6. Kontak mata yang buruk mengontrol cemas rasa takut
7. Mengekspresikan c. Vital sign dalam batas normal 5. Berikan obat untuk mengurangi
kekhawatir d. Postur tubuh, ekspresi wajah, kecemasan.
8. Tampak waspada bahasa tubuh dan aktivitas
menunjukkan
b. Affektif :
1. Gelisah
2. Kesedihan yang
mendalam
3. Ketakutan
4. Perasaan tidak adekuat
5. Berfokus pada diri sendiri
6. Peningkatan
kewaspadaan
7. Iritabilitas
8. Khawatir
Risiko infeksi berhubun
i. Risiko infeksi berhubungan dengan adanya jalan masuk kuman melalui luka insisi.
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
9 Risiko infeksi berhubungan NOC NIC
dengan adanya jalan masuk a. Imune status a. Infection control(kontrol infeksi)
kuman melalui luka insisi. b. Knowledge : infection control 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai
c. Risk control. pasien lain
Faktor-faktor resiko : 2. Pertahankan teknik isolasi
1. Penyakit kronis Kriteria hasil : 3. Batasi pengunjung bila perlu
2. Diabetes mellitus a. Klien bebas dari tanda dan 4. Gunakan sabun antimikrobia untuk
3. Obesitas gejala infeksi cuci tangan
4. Pengetahuan yang tidak cukup b. Mendeskripsikan proses 5. Cuci tangan setiap sebelum dan
untuk menghindari penularan penyakit, faktor yang sesudah tindakan keperawatan
pemanjanan patogen mempengaruhi penularan serta 6. Gunakan baju, sarung tangan sebagai
5. Pertahanan tubuh primer yang penatalaksanaannya alat pelindung
tidak adekuat c. Menunjukkan kemampuan 7. Pertahankan lingkungan aseptik selama
6. Ketidakadekuatan pertahanan untuk mencegah timbulnya pemasangan alat.
sekunder infeksi 8. Monitor tanda dan gejala infeksi
7. Imunosepresi (imunitas yang d. Jumlah leukosit dalam batas sistemik dan lokal
didapat tidak adekuat) normal 9. Monitor terhadap kerentanan infeksi
8. Penurunan haemoglobin e. Menunjukkan perilakku hidup 10. Batasi pengunjung
sehat 11. Dorong klien untuk mengonsumsi
antibiotic sesuai resep
12. Ajarkan pasein dan keluarga akan
tanda dan gejala infeksi
13. Ajarkan cara menghndari infeksi
14. Laporkan kecurigaan infeksi.
5. EVALUASI
Tujuan dari evaluasi adalah untuk mengetahui sejauh mana perawatan
dapat dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang
diberikan. (Tarwoto & Wartonah, 2011).
Untuk menentukan masalah teratasi, teratasi sebagian, tidak teratasi atau
muncul masalah baru adalah dengan cara membandingkan antara SOAP dengan
tujuan, kriteria hasil yang telah di tetapkan. Format evaluasi mengguanakan :
S : subjective adalah informasi yang berupa ungkapan yang didapat dari klien
setelah tindakan diperbaiki
O : objective adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian,
pengukuran, yang dilakukan oleh perawat setelah dilakukan tindakan
A : analisa adalah membandingkan antara inormasi subjektif dan objektif dengan
tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah teratasi,
masalah belum teratasi, masalah teratasi sebagian, atau muncul masalah baru.
P : planning adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan
berdasarkan hasil analisa, baik itu rencana diteruskan, dimodifikasi, dibatalkan
ada masalah baru, selesai (tujuan tercapai).
DAFTAR PUSTAKA
Prasetyo, Sigit Nian. 2010.Konsep Dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
T. Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru ; alih bahasa, Budi Anna Keliat. 2015.
Diagnosa Keperawatan; Definisi & klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC.
Tsamsuhidajat & Wim De jong.2010. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC.