Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Apendisitis
1. Pengertian
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing
(apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah sekum. Infeksi ini bisa mengakibatkan
peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah
komplikasi yang umumnya berbahaya (Nurarif, 2013).
Appendicitis adalah proses peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbi
cacing atau disebut apendik. Infeksi ini bisa mengakibatkan komplikasi apabila tidak
segera menapatkan tindakan bedah segera untuk penanganannya (Hariyanto, 2013).
Apendiksitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran
bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abomen darurat
(Jitowiyono, 2010).
Berdasarkan ketiga pengertian tersebut di atas penulis menyimpulkan apendiks
adalah termasuk dalam salah satu organ sistem pencernaan yang terletak tepat di bawah
dan melekat pada sekum yang berfungsi sebagai imun. Peradangan apendiks disebut
apendisitis.
2. Etiologi
Menurut Nurarif (2013), penyebab terjadinya apendisitis akut umumnya
disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari
yang normalnya dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir kesekum.
Hambatan aliran lendir kemuara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis. Selain
itu hiperplasi limfe, tumor apendiks dan cacing askaris dapat pula menyebabkan
penyumbatan.
3. Patofisiologi
Pada umumnya obstruksi pada appendiks ini terjadi karena :
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks.
c. Adanya benda asing seperti biji – bijian. Seperti biji Lombok, biji jeruk dll.
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya

1
e. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan streptococcus
f. Laki – laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 – 30 tahun
(remaja   dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada
masa tersebut.
g. Tergantung pada bentuk appendiks
h. Appendik yang terlalu panjang.
i. Messo appendiks yang pendek.
j. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks.
k. Kelainan katup di pangkal appendiks.
Akibat terlipat atau tersumbat kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feces) atau
benda asing, apendiks terinflamasi dan mengalami edema. Proses inflamasi tersebut
menyebabkan aliran cairan limfe dan darah tidak sempurna,  meningkatkan tekanan
intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif,
dalam beberapa jam terlokalisasi dalam kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya
apendiks yang terinflamasi berisi pus. Appendiks mengalami kerusakan dan terjadi
pembusukan (gangren) karena sudah tak mendapatkan makanan lagi. Pembusukan usus
buntu ini menghasilkan cairan bernanah, apabila tidak segera ditangani maka akibatnya
usus buntu akan pecah (perforasi/robek) dan nanah tersebut yang berisi bakteri menyebar
ke rongga perut. Dampaknya adalah infeksi yang semakin meluas, yaitu infeksi dinding
rongga perut (Peritonitis).

2
PATHWAYS

3
4. Tanda dan Gejala
Menurut Digiuulio (2012) tanda dan gejala apendisitis adalah sebagai berikut:
a. Rasa sakit pada abdominal mulai periumbilical dan berjalan ke kanan bawah
b. Rasa sakit yang mengganjal (menyakitkan ketika tekanan pada abdomen dengan
cepat dipindahkan) terjadi dengan radang peritoneal.
c. Jaga (melindungi abdomen dari latihan menyakitkan)
d. Kekakuan abdomen (abdomen terasa lebih kaku ketika palpasi)
e. Demam karena infeksi/peradangan
f. Mual, muntah, hilang nafsu makan
g. Rasa sakit pada kuadran kanan bawah yang mereda dengan melenturkkan pinggul
kanan yang member kesan perforasi
5. Panatalaksanaan
Menurut Dermawan (2014) penatalaksanaan apendisitis yaitu:
a. Pembedahan : apendiktomy (dilakukan bila diagnose appendicitis ditegakkan)
Menurunkan resiko perforasi
1) Sebelum operasi
a) Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala
apendisitis seringkali belum jelas, dalam keadaan ini observasi ketat perlu
dilaksanakan. Pasien diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan.
Laksatif tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya apendisitis ataupun
peritonitis lainnya. Pemeriksaan abdomen dan rectal serta pemeriksaan
darah (leukosit dan hitung jenis) diulang secara periodik, foto abdomen
dan toraks tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit
lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi
nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.
b) Intubasi bila perlu
c) Antibiotik
2) Operasi Apendiktomi
3) Pasca operasi

4
Perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya
perdarahan di dalam, syok, hipertermia atau gangguan pernapasan. Angkat
sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung
dapat dicegah, baringkan pasien dalam posisi fowler. Pasien dikatakan baik
bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama itu pasien dipuasakan, bila
tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum,
puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal.
Kemudian beri minum mulai 15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikkan
menjadi 30ml/jam. Keesokan harinya diberikan makanan saring, dan hari
berikutnya diberikan makanan lunak.
Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak ditempat
tidur selama 2x30 menit. Hari kedua dapat dianjurkan untuk duduk di luar
kamar. Hari ketujuh jahitan dapat diangkat dan pasien diperboleh pulang.
b. Penatalaksanaan Gawat Darurat Non-Operasi
Bila tidak ada fasilitas bedah, berikan penatalaksanaan seperti dalam
peritonitis akut. Dengan demikian, gejala apendisitis akut akan mereda, dan
kemungkinan terjadinya komplikasi akan berkurang.
1) Pemasangan NGT
2) Pemberian antibiotic yang sesuai dengan hasil kultur
3) Transfusi untuk mengatasi anemia dan penanganan syok septic secara intensif
6. Pencegahan
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer bertujuan untuk menghilangkan faktor risiko terhadap kejadian
appendicitis. Upaya pencegahan primer dilakukan secara menyeluruh kepada
masyarakat. Upaya yang dilakukan antara lain:
1) Diet tinggi serat
2) Defekasi yang teratur
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder meliputi diagnosa dini dan pengobatan yang tepat untuk
mencegah timbulnya komplikasi.

5
B. Appendiktomi
1. Fase Operasi
a. Praoperatif
Fase praoperatif dimulai saat keputusan untuk tindakan pembedahan dibuat dan
berakhir dengan mengirim pasien ke kamar operasi. Lingkup kegiatan keperawatan
dari pengkajian dasar pasien melalui wawancara praoperatif di klinik, ruang dokter,
atau melalui telepon, dan dilanjutkan dengan pengkajian di tempat atau ruang
operasi. Memberikan pendidikan kesehatan pada pasien yang akan menjalani operasi
merupakan salah satu peran perawat pada fase praoperatif. Misalnya, memberikan
pendidikan kesehatan mengenai pentingnya melakukan mobilisasi dini setelah
operasi pada pasien yang akan menjalani apendektomi. Di samping itu, mengajarkan
pasien bagaimana tahap-tahap melakukan mobilisasi dini juga merupakan hal yang
penting disampaikan oleh perawat, sehingga hal ini dapat memotivasi klien dan
keluarga untuk melakukan mobilisasi dini postoperasi (Potter & Perry, 2010).
b. Intraoperatif
Fase intraoperatif dimulai saat pasien dikirim ke ruang operasi dan berakhir saat
pasien dipindahkan ke suatu ruang untuk pemulihan dari anestesi. Pada fase ini,
lingkup tindakan keperawatan dari mengkomunikasikan asuhan perencanaan pasien,
mengidentifikasi kegiatan keperawatan yang dianjurkan untuk hasil yang diharapkan,
dan menetapkan prioritas tindakan keperawatan. Tindakan keperawatan disusun
dalam pemikiran yang logis (Potter & Perry, 2010).
c. Post operatif
Fase pascaoperatif dimulai dengan mengirim pasien ke ruang pemulihan dan
berakhir dengan evaluasi tindak lanjut di klinik atau di rumah. Lingkup keperawatn
pada fase ini mencakup rentang aktivitas yang luas. Pada fase pascaoperatif
langsung, fokus termasuk mengkaji efek dari agens anestesia, dan memantau fungsi
vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian berfokus pada
peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan. Salah satu peran
perawat yang mendukung proses kesembuhan pasien yaitu dengan memberikan
dorongan kepada pasien untuk melakukan mobilisasi setelah operasi. Hal tersebut

6
penting dilakukan karena selain mempercepat proses kesembuhan juga dapat
mencegah komplikasi yang mungkin muncul (Potter & Perry, 2010).
2. Masalah Keperawatan Post Operasi
Menurut Smeltzer & Bare (2012), masalah keperawatan yang mungkin muncul pada
klien post operasi adalah sebagai berikut:
a. Bersihan jalan napas tidak efektif yang berhubungan dengan efek depresan dari
medikasi dan agens anestetik;
b. Nyeri dan ketidaknyamanan pasca operatif lainnya;
c. Risiko terhadap perubahan suhu tubuh: hipotermia;
d. Risiko terhadap cedera yang berhubungan dengan status pascaanestesia;
e. Lambung dan usus selama periode intraoperatif;
f. Kerusakan mobiltas fisik yang berhubungan dengan efek depresan dari anestesia,
penurunan intoleransi aktivitas, dan pembatasan aktivitas yang diresepkan;
g. Ansietas tentang diagnosis pascaoperatif, kemungkinan perubahan dalam gaya hidup,
dan perubahan dalam konsep diri;
3. Intervensi Post Operasi
a. Meningkatkan ekspansi paru Beberapa tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan
ekspansi paru adalah meminta klien untuk menguap atau melakukan inspirasi
maksimal tertahan, sehingga dapat menciptakan intratoraks negatif dan dapat
mengembangkan volume total paru. Setiap 2 jam klien didorong untuk melakukan
nafas dalam. Batuk juga dapat dilakukan dengan efektif untuk melonggarkan
sumbatan mukus (Smeltzer & Bare, 2012,).
b. Menghilangkan ketidaknyamanan post operatif
Menghilangkan ketidaknyaman post operatif, dilakukan dengan meredakan nyeri,
menghilangkan kegelisahan, menghilangkan mual dan muntah, menghilangkan
distensi abdomen, menghilangkan cegukan, mempertahankan suhu tubuh normal,
menghindari cedera, mempertahankan status nutrisi yang normal, meningkatkan
fungsi urinarius yang normal, meningkatkan eliminasi usus, memulihkan mobilitas,
mengurangi ansietas dan mencapai kesejahteraan psikososial (Smeltzer & Bare,
2012).

7
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Wawancara Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya mengenai:
 Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke
perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam
kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu
lalu.Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri
dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai biasanya klien mengeluh rasa mual
dan muntah, panas.
 Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah. kesehatan klien
sekarang.
 Diet,kebiasaan makan makanan rendah serat.
 Kebiasaan eliminasi.
2. Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit ringan/sedang/berat.
 Sirkulasi : Takikardia.
 Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
 Aktivitas/istirahat : Malaise.
 Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
 Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada
bising usus.
 Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang
meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena berjalan,
bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi
ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
 Demam lebih dari 38oC.
 Data psikologis klien nampak gelisah.
 Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
 Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri
pada daerah prolitotomi.

8
 Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pre operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi (distensi jaringan intestinal oleh
inflamasi)
2. Perubahan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan penurunan peritaltik.
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah.
4. Cemas  berhubungan dengan akan dilaksanakan operasi.
Post operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi post operasi appenditomi).
2. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (insisi post pembedahan).
3. Defisit self care berhubungan dengan nyeri.
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d kurang
informasi.

C. RENCANA KEPERAWATAN
PRE OPERASI
DIAGNOSA
NO NOC NIC
KEPERAWATAN
1. Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan
1.    Kaji tingkat nyeri, lokasi dan
berhubungan dengan keperawatan, diharapkan karasteristik nyeri.
agen injuri biologi nyeri klien berkurang
2.    Jelaskan pada pasien tentang
(distensi jaringan dengan kriteria hasil: penyebab nyeri
intestinal oleh         Klien mampu mengontrol
3.    Ajarkan tehnik untuk pernafasan
inflamasi) nyeri (tahu penyebab nyeri, diafragmatik lambat / napas dalam
mampu menggunakan
4.    Berikan aktivitas hiburan (ngobrol
tehnik nonfarmakologi dengan anggota keluarga)
untuk mengurangi nyeri,
5.    Observasi tanda-tanda vital
mencari bantuan) 6.    Kolaborasi dengan tim medis dalam
         Melaporkan bahwa nyeri pemberian analgetik

9
berkurang dengan
menggunakan manajemen
nyeri
         Tanda vital dalam
rentang normal
TD (systole 110-130mmHg,
diastole 70-90mmHg),
HR(60-100x/menit), RR
(16-24x/menit), suhu (36,5-
37,50C)
         Klien tampak rileks
mampu tidur/istirahat
2. Perubahan pola Setelah dilakukan asuhan
1.    Pastikan kebiasaan
eliminasi keperawatan, diharapkan defekasi klien dan gaya hidup
(konstipasi) konstipasi klien teratasi sebelumnya.
berhubungan dengan dengan kriteria hasil: 2.    Auskultasi bising usus
penurunan peritaltik.·        BAB 1-2 kali/hari 3.    Tinjau ulang pola diet dan jumlah /
·        Feses lunak tipe masukan cairan.
·        Bising usus 5-30
4.    Berikan makanan tinggi serat.
kali/menit 5.    Berikan obat sesuai indikasi,
contoh : pelunak feses
3. Kekurangan volume Setelah dilakukan asuhan
1.    Monitor tanda-tanda vital
cairan berhubungan keperawatan diharapkan
2.    Kaji membrane mukosa, kaji tugor
dengan mual keseimbangan cairan dapat kulit dan pengisian kapiler.
muntah. dipertahankan dengan
3.    Awasi masukan dan haluaran, catat
kriteria hasil: warna urine/konsentrasi, berat jenis.
·        kelembaban membrane
4.    Auskultasi bising usus, catat
mukosa kelancaran flatus, gerakan usus.
·        turgor kulit baik 5.    Berikan perawatan mulut sering
·        Haluaran urin adekuat: 1 dengan perhatian khusus pada
cc/kg BB/jam perlindungan bibir.
·        Tanda-tanda vital dalam
6.    Pertahankan penghisapan

10
batas normal gaster/usus.
TD (systole 110-130mmHg,
7.    Kolaborasi pemberian cairan IV dan
diastole 70-90mmHg), elektrolit
HR(60-100x/menit), RR
(16-24x/menit), suhu (36,5-
37,50C)
4. Cemas  Setelah dilakukan asuhan
1.    Evaluasi tingkat ansietas, catat
berhubungan dengan keperawatan, diharapkan verbal dan non verbal pasien.
akan dilaksanakan kecemasab klien berkurang
2.    Jelaskan dan persiapkan untuk
operasi. dengan kriteria hasil: tindakan prosedur sebelum dilakukan
·        Melaporkan ansietas
3.    Jadwalkan istirahat adekuat dan
menurun sampai tingkat periode menghentikan tidur.
teratasi 4.    Anjurkan keluarga untuk menemani
·        Tampak rileks disamping klien

POST OPERASI
N DIAGNOSA
NOC NIC
O KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan
1.    Kaji skala nyeri lokasi,
agen injuri fisik (luka insisi keperawatan, diharapkan karakteristik dan laporkan
post operasi appenditomi). nyeri berkurang dengan perubahan nyeri dengan tepat.
kriteria hasil: 2.    Monitor tanda-tanda vital
·        Melaporkan nyeri
3.    Pertahankan istirahat dengan
berkurang posisi semi powler.
·        Klien tampak rileks 4.    Dorong ambulasi dini.
·        Dapat tidur dengan
5.    Berikan aktivitas hiburan.
tepat 6.    Kolborasi tim dokter dalam
·        Tanda-tanda vital pemberian analgetika.
dalam batas normal
TD (systole 110-
130mmHg, diastole 70-

11
90mmHg), HR(60-
100x/menit), RR (16-
24x/menit), suhu (36,5-
37,50C)
2. Resiko infeksi berhubungan Setelah dilakukan asuhan
1.    Kaji adanya tanda-tanda
dengan tindakan invasif keperawatan diharapkan infeksi pada area insisi
(insisi post pembedahan). infeksi dapat diatasi
2.    Monitor tanda-tanda vital.
dengan kriteria hasil: Perhatikan demam, menggigil,
·        Klien bebas dari tanda- berkeringat, perubahan mental
tanda infeksi 3.    Lakukan teknik isolasi untuk
·        Menunjukkan infeksi enterik, termasuk cuci
kemampuan untuk tangan efektif.
mencegah timbulnya
4.    Pertahankan teknik aseptik
infeksi ketat pada perawatan luka
·        Nilai leukosit (4,5- insisi / terbuka, bersihkan
11ribu/ul) dengan betadine.
5.    Awasi / batasi pengunjung dan
siap kebutuhan.
6.    Kolaborasi tim medis dalam
pemberian antibiotik
3. Defisit self care Setelah dilakukan asuhan
1.    Mandikan pasien setiap hari
berhubungan dengan nyeri. keperawatan diharapkan sampai klien mampu
kebersihan klien dapt melaksanakan sendiri serta cuci
dipertahankan dengan rambut dan potong kuku klien.
kriteria hasil: 2.    Ganti pakaian yang kotor
·        klien bebas dari bau dengan yang bersih.
badan 3.    Berikan Hynege Edukasi pada
·        klien tampak bersih klien dan keluarganya tentang
·        ADLs klien dapat pentingnya kebersihan diri.
mandiri atau dengan
4.    Berikan pujian pada klien
bantuan tentang kebersihannya.
5.    Bimbing keluarga klien

12
memandikan / menyeka pasien
6.    Bersihkan dan atur posisi serta
tempat tidur klien.
4. Kurang pengetahuan tentang Setelah dilakukan asuhan
1.    Kaji ulang pembatasan
kondisi prognosis dan keperawatan diharapkan aktivitas pascaoperasi
kebutuhan pengobatan b.d pengetahuan bertambah
2.    Anjuran menggunakan
kurang informasi. dengan kriteria hasil: laksatif/pelembek feses ringan
·        menyatakan bila perlu dan hindari enema
pemahaman proses
3.    Diskusikan perawatan insisi,
penyakit, pengobatan dan termasuk mengamati balutan,
·        berpartisipasi dalam pembatasan mandi, dan
program pengobatan kembali ke dokter untuk
                                          mengangkat jahitan/pengikat
4.    Identifikasi gejala yang
memerlukan evaluasi medic,
contoh peningkatan nyeri
edema/eritema luka, adanya
drainase, demam

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Identitas

13
1. Identitas Klien
Nama                 : Sdr. A
Umur         : 17 tahun
Jenis Kelamin        : Laki-laki
Agama           : Islam
Pendidikan        : SMA
Pekerjaan          : Siswa
Suku bangsa     : Jawa
Alamat          : Padang Jaya
No.RM         : 22 12 11
Tanggal masuk RS : 20 Desember 2019
Tanggal Pengkajian : 20 Desember 2019
Dx. Medis        : Appendiksitis
2. Identitas Penanggung jawab
Nama            : Tn. T
Umur                : 42 tahun
Jenis Kelamin      : Laki - Laki
Agama           : Islam
Pendidikan         : SMA
Pekerjaan         : Petani
Alamat           : Padang Jaya
Hubungan dengan klien : Ayah

B. Riwayat kesehatan
1. Keluhan Utama                     :  Nyeri perut sebelah kanan
2. Riwayat Penyakit Sekarang  :
Tn. T membawa sdr. A datang ke IGD  RSUD Arga Makmur pada tanggal 20 Desember 2019
pukul 09.30, klien  mengeluh demam, lemas, dan nyeri perut sebelah kanan kemudian dokter
mendiagnosa susp appendiksitis. Dokter menyarankann klien untuk di USG, hasil USG klien (+)
appendiksitis . Di IGD TTV; TD: 110/60 mmHg,  suhu 38,6⁰C, Nadi 90x/menit, RR 20
x/menit. Terapi IGD : Oksigen nasal kanul 2 l/menit, IVFD RL : 20 tetes/menit. Kemudian sdr.
A tanggal 20 Desember 2019 pukul 12.00 dipindahkan ke bangsal bedah dengan keluhan lemas,
klien tampak pucat, konjungtiva anemis, nyeri perut sebelah kanan, N : 80 x/menit, S : 38,6˚c,
RR: 20 x/menit.

14
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Ayah klien mengatakan tidak pernah dirawat di rumah sakit.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Ayah klien mengatakan keluarga tidak ada yang mengalami sakit seperti klien. Dan keluarga
tidak ada yang mengalami penyakit seperti TBC, DM, hipertensi maupun penyakit serius
lainnya.

C. Pola aktivitas dan latihan


1. Pola Persepsi kesehatan atau penanganan kesehatan
Sebelum sakit : Ayah klien megatakan kesehatan itu penting, sehingga saat klien sakit klien
pasti dibawa ke puskesmas dekat rumahnya.
Saat sakit : Ayah klien mengatakan jika klien sakit, klien langsung di bawa ke puskesmas atau
RS.
2. Pola Nutrisi / Metabolik
Sebelum sakit  : ayah klien mengatakan pasien susah makan, makan 3x sehari porsi sedikit, dan
tidak suka sayur  klien hanya makan sedikit nasi dan lauknya saja.BB: 32 Kg
Sat dikaji : Klien makan 2x/sehari sesuai  diit dari RS tetapi tidak habis. BB: 26 kg.
3. Pola Eliminasi
Sebelum sakit  : BAB 1x sehari warna kuning konsistensi lembek berbau khas, BAK 4-
5x perhari warna kuning kejernihan berbau khas
Saat dikaji :  BAB 1x sehari konsistensi lembek, BAK 3x perhari warna kuning berbau khas.
4. Pola aktivitas / latihan
Sebelum sakit  : klien telah menderita penyakit talasemia sejak klien umur 2 tahun, sehingga
proses perkembangan klien terhambat, terutama pada perkembangan motorik kasar.
Saat dikaji : tidak bisa melakukan aktivitas sehari hari sehingga hanya tiduiran di tempat tidur
karena lemas.
5. Pola Istirahat / tidur
Sebelum sakit  :  Klien tidur 7-8 jam sehari,tidur siang kurang lebih 2 jam.
Saat dikaji :  Klien susah tidur dan sering terbangun pada malam hari karena rewel.
6. Pola  perseptif kognitif
Sebelum sakit : Klien  dapat melihat dengan normal dan bisa mendengarkan dengan jelas, dalam
pengecapan klien tidak ada masalah, klien bisa mengecap makanan dengan baik.
Saat dikaji       : Klien  dapat melihat dengan normal dan bisa mendengarkan dengan jelas,
dalam pengecapan klien tidak ada masalah, klien bisa mengecap makanan dengan baik.

15
7. Pola peran / hubungan
Sebelum sakit : klien mampu berkomunikasi dengan teman maupun keluarga dengan baik dan
lancar.
Saat dikaji : klien mampu berkomunikasi dengan keluarga.
8. Pola koping/toleransi stres
Sebelum sakit : Ibu klien mengatakan klien adalah klien anak periang tetapi saat bermain klien
cepat lelah.
Saat dikaji : Klien hanya tiduran dan apabila klien kesakitan klien menangis
9. Pola Konsep diri
Sebelum sakit : Klien dapat melakukan aktifitas tanpa melihat kekurangannya.
Saat dikaji : Klien hanya tiduran tanpa melihat kondisi yang dialaminya.
10. Pola nilai / kepercayaan
Sebelum sakit : Ibu klien mengatakan klien selalu mengaji di mushola dekat rumahnya. Klien
juga melakukan sholat 5 waktu.
Saat dikaji : Ibu klien mengatakan klien hanya berdoa untuk meminta kesembuhan.
11. Pola Reproduksi
Tidak terkaji

D. Pemeriksaan Fisik
1. TTV                 
Nadi  : 80x/menit
Suhu  : 38,6˚C
RR     : 20x/menit
2. Antropometri   :
Lingkar Kepala : 70 cm
Lingkar Lengan atas : 25 cm
BB : 56 Kg
TB : 160 cm
3. Kepala             : mesosepal
4. Mata                : Konjungtiva anemis, skera ikterik, reflek terhadap cahaya pupil isokhor
5. Hidung             : tidak ada polip, tidak ada cuping hidung
6. Mulut               : bibir terlihat pucat, gigi putih rata
7. Telinga             : normal, tidak ada sekret dan darah
8. Leher               : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar limfe

16
9. Dada                
a. Paru
Inspeksi     : Pergerakan dada simetris,retraksi didnding dada sama kanan dan kiri.
Palpasi      : Vocal fomitus kanan kiri sama,
Perkusi     : sonor
Auskultasi : vesikuler
b. Jantung     
Inspeksi    : dada kiri terlihat menonjol
Palpasi      : terdapat pembesaran jantung
Perkusi      : pekak
Auskultasi : reguler
c. Abdomen 
Inspeksi    : tidak ada pembesaran abdomen yang abnormal
Auskultasi : Bising usus 24 xmenit
Palpasi      :  nyeri tekan (+)
Perkusi      : Timpani
10. Genetalia         : Laki laki ,tidak  terpasang DC
11. Anus                : Tidak ada lesi
12. Ekstremitas      : Akral hangat
13. Kulit                : Warna kulit kehitaman dan kering

E. Pemeriksaan Penunjang
Tanggal 20 Desember 2019 pukul 11.00 WIB

Jenis pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Hemoglobin 11 gr/dl Pria : 13-18 g/dl, wanita 11.5-


16.5 g/dl. Wanita hamil: 11-
16.5 g/dl. Anak : 12-34 g/dl

Hematokrit 17 % 40 – 48 %

Leukosit 2000 5000 -10000/Ul

Eritrosit 2.500.000 4.500.000-5.500.000 u/L

LED 40 mm/jam Pria : 0-25 mm/jam, wanita 0-20


mm/jam ( westegrem)

17
Diffferent count 0/2/4/65/32/6 Basofil : 0-2 %, eosinofil : 1-
3%, netrofil batang : 1-6%,
netrofil segmen: 4-6 %, limfosit
20- 40 %, monosit: 1-8%

MCV 70# 82-92#

MCH 29 27-31

MCHC 37.5 g/dl 32-36 g/dl

F. Terapi
1. IVFD RL = 12 tetes/menit
2. Paracetamol ( bila demam )
3. Anbacim 2x1 gr
4. Metronidazole 3x500 mg
5. Santagesik 3x1 ampul

ANALISA DATA

No Data focus Etiologi Masalah


keperawatan

1 Ds: Fekalit/masa keras feses Nyeri akut


Obstruksi lumen apendiks
Klien mengatakan nyeri perut
sebelah kanan
Suplai aliran darah menurun,
Do: Mukosa terbendung
Inflamasi apendik, mengalami
 Atrofi kelompok otot yang
terlibat edema
 Anoreksia
 Perubahan kemampuan Aliran cairan limfe dan darah
untuk meneruskan aktivitas tidak sempurna
sebelumnya
 Perubahan pola tidur

18
 Penurunan interaksi dengan Penurunan tekanan
orang lain intraluminal
 -  Perubahan berat badan

Menghambat aliran limfe

Nyeri epigastrium
2 DS: Fekalit/masa keras feses Resiko tinggi
terhadap infeksi
-  Nyeri

-  Mual Obstruksi lumen apendiks

-  Muntah

DO: Suplai aliran darah menurun,


Mukosa terbendung
-  Penurunan berat badan
Inflamasi apendik, mengalami
-  Anorexia edema
Perforasi, abses, peritonium
-  Infeksi epigastrium
Appendiktomy

Insisi Bedah

Prioritas Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi post operasi appenditomi).
2. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (insisi post pembedahan).

INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


Hasil

19
keperawatan

1. Nyeri Setelah dilakukan


1.    Kaji skala nyeri§  Berguna dalam pengawasan
berhubungan asuhan keperawatan, lokasi, karakteristik dan keefesien obat, kemajuan
dengan agen diharapkan nyeri dan laporkan penyembuhan,perubahan dan
pencedera fisik berkurang dengan perubahan nyeri karakteristik nyeri.
(luka insisi post kriteria hasil: dengan tepat.
§  deteksi dini terhadap
operasi
        Melaporkan nyeri
2.    Monitor tanda-tanda perkembangan kesehatan
appenditomi).
berkurang vital pasien.

        Klien tampak
3.    Pertahankan istirahat§  Menghilangkan tegangan
rileks dengan posisi semi abdomen yang bertambah
powler. dengan posisi terlentang.
        Dapat tidur
dengan tepat 4.    Dorong ambulasi dini.§  Meningkatkan kormolisasi
fungsi organ.
        Tanda-tanda vital
5.    Berikan aktivitas
dalam batas normal hiburan. §  meningkatkan relaksasi.

TD (systole 110- 6.    Kolborasi tim dokter§  Menghilangkan nyeri.


130mmHg, diastole dalam pemberian
70-90mmHg), analgetika.
HR(60-100x/menit),
RR (16-24x/menit),
suhu (36,5-37,50C)

2. Resiko infeksi Setelah dilakukan1.    Kaji adanya tanda-§  Dugaan adanya infeksi


berhubungan asuhan keperawatan tanda infeksi pada area
§  Dugaan adanya
dengan tindakan diharapkan infeksi insisi
infeksi/terjadinya sepsis,
invasif (insisi post dapat diatasi dengan
2.    Monitor tanda-tanda v abses, peritonitis
pembedahan). kriteria hasil:
ital. Perhatikan
§  mencegah transmisi penyakit
        Klien bebas dari demam, menggigil,
virus ke orang lain.
tanda-tanda infeksi berkeringat,
perubahan mental §  mencegah meluas dan
        Menunjukkan
kemampuan untuk 3.    Lakukan teknik isolasi membatasi penyebaran
organisme infektif /
mencegah timbulnya untuk infeksi enterik,
infeksi termasuk cuci tangan kontaminasi silang.
efektif. §  menurunkan resiko terpajan.
        Nilai leukosit
(4,5-11ribu/ul) 4.    Pertahankan teknik§  terapi ditunjukkan pada bakteri
aseptik ketat pada anaerob dan hasil aerob gra

20
perawatan luka insisi / negatif.
terbuka, bersihkan
dengan betadine.

5.    Awasi / batasi
pengunjung dan siap
kebutuhan.

6.    Kolaborasi tim medis


dalam pemberian
antibiotik

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN/CATATAN KEPERAWATAN

Tanggal/jam no Implementasi Evaluasi Paraf


dx

20 - 12 - 2019  Melakukan pengkajian nyeri,


1.     S : Klien mengatakan
secara komprehensif meliputi
lokasi, keparahan. nyeri.
 Mengobservasi ketidaknyamanan
non verbal
 Menggunakan pendekatan yang
positif terhadap pasien, hadir dekat O : Klien tampak lemah
pasien untuk memenuhi kebutuhan
rasa nyamannya dengan cara: TTV :
masase, perubahan posisi, berikan
perawatan yang tidak terburu-buru. TD : 100/80
 Mengendalikan factor lingkungan
mmHg
yang dapat mempengaruhi respon
pasien terhadap ketidaknyamanan.
 Menganjurkan pasien untuk T : 38,6,OC
istirahat dan menggunakan teknik
relaksai saat nyeri. N : 88 */Menit
 Berkolaborasi medis dalam
Rr : 22 */Menit
pemberian analgesic.
A : masalah belum
teratasi

P : Intervensi lanjut

21
20 – 12 -2019  Mengkaji adanya tanda-tanda S : Klien mengatakan
infeksi pada area insisi demam, mengigil
 Memonitor tanda-tanda vital.
Perhatikan demam, menggigil,
berkeringat, perubahan mental O : Klien tampak lemah
 Melakukan teknik isolasi untuk
infeksi enterik, termasuk cuci TTV :
tangan efektif.
TD : 110/70
 Mempertahankan teknik aseptik
ketat pada perawatan luka insisi / mmHg
terbuka, bersihkan dengan
T : 38,6OC
betadine.
 Mengawasi / batasi pengunjung N : 82 */Menit
dan siap kebutuhan.
 Berkolaborasi tim medis dalam Rr : 22 */Menit
pemberian antibiotik
A : masalah belum
teratasi

P : Intervensi lanjut

21 - 12 - 2019  Melakukan pengkajian nyeri,


1.     S : Klien mengatakan
secara komprehensif meliputi
lokasi, keparahan. nyeri berkurang.
 Mengobservasi ketidaknyamanan
non verbal
 Menggunakan pendekatan yang
positif terhadap pasien, hadir dekat O : Klien tampak lemah
pasien untuk memenuhi kebutuhan
rasa nyamannya dengan cara: TTV :
masase, perubahan posisi, berikan
perawatan yang tidak terburu-buru. TD : 110/70
 Mengendalikan factor lingkungan
mmHg
yang dapat mempengaruhi respon
pasien terhadap ketidaknyamanan.
 Menganjurkan pasien untuk T : 37,OC
istirahat dan menggunakan teknik
relaksai saat nyeri. N : 82 */Menit
 Berkolaborasi medis dalam

22
pemberian analgesic. Rr : 22 */Menit

A : masalah teratasi
sebagian

P : Intervensi lanjut

21 – 12 -2019  Mengkaji adanya tanda-tanda S : Klien mengatakan


infeksi pada area insisi demam, mengigil
 Memonitor tanda-tanda vital. berkurang
Perhatikan demam, menggigil,
O : Klien tampak lemah
berkeringat, perubahan mental
 Melakukan teknik isolasi untuk TTV :
infeksi enterik, termasuk cuci
tangan efektif. TD : 110/70
 Mempertahankan teknik aseptik mmHg
ketat pada perawatan luka insisi /
terbuka, bersihkan dengan T : 37,OC
betadine.
N : 82 */Menit
 Mengawasi / batasi pengunjung
dan siap kebutuhan. Rr : 22 */Menit
 Berkolaborasi tim medis dalam
pemberian antibiotik
A : masalah teratasi
sebagian

P : Intervensi lanjut

DAFTAR PUSTAKA

Elizabeth, J, Corwin. (2009). Biku saku Fatofisiologi, EGC, Jakarta.

Fatma. (2010). Askep Appendicitis. Diakses http://fatmazdnrs.blogspot.com/2010/08/askep-


appendicitis.html pada tanggal 09 Mei 2012.

23
Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.

Mansjoer, A.  (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FKUI

Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition,


IOWA Intervention Project, Mosby.

NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.

Nuzulul. (2009). Askep Appendicitis. Diakses http://nuzulul.fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-


35840-Kep%20Pencernaan Askep%20Apendisitis.html tanggal 09 Mei 2012.

Smeltzer, Bare (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & suddart. Edisi 8.
Volume 2. Jakarta, EGC

24

Anda mungkin juga menyukai