Disusun Oleh :
Nama : Junaidi
NIM : P2002028
B. Etiologi
Penyebab tonsilitis adalah infeksi bakteri streptococcus atau infeksi virus.
Tonsil berfungsi membantu menyerang bakteri dan mikroorganisme lainnya
sebagai tindakan pencegahan terhadap infeksi. Tonsil bisa dikalahkan oleh
bakteri maupun virus, sehingga membengkak dan meradang, menyebabkan
tonsilitis. Hal-hal yang dapat memicu peradangan pada tonsil adalah seringnya
kuman masuk kedalam mulut bersama makanan atau minuman (Manurung,
2016). Tonsillitis berhubungan juga dengan infeksi mononukleosis, virus yang
paling umum adalah EBV, yang terjadi pada 50% anak-anak (Allotoibi, 2017).
C. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang muncul akan berbeda-beda pada setiap kategori
tonsilitis sebagai berikut. (Rusmarjono & Soepardi, 2016).
A. Tonsilitis akut
1. Tonsilitis viral
Gejala tonsilitis viral lebih menyerupai common cold yang disertai
rasa nyeri tenggorok dan beberapa derajat disfagia. Dan pada kasus berat
dapat menolak untuk minum atau makan melalui mulut. Penderita
mengalami malaise, suhu tinggi, dan nafasnya bau (Adams, et al., 2012).
2. Tonsilitis bacterial
Gejala dan tanda Masa inkubasi 2-4 hari. Gejala dan tanda yang sering
ditemukan adalah nyeri tenggorok dan nyeri waktu menelan, demam
dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di sendi-sendi, tidak
nafsu makan dan rasa nyeri di telinga karena nyeri alih (referred pain)
melalui saraf N. glosofaringeus (N. IX). Pada pemeriksaan tampak tonsil
membengkak, hiperemis dan terdapat detritus berbentuk folikel, lakuna
atau tertutup oleh membran semu. Kelenjar sub-mandibula membengkak
dan nyeri tekan. (otalgia).
D. Komplikasi
Menurut tinjauan literatur, phlegmon peritonsillar adalah komplikasi yang
utama dari tonsilitis dan 2,4% dari keadaan tersebut. Sedangkan pada anak sering
menimbulkan komplikasi otitis media akut, sinusitis, abses peritonsil, abses para
faring, bronchitis, glomerulonephritis akut, miokarditis, artritis, serta septicemia.
Kelumpukhan otot palatum mole, otot mata, otot faring, otot laring serta otot
pernafasan juga dapat terjadi pada tonsillitis difteri (Rusmarjono & Soepardi,
2016).
E. Patofisiologi
Tonsil merupakan salah satu pertahanan tubuh terdepan. Antigen yang berasal
dari inhalan maupun ingestan dengan mudah masuk ke dalam tonsil hingga terjadi
perlawanan tubuh dan bisa menyebabkan peradangan oleh virus yang tumbuh di
membran mukosa kemudian terbentuk fokus infeksi. Keadaan ini akan semakin
berat jika daya tahan tubuh penderita menurun akibat peradangan virus
sebelumnya. Tonsilitis akut yang disebabkan oleh bakteri disebut peradangan
lokal primer. Setelah terjadi serangan tonsilitis akut, tonsil akan sembuh atau
bahkan tidak dapat kembali sehat seperti semula (Fakh, et al., 2016).
Secara patologi terdapat peradangan dari jaringan pada tonsil dengan adanya
kumpulan leukosit, sel epitel yang mati, dan bakteri pathogen dalam kripta. Fase-
fase patologis tersebut ialah:
1. Peradangan biasa daerah tonsil saja
2. Pembentukan eksudat
3. Selulitis tonsil
4. Pembentukan abses peritonsiler
5. Nekrosis jaringan (Adams, et al., 2012)
Karena proses radang yang timbul maka selain epitel mukosa juga jaringan
limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh
jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripti melebar. Secara
klinik kripti ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga
menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan di
sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar
limfa dengan submandibular (Soepardi, et al., 2012).
Peradangan dapat menyebabkan keluhan tidak nyaman kepada penderita
berupa rasa nyeri saat menelan karena sesuatu yang ditelan menyentuh daerah
yang mengalami peradangan. Peradangan tonsil akan mengakibatkan pembesaran
yang menyebabkan kesulitan menelan atau seperti ada yang mengganjal di
tenggorok. Pada anak biasanya keadaan ini juga dapat mengakibatkan keluhan
berupa ngorok saat tidur karena pengaruh besarnya tonsil mengganggu pernafasan
bahkan keluhan sesak nafas juga dapat terjadi apabila pembesaran tonsil telah
menutup jalur pernafasan. Jika peradangan telah ditanggulangi, kemungkin tonsil
kembali pulih seperti semula atau bahkan tidak dapat kembali sehat seperti
semula. Apabila tidak terjadi penyembuhan yang sempurna pada tonsil, dapat
terjadi infeksi berulang. Apabila keadaan ini menetap, bakteri patogen akan
bersarang di dalam tonsil dan terjadi peradangan yang kronis atau yang disebut
dengan tonsilitis kronis.
Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi dari semua
penyakit tenggorok yang berulang. Tonsilitis kronis umumnya terjadi akibat
komplikasi tonsilitis akut, terutama yang tidak mendapat terapi adekuat. Selain
pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat, faktor predisposisi timbulnya
tonsilitis kronis lain adalah higien mulut yang buruk, kelelahan fisik dan beberapa
jenis makanan (Fakh, et al., 2016).
Pathway
infeksi bakteri
streptococcus atau
infeksi virus
Menginvasi tonsil
Proses inflamasi /
peradangan pada Fungsi tonsil
jaringan tonsil terganggu
Resiko infeksi
obstruksi
Sistem hipotalamus
Kerusakan sistem
Jalan Saluran Hipertermi
termogulasi
nasfas pencernaan atas
Asupan nutrisi
berkurang Nyeri akut
Metabolisme Defisit
menurun nutrisi
konstipasi
F. Penatlaksanaan
Pemberian tatalaksana berbeda-beda setiap kategori tonsillitis sebagai berikut.
A. Tonsilitis Akut
1. Tonsillitis viral
Pada umumnya, penderita dcngan tonsilitis akut serta demam sebaiknya
lirah baring, pemberian cairan adekuat, dan diet ringan (Adams, et al.,
2012). Analgesik, dan antivirus diberikan jika gejala berat (Rusmarjono &
Soepardi, 2016).
2. Tonsillitis bakterial
Antibiotika spectrum luas, seperti penisilin, eritromisin. Antipiretik dan
obat kumur yang mengandung desinfektan.
B. Tonsilitis Membranosa
1. Tonsillitis difteri
Anti difteri serum (ADS) diberikan segera tanpa menunggu hasil kultur,
dengan dosis 20.000 – 100.000 unit tergantung dari umur dan beratnya
penyakit. Antibiotik penisilin atau eritromisin 25 – 50 mg/kgBB dibagi
dalam 3 dosis selama 14 hari. Kortikosteroid 1,2 mg/kgBB/hari.
Antipiretik untuk simtomatis. Pasien harus diisolasi karena penyakit ini
dapat menular. Pasien istirahat di tempat tidur selama 2 – 3 minggu.
2. Angina Plaut
Vincent Antibiotik spectrum luas selama 1 minggu, perbaiki kebersihan
mulut, konsumsi vitamin C dan B kompleks.
C. Tonsilitis Kronis
Pengobatan pasti untuk tonsilitis kronis adalah pembedahan
pengangkatan tonsil. Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus di mana
penatalaksanaan medis atau yang lebih konservatif gagal untuk meringankan
gejala-gejala. Penatalaksanaan medis termasuk pemberian penisilin yang
lama, irigasi tenggorokan sehari-hari, dan usaha untuk mernbersihkan kripta
tonsilaris dengan alat irigasi gigi atau oral. Ukuran jaringan tonsil tidak
mempunyai hubungan dengan infeksi kronis atau berulang (Adams, et al.,
2012).
Indikasi dilakukannya tonsilektomi sebagai berikut (Adams, et al.,
2012).
Indikasi Absolut. Indikasi-indikasi untuk tonsilektomi yang hampir absolut
adalah berikut ini:
1. Timbulnya kor pulmonale karena obstruksi jalan napas yang kronis.
2. Hipertrofi tonsil atau adenoid dengan sindroma apnea waktu tidur.
3. Hipertrofi berlebihan yang menyebabkan disfagia dengan penurunan berat
badan penyerta.
4. Biopsi eksisi yang dicurigai keganasan (limfoma).
5. Abses peritonsilaris berulang alau abses yang meluas pada ruang jaringan
sekitarnya.
Indikasi Relatif. Seluruh indikasi lain untuk tonsilektomi dianggap relatif.
1. Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil dalam 1 tahun dengan terapi
antibiotik adekuat.
2. Halitosis akibat tonsillitis kronis yang tidak membaik dengan terapi
antibiotik adekuat.
3. Tonsillitis kronis berulang pada karier streptokokus beta hemolitikus grup
A yang tidak membaik dengan antibiotik.
Adapun kontraindikasi dari tonsilektomi sebagai berikut (Adams, et al.,
2012).
1. Infeksi pernapasan bagian atas yang berulang.
2. Infeksi sistemik atau kronis.
3. Demam yang tidak diketahui penyebabnya.
4. Pembesaran tonsil tanpa gejala-gejala obstruksi.
5. Rinitis alergika.
6. Asma.
7. Diskrasia darah.
8. Ketidakmanpuan yang ullrunr atau kegagalan untuk tumbuh.
9. Tonus olol yang Iemah.
10. Sinusitis.
Terapi lokal ditujukan pada kebersihan mulut dengan berkumur atau obat isap
(Rusmarjono & Soepardi, 2016).
G. Pemeriksaan penunjang
1. Bila perlu kultur resistensi dari swab tenggorok
2. Rinofaringolaringoskopi (RFL), foto polos nasofaring lateral, polisomnografi
bila diperlukan
3. Pasca operasi : pemeriksaan histopatologi jaringan tonsil dan Panduan Praktik
Klinik PP PERHATI-KL −3 atau adenoid (bila dicurigai keganasan)
4. Untuk persiapan operasi : disesuaikan dengan PPK Tindakan operasi yang
dilakukan
H. Diagnosa
Diagnosis tonsilitis dilakukan oleh dokter dengan menggunakan anamnesis
dan pemeriksaan fisik. Setiap gejala yang ditemukan diberi skor masing-masing
1, sehingga apabila ditemukan lebih dari 1 gejala seperti batuk, demam>380C,
pembengkakan tonsil, nyeri tekan pada kelenjar getah bening di leher, dan
kesulitan menelan, maka skor dijumlahkan sesuai dengan gejala yang ditemukan.
Durasi tonsilitis juga diperhitungkan, apabila tonsilitis berlangsung kurang dari 2
minggu maka diberi skor 1 dan apabila berlangsung selama lebih dari 4 minggu
atau menetap diberi skor 2. Total skor gejala merupakan penjumlahan dari
banyaknya tanda atau gejala tersebut (Prasetya, et al., 2018).
Diagnosis yang dilakukan oleh dokter saat ini masih dilakukan dengan cara
langsung mengecek pada rongga mulut pasiennya, padahal saat menderita
tonsilitis pasien akan merasa sangat kesakitan apabila diminta untuk membuka
rongga mulut, terlebih lagi dengan waktu yang cukup lama. Proses diagnosis
dilakukan secara visual dan hasil yang subjektif tergantung dari keahlian dokter.
Untuk itu diperlukan suatu sistem yang dapat membantu dan mempermudah
dokter dalam mendiagnosis dan menjelaskan pada pasien mengenai penyakit
tonsilitis ini. Tonsilitis dapat dideteksi dengan mengetahui karakteristik yang
terlihat pada tonsil, karakteristik yang paling mudah dapat dilihat adalah
terjadinya perubahan warna (kemerahan) pada daerah tonsil dan sekitarnya serta
luas pembengkakan pada tonsil (Lanang, et al., 2015).
I. Rencana Keperawatan
2 Bersihan jalan nafas tidak Bersihan jalan napas Manajemen jalan napas
efektif Definisi : kemampuan Definisi : mengidentifikasi
Definsi : ketidakmampuan membersihkan sekret atau dan mengelola kepatenan jalan
membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas untuk napas
obstruksi jalan napas untuk mempertahankan jalan Tindakan
mempertahankan jalan napas napas tetap paten. Observasi
tetap paten Setelah dilakukan tindakan 1. monitor pola napas
Penyebab : keperawatan, kontrol nyeri 2. monitor bunyi napas
1. proses infeksi dengan kriteria hasil : 3. monitor sputum
gejala dan tanda mayor 1. batuk efektif (4) Terapeutik :
subjektif : Keterangan : 1. posisikan semi
objektif: 1 = menurun fowler atau fowler
1. mengi, wheezing/ ronkhi 2 = cukup menurun 2. berikan minuman
kering 3 = sedang hangat
2. mekonium di jalan napas 4 = cukup meningkat 3. berikan oksigen
(pada neoatus) 5 = meningkat edukasi :
gejala dan tanda minor 1. produksi sputum 1. anjurkan asupan
subjektif : (4) cairan 2000 ml/hari,
1. dispnea 2. mengi (4) jika tidak ada
2. sulit bicara 3. wheezing (4) kontraindikasi
Objektif : 4. dispnea (4) kolaborasi :
1. gelisah 5. sulit bicara (4) 1. kolaborasi pemberian
2. frekuensi napas berubah keterangan : bronkodilator,
3. pola napas berubah 1 = meningkat ekspektoran,
kondisi klinis terkait 2 = cukup meningkat mukolitik, jika perlu
1. infeksi saluran napas 3 = sedang
4 = cukup menurun
5 = menurun
1. frekuensi napas (4)
2. pola napas (4)
keterangan :
1 = memburuk
2 = cukup memburuk
3 = sedang
4 = cukup membaik
5 = membaik
I. I
dentitas diri klien
Genogram:
III. pengkajian saat ini (mulai hari pertama saudara merawat klien)
1. persepsi dan pemeliharaan kesehatan
pengetahuan tentang penyakit/perawatan
memberikan edukasi tentang penyakit yang diderita
2. pola nutrisi
program diet RS :
memberikan makanan kecil dan tingkatkan sesuai toleransi, menyuapi makan
bubur halus, serta menganjurkan keluarga klien untuk tetap memberikan
makanan yang lembek selama fase penyembuhan
Intake makanan : tidak dikaji
3. pola eliminasi
buang air besar :
tidak ada gangguan saat BAB
keterangan :
0 = mandiri
1 = alat bantu
2 = dibantu orang lain
3 = dibantu orang lain dan alat
4 = tergantung total
Oksigenasi :
6. pola persepsual
(penglihatan, pendengaran, pengecap, sensasi):
Normal
7. pola persepsi diri
(pandangan klien tentang sakitnya, kecemasan, konsep diri) :
Klien cemas pada saat akan dilakukan operasi
S: 38,7 oC
Kepala :
Bentuk nesochepal,tidak ada udem.
Mata dan telinga (penglihatan dan pendengaran)
a. penglihatan
berkurang ganda kabur Buta/gelap
Normal
visus : dioptri
sklera ikterik : (tidak)
konjungtiva : (anemis)
Nyeri : (tidak)
intenitas :
kornea : jernih
alat bantu : tidak ada lensa
b. pendengaran
normal berdengung berkurang alat bantu tuli
Mulut/gigi/lidah :
Mukosa bibir kering , tidak ada karies, berbicara kurang jelas, napas bau, uvula
simetris, terdapat pembesaran pada jaringan limfatik kedua sisi orofaring, Tonsil = T3
( kiri dan kanan )
leher :
Tak ada pembesaran kelenjar getah bening, tak ada kaku kuduk
Respiratori
a. Dada : simetris
b. Batuk : tidak
Tipe pernapasan :
fremitus :
normal
Sianosis : (tidak)
keluhan lain:
Karidovaskuler
capillary refill :
Neurologis
Rasa ingin pingsan/ pusing : tidak ada
Sakit kepala: tidak ada Lokasi nyeri: tonsil
Frekuensi:
keluhan lain:
kesemutan bingung tremor gelisah kejang
koordinasi ekastemitas
normal paralisis,lokasi : plegia, lokasi:
keluhan lain:
Integumen
warna kulit
kemerahan pucat sianosis jaundice normal
kelembaban :
lembab kering
Turgor : elastis
> 2 detik < 2 detik
keluhan lain :
Abdomen
keluhan lain :
Muskoloskeletal
Nyeri otot/tulang, lokasi : tidak ada intensitas:
kaku sendi,lokasi : tidak ada
bengkak sendi,lokasi : tidak ada
fraktur (terbuka/tertutup), lokasi : tidak ada
alat bantu, jelaskan : tidak ada
pergerakan terbatas, jelaskan : tidak ada
keluhan lain,jelaskan : tidak ada
Seksualitas
aktif melakukan hubungan seksual:
tidak dikaji
penggunaan alat kontrasepsi :
tidak dikaji
wanita
usia menarche: lamanya siklus: durasi:
periodemenstruasi terakhir: menopouse:
melakukan pemeriksaan payudara sendiri:
PAP smear terakhir:
Pria
Rabas penis : tidak dikaji gangguan prostat: tidak dikaji
sirkumsisi : tidak dikaji vasektomi: tidak dikaji
impoten : tidak dikaji ejakulasi dini: tidak dikaji
V. Program Terapi
Hasil pemeriksaan penunjang dan laboratorium (dimulai saat anda mengambil kasus
kelolaan, cantumkan tanggal pemeriksaan, dan kesimpulan hasilnya)
samarinda, ……….2021
perawat
(………………………….)
Sistem hipotalamus
↓
Hipertermi
2 DS : infeksi bakteri streptococcus atau Nyeri akut
Klien mengatakan nyeri pada infeksi virus
saat menelan terutama pada
saat makan dan minum ↓
DO :
Pasien meringis dan gelisah Menginvasi tonsil
Terlihat adanya peradangan
pada tonsil ↓
↓
Disertai radang
↓
Hipertrofi sel tonsil
↓
Nyeri pada saat menelan
↓
Nyeri akut
3 DS : infeksi bakteri streptococcus atau Gangguan menelan
Klien mengatakan nyeri pada infeksi virus
saat makan dan minum
Klien mengeluh kesulitan ↓
menelan
DO : Menginvasi tonsil
Klien tampak menahan rasa
sakit ↓
Adanya makanan yang
tetringgal di rongga mulut Proses inflamasi / peradangan
Td: 130/80 pada jaringan tonsil
N: 84
P: 18x/mnt
↓
Spo2: 95%
Pembesaran kedua tonsil menutup
faring
↓
Disertai radang
↓
Hipertrofi sel tonsil
↓
Nyeri pada saat menelan
↓
Gangguan menelan
Rencana Keperawatan
N Diagnosa Luaran Implementasi
o
1 Hipertermia b.d proses Termoregulasi Manajemen hipertermia
penyakit
Setelah dilakukan tindakan Tindakan :
keperawatan, kontrol nyeri
dengan kriteria hasil : Observasi :
Terapeutik :
3 = sedang
3. Berikan cairan
4 = cukup menurun
oral
4. Hindari
5 = menurun
pemberian
3. Suhu tubuh (4) antipiretik atau
4. Tekanan darah (4) aspirin
Keterangan : Edukasi :
5 = membaik
terapeutik :
3 = sedang
3. diskusikan jenis
4 = cukup menurun
analgesik yang
5 = menurun disukai untuk
mencapai
6. frekuensi nadi (4) analgesia
7. pola nafas (4) optimal, jika
8. tekanan darah (4) perlu
9. nafsu makan (4) 4. dokumentasikan
10. pola tidur (4) respon terhadap
efek analgesik
keterangan :
dan efek yang
tidak diinginkan
1 = memburuk
edukasi :
2 = cukup memburuk
2. jelaskan efek
3 = sedang
terapi dan efek
5 = membaik kolaborasi :
kolaborasi pemberian
dosis dan jenis analgesik,
sesuai indikasi
3 Gangguan menelan b.d Proses menelan Dukungan perawatan
obstruksi mekanis tonsilitis
diri: makan/minum
Setelah dilakukan tindakan
Tindakan :
keperawatan, kontrol nyeri
Observasi :
dengan kriteria hasil :
a. monitor kemampuan
melenan
1. mempertahankan
makanan di mulut
(4) Terapeutik :
2. reflek menelan (4)
3. usaha menelan (4)
keterangan : a. atur posisi yang
1 = menurun nyaman untuk
2 = cukup menurun
3 = sedang makan dan minum
4 = cukup meningkat b. berikan bantuan
5 = meningkat
saat makan/minum
sesuai tingkat
kemandirian
kolaborasi :
Catatan Perkembangan
P: intervensi di lanjutkan
P : intervensi dilanjutkan
P: intervensi di lanjutkan
LAPORAN ANALISIS TINDAKAN KEPERAWATAN
Nama: Tn. M