1
b. Tonsilitis membranosa
1) Tonsilitis Difteri
Penyebabnya yaitu oleh kuman Coryne bacterium diphteriae, kuman yang
termasuk Gram positif dan hidung di saluran napas bagian atas yaitu hidung,
faring dan laring.
2) Tonsilitis Septik
Penyebab streptococcus hemoliticus yang terdapat dalam susu sapi sehingga
menimbulkan epidemi. Oleh karena di Indonesia susu sapi dimasak dulu dengan
cara pasteurisasi sebelum diminum maka penyakit ini jarang ditemukan.
c. Angina Plout Vincent
Penyebab penyakit ini adalah bakteri spirochaeta atau triponema yang didapatkan
pada penderita dengan higiene mulut yang kurang dan defisiensi vitamin C. Gejala
berupa demam sampai 39° C, nyeri kepala , badan lemah dan kadang gangguan
pecernaan.
d. Tonsilitis kronik
Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronis ialah rangsangan yang menahun dari
rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca
kelemahan fisik dan pengobatan tonsilitis yang tidak adekuat kuman penyebabnya
sama dengan tonsilitis akut tetapi kadang
2. Anatomi Fisiologi
Tonsil terbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai
10-30 kriptus yang meluas ke dalam yang meluas ke jaringan tonsil. Tonsil tidak
mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah kosong di atasnya dikenal sebagai fosa
supratonsilaris. Bagian luar tonsil terikat longgar pada muskulus konstriktor faring
superior, sehingga tertekan setiap kali makan.
Walaupun tonsil terletak di orofaring karena perkembangan yang berlebih tonsil
dapat meluas ke arah nasofaring sehingga dapat menimbulkan insufisiensi velofaring
atau obstruksi hidung walau jarang ditemukan. Arah perkembangan tonsil tersering
adalah ke arah hipofaring, sehingga sering menyebabkan terjaganya anak saat tidur
karena gangguan pada jalan nafas. Secara mikroskopik mengandung 3 unsur utama:
a. Jaringan ikat/trabekula sebagai rangka penunjang pembuluh darah saraf.
b. Folikel germinativum dan sebagai pusat pembentukan sel limfoid muda.
c. Jaringan interfolikuler yang terdiri dari jaringan limfoid dalam berbagai stadium
2
Tabel 1:Gambar Tonsilitis
Tonsil (amandel) dan adenoid merupakan jaringan limfoid yang terdapat pada
daerah faring atau tenggorokan. Keduanya sudah ada sejak anak dilahirkan dan mulai
berfungsi sebagai bagian dari sistem imunitas tubuh setelah imunitas “warisan” dari ibu
mulai menghilang dari tubuh anak. Pada saat itu (usia lebih kurang 1 tahun) tonsil dan
adenoid merupakan organ imunitas utama pada anak, karena jaringan limfoid lain yang
ada di seluruh tubuh belum bekerja secara optimal.
Sistem imunitas ada 2 macam yaitu imunitas seluler dan humoral. Imunitas
seluler bekerja dengan membuat sel (limfoid T) yang dapat “memakan“ kuman dan
virus serta membunuhnya. Sedangakan imunitas humoral bekerja karena adanya sel
(limfoid B) yang dapat menghasilkan zat immunoglobulin yang dapat membunuh
kuman dan virus.
Kuman yang “dimakan” oleh imunitas seluler tonsil dan adenoid terkadang tidak
mati dan tetap bersarang disana serta menyebabklan infeksi amandel yang kronis dan
berulang (Tonsilitis kronis). Infeksi yang berulang ini akan menyebabkan tonsil dan
adenoid “bekerja terus “ dengan memproduksi sel-sel imun yang banyak sehingga
ukuran tonsil dan adenoid akan membesar dengan cepat melebihi ukuran yang normal.
Tonsil dan adenoid yang demikian sering dikenal sebagai amandel yang dapat
menjadi sumber infeksi (fokal infeksi) sehingga anak menjadi sering sakit demam dan
3
batuk pilek.Selain itu folikel infeksi pada amandel dapat menyebabkan penyakit pada
ginjal (Glomerulonefritis), katup jantung (Endokarditis), sendi (Rhematoid Artritis) dan
kulit. (Dermatitis). Penyakit sinusitis dan otitis media pada anak seringkali juga
disebabkan adanya infeksi kronis pada amandel dan adenoid.
3. Etiologi/Predisposisi
a. Tonsillitis bakterialis supuralis akut paling sering disebabkan oleh streptokokus beta
hemolitikus group A,Misalnya: Pneumococcus, staphylococcus, Haemalphilus
influenza, sterptoccoccus non hemoliticus atau streptoccus viridens.
b. Bakteri merupakan penyebab pada 50% kasus. Antara lain streptococcus B
hemoliticus grup A, streptococcus, Pneumoccoccus,Virus, Adenovirus, Virus
influenza serta herpes.
c. Penyebabnya infeksi bakteri streptococcus atau infeksi virus. Tonsil berfungsi
membantu menyerang bakteri dan mikroorganisme lainnya sebagai tindakan
pencegahan terhadap infeksi. Tonsil bisa dikalahkan oleh bakteri maupun virus,
sehingga membengkak dan meradang, menyebabkan tonsillitis. (Adam,1999;
Iskandar,1993; Firman,2006).
4. Manifestasi Klinis
Orang dengan tonsilitis sering memiliki:
a. Sakit tenggorokan dan leher
b. Nyeri ketika menelan
c. Drooling pada anak-anak
d. Demam (suhu tubuh yang lebih 37.5ºc untuk orang dewasa dan lebih dari 38 º C
pada anak-anak)
e. Kehilangan nafsu makan, dan merasa umumnya 'tidak sehat'
f. Amandel merah dan bengkak (dengan nanah)
g. Bengkak dan kelenjar getah bening tender (kelenjar) di kedua sisi leher
h. Perubahan suara mereka (seperti terdengar 'Serak' atau teredam).
i. Anak-anak mungkin mengeluh sakit perut tanpa sakit yang tenggorokan, dan mereka
mungkin muntah. Anak-anak kecil mungkin hanya mengalami demam.
5. Patofisiologi
Saat bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut,amandel
berperan sebagai filter, menyelimuti organism yang berbahaya tersebut sel-sel darah
4
putih ini akan menyebabkan infeksi ringan pada amandel.Hal ini akan memicu tubuh
untuk membentuk antibody terhadap infeksi yang akan datang akan tetapi kadang-
kadang amandel sudah kelelahan menahan infeksi atau virus.Infeksi bakteri dari virus
inilah yang menyebabkan tonsillitis.
Bakteri atau virus menginfeksi lapisan epitel tonsil-tonsil epitel menjadikan
terkikis dan terjadi peradangan serta infeksi pada tonsil.Infeksi tonsil jarang
menampilkan gejala tetapi dalam kasus yang ekstrim pembesaran ini dapat
menimbulkan gejala menelan.Infeksi tonsil yang ini adalah peradangan di tenggorokan
terutama dengan tonsil yang abses (abses peritonsiler).Abses besar yang terbentuk
dibelakang tonsil menimbulkan rasa sakit yang intens dan demam tinggi (39C-
40C).abses secara perlahan-lahan mendorong tonsil menyeberang ke tengah
tenggorokan.
5
6. Web Of Caution
6
7. Komplikasi
Faringitis merupakn komplikasi tonsilitis yang paling banyak didapat. Demam
rematik, nefritis dapat timbul apabila penyebab tonsilitisnya adalah kuman
streptokokus. Komplikasi yang lain dapat berupa :
a. Abses pertonsil
Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole, abses ini
terjadi beberapa hari setelah infeksi akut dan biasanya disebabkan oleh streptococcus
group A ( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk. 2007 ).
b. Otitis media akut
Infeksi dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius (eustochi)
dan dapat mengakibatkan otitis media yang dapat mengarah pada ruptur spontan
gendang telinga ( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk. 2007 ).
c. Mastoiditis akut
Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebarkan infeksi ke dalam sel-
sel mastoid ( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk. 2007 ).
d. Laringitis
Merupakn proses peradangan dari membran mukosa yang membentuk larynx.
Peradangan ini mungkin akut atau kronis yang disebabkan bisa karena virus, bakter,
lingkungan, maupunmkarena alergi ( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ).
e. Sinusitis
Merupakan suatu penyakit inflamasi atau peradangan pada satua atau lebih
dari sinus paranasal. Sinus adalah merupakan suatu rongga atau ruangan berisi udara
dari dinding yang terdiri dari membran mukosa ( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ).
f. Rhinitis
Merupakan penyakit inflamasi membran mukosa dari cavum nasal dan
nasopharynx ( Reeves, Roux, Lockhart, 2001).
8. Pemeriksaan Penunjang
Dilakukan pemeriksaan fisik menyeluruh, dan pengumpulan riwayat kesehatan
yang cermat untuk menyingkirkan kondisi sistemik atau kondisi yang berkaitan. Usap
tonsilar dikultur untuk menentukan adanya infeksi bakteri. Jika tonsil adenoid ikut
terinfeksi maka dapat menyebabkan otitis media supuratif yang mengakibatkan
kehilangan pendengaran, pasien harus diberikan pemeriksaan audiometik secara
menyeluruh sensitivitas/ resistensi dapat dilakukan jika diperlukan
7
9. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan tonsillitis secara umum:
a. Jika penyebab bakteri, diberikan antibiotik peroral (melalui mulut ) selama 10 hari,
jika mengalami kesulitan menelan, bisa diberikan dalam bentuk suntikan.
b. Pengangkatan tonsil (Tonsilektomi) dilakukan jika:
1) Tonsilitis terjadi sebanyak 7 kali atau lebih /tahun .
2) Tonsilitis terjadi sebanyak 5 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 2 tahun.
3) Tonsilitis terjadi sebanyak 3 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 3 tahun.
4) Tonsilitis tidak memberikan respon terhadap pemberian antibiotik.
8
diseksi quillotine. Metode apapun yang digunakan penting untuk mengangkat tonsil
secara lengkap. Perdarahan dikendalikan dengan menginsersi suatu pak kasa ke
dalam ruang post nasal yang harus diangkat setelah pembedahan. Perdarahan yang
berlanjut dapat ditangani dengan mengadakan ligasi pembuluh darah pada dasar
tonsil.
c. Perawatan paska-bedah
1) Berbaring kesamping sampai bangun kemudian posisi mid fowler.
2) Memantau tanda-tanda perdarahan:
Menelan berulang
Muntah darah segar
Peningkatan denyut nadi pada saat tidur
3) Diet
a) Memberikan cairan bila muntah telah reda.
Mendukung posisi untuk menelan potongan makanan yang besar (lebih
nyaman dari adanya kepingan kecil)
Hindari pemakaian sedotan (suction dapat menyebabkan perdarahan)
b) Menawarkan makanan
Es cream, crustard dingin, sup krim, dan jus.
Refined sereal dan telur setengah matang biasanya lebih dapat dinikmati
pada pagi hari setelah perdarahaan.
Hindari jus jeruk,minuman panas, makanan kasar atau banyak bumbu
selama 1 minggu
c) Mengatasi ketidaknyamanan pada tenggorokan
Menggunakan ice color (kompres es) bila mau
Memberikan analgesik (hindari aspirin)
Melaporkan segera tanda-tanda perdarahan.
Minum 2-3 liter / hari sampai bau mulut hilang.
d) Mengajari pasien mengenal hal berikut
Hindari latihan berlebihan, batuk, bersin, berdahak dan menyisi hidung
segera selama 1-2 minggu
Tinja mungkin seperti teh dalam beberapa hari karena darah yang tertelan.
Tenggorokan tidak nyaman dapat sedikit bertambah antara hari ke-4 dan
ke-8 setelah operasi.
9
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan (fatigue)
b. Sirkulasi
Tanda : Takikardia, Hiperfentilasi (respons terhadap aktivitas)
c. Integritas Ego
Gejala : Stress, Perasaan tidak berdaya
Tanda : Tanda- tanda ansietas, mual : gelisah, pucat, berkeringat, perhatian
menyempit.
d. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih
Tanda : Warna urine mungkin pekat
e. Maknan / cairan
Gejala : Anoreksia, Masalah menelan, Penurunan menelan
Tanda : Membran mukosa kering, Turgor kulit jelek
f. Nyeri / kenyamanan
g. Gejala : Nyeri pada daerah tenggorokan saat digunakan untuk menelan, Nyeri
tekan pada daerah sub mandibula.
Faktor pencetus : menelan ; makanan dan minuman yang dimasukkan melalui
oral, obat-obatan.
Tanda : Wajah berkerut, berhati-hati pada area yang sakit, pucat, berkeringat,
perhatian menyempit.
10
2. Diagnosa Keperawatan
a. Pre Operasi
1) Defisit nutrisi
2) Nyeri akut
3) Hipertermia
4) Risiko harga diri rendah situasional
5) Ansietas
b. Post operasi
1) Bersihan jalan napas tidak efektif
2) Risiko ketidakseimbangan cairan
3) Nyeri akut
4) Resiko infeksi
3. Rencana Keperawatan
DIAGNOSA
NO KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI
(SDKI) HASIL (SLKI) (SIKI)
12
menurun NSAID) dengan tingkat keparahan
Drainase serosa menurun nyeri
Drainase sanguinis Monitor tanda-tanda vital sebelum
menurun dan sesudah pemberian analgesic
Drainase serosanguinis Monitor efektifitas analgesic
menurun Terapeutik
Eritema pada kulit sekitar
Diskusikan jenis analgesic yang
menurun
disukai untuk mencapai analgesic
Peningkatan suhu kulit menurun optimal, jika perlu
Bau tidak sedap pada luka Pertimbangkan penggunaan infus
menurun kontinu, atau bolus opioid untuk
Nekrosis menurun mempertahankan kadar dalam
Infeksi menurun serum
Tetapkan target efektifitas
analgesic untuk mengoptimalkan
respons pasien
Dokumentasikan respon terhadap
efek analgesic untuk
mengoptimalkan respons pasien
Dokumentasikan respons terhadap
efek analgesic dan efek yang tidak
diinginkan
Edukasi
Jelaskan efek terapi dan efek
samping obat
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian dosis
dan jenis analgesic, sesuai indikasi
3 Ansietas b.d Setelah diberikan asuhan Reduksi ansietas
krisis situasional keperawatan Observasi
(histerektomi atau selama………….. Identifikasi saat tingkat
kemoterapi), diharapkan : ansietas berubah
ancaman terhadap Tingkat Ansietas menurun (mis, kondii, waktu, stressor)
konsep diri, perubahan Dengan kriteria hasil : Identifikasi kemampuan mengambil
dalam status kesehatan, Verbalisasi kebingungan keputusan
stres, menurun Monitor tanda-tanda ansietas
kurang terpapar Verbalisasi khawatir akibat (verbal dan nonverbal)
informasi kondisi yang dihadapi menurun Terapeutik
Perilaku gelisah menurun Ciptakan suasana terapeutik
Perilaku tegang menurun untuk menumbuhkan kepercayaan
Keluhan pusing menurun Temani pasien untuk
Anoreksia menurn mengurangi kecemasan,
Palpitasi menurun jika memungkinkan
Diaphoresis menurun Pahami situasi yang membuat
Tremor menurun ansietas
Pucat menurun Dengarkan dengan penuh perhatian
Konsentrasi membaik Gunakan pendekatan yang tenang
Pola tidur membaik dan meyakinkan
Frekuensi pernapasan Tempatkan barang pribadi
membaik yang memberikan
Frekuensi nadi membaik kenyamanan
Tekanan darah membaik Motivasi mengidentifikasi
Kontak mata membaik situasi yang memicu
Pola berkemih membaik kecemasan
Orientasi membaik Diskusikan perencanaan
realistis tentang
peristiwa yang akan datang
Edukasi
Jelaskan prosedur, termasuk
sensasi, yang ungkin dialami,
13
Informasikan secara factual
mengenai diagnosis, pengobatan,
dan prognosis
Anjurkan keluarga untuk tetap
bersam apasien, jika perlu,
Anjurkan melakukan tindakan yang
tidak kompetitif sesuai kebutuhan
Anjurkan mengungkapkan perasaan
dan persepsi
Latih kegiatan pengalihan
untk mengurangi
ketegangan
Latih penggunaan
mekanisme pertahanan
diri yang tepat
Latih teknik relaksasi Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
antiansietas, jika perlu
4 Risiko Ketidakseimbangan Setelah diberikan asuhan keperawatan Manajemen Cairan
Cairan selama Observasi :
...................... jam, Monitor status hidrasi (mis.
Faktor risiko : diharapkan frekuensi nadi,kekuatan nadi, akral,
Prosedur pembedahan pengisian kapiler, kelembaban
mayor Keseimbangan Cairan meningkat mukosa, turgor kulit, tekanan
Trauma/perdarahan dengan kriteria darah)
Luka bakar hasil : Monitor berat badan harian
Apheresis Asupan cairan Monitor berat badan sebelum dan
Asites meningkat sesudah dialysis
Obstruksi intestinal Output urin Monitor hasil pemeriksaan
Peradangan pancreas meningkat laboratorium (mis.
Penyakit ginjal dan kelenjar Membrane mukosa lembab hematocrit, Na, K, Cl, berat jenis
Disfungsi intestinal meningkat urine, BUN)
Asupan makanan Monitor status
meningkat hemodinamik (mis,MAP, CVP,
Edema menurun PAP, PCWP jika
Dehidrasi menurun tersedia)
Asites menurun Terapiutik :
Konfusi menurun Catat intake – output dan hitung
Tekanan darah balance cairan 24 jam
membaik Berikan asupan cairan, sesuai
Frekuensi nadi kebutuhan
membaik Berikan cairan intravena, jika perlu
Kekuatan nadi Kolaborasi :
membaik Kolaborasi pemberian
Tekanan arteri rata- rata membaik diuretic, jika perlu
Mata cekung
membaik
Turgor kulit membaik
Berat badan membaik
5 Risiko Infeksi Setelah diberikan asuhan Pencegahan Infeksi
keperawatan selama Observasi
Faktor Risiko: ………...... jam diharapkan □ Monitor tanda dan gejala infeksi
□ Penyakit Kronis (mis. local dan sistemik
Diabetes mellitus) Tingkat Infeksi menurun Terapeutik
□ Efek prosedur invasif dengan kriteria hasil:
□ Batasi jumlah
□ Malnutrisi □ Kebersihan tangan
pengunjung
□ Peningkatan paparan meningkat
□ Berikan perawatan kulit pada area
organisme pathogen □ Kebersihan badan
edema
lingkungan meningkat
□ Cuci tangan sebelum dan sesudah
□ Ketidakadekuatan □ Demam menurun (normal
kontak dengan pasien dan
36.5-37oC)
14
pertahanan tubuh primer: □ Kemerahan menurun lingkungan pasien
□ Gangguan peristaltic □ Nyeri menurun □ Pertahanakan teknik aseptic pada
□ Kerusakan integritas □ Vesikel menurun pasien berisiko tinggi
kulit □ Cairan berbau busuk Edukasi
□ Perubahan sekresi menurun □ Jelaskan tanda dan gejala infeksi
Ph □ Sputum berwarna hijau □ Ajarkan cara mencuci
□ Penurunan kerja menurun tangan dengan benar
siliaris □ Drainase purulent □ Ajarkan etika batuk
□ Ketuban pecah lama menurun □ Ajarkan cara memeriksa kondisi
□ Ketuban pecah □ Piuria menurun luka atau luka operasi
sebelumnya □ Periode malaise menurun □ Anjurkan meningkatkan asupan
□ Merokok □ Periode menggigil nutrisi
□ Statis cairan tubuh menurun □ Anjurkan meningkatkan asupan
□ Ketidakadekuatan □ Letargi menurun cairan
pertahanan tubuh □ Gangguan kognitif Kolaborasi
sekunder menurun □ Kolaborasi pemberian
□ Penurunan □ Kadar sel darah putih membaik antibiotik
hemoglobi (normal 9000- 30000 sel/mm) □ Kolaborasi pemberian
n □ Kultur darah membaik imunisasi jika perlu
□ Imununosupresi □ Kultur urine membaik
□ Leukopenia □ Kultur sputum membaik
□ Supresi respon □ Kultur area luka
inflamasi membaik
□ Vaksinasi tidak □ Kultur feses membaik
adekuat □ Nafsu makan membaik
15
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih
bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001.
Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan
pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta :
EGC;1999
Efiaty Arsyad Soepardi & Nurbaiti Iskandar. Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2001
R. Sjamsuhidajat &Wim de jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. Jakarta : EGC ;
1997
Boeis,Adam, 1994, Buku Ajar Penyakit THT, Jakarta: EGC.
Junadi, Purnawan, 1982, Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Price, Sylvia Anderson, 1985, Pathofisiologi Konsep klinik proses-proses penyakit,
Jakarta: EGC.
Gotlieb, J, The Future Risk Of Child Hood Sleep Disordered Breathing, SLEEP, vol 28,
No.7, 2005.
Supardi, E.A., Iskandar, N, Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga Hidung Tenggorok
Kepala Leher, Ed. 6, Balai FKUI, Jakarta, 2007.
Adams, George L., dkk, BOEIS, Buku Ajar Penyakit THT, ed. 6, 1997, EGC, Jakarta.
Mansjoer Arief,dkk.,2001, Tonsilitis Kronis, dalam Kapita Selekta Kedokteran.
Media Aeskulapius, FKUI, Jakarta.
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Sandar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi
dan Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan Pengurus PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2017. Sandar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan Pengurus PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2017. Sandar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan Pengurus PPNI
Web Of Caution
Epitel terkikis
Inflamasi tonsil
nyeri saat menelan Respon inflamasi Pembengkakan tonsil Mulut bau,suara parau